• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERSEPSI KONSUMEN MENGENAI KUALITAS PELAYANAN DAN STORE ATMOSPHERE, SERTA PENGARUHNYA TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN (Studi Kasus : Restoran Tokyo Connection Bandung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PERSEPSI KONSUMEN MENGENAI KUALITAS PELAYANAN DAN STORE ATMOSPHERE, SERTA PENGARUHNYA TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN (Studi Kasus : Restoran Tokyo Connection Bandung)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Pemasaran

Pemasaran merupakan aktivitas yang sangat penting bagi perusahaan untuk mencapai tujuannya. Kebanyakan orang beranggapan bahwa pemasaran hanyalah menjual dan

mengiklankan. Sesungguhnya penjualan dan iklan hanyalah puncak dari pemasaran. Saat ini pemasaran harus dipahami tidak dalam pemahaman kuno membuat penjualan, tetapi dalam

pemahaman modern yaitu memuaskan kebutuhan pelanggan. Bila pemasar memahami kebutuhan pelanggan, mengembangkan produk dan jasa menyediakan nilai yang unggul bagi pelanggan, menetapkan harga, mendistribusikan, dan mempromosikan produk dan jasa secara efektif, maka produk dan jasa itu akan mudah untuk dijual. Menurut Kotler dan Keller (2012:5) pengertian pemasaran adalah:

“Mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial”.

Manajemen Pemasaran menurut Maynard dan Beckman dalam Alma (2011:1) dalam bukunya “Manajement Pemasaran dan Pemasaran jasa adalah:

“Marketing embraces all business activities involved in the flow of goods and service from physical production to consumption”.

Sedangkan menurut Peter and Donnely, Jr (2011:4), Asosiasi Pemasar Amerika mendefinisikan pemasaran sebagai fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan nilai kepada pelanggan untuk mengelola

hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan stakeholder. Definisi memperhitungkan semua pihak yang terlibat dalam pemasaran, usaha, anggota produksi,

reseller barang dan jasa serta pelanggan atau klien.

Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah sesuatu aktifitas dalam menyampaikan barang atau jasa kepada konsumen, dimana kegiatan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen.

(2)

Manajemen merupakan suatu usaha dalam pengelolaan fungsi-fungsi organisasi atau perusahaan, menurut Hasibuan (2007:10) dalam bukunya Dasar Pengertian dan Masalah, mengatakan bahwa :

“Manajemen adalah ilmu dan seni mengatu proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu”.

Menurut Kotler and Keller (2012:6) adalah:

“Manajemen Pemasaran sebagai seni dan ilmu memilih pasar sasaran serta meraih, mempertahankan, dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, mengantar, dan mengkomunikasikan nilai pelaggan yang umum”.

Menurut Kotler (2010:146) :

“Manajemen pemasaran adalah penganalisaan, pelaksanaan, dan pengawasan program-program yang ditujukan untuk mengadakan pertukaran dengan pasar yang dituju dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi”.

Hal ini tergantung pada penawaran organisasi dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar tersebut serta menentukan harga, mengadakan organisasi, dan distribusi yang efektif untuk memberitahu, mendorong serta melayani pasar.

Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa manajemen pemasaran adalah sebagai suatu seni dan ilmu untuk memilih pasar sasaran serta mendapatkan dan mempertahankan yang di rancang untuk memuaskan keinginan pasar sasaran.

2.1.3. Fungsi Manajemen Pemasaran

Di dalam fungsi manajemen pemasaran ada kegiatan menganalisis yaitu analisis yang

(3)

Gambar 2.1 Fungsi Manajemen Pemasaran (Kotler, 2000) 2.2. Perilaku Konsumen

Seiring berkembangnya perekonomian dan meningkatnya persaingan dalam iklim bisnis, perusahaan dituntut harus mampu bersaing untuk dapat mempertahankan

perusahaannya. Untuk itu pemasar yang baik akan berusaha untuk mencari tahu apa saja yang dibutuhkan masyarakat dan mencoba untuk memahami kebutuhan dan keinginan calon

konsumen tersebut agar dapat mempengaruhi konsumen kedalam proses keputusan pembelian. Dengan cara pemasar dapat memahami perilaku konsumen tersebut akan membuat pemasar mudah mendekati konsumen dan konsumen akan membuat keputusan pembelian.

Menurut Kanuk dan Schiffmant dalam Saputra dan Semuel (2013) perilaku konsumen didefinisikan sebagai perilaku yang konsumen tunjukan dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan dapat memuaskan kebutuhan mereka. Hal yang perlu diperhatikan sebelumnya adalah model perilaku pembelian menurut Kotler (2005:203) adalah berupa rangsangan dan tanggapan yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini,

Rangsangan Pemasaran

Rangsangan lain

Karakteristik pembeli

Proses keputusan pembelian

Keputusan pembelian

Produk Ekonomi Budaya Pemahaman Masalah Pilihan Produk

(4)

Saluran Politik Pribadi Pemilihan Alternatif Pilihan Penyalur

Pemasaran Budaya Psikologi Keputusan Pembelian Waktu Pembelian

Gambar 2.2 Model Perilaku Pembelian

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, seperti menurut Kotler dan Amstrong (2010: 172) antara lain sebagai berikut :

1. Cultural Factors (Faktor Budaya) a. Budaya (Culture)

Budaya adalah “hal yang paling dasar yang membetuk keinginan dan perilaku seseorang. Setiap kelompok masyarakat memiliki sebuah budaya tersebut

memberikan pengaruh pada perilaku pembelian yang berbeda-beda. b. Sub Budaya (Subculture)

Subculture terdiri dari budaya, agama, ras, wilayah geografis. Banyaknya subculture memacu seorang marketer untuk sering-sering menciptakan suatu desain produk dan program pemasaran untuk memenuhi kebutuhan yang beragam

tersebut. Subculture didefinisikan sebagai “pembedaan kelompok budaya yang ada sebagai segmen yang tidak dapat diidentifikasi dalam masyarakat yang kompleks dan lebih besar.

c. Kelas Sosial (Social Class)

Social class adalah pembagian masyarakat yang memiliki kesamaan nilai, ketertarikan, dan perilaku. Social class atau tingkatan masyarakat menunjukan penggunaan produk, dan merek yang berbeda-beda di banyak tingkatan masyarakat, misalnya saja seperti pakaian, peralatan rumah tangga, dan aktifitas sehari-hari.

