• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Kejaksaan Dalam Melakukan Penuntutan Perkara Tindak Pidana Narkotika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Kejaksaan Dalam Melakukan Penuntutan Perkara Tindak Pidana Narkotika"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PERANAN KEJAKSAAN DALAM MELAKUKAN PENUNTUAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA

A. Tugas Pokok Kejaksaan Dalam Penuntutan Tindak Pidana Narkotika

Tugas adalah amanat yang wajib dilakukan dalam kedudukan atau posisi tertentu. Sedangkan wewenang adalah pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan kompetensi yurisdiksi baik kompetensi relatif maupun kompetensi mutlak. Wewenang adalah hak dan kuasa untuk melakukan sesuatu dalam posisi tertentu. Tanpa tugas dan wewenang maka segala sesuatu yang dilakukan Kejaksaan khususnya penuntut umum tidak memiliki landasan yang kuat.41

Penetapan tugas dan wewenang oleh undang-undang terhadap suatu institusi atau lembaga tertentu menjadi hak yang sah yang wajib dilaksanakan khususnya bagi lembaga Kejaksaan. Soerjono Soekanto, mengatakan bahwa, ”Suatu hak yang telah ditetapkan dalam suatu tata tertib sosial untuk menetapkan kebijakan-kebijakan, menentukan keputusan-keputusan mengenai persoalan-persoalan yang penting untuk menyelesaikan pertentangan-pertentangan”.

42

Dengan tugas dan wewenang yang diamanatkan oleh UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, maka dapat difungsikan sesuai dengan maksud dan tujuan badan

41

Yesmi Anwar dan Adang, Op. cit, hal. 205.

42

(2)

tersebut.43

1. Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:

Antara tugas dan wewenang merupakan selalu berkaitan satu sama lain. Tugas dan wewenang Jaksa menurut Pasal 30 UU Kejaksaan:

a. Melakukan penuntutan;

b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;44

c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;45

d. Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;46

e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.47

2. Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.

3. Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, kejaksaan turut meyelenggarakan kegiatan:

43

Yesmi Anwar dan Adang, Loc. cit.

44

Dalam penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf b dijelaskan bahwa dalam melaksanakan putusan pengadilan dan penetapan hakim, kejaksaan memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat dan perikemanusiaan berdasarkan Pancasila tanpa mengesampingkan ketegasan dalam bersikap dan bertindak. Melaksanakan putusan pengadilan termasuk juga melaksanakan tugas dan wewenang mengendalikan pelaksanaan hukuman mati dan putusan pengadilan terhadap barang rampasan yang telah dan akan disita untuk selanjutnya dijual lelang.

45

Dalam penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf c dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “keputusan lepas bersyarat” adalah keputusan yang dikeluarkan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya dibidang pemasyarakatan.

46

Dalam penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf d dijelaskan bahwa kewewenangan dalam ketentuan ini adalah kewewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

47

Dalam penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf e dijelaskan bahwa untuk melengkapi berkas perkara, pemeriksaan tambahan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Tidak dilakukan terhadap tersangka;

b. Hanya terhadap perkara-perkara yang sulit pembuktiannya, dan/atau dapat meresahkan masyarakat, dan/atau yang dapat membahayakan keselamatan negara;

c. Harus dapat diselesaikan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah diselesaikan ketentuan Pasal 110 dan 138 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

(3)

a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat; b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum; c. Pengawasan peredaran barang cetakan;

d. Pengawasan kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;

e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama; f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

Salah satu tugas pokok Kejaksaan yaitu melakukan penuntutan yakni tindakan penuntut umum (jaksa) untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam hukum acara pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.48 Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan Hakim.49

Menuntut seorang terdakwa di muka hakim pidana dengan menyerahkan perkara pidana tersebut beserta berkas perkaranya kepada hakim, dengan permohonan supaya hakim memeriksa dan kemudian memutuskan perkara pidana itu terhadap terdakwa.

Posisi seseorang ketika pada proses penuntutan perkara berstatus sebagai terdakwa, dimana penuntut umum bertindak sebagai penuntut atau mendakwa si terdakwa sesuai dengan ketentuan hukum pidana yang dilanggarnya.

50

48

Pasal 1 angka 7 KUHAP. Lihat juga: Pasal 1 angka 3 UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan (UU Kejaksaan).

49

Pasal 13 KUHAP.

50

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, (Jakarta: Sumur Bandung, 1967), hal. 34.

(4)

hukumnya dengan melimpahkan perkara tersebut ke hakim pengadilan yang berwenang mengadili.

Seorang jaksa memiliki daerah hukum masing-masing sesuai dengan daerah hukum Kejaksaan Negeri dimana jaksa tersebut ditugaskan. Seorang jaksa di Kejaksaan Tinggi atau di Kejaksaan Agung dapat menuntut seseorang jika ia terlebih dahulu diangkat untuk Kejaksaan Negeri yang daerah hukumnya dilakukan delik itu.51 Kejaksaan Negeri menentukan suatu perkara hasil penyidikan apakah sudah lengkap atau tidak untuk dilimpahkan dan diadili di Pengadilan Negeri.52

Apabila suatu berkas perkara penyidikan menurut pertimbangan penuntut umum tidak cukup bukti-bukti untuk diteruskan ke Pengadilan Negeri atau karena perkara tersebut bukan merupakan delik, maka penuntut umum membuat suatu ketetapan mengenai hal itu.

53

Isi surat ketetapan tersebut diberitahukan kepada tersangka dan jika seseorang itu ditahan maka wajib dibebaskan.54 Surat penetapan demikian sering disebut dengan Surat Perintah Penghentian Penuntutan (SP3) oleh Kejaksaan dan wajib disampaikan kepada tersangka atau keluarganya atau penasihat hukumnya, pejabat Rumah Tahanan Negara (Rutan), penyidik, dan hakim.55

Perkara ditutup demi hukum adalah hak tersangka yang wajib diberikan oleh penuntut umum kepada tersangka sesuai dengan Bab VIII Buku I KUH Pidana

51

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indoneisa, (Jakarta: Sapta Artha Jaya, 1996), hal. 165.

(5)

tentang hapusnya hak menuntut (asas non bis in idem).56 Akan tetapi berdasarkan asas nebis in idem, jika di kemudian hari penyidik ternyata menemukan alasan atau bukti-bukti baru untuk menuntut perkara yang telah dikesampingkan karena kurangnya bukti-bukti sebelumnya, maka penuntut umum dapat menuntut tersangka.57 Dengan adanya asas nebis in idem ini dapat mengecualikan asas non bis

in idem jika perkara yang dikesampingkan itu tidak mengandung asas oportunitas.58

Hal lain yang termasuk bidang tugas pokok Kejaksaan adalah pembuatan surat dakwaan dan tuntutan (requisitoir).59

Dalam KUHAP ditegaskan beberapa ketentuan tentang wewenang penuntut umum yaitu:

Dalam melakukan penuntutan, jaksa sebelumnya melakukan prapenuntutan yaitu tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik dan dapat memberi petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.

60

1. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu;

56

Pasal 76, 77, 78 KUH Pidana.

57

Pasal 140 ayat (2) butir d KUHAP.

