• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Wanprestasi Perjanjian Kerjasama di Bidang Pendistribusian antara PT. Lafarge Cement Indonesia dengan Perusahaan Distributor (Studi PT. Lafarge Cement Indonesia)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyelesaian Wanprestasi Perjanjian Kerjasama di Bidang Pendistribusian antara PT. Lafarge Cement Indonesia dengan Perusahaan Distributor (Studi PT. Lafarge Cement Indonesia)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

1. Pengertian dan syarat perjanjian

Pasal 1313 KUHPerdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan

mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau

lebih. Pasal ini menerangkan secara sederhana tentang pengertian perjanjian yang

menggambarkan tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri.9

Perjanjian merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji

untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Selain itu, kontrak dan perjanjian

mempunyai makna yang sama karena dalam KUHPerdata hanya dikenal perikatan

yang lahir dari perjanjian dan yang lahir dari undang-undang atau yang secara

lengkap dapat diuraikan sebagai berikut: “Perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang, perikatan yang bersumber dari undang-undang dibagi dua, yaitu

dari undang-undang saja dan dari undang-undang karena perbuatan manusia.

Selanjutnya, perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia

dapat dibagi dua, yaitu perbuatan yang sesuai hukum dan perbuatan yang

melanggar hukum.10

Perjanjian (kontrak) adalah hubungan hukum antara subjek hukum satu

dengan subjek hukum lain dalam bidang harta kekayaan. Subjek hukum yang satu

9Ahmadi Miru & Sakka Pati, Hukum Perikatan (Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai

1456 KUH PERDATA), (Rajawali Pers, Jakarta, 2011), hal. 6.

10

(2)

berhak atas prestasi dan begitu pula subjek hukum yang lain berkewajiban untuk

melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.”11

Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat

a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

c. suatu hal tertentu;

d. suatu sebab yang halal

Suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu bisa dikatakan

sebagai suatu perjanjian yang sah dan sebagai akibatnya, perjanjian tersebut akan

mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena

itu, agar keberadaan suatu perjanjian diakui oleh undang-undang, haruslah sesuai

dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang.Syarat sah

perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang akan diuraikan lebih lanjut

sebagai berikut :

1) Kesepakatan

Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu

kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, baik

dengan tertulis maupun secara tidak tertulis. Dikatakan tidak tertulis,

bukan lisan karena perjanjian dapat saja terjadi dengan cara tidak

tertulis dan juga tidak lisan, tetapi bahkan hanya dengan simbol-simbol

atau dengan cara lainnya yang tidak secara lisan, namun yang paling

penting adalah adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran

tersebut. Cara-cara untuk terjadinya penawaran dan penerimaan dapat

(3)

dilakukan secara tegas maupun dengan tidak tegas, yang penting dapat

dipahami atau dimengerti oleh para pihak bahwa telah terjadi

penawaran dan penerimaan.12

2) Kecakapan

Kecakapan adalah kemampuan menurut hukum untuk melakukan

perbuatan hukum (perjanjian). Kecakapan ini ditandai dengan

dicapainya umur 21 tahun atau telah menikah (walaupun usianya belum

mencapai 21 tahun). 13

3) Suatu hal tertentu

Mengenai hal tertentu, sebagai syarat ketiga untuk sahnya perjanjian ini

menerangkan tentang harus adanya objek perjanjian yang jelas. Jadi

suatu perjanjian tidak bisa dilakukan tanpa objek yang tertentu.14

4) Suatu sebab yang halal

Kata halal di sini bukan dengan maksud untuk memperlawankan

dengan kata haram dalam hukum Islam, tetapi yang dimaksudkan di

sini adalah bahwa isi perjanjian tersebut tidak dapat bertentangan

dengan undang-undang kesusilaan dan ketertiban umum.15

2. Jenis-jenis dan asas-asas perjanjian

Menurut Sutarno, perjanjian dapat dibedakan menjadi beberapa jenis

yaitu:16

12 Ahmadi Miru. Op.Cit, hal 14

13 Ahmadi Miru dan Sakka Pati. Op.Cit, hal 68 14 Ibid

15

Ibid. hal 69

(4)

a. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak

dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian. Misalnya

perjanjian jual beli Pasal 1457 KUHPerdata dan perjanjian sewa menyewa

Pasal 1548 KUHPerdata. Dalam perjanjian jual beli hak dan kewajiban ada di

kedua belah pihak. Pihak penjual berkewajiban menyerahkan barang yang

dijual dan berhak mendapat pembayaran dan pihak pembeli berkewajiban

membayar dan hak menerima barangnya.

b. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan

kewajiban pada salah satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah. Dalam hibah

ini kewajiban hanya ada pada orang yang menghibahkan yaitu memberikan

barang yang dihibahkan sedangkan penerima hibah tidak mempunyai

kewajiban apapun. Penerima hibah hanya berhak menerima barang yang

dihibahkan tanpa berkewajiban apapun kepada orang yang menghibahkan.

c. Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi

keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah (schenking) dan pinjam

pakai Pasal 1666 dan 1740 KUHPerdata.

d. Perjanjian konsensuil, riil dan formil. Perjanjian konsensuil adalah perjanjian

yang dianggap sah apabila telah terjadi kesepakatan antara pihak yang

membuat perjanjian. Perjanjian riil adalah perjanjian yang memerlukan kata

sepakat tetapi barangnya harus diserahkan. Misalnya perjanjian penitipan

barang Pasal 1741 KUHPerdata dan perjanjian pinjam mengganti Pasal 1754

KUHPerdata. Perjanjian formil adalah perjanjian yang memerlukan kata

sepakat tetapi undang-undang mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat

(5)

umum notaris atau PPAT. Misalnya jual beli tanah, undang-undang

menentukan akta jual beli harus dibuat dengan akta PPAT, perjanjian

perkawinan dibuat dengan akta notaris.

e. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama Perjanjian

bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur dengan ketentuan

khusus dalam KUHPerdata Buku ke tiga Bab V sampai dengan Bab XVIII.

Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain. Perjanjian

tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam

undang-undang. Misalnya perjanjian leasing, perjanjian keagenan dan distributor,

perjanjian kredit.

Salim H.S. memaparkan jenis perjanjian dengan cara yang sedikit berbeda

dibandingkan dengan para sarjana di atas. Salim H.S di dalam bukunya

menyebutkan bahwa jenis kontrak atau perjanjian adalah: 17

1. Kontrak menurut sumber hukumnya kontrak berdasarkan sumber hukumnya

merupakan penggolongan kontrak yang didasarkan pada tempat kontrak itu

ditemukan. Perjanjian (kontrak) dibagi jenisnya menjadi lima macam, yaitu:

(a) Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya

perkawinan;

(b) Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan

dengan peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik;

(c) Perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban;

(d) Perjanjian yang bersumber dari hukum acara, yang disebut dengan

bewijsovereenkomst;

(6)

(e) Perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan publie

ckrechtelijke overeenkomst.

2. Kontrak menurut namanya

Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di

dalam Pasal 1319 KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW. Di dalam Pasal 1319

KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW hanya disebutkan dua macam kontrak

menurut namanya, yaitu kontrak nominaat (bernama) dan kontrak innominaat

(tidak bernama). Kontrak nominnat adalah kontrak yang dikenal dalam

KUHPerdata. Yang termasuk dalam kontrak nominaat adalah jual beli, tukar

menukar, sewa menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam

pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian.

Sedangkan kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan

berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum dikenal dalam

KUHPerdata. Yang termasuk dalam kontrak innominat adalah leasing, beli sewa,

franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, keagenan, production

sharing, dan lain-lain. Namun, Vollmar mengemukakan kontrak jenis yang ketiga

antara bernama dan tidak bernama, yaitu kontrak campuran. Kontrak campuran

yaitu kontrak atau perjanjian yang tidak hanya diliputi oleh ajaran umum (tentang

perjanjian) sebagaimana yang terdapat dalam title I, II, dan IV karena kekhilafan,

title yang terakhir ini (title IV) tidak disebut oleh Pasal 1355 NBW, tetapi terdapat

hal mana juga ada ketentuan-ketentuan khusus untuk sebagian menyimpang dari

ketentuan umum. Contoh kontrak campuran, pengusaha sewa rumah penginapan

(hotel) menyewakan kamar-kamar (sewa menyewa), tetapi juga menyediakan

(7)

jasa-jasa). Kontrak campuran disebut juga dengan contractus sui generis, yaitu

ketentuan-ketentuan yang mengenai perjanjian khusus paling banter dapat

diterapkan secara analogi (Arrest HR 10 Desember 1936) atau orang menerapkan

teori absorpsi (absorptietheorie), artinya diterapkanlah peraturan

perundang-undangan dari perjanjian, dalam peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa yang

paling menonjol, sedangkan dalam tahun 1947 Hoge Raad menyatakan diri (HR,

21 Februari 1947) secara tegas sebagai penganut teori kombinasi.

3. Kontrak menurut bentuknya

Di dalam KUHPerdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk

kontrak. Namun apabila ditelaah berbagai ketentuan yang tercantum dalam

KUHPerdata maka kontrak menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua macam,

yaitu kontrak lisan dan tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak atau perjanjian yang

dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak (Pasal

1320 KUHPerdata). Dengan adanya konsensus maka perjanjian ini telah terjadi.

Termasuk dalam golongan ini adalah perjanjian konsensual dan riil. Pembedaan

ini diilhami dari hukum Romawi. Dalam hukum Romawi, tidak hanya

memerlukan adanya kata sepakat, tetapi perlu diucapkan kata-kata dengan yang

suci dan juga harus didasarkan atas penyerahkan nyata dari suatu benda.

