• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Perawatan Payudara Dan Kebiasaan Makan Dengan Kelancaran Produksi Asi Di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Perawatan Payudara Dan Kebiasaan Makan Dengan Kelancaran Produksi Asi Di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2015"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman lain. ASI Eksklusif diberikan sampai 6 bulan pertama kehidupan. Manfaat dari pemberian ASI eksklusif bagi bayi adalah sebagai makanan dengan kandungan gizi yang paling sesuai untuk kebutuhan bayi, melindungi dari berbagai infeksi dan memberikan hubungan kasih sayang yang mendukung semua aspek perkembangan bayi, termasuk kesehatan dan kecerdasan bayi. Bagi ibu, memberikan ASI secara eksklusif dapat mengurangi perdarahan pada saat persalinan, menunda kesuburan dan meringankan beban ekonomi (Roesli, 2013).

Banyak keuntungan yang dapat diperoleh terutama untuk kesehatan dan perkembangan bayi ketika ia tetap diberi ASI sampai bayi berusia 6 bulan. Sebagian besar wanita di Inggris berkeinginan untuk menyusui bayinya dan sudah banyak memulainya, namun setelah 2 minggu pertama jumlah wanita yang menyusui menurun dengan cepat. Alasan mereka tidak melanjutkan menyusui adalah karena nyeri, pembengkakan payudara dan puting yang luka. Serta merasa cemas jika jumlah ASI mereka tidak mencukupi. Jika nyeri payudara bukan menjadi penyebab wanita menghentikan pemberian ASI, mungkin ketidaknyamanan yang menyebabkan dan dapat berlangsung selama beberapa minggu (Handerson, 2011).

(2)

Suatu hasil penelitian di Ghana yang diterbitkan oleh jurnal pediatrics menunjukkan bahwa 16% kematian bayi dapat dicegah melalui pemberian ASI pada bayi sejak hari pertama dari kelahirannya. Dari 42 negara menunjukkan bahwa ASI ekslusif memiliki dampak terbesar terhadap penurunan angka kematian balita, yaitu 13% dibanding intervensi kesehatan masyarakat lainnya (Roesli, 2013).

Berdasarkan hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia sebesar 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini masih di bawah target Millenium Development Goals (MDG’s), yaitu 23 per 1.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2013). Usaha dalam mencapai target penurunan AKB, dapat dilakukan dengan cara pemberian ASI Eksklusif. Pemberian ASI Eksklusif dapat menekan AKB dan mengurangi 30.000 kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian bayi di dunia melalui pemberian ASI Eksklusif selama enam bulan sejak jam pertama kelahirannya tanpa memberikan makanan dan minuman tambahan kepada bayi (Siregar, 2010). Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, menunjukkan angka cakupan ASI eksklusif di Indonesia pada bayi umur 0-6 bulan hanya 27 %. Angka cakupan tersebut masih sangat rendah namun setidaknya telah mengalami peningkatan dibandingkan dengan hasil SDKI 2007 yaitu 17 %, (SDKI, 2012).

(3)

fasilitas pelayanan kesehatan wajib melakakukan inisiasi menyusu dini (IMD) terhadap bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat selama 1 jam. Inisiasi menyusu dini (IMD ) sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengan cara meletakkan bayi secara tengkurap di dada ibu atau di perut ibu sehingga kulit bayi melekat di kulit ibu.

Peran Millenium Devolepment Goals (MDGs) dalam pencapaian IMD, yaitu IMD dapat meningkatkan keberhasilan ASI eksklusif dan lama menyusui maka akan membantu mengurangi kemiskinan, membantu mengurangi kelaparan karena ASI dapat memenuhi kebutuhan makanan bayi sampai usia dua tahun, membantu mengurangi angka kematian anak balita. Pemberian ASI dikenal sebagai salah satu hal yang berpengaruh paling kuat terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak (Anik, 2012).

Berdasarkan penelitian Mashudi, (2012) yang berjudul inisiasi menyusu dini awal keberhasilan ASI Eksklusif menerangkan, bahwa bayi yang begitu lahir dilakukan teknik IMD pada usia 50 menit mampu menyusu lebih baik, sedangkan bayi yang tidak dilakukan teknik IMD pada usia yang sama 50% tidak dapat menyusu dengan baik. Pada usia enam bulan dan setahun, bayi yang diberi kesempatan menyusu dini, hasilnya 59 % dan 38% yang masih disusui. Sedangkan bayi yang tidak diberi kesempatan menyusu dini pada usia yang sama tinggal 29 % dan 8 % yang masih disusui.

