KOMODITAS KASTUBA (
Euphorbia pulcherrima
)
Disusun Oleh:
Ulfa Ni’mati Sa’adah 155040207111002 Tsarwah As Sausan 155040207111029 Hanna Nurul Chrismin 155040207111031
Kelas: L Kelompok: Kastuba
Asisten Kelas: A. Zaid Nurudin Asisten Lapang: Tauffani Titisari
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN
Komoditas Kastuba (Euphorbia pulcherrima
)Kelompok : Kastuba
Kelas : L
Disetujui Oleh :
Asisten Kelas, Asisten Lapang,
A.Zaid Nurudin Tauffani Titisari
RINGKASAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan akhir
praktikumyang berjudul ”Teknologi Produksi Tanaman Komoditas Kastuba (Euphorbia pulcherrima)”. Tidak lupa ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan moriil dan materi sehingga dapat terselesainya pembuatan laporan akhir praktikum ini.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan ini, oleh sebab
itu penulis sangat menerima kritik dan saran demi kebaikan bersama.
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
Malang, 6 Desember 2016
DAFTAR ISI
2.1. Perkembangan dan Produksi Tanaman Kastuba di Indonesia ... 3
2.2. Tanaman Kastuba ... 4
2.3. Budidaya Tanaman Kastuba ... 6
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Perbandingan Tinggi Tanaman Kastuba pada Berbagai Perlakuan ... 24
2. Perbandingan Jumlah Daun pada Berbagai Perlakuan ... 26
3. Panen Komoditas Kastuba pada Berbagai Perlakuan ... 29
4. Perbandingan Intensitas Serangan Penyakit Tanaman Kastuba pada Berbagai Perlakuan ... 30
5. Perbandingan Presentase Tumbuh Tanaman Kastuba pada Berbagai
Perlakuan ... 33
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Tanaman Kastuba ... 4
2. Hama Kutu Putih ... 11
3. Larva Fungus Gnat ... 11
4. Hama Spider Mites ... 12
5. Imago Thrips ... 12
6. Penyakit Embun Tepung ... 13
7. Penyakit Kapang Kelabu ... 13
8. Penyakit Kudis ... 14
9.Zat Penghambat Tumbuh ... 15
10. Grafik Perbandingan Tinggi Kastuba pada Berbagai Perlakuan... 25
11. Grafik Perbandingan Jumlah Daun Kastuba pada Berbagai Perlakuan . 28 12. Grafik Intensitas Serangan Penyakit Kastuba pada Berbagai Perlakuan 31 13. (A). Gejala Penyakit Kudis Kastuba, dokumentasi pribadi, ... 32
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Log Book Kegiatan Praktikum ... 43
2. Data Pengamatan Tinggi Tanaman ... 47
3. Data Pengamatan Jumlah Daun ... 49
4. Data Pengamatan Presentase Tumbuh ... 51
5. Data Pengamatan Braktea ... 54
6. Data Pengamatan Intensitas Serangan Penyakit ... 56
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Koleksi plasma nutfah yang ada di Indonesia memiliki potensi untuk
dijadikan tanaman hias yang selanjutnya mampu meningkatkan usaha
agribisnis dan devisa negara (Balai Penelitian Tanaman Hias, 2007).
Berdasarkan data statistik dari Direktorat Jendral Hortikultura (2012), ekspor
tanaman hias ke beberapa negara di Asia, Eropa, dan Amerika mencapai
nilai 13,2 juta dolar AS pada tahun 2011. Permintaan pasar lokal maupun internasional akan tanaman hias endemik Indonesia kian meningkat seiring
dengan keunikan dan keindahan yang semakin dihasilkan dari adanya
optimalisasi penggunaan teknologi produksi tanaman hias.
Salah satu tanaman hias yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki prospek adalah Kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd. Et Klotzsch). Kastuba
merupakan salah satu foliage plant dengan keunikan dari perkembangan
kastuba itu sendiri yang semula daunnya berwarna hijau kemudian berubah
menjadi merah, kuning, atau putih dengan perlakuan tertentu. Kastuba
merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko dengan iklim subtropis,
namun demikian kastuba telah tersebar luas di Indonesia dan didapati warna
daun yang lebih cerah ketika ia ditanam di tempat dengan ketinggian < 700
mdpl, sehingga kondisi tersebut sangat sesuai dengan kondisi lingkungan di
Indonesia (Sinaga, 2010).
Deskripsi morfologi dari tanaman ini adalah daun tunggal dengan letak
tersebar yang berbentuk ovatus (bulat telur) sampai oblongus (lonjong)
dengan panjang rata-rata 7-15 cm dan lebar 2,5-6 cm. Ujung dan pangkal
daunnya meruncing serta tulang daunnya menyirip. Salah satu perlakuan
yang diterapkan pada tanaman ini untuk merangsang perubahan warna pada daunnya adalah blackout treatment yang biasa disebut dengan
penyungkupan, yang akan dijelaskan lebih lanjut pada laporan akhir ini.
Selain dinikmati keindahannya, tanaman ini juga dapat dimanfaatkan untuk
Namun terdapat permasalahan dalam agribisnis komoditas tanaman
hias, yang disebabkan karena prefensi konsumen yang cepat sekali berubah.
Sehingga harga tanaman hias dipasaran yang semula sangat tinggi, tetapi
ketika prefensi konsumen berubah maka nilai jualnya akan jatuh. Hal ini yang
terkadang sulit diprediksi baik oleh petani maupun pedagang. Hal ini bisa
diatasi dengan terus mengoptimalkan teknologi produksi tanaman kastuba
seperti blackout treatment agar didapati warna daun yang cerah dan tegas,
serta mengadakan program pemuliaan terhadap tanaman kastuba, sehingga kastuba tetap memiliki daya tarik terhadap konsumen.
Tanaman kastuba memiliki potensi ekonomi yang cukup menjanjikan
dan memiliki perlakuan yang khusus, oleh karena itu praktikum Teknologi
Produksi Tanaman kastuba ini menjadi penting untuk dilakukan dan dipahami
oleh praktikan, agar mampu menghasilkan tanaman kastuba yang sesuai
dengan keinginan konsumen dengan menerapkan teknologi-teknologi
produksinya.
1.2. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum Teknologi Produksi Tanaman kastuba ini adalah
agar praktikan memahami bagaimana cara budidaya tanaman kastuba
dengan menerapkan teknologi produksinya agar didapatkan hasil yang
sesuai dengan permintaan pasar. Selain itu, praktikan juga akan mengetahui
produktivitas terbaik dari masing-masing perlakuan lama penyungkupan dan
pemberian zat penghambat tumbuh terhadap produksi kastuba sehingga
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perkembangan dan Produksi Tanaman Kastuba di Indonesia Tanaman Kastuba
Poinsettia atau di Indonesia dikenal dengan kastuba (Euphorbia
pulcherrima Willd. Ex Klotzch) berasal dari daerah semitropik Meksiko.
