• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pain Self Efficacy, Intensitas Nyeri dan Perilaku Nyeri pada Pasien Low Back Pain di RSUD Dr. Pirngadi Medan Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pain Self Efficacy, Intensitas Nyeri dan Perilaku Nyeri pada Pasien Low Back Pain di RSUD Dr. Pirngadi Medan Chapter III VI"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana hubungan pain self efficacy, intensitas nyeri dan perilaku nyeri pada pasien low back pain di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Nyeri adalah fenomena yang multidimensional. Ahles dan koleganya (1983 dalam Ardinata, 2007) mengkategorikan lima dimensi dari nyeri yang dialami. Kelima dimensi ini meliputi: dimensi fisiologi, sensori, afektif, kognitif , dan behavior (perilaku). Sebagai tambahan McGuire dan Sheidler (1993 dalam Ardinata, 2007) menambahkan dimensi sosial-kultural sebagai dimensi keenam dalam multidimensional dari fenomena nyeri. Keenam dimensi dari fenomena nyeri ini saling berhubungan, berinteraksi serta dinamis (Ardinata, 2007). Dimensi sensori, perilaku dan kognitif adalah dimensi yang akan dihubungkan dengan ketiga variabel dalam penelitian ini.

(2)

berada dalam beberapa tingkat rasa sakit, perilaku tertentu yang terkait dengan nyeri akan terjadi.

Dimensi perilaku dari nyeri meliputi serangkaian perilakuyang dapat diobservasi yang berhubungan dengan nyeri yang dirasakan dan bertindak sebagai cara mengkomunikasikan kelingkungan bahwa seseorang tersebutmengalami atau merasakan nyeri (Fordyce,1976 dalam Ardinata, 2007). Perilaku nyeri adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang dan setiap perubahan kebiasaan ketika ia mengalami nyeri yang dapat diobservasi. Perilaku nyeri dapat dimanifestasikan dengan berbagai cara yang meliputi mengeluh, merintih, menggosok bagian yang nyeri, meringis, dan berubah posisi. Intensitas nyeri mempengaruhi berbagai perilaku nyeri. Ketika pasien berada dalam beberapa tingkat nyeri sudah pasti perilaku berhubungan dengan nyeri yang terjadi (Fordyce, 1976 dalam Harahap, 2006). Pasien dengan intensitas nyeri yang tinggi juga akan mengekspresikan perilaku nyeri yang tinggi pula.

(3)

kepercayaan seseorang bahwa dia dapat menunjukkan perilaku yang dituntut dalam situasi yang spesifik.

Hubungan pain self efficacy dengan intensitas nyeri dan perilaku nyeri merupakan hubungan berbanding terbalik. Pasien dengan pain self efficacy yang tinggi biasanya ditandai dengan rendahnya tingkat stress dan kecemasan sehingga dapat menurunkan intensitas dan perilaku nyeri. Sedangkan pasien dengan pain self efficacy yang rendah dapat mengakibatkan perilaku nyeri yang tinggi. Pasien yang memiliki pain self efficacy yang tinggi akan menunjukkan intensitas nyeri dan perilaku nyeri yang rendah dan sebaliknya pasien dengan pain self efficacy rendah akan menunjukkan intensitas nyeri dan perilaku nyeri yang tinggi.

Berdasarkan pemaparan konsep diatas, maka peneliti membuat kerangka penelitian ini seperti skema di bawah ini:

Skema 3.1 Kerangka penelitian hubungan pain self efficacy, intensitas nyeri dan perilaku nyeri pada pasien low back pain di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

Intensitas Nyeri

Pain Self Efficacy

(4)

3.2 Defenisi Operasional

Pada bagan ini akan diuraikan mengenai defenisi operasional masing-masing variabel penelitian.

(5)

Perilaku Nyeri Segala sesuatu

Berdasarkan kerangka penelitian terdapat enam hipotesa:

3.1 Hipotesa alternatif 1 terdapat hubungan antara pain self efficacy dan intensitas nyeri.

3.2 Hipotesa null1 yaitu tidak terdapat hubungan antara pain self efficacy dan intensitas nyeri.

3.3 Hipotesa alternatif 2 terdapat hubungan antara pain self efficacy dan perilaku nyeri.

3.4 Hipotesa null2 yaitu tidak terdapat hubungan antara pain self efficacy dan perilaku nyeri.

3.5 Hipotesa alternatif 3 terdapat hubungan antara intensitas nyeri dan perilaku nyeri..

(6)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi yang mengidentifikasi hubungan pain self efficacy, intensitas nyeri dan perilaku nyeri pada pasien low back pain.