2. Social Factors (Faktor Sosial)

a. Kelompok Referensi (Reference Group)

Reference Group adalah semua kelompok yang memiliki pengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku seseorang. Kelompok yang mempunyai pengaruh secara langsung disebut juga membership group.

(5)

Keluarga adalah kelompok sosial yang paling penting dalam suatu masyarakat. Anggota keluarga seringkali menjadi faktor yang paling berpengaruh dalam mempengaruhi perilaku seseorang.

c. Peran dan Status (Role and Status)

Kedudukan seseorang dalam setiap kelompok masyarakat dapat dijelaskan dalam pengertian peran dan status. Setiap peranan membawa satu status yang

mecerminkan penghargaan umum yang diberikan oleh masyarakat sesuai dengan perannya. Dalam hubungannya dengan perilaku pembelian, seseorang sering

memilih produk yang menyatakan perana dan status mereka dalam masyarakat.

3. Personal Factors (Faktor Personal)

a. Umur dan Tahap Siklus Hidup (Age and Stage in the Life Cycle)

Seseorang akan membeli bermacam-macam barang dan jasa seumur hidupnya, dan tentunya macam barang dan jasa tersebut dipengaruhi oleh umur orang tersebut.

b. Pekerjaan dan Ekonomi (Occupation and Economic)

Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pola konsumsi. Pemasar dapat mengidentifikasi kelompok yang berhubungan dengan pekerjaan yang mempunyai minat yang hampir sama terhadap produk atau jasa.

c. Kepribadian (Personality and Self-Concept)

Setiap orang memiliki karakter personal yang akan mempengaruhi perilaku pembeliannya. Kepribadian mengacu pada karakteristik psikologis yang unik dan

menimbulkan tanggapan relatif konstan terhadap lingkungannya. d. Gaya Hidup dan Nilai (Life Style and Values)

Gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang diekspresikan melalui aktivitas, kesenangan, dan opini mereka, sehingga gaya hidup ini merupakan potret interaksi

seseorang dengan lingkungannya.

4. Psychological Factors (Faktor Psikologis) a. Motivasi (Motivation)

(6)

keinginannya. Untuk mengarahkan perlu adanya suatu motivasi. Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antar sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi dalam diri seseorang.

b. Persepsi (Perception)

Persepsi adalah proses dimana individu memilih, mengorganisasi, dan mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran tentang kehidupan.

c. Pembelajaran (Learning)

Proses pembelajaran meliputi perubahan-perubahan pada diri seseorang yang berkembang dari pengalaman. Pembelajaran ini meliputi tahapan-tahapan: drive stimuli, cues, discrimination. Drive adalah rangsangan internal yang kuat dalam seseorang melakukan sesuatu. Cues adalah rangsangan kecil yang menentukan kapan, dimana dan bagaimana seseorang merespon. Discrimination berarti kita telah belajar mengenal perbedaan dari rangsangan yang serupa dan dapat menyesuaikan respon dengan tepat. Dalam pandangan pemasaran, pembelajaran diartikan sebagai proses dimana seseorang mendapatkan suatu pengetahuan dan pengalaman yang diterapkan untuk perilaku selanjutnya.

d. Keyakinan dan Perilaku (Beliefs and Attitudes)

Keyakinan adalah suatu pemikiran deskriptif yang diyakini oleh seseorang terhadap suatu hal. Kepercayaan terhadap suatu produk akan mempengaruhi pendapat seseorang untuk membeli produk tersebut. Sikap juga sama pentingnya

dengan kepercayaan karena tingkah laku akan menunjukan apakah konsumen menyukai suatu produk atau tidak.

2.3. Persepsi

Rakhmat (2007: 51) menyatakan persepsi adalah

“pengamatan tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan”.

(7)

“persepsi merupakan suatu proses menginterpretasikan atau menafsir informasi yang diperoleh melalui sistem alat indera manusia”.

Menurutnya ada tiga aspek di dalam persepsi yang dianggap relevan dengan kognisi manusia, yaitu pencatatan indera, pengenalan pola, dan perhatian. Dari penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesamaan pendapat bahwa persepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari penglihatan hingga terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga

individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya.

2.3.1. Syarat Terjadinya Persepsi

Menurut Sunaryo (2004: 98) syarat-syarat terjadinya persepsi adalah sebagai berikut:

a. Adanya objek yang dipersepsi

b. Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi.

c. Adanya alat indera/reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus

d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak, yang kemudian sebagai alat untuk mengadakan respon.

2.3.2. Faktor yang mempengaruhi Persepsi

Menurut Walgito (2004: 70) faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat dikemukakan beberapa faktor, yaitu:

a. Objek yang dipersepsi Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga

dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.

b. Alat indera, syaraf dan susunan syaraf Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus, di samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan motoris yang dapat membentuk persepsi seseorang.