Euphorbia pulcherrima Willd. Ex Klotzch) termasuk ke dalam Genus
Euphorbia, famili Euphorbiaceae. Genus Euphorbia merupakan genus yang
memiliki jumlah spesies sangat banyak. yaitu sekitar 700 hingga 1000 spesies (Hartley dalam Sukma, 2006).
Masyarakat Indonesia mulai mengenal kastuba pada dekade 1990-an.
Saat itu, baru ditanaman beberapa kultivar kastuba yang umumnya berwarna
merah. Pada tahun 1995 pemanfaatan kastuba mulai terlihat banyak,
terutama sebagai pelengkap dekorasi hotel, gereja, dan pusat perbelanjaaan
saat perayaan Natal. Kastuba mulai dijual secara eceran pada tahun 1997 di
beberapa supermarket dan gerai tanaman hias. Sejak tahun 2000, kastuba
juga digunakan untuk dekorasi saat perayaan hari ulang tahun kemerdekaan
pada tanggal 17 Agustus. Di Indonesia budidaya kastuba dilakukan oleh
nursery yang memiliki green house yang umumnya produsen bunga potong.
Ketersedian sarana berupa green house merupakan syarat dalam budidaya
kastuba di Indonesia khusus ditujukan sebagai bunga pot dan belum ada
nursery yang membudidayakan sebagai bunga potong seperti di luar negeri.
(Lingga,2006).
Saat ini, di Indonesia kastuba merupakan salah satu jenis tanaman hias
pot yang banyak digemari dan benilai ekonomi tinggi. Pada musim perayaan
Natal, permintaan terhadap tanaman ini meningkat dan harga tanaman per
pot dapat mencapai Rp 50.000-70.000 (Prianggoro,2011). Prospek usaha tanaman hias pot kastuba cukup cerah mengingat potensi pemasaran yang
sangat luas di Indonesia dan juga untuk ekspor ke luar negeri. Banyak
perusahaan tanaman hias yang mulai mengusahakan tanaman ini seperti PT
bergerak dalam produksi Chrysanthemum, saat ini sudah mulai memproduksi
tanaman Ponsettia. Varietas yang kembangkan umumnya adalah varietas
introduksi dengan bahan tanaman berupa stek dibeli dari PT Gerania Flora
(Sukma, 2006).
2.2. Tanaman Kastuba
Kastuba memiliki nama Latin Euphorbia pulcherrima R. Grah. Di
Indonesia, tanaman ini telah lama dikenal, baik sebagai tanaman liar maupun
dibudidayakan sebagai tanaman hias. Beberapa nama daerah untuk tanaman sukulen yang berasal dari Meksiko ini, diantaranya Kastuba, Ki
Geulis (Sunda), Kedapa (Bali), Godong Racun (Jawa), serta Denok dan
Bengala (Sumatera). Orang Eropa dan Amerika mengenal Kastuba sebagai Chistmas tree. Di Cina namanya adalah Ye Xiang Hua (Lingga,2006).
2.2.1 Klasifikasi Kastuba
Kastuba memiliki kalsifikasi sebagai Kingdom Plantae, Divisi
Tracheobionta, Subdivisi Spermatophyta, Kelas Dikotiledoneae, Ordo
Euphorbiales, Famili Euphorbiaceae, Genus Euphorbia, Spesies Euphorbia
pulcherrima Wild. Et. Klotzsh (Lingga, 2006).
2.2.2 Karakteristik Kastuba
Gambar 1. Tanaman Kastuba (Lingga,2006)
Karakteristik kastuba menurut Lingga (2006), merupakan perdu yang
tinggi dapat mencapai 3 meter dan membentuk tajuk berdiameter sekitar 2
meter. Tanaman ini berdaun tunggal berbentuk elips hingga bulat telur
dengan susunan tulang daun menyirip. Kastuba berbunga majemuk
berbentuk cawan dengan sususnan khusus yang disebut dengan Cyathium
atau Cyathia. Bunga ini keluar di ujung percabangan tunas. Di setiap cyathium (kumpulan cyathia) terdapat daun pelindung (bract) berbentuk
seperti daun sejati yang berwarna merah, putih, atau warna lain sesuai
dengan varietasnya. Kastuba liar memiliki bract berwarna merah sebagai ciri
khusus yang mudah dikenali. Bunga kastuba berumah satu, berwarna
kuning, tidak mudah rontok hingga beberapa minggu lamanya, tetapi benang sari mudah rontok, bunga betina berada di antara bunga jantan tanpa
kelopak atau mahkota, tetapi hanya dikelilingi oleh bunga semu (cyathium).
Bakal buah berada di dasar cyathium dengan jumlah sebanyak 1-4 bakal
buah. Penyerbukan alami dibantu oleh serangga, tetapi jarang terjadi
pembuahan secara sempurna. Dengan demikian, hampir tidak pernah
dijumpai adanya biji. Biji kastuba biasanya muncul sebagai hasil penyerbukan
oleh manusia dengan tujuan untuk hibridisasi.
2.2.3 Stadia Pertumbuhan Kastuba
Menurut Sholekhudin (2006), tanaman kastuba dalam pertumbuhannya
terdapat dua fase yakni fase vegetatif dan fase generatif. Pada saat masih
dalam fase vegetatif (fase sejak masa tanam hingga menjelang tumbuh
bunga), daun kastuba masih berwarna hijau. Secara sekilas, ketiga jenis
varietasnya (kastuba merah, pink, dan putih) sulit dibedakan karena daunnya
sama-sama hijau. Setelah memasuki fase generatif (fase ketika bunga sudah
muncul), warna daun baru bisa keluar. Pada masa ini, ketiga jenis varietas
sudah bisa dibedakan dengan jelas. Agar warna daun bisa muncul optimal,
kastuba butuh disungkup terlebih dahulu. Sebelum disungkup, tinggi batang
dan bentuk tanaman biasanya sudah dibentuk dulu pada masa vegetatif. Setelah usia tiga bulan, kastuba siap diperam. Seluruh tanaman
disungkup dengan plastik hitam pekat yang tidak tembus cahaya.
Penyungkupan biasanya dilakukan mulai pukul empat sore hingga pukul
sungkup dibuka kembali sehingga kastuba memperoleh cahaya seperti biasa.