4.2Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti (Notoatmodjo,2005 dalam Setiadi, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien low back pain yang menjalani rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

4.2.2 Sampel

(7)

Keterangan:

n = Besaran sampel

= Standar normal deviasi untuk α

P = Prediksi proporsi berdasarkan literature atau hasil pilot study

d = Deviasi dari prediksi proporsi atau presisi absolute (absolute precision) Perhitungan sebagai berikut:

Dengan menggunakan rumus confidance level dan tingkat kesalahan yang di pilih yaitu 0.05 maka jumlah yang diperoleh 39 orang, kemudian peneliti menambahkan jumlah responden sebanyak 10% sehingga total sampel yang diteliti adalah sebanyak 43 responden.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode non probability sampling melalui teknik purposive sampling, yaitu penentuan sampel dengan kriteria yang dikehendaki peneliti (Setiadi, 2007) dari pasien low back pain di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu pasien dengan low back pain yang di diagnosa oleh dokter, menderita low back pain minimal 3 bulan, memiliki kesadaran penuh, mampu berkomunikasi dengan baik, bersedia menjadi responden penelitian.

4.3Lokasi dan Waktu Penelitian

(8)

rumah sakit pendidikan yang mendukung pengembangan dalam bidang penelitian sehingga memungkinkan peneliti mendapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2017.

4.4Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan oleh peneliti setelah mendapatkan persetujuan dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan dari RSUD Dr. Pirngadi Medan, serta mendapatkan surat etik dari komisi etik penelitian kesehatan fakultas keperawatan USU untuk melakukan penelitian.

Peneliti menyerahkan lembar persetujuan, peneliti terlebih dahulu harus menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada calon responden. Jika responden bersedia untuk diteliti maka responden terlebih dahulu harus menandatangani lembar persetujuan (Informed concent). Jika responden menolak untuk diteliti maka peneliti akan tetap menghormati haknya. Penelitian ini tidak mengakibatkan kerugian/resiko bagi responden (nonmaleficence). Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya akan diberi kode tertentu (anonymity). Kerahasiaan informasi responden dan kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian (confidentiality).

4.5Instrumen Penelitian

(9)

4.5.1 Data Demografi

Terdiri dari kode, usia, jenis kelamin, status pernikahan, suku bangsa, pendidikan terakhir, pekerjaan dan lama terdiagnosa LBP. Data demografi ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik responden, deskripsi frekuensi, dan presentasi demografi responden.

4.5.2 Kuesioner Pain self efficacy

Untuk mengidentifikasikasi pain self efficacy, peneliti menggunakan menggunakan skala differensial semantik Pain Self Efficacy Questionnaire (PSEQ) yang didesain oleh Nicholas pada 1989. Kuesioner ini pernyataan akan diberi skor 0 sampai 6. Skor 0 mengindikasikan bahwa klien sangat tidak yakin sampai skor 6 mengindikasikan bahwa klien sangat yakin. Skor tertinggi dalam instrumen ini adalah 60 sedangkan skor terendah nol. Sebesar 60 dibagi ke dalam tiga kelas yaitu self efficacy yang rendah, self efficacy sedang dan self efficacy yang tinggi, maka diperoleh panjang kelas sebesar 20. Dengan p=20, dan nilai terendah 0 sebagai batas bawah kelas interval pertama, maka self efficacy dikategorikan atas interval sebagai berikut:

0-20 = self efficacy rendah 21-40 = self efficacy sedang 41-60 self efficacy tinggi 4.5.3 Kuesioner Intensitas Nyeri

(10)

nyeri paling hebat. Skala ini memberikan pasien kebebasan total dalam mengidentifikasi beratnya nyeri yang dirasakan.

Tingkat nyeri didapatkan melalui laporan dari diri pasien dengan menyebutkan angka pada skala nyeri NRS (Smeltzer & Bare, 2002 dalam Potter & Perry, 2005). Hasil pengukurannya adalah skor 0 termasuk kategori tidak ada nyeri, skor 1-3 termasuk pada skala nyeri ringan, skor 4-6 termasuk skala nyeri sedang, dan skor 7-10 termasuk kategori nyeri berat (Serlin, dkk, 1995 dalam Harahap, 2007).

4.5.4 Lembar Observasi Perilaku Nyeri

(11)

sebanyak dua kali masing-masing selama satu menit (Keefe & Block, 1982; Keefe & Smith, 2002 dalam Harahap 2006).