Perjanjian konsensuil adalah suatu perjanjian terjadi apabila ada kesepakatan para

pihak. Sedangkan perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan

dilaksanakan secara nyata.

Kontrak tertulis merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam

bentuk tulisan. Hal ini dapat dilihat pada perjanjian hibah yang harus dilakukan

(8)

macam, yaitu dalam bentuk akta di bawah tangan dan akta autentik. Akta autentik

terdiri dari akta pejabat dan akta para pihak. Akta yang dibuat oleh notaris itu

merupakan akta pejabat. Contohnya, berita acara Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS) dalam sebuah PT. Akta yang dibuat di hadapan notaris merupakan akta

yang dibuat oleh para pihak dihadapan notaris. Di samping itu, dikenal juga

pembagian menurut bentuknya yang lain, yaitu perjanjian standar. Perjanjian

standar merupakan perjanjian yang telah dituangkan dalam bentuk formulir.

4. Kontrak Timbal Balik

Penggolongan ini dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Kontrak

timbal balik merupakan perjanjian yang dilakukan para pihak menimbulkan hak

dan kewajiban-kewajiban pokok seperti pada jual beli dan sewa-menyewa.

Perjanjian timbal balik ini dibagi menjadi dua macam, yaitu timbal balik tidak

sempurna dan yang sepihak.

(a) Kontak timbal balik tidak sempurna menimbulkan kewajiban pokok bagi

satu pihak, sedangkan lainnya wajib melakukan sesuatu. Di sini tampak

ada prestasi-prestasi seimbang satu sama lain. Misalnya, si penerima pesan

senantiasa berkewajiban untuk melaksanakan pesan yang dikenakan atas

pundaknya oleh orang pemberi pesan. Apabila si penerima pesan dalam

melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut telah mengeluarkan

biaya-biaya atau olehnya telah diperjanjikan upah, maka pemberi pesan harus

menggantinya.

(b) Perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang selalu menimbulkan

(9)

perjanjian pinjam mengganti. Pentingnya pembedaan di sini adalah dalam

rangka pembubaran perjanjian.

5. Perjanjian cuma-cuma atau dengan alas hak yang membebani penggolongan

ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi dari

pihak lainnya. Perjanjian cuma-cuma merupakan perjanjian, yang menurut

hukum hanyalah menimbulkan keuntungan bagi salah satu pihak. Contohnya,

hadiah dan pinjam pakai. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang

membebani merupakan perjanjian, di samping prestasi pihak yang satu

senantiasa ada prestasi (kontrak) dari pihak lain, yang menurut hukum saling

berkaitan.

6. Perjanjian berdasarkan sifatnya penggolongan ini didasarkan pada hak

kebendaan dan kewajiban yang ditimbulkan dari adanya perjanjian tersebut.

Perjanjian menurut sifatnya dibagi menjadi dua macam, yaitu perjanjian

kebendaan (zakelijke overeenkomst) dan perjanjian obligatoir. Perjanjian

kebendaan adalah suatu perjanjian, yang ditimbulkan hak kebendaan, diubah

atau dilenyapkan, hal demikian untuk memenuhi perikatan. Contoh perjanjian

ini adalah perjanjian pembebanan jaminan dan penyerahan hak milik.

Sedangkan perjanjian obligatoir merupakan perjanjian yang menimbulkan

kewajiban dari para pihak. Disamping itu, dikenal juga jenis perjanjian dari

sifatnya, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok

merupakan perjanjian yang utama, yaitu perjanjian pinjam meminjam uang,

baik kepada individu maupun pada lembaga perbankan. Sedangkan perjanjian

accesoir merupakan perjanjian tambahan, seperti perjanjian pembebanan hak

(10)

7. Perjanjian dari aspek larangannya.

Penggolongan perjanjian berdasarkan larangannya merupakan penggolongan

perjanjian dari aspek tidak diperkenankannya para pihak untuk membuat

perjanjian yang bertentang dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban

umum. Ini disebabkan perjanjian itu mengandung praktik monopoli dan atau

persaingan usaha tidak sehat. Di dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, perjanjian

yang dilarang dibagi menjadi tiga belas jenis, antara lain :

(a) Perjanjian oligopoli, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha

dengan pelaku usaha lainnya untuk secara bersama melakukan penguasaan

produksi dan atau pemasaran barang atau jasa. Perjanjian ini dapat

mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak

sehat.

(b) Perjanjian penetapan harga, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku

usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu

barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggaran

pada pasar yang bersangkutan sama. Pengecualian dari ketentuan ini

adalah:

1.1.Suatu perjanjian yang dibuat usaha patungan, dan

1.2.Suatu perjanjian yang didasarkan pada undang-undang yang berlaku.