58

Andi Hamzah, Op. cit, hal. 168.

59

Ibid, hal. 169 dan hal. 170-188.

60

(6)

2. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik;

3. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;

4. Membuat surat dakwaan;

5. Melimpahkan perkara ke pengadilan;

6. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;

7. Melakukan penuntutan;

8. Menutup perkara demi kepentingan umum;

9. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini;

10. Melaksanakan penetapan hakim.

Penuntut umum melaksanakan tugas dan wewenangnya terhadap perkara tindak pidana yang terjadi di daerah hukumnya.61

61

Pasal 15 KUHAP.

(7)

penegakan hukum, pengamanan peredaran barang cetakan, pengawasan aliran kepercayaa, pencegahaan penyalahgunaan dan atau penodaan agama, penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal. Aspek refresif mencakup tindakan Kejaksaan untuk melakukan penuntutan dalam perkara pidana, melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan pelepasan bersyarat, melengkapi berkas perkara tertentu yang berasal dari penyidik Polri atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

Menurut Soerjono Soekanto, ”Hukum dan penegakan hukum merupakan sebagaian faktor penegakan hukum yang tidak bisa diabaikan karena jika diabaikan akan menyebabkan tidak tercapainya penegakan hukum yang diharapkan”.62

Kedudukan Kejaksaan menurut Pasal 2 ayat (1) UU Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Selanjutnya dinyatakan dalam Pasal 1 angka 1 UU Kejaksaan bahwa, ”Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenag oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta Keberadaan Kejaksaan sebagai penegak hukum memiliki kedudukan yang sentral dan memiliki peran yang strategis sehubungan dengan fungsinya sebagai filter dalam penegakan hukum antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan, sehingga keberadaannya dalam kehiduoan masyarakat harus mampu mengemban tugas pokok (tupoksi) sebagai penegak hukum.

62

(8)

wewenang lain berdasarkan undang-undang”. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh KUHAP dan UU Kejaksaan untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Sehingga dapat dikatakan jabatan fungsional jaksa adalah jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi Kejaksaan yang karena fungsinya memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas Kejaksaan.

Penegasan dalam Pasal 2 ayat (1) di atas, menentukan Kejaksaan merupakan suatu lembaga, badan, institusi pemerintah yang menjalankan kekuasaan negara di bidang penuntutan dan kewenangan lain. Selain tugasnya di bidang penuntutan, juga diberi kewenangan lain oleh undang-undang seperti membuat dakwaan, melaksanakan putusan pengadilan, sebagai Jaksa Pengacara Negara, dan lain-lain.

Dalam kerangka Negara Indonesia sebagai negara hukum, salah satu prinsip penting negara hukum, menjamin kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.63

63

Marwan Effendy, Kejaksaan Republik Indonesia, Posisi dan Fungsinya dari Perspektif

Hukum, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal. 127.

(9)

tentang Kejaksaan semakin mempertegas badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, termasuk Kejaksaan.64

Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang (Pasal 30 ayat (1) huruf d UU Kejaksaan) seperti penyidikan tindak pidana dalam UU No.36 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

65

Selanjutnya Pasal 31 UU Kejaksaan, dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan seorang terdakwa di rumah sakit atau di temapt perawatan jiwa, atau di tempat lain yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan atau

Kejaksaan dengan kuasa khusus di bidang perdata dan tata usaha negara, dapat bertindak sebagai pengacara (JPN) baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara dan atau pemerintah. Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan turut serta menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat, penanganan kebijakan penegakan hukum, pengamanan peredaran barang cetakan, pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama, penelitian dan pengambangan hukum serta statistik kriminal.

64

Ibid.

65

(10)

dirinya sendiri. Selanjutnya Pasal 33 diatur bahwa dalam melakukan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerjasama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainya.66

Mencermati ketentuan-ketentuan dari beberapa pasal di atas, Tupoksi Kejaksaan mencakup:

Kemudian Pasal 34 menetapkan bahwa Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.

67

1. Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas: (a) melakukan penututan; (b) melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; (c) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan putusan lepas bersyarat; (d) melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang; (e) melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dnegan penyidik; 2. Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dapat bertindak sebagai

Jaksa Pengacara Negara;

66

Menjadi kewajiban bagi setiap badan negara terutama dalam bidang penegakan hukum dan keadilan untuk melaksanakan dan membina kerja sama yang dilandasi semangat keterbukaan, kebersamaan, dan keterpaduan dalam suasana keakraban guna mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu. Hubungan kerja sama ini dilakukan melalui koordinasi horizontal dan vertikal secara berkala dan berkesinambungan dengan tetap menghormati fungsi, tugas, dan wewenang masing-masing. Kerjasama antara kejaksaan dengan instansi penegakan hukum sesuai dengan asas cepat, sederhana, dan biaya ringan serta bebas, jujur, dan tidak memihak dalam penyelesaian perkara.

67

(11)

3. Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan: (a) peningkatan kesadaran hukum masyarakat; (b) pengamanan kebijakan penegakan hukum; (c) pengamanan peredaran barang cetakan; (d) pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara; (e) pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama; (f) penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal;

4. Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan seorang terdakwa di rumah sakit atau di tempat perawatan jiwa, atau di tempat lain yang layak;

5. Kejaksaan wajib membina hubungan kerjasama dengan badan penegak hukum dan badan-badan negara lainnya; dan

6. Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.

Jaksa Agung sebagai lembaga tinggi dalam bidang penuntutan memiliki tugas dan wewenang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 35 UU Kejaksaan, yaitu:

1. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang Kejaksaan;

(12)

3. Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.68

4. Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum pada Mahkamah Ahgung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara;69

5. Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;

6. Mencegah atau menangkal orang tertentu masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Jaksa Agung diberikan tugas dan wewenang khusus sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 35 UU Kejaksaan, mempunyai tugas dan wewenang:

1. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegak hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan;

2. Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang;

3. Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum;

4. Mengajukan kasasi dem kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara;

68

Dalam penjelasan Pasal 35 huruf c, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “ kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas. Mengesampingkan perkara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan pelaksanaan asas oportunitas, yang hanya dapat dilakuka oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut.

69

(13)

5. Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;

6. Mencegah atau menangkal orang tertentu masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Jaksa Agung diberikan tugas dan wewenang khusus dalam hal pemberian izin kepada tersangka atau terdakwa sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 36 UU Kejaksaan menegaskan:

1. Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa untuk berobat atau menjalani perawatan dirumah sakit dalam negeri, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri.70

2. Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri diberikan oleh kepala kejaksaan negeri setempat atas nama Jaksa Agung, sedangkan untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit di luar negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung.

3. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), hanya diberikan atas dasar rekomendasi dokter, dan dalam hal diperlukannya perawatan di luar negeri rekomendasi tersebut dengan jelas meyatakan kebutuhan untuk itu

70

(14)

yang dikaitkan dengan belum mencukupi fasilitas perawatan tersebut di dalam negeri.

Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa berobat atau menjalani perawatan di dalam dan luar negeri, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri. Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri diberikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri setempat atas nama Jaksa Agung, sedangkan untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit luar negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung. Izin dimasud hanya diberikan atas dasar rekomendasi dokter, dan dalam hal diperlukannya perawatan di laur negeri rekomendasi tersebut dengan jelas menyebutkan kebutuhan untuk itu, yang dikaitkan dengan belum mencukupinya fasilitas perawatan tersebut di dalam negeri.71

Tersangka atau terdakwa atau keluarganya mengajukan permohonan secara tertulis kepada Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan keputusan Mahkamah Agung. Izin seperti itu diperlukan karena status tersangka atau terdakwa yang sedang dikenakan tindakan hukum, seperti berupa penahanan, kewajiban lapor, dan atau pencegahan dan penangkalan. Yang dimaksud dengan tersangka atau terdakwa adalah tersangka atau terdakwa yang berada dalam tanggung jawab Kejaksaan. Dalam keadaan tertentu, dimaknai apabila fasilitas pengobatan atau menjalani perawatan di dalam negeri tidak ada. Jaksa Agung bertanggung jawab atas penuntutan yang dilaksanakan secara independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani, dan akuntabilitas yang ditegaskan dalam Pasal 37 UU Kejaksaan.

71

(15)

Dalam menjalankan Tupoksinya, Kejaksaan harus terpisah dari lembaga eksekutif, Kejaksaan bertanggung jawab kepada publik secara transparan dan konsekuensinya harus melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan secara bebas dan lepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah (eksekutif) dan kekuasaan apapun, walaupun perlu juga dibentuk Komisi Kejaksaan yang mengawasi untuk menghindari penyalahgunaan kewenangannya. Namun, Komisi ini bertugas untuk membantu Presiden memberdayakan Kejaksaan dan memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal pengangkatan dan pemberhentian Jaksa Agung dan jajaran eselon satu di bawahnya.72

Selain Tupoksi Kejaksaan dalam hal penuntutan, Kejaksaan juga diberikan kewenangan lain sebagai pihak penggugat maupun tergugat dalam perkara Perdata dan Tata Usaha Negara yang dilaksanakan secara merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.73 Kejaksaan dituntut untuk lebih berperan dalam menjalankan tugas profesinya, tunduk dan patuh pada sumpah atau janji, serta kode etik jaksa yang merupakan pedoman atau petunjuk dalam menjalankan tugasnya sehari-hari yang lazim disebut Tri Krama Adhyaksa.74

Tri Krama Adhyaksa adalah landasan jiwa dari setiap jaksa dalam meraih cita-cita luhurnya, yang meliputi tiga krama yaitu pertama, kesetiaan (satya) yang bersumber pada rasa jujur baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga maupun kepada sesama manusia. Kedua, kesempurnaan (adhy) artinya

72

Ibid, hal. 142.

73

Supriadi, Op. cit, hal. 127.

74

(16)

kesempurnaan dalam bertugas yang berunsur utama pada kepemilikan rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, keluarga dan sesama manusia. Ketiga, bijaksana (wicaksana) artinya bijaksana dalam tutur kata dan perilaku khususnya dalam penerapan kekuasaan dan kewenangan.75

UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan meletakkan tugas kejaksaan untuk menegakkan supremasi hukum

76

, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus mampu mewujudkan tugasnya untuk menciptakan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan, dan kebenaran berdasarkan hukum dan menjunjung tinggi norma-norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan, serta menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.77

Apabila Kejaksaan mampu menjalankan tugas pokoknya sebagai penuntut, secara tidak langsung manfaat itu dapat dirasakan dalam proses pembangunan antara lain turut menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera adil dan makmur (walfarestate) berdasarkan Pancasila, serta berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara serta melindungi kepentingan

75

Liliana Tedjosaputro, Op. cit, hal. 17.

76

Chairuman Harahap, Merajut Kolektivitas Melalui Penegakan Supremasi Hukum, Pengantar: Romli Atmasasmita, (Bandung: Citapustaka Media, 2003), 82-85.

77

(17)

masyarakat.78 Kejaksaan juga membina hubungan kerjasama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya.79 Memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.80

Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dilaksanakan secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lainnya, penuntutan dilaksanakan secara independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani, merumuskan dan mengendalikan arah dan kebijakan penanganan perkara untuk keberhasilan penuntutan.

81

Amanat UU Kejaksaan menghendaki bagi jaksa-jaksa dituntut bekerja dalam menjalankan tugas secara profesional yang dapat ditempuh melalui berbagai jenjang pendidikan dan pengalaman-pengalamannya.

82

Menurut Chairuman Harahap berdasarkan pengalamannya sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejatisu) Sumatera Utara, produk materi hukum yang selalu dibentuk atau direvisi, tidaklah cukup jika aparat hukum khususnya Kejaksaan tidak diimbangi dengan peningkatan integritas moral dan profesionalisme, kesadaran hukum, mutu pelayanan, serta tidak adanya kepastian dan keadilan hukum, sehingga supremasi hukum belum dapat diwujudkan.83

78

Djoko Prakoso, Tugas dan Peranan Jaksa Dalam Pembangunan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hal. 19.

79

Pasal 33 dan penjelasan UU Kejaksaan.

80

Pasal 54 UU Kejaksaan.

81

Yesmi Anwar dan Adang, Op. cit, hal. 202.

82

Marwan Effendy, Op. cit, hal. 127, 129.

83

(18)

Dalam ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU Kejaksaan tampak suatu penegasan dimana antara Jaksa dengan tugasnya sebagai penuntut umum tidak terpisahkan satu sama lain. Inilah sebagai landasan pelaksanaan tugas pokok Kejaksaan yang bertujuan untuk memelihara kesatuan kebijakan di bidang penuntutan, sehingga dapat menampilkan ciri khas yang menyatu dalam tata pikir, tata laku, dan tata kerja Kejaksaan. Kegiatan penuntutan di pengadilan oleh Kejaksaan tidak akan berhenti karena alasan jika jaksa yang semula bertugas berhalangan. Tugas penuntutan tersebut akan tetap dilakukan sekalipun oleh jaksa pengganti.84

Tugas penuntutan oleh Kejaksaan dilaksanakan secara merdeka sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 2 ayat (2) UU Kejaksaan, pada praktiknya kontradiksi dengan pengaturannya sehingga ketentuan ini dikatakan dual obligation. Sebab kedudukan Kejaksaan berada di bawah kekuasaan eksekutif, sehingga mustahil bagi Kejaksaan dan jajarannya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan mungkin juga pengaruh kekuasaan lainnya.85

Selain membuat surat dakwaan dan penuntutan atau tugas pokok yang ditentukan dalam Pasal 30 UU Kejaksaan, Pasal 32 UU Kejaksaan menetapkan, Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang. Dalam hal penuntutan perkara tindak pidana Narkotika, UU 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) tidak menentukan aturan lain dalam peraturan khusus mengenai peran Kejaksaan dala melakukan penuntutan. Artinya pihak yang

84

Yesmi Anwar dan Adang, Loc. cit.

85

(19)

melakukan penuntutan dalam perkara Narkotika menurut UU Narkotika tetap dilaksanakan oleh Kejaksaan (penuntut umum). Sebagaimana penegasan Pasal 73 UU Kejaksaan: “Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dilakukan berdasarkan peraturan perundangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini”.