Tingkat perilaku nyeri menggunakan skala Likert dengan nilai 0= tidak ada, 1= kadang-kadang, dan 2= selalu. Jumlah skor merupakan penjumlahan dari lima item tersebut. Skor tertinggi mengindikasikan ekspresi perilaku nyeri yang tertinggi. Untuk menginterpretasikan skor PBOP, jumlah skor perilaku nyeri dibagi menjadi tiga tingkatan meliputi rendah (0-3), sedang (4-7), dan tinggi (8-10).

4.6Validitas dan Reliabilitas

Alat ukur atau instrumen penelitian yang dapat diterima sesuai standar adalah

alat ukur yang telah melalui uji validitas dan reliabilitas (Hidayat, 2007 dalam

Pasaribu, 2016). Validitas menyatakan apa yang seharusnya diukur. Sebuah

instrumen dikatakan valid jika instrumen mampu mengukur apa yang seharusnya

diukur menurut situasi dan kondisi tertentu (Setiadi, 2007). Alat ukur yang digunakan

adalah alat ukur yang sudah baku yang telah melalui uji validitas dan reliabilitas.

Reliabilitas adalah adanya konsistensi hasil apabila pengukurandilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda sehingga dapat digunakan untuk penelitian berikutnya (Setiadi, 2007).

4.6.1 Pain Self Efficacy Questionnaire (PSEQ)

(12)

dosen keperawatan jiwa USU dengan hasil 1 dan hasil reliabilitas kuesioner pain self efficacy menunjukkan hasil 0.82 (Cronbach alpha).

4.6.2 Numeric Pain Rating Scale (NPRS)

Instrumen Numeric Pain Rating Scale (NPRS) digunakan untuk mengukur intensitas nyeri yang diadopsi dari McCafferyet al pada tahun 1989. Berdasarkan hasil dari studi Gloth, et. al (2001) menyebutkan bahwa skala nyeri NPRS menunjukkan reliabilitas lebih dari 0,95 dan juga pada uji validitasnya menunjukkan r = 0,90.

4.6.3 Pain Behavior Observational Protocol (PBOP)

Instrumen yang digunakan untuk mengukur perilaku nyeri adalah Pain Behavior Observation Protocol (PBOP) pertama kali dikemukakan oleh Keefe dan Block tahun 1982 (Harahap, 2006). Uji intereter reliabilitas PBOP menunjukkan hasil uji reliabilitas 0.98 (Cronbach alpha).

4.7Pengumpulan Data

(13)

Peneliti menjelaskan cara pengisian data demografi, pain self efficacy,intensitas nyeri dan perilaku nyeri. Setelah itu responden dapat mengisi data demografi, kuesioner Pain Self efficacy Questionnaire. Setelah selesai mengisi kuesioner pain self efficacy, peneliti meminta responden mengisi kuesione rintensitas nyeri dengan menggunakan Numeric Rating Scale.Kemudian peneliti mengobservasi perilaku nyeri responden selama sepuluh menit berdasarkan protokol PBOP yang terdiri dari duduk selama satu menit dan kemudian diulangi selama dua menit, berdiri selama satu menit dan kemudian diulangi selama dua menit, berbaring sebanyak dua kali masing-masing selama satu menit, berjalan sebanyak dua kali masing-masing selama satu menit. Waktu yang diperlukan untuk menjawab kuesioner pernyataan adalah sebanyak 10-20 menit. Setelah kuesioner diisi, kuesioner dikumpulkan oleh peneliti, peneliti mulai mengolah dan menganalisa data.

4.8Analisa Data

(14)

data. Langkah selanjutnya yaitu pengolahan data dengan menggunakan program statistika, yaitu: SPSS.

Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis secara univariat dan bivariat.

4.8.1 Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dan persentasi dari data demografi dan semua variabel penelitian yaitu: pain self efficacy, intensitas nyeri dan perilaku nyeri pada pasien low back pain dengan jenis data numerik dengan skala pengukuran rasio.

4.8.2 Analisis Bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara pain self efficacy dengan intensitas nyeri, hubungan pain self efficacy dengan perilaku nyeri dan hubungan intensitas nyeri dengan perilaku nyeri pada pasien low back pain.Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi Product Moment Pearson’s (Pearson’s). Menurut Dahlan (2004dalam Aritonang, 2010) Uji Pearson’s ini digunakan jika mememenuhi syarat yaitu, data terdistribusi normal dan sampel memenuhi. Jika ditemukan data tidak terdistribusi normal maka diusahakan normal, jika tetap tidak terdistribusi normal maka analisa data dikembalikan ke nonparametrik dengan menggunakan Spearman .