(8)

mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu sekumpulan objek Faktor-faktor tersebut menjadikan persepsi individu berbeda satu sama lain dan akan berpengaruh pada individu dalam mempersepsi suatu objek, stimulus, meskipun objek tersebut benar-benar sama. Persepsi seseorang atau kelompok dapat jauh berbeda dengan persepsi orang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama. Perbedaan persepsi

dapat ditelusuri pada adanya perbedaan-perbedaan individu, perbedaan - perbedaan dalam kepribadian, perbedaan dalam sikap atau perbedaan dalam motivasi. Pada

dasarnya proses terbentuknya persepsi ini terjadi dalam diri seseorang, namun persepsi juga dipengaruhi oleh pengalaman, proses belajar, dan pengetahuannya.

2.3.3. Proses Persepsi

Menurut Toha (2003: 145), proses terbentuknya persepsi didasari pada beberapa tahapan, yaitu:

a. Stimulus atau Rangsangan

Terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada suatu stimulus/rangsangan yang hadir dari lingkungannya.

b. Registrasi

Dalam proses registrasi, suatu gejala yang nampak adalah mekanisme fisik yang berupa penginderaan dan syarat seseorang berpengaruh melalui alat indera yang dimilikinya. Seseorang dapat mendengarkan atau melihat informasi yang terkirim kepadanya, kemudian mendaftar semua informasi yang terkirim kepadanya tersebut.

2.3.4. Pengolahan Informasi dan Persepsi Konsumen

Pengolahan informasi dan persepsi konsumen adalah salah satu tahapan dalam proses

(9)

Gambar 2.3 Peta Persepsi

(Solomon, 2007 dalam Sri Astuti, 2012)

2.4. Jasa

Jasa merupakan produk merupakan barang yang berwujud maupun tidak berwujud, pada prinsipnya mempunyai tujuan yang sama yaitu memenuhi kebutuhan konsumen dan membuat konsumen merasa puas. Produk yang tidak berwujud atau lebih dikenal dengan jasa memiliki karakteristik yang berbeda dari barang yang berwujud.

Menurut Kotler dan Amstrong (2012:248), jasa adalah :

“Sebuah aktivitas keuntungan, ataupun kepuasan yang ditawarkan untuk diperjual belikan memiliki nilai intangible dan tidak menghasilkan suatu barang atau bentuk yang nyata”.

Menurut Kotler (2010:27), jasa adalah :

“Setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip tidak berwujud dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan”.

2.4.1. Karakteristik Jasa

Karakteristik jasa adalah suatu sifat dari jasa yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan berfungsi untuk membedakan dengan produk barang. Menurut Kotler dan Amstrong (2012:223) jasa memiliki 4 karakteristik utama yang membedakan dari barang, yaitu :

(10)

Jasa berbeda dengan hasil produksi perusahaan. Jasa tidak dapat dilihat, diraba, dirasa, didengar, dicium sebelum jasa itu dibeli. Benda atau barang yang kita beli atau yang kita gunakan sehari-hari adalah sebuah objek, sebuah alat atau sebuah benda, sedangkan jasa merupakan perbuatan, penampilan atau sebuah usaha. Bila kita membeli barang maka barang tersebut dipakai atau ditempatkan di suatu tempat. Tetapi bila membeli jasa maka pada umumnya tidak ada wujudnya. Bila uang dibayar untuk beli

jasa, maka pembeli tidak akan memperoleh tambahan benda yang dapat dibawa ke rumah. Walaupun penampilan jasa diwakili oleh wujud tertentu.

2. Tidak Dapat Dipisahkan (Inseparability)

Umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersama tidak seperti barang fisik yang diproduksi, disimpan dalam persediaan, didistribusikan lewat berbagai penjualan dan baru kemudian dikonsumsi. Sedangkan jasa biasanya dijual dahulu kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara serentak. Misalnya jasa yang diberikan oleh sebuah perusahaan penerbangan, calon penumpang membeli tiket, kemudian berangkat dan duduk dalam kabin pesawat, lalu pesawat diterbangkan ke tempat tujuannya, pada saat penumpang itu duduk dalam kabin pesawat, pada saat itulah jasa diproduksi.

3. Keberagaman (Variability)

Jasa sangat bervariasi karena tergantung pada siapa yang menyediakan dan kapan serta dimana jasa itu dilakukan. Misalnya jasa yang diberikan oleh sebuah maskapai penerbangan yang melayani rute terbang jarak pendek dengan maskapai penerbangan yang melayani rute terbang yang panjang akan sangat berbeda.

4. Tidak Tahan Lama (Perishability)

Jasa tidak dapat disimpan. Seorang calon penumpang yang telah membeli tiket pesawat untuk suatu tujuan tertentu tetap dikenakan biaya administrasi, walaupun dia

tidak jadi berangkat. Tidak tahan lamanya jasa tidak jadi masalah bila permintaan tetap. Tetapi jika permintaan berfluktuasi, perusahaan jasa menghadapi masalah yang rumit. Misalnya pada musim-musim puncak seperti liburan sekolah, tahun baru, musim haji atau hari raya, sebuah perusahaan penerbangan harus mempersiapkan armada pesawat lebih, berbeda dari permintaan dan penyediaan pesawat pada sepanjang bulan-bulan biasanya.

(11)

Kualitas pelayanan di perusahaan merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan. Jika suatu perusahaan memiliki kualitas pelayanan yang rendah maka perusahaan tersebut berada di posisi yang kurang menguntungkan, karena jika konsumen tidak merasa puas dengan kualitas pelayanan yang diberikan, maka kemungkian konsumen akan menggunakan jasa perusahaan lain, dengan demikian pentingnya kualitas pelayanan guna memberikan rasa nyaman kepada konsumen dan juga menjauhkan konsumen untuk beralih ke pesaing.

2.5.1. Pengertian kualitas pelayanan Menurut Philip Kotler (2010:153) :

“Kualitas pelayanan adalah model yang menggambarkan kondisi pelanggan dalam membentuk harapan akan layanan dari pengalaman masa lalu, promosi dari mulut ke mulut, dan membandingkan pelayanan yang mereka harapkan dengan apa yang mereka terima/rasakan”.