Namun dalam hal penyidikan menurut UU Narkotika tidak hanya dilakukan oleh Kepolisian dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagaimana yang dianut dalam KUHAP melainkan UU Narkotika menetapkan dan menentukan tiga institusi dapat bertindak sebagai penyidik dalam kasus Narkotika yakni aparat Kepolisian, PPNS, dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Ketiga penyidik ini dapat bertindak melalui koordinasi lintas instansi dalam melakukan penyidikan.86

Tugas pokok sebagai penuntut dalam perkara Narkotika tetap diperankan oleh penuntut umum (Kejaksaan) sebagaimana yang ditentukan dalam Hukum Acara Pidana pada umumnya. Walaupun UU Narkotika mengatur secara khusus, namun tidak menentukan secara khusus menyangkut tugas pokok Kejaksaan di bidang

86

(20)

penuntutan, tetap saja dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP dan UU Kejaksaan sebagaimana yang telah dipaparkan di atas.

Apabila pihak BNN yang melakukan penyidikan dan membuat berkas perkaranya, maka pihaknya harus menyerahkan hasil penyidikan atau berkas perkara tersebut kepada pihak Kejaksaan untuk dipertimbangkan layak atau tidak layak perkara tersebut dapat di sidangkan di pengadilan.87 Demikian jika Kepolisian yang melakukan penyidikan dan membuat berkas perkara, maka harus diserahkan kepada pihak Kejaksaan.88 PPNS yang bertindak sebagai penyidik harus berkoordinasi dengan penyidik Kepolisian dan BNN,89 tetapi PPNS tidak berwenang untuk menyerahkan berkas perkara hasil penyidikannya kepada pihak Kejaksaan melainkan harus berkoordinasi melalui kewenangan Kepolisian sebagaimana yang ditentukan dalam KUHAP.90

87

Pasal 80 huruf a UU Narkotika.

88

Bandingkan dengan Pasal 81, dan Pasal 84 UU Narkotika.

89

Pasal 85 UU Narkotika.

90

Bandingkan juga dengan kewenangan PPNS dalam Pasal 82 ayat (2) UU Narkotika.

(21)

B. Penuntutan Tindak Pidana Narkotika oleh Kejaksaan Negeri Medan

Kejaksaan sebagai lembaga satu-satunya yang melaksanakan tugas di bidang penuntutan perkara tindak pidana khususnya tindak pidana Narkotika. Untuk dapat melihat peranan Kejaksaan dalam melakukan penuntutan perkara tindak pidana Narkotika, diambil sampel dari 5 (lima) contoh kasus terkait dengan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika.

1. Kasus Rudy Sukiman91

Terdakwa (Rudy Sukiman) pada hari Sabtu tanggal 10 September 2011, bertempat di jalan Puri Gg. Seni Kecamatan Medan Area sekitar pukul 23.30 WIB (masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan), secara ”tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual-beli menukar, menyerahkan atau menerima Narkotika Golongan I berupa 1 (satu) bungkus kecil daun ganja (setelah ditimbang berikut bungkusnya seberat 5,2 gram, berat bersihnya 1,6 gram.

Dakwaan pertama: Perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara: pada waktu

dan tempat tersebut di atas, ketika saksi Jaspin Nainggolan, Mais Irfan, R. Jendri Brutu (Anggota Polsekta Medan Aera) melakukan tugas rutin telam menerima informasi dari yang layak dipercayai memberitahukan bahwa di jalan Puri Gg. Seni Kecamatan Medan Area ada yang memiliki Narkotika, atas dasar informasi tersebut, saksi Polisi menuju tempat yang dimaksudkan dan sesampainya di tempat tersebut saksi Polisi melakukan penyelidikan terhadap seseorang laki-laki yang ciri-cirinya

91

(22)

sesuai dengan yang diinformasikan seketika itu juga dilakukan penangkapan terhadap laki-laki tersebut. Polisi menemukan dari tempat terdakwa ditangkap 1 (satu) bungkus kecil daun ganja, terdakwa menerangkan bahwa daun ganja tersebut diterimanya dari Andi yang hendak digunakan mereka bersama (Rudy Sukiman dan Andi) dengan cara mengisap, sedangkan terdakwa memiliki ijin dari pihak yang berwenang untuk menerima daun ganja tersebut.

Setelah Polisi yang menangkap menyerahkan terdakwa kepada pihak yang berwenang untuk diproses secara hukum, terlebih dahulu dilakukan Berita Acara Analisa Laboratorium Barang Bukti Narkotika dan hasilnya menyatakan barang bukti yang diperiksa ternyata daun ganja yang mengandung Cannabinoid (benar ganja) dan terdaftar dalam golongan I nomor urut 8 UU Narkotika.92

92

Berita Acara Analisa Laboratorium Barang Bukti Narkotika dengan Nomor Lab: 4572/KNF/IX/2010 tertanggal 16 September 2011.

Terdakwa dituntut melanggar Pasal 114 ayat (1) UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika).

Dakwaan kedua: Bahwa terdakwa pada waktu dan tempat di atas, dan

(23)

Berdasarkan fakta-fakta kuat yang dimiliki oleh pihak penuntut umum (Kejaksaan), terdakwa diajukan ke persidangan dengan dakwaan alternatif pada dakwaan kedua yakni melanggar Pasal 111 ayat (1) UU Narkotika dengan unsur-unsur: setiap orang; unsur tanpa hak atau melawan hukum; dan unsur menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika golongan I dalam bentuk tanaman.

Unsur setiap orang berarti pemaknaan dari ”barang siapa” yang lebih luas dijabarkan adalah siapa saja orang atau subjek hukum yang melakukan perbuatan pidana dan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya atau dengan kalimat lain tidak ada unsur pemaaf atau penghapusan pidana bagi pelaku. Unsur setiap orang atau barang siapa yang didakwakan JPU dengan identitas atas nama Rudy Sukiman dibenarkan dan diakuinya bahwa identitas tersebut adalah dirinya sebagai manusia yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.

(24)

Unsur menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika golongan I dalam bentuk tanaman, dianalisis berdasarkan fakta yang diperoleh dari ketrangan saksi-saksi yang pada pokoknya menerangkan pada hari Sabtu tanggal 10 September 2011 sekira pukul 23.30 WIB bertempat di jalan Puri Gg. Seni Kecamatan Medan Area, ketika saksi-saksi dari Kepolisian Sektor Medan Arera (Jaspin Nainggolan, Mais Irfan, R. Jendri Brutu) menangkap terdakwa karena telah memiliki Narkotika jenis ganja. Maka berdasarkan unsur ini telah dapat dibuktikan unsur memiliki secara sah dan meyakinkan.

Baik dari pihak terdakwa maupun dari pihak Kepolisian atau pihak Kejaksaan tidak satupun yang menghadirkan saksi bagi terdakwa yang dapat meringankan bagi terdakwa, semua saksi-saksi yang dihadirkan berasal dari pihak Kepolisian Sektor Medan Area yakni: Jaspin Nainggolan, Mais Irfan, R. Jendri Brutu yang tentunya saksi-saksi ini memberatkan bagi terdakwa. Terdahap perbuatan terdakwa diputuskan hakim melanggar Pasal 111 ayat (1) UU Narkotika sebagaimana dalam dakwaan kedua JPU.93

93

Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 3095/Pid.B/2011/PN-Mdn tertanggal 01 Februari 2012.