(15)

Data yang baik dan layak untuk membuktikan model penelitian tersebut adalah data yang memiliki distribusi normal. Dalam penelitian ini uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Untuk mengetahui hasil uji normalitas adalah dengan membandingkan data yang didapat dengan data yang berdistribusi normal yang memiliki mean dan SD yang sama. Jika tes yang dilakukan menghasilkan signifikan (p<0.05), maka data tersebut tidak distribusi normal. Sebaliknya jika signifikan (p>0.05), maka data tersebut memiliki distribusi normal.Hasil analisa akan dibaca berdasarkan tabel hasil uji interpretasi. Tabel hasil uji interpretasi terdiri dari nilai r, nilai p dan arah korelasi.

Untuk menafsirkan hasil pengujian statistik tersebut digunakan kriteria penafsiran (Dahlan, 2001) sebagai berikut:

Tabel 4.8.2.1Hasil uji interpretasi korelasi

No Parameter Nilai Interpretasi pula nilai variabel lainnya.

(16)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil serta pembahasan mengenai hubungan pain self efficacy, intensitas nyeri dan perilaku nyeri pada pasien low back pain di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Penelitian telah dilaksanakan mulai dari tanggal 22 Mei 2017 sampai dengan 22 Juni 2017 di Poli Neurologi RSUD Dr.Pirngadi Medan dengan jumlah responden sebanyak 43 pasien.

5.1 Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian ini menguraikan karakteristik data demografi responden, pain self efficacy, intensitas nyeri dan perilaku nyeri dan hubungan pain self efficacy, intensitas nyeri dan perilaku nyeri pada pasien low back pain. 5.1.1 Analisis Univariat

5.1.1.1 Karakteristik Demografi Responden

(17)

berdasarkan lama terdiagnosa LBP semua responden menderita LBP kronis yaitu >3 bulan.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi pada Pasien Low Back Pain (n=43)

(18)

Lanjutan No. Karakteristik Responden Frekuensi Persentase 7. Lama terdiagnosa LBP

5.1.1.2 Pain Self Efficacy pada Pasien Low Back Pain

Pain self efficacy pada penelitian ini ditemukan bahwa pasien low back pain memiliki tingkatan pain self efficacy tinggi dengan mean 49,74 (sd= 7,105). Mean, SD, min-max dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2 Pain Self Efficacy pada Pasien Low Back Pain di RSUD Dr. Pirngadi Medan(n=43)

Variabel Mean Standar Deviasi min-max Pain Self Efficacy 49,74 1,670 33-58

(19)

efficacy rendah (16,3%). Data distribusi frekuensi dan persentase pain self efficacy responden dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Pain Self Efficacy pada Pasien Low Back Pain (n=43)

Tingkatan Frekuensi Persentase Pain self efficacy sedang (21-40) 7 16,3 Pain self efficacy tinggi (41-60) 36 83,7

(20)

Tabel 5.4 Nilai Mean, Standar Deviasi Kuesioner Pain Self Efficacy Tertinggi (n=43)

Nomor Item Mean Standar Deviasi min-max 3. Saya dapat bersosialisasi dengan

sahabat sesering yang saya mau, 5,49 0,798 3-6 walaupun saya mengalami nyeri.

1. Saya dapat menikmati hidup, 5,42 0,982 3-6 walaupun saya mengalami nyeri

10. Perlahan-lahan saya mampu

melakukan kegiatan, walaupun 5,42 0,698 4-6 saya mengalami nyeri

Tabel 5.5 Nilai Mean, Standar Deviasi Kuesioner Pain Self Efficacy Terendah (n=43)

Nomor Item Mean Standar Deviasi min-max 7. Saya dapat mengatasi nyeri

yang saya alami tanpa 2,93 1,121 1-5 pengobatan

5. Saya dapat melakukan pekerjaan,

walaupun nyeri masih terasa 4,81 1,052 2-6 (termasuk dibayar/tidak dibayar)

4. Saya dapat mengatasi rasa nyeri

dalam situasi apapun 5,00 0,976 2-6 5.1.1.3 Intensitas Nyeri pada Pasien Low Back Pain

(21)

Tabel 5.6 Intensitas Nyeri pada Pasien Low Back Pain di RSUD Dr. Pirngadi Medan (n=43)

Variabel Mean Standar Deviasi min-max Intensitas Nyeri 5,30 1,670 2-8

Berdasarkan kategori intensitas nyeri ditemukan hasil lebih dari setengah responden (55,8%) memiliki intensitas nyeri sedang. Data distribusi frekuensi dan persentase intensitas nyeri responden dapat dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi dan Persentase Intensitas Nyeri pada Pasien Low Back Pain (n=43)