(c) Perjanjian dengan harga berbeda, yaitu perjanjian yang dibuat antara

pelaku-pelaku usaha yang mengakibatkan pembeli yang satu harus

membayar dengan harga berbeda dari harga yang harus dibayar oleh

(11)

(d) Perjanjian dengan harga di bawah harga pasar, yaitu perjanjian yang

dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk

menetapkan harga yang berada di bawah harga pasar, perjanjian ini dapat

mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

(e) Perjanjian yang memuat persyaratan, yaitu perjanjian yang dibuat antara

pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya yang memuat persyaratan

bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok

kembali barang dan atau jasa yang diterimanya. Tindakan ini dilakukan

dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan

sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

(f) Perjanjian pembagian wilayah, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku

usaha dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi

wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.

Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau

persaingan tidak sehat.

(g) Perjanjian pemboikotan, yaitu suatu perjanjian yang dilarang, yang dibuat

pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk mengahalangi pelaku

usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar

dalam negeri maupun luar negeri.

(h) Perjanjian kartel, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan

pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga

dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa,

yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau

(12)

(i) Perjanjian trust, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan

pelaku usaha lain untuk melakukan kerjasama dengan membentuk

gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap

menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing

perseroan anggotanya. Perjanjian ini bertujuan untuk mengontrol produksi

dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat

mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha

tidak sehat.

(j) Perjanjian oligopsoni, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha

dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama

menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan

harga atas barang dan atau jasa dalam pasar yang bersangkutan. Perjanjian

ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan

usaha tidak sehat.

(k) Perjanjian integrasi vertikal, perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha

dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi

sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan /

atau jasa tertentu. Setiap rangkaian produksi itu merupakan hasil

pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung

maupun tidak langsung yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan

usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.

(l) Perjanjian tertutup, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha

(13)

menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok kembali barang dan

atau jasa tersebut kepada pihak dan atau pada tempat tertentu.

(m)Perjanjian dengan pihak luar negeri, yaitu perjanjian yang dibuat antara

pelaku usaha dengan pihak lainnya di luar negeri yang memuat ketentuan

yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau

persaingan tidak sehat.

Dari berbagai perjanjian yang dipaparkan di atas, menurut Salim H.S, jenis

atau pembagian yang paling asasi adalah pembagian berdasarkan namanya, yaitu

kontrak nominaat dan innominaat. Dari kedua perjanjian ini maka lahirlah

perjanjian-perjanjian jenis lainnya, seperti segi bentuknya, sumbernya, maupun

dari aspek hak dan kewajiban. Misalnya, perjanjian jual beli maka lahirlah

perjanjian konsensual, obligator dan lain-lain.

Hukum kontrak dikenal beberapa asas, diantaranya adalah sebagai berikut:

1.1.Asas kebebasan berkontrak

Setiap ini orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah

diatur maupun yang belum diatur dalam undang-undang, akan tetapi,

kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga hal, yaitu tidak bertentangan dengan

undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak

bertentangan dengan kesusilaan.18

(14)

1.1.Asas kepribadian (personality)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang

yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan

perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340

KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata menegaskan: “Pada umumnya

seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk

dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan

suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.

Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak

yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.

Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana

tercantum dalam Pasal 1317 KUHPerdata yang menyatakan: “Dapat pula

perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian

yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain,

mengandung suatu syarat semacam itu.” Pasal ini mengkonstruksikan

bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan

pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di

dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri

sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk

orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal

itu maka Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak

ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan

(15)

yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPerdata mengatur

tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata memiliki

ruang lingkup yang luas.

1.3. Asas kepastian hukum.

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda

merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta

sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus

menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana

layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan

intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas

pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam

hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada

kesepakatan antara pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan

sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang

diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan

dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya asas

pacta sunt servanda diberi arti sebagai pactum, yang berarti sepakat yang

tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya.

Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata sepakat saja.

1.4. Asas konsensualisme

Asas konsensualisme sering diartikan bahwa kebutuhan kesepakatan untuk

lahirnya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas

(16)

kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para

pihak, lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada

saat itu. Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para

pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau juga disebut bahwa

kontrak tersebut sudah bersifat obligatoir, yakni melahirkan kewajiban

bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut.19 Asas konsensualisme

ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak karena asas ini hanya berlaku

terhadap kontrak konsensuil sedangkan terhadap kontrak formal dan

kontrak riel tidak berlaku.

1.5.Asas obligatoir

Asas obligatoir adalah suatu asas yang menentukan bahwa jika suatu

kontrak telah dibuat, maka para pihak telah terikat, tetapi keterikatannya

itu hanya sebatas timbulnya hak dan kewajiban semata-mata. Sedangkan

prestasi belum dapat dipaksakan karena kontrak kebendaan belum terjadi.