(25)

2. Kasus Dedi Setiawan94

Dakwaan pertama: Terdakwa (Dedi Setiawan) pada hari Senin tanggal 23

Mei 2011, bertempat di jalan Beringin Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan (simpang Mesjid) sekitar pukul 20.30 WIB (masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan), secara ”tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual-beli menukar, menyerahkan atau menerima Narkotika Golongan I jenis shabu-shabu seberat 0,6 gram.

Perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara: pada waktu dan tempat sebagaimana di atas, anggota Kepolisian (Ahmad Sayadi, JR. Simanungkalit, David B. Simangunsong, dan Budi Suharno) mendatangi terdakwa yang dicurigai menjual Narkotika jenis shabu-shabu, menanyakan dimana terdakwa menyimpan shabu-shabu miliknya, dengan kesadarannya sendiri, terdakwa menunjukkan tempatnya disimpan yaitu di tembok pagar sebuah rumah yang tidak jauh dari tempat tersebut. Anggota Polsek Sunggal memeriksa tempat yang dimaksud dan ditemukan 5 (lima) bungkus plastik klip warna putih Narkotika jenis shabu-shabu. Ketika ditanya aparat, terdakwa mengakui barang bukti tersebut miliknya yang dibeli dari Nanda pada hari Sabtu tanggal 21 Mei 2011 pukul 16.00 WIB di jalan Sei Brutu Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru seharga Rp.500.000,- dengan maksud untuk dijual kepada pembeli seharga Rp.600.000,- sehingga terdakwa akan memperoleh untung sebesar Rp.100.000,- dan terdakwa tidak dapat menunjukkan ijin dari pihak yang berwenang.

94

(26)

Berdasarkan hasil Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Bareskrim Polri Cabang Medan dalam Berita Acara Analisis Laboratorium Barang Bukti ternyata bahwa barang bukti tersebut adalah 5 (lima) bungkus plastik klip warna putih berisi Narkotika jenis shabu-shabu sebarat (total) 0,6 gram yang mengandung

metamfetamina dan terdaftar dalam golongan I nomor urut 61 Lampiran UU

Narkotika.95

Unsur setiap orang berarti pemaknaan dari ”barang siapa” yang lebih luas dijabarkan adalah siapa saja orang atau subjek hukum yang melakukan perbuatan pidana dan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya atau dengan kalimat lain

Terdakwa dituntut melanggar Pasal 114 ayat (1) UU Narkotika.

Dakwaan kedua: Perbuatan terdakwa sesuai dengan locus delicti di atas

dilakukan dengan cara: “tanpa hak atau dengan cara melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika golongan I bukan tanaman”. Delik pidana yang dicantumkan dalam dakwaan kedua ini tetap didasarkan penuntut umum pada delik sebagaimana telah diuraikan dalam dakwaan pertama di atas. Terdakwa dituntut melanggar Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika.

Berdasarkan fakta-fakta kuat yang dimiliki oleh pihak penuntut umum, terdakwa diajukan ke persidangan dengan dakwaan alternatif pada dakwaan kedua yakni melanggar Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika dengan unsur-unsur: setiap orang; unsur tanpa hak atau melawan hukum; dan unsur memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika golongan I bukan tanaman.

95

(27)

tidak ada unsur pemaaf atau penghapusan pidana bagi pelaku. Unsur setiap orang atau barang siapa yang didakwakan JPU dengan identitas atas nama Dedi Sukiman dibenarkan dan diakuinya bahwa identitas tersebut adalah dirinya sebagai manusia yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dengan demikian unsur setiap orang atau barang siapa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum sehingga unsur ini sudah terpenuhi.

Unsur tanpa hak atau melawan hukum dianalisa berdasarkan fakta yang terungkap dari keterangan para saksi-saksi yang pada pokoknya telah menangkap terdakwa, menemukan barang bukti Narkotika golongan I jenis shabu-shabu dalam 5 (lima) bungkus plastik klip seberat 0,6 gram dan berdasarkan pengakuan terdakwa bahwa barang bukti tersebut adalah miliknya untuk dijual kembali oleh terdakwa. Saksi-saksi dari aparat Kepolisian menerangkan dan membenarkan terdakwa tidak memiliki ijin dari pihak yang berwenang untuk memiliki atau menyimpan Narkotika golongan I jenis shabu-shabu dalam 5 (lima) bungkus plastik klip seberat 0,6 gram tersebut. Berdasarkan fakta-fakta ini, terdakwa telah memenuhi unsur melawan hukum dan terbukti secara sah dan meyakinkan tidak ada ijin dari pihak yang berwenang.

(28)

orang anggota Polsek Medan Sunggal tersebut menangkap terdakwa, memiliki atau menyimpan Narkotika golongan I jenis shabu-shabu dalam 5 (lima) bungkus plastik klip seberat 0,6 gram. Dengan unsur yang melekat pada terdakwa yaitu memiliki dan atau menyimpan, maka unsur ini telah terpenuhi, terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum dimiliki atau melekat pada diri dan perbuatan terdakwa.

Pada kasus Dedi Setiawan ini sama halnya dengan penanganan kasus terdakwa Rudy Sukiman, baik dari pihak terdakwa maupun dari pihak Kepolisian atau pihak Kejaksaan tidak satupun yang menghadirkan saksi bagi terdakwa yang dapat meringankan bagi terdakwa, keempat saksi-saksi yang dihadirkan berasal dari pihak Polsek Medan Sunggal yang tentunya saksi-saksi ini memberatkan bagi terdakwa. Terdahap perbuatan terdakwa diputuskan hakim melanggar Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika sebagaimana dalam dakwaan kedua JPU.96

3. Kasus Basirun

Penuntut umum dalam menerapkan dakwaan alternatif dalam dakwaan kedua tetap mendasarkan hasil pemeriksaan dan pertimbangannya pada delik dalam dakwaan pertama. Seharusnya jika dicantumkan dakwaan alternatif (dakwaan kedua), maka harus berbeda delik pidana yang dilakukan terdakwa.

97

Dakwaan pertama: Terdakwa Basirun pada hari Jumat tanggal 17 Juni 2011,

sekitar pukul 20.00 WIB, bertempat di jalan Denai Gg. Asahan No.10 Kelurahan Menteng Kecamaan Medan Denai Kota Medan (masih termasuk dalam daerah hukum

96

Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2032/Pid.B/2011/PN-Mdn tertanggal 10 Oktober 2012.

97

(29)

Pengadilan Negeri Medan), secara ”melakukan pemufakatan jahat tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I”.