Lama penyungkupan tidak boleh terlalu panjang. Jika terlalu lama disungkup,
warna yang dihasilkan akan terlihat seperti gosong. Proses penyungkupan ini
membutuhkan waktu sekitar tiga bulan. Setelah disungkup, kastuba akan
berada dalam penampilan optimalnya, terutama kastuba merah. Warna
merah daunnya menyala.
2.3. Budidaya Tanaman Kastuba
Kastuba merupakan salah satu tanaman hias yang bernilai ekonomi tinggi dan merupakan salah satu foliage plant yang dapat dibudidayakan
dengan cara stek dan kultur jaringan. Berikut adalah hal-hal yang harus
diperhatikan dalam budidaya kastuba.
2.3.1 Syarat Tumbuh
Untuk syarat tumbuh kastuba menurut Hartley (1992), suhu optimum
bagi pertumbuhan dan perkembangan kastuba adalah 15-26ºC, dimana suhu
malam mencapai 18ºC dan suhu siang mencapai 26ºC. Kisaran suhu di luar
suhu tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan berlangsung lambat atau
terjadi kerusakan pada pertumbuhan vegetatif. Jika suhu malam lebih dari
22-23ºC, maka akan merusakatau menghambat inisiasi dan perkembangan
bunga kastuba.
2.3.2 Perbanyakan Kastuba
Kastuba diperbanyak dengan cara stek pucuk (soft wood tip cutting).
Pucuk yang digunakan untuk perbanyakan diperoleh dari tanaman induk
(mother plant) yang sengaja ditanam untuk menghasilkan pertumbuhan
vegetatif dan dihambat agar tidak berkembang ke fase generatif.
Keberhasilan dalam perbanyakan tanaman ini dapat dinilai dari persentase
hidup bibit (rooted cutting), keseragaman, dan kualitas tanaman. Ketiga
acuan tersebut dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, teknik propagasi
(pengakaran) yang dipilih, sifat kultivar yang ditumbuhkan, serta faktor
sebelum penanaman (transplanting) (Lingga, 2006). Berikut adalah cara
budidaya dan perawatan kastuba.
a. Media Tanam
Media tanam yang baik untuk kastuba menurut Lingga (2006),
adalah media tanam kastuba harus bebas dari hama, patogen
penyebab penyakit, gulma, dan bahan beracun. Oleh karena itu,
sebelum digunakan media harus disterilkan dengan perlakuan
pengemasan atau pengasapan. Namun, lebih efektif jika media disterilkan secara kimia dengan sterilant (Basamid, Hasamid, dan Metil
bromida), pengaplikasian dilakukan 2-3 minggu sebelum media
digunakan agar residu tidak merusak tanaman.
Komposisi media yang bisa digunakan diantaranya campuran
cocopeat dan arang sekam (3:1), campuran cocopeat, aquapeat, dan
arang sekam (2:1:1), campuran peat moss dan arang sekam (2:1), campuran aquapeat, perlite, dan arang sekam (3:1:1), dan campuran
spaghnum peat moss, vermiculite, dan perlite (1:1:1). Media tersebut
sebaiknya juga dicampur dengan pupuk superfosfat 0-46-0 dengan
dosis 1 sendok makan per 5 liter media. Setelah bibit ditanam,
permukaan media juga ditaburi dengan pupuk slow release untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman dalam jangka panjang
b. Pot
Menurut Lingga (2006), kastuba memang lebih cocok ditanam di
dalam pot. Pucuk-pucuk tanaman yang rimbun akan terlihat sangat
kompak jika menyatu dalam sebuah pot. Pot untuk kastuba umumnya
pot plastik. Ukuran pot yang digunakan disesuaikan dengan tinggi
tanaman yang diinginkan. Tinggi tanaman yang diinginkan ini dipengaruhi oleh kultivar dan penggunaan retardant atau zat
penghambat tumbuh.
Kastuba ukuran sedang biasanya ditanam dalam pot berdiameter
berdiameter 20 cm atau lebih. Satu pot sebaiknya tidak hanya diisi satu
bibit agar nantinya menghasilkan tajuk yang rimbun. Satu pot bisa diisi
2-4 bibit disesuaikan ukurannya. Penanaman kastuba dalam pot
sebaiknya tidak menggunakan media tanah karena tanah akan cepat
memadat jika terkena siraman air sehingga porositasnya berkurang.
Sehingga akar tanaman kekurangan oksigen. Media untuk kastuba
sebaiknya memiliki lubang pori sebanyak 20% dan dapat mengikat air
sebanyak 50%. c. Pemupukan
Pemupukan pada tanaman kastuba idealnya dilakukan pada fase
vegetatif tanaman, sama seperti tanaman hias pada umumnya.
Tanaman perlu diberi pupuk secara berkala agar pertumbuhannya
optimal. Berbeda dengan perawatan tanaman hias pada umumnya,
pemupukan pertama yang dilakukan pada saat tanam tidak
menggunakan pupuk NPK 10-10-10, tetapi menggunakan pupuk NPK
20-20-20, dengan cara melarutkan pupuk ke dalam air kemudian
disemprotkan ke tanaman (Lingga, 2006). Dosis larutannya dua sendok
makan pupuk per 14 liter air. Sejumlah larutan tersebut cukup untuk
memupuk 100 pot kastuba. Pemupukan pertama dilakukan setelah
tanaman beradaptasi dan mulai memunculkan tunas baru. Pemupukan
kedua dengan umur tanaman 21 hari dilakukan dengan pupuk NPK
(KNO3) dengan dosis 5 gr/batang. Pemupukan selanjutnya bisa
dilakukan 3-4 hari sekali. Setelah berbunga tanaman tidak perlu diberi
pupuk lagi karena hanya akan membuat warna braktea cepat berubah
kembali menjadi hijau (Redaksi AgroMedia, 2007).
d. Penyiraman
Penyiraman untuk tanaman kastuba cukup dilakukan 2 kali
seminggu dengan metode irigasi tetes, manual, sprinkle, maupun
perendaman. Namun metode yang dilakukan juga dapat
dengan daya ikat air dari media tanam tersebut. Kemudian juga
disesuaikan dengan banyaknya tanaman dan ketersediaan sarana.
Irigasi tetes, sprinkle, dan perendaman umumnya hanya digunakan
untuk penyiraman kastuba selama masa produksi dalam skala besar.