Jadi jika terhadap kontrak jual beli misalnya, maka dengan kontrak saja

hak milik belum berpindah, jadi baru terjadi kontrak obligatoir saja. Hak

milik baru berpindah setelah adanya kontrak kebendaan tersebut atau yang

sering disebut juga dengan serah terima (levering). Hukum kontrak

Indonesia memberlakukan asas obligatoir ini karena hukum kontrak

Indonesia berdasarkan pada KUHPerdata. Walau pun hukum adat tentang

kontrak tidak mengakui asas obligatoir karena hukum adat

memberlakukan asas kontrak riil. Artinya suatu kontrak haruslah dibuat

secara riil, dalam hal ini harus dibuat secara “terang” dan “tunai”. Dalam

(17)

hal ini kontrak haruslah dilakukan di depan pejabat tertentu, misal di

depan penghulu adat atau ketua adat yang sekaligus juga dilakukan

leveringnya. Jika hanya sekedar janji-janji saja, dalam hukum adat kontrak

seperti dalam sistem obligatoir adalah hukum adat kontrak seperti itu tidak

punya kekuatan sama sekali.

1.6.Asas itikad baik (good faith)

Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang

berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini

merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus

melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan

yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi

menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada

itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku

yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada

akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai

keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif..20

3. Berakhirnya perjanjian

Pasal 1381 KUH Perdata menyebutkan tentang cara berakhimya suatu

perikatan, yaitu : “Perikatan-perikatan hapus karena:

a. Pembayaran;

b. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;

c. Karena pembaharuan hutang;

d. Karena perjumpaan hutang atau kompensasi; e. Karena percampuran hutang;

20 Salim H.S, “

(18)

f. Karena pembebasan hutangnya;

g. Karena musnahnya barang yang terhutang; h. Karena kebatalan atau pembatalan;

i. Karena berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam bab kesatu buku ini;

j. Karena lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendiri".

Menurut Mariam Darus, hapusnya perikatan dikarenakan beberapa hal yaitu:21

a. Pembayaran

Pembayaran dalam Hukum Perikatan adalah setiap tindakan pemenuhan prestasi. Penyerahan barang oleh penjual, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu adalah merupakan pemenuhan dari prestasi atau tegasnya adalah “pembayaran”.

b. Subrogasi

Penggantian kedudukan kreditur oleh pihak ketiga. Penggantian itu terjadi dengan pembayaran yang diperjanjikan ataupun karena ditetapkan oleh undang-undang. Misalnya, apabila pihak ketiga melunaskan utang seorang debitur kepada krediturnya yang asli, maka lenyaplah hubungan hukum antara debitur dengan kreditur asli.

c. Tentang penawaran pembayaran tunai, diikuti oleh penyimpanan atau penitipan

Dalam hal perikatan dapat hapus dengan penawaran pembayaran yang diikuti penyimpanan atau penitipan ini di mana debitur yang akan membayar hutangnya kepada kreditur, tetapi kreditur menolak pembayaran tersebut dan oleh debitur uang atau barang yang akan dibayarkan kepada kreditur di titipkan ke pengadilan guna dibayarkan kepada kreditur.

d. Pembaharuan Hutang Pembaharuan hutang adalah suatu perjanjian dengan mana perikatan yang sudah ada dihapuskan dan sekaligus diadakan suatu perikatan baru.

e. Musnahnya Barang yang Terhutang Musnahnya barang yang terhutang ini adalah suatu barang tertentu yang menjadi obyek perikatan dihapus dan dilarang oleh Pemerintah yang tidak boleh diperdagangkan lagi. Dalam Pasal 1553 KUH Perdata disebutkan bahwa jika selama waktu sewa, barang yang disewakan sama sekali musnah karena suatu kejadian yang tidak disengaja, maka persetujuan sewa gugur demi hukum.

f. Pengoperan Hutang dan Pengoperan Kontrak

Dalam praktek selalu terjadi bahwa suatu kontrak dialihkan kepada pihak lain. Hal ini terjadi misalnya pemilik suatu perusahaan memindahkan perusahaannya kepada pihak lain dengan janji bahwa pemilik baru tersebut akan mengambil alih juga segala hak-hak dan kewajiban yang melekat pada perusahaan tersebut.

g. Kompensasi atau Perjumpaan Hutang

(19)

Kompensasi itu terjadi apabila 2 (dua) orang saling berhutang l (satu) dengan yang lain, sehingga hutang-hutang tersebut dihapuskan karena oleh Undang-undang telah ditentukan bahwa terjadi suatu perhitungan antara mereka.

h. Percampuran Hutang

Dalam hal pencampuran hutang ini biasanya dalam hal pewarisan, dimana debitur menjadi ahli waris si kredirur. Apabila kreditur meninggal dunia, maka hutang-hutang debitur dibayarkan oleh ahli warisnya dan menjadi lunas.

i. Pembebasan Hutang

Pembebasan Hutang adalah pernyataan kehendak dari kreditur untuk membebaskan debitur dari perikatan dan pernyataan kehendak tersebut diterima oleh debitur.

j. Kebatalan dan Pembatalan Perikatan

Alasan-alasan yang dapat menimbulkan kebatalan suatu perikatan adalah kalau perikatan tersebut cacat pada syarat-syarat yang objektif saja. Cacat tersebut adalah objek yang melanggar undang-undang dan ketertiban umum.