Menurut Tjiptono dalam Hadi, 2016 :

”Kualitas atau mutu dalam industri jasa pelayanan: “Suatu penyajian produk atau jasa sesuai ukuran yang berlaku ditempat produk tersebut diadakan dan penyampaiannya setidaknya sama dengan yang diinginkan dan diharapkan oleh konsumen”.

Menurut Lovelock dan Wirtz (2012:406) dalam buku Grnoos. :

“Menunjukkan kualitas yang dirasakan dari layanan adalah pelayanan dan hasilnya untuk apa yang mereka harapkan”.

Kualitas pelayanan diberikan kepada konsumen harus berfungsi untuk lebih memberikan kepuasan yang maksimal, oleh karena itu dalam rangka memberikan pelayanan harus dilakukan sesuai dengan fungsi pelayanan.

Kualitas pelayanan yang diberikan oleh setiap perusahaan tentunya mempunyai tujuan. Umumnya tujuan dengan diadakannya pelayanan adalah agar konsumen merasakan adanya kepuasan dan dampaknya bagi perusahaan akan memperoleh laba maksimum.

(12)

Dimensi Kualitas Pelayanan dijabarkan lagi menjadi 5 dalam menentukan kualitas pelayanan menurut Fizsimmons dan Mona (2011:116), yaitu :

1. Tangible (Bukti Fisik)

Sesuatu yang dapat dilihat secara fisik, termasuk fasilitas fisik, peralatan, media komunikasi,kondisi fisik ( kebersihan) termasuk misalanya kekedapan suara. 2. Empathy (Empati)

Ketentuan dari rasa kepedulian yang dimilki secara individual sehingga tamu dan pelanggan dapat melihatnya.Termasuk didalamnya, dapat didekati,mempunyai

kesensitifan,langkah yang lebih untuk bisa mengerti akan kebutuhan tamu.

3. Reliability (Kehandalan)

Kemampuan untuk bertindak akan janji dari jasa pelayanan yang dapat diandalkan dan dilakukan secara akurat.Tindakan reabilitas pelayanan adalah suatu harapan dari tamu atau pelanggan yang dimaksudkan pelayanan itu dapat diselesaikan tepat pada waktunya,cara yang baik dan tidak ada kesalahan.

4. Responsivness (Daya Tanggap)

Kemauan untuk membantu tamu atau pelanggan untuk mencukupkan pelayanan secara cepat dan tidak membuat tamu menunggu,dan tidak ada alasan yang dianggap tidak jelas .

5. Assurance (Jaminan)

Pengetahuan dan nilai kesopanan termasuk juga nilai dari kemampuan untuk menyampaikan kepercayaan dan rasa percaya diri. Termasuk didalamnya,

mempunyai kompetensi dalam bertindak melakukan sebuah pelayanan jasa, sopan dan menghormati kepada tamu,mempuyai cara bicara atau komunikasi yang

effective dengan tamu,dan memiliki sikap yang dapat diterima dihadapan tamu. 2.5.3. Faktor penyebab buruknya Kualitas Pelayanan

Menurut Tjiptono dan Chandra (2011 : p 255-259) setiap perusahaan harus benar-benar memahami sejumlah faktor potensial yang dapat menyebabkan buruknya kualitas jasa/pelayanan, diantaranya :

1. Produksi Dan Konsumsi Yang Terjadi Secara Simultan

(13)

ada pada karyawan yang berdampak negatif terhadap kualitas jasa / pelayanan meliputi:

a) Tidak terampil dalam melayani pelanggan.

b) Cara berpakaian karyawan kurang rapi dan tidak sesuai dengan konteks. c) Tutur kata karyawan kurang sopan atau bahkan menyebalkan.

d) Bau badan karyawan menggangu kenyamanan pelanggan.

e) Karyawan selalu cemberut. 2. Intensitas Tenaga Kerja Yang Tinggi

Keterlibatan secara intensif dalam penyampaian jasa dapat menimbukan masalah kualitas, yaitu berupa tingginya variabilitas jasa yang dihasilkan. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi diantaranya : upah rendah, pelatihan yang kurang memadai, serta tingkat perputaran karyawan terlalu tinggi.

3. Dukungan Terhadap Pelanggan Internal Kurang Memadai

Untuk dapat memberikan jasa secara efektif, dibutuhkan adanya dukungan dari fungsi – fungsi utama manajemen. Dukungan tersebut dapat berupa peralatan, pelatihan keterampilan, maupun informasi.

4. Gap Komunikasi

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa komunikasi merupakan faktor esensial dalam menjalani kontak dan relansi dengan pelanggan. Jika terjadi gap komunikasi maka dapat timbul penilaian atau persepsi negatif terhadap kualitas jasa/pelayanan, berupa :

a) Penyedia jasa memberikan janji yang berlebihan, sehingga tidak dapat

memenuhinya.

b) Penyedia jasa tidak dapat selalu menyajikan informasi terbaru kepada

palanggan.

c) Pesan komunikasi penyedia jasa dapat tidak dipahami pelanggan.

d) Penyedia jasa tidak memperhatikan atau tidak segera menanggapi keluhan dan saran pelanggan.

5. Memperlakukan Semua Pelanggan Dengan Cara Yang Sama

(14)

6. Perluasan atau Pengembangan Jasa Secara Berlebihan

Menyempurnakan jasa lama dapat meningkatkan peluang pertumbuhan bisnis dan menghindari terjadinya layanan buruk. Jika terlampau banyak jasa baru serta tambahan terhadap jasa yang sudah ada, hasil yang didapatkan belum tentu optimal, bahkan tidak dipungkiri timbul masalah – masalah seputar standar kualitas jasa. Selain itu, pelanggan juga akan bingung membedakan variasi

penawaran jasa, baik dari segi fitur, keunggulan, maupun tingkat kualitasnya. 7. Visi Bisnis Jangka Pendek

Visi jangka pendek dapat merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk jangka panjang.