(4)

ibu-ibu antara lain, ibu merasa air susunya tidak cukup dan tidak keluar pada hari-hari pertama kelahiran bayi, hal ini disebabkan karena kurang percaya diri bahwa air susunya cukup untuk bayi dan kurangnya informasi tentang cara-cara menyusui yang baik dan benar. Didaerah pedesaan pada umumnya ibu menyusui, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh kebiasaan kurang baik, yaitu memberikan makanan atau minuman untuk mengganti air susu apabila belum keluar pada hari pertama kelahiran. Kebiasaan ini dapat membahayakan kesehatan bayi dan kurangnya kesempatan untuk merangsang produksi air susu ibu sedini mungkin melalui isapan pada payudara ibu (Depkes RI, 2010).

Masalah yang sering dikeluhkan oleh para ibu adalah produksi ASI yang kurang, padahal ASI diproduksi berdasarkan kebutuhan bayi. Posisi bayi pada payudara ibu saat menyusui adalah faktor yang harus diperhatikan agar proses menyusui berhasil karena bayi mempunyai refleks alami menghisap puting susu yang akan merangsang produksi ASI. Semakin sering bayi menyusu, payudara akan memproduksi ASI lebih banyak. Produksi ASI selalu berkesinambungan, setelah payudara disusukan, maka payudara akan terasa kosong dan melunak. Idealnya bayi secepatnya disusui pada jam-jam pertama setelah lahir saat refleks menghisapnya paling kuat. Hal tersebut yang dikenal dengan Inisiasi Menyusu Dini, (Roesli, 2013)

(5)

ada kecendrungan untuk kembali memberikan ASI, khususnya diantara wanita kelas menengah, dan sekarang sekitar 75% wanita mulai menyusui bayinya, dan 35% masih menyusui 3 bulan kemudian (Handerson, 2011).

Peraturan Pemerintah (PP) No.33/2012 mengenai Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif disahkan pada 1 Maret 2012. PP itu lahir sebagai jaminan pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan sumber makanan terbaik (ASI) sejak dilahirkan sampai berusia enam bulan. Dalam pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif itu, bayi hanya mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI), tanpa menambah dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain.

Pemberian ASI di Indonesia saat ini memprihatinkan, hal ini di sebabkan kesadaran masyarakat dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah. Pencapaian 6 bulan ASI eksklusif bergantung pada keberhasilan inisiasi menyusu dini dalam satu jam pertama (Depkes, 2011). Data Riskesdas tahun 2013, menunjukkan persentasi pemberian ASI eksklusif berdasarkan usia bayi yaitu bayi Usia 0 bulan 52,7%, Usia 1 bulan 48,7%, Usia 2 bulan 46%, Usia 3 bulan 42,2%, Usia 4 bulan 41,9%, Usia 5 bulan 36,6%, dan Usia 6 bulan 30,2%.

(6)

kelompok ibu yang melakukan perawatan payudara yang berjumlah 65 orang (Surrinah, 2010).

Perawatan payudara adalah merawat payudara semenjak hamil sampai masa nifas, selain akan menjaga bentuk payudara juga akan memperlancar keluarnya air susu ibu. Dengan dilakukannya perawatan payudara pada ibu diharapkan puting susu calon ibu dalam keadaan bersih, alveoli terbuka, puting menonjol, melenturkan dan menguatkan puting susu sehingga ASI yang dikeluarkan akan mencukupi kebutuhan bayi, serta masalah-masalah yang dapat menghambat proses pemberian ASI dapat dihindarkan (Fitri, 2011).

Perawatan payudara setelah melahirkan bertujuan agar payudara senantiasa bersih dan mudah untuk dihisap oleh bayi. Perawatan payudara juga dapat membantu memperlancar pengeluaran ASI. Banyak ibu yang mengeluhkan bayinya tidak mau menyusu, bisa jadi ini disebabkan faktor teknis seperti puting susu yang masuk ke dalam, lecet atau iritasi, atau posisi yang salah sehingga ibu enggan untuk menyusui terutama pada primi. Hal ini dapat menyebabkan ibu memberikan susu formula atau makanan pengganti. Tentunya, selain faktor teknis ini, air susu ibu juga dipengaruhi asupan nutrisi dan kondisi psikologis ibu. (Kustini, 2011).

(7)

jauh dari rata – rata dunia, yaitu 38%. Sementara itu saat ini jumlah bayi dibawah 6 bulan yang di beri susu formula meningkat dari 16,7% pada tahun 2007 menjadi 27,9% pada tahun 2012. (Krisnatuti, 2011).