Di samping hapusnya perjanjian berdasarkan hal-hal yang telah

dijelaskan diatas dan Pasal 1381 KUH Perdata, masih ada sebab lain

berakhirnya perjanjian, yaitu :

1. Jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian tersebut telah

berakhir;

2. Adanya persetujuan dari para pihak untuk mengakhiri perjanjian

tersebut;

3. Ditentukan oleh Undang-undang misalnya perjanjian akan berakhir

dengan meninggalnya salah satu pihak peserta perjanjian tersebut;

4. Adanya putusan hakim dan;

5. Tujuan yang dimaksud dalam perjanjian telah tercapai.

4. Dasar Hukum Perjanjian Kerjasama dalam KUHPerdata

Pengertian perjanjian atau kontrak diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata.

(20)

pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.Untuk memperjelas pengertian tersebut, maka dapat ditemukan dalam doktrin (teori

lama), bahwa yang disebut perjanjian adalah "perbuatan hukum berdasarkan kata

sepakat untuk menimbulkan akibat hukum". Dalam definisi tersebut tampak

adanya asas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum (tumbuh lenyapnya hak

dan kewajiban) diantara para pihak yang membuat perjanjian.

Sistem pengaturan kontrak innominaat juga sama dengan sistem

pengaturan hukum kontrak yaitu open system, artinya bahwa setiap orang bebas

untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur

dalam undang-undang. Hal ini dapat ditegaskan dan disimpulkan dari ketentuan

Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan : “Semua perjanjian yang

dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya”.22

Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata memberikan

kebebasan kepada para pihak untuk :

1. Membuat atau tidak membuat perjanjian;

2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun;

3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya;

4. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis maupun lisan.

B. Tinjauan Umum Tentang Distributor

1. Pengertian, fungsi, dasar hukum distributor

Pendistribusian adalah kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar serta

mempermudah penyampaian produk dan jasa dari produsen kepada konsumen

(21)

sehingga penggunaannya sesuai (jenis, jumlah, harga, tempat, dan saat ) dengan

yang diperlukan.23

Distributor adalah suatu perusahaan / pihak yang ditunjuk oleh pihak

prinsipal untuk memasarkan dan menjual barang-barang prinsipal dalam wilayah

tertentu dan jangka waktu tertentu, dimana pihak Distributor dalam menjalankan

kegiatannya tidak bertindak selaku wakil dari Distributor. Distributor bertindak

untuk dan atas namanya sendiri.

Dalam melakukan kegiatan pemasaran dan penjualan barang, distributor

melakukan pembelian barang-barang dari pihak prinsipal. Dengan adanya jual beli

tersebut, kepemilikan barang berpindah kepada pihak distributor, dan

barang-barang yang telah menjadi miliknya tersebut yang dijual kembali kepada

konsumen terbatas dalam wilayah yang diperjanjikan.

Fungi distribusi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu fungsi pokok dan fungsi

tambahan.24

a. Fungsi pokok distribusi

Fungsi pokok distribusi sebagai berikut.

1). Pengangkutan (transportasi)

Pada umumnya tempat kegiatan produksi berbeda dengan tempat konsumen.

Perbedaan tempat ini harus diatasi dengan kegiatan pengangkutan. Seiring dengan

bertambahnya jumlah penduduk dan makin majunya teknologi, kebutuhan

manusia makin banyak. Hal ini mengakibatkan barang yang disalurkan semakin

besar sehingga membutuhkan alat transportasi (pengangkutan).

23

http://henisumiati.blogspot.co.id/2014/01/pendistribusian.html (diakses tanggal 1 November 2015)

(22)

http://www.artikelsiana.com/2014/11/tujuan-tujuan-distribusi-fungsi-fungsi-2). Penjualan (selling)

Di dalam pemasaran barang, selalu ada kegiatan menjual yang dilakukan oleh

produsen. Pengalihan hak dari tangan produsen kepada konsumen dapat dilakukan

dengan penjualan. Dengan adanya kegiatan ini maka konsumen dapat

menggunakan barang tersebut.

3). Pembelian (buying)

Setiap ada penjualan berarti ada kegiatan pembelian. Jika penjualan barang

dilakukan oleh produsen maka pembelian dilakukan oleh orang yang

membutuhkan barang tersebut.

4). Penyimpanan (stooring)

Sebelum barang-barang disalurkan kepada konsumen, biasanya disimpan terlebih

dahulu. Dalam menjamin kesinambungan, keselamatan, dan keutuhan

barang-barang, perlu adanya penyimpanan (pergudangan).