2.5.4. Meningkatkan Kualitas Pelayanan

Menurut Tjiptono (2012), ada beberapa faktor dominan yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, diantaranya :

1. Mengidentifikasi determinan utama kualitas jasa

2. Setiap perusahaan jasa berupaya memberikan kualitas pelayanan jasa yang terbaik kepada para pelanggannya, perlu melakukan riset untuk mengidentifikasi jasa dominan yang paling penting bagi pasar sasaran terhadap perusahaan serta berdasarkan determinan tersebut, sehingga diketahui posisi relatif perusahaan di mata pelanggan dibandingkan dengan para pesaing agar dapat memfokuskan peningkatan kualitasnya pada aspek dominan tesebut.

3. Mengelola harapan pelanggan

Tidak jarang suatu perusahaan berusaha melebih-lebihkan pesan komunikasinya kepada pelanggan agar mereka terpikat. Hal seperti ini dapat menjadi boomerang

bagi perusahaan karena semakin banyak janji yang diberikan maka semakin besar pula harapan pelanggan yang pada gilirannya akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya harapan pelanggan oleh perusahaan.

4. Mengelola bukti (evidence) kualitas jasa

(15)

sesuatu yang dipandang konsumen sebagai indikator seperti apa jasa yang diberikan (preservive expection) dan seperti apa saja yang telah diterima (postservice evaluation).

5. Mendidik konsumen tentang jasa

Membantu pelanggan dalam memahami merupakan upaya yang sangat positif dalam rangka menyampaikan kualitas jasa. Pelanggan yang terdidik akan dapat

mengambil keputusan yang lebih baik sehingga kepuasan mereka dapat tercipta lebih tinggi. Upaya mendidik konsumen ini dapat dilakukan dalam bentuk

melakukan pelayanan sendiri, membantu pelanggan kepada menggunakan sesuatu jasa, bagaimana menggunakan jasa, dan menjelaskan kepada pelanggan alasan-alasan yang mendasari kebijaksanaan yang bisa mengecewakan mereka.

6. Mengembangkan budaya kualitas

Budaya kualitas merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas secara terus menerus. Budaya kualitas terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, nilai tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas. Agar dapat menciptakan budaya kualitas yang baik maka dibutuhkan komitmen menyeluruh pada seluruh anggota organisasi.

2.6. Store Atmospher

Penampilan toko membantu menentukan citra toko dan membantu memposisikan toko dalam benak konsumen, memikat konsumen, membuat mereka nyaman dalam memilih barang belanjaan dan meningatkan mereka produk apa yang mereka beli.

Penataan interior amat penting guna mempengaruhi konsumen secara visual, sensual

dan mental sekaligus. Semakin bagus dan penarik penataan interior sesuatu gerai semakin tinggi daya tarik pada pancaindra pelanggan : penglihatan, pendengaran, aroma, rasa, sentuhan, dan konsep toko itu sendiri. Maka dari semua aspek tersebut akan memberikan dampak positif keberlangsung sebuah bisnis jika semuanya di pikirkan dengan baik.

2.6.1. Pengertian Store Atmospher

(16)

konsumen dapat merasa nyaman untuk berlama-lama di cafe/restoran tersebut dan dapat menarik konsumen untuk melakukan pembelian.

Menurut Berman and Evan (2012:545), Store Atmosphere adalah :

”Desain lingkungan melalui visual, pencahayaan, warna, music, dan wangi -wangian untuk merancang respon emosional dan persepsi pelanggan dan untuk mempengaruhi pelanggan dalam membeli barang”.

Menurut Utami dalam Maulana (2015) :

“Suasana toko (Store Atmosphere) merupakan kombinasi dari karakteristik fisik toko seperti arsitektur, tata letak, pencahayaan, pemajangan, warna, temperatur, musik, aroma secara menyeluruh akan menciptakan citra dalam bentuk konsumen”.

Menurut Levy dan Weitz (2012:490), Store Atmosphere adalah :

“Merupakan suatu karakteristik fisik yang sangat pentingg dimiliki oleh suatu perusahaan untuk dapat membuat konsumen nyaman berada ditempat yang sangat berpengaruh dalam pembentukan agar konsumen ingin membeli di tempat tersebut”.

Berdasarkan beberapa definisi di atas disimpulkan bahwa Store Atmosphere merupakan seluruh aspek visual maupun aspek non-visual kreatif yang sengaja dimunculkan untuk merangsang indera kosumen guna melakukan pembelian. Lingkungan pembelian yang terbentuk pada akhirnya menimbulkan kesan yang menarik dan menyenangkan bagi konsumen untuk melakukan pembelian.

2.6.2. Indikator Store Atmospher

Elemen-elemen Store Atmosphere menurut Berman dan Evans (2010:509) dapat dibagi menjadi empat elemen utama, yaitu :

1. Exterior

(17)

a) Storefront (bagian depan toko) adalah total exterior fisik yang ada di toko tersebut.

b) Marquee (papan nama toko) adalah suatu tanda yang digunakan untuk memajang nama atau logo suatau toko. Marquee dapat dicat atau lampu neon, dicetak atau script, dan dapat terdiri dari nama ataulogo saja atau dikombinasikan dengan slogan (merek dagang) dan informasi lainnya.

c) Store Entrance (pintu masuk toko) : Ada tiga hal utama yang harus diperhatikan dalam memutuskan store entrance, yaitu:

1) Jumlah orang yang akan masuk harus ditentukan, 2) Jenis pintu masuk yang akan dipilih,

3) Walkway yang akan didesain.

d) Display Windows (tampilan pajangan) memiliki dua tujuan utama yaitu untuk mengidentifikasi suatu toko danbarang-barang yang ditawarkan serta untuk mendorong orang untuk masuk.