Masalah yang dapat di timbulkan dari ibu menyusui adalah produksi ASI yang tidak maksimal, sehingga banyak bayi yang kebutuhan nutrisinya kurang karena ibu tidak dapat memberikan ASI maksimal yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi bayi. Salah satu penyebab produksi ASI tidak maksimal disebabkan karena asupan nutrisi ibu yang kurang baik, menu makanan yang tidak seimbang dan juga mengkonsumsi makanan yang kurang teratur sehingga produksi ASI tidak mencukupi untuk diberikan pada bayi. Dengan demikian bayi yang tidak mendapatkan ASI yang optimal akan mudah jatuh sakit karena antibody di dalam tubuh bayi yang belum terbentuk dengan sempurna dan optimal. (Krisnatuti, 2011).

Makanan yang dikonsumsi pada masa nifas harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya makan yang mengandung sumber tenaga (energi), sumber pembangun (protein), sumber pengatur dan pelindung (mineral, vitamin dan air). Makanan yang dikonsumsi berguna untuk melakukan aktifitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses memproduksi Air Susu Ibu (ASI) serta sebagai ASI itu sendiri yang akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Pemenuhan gizi pada masa nifas bisa dilakukan dengan pengaturan pola makan atau diet (Waryana, 2010).

(8)

dibutuhkan per-hari 500 kalori dan dapat ditingkatkan sampai 2700 kalori. Asupan cairan per-hari ditingkatkan sampai 3000 ml dengan asupan susu 1000 ml. Suplemen zat besi dapat diberikan kepada ibu nifas selama 4 minggu pertama setelah kelahiran. Gizi ibu nifas dibutuhkan untuk memproduksi ASI dan memulihkan kesehatan ibu (Bahiyatun, 2010).

Pemberian ASI Eksklusif telah terbukti memberikan dampak yang lebih baik terhadap pertumbuhan kesehatan, perkembangan, dan semua dampak jangka pendek maupun panjang (Lestari, 2010). Mengingat pentingnya pemberian ASI Eksklusif bagi tumbuh kembang yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasannya, maka perlu perhatian agar dapat terlaksana dengan benar. Kunci utama untuk memulai produksi ASI dengan sukses adalah membuat bayi mengisap payudara secara sering dan teratur, berdasarkan kebutuhan dan dengan posisi yang benar. Bebebrapa faktor yang mempengaruhi kelancaran produksi ASI yaitu rangsangan otot-otot (perawatan payudara), keteraturan bayi mengisap, keadaan ibu, makanan dan istrahat ibu (Sunarsiah, 2010).

(9)

Pematang Siantar (46%), Nias Utara (49,1%) dan Nias Selatan (49,9%). Terdapat 5 Kabupaten/Kota dengan pencapaian > 10% yaitu Nias (7,7%), Medan (7,6%), Humbang Hasundutan (7,3%), Tanjung Balai (4,3%) dan Nias Barat (2%).

(10)

orang ibu lagi mengatakan jika ASI sedikit yang keluar maka diberi makanan tambahan seperti susu formula.

Berdasarkan data di atas maka dilakukan penelitian tentang apakah ada hubungan perawatan payudara dan kebiasaan makan dengan kelancaran produksi ASI pada ibu masa nifas di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2015.

1.2 Permasalahan

Banyak ibu nifas yang ASInya tidak lancar di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2015, yang diduga berhubungan dengan perawatan payudara dan kebiasaan makan.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perawatan payudara dan kebiasaan makan dengan kelancaran produksi ASI pada ibu masa nifas di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2015.

1.4 Hipotesis

(11)

1. Ada hubungan perawatan payudara dengan kelancaran produksi ASI pada ibu masa nifas di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2015.

2. Ada hubungan kebiasaan makan dengan kelancaran produksi ASI pada ibu masa nifas di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2015.

1.5 Manfaat Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Data sekunder dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen mengenai perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan keuangan desa Kunir Kidul kecamatan Kunir kabupaten

‘I always thought He’d have better things to do with His time than watch over me,’ said Lanna. There was a

mengadakan pelatihan pembuatan masker dan hand sanitizer serta pemasaran, pada program ini diharapkan masyarakat khususnya ibu-ibu dan remaja putri di lingkungan

Di tengah keterpurukan praktik berhukum di negara Indonesia yang mewujud dalam berbagai realitas ketidakadilan hukum, terutama yang menimpa kelompok

Untuk itu, dalam melakukan aktiviti harian, penerapan elemen kecekapan tenaga dapat dilakukan dengan mengamalkan budaya penjimatan penggunaan tenaga

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak hukum dari anak-anak yang menjadi narapidana di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas

Membedakan konsep sistem persamaan tiga variabel metode substitusi, metode gabungan, dan metode determinasi dan mampu menerapkan berbagai strategi yang efektif dalam

untuk melatihkan kemampuan berpikir kreatif pada materi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan kelas XII SMA dinyatakan sangat valid secara empiris dengan memperoleh persentase