Sementara dalam skala rumahan, penyiraman cukup dilakukan secara
manual (Redaksi AgroMedia, 2007).
e. Pemangkasan
Pemangkasan diperlukan untuk memacu pertumbuhan cabang sehingga tajuknya menjadi rimbun. Pemangkasan pertama dilakukan
pada tunas yang pertama muncul, yang kemudian menyebabkan
munculnya beberapa tunas baru. Apabila hal tersebut berlanjut, maka
akan terbentuk percabangan yang rimbun. Kemudian setelah 1 bulan
pemangkasan, tanaman kastuba perlu diberi retardan. Retardan itu
adalah senyawa yang dapat menghambat sintesis asam giberelin pada
tanaman sehingga ukuran organ tanaman menjadi kerdil tetapi tidak
menghambat laju pertumbuhan tanaman. Pemberian retardan dilakukan
pada saat cuaca mendung, karena apabila cuaca tidak mendung,
pertumbuhan kastuba masih dapat optimal (Redaksi AgroMedia, 2007).
2.3.3 Teknik Budidaya Kastuba
Berikut adaalah tips yang bisa dilakukan agar warna tanaman
kastuba kembali cerah menurut Redaksi AgroMedia ( 2007).
1. Pangkas batang kastuba hingga tersisa 10-15 cm atau 3-4 daun. Jika
kita menginginkan pembungaan pada bulan Desember, maka
pemangkasan bisa dilakukan di bulan Maret atau paling lambat Juli.
2. Setelah dipangkas, pindahkan tanaman ke pot yang besar, misalnya
dengan diameter 15-20 cm. Media tanam yang digunakan sama dengan media sebelumnya.
3. Pada 2-3 minggu pertama letakkan tanaman ditempat ternaungi
untuk proses adaptasi. Selanjutnya letakkan tanaman ditempat yang
lampu selama 3-4 jam. Fase vegetatif kastuba membutuhkan
penyinaran 12-14 jam per hari, penyinaran yang kurangakan memicu
generatif yang lebih cepat.
4. Setiap seminggu sekali putar posisi untuk memastikan semua bagian
tanaman mendapat penyinaran merata.
5. Suhu pada siang hari berkisar 22-24 oC dan pada malam hari kurang
dari 22 oC.
6. Jaga media tanam dalam keadaan lembab, siram tanaman bila mulai mengering, tetapi pastikan tidak ada air yang menggenang.
7. Setiap 2-3 minggu sekali, siram tanaman dengan air yang dicampur
pupuk NPK 20-20-20. Selain itu seminggu sekali semprot dengan
retardan 1 ml/pot.
8. Setelah tunas baru tumbuh menjadi batang sehat, rompes batang
dan menyisakan 1,5 cm. hal itu diperlukan untuk memacu tumbuhnya
percabangan. Selain itu, pastikan ada satu daun yang tersisa untuk
mendukung pertunasan. Lakukan sampai terbentuk 3-12 cabang
yang nantinya menumbuhkan
9. Sungkup tanaman kastuba dengan kain atau kertas karton hitam,
sejak pukul 17.00 sampai pukul 09.00 keesokan harinya. Pada siang
hari, letakkan tanaman di tempat terbuka agar tetap mendapat sinar
matahari dan sirkulasi udara yang baik. Perlakuan ini bisa mulai
dilakukan sejak akhir September atau awal Oktober agar pada
pertengahan Desember kastuba sudah kembali memunculkan
pucuk-pucuk daun yang berwarna merah.
2.3.4 Hama Tanaman Kastuba
Tanaman hias ini juga dapat terserang hama dan penyakit yang mengakibatkan tanaman layu atau warna pada daun menjadi lebih
pucat. Berikut adalah hama-hama yang biasanya menyerang tanaman
a. Kutu Putih
Gambar 2. Hama Kutu Putih (Redaksi AgroMedia, 2007)
Kutu Putih (whitefly) sangat umum ditemukan pada tanaman hias.
Pada kastuba ada 2 macam kutu putih, yakni greenhouse whitefly
(Trialeurodes vaporarium) dan silverleaf whitefly (Bemisia arentifolii).
Hama ini mengeluarkan cairan madu yang dapat menjadi media bagi
tumbuhnya cendawan embun jelaga serta seraganya dapat mematikan
tanaman. Pengendalian hama ini dilakukan dengan penyemprotan
insektisida nabati maupun kimia.
b. Fungus Gnat
Gambar 3. Larva Fungus Gnat (Dlan, 2014)
Fungus Gnat (Braydesia spp.) berbentuk seperti lalat buah dengan
ukuran 3 mm serta memiliki kaki panjang yang memudahkannya untuk loncat daru satu tanaman ke tanaman lain. Larva fungus gnat yang
hidup pada media tanam dapat merusak tanaman karena memakan
dapat dilakukan dengan menjaga sanitasi dan mengurangi kelembaban
media agar tidak disukkai larva serta memberikan insektisida.
c. Spider Mites
Gambar 4. Hama Spider Mites (Direktorat Jendral Hortikultura, 2012) Spider mites yang umum menyerag kastuba adalah Tetranychus
urticae yang termasuk golongan Arthropoda yang berukuran hanya 5
mm. Hama ini umumya ada di bawah permukaan daun meghisap cairan
daun. Akibatnya helai daun tampak pucat dan luka bekas tusukannya
dapat meluas. Pengendalian untuk hama ini adalah dengan
menyemprotkan pestisida.
d. Thrips
Gambar 5. Imago Thrips (Direktorat Jendral Hortikultura, 2012)
Kastuba sebenarnya bukan inang thrips. Namun, hama ini banyak
terdapat pada greenhouse. Jika hanya ada kastuba pada greenhouse,
maka thrips akan menyerang tanaman kastuba. Pengendalian untuk
2.3.5 Penyakit Tanaman Kastuba
Berikut adalah penyakit yang dapat menyerang tanaman kastuba
menurut Semangun (2001),
a. Penyakit tepung
Gambar 6. Penyakit Embun Tepung (Redaksi AgroMedia,2007)
Adanya penyakit tepung pada kastuba. jamur membentuk lapisan
putih pada sisi bawah daun. pada sisi atas terlihat adanya
bercak-bercak coklat kekuningan yang menyolok. Penyebab penyakit ini adalah
jamur Leveillula taurica (Lev.) Arn.