1) Exterior building height dapat disamarkan atau tidak disamarkan. Dengan menyamarkan tinggi bangunan, bagian dari toko atau shopping center dapat dibawah ground level. Dengan tidak menyamarkan tinggi bangunan, maka seluruh toko atau center dapat dilihat oleh pejalan kaki.

2) Surrounding Stores and Area (toko dan area sekitarnya) : Lingkungan sekitar toko dapat mengisyaratkan kisaran harga, level of service, dan lainnya.Daerah sekitar toko mencerminkan demografi dan gaya hidup orang-orang yang tinggal dekat dengan toko.

3) Parking Facilities (fasilitas tempat parkir) yang luas, gratis, dekat dengan toko akan menciptakan citra positif dibandingkan dengan parkir yang

langka, mahal dan jauh. 2. General Interior

General interior terdiri dari:

a) Flooring (jenis lantai) : Penentuan jenis lantai, ukuran, desain, dan warna lantai dapat mempengaruhi presepsikonsumen terhadap citra toko.

(18)

c) Scent and sound (aroma dan musik) : Aroma dan musik dapat mempengaruhi suasana hati pelanggan.

d) Store Fixtures (perabot toko) : Perabot toko dapat direncanakan berdasarkan kedua utilitas mereka dan estetika.

e) Wall Textures (tekstur dinding).

f) Temperature (suhu udara) : Pengelola toko harus mengatur suhu udara dalam toko

sehingga tidak terlalu panasataupun tidak terlalu dingin. g) Aisle Space (lorong ruang).

h) Dressing Facilities (kamar pas).

i) Vertical Transportation (alat transportasi antar lantai) : Suatu toko yang terdiri dari beberapa lantai harus memiliki vertical transportation berupa elevator, escalator, dan/atau tangga.

j) Store Personel (karyawan toko) : Karyawan yang sopan, rapih, berpengetahuan dapat membuat atmosper yang positif.

k) Technology (teknologi) : Toko yang menggunakan teknologi akan mengesankan orang dengan operasi yang efisiendan cepat.

l) Cleanliness (kebersihan) : Kebersihan dapat menjadi pertimbangan utama bagi konsumen untuk berbelanja di tokotersebut. Pengelola toko harus mempunyai rencana yang baik dalam pemeliharaan kebersihan toko.

3. Store Layout

Merupakan rencana untuk menentukan lokasi tertentu dan pengaturan dari peralatan, barangdagangan, gang-gang dalam toko serta fasilitas toko. Dalam merancang store

layout perludiperhatikan hal-hal berikut:

a) Allocation of floor space (Alokasi ruang lantai)

1) Selling space (Tempat menjual) : Digunakan untuk memajang barang, berinteraksi antara konsumen dan karyawan toko,demonstrasi, dan lainnya.

2) Merchandise space : Digunakan untuk ruang menyimpan barang yang tidak dipajang.

3) Personnel space : Ruangan yang disediakan untuk karyawan berganti pakaian, makan siang dan coffeebreaks, dan ruangan untuk beristirahat.

(19)

b) Classification of store offerings (klasifikasi penawaran toko) : Penawaran sebuah toko yang selanjutnya diklasifikasikan ke dalam kelompok produk. Empat tipe dari pengelompokan (kombinasi dari mereka) yang biasa digunakan adalah: 1) Pengelompokan produk berdasarkan fungsi.

2) Pengelompokan produk berdasarkan motivasi membeli. 3) Pengelompokan produk berdasarkan segmen pasar.

4) Pengelompokan produk berdasarkan storability.

c) Determination of a traffic-flow pattern (Penentuan pola lalu lintas-aliran).

d) Determination of space needs (Penentuan kebutuhan ruang). e) Mapping out in-store locations (Pemetaan lokasi di dalam toko). f) Arrangement of individual products (Penyusunan produk individu). 4. Interior Display

Setiap point-of-purchase displays menyediakan pembeli dengan informasi, menambahkan untuk atmosfer toko, dan melayani peran promosi besar.

2.7. Loyalitas Konsumen

Loyalitas terjadi karena adanya hubungan yang harmonis antara pelanggan dengan perusahaan dan hubungan harmonis ini tercipta karena adanya kepuasan pelanggan. Menurut Henry Assael (2002:187) loyalitas adalah pembelian kembali karena komitmen untuk yakin terhadap merk atau perusahaan oleh karena kepuasan akan menimbulkan loyalitas konsumen.

Tujuan utama hubungan pemasaran adalah mencapai hubungan pelanggan dan membangun kesetiaan pelanggan dengan cara :

1. Jasa utama didasarkan pada kebutuhan pasar yang utama, dari sana hubungan utama dibangun karena dengan pelayanan inti yang memuaskan pelanggan

benar-benar mulai percaya dan puas akan jasa kita.

2. Karena perusahaan jasa sangat fleksibel untuk tingkat yang lebih besar maka bisnis ini mempunyai pertimbangan keuntungan melebihi barang produk manufaktur karena mereka mempunyai pelanggan yang berbeda dan problem yang berbeda pula.

(20)

4. Harga sangat mempengaruhi orang untuk membeli barang untuk membangun loyalitas pelanggan dapat di tempuh dengan cara memberi potongan harga bagi para pelanggan sehingga mereka merasa perusahaan memberikan perhatian. 5. Pemasaran internal merupakan faktor yang cukup penting tekanannya pada

karyawan, bagaimana perusahaan mampu mengelola karyawannya agar mengerti prinsip-prinsip pemasaran melakukannya dalam tugas.