Tingkatan Frekuensi Persentase Intensitas nyeri ringan (1-3) 7 16,3 Intensitas nyeri sedang (4-6) 24 55,8 Intensitas nyeri tinggi (7-10) 12 27,9

5.1.1.4 Perilaku Nyeri pada Pasien Low Back Pain

Perilaku nyeri pada penelitian ini ditemukan bahwa pasien low back pain memiliki tingkatan perilaku nyeri sedang dengan mean 3,70 (sd= 1,372). Mean, SD, min-max dapat dilihat pada tabel 5.8.

Tabel 5.8 Perilaku Nyeri pada Pasien Low Back Pain di RSUD Dr. Pirngadi Medan(n=43)

Variabel Mean Standar Deviasi min-max Perilaku Nyeri 3,70 1,372 1-6

(22)

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi dan Persentase Perilaku Nyeri pada Pasien Low Back Pain (n=43)

Tingkatan Frekuensi Persentase Perilaku nyeri rendah (0-3) 21 48,8 Perilaku nyeri sedang (4-7) 22 51,2

Ada lima parameter perilaku nyeri meliputi: menjaga (guarding), menahan nyeri (bracing), meraba bagian yang nyeri (rubbing), meringis (grimacing) dan mendesah (sighing). Menahan nyeri (bracing) merupakan perilaku yang sering muncul (Mean= 1,53, SD = 0, 550), sementara mendesah (sighing) merupakan perilaku yang jarang muncul (Mean= 0,07, SD = 0,258). Adapun nilai mean dan standard deviasi masing-masing parameter dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut: Tabel 5.10 Nilai Mean, Standar Deviasi pada Parameter Perilaku Nyeri (n=43) Nomor Item Mean Standar Deviasi min-max 1. Mendesah (sighing) 0,07 0,258 0-1 2. Meringis (grimacing) 0,40 0,541 0-2 3. Menjaga (guarding) 0,79 0,412 0-2 4. Meraba bagian yang nyeri

(rubbing) 0,93 0,552 0-2 5. Menahan nyeri (bracing) 1,53 0,550 0-2

5.1.2 Analisis Bivariat

5.1.2.1 Hubungan Pain Self Efficacy dengan Intensitas Nyeri pada Pasien Low Back Pain

(23)

hasil uji, didapat bahwa pada kedua variabel pain self efficacy dan intensitas nyeri terdistribusi normal dengan nilai p= 0.192 pada pain self efficacy dan intensitas nyeri dengan nilai p= 0.491. Dengan hasil ini, maka uji yang dilakukan untuk menganalisa data hubungan pain self efficacy dengan intensitas nyeri pada pasien low back pain adalah korelasi pearson. Pada analisa data didapat nilai koefisien korelasi pearson atau r= -0.435 dengan p=0.004. Hal ini menunjukkan adanya hubungan dengan kekuatan korelasi sedang antara pain self efficacy dengan intensitas nyeri pada pasien low back pain. Analisa ini menunjukkan adanya hubungan yang terbalik antara kedua variabel, dimana ketika seseorang memiliki pain self efficacy yang tinggi maka intensitas nyeri yang muncul ringan dan sebaliknya jika pain self efficacy rendah maka intensitas nyeri akan tinggi. Tabel 5.11 Hubungan Pain Self Efficacy dengan Intensitas Nyeri pada Pasien Low

Back Pain

Variabel Korelasi

Pain self efficacy Intensitas nyeri Pain self efficacy

Intensitas nyeri

- -0.435 (p=0.004) -0.435 (p=0.004) -

5.1.2.2Hubungan Pain Self Efficacy dengan Perilaku Nyeri pada Pasien Low Back Pain

(24)

hasil uji, didapat bahwa pada kedua variabel pain self efficacy dan perilaku nyeri terdistribusi normal dengan nilai p= 0.192 pada pain self efficacy dan perilaku nyeri dengan nilai p= 0.062. Dengan hasil ini, maka uji yang dilakukan untuk menganalisa data hubungan pain self efficacy dengan perilaku nyeri pada pasien low back pain adalah korelasi pearson. Pada analisa data didapat nilai koefisien korelasi pearson atau r= -0.482 dengan p=0.001. Hal ini menunjukkan adanya hubungan dengan kekuatan korelasi sedang antara pain self efficacy dengan perilaku nyeri yang pada pasien low back pain. Analisa ini menunjukkan adanya hubungan yang terbalik antara kedua variabel, dimana ketika seseorang memiliki pain self efficacy yang tinggi maka perilaku nyeri yang muncul ringan dan sebaliknya jika pain self efficacy rendah maka perilaku nyeri akan tinggi.