b. Kapang kelabu
Gambar 7. Penyakit Kapang Kelabu (Redaksi AgroMedia,2007) Penyakit ini (gray mould), yang disebabkan oleh kapang Botrytis
cinera Pers. ex Fr. Penyakit ini hanya berkembang saat musim hujan
saja, menyebabkan bunga busuk dan menjadi coklat. Bunga yang sakit
harus dipotong untuk mengurangi penularan. Bagian-bagian tanaman
yang mati di pangkas dan dibuang, termasuk bunga tua. Jika perlu
c. Kudis (Sphaceloma poinsettiae)
Gambar 8. Penyakit Kudis (Redaksi AgroMedia, 2007)
Menurut Redaksi AgroMedia (2007), infeksi penyakit kudis atau
scab ini sangat mudah dikenali. Mula-mula pada daun akan muncul
bercak bulat kecil yang bisa mencapai ukuran 1,25 cm. Bercak tersebut
berwarna kuning kecoklatan dan sering kali dikelilingi oleh garis
berwarna ungu kemerahan. Daun yang sakit tersebut nantinya akan
gugur. Selain pada daun, pada batang juga akan muncul bercak
berwarna abu abu kecoklatan. Selain itu, batang muda yang terinfeksi
akan mengalami pemanjangan yang abnormal. Spora cendawan
penyebab penyakit ini bisa menyebar melalui percikan air. Pengendalian
dapat dilakukan dengan memeriksa dan mengenali gejala pada bibit
baru dan membuang bibit yang terinfeksi. Selain itu, hindari percikan air
yang berlebihan agar permukaan daun tetap kering. Jika ada daun yang terinfeksi, segera buang daun tersebut, dan lakukan penyemprotan
fungisida dua kali seminggu.
2.4. Pengaruh Penyungkupan dan Aplikasi Zat Penghambat Tumbuh pada Tanaman Kastuba
Daya tarik kastuba terletak pada daun bagian atas atau yang sering
disebut daun pelindung (braktea) yang berwarna merah, pink atau putih
(Redaksi AgroMedia,2007). Kendala yang dihadapi yaitu warna braktea yang
tidak serempak dan kurang cerah menyebabkan keindahan tanaman kastuba
kurang menarik dalam menghias taman. Bentuk tajuk kastuba yang rimbun
pertimbangan dalam memilih tanaman kastuba untuk menghias atau
mendekorasi suatu ruangan. Penyungkupan menggunakan plastik hitam
dilakukan agar braktea dapat muncul secara kompak dan serempak. Metode
penyungkupan dengan plastik hitam pada hari pendek dilakukan untuk
memperpendek panjang hari (potoperiodisitas) (Shintia dkk,2016).
Penyungkupan (pemberian suasana gelap lebih lama) dilakukan agar
kastuba dapat berbunga diluar musim berbunga, maka panjang hari harus
dimodifikasi, sehingga tanaman mendapatkan 10 jam hari terang dan 14 jam hari gelap setiap harinya. Penambahan hari gelap dapat dilakukan dengan
cara penyungkupan tanaman dengan kain hitam sehingga mereka
mendapatkan periode hari gelap yang lebih lama (Hartley,1992).
Tinggi tanaman dipengaruhi oleh faktor fisik lahan yang merupakan
kondisi mikroklimat, seperti temperatur, cahaya, kelembaban, teknik
penyiraman, pemupukan, jarak tanam atau jarak antartanaman (jika ditanam
di pot), jadwal tanam (berkaitan dengan cuaca), dan kultivar. Jika dibiarkan
tumbuh alami, kastuba memiliki ruas yang panjang dan tidak membentuk
tajuk yang bagus, sehingga jumlah tunas yang diproduksi bibit induk juga
sedikit. Cabang kastuba bersifat lemah dan mudah patah sehingga
diperlukan penggunaan retardan atau zat peghambat tumbuh untuk
mengontrol tinggi tanaman, sehingga ruas tidak tumbuh memanjang dan
tidak mudah patah (Lingga,2006).
Gambar 9.Zat Penghambat Tumbuh (Lingga, 2006)
Retardan atau zat penghambat tumbuh tanaman merupakan zat bukan
terjadinya penumbuhan dan perkembangan sehingga terjadi perubahan pada
penampilan tanaman (Wattimena dalam Wagolebo,2006). Menurut Salisbury
dan Ross dalam Wagolebo (2006), zat penghambat pertumbuhan bekerja
dengan caramenghambat sintesis giberelin dalam menghambat
pemanjangan batang dan pengkerdilan. Beberapa jenis zat penghambat atau
retardan yang direkomendasikan untuk kastuba diantaranya adalah A-rest,
B-Nine, cycocel, sumagic, dan bonzi. Kelima retardan tersebut berguna untuk
mengontrol pemanjangan pada batang kastuba (Kessler dalam Wagolebo,2006 ).
Menurut Sandra (2007), efek paklobutrazol pada pertumbuhan vegetatif
adalah memperpendek ruas sehingga menghambat pertumbuhan tinggi
tanaman, memperbesar diameter batang tanaman, dan memperbanyak hasil
fotosintesis dalam tanaman. Hasil fotosintesis tidak dialokasikan untuk
pertumbuhan vegetatif, tetapi dialihkan untuk pertumbuhan reproduktif,
3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum Teknologi Produksi Tanaman komoditas Kastuba
dilaksanakan setiap hari Kamis, pukul 14.00 – 17.00 mulai tanggal 19 September 2016 – 5 Desember 2016 yangbertempat di Screenhouse FP UB dan Lahan Percobaan milik Fakultas Petanian Universitas Brawijaya yang
berada di Desa Jatimulyo, Malang Jawa Timur.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum TPT komoditas Kastuba ini
meliputi polybag berukuran 5 kg yang digunakan untuk tempat menanam bibit
kastuba, gayung yang digunakan untuk mengukur perbandingan media
tanam kastuba, ember yang digunakan untuk mencampur media tanaman
sebelum dimasukkan ke polybag, cetok yang digunakan untuk mengambil
dan memasukkan media tanam dan pembersihan gulma dilahan, kardus
yang digunakan untuk membawa dan memindahkan polybag dari rumah
kawat ke lahan, gembor yang digunakan untuk menyiram tanaman kastuba,
botol sprayer yang digunakan untuk menyemprotkan Gandasil-D pada daun
kastuba, plastik kecil yang digunakan untuk mengambil pupuk NPK,
penggaris yang digunakan untuk mengukur tinggi tanaman, alat tulis yang
digunakan untuk mencatat hasil pengamatan, kamera yang digunakan untuk
mendokumentasikan saat praktikum, dan form pengamatan digunakan untuk
parameter pengamatan.