Menurut Philip Kotler loyalitas kosumen berdasarkan pola pembeliannya dapat dibagi menjadi 4 golongan (Kotler, 2000:262) yaitu :

1. Golongan Fanatik adalah konsumen yang selalu membeli satu merk sepanjang waktu, sehingga pola membelinya adalah X,X,X,X yaitu setia pada merk X tanpa syarat.

2. Golongan Agak Setia adalah konsumen yang setia pada dua atau tiga merk dimana kesetiaan yang terpecah antara dua pola (X dan Y) dapat dituliskan dengan pola membeli X,X,Y,Y,X,Y.

3. Golongan Berpindah Kesetiaan adalah golongan konsumen yang bergeser dari satu merk ke merk lain, maka apabila konsumen pada awalnya setia pada merk X tetapi kemudian pada saat berikutnya berpindah ke merk Y. Pola membelinya dapat dituliskan X,Y,Z,S,Z.

4. Golongan Selalu Berpindah-pindah adalah kelompok konsumen yang sama sekali tidak setia pada merk apapun, maka pola pembeliannya dapat dituliskan X,Y,Z,S,Z. Loyalitas merupakan situasi yang sangat ideal yang paling diharapkan oleh para pemasar atau produsen, dimana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) dan disertai dengan pola pembelian ulang yang konsisten. Namun loyalitas konsumen tidak mudah dicapai, sekalipun para

konsumen sudah merasa puas pada produk yang ditawarkan perusahaan bisa saja berganti pemasok atau tidak loyal bila ada perusahaan pesaing yang memberikan tawaran diskon.

Loyalitas pelanggan merupakan kesetiaan pelanggan terhadap penyedia jasa yang telah memberikan pelayanan kepadanya. Menurut Tjiptono dalam ulfa (2012), loyalitas disini dapat diukur dengan 3 indikator, yaitu:

(21)

2. Retention, yakni ia tidak terpengaruh jasa yang ditawarkan oleh pihak lain.

3. Referral, apabila jasa yang diterima memuaskan, maka pelanggan akan memberitahukan kepada pihak lain, dan sebaliknya apabila ada ketidakpuasan atas pelayan yang diterima ia tidak akan bicara pada pihak lain, tapi justru akan memberitahukan layanan yang kurang memuaskan tersebut pada pihak penyedia dana.

2.8. Kajian Penelitian Terdahulu

Virginia (2013), melakukan penelitian yang berjudul “pengaruh harga, kualitas pelayanan, produk dan lokasi terhadap kepuasan konsumen yang dimediasi oleh loyalitas konsumen”. Penelitian ini dilakukan terhadap konsumen Istana Mie dan Ice Cabang Citraland Semarang yang diamati adalah pengaruh dari variabel harga, kualitas pelayanan, produk dan lokasi terhadap loyalitas Konsumen. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh dari semua variabel X terhadap loyalitas Konsumen.

Sulistyo (2015), melakukan penelitian yang berjudul “pengaruh kualitas pelayanan dan persepsi harga terhadap loyalitas pelanggan dengan kepuasan konsumen sebagai variabel mediasi”. Penelitian ini mengukur seberapa besar pengaruh kualitas pelayanan dan harga terhadap loyalitas konsumen. Hasil penelitian membuktikan bahwa kualitas pelayanan mempunyai pengaruh yang signifikan.

Astuti (2013), melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Store Atmosphere dan Promosi Penjualan terhadap loyalitas pelanggan Centro Departement Store di the plaza Semanggi”. Dari analisis data yang telah dilakukan dinyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara atmosfer toko dengan loyalitas konsumen. Hasil penelitian ini didukung dari

berbagai indikator store atmosfer dinyatakan bahwa indikator general interior dan interior display merupakan bagian dari atmosfer toko yang dianggap paling penting oleh pelanggan. Khususnya yaitu pewarnaan ruangan yang memiliki nilai paling tinggi sehingga merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan pengelola Centro.

Nuraisyah (2016), melakukan penelitian berjudul “Analisis pengaruh Store Atmospher terhadap Loyalitas Pelanggan pada Warung Misbar Bandung tahun 2016”. Penelitian ini dilakukan berdasarkan indikator store atmospher terhadap loyalitas pelanggan. Hasil penelitian membuktikan bahwa store atmospher berpengaruh secara positif terhadap loyalitas pelanggan.

(22)

2.9.1. Hubungan antara Persepsi Konsumen mengenai Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas Konsumen

Berkembangannya suatu usaha di bidang kuliner khususnya dilihat dari penjualan yang selalu meningkat. Oleh karena itu suatu perusahaan atau restoran harus mampu menerapkan strategi pemasaran yang dapat memberikan daya tarik terhadap Konsumen sehingga persepsi Konsumen dalam menilai suatu Restoran akan mempunyai nilai lebih

sehingga dapat memberikan dampak positif juga bagi sebuah restoran.