Tabel 5.12 Hubungan Pain Self Efficacy dengan Perilaku Nyeri pada Pasien Low Back Pain

Variabel Korelasi

Pain self efficacy Perilaku nyeri Pain self efficacy

Perilaku nyeri

- -0.482 (p=0.001) -0.482 (p=0.001) -

5.1.2.3 Hubungan Intensitas Nyeri dengan Perilaku Nyeri pada Pasien Low Back Pain

(25)

intensitas nyeri dengan perilaku nyeri pada pasien low back pain adalah korelasi pearson. Hasil analisa data didapat nilai koefisien korelasi pearson atau r=0.561 dengan p= 0.000. Hal ini menunjukkan adanya hubungan dengan kekuatan korelasi sedang antara intensitas nyeri dan perilaku nyeri pada pasien low back pain. Analisa ini menunjukkan adanya hubungan yang searah antara kedua variabel, dimana ketika seseorang memiliki intensitas nyeri yang tinggi maka perilaku nyeri yang muncul tinggi dan sebaliknya jika intensitas nyeri rendah maka perilaku nyeri akan rendah

Tabel 5.13 Hubungan Intensitas Nyeri dengan Perilaku Nyeri pada Pasien Low Back Pain

Variabel Korelasi

Intensitas nyeri Perilaku nyeri Intensitas nyeri

Perilaku nyeri

- 0.561 (p=0.000) 0.561 =0.000) -

5.2 Pembahasan

(26)

5.2.1 Pain Self Efficacy pada Pasien Low Back Pain

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, mayoritas responden (83,7%) memiliki pain self efficacy yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki rasa kepercayaan yang kuat untuk dapat menunjukkan perilaku yang diharapkan selama responden mengalami nyeri. Hal ini sejalan dengan penelitian Pasaribu (2016) yang menunjukkan bahwa, dua pertiga responden memiliki pain self efficacy yang tinggi (78,4%). Pada hasil penelitian ini lebih dari setengah responden berusia >60 tahun. Hal ini didukung oleh teori Chong (1999, dalam Pasaribu, 2016) menjelaskan bahwa pada pasien kronis yang lebih tua memiliki metode yang lebih adaptif dibandingkan pasangan usia yang lebih muda. Chong (1999) juga menjelaskan bahwa, pasien nyeri kronis yang lebih tua tidak mengalami nyeri yang berat dan memiliki self efficacy yang lebih tinggi sehingga lebih mampu untuk mengontrol nyeri yang mereka alami.

Semua responden sudah terdiagnosa LBP >3 bulan. Hal ini menunjukan bahwa semua responden menderita LBP kronis. Pain self efficacy membuat pasien LBP kronis dapat mengontrol nyeri dan belajar untuk hidup dalam pikiran positif (McCracken & Eccleston, 2003 dalam McGuigan, 2008). Kerangka berpikir positif menyebabkan pasien termotivasi untuk manajemen diri yang berkaitan dengan nyeri yang dialami (Kerns et al., 1997 dalam McGuigan, 2008).

(27)

stress yang diakibatkan oleh suatu penyakit, dan secara tidak langsung dapat meningkatkan derajat kesehatan individu atau keluarga. Dengan adanya dukungan pasangan dapat melindungi pasien dari efek negatif stress dan mampu memberikan dampak positif pasien (Friedman, 1998 dalam Aritonang, 2010). Pasangan merupakan bagian dari keluarga. Keluarga adalah suatu unit sosial yang terdiri atas dua orang atau lebih yang saling terikat secara emosional satu sama lain. Fungsi keluarga untuk saling tergantung kepada anggota keluarga (Lemone, 2015). Kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana perlakuan mereka terhadap klien mempengaruhi respon nyeri klien. Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan. Walaupun klien tetap merasakan nyeri, tetapi akan mengurangi rasa kesepian dan ketakutan (Potter dan Perry, 2009).

(28)

tinggi dan dengan begitu intensitas nyeri dan perilaku nyeri yang dialami pasien akan berkurang dan berada diposisi rendah.