Bahan yang digunakan dalam praktikum TPT komoditas Kastuba ini
meliputi media tanam yang berupa tanah katel dan arang sekam dengan
perbandingan 1:1, bibit kastuba sebagai bahan tanam, air yang digunakan
untuk penyiraman kastuba, pupuk NPK (15-15-15) yang digunakan untuk pemupukan, dan Gandasil-D yang digunakan untuk membantu pertumbuhan
vegetatif serta zat penghambat tumbuh yaitu paklobutrazol agar batang
3.3. Cara Kerja
Sebelum dilakukan praktikum TPT tanggal 19 September 2016, terlebih
dahulu disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam pembibitan
kastuba di screenhouse FP UB agar tidak ada pengaruh dari luar sebelum
siap dipindahkan ke lahan percobaan. Pertama disiapkan media dan bahan
tanam yang meliputi pencampuran media tanam berupa tanah katel dan
arang sekam dengan perbandingan 1:1 pada ember dengan menggunakan
gayung sebagai ukurannya. Tiga gayung tanah katel ditambah tiga gayung arang sekam dicampur pada ember lalu dimasukkan kedalam polybag yang
berukuran 5 kg (1 kelompok mengisi 4 polybag), polybag sebelumnya telah
dilubangi serta diberi label sesuai perlakuan yang akan diterapkan.
Masing-masing polybag diisi dengan tanah sebanyak ¾ bagian dengan sedikit
dipadatkan (diangkat polybagnya lalu diletakkan dengan sedikit guncangan).
Kedua yaitu pembibitan dengan mengambil bibit yang telah disediakan
dinampan dan ditanam pada tengah polybag bersama dengan savana yang
masih melekat pada akar bibit kastuba kemudian tutup kembali dengan tanah
hingga savana tertutup semua. Hal ini dimaksudkan agar bibit tidak stres
karena ditanam pada media yang berbeda sehingga savana harus tetap
diikutkan. Ketiga yaitu penyiraman dengan menggunakan air secukupnya
yang penting seluruh tanah merata terkena air sehingga lembab tidak boleh
terlalu basah dan tergenang, setelah itu membuat 5 lubang pada
masing-masing polybag pada tanah mengelilingi tanaman agak jauh dari akar untuk
pengamplikasian pupuk dasar. Masing-masing lubang diberi 1 butir pupuk
NPK (15-15-15) lalu ditutup dengan tanah kembali, fungsi dari penimbunan
pupuk NPK pada lubang yang agak jauh dari akar adalah agar pupuk bisa
terurai dan diserap oleh kastuba sebagai pupuk dasar karena bersifat slow
release dan panas bila langsung terkena ke akar tanaman.
Empat polybag berisi tanaman kastuba dirawat di screenhouse selama
3 minggu mulai dari tanggal 19 September- 3 Oktober 2016. Perawatan
tanam, dijaga agar tidak kering atau terlalu basah. Pada minggu kedua
setelah tanam yaitu tanggal 26 September 2016, dilakukan pemupukan
kedua dan disulam apabila ada kastuba yang mati. Setelah 3 minggu
pembibitan di screenhouse tepatnya tanggal 3 Oktober 2016, keempat bibit
kastuba yang sudah mulai tumbuh dipindahkan ke Lahan Jatimulyo dengan
menggunakan kardus, hal ini untuk menghindari rusaknya tanaman akibat
perjalanan atau media terkena angin saat pemindahannya.
Pada minggu ke empat tanggal 10 Oktober 2016, kastuba dirawat dengan melakukan penyiraman hingga tanah cukup lembab, diberi pupuk
NPK (15-15-15) dengan cara dibenamankan masing-masing 1 butir pupuk
dalam 5 lubang yang megelilingi polybag, gulma yang berada disekitar
polybag disiangi serta daun dipangkas apabila ada yang kering agar tidak
mengganggu pengangkutan fotosintat kebagian daun lain yang sehat.
Pada minggu ke lima tanggal 17 Oktober 2016 dilakukan aplikasi pupuk
daun berupa Gandasil-D (2 gram Gandasil-D dilarutan kedalam 1 liter air).
Gandasil-D diaplikasikan dengan disemprotankan menggunakan sprayer
yang memiliki ukuran nozel sama, penyemprotan dilakukan pada sore hari
dan tanaman terlebih dahulu disirami. Gandasil-D disemprotkan dari pucuk
atas daun sampai dengan batang terbawah yang berfungsi untuk membantu
pertumbuhan vegetatif, mencegah daun menguning dan kering, memenuhi
nutrisi pada daun serta pemenuhan kebutuhan unsur hara makro maupun
mikro.
Perawatan kastuba dilakukan dengan penyiraman dan penyiangan
gulma setiap minggu ataupun disesuaikan kondisi dilahan. Kastuba
disungkup mulai minggu ke delapan setelah tanam yaitu pada tanggal 7
November 2016 dengan cara kastuba dimasukkan kedalam sungkup (diberi penutup plastik hitam) untuk memacu pertumbuhan braktea (daun berwarna
merah pada kastuba) sesuai dengan perlakuan masing-masing serta akan
diberi penambahan zat penghambat tumbuh yaitu paklobutazol agar batang
Mulai dari tanggal 17 Oktober 2016 diamati tinggi tanaman dengan cara
diukur dengan penggaris mulai dari permukaan tanah sampai batang terujung
dimana munculnya tunas baru, diamati jumlah daun dengan dihitung
banyaknya daun yang tumbuh, diamati intensitas serangan penyakit dengan
perhitungan metode scoring, dan diamati banyaknya arthopoda baik hama
maupun musuh alami secara langsung. Pada tanggal 25 Oktober 2016
perawatan dan pengamatan terus dilakukan sebelum penyungkupan sampai
tanggal 2 November 2016 meliputi tinggi tanaman, banyak daun, banyaknya serangan hama dan intensitas penyakit pada masing-masing tanaman per
polybag.
Mulai tanggal 7 November 2016 kastuba mulai disungkup (Perlakuan
A1=disungkup 16 jam mulai pukul 14.00 ditutup dan dibuka pukul 06.00),
serta diberi zat penghambat tumbuh berupa paklobutazol (Perlakuan
B2=diberi dengan konsentrasi 1500ppm) yang diaplikasikan dengan cara
disiramkan pada bagian pangkal bawah batang sampai permukaan tanah
agar batang kastuba tidak tumbuh terlalu tinggi. Paklobutrazol yang
diaplikasikan tidak boleh terkena daun kastuba karna akan menghambat
pertumbuhannya. Penyungkupan dilakukan setelah perawatan dan
pengamatan yaitu pukul 14.00 sampai menjelang pukul 06.00. Selama
perawatan dilakukan penyiangan gulma dalam sungkup untuk menjaga
kebersihan didalam sungkup. Selain itu, dilakukan juga pengamatan dengan
menghitung semua parameter yang ditentukan dan mengisi form yang ada.