5). Pembakuan standar kualitas barang

Dalam setiap transaksi jual beli, banyak penjual maupun pembeli selalu

menghendaki adanya ketentuan mutu, jenis, dan ukuran barang yang akan

diperjualbelikan. Oleh karena itu, perlu adanya pembakuan standar, baik jenis,

ukuran, maupun kualitas barang yang akan diperjualbelikan tersebut. Pembakuan

(standardisasi) barang ini dimaksudkan agar barang yang akan dipasarkan atau

disalurkan sesuai dengan harapan.

6). Penanggung risiko

Seorang distributor menanggung risiko, baik kerusakan maupun penyusutan

(23)

b. Fungsi tambahan distribusi

Fungsi tambahan distribusi, antara lain :

1). Menyeleksi

Kegiatan ini biasanya diperlukan untuk distribusi hasil pertanian dan produksi

yang dikumpulkan dari beberapa pengusaha

2). Mengepak/ mengemas

Untuk menghindari adanya kerusakan atau hilang dalam pendistribusian maka

barang harus dikemas dengan baik.

3). Memberi informasi

Untuk memberi kepuasan yang maksimal kepada konsumen, produsen perlu

memberi informasi secukupnya kepada perwakilan daerah atau kepada

konsumen yang dianggap perlu informasi, informasi yang paling tepat bisa

melalui iklan.

Secara khusus ketentuan perundang-undangan yang mengatur distributor

belum ada, jadi ketentuan-ketentuan yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan

yang dikeluarkan oleh pemerintah misalnya, pada Pasal 1 dan 7 Undang-undang

Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan yang mengatur tentang distribusi

barang.

Perjanjian distributor adalah perjanjian tidak bernama atau tidak terdapat

dalam KUHPerdata. Alasan munculnya perjanjian ini adalah karena prinsipal

(24)

dan/atau prinsipal membutuhkan pihak lain yang memiliki jaringan bisnis yang

luas sehingga sasaran dan target pemasaran produknya segera terealisasi.25

Perjanjian keagenan dan perjanjian distributor merupakan perjanjian tidak

bernama yang tidak terdapat dalam KUHPerdata. Dasar hukum

perjanjian-perjanjian ini berdasarkan kebebasan berkontrak, yakni pada pasal 1338 Ayat (1)

KUHPerdata. Sepanjang memenuhi Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat

sahnya kontrak , maka perjanjian ini berlaku dan memiliki nilai hukum.

Perjanjian tidak bernama diatur dalam Pasal 1319 KUHPerdata yang

menyatakan bahwa, “Semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus,

maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada

peraturan-peraturan umum.”Dengan berjalannya waktu perjanjian keagenan dan perjanjian

distributor tidak hanya didukung prinsip kebebasan berkontrak saja, tapi juga

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 11/M-DAG/PER/3/2006

tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen dan

Distributor Barang dan/atau Jasa (Permendag 11 Thn 2006).26

Distributor dapat dijumpai dalam ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

(1) Dasar Hukum Perjanjian distributor termasuk dalam perjanjian innomiaat

perjanjian tidak bernama), karena tidak diatur secara khusus dalam

KUHPerdata. Sekalipun tidak diatur secara khusus tetapi harus tetap tunduk

pada peraturan atau ketentuan umum Buku III KUHPerdata. Dasar hukum

dari perjanjian distributor adalah asas dari buku III KUHPerdata

yang memberikan kebebasan berkontrak dan sifatnya yang terbuka yang

25

http://igapurwanti-fh10.web.unair.ac.id/artikel_detail-71455-hukum%20kontrak-Perjanjian%20Keagenan%20dan%20Distributor.html (diakses tanggal 1 November 2015)

(25)

http://igapurwanti-fh10.web.unair.ac.id/artikel_detail-71455-hukum%20kontrak-memungkinkan masyarakat dapat membuat segala macam perjanjian di luar

perjanjian-perjanjian yang terdapat dalam KUHPerdata Buku III.

(2) Dalam KUHPerdata tentang kebebasan berkontrak

(3) Dalam KUHPerdata tentang kontrak pemberian kuasa

(4) Dalam KUHDagang tentang makelar;

5. Dalam KUHDagang tentang Komisioner;

6. Dalam bidang hukum khusus, seperti dalam perundang-undangan di bidang

pasar modal yang mengatur tentang dealer atau pialang saham.

7. Dalam peraturan administratif, semisal peraturan dari departemen perdagangan

dan perindustrian, yang mengatur masalah administrasi dan pengawasan

terhadap masalah keagenan ini.

2. Sistem dalam pendistribusian

Secara umum sistem distribusi dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu :

a. Sistem distribusi langsung

Tipe saluran distribusi langsung menggunakan satu atau berbagai perantara

untuk sampai ke konsumen, dapat berbentuk :

1) Sistem pendistribusian konvensional (tradisional)

Sistem pendistribusian konvensional menggunakan perantara yang independen

dari pengendalian produsen. Sistem ini dapat menciptakan konflik apabila ada

perbedaan pendapat atau perbedaaan kepentingan.