Perawat perlu meningkatkan pain self efficacy khususnya 3 hal berikut, perawat perlu meningkatkan pain self efficacy pada pasien saat mengalami nyeri sehingga pain self efficacy pasien akan tinggi,(pertanyaan nomor 7, mean= 2,93, SD= 1,121) saya dapat mengatasi nyeri yang saya alami tanpa pengobatan, (pertanyaan nomor 5, mean= 4,81, SD= 1,052) saya dapat melakukan pekerjaan, walaupun nyeri masih terasa (termasuk dibayar/tidak dibayar) dan (pertanyaan nomor 4, mean= 5,00, SD= 0,976) saya dapat mengatasi nyeri dalam situasi apapun. Dengan meningkatkan pain self efficacy akan ketiga hal tersebut maka pain self efficacy pasien akan tinggi dan membantu pasien mengatasi nyeri yang dirasakan.

5.2.2 Intensitas Nyeri pada Pasien Low Back Pain

(29)

mengalami stimulus nyeri dibandingkan pria (Toomey, 2008 dalam Lemone, 2015). Respon fisiologis ini umumnya terlihat berubah, termasuk hormone seks dan aktivitas reseptor opioid pada otak. Kadar estrogen yang berfluktuasi berkaitan dengan siklus menstruasi yang memengaruhi intensitas nyeri yang dirasakan. Sirkuit yang memfasilitasi respons nyeri berbeda antara pria dan wanita, terutama system modulatori nyeri opioid. Karena perbedaan ini, wanita dan pria dapat merespons secara berbeda terhadap analgesic opioid seperti morfin (Wilson, 2006 dalam Lemone, 2015).

Mayoritas responden adalah suku Batak (72,1%) dan berdasarkan hasil penelitian ditemukan hasil bahwa lebih dari setengah responden (55,8%) memiliki intensitas nyeri sedang. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh intensitas nyeri dengan suku. Jihan (2009 dalam Aritonang 2010) menyatakan bahwa suku batak merupakan suku yang apresiatif dalam mengungkapkan nyeri yang dirasakannya. Budaya batak lebih mengeksplorasi respons nyeri dalam bentuk perilaku nyeri yang memiliki kategori tinggi (Harahap, 2007). Selain itu nilai diatas juga dipengaruhi oleh penelitian di Sumatera Utara, Medan yang mayoritas penduduknya bersuku batak. Kurang dari setengah responden (44,2%) tingkat pendidikannya adalah SMA. Gill (1990, dalam Lemone, 2015) menyatakan bahwa tingkat pengetahuan berpengaruh dalam menangani nyeri yang dirasakan pasien. Pengetahuan yang baik mendorong tercapainya manajemen nyeri yang optimal. 5.2.3 Perilaku Nyeri pada Pasien Low Back Pain

(30)

responden telah menikah (97,7%). Dukungan yang diberikan pasangan hidup dapat mempengaruhi perilaku nyeri pasien. Hal ini ditegaskan dalam penelitian yang dilakukan oleh Block dan kolega (1982, dalam aritonang, 2010) bahwa dukungan pasangan hidup menurunkan perilaku nyeri pasien tersebut.

(31)

5.2.4Hubungan Pain Self Efficacy dan Intensitas Nyeri pada Pasien Low Back Pain

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan hubungan dengan kekuatan korelasi sedang antara pain self efficacy dengan intensitas nyeri dengan arah korelasi negatif dengan r= -0.435 dan p= 0.004, artinya ketika pasien dengan pain self efficacy yang tinggi akan menunjukkan intensitas nyeri yang rendah dan sebaliknya pasien dengan pain self efficacy yang rendah akan menunjukkan intensitas nyeri yang tinggi. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Cervone & Pervin (2012), Individu dengan self effiacy tinggi tetap tenang dan tidak cemas ketika menghadapi situasi sulit dan mengelola pikiran mereka dalam pola analitis. Individu dengan self efficacy tinggi dapat mengelola dan mengatasi rasa nyeri yang dialami sehingga mempengaruhi intensitas nyeri yang dirasakan. 5.2.5 Hubungan Pain Self Efficacy dan Perilaku Nyeri pada Pasien Low Back

Pain

(32)

yang menetap (Chong, 1999). Self efficacy dapat membantu pasien mengenali bahwa respon emosional terhadap nyeri sangat dipengaruhi oleh pikiran dan bahwa mereka dapat melatih mengendalikan gangguan yang diproduksi oleh adanya nyeri kronis yang dialami (Gallagher, 2005 dalam Aritonang, 2010). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pasaribu (2016) yang menemukan bahwa adanya hubungan dengan kekuatan korelasi sedang antara pain self efficacy dengan perilaku nyeri dengan arah korelasi negatif dengan r= -0.512 dan p = 0.01. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aritonang (2010) menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara self efficacy dengan perilaku nyeri dengan arah korelasi negatif (r= -0.70 dan p=0.01).