Pada waktu tersebut di atas, Suyadi dan Rudiyanto Ginting dari anggota Kepolisian melakukan penyamaran dan pengintaian di sebuah rumah beralamat di jalan Denai Gg. Asahan No.10 Kelurahan Menteng Kecamaan Medan Denai Kota Medan, tidak lama kemduian datang bernama Umi Habibah Hasibuan dan masuk ke dalam rumah tersebut, Suyadi dan Rudiyanto Ginting mendekati, membuka pintu rumah dan ditemukan terdakwa bersama Umi Habibah Hasibuan yang sedang membuang sebuah bungkusan ke atap rumah melalui asbes yang bolong. Selanjutnya Suyadi dan Rudiyanto Ginting meminta Umi Habibah Hasibuan mengambil bungkusan dan memeriksanya ternyata ditemukan 5 (lima) paket kecil Narkotika jenis shabu-shabu. Terdakwa mengakui Narkotika jenis shabu-shabu tersebut miliknya bersama Umi Habibah Hasibuan yang dibeli oleh Umi Habibah Hasibuan dengan menggunakan uang terdakwa sebesar Rp.1.500.000,- dari seorang yang bernama Boneng di jalan Letda Sujono Titi Sewa Kecamatan Medan Tembung pada hari Jumat tanggal 17 Juni 2011 sekitar pukul 14.00 WIB. Narkotika jenis shabu-shabu tersebut telah dipecah menjadi 5 (lima) paket dimana sebanyak 2 (dua) paket milik terdakwa, sementara 3 (tiga) paket lagi milik Umi Habibah Hasibuan yang akan dijual kepada pembeli dan terdakwa tidak memiliki ijin dari pihak yang berwenang.

(30)

paket kecil Narkotika jenis shabu-shabu yang disita dari terdakwa adalah seberat 0,74 gram. Berdasarkan hasil Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Bareskrim Polri Cabang Medan dalam Berita Acara Analisis Laboratorium Barang Bukti tanggal 11 Juni 2011, menyatakan barang bukti berupa 2 (dua) paket kecil Narkotika tersebut adalah jenis shabu-shabu berwarna putih yang mengandung metamfetamina dan terdaftar dalam golongan I nomor urut 61 Lampiran UU Narkotika.98

Terdakwa diputuskan melanggar Pasal 112 ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1) UU Narkoitka.

Terdakwa dituntut melanggar Pasal 114 ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1) UU Narkotika.

Dakwaan kedua: Perbuatan terdakwa sesuai dengan locus delicti di atas

dilakukan dengan cara: “melakukan pemufakatan jahat tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I”. Delik pidana yang dicantumkan dalam dakwaan kedua ini tetap didasarkan penuntut umum pada delik sebagaimana yang telah diuraikan dalam dakwaan pertama, tidak terdapat perbedaan dalam dakwaannya. Terdakwa dituntut melanggar Pasal 112 ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1) UU Narkotika.

99

98

Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Bareskrim Polri Cabang Medan dalam Berita Acara Analisis Laboratorium Barang Bukti Nomor: Lab. 3422/KNF/VII/2011 tertanggal 31 Mei 2011.

99

Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2555/Pid.B/2011/PN-Mdn tertanggal 07 Desember 2011.

Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika menegaskan:

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan

(31)

Pasal 132 ayat (1) UU Narkotika menegaskan:

Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129, pelakunya dipidana dengan pidana penjara yang sama sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut.

Unsur setiap orang menurut Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika, dimaknai atau sama artinya dengan ”barang siapa” dan lebih luas dijabarkan adalah siapa saja orang atau subjek hukum yang melakukan perbuatan pidana dan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya atau tidak ada alasan pemaaf atau penghapusan pidana bagi pelaku. Unsur setiap orang atau barang siapa yang didakwakan penuntut umum terhadap Basirun didasarkan pada pengakuan terdakwa atas identitasnya dan kesaksian dari para saksi bahwa barang bukti tersebut dimiliki oleh Basirun sebagai pelaku tindak pidana Narkotika. Unsur setiap orang atau barang siapa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum sehingga unsur ini sudah terpenuhi.

(32)

Unsur tanpa hak atau melawan hukum karena terdakwa tidak memiliki izin dari pihak yang berwenang dalam hal memiliki atau menyimpan 5 (lima) paket Narkotika jenis shabu-shabu yang disita dari terdakwa seberat 0,74 gram. Izin dimaksud berasal dari Menteri Kesehatan untuk diproduksi oleh industri farmasi, ekspor dan infor perusahaan farmasi negara. Apabila seseorang atau badan hukum tidak memperoleh izin sebagaimana dimaksud tersebut, maka kepemilikan atas Narkotika adalah illegal atau melawan hukum termasuk terdakwa Basirun.

Unsur memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika golongan I bukan tanaman dapat dipertimbangkan dari keterangan saksi-saksi bahwa barang bukti tersebut pada pokoknya dimiliki, disimpan, dikuasai oleh Terdakwa dan Umi Habibah Hasibuan. Tampak dari cara-cara terdakwa untuk menyembunyikan barang bukti Narkotika tersebut dengan melemparkannya ke atap rumah melalui asbes yang bolong dengan maksud untuk menyimpan kemudian diedarkan atau dijual kepada orang lain atau pelanggan.

(33)

alternatif (dakwaan kedua), harus berbeda fakta-fakta yang dikemukakan terkait dengan tindak pidana Narkotika yang dilakukan terdakwa.

4. Kasus Jhon Ferdinand100

Dakwaan pertama, penuntut umum mendakwakan kepada terdakwa Jhon

Ferdinand bahwa terdakwa Jhon Ferdinand pada hari Senin tanggal 15 Agustus 2011, sekitar pukul 11.00 WIB, bertempat di jalan Kenangan/Perwira II Gg. Simaremare Kelurahan Pulo Brayan Bengkel Kecamatan Medan Timur Kota Medan (masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan), secara ”tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan Narkotika Golongan I berupa shabu-shabu seberat 14,5 gram”.

Pada waktu dan tempat tersebut, MF. Hamadi, Ahmad Darmawan, Kelly Wahuyudi, dan Tomy M. Sagala (anggota Polres Medan) mendapat informasi dari masyarakat bahwa di jalan Kenangan/Perwira II Gg. Simaremare Kelurahan Pulo Brayan Bengkel Kecamatan Medan Timur Kota Medan diduga ada seorang laki-laki yang mengedarkan Narkotika, selanjutnya keempat anggota Polres Medan tersebut melakukan penyelidikan kebenaran informasi tersebut ke tempat dimaksud. Ciri-ciri terdakwa telah diketahui sebelumnya oleh anggota Polres Medan dan kemudian mendekati terdakwa langsung menanyakan apakah ada pengedar Narkotika di daerah ini. Terdakwa merasa ketakutan dan langsung menunjukkan Narkotika miliknya kepada anggota Polres Medan yang disimpan disela-sela kedai miliknya berupa 1

100

(34)

(satu) bungkus plastik klip ukuran sedang berisikan Narkotika jenis shabu-shabu dan satu timbangan elektrik.

Terdakwa ternyata membeli Narkotika jenis shabu-shabu tersebut dari seorang yang bernama Kempot pada hari Minggu tanggal 14 Agustus 2011 pukul 02.00 WIB di jalan Dua Kelurahan Pulo Brayan Bengkel Kecamatan Medan Timur seharga Rp.1.000.000,- per gram. Terdakwa membaginya menjadi 20 paket yang rencananya akan dijual seharga Rp.2.000.000,- sehingga dari setiap penjualan terdakwa memperoleh untung sebesar Rp.1.000.000,- dan terdakwa tidak memiliki izin dari pihak yang berwenang.