Pada tanggal 21 November dilakukan pengamatan dan perawatan sesuai
parameter, disaat pengamatan telah muncul 1 braktea pada polybag 2
sehingga sudah dimulai perhitungan presentase braktea dan panjang
braktea. Presentase braktea dihitung dengan cara melihat seberapa bagian daun yang telah merah, sedangkan panjang braktea dihitung dengan cara
mengukur panjang daun mulai pangkal daun dekat tangkai sampai pada akhir
Tanggal 28 November 2016 merupakan minggu ke 3 setelah
penyungkupan dan merupakan minggu terakhir pengamatan. Pada minggu
ini perawatan umum dan pengamatan seperti minggu sebelumnya tetap
dilakukan dan dicatat hasilnya serta didokumentasikan sebagai bahan data
pembuatan laporan akhir praktikum dan lampiran dokumentasi.
3.4. Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan komoditas Kastuba meliputi : tinggi tanaman,
jumlah daun, panjang braktea, presentase braktea yang merah sempurna, pengamatan hama dan musuh alami, serta pengamatan intensitas serangan
penyakit.
3.4.1 Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman diamati dengan cara diukur masing-masing
tanaman dengan penggaris, dari permukaan tanah hingga batang
terakhir dimana tempat tumbuhnya tunas baru tanpa menarik daun
tegak keatas.
3.4.2 Jumlah Daun
Jumlah daun diamati dengan cara dihitung langsung berapa
banyak daun yang telah tumbuh membuka.
3.4.3 Panjang Braktea
Panjang braktea diamati apabila telah dilakukan penyungkupan
dan telah tumbuh braktea pada Kastuba, dengan cara diukur mulai
ujung daun sampai pangkal daun yang dekat dengan tangkai daun
menggunakan penggaris.
3.4.4 Presentase Braktea yang Merah Sempurna
Presentase braktea yang merah sempurna dilakukan apabila
braktea telah muncul dan terbuka dan dilihat apakah merahnya sempurna seluruh daun atau hanya sebagian dengan
3.4.5 Pengamatan Hama dan Musuh Alami
Pengamatan hama dan musuh alami dilakukan dengan melihat
langsung ada tidaknya pada tanaman tersebut dan sekitar polybag
dengan cara menghitung langsung jumlahnya dan mendokumentasikan.
3.4.6 Pengamatan Intensitas Serangan Penyakit
Pengamatan intensitas serangan penyakit dilakukan dengan
melihat seberapa besar intensitas serangan penyakit yang menyerang
tanaman kastuba dengan metode scoring dan perhitungan IP kemudian dicatat.
IP =
Keterangan : IP = Intensitas serangan penyakit
n = Jumlah daun dari tiap kategori serangan v = Nilai skala tiap kategori serangan
Z = Nilai skala dari kategori serangan tertinggi
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lahan
Lahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum Teknologi Produksi
Tanaman komoditas kastuba adalah di Lahan Percobaan milik Fakultas
Petanian Universitas Brawijaya yang berada di Desa Jatimulyo. Sebelum
dipindahkan ke Lahan Jatimulyo, kastuba diletakkan di screenhouse FP UB.
Selama praktikum di Lahan Jatimulyo, komoditas kastuba diletakkan pada
polybag karena Lahan Jatimulyo merupakan lahan bekas tanaman padi yang telah diberokan sehingga lahan tersebut banyak terdapat gulma dan saat
hujan sering terjadi genangan air yang dapat merendam polybag yang telah
ditanami kastuba. Keadaan tersebut menyebabkan media tanam kastuba
menjadi lembab dan mengakibatkan batang kastuba menjadi busuk dan
mudah terserang penyakit.
Media tanam yang baik untuk kastuba menurut Lingga (2006), adalah
media tanam yang bebas dari hama, patogen penyebab penyakit, gulma, dan
bahan beracun. Media yang digunakan dalam praktikum Teknologi Produksi
Tanaman komoditas kastuba ini berupa tanah katel dan arang sekam dengan
perbandingan 1:1, sedangkan menurut Lingga (2006), komposisi media yang
bisa digunakan diantaranya campuran cocopeat dan arang sekam (3:1),
campuran cocopeat, aquapeat, dan arang sekam (2:1:1), campuran peat
moss dan arang sekam (2:1), campuran aquapeat, perlite, dan arang sekam
(3:1:1), dan campuran spaghnum peat moss, vermiculite, dan perlite (1:1:1).
Media tersebut sebaiknya juga dicampur dengan pupuk superfosfat 0-46-0
dengan dosis 1 sendok makan per 5 liter media. Sementara pada praktikum
ini, menggunakan pupuk N-P-K (15-15-15).
Media tanam berupa tanah katel dapat menyebabkan tanah akan cepat memadat ketika dilakukan penyiraman dan mengakibatkan porositas menjadi
berkurang dan menyebabkan akar tanaman kekurangan oksigen
(Lingga,2006). Namun dalam hal ini, arang sekam tidak terlibat dalam
Irawan dan Yeremias (2015) media tanah yang ditambah arang sekam dapat
memperbaiki porositas media sehingga baik untuk respirasi akar, dapat
mempertahankan kelembaban tanah, karena apabila arang sekam
ditambahkan ke dalam tanah akan dapat mengikat air, kemudian dilepaskan
ke pori mikro untuk diserap oleh tanaman dan mendorong pertumbuhan
mikroorganisme yang berguna bagi tanah dan tanaman.
4.2. Tinggi Tanaman Kastuba
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan data rata-rata tinggi tanaman kastuba pada pengamatan ke-2, ke-4 dan ke-6. Rata-rata
jumlah tinggi tanaman kastuba pada berbagai perlakuan lama penyungkupan
dan dosis zat penghambat tumbuh disajikan dalam tabel dan grafik dibawah
ini :
Tabel 1. Perbandingan Tinggi Kastuba pada Berbagai Perlakuan
No. Perlakuan Kelas Pengamatan ke- (cm)
2 4 6
1 A0B0 (1) A 6,625 7,275 8,3
2 A0B4 (1) E 4,5 5,25 5,75
3 A1B4 (1) F 6,6 9,0 10,0
4 A1B0 (1) J 10,16 10,93 11,33
5 A2B2 (1) L 5,15 6,25 6,6
6 A2B4 (1) N 4,875 5,56 7,85
7 A2B0 (1) O 4,75 5,825 7,0
Berdasarkan data pada tabel perbandingan tinggi tanaman pada
berbagai perlakuan, rata-rata tinggi tanaman meningkat pada setiap
pengamatannya. Perlakuan A0B0 (1) yaitu, penyungkupan selama 14 jam
dan tanpa pemberian zat penghambat tumbuh. Perlakuan A0B4 (1) yaitu,
penyungkupan selama 14 jam dan pemberian zat penghambat
tumbuhdengan konsentrasi 2500 ppm. Perlakuan A1B4 (1) yaitu, penyungkupan selama 15 jam dan pemberian zat penghambat tumbuh
selama 15 jam dan tanpa pemberian zat penghambat. Perlakuan A2B2 (1)
yaitu, penyungkupan selama 16 jam dan pemberian zat penghambat tumbuh
dengan konsentrasi1500 ppm. Perlakuan A2B4 (1) yaitu, penyungkupan
selama 16 jam dan pemberian zat penghambat tumbuh dengan konsentrasi
2500 ppm. Perlakuan A2B0 (1) yaitu, penyungkupan selama 16 jam dan
tanpa pemberian zat penghambat tumbuh.