5.2.6 Hubungan Intensitas Nyeri dengan Perilaku Nyeri pada Pasien Low Back Pain

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan hubungan dengan kekuatan korelasi sedang antara intensitas nyeri dengan perilaku nyeri dengan arah korelasi positif dengan r= 0.561 dan p= 0.000, artinya ketika pasien dengan intensitas nyeri yang tinggi akan menunjukkan perilaku nyeri yang tinggi dan sebaliknya pasien dengan pain self efficacy yang rendah akan menunjukkan perilaku nyeri yang rendah. Timbulnya nyeri ditandai oleh perilaku nyeri yang terlihat atau

terdengar (Pillowski, 1994 dalam Harahap, 2007)

(33)

nyeri cukup berkorelasi dengan meringis (r=.52, p<.01), mendesah (r=. 49, p<=.01) dan berkorelasi rendah dengan perilaku menjaga (r=.40, p<.01) (Harahap, 2007).

(34)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data, dapat diambil kesimpulan dan saran mengenai hubungan pain self efficacy, intensitas nyeri dan perilaku nyeri pada pasien low back pain di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

6.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki pain self efficacy yang tinggi, intensitas nyeri lebih dari setengah responden memiliki intensitas nyeri sedang dan perilaku nyeri lebih dari setengah responden memiliki perilaku nyeri sedang.

Berdasarkan analisa penelitian, ada hubungan pain self efficacy, intensitas nyeri dan perilaku nyeri pada pasien low back pain. Pain self efficacy yang tinggi akan menunjukkan intensitas nyeri yang rendah dan sebaliknya, pain self efficacy yang tinggi akan menunjukkan perilaku nyeri yang rendah dan sebaliknya. Intensitas nyeri yang rendah akan menunjukkan perilaku nyeri yang tinggi dan sebaliknya.

6.2 Saran

6.2.1 Pendidikan Keperawatan

(35)

6.2.2 Pelayanan Keperawatan

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pain self efficacy dan intensitas nyeri, hubungan pain self efficacy dan perilaku nyeri dan hubungan intensitas nyeri dan perilaku nyeri. Oleh karena itu diharapkan perawat perlu meningkatkan pain self efficacy. Adapun yang bisa dilakukan perawat adalah dengan mempertahankan dukungan dari sahabat pasien serta meningkatkan kognitif pasien melalui pain self efficacy sehingga pasien dapat yakin mengatasi nyeri tanpa pengobatan, dapat mengatasi nyeri dalam situasi apapun dan dapat melakukan pekerjaan yang akan berpengaruh terhadap intensitas nyeri dan perilaku nyeri pasien.

6.2.3 Penelitian Keperawatan

Gambar

Tabel 4.8.2.1Hasil uji interpretasi korelasi
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi
Tabel 5.2 Pain Self Efficacy pada Pasien Low Back Pain di RSUD Dr. Pirngadi
Tabel 5.4 Nilai Mean, Standar Deviasi Kuesioner Pain Self  Efficacy Tertinggi
+6

Referensi

Dokumen terkait

1x40 menit Buku BSE, lingkungan, dadu, mata uang, kartu bridge, kartu bernomor Mendiskusikan untuk menentukan ruang sampel suatu percobaan dengan mendata titik sampelnya.

ikan badut akan memakan parasit yang menempel pada tentakel.. anemon, sedangkan anemon akan melindungi ikan badut dari

[r]

Dasar Pembelajaran Materi Kegiatan Pembelajaran Indikator Pencapaian Kompetensi Karakter yang Diharapkan.

Di dalam penelitian ini, di bahas tentang tata cara pelaksanaan kesenian bordah dan fungsi yang terdapat pada adat perkawinan Melayu di Desa Teluk Binjai, Kecamatan Kualuh

Menggunakan penggaris dan jangka untuk melukis garis sumbu, garis bagi, garis berat, dan garis tinggi suatu segitiga.  Melukis garis tinggi, garis bagi, garis berat, dan

Analisis Efektivitas Pembiayaan yang Dikelola Kemitraan Bumi Dipa 31 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegagalan Budi Daya Anggota Kemitraan Bumi Dipa 38 Dampak Pembiayaan Bagi

Dalam Penilisan Ilmiah ini diharapkan penulis dapat membantu dan menyempurnakan sistem yang sedang berjalan, sehingga kemungkinan pengolahan data DVD pada penyewa maupun