Berdasarkan Lampiran Berita Acara Penimbangan Barang Bukti Polres Medan tanggal 15 Agustus 2011 bahwa 1 (satu) bungkus plastik klip ukuran sedang berisikan Narkotika jenis shabu-shabu tersebut sebesar 10 (sepuluh) gram dan 95 (sembilan puluh lima) plastik berisikan Narkotika jenis shabu-shabu seberat 4,5 gram sehingga seluruhnya berjumlah 14,5 gram. Berdasarkan hasil Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Bareskrim Polri Cabang Medan dalam Berita Acara Analisis Laboratorium Barang Bukti tanggal 22 Agustus 2011, menyatakan barang bukti tersebut mengandung metamfetamina dan terdaftar dalam golongan I nomor urut 61 Lampiran UU Narkotika.101

101

Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Bareskrim Polri Cabang Medan dalam Berita Acara Analisis Laboratorium Barang Bukti Nomor: Lab. 4245/KNF/VIII/2011 tertanggal 22 Agustus 2011.

(35)

Dakwaan kedua: Dalam dakwaan kedua ini, penuntut umum tetap

mendasarkan dakwaannya sebagaimana fakta-fakta yang disebutkan dalam dakwaan pertama. Penuntut umum menuntut terdakwa dengan Pasal 112 ayat (2) UU Narkotika.

Terdakwa diputuskan melanggar Pasal 112 ayat (2) UU Narkoitka.102

Unsur tanpa hak atau melawan hukum menurut ketentuan ini dimaknai dari fakta-fakta bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi menerangkan bahwa terdakwa Pasal 112 ayat (2) UU Narkotika menegaskan:

Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Apabila ketentuan Pasal 112 ayat (2) UU Narkotika dianalisis maka ada tiga unsur yang tercantum dalam ketentuan ini yaitu: unsur setiap orang; unsur tanpa hak atau melawan hukum; dan unsur memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman. Dalam hal unsur setiap orang yang dimaksud adalah barang siapa baik orang sebagai subjek hukum maupun suatu badan hukum. Dalam hal ini setiap orang atau barang siapa tersebut adalah Jhon Ferdinand yang diakui olehnya sendiri bahwa orang yang tertera dalam identitas tersebut adalah dirinya. Berdasarkan fakta tersebut, maka unsur setiap orang dalam pasal ini telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan menurut hukum.

102

(36)

pada pokoknya tidak memiliki izin dari pihak berwenang sehingg dapat dikatakan bahwa perbuatan terdakwa adalah illegal. Sedangkan unsur memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman dibeli terdakwa dari seseorang yang bernama Kempot dan kemudian disimpannya di sela-sela kedai miliknya, kemudian diterangkan oleh saksi-saksi bahwa barang bukti tersebut akan dijual kembali oleh terdakwa untuk menguntungkan dirinya sendiri. Berdasarkan fakta-fakta ini, maka unsur memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan menurut hukum.

Dalam penanganan kasus terdakwa Jhon Ferdinand, penuntut umum tidak menghadirkan saksi yang dapat meringankan terdakwa. MF. Hamadi, Ahmad Darmawan, Kelly Wahuyudi, dan Tomy M. Sagala adalah saksi-saksi yang berasal dari aparat Polres Medan yang langsung melakukan penangkapan terhadap terdakwa. Tentunya dengan keterangan para saksi-saksi ini tidak mungkin dapat meringankan tuntutan bagi terdakwa.

(37)

5. Kasus M. Syafii103

Dakwaan pertama, penuntut umum mendakwakan dengan pertimbangan

bahwa: terdakwa M. Syafii bersama dengan Dodi pada hari sabtu tanggal 6 Maret 2011 sekitar pukul 19.00 WIB bertempat di Binjai Hotel di jalan Medan-Binjai Km 9 Kecamatan Binjai Utara Kota Madya Binjai yang berada dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Binjai. Oleh karena terdakwa ditahan di Rutan Tanjung Gusta Medan dan saksi-saksi bertempat tinggal dan tugas di Kota Medan, maka berdasarkan Pasal 84 ayat (2) KUHAP Pengadilan Negeri Medan berwenang mengadili perkaranya. Terdakwa dengan tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika golongan I jenis shabu-shabu seberat 15 gram dalam 1 (satu) bungkus plastik klip tembus pandang.104

Bermula pada hari Jumat tanggal 25 Maret 2011 pukul 20.00 WIB ketika terdakwa sedang berada di rumahnya jalan T. Amir Hamzah Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat, Dodi menghubungi handphon jenis Sony Ericson milik terdakwa dengan nomor 081375704805, menawarkan untuk sebagai perantara menjual Narkotika jenis shabu-shabu kepada seseorang yang berada di dalam kamar Binjai Hotel. Pada hari Sabtu tanggal 26 Maret 2011 pukul 17.00 WIB terdakwa menemui Dodi untuk mengambil barang tersebut yang akan diantarkan kepada seseorang yang berada di dalam kamar Binjai Hotel. Dodi menyerahkan kepada terdakwa Narkotika

103

Surat Dakwaan No. Reg. Perkara: PDM-847/N.2.10.3/Ep.2/MDN/05/11/2011.

104

(38)

golongan I jenis shabu-shabu seberat 15 gram dalam 1 (satu) bungkus plastik klip tembus pandang yang akan dijual seharga Rp.15.000.000,- kepada seseorang yang berada di kamar nomor 236 Binjai Hotel.

Terdakwa menjumpai orang pemesan di kamar nomor 236 Binjai Hotel ternyata orang yang di dalam kamar tersebut adalah Polisi (AB Manurung dan Eko Setiawan) langsung menangkap terdakwa dan dibawa ke Polda Sumut beserta barang bukti Narkotika golongan I jenis shabu-shabu seberat 15 gram dalam 1 (satu) bungkus plastik klip tembus pandang dan handphon jenis Sony Ercison dengan nomor 081375704805 untuk diproses.

Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Analisis Laboratorium Barang Bukti Narkotika, Puslabfor Bareskrim Polri Cabang Medan yang dibuat dan ditanda tangani oleh Kasmina Ginting dan Debora M. Hutagaol, menerangkan bahwa barang bukti Narkotika tersebut mengandung metamfetamina dan terdaftar dalam golongan I nomor urut 61 pada Lampiran UU Narkotika.105

105

Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Bareskrim Polri Cabang Medan dalam Berita Acara Analisis Laboratorium Barang Bukti Nomor: Lab. 1460/KNF/III/2011 tertanggal 01 April 2011.

Terdakwa dituntut melanggar Pasal 114 ayat (2) UU Narkotika.