2) Sistem pemasaran vertikal (vertical marketing system)

Sistem pemasaran vertikal dapat dilakukan melalui cara :

(26)

(b) Kontraktual

(c) Korporasi

b. Sistem distribusi tidak langsung

Tipe saluran distribusi tidak langsung tidak menggunakan perantara yang

independen. Produsen (dapat menggunakan agen penjual) langsung kepada

konsumen.

Sistem distribusi langsung umumnya digunakan pada sistem:

1) Direct order (pelanggan dapat memesan langsung kepada penjual memalui

surat, telepon, atau bentuk komunikasi lain).

2) Direct relationship marketing (bentuk pemasaran yang mendasarkan pada

respon individual pelanggan).27

3. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pendistribusian

Kendala yang dihadapi perusahaan dalam mendistribusikan produknya

datang dari sisi internal maupun eksternal. Dari sisi internal kendala dapat berasal

dari kebijakan yang dikeluarkan perusahaan menyangkut distribusi dan pelayanan,

serta sarana-prasarana penunjang dalam distribusi. Sedangkan dari sisi eksternal,

kendala dapat berasal dari cara pendistribusian dan tempat yang dituju dan

konsumen.28

Masalah yang sering terjadi dalam distribusi seperti:

a. Pemilihan saluran distribusi yang digunakan

Masalah pemilihan ini sangat penting sebab kesalahan dalam pemilihan

saluran yang dipergunakan dapat memperlambat atau menghambat usaha

27

http://wiiludwy.blogspot.co.id/2014/03/makalah-hukum-bisnis-pengertian.html (diakses tanggal 1 Desember 2015)

(27)

penyaluran barang atau jasa yang dihasilkan yang telah disesuaikan dengan selera

konsumen, tetapi jika saluran distribusi yang dipergunakan tidak mempunyai

kemampuan, tidak mempunyai inisiatif dan kreatif serta kurang bertanggung

jawab dalam menciptakan transaksi, maka usaha untuk penyaluran akan

mengalami kelambatan dan kemacetan. Oleh karena itu pengaruhnya sangat besar

terhadap kelancaran penjualan, maka masalah saluran distribusi harus benar-benar

dipertimbangkan.

b. Sifat barang yang diproduksi

Sifat barang itu sendiri dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan untuk

menetapkan saluran distribusi yang harus ditempuh. Sifat barang ini dapat berupa

cepat tidaknya barang tersebut mengalami kerusakan. Barang yang cepat rusak

misalnya sayuran, susu segar, cenderung menggunakan saluran distribusi yang

pendek atau langsung.

c. Biaya

Secara umum mata rantai saluran distribusi yang terlalu panjang akan

menimbulkan biaya yang lebih besar dan mendorong harga jual yang tinggi dan

selanjutnya dapat mengganggu kelancaran penjualan barang-barang tersebut.

Untuk menekan harga harga penjualan, maka perusahaan harus rela untuk

mendapatkan keuntungan yang tipis atau mengusahakan agar komisi dari mata

rantai tersebut menjadi lebih kecil.29

d. Jumlah setiap kali penjualan

Suatu barang tertentu mungkin setiap kali penjualan dilakukan dalam

jumlah yang relatif besar meskipun jumlah konsumennya relatif kecil. Misalnya

(28)

bahan-bahan bangunan, untuk barang seperti ini, perusahaan cenderung

menggunakan mata rantai saluran distribusi pendek, sebab dengan cara ini harga

jual kepada konsumen dapat ditekan serendah-rendahnya. Untuk penjualan

langsung kepada konsumen, perusahaan biasanya menawarkan langsung kepada

pabrik yang bersangkutan atau bila tidak langsung biasanya melalui perantara atau

makelar. Untuk penjualan yang ditujukan kepada konsumen perorangan

perusahaan langsung menjual kepada pengecer.

Referensi

Dokumen terkait

Coaxcial Cable, UTP Cable, STP Cable, Fiber Optic Cable merupakan media pentrasferan yang menggunakan kabel, sedangkan Bluetooth dan infra merah merupakan media pentrasferan data

Penulisan ilmiah ini akan membahas bagaimana membuat suatu rangkaian Amplifier Headphone Stereo sederhana yang menggunakan asas kerja penguat sinyal dan penguat daya. Pada rangkaian

Setelah aplikasi ini diuji coba, aplikasi ini sangat membantu mereka dalam mempelajari fisika khususnya dinamika fluida, tampilan aplikasi ini juga sudah cukup menarik, dan alur

[r]

Setelah aplikasi ini diuji coba, aplikasi ini sangat membantu mereka dalam mempelajari fisika khususnya dinamika fluida, tampilan aplikasi ini juga sudah cukup menarik, dan alur

[r]

Salah satu perkembangan teknologi dalam bidang komputerisasi ini adalah pada bahasa pemrogramannya, terdapat banyak sekali bahasa pemrograman baru yang bermunculan pada saat ini,

[r]