Penilaian positif Konsumen dapat dilakukan dengan melakukan penerapan strategi

pemasaran seperti kualitas pelayanan dapat memberikan penilaian lebih dari sisi positif Konsumen, sehingga hal ini dapat memberikan rangsangan terhadap suatu perusahaan atau Restoran untuk melakukan pembelian berulang, sehingga menimbulkan rasa loyal Konsumen terhadap Restoran tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyo (2015), membuktikan bahwa kualitas pelayanan dapat memberikan kesan yang baik bagi penilaian Konsumen. Hasil korelasi antara variabel penelitian kualitas pelayanan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas Konsumen. Selain itu, penelitian yang dilakukan Rianti (2015), menjelaskan bahwa kualitas pelayanan secara langsung berpengaruh terhadap loyalitas Konsumen dan diterima kebenarannya, sehingga kualitas Pelayanan mempunyai kontribusi yang positif dalam meningkatkan Loyalitas Konsumen. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Cornelia (2008), Penelitian ini dilakukan dengan pertanyaan yang berhubungan erat dengan kualitas pelayanan karyawan dari sudut pandang loyalitas pelanggan. Hasil penelitian yang dilakukan bahwa kualitas pelayanan memberikan kontribusi yang aktif dalam meningkatkan

loyalitas pelanggan, menurutnya hasil penelitian tersebut akan diterapkan untuk bertujuan meningkatkan kinerja di masa mendatang demi mencapai loyalitas Pelanggan.

Kajian penelitian yang telah dilakukan merupakan hal yang melandasi persepsi konsumen mengenai Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas Konsumen. Sehingga dilakukan pengembangan hipotesis sebagai berikut :

Persepsi Konsumen

mengenai Kualitas Pelayanan Loyalitas Konsumen H1

(23)

Hipotesis berdasarkan Sulistyo (2015), Rianti (2015), Cornelia (2008), maka gambar 2.4 mengenai hubungan kedua variabel yang diajukan dalam penelitian ini yaitu,

H1 : Persepsi Konsumen mengenai Kualitas Pelayanan berpengaruh terhadap Loyalitas Konsumen.

2.9.2. Hubungan antara Persepsi Konsumen mengenai Store Atmospher terhadap Loyalitas Konsumen

Kenyamanan yang disediakan oleh sebuah usaha kuliner merupakan salah satu faktor yang diperhatikan oleh Konsumen untuk melakukan pembelian, hal ini dapat mendorong Konsumen untuk merasakan kenyamanan suasana toko yang disediakan seperti wewangian, Pajangan hiasan yang berikan sebagai pemanis ruangan sehingga Konsumen diharapkan merasakan kenyamanan tersendiri, hal ini bertujuan untuk mendorong Konsumen untuk melakukan pembelian berulang sehingga diharapkan munculnya rasa loyal Konsumen terhadap suatu Restoran yang menyajikan Store Atmospher. Penelitian yang dilakukan oleh Nuraisyah (2016), membuktikan bahwa Store Atmospher merupakan faktor penting untuk menimbulkan perasaan loyal bagi Konsumen. Hal ini dibuktikan dengan pengaruh positif secara signifikan antara Store atmospher terhadap loyalitas Konsumen. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Khamardi (2012), membuktikan bahwa efektifitas dalam sub variabel

store atmospher seperti variabel eksterior, general interior dan store layout secara langsung berpengaruh signifikan terhadap loyalitas Konsumen pada distro Tangkelek di Kota Padang.

Hal ini membuktikan bahwa store atmospher diterima kebenarannya terhadap loyalitas Konsumen. Astuti (2011), menunjukan bahwa hasil store atmospher mempunya keterkaitan

yang sangat erat dalam meningkatkan loyalitas pelanggan, hal ini ditunjukan dengan pengaruh yang signifikan dari indikator – indikator yang terdapat di dalam store atmospher terhadap loyalitas berpengaruh secara signifikan.

Berdasarkan kajian diatas ditarik suatu pengembangan hipotesis sebagai berikut :

Persepsi Konsumen

mengenai Store Atmospher Loyalitas Konsumen

H2

(24)

Hipotesis berdasarkan Nuraisyah (2015), Khamardi (2012), Astuti (2011), pada gambar 2.5, maka dapat ditarik suatu hipotesis yang berhubungan antara kedua variabel yaitu,

H2 : Persepsi Konsumen mengenai Store Atmospher berpengaruh terhadap loyalitas konsumen

2.10. Paradigma Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat di tarik identifikasi masalah dan tujuan penelitian sebagai berikut :

H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas Konsumen.

H2 : Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas Konsumen.

Persepsi Konsumen mengenai Kualitas Pelayanan

Persepsi Konsumen mengenai

Store Atmospher

Loyalitas Konsumen H1

H2

Gambar

Gambar 2.1 Fungsi Manajemen Pemasaran (Kotler, 2000)
Gambar 2.2 Model Perilaku Pembelian
Gambar 2.5 Hubungan Persepsi Konsumen mengenai Store Atmospher terhadap Loyalitas Konsumen
Gambar 2.6 Paradigma  Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

In this paper work the aerial images were only the data which have been used within ERDAS LPS Program and the 3D city model have been created as a result. CONVERSION

They extracted building shapes from regions which are obtained from thresholding result by using a binary active shape growing algorithm that they pro- posed which depends on

PPLM GORONTALO MENJADI SEBUAH WADAH PEMBINAAN ATLT YANG TELAH LULUS DARI PPLP MAKA DENGAN INI PPLM MENJADI PENGHASIL ATLET YANG BERPELUANG UNTUK

Recent work has combined intensity based features with range to first segment images into planar range regions before using this information to guide the object detection process

Daftar Nama, Tempat dan Tanggal Lahir, Nomor Kontak, Pendidikan, Lokasi dan Jenis Kegiatan SP3 Pendampingan Samisake (APBD) Tahun 2014. DAFTAR

Biro Humas Hukum dan Kepegawaian, Sekretariat Kementerian Pemuda dan Olahraga |169... Pemuda Pancasila Jl

Mortalitas ikan uji yang terjadi pada saat penelitian disebabkan oleh kontaminasi toksik dari larutan simplisia daun sirih merah yang masuk ke dalam tubuh

Sejak 2010 sampai saat ini, di Pulau Lombok program ini baru dikembangkan di Kabupaten Lombok Timur dan di Kabupaten Lombok Utara di 20 Desa ‘rawan bencana.’ Beberapa capaian