Dakwaan kedua: Dalam dakwaan kedua ini, penuntut umum tetap

(39)

Terdakwa diputuskan oleh Hakim yang bersidang di Pengadilan Negeri Medan berdasarkan dakwaan penuntut umum dalam dakwaan pertama yaitu melanggar Pasal 114 ayat (2) UU Narkotika, yang menegaskan:

Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Unsur-unsur yang tercantuk dalam Pasal 114 ayat (2) UU Narkotika di atas adalah: unsur barang siapa; unsur tenpa hak atau melawan hukum; dan unsur menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam hal jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika golongan I. Dalam hal unsur barang siapa mencakup setiap orang atau badan hukum yang termasuk sebagai subjek hukum. Subjek hukum orang dalam kasus ini adalah M. Syafii yang menurut keterangan saksi-saksi bahwa terdakwa dalam perkara ini menunjukkan dan mengakui identitas dirinya telah melakukan tindak pidana.

(40)

menginsyafi bahwa Narkotika jenis shabu-shabu tersebut adalah barang yang dilarang oleh undang-undang. Para saksi menerangkan bahwa ketika melakukan penyelidikan, posisi terdakwa adalah sebagai perantara, penjual, menyerahkan Narkotika golongan I jenis shabu-shabu tersebut. Dengan demikian ketiga unsur ini telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan menurut hukum.

Hal yang menarik dari kelima contoh kasus yang diuraikan di atas terkait dengan kepastian barang bukti yang diserahkan oleh pihak Kepolisian (Penyidik) kepada Kejaksaan (Penuntut Umum). Bahwa penerimaan tersangka khususnya barang bukti dari pihak Kepolisian sudah disegel oleh Penyidik dan tidak boleh dibuka oleh pihak Kejaksaan untuk memastikan benar atau tidak dalam kemasan itu adalah barang bukti Narkotika yang dimaksud. Alasan dilarang dibuka karena barang bukti Narkotika tertentu dapat menguap ke udara sehingga beratnya dapat berkurang dari yang telah dicantumkan dalam Berita Acara Pemeriksaan dari penyidik.

Sementara di sisi lain, pihak Kejaksaan (Penuntut Umum) perlu untuk memastikan kebenaran barang bukti Narkotika dimaksud karena berat barang bukti Narkotika yang didakwakan dikhawatirkan dalam persidangan nantinya berubah beratnya sesudah ditimbang di labkrim Poldasu, akibatnya berdampak pada keabsahan dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

(41)

penuntutan. Seharusnya dalam melaksanakan penelitian barang bukti Narkotika di labkrim Poldasu, pihak dari Kejaksaan harus turut serta menyaksikan secara bersama-sama dengan pihak penyidik, tetapi hal ini jarang dilaksanakan bahkan tidak pernah dilaksanakan.

Selanjutnya dalam tuntutan JPU terhadap kelima kasus tersebut di atas terdapat suatu kejanggalan bahwa penuntut umum tidak menentukan fakta-fakta yang berbeda antara fakta-fakta yang disebutkan dalam dakwaan pertama dan dakwaan kedua. Seharusnya jika dalam membuat dakwaan alternatif, penuntut umum harus menentukan fakta lain yang berbeda dengan sebelumnya sehingga tampak dengan jelas dasar hukum untuk mencantumkan pasal-pasal dalam dakwaan tersebut. Undang-undang tidak menentukan format dakwaan seperti ini melainkan bahwa undang-undang mengenal dakwaan berlapis yang pada intinya dalam dakwaan berlapis harus dapat dibedakan fakta-fakta yang mendasari dakwaan berlapis tersebut.

Dakwaan berlapis bisa diterapkan untuk tindak pidana dalam bentuk perbarengan atau yang disebut dengan samenloop atau concurcus. Adami Chazawi, mengatakan perbarengan adalah terjadinya dua atau lebih tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang.106

106

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana: Penafsiran Hukum Pidana, Dasar

Pemidanaan, Pemberatan & Peringanan, Kejahatan Aduan, Perbarengan & Ajaran Kausalitas,

(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), hal. 109.

(42)

dilakukan oleh satu orang atau beberapa orang.107

Dua atau lebih tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang di mana tindak pidana yang dilakukan pertama kali belum dijatuhi pidana, atau antara tindak pidana yang awal dengan tindak pidana berikutnya belum dibatasi oleh suatu putusan hakim. Pada pengulangan juga terdapat lebih dari satu tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang tetapi perbedaan pokoknya adalah bahwa pada pengulangan tindka pidana yang dilakukan pertama atau lebih awal telah diputus oleh hakim dengan memidana pada si pembuat, bahkan telah dijalanainya baik sebahagian atau seluruhnya, sedangkan pada perbarengan syarat seperti pada pengulangan tidaklah diperlukan.

Perbarengan dapat dilakukan oleh satu orang pelaku dan dapat pula dilakukan lebih dari satu orang pelaku. Tetapi perbarengan dapat pula dilakukan secara bersamaan dengan penyertaan.

108

107

E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya”, (Jakarta: Storia Grafika, 2002), hal. 391, dan hal. 336. Perbarengan (samenloop) ini kebalikan dari penyertaan (deelneming).

108

Adami Chazawi, Op. Cit., hal. 109.

(43)

Dalam perbarengan beberapa tindak pidana masing-masing dipandang sebagai tindakan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, dijatuhkan masing-masing pidana tersebut namun jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana terberat ditambah sepertiga. Jika dikaitkan dengan tuntutan jaksa pada kelima contoh kasus di atas, jelas bukan merupakan perbuatan perbarengan karena tindak pidana dalam perbarengan berdiri sendiri.109

Tindak pidana narkotika sebagaimana yang dituntutkan oleh Kejaksaan dalam tuntutannya dilakukan oleh satu orang pelaku untuk satu jenis tindak pidana yaitu tindak pidana narkotika. Tetapi dalam parkteknya dakwaan berlapis cenderung diterapkan untuk satu orang pelaku melakukan perbuatan mengkomsumsi atau mengedarkan atau memproduksi, atau menanam, dan lain-lain. Hal demikian dilakukan agar hakim lebih cermat mempertimbangkan dalam putusannya pasal mana yang paling tepat dinyatakan bersalah kepada pelaku.

109

Referensi

Dokumen terkait

Adapun dasar pertimbangan hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara menentukan tinggi rendahnya tuntutan pidana Penuntut Umum terhadap perkara tindak pidana Narkotika dan

Hasil penelitian inidiharapkan dapat berguna untuk memperkaya kajian ilmu hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan peran Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Gunung

Penuntut umum juga tidak melihat fakta- fakta diluar persidangan yang terjadi, sehingga dakwaan Penuntut Umum hanya menjerat terdakwa dengan Pasal 351 ayat (1)

Bahwa Terdakwa FI diajukan ke muka persidangan dalam perkara ini dengan su rat “Dakwaan Tunggal” oleh Jaksa Penuntut Umum yaitu Pasal 284 Ayat (1) ke-1a KUHP, dan

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan persidangan dikaitkan dengan pembuktian unsur dakwaan, maka menurut Jaksa Penuntut Umum

Menimbang, bahwa Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang berbentuk alternatif, sehingga Majelis Hakim dengan memperhatikan fakta-fakta hukum

Menimbang, bahwa Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang berbentuk alternatif, sehingga Majelis Hakim dengan memperhatikan fakta- fakta hukum

Menimbang, bahwa terdakwa telah didakwa oleh jaksa penuntut umum dengan dakwaan yang berbentuk alternatif, sehingga majelis hakim dengan memperhatikan fakta-fakta hukum tersebut di atas