Pada pengamatan ke-2, rata-rata tertinggi ada pada perlakuan A1B0 (1)
dengan nilai 9,2. Pada pengamatan ke-4, rata-rata tertinggi juga pada perlakuan A1B0 (1) dengan nilai 10,93 dan pada pengamatan ke-6 rata-rata
tertinggi pada perlakuan A1B0 (1) dengan nilai 11,33, sedangkan rata-rata
terendah pada pengamatan ke-2 pada perlakuan A0B4 (1) dengan nilai 4,5.
Pada pengamatanke-4, rata-rata terendah juga pada perlakuan A0B4 (1)
dengan nilai 5,25 dan pengamatan ke-6, rata-rata terendah juga pada
perlakuan A0B4 (1) dengan nilai 5,75.
Gambar 10. Grafik Perbandingan Tinggi Kastuba pada Berbagai Perlakuan Berdasarkan data grafik diatas,tinggi tanaman kastuba yang mengalami
peningkatan tajam adalah pada perlakuan A2B4 (1) dengan perlakuan
penyungkupan selama 16 jam dan pemberian zat penghambat tumbuh
dengan konsentrasi 2500 ppm, sedangkan tanaman lain tidak mengalami
0 2 4 6 8 10 12
Pengamatan 2 Pengamatan 4 Pengamatan 6
Tinggi Tanaman (cm)
peningkatan yang sangat tajam pada tinggi tanaman setiap pengamatannya.
Namun, terlihat pada grafik bahwa tinggi tanaman pada setiap perlakuan
cenderung meningkat setiap pengamatannya. Perbedaan tinggi tanaman
kastuba ini dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik lingkungan dan hormon
endogen berupa hormon auksin dan giberelin dari tanaman itu sendiri
(Lingga,2006).
Namun perlakuan dengan rata-rata tinggi tanaman tertinggi ada pada
perlakuan A1B0(1), dimana pada perlakuan tersebut tidak diberikan zat penghambat tumbuh, sehingga pertumbuhan tanaman tidak terganggu dan
tidak terhambat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ukmifa (2016), bahwa zat
penghambat tumbuh merupakan senyawa organik sintetik yg dapat
menghambat pemanjangan sel pada meristem sub apikal dan mengurangi
laju perpanjangan batang.
4.3. Jumlah Daun Tanaman Kastuba
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan data rata-rata
jumlah daun tanaman kastuba pada pengamatan ke-2, ke-4 dan ke-6.
Rata-rata jumlah daun kastuba pada berbagai perlakuan lama penyungkupan dan
dosis zat penghambat tumbuh disajikan dalam tabel dan grafik dibawah ini :
Tabel 2. Perbandingan Jumlah Daun Kastuba pada Berbagai Perlakuan
No. Perlakuan Kelas Pengamatan ke-
2 4 6
Berdasarkan data tabel perbandingan jumlah daun pada berbagai
perlakuan, rata-rata jumlah daun tanaman kastuba mengalami peningkatan
rata-rata jumlah daun tertinggi ada pada perlakuan A1B0 (1). Pada minggu
ke-4 dan ke-6, rata-rata tertinggi juga pada perlakuan A1B0 (1), sedangkan
untuk rata-rata jumlah daun terendah pada minggu pertama ada pada
perlakuan A2B2 (1). Pada minggu ke-4 dan ke-6, rata-rata jumlah daun
terendah juga pada perlakuan A2B2 (1). Kenaikan tertinggi terdapat pada
perlakuan A0B0 (1) sebesar 3,25 dari pengamatan ke-4 ke pengamatan ke-6.
Rata-rata penurunan yang paling tinggi ada pada perlakuan A0B0 (1) dan
A2B0 (1) masing-masing sebesar 1 dari pengamatan ke-2 ke pengamatan ke-4.
Pada perlakuan A0B0 (1) pada pengamatan ke-2 ke pengamatan ke-4
terjadi kenaikan jumlah daun sebesar 0,2 dan dari pengamatan ke-4 ke
pengamatan ke-6 juga terjadi kenaikan sebesar 0,3. Pada perlakuan A0B4
(1) pada pengamatan ke-2 ke pengamatan ke-4 terjadi kenaikan jumlah daun
sebesar 0,25 dan dari pengamatan ke-4 ke pengamatan ke-6 juga terjadi
penurunan sebesar 0,75. Pada perlakuan A1B4 (1) pada pengamatan ke-2
ke pengamatan ke-4 terjadi kenaikan jumlah daun sebesar 1,25 dan dari
pengamatan ke-4 ke pengamatan ke-6 tidak mengalami peningkatan maupun
penurunan. Pada perlakuan A1B0 (1) pada pengamatan ke-2 ke pengamatan
ke-4 terjadi kenaikan jumlah daun sebesar 1,63 dan dari pengamatan ke-4 ke
pengamatan ke-6 terjadi kenaikan sebesar 1,7. Pada perlakuan A2B2 (1)
pada pengamatan ke-2 ke pengamatan ke-4 terjadi penurunan jumlah daun
sebesar 0,25 dan dari pengamatan ke-4 ke pengamatan ke-6 terjadi
penurunan sebesar 0,25. Pada perlakuan A2B4 (1) pada pengamatan ke-2
ke pengamatan ke-4 terjadi kenaikan jumlah daun sebesar 0,25 dan dari
pengamatan ke-4 ke pengamatan ke-6 juga terjadi kenaikan sebesar 1,5.
Pada perlakuan A2B0 (1) pada pengamatan ke-2 ke pengamatan ke-4 terjadi penurunan jumlah daun sebesar 1 dan dari pengamatan ke-4 ke pengamatan
Gambar 11. Grafik Perbandingan Jumlah Daun Kastuba pada Berbagai Perlakuan
Berdasarkan data grafik diatas, pada pengamatan ke-2, ke-4 dan ke-6
diketahui bahwa rata-rata jumlah daun kastuba pada setiap perlakuan
mengalami peningkatan dan juga penurunan. Pada perlakuan A0B0 (1),
A1B0 (1) dan A2B4 (1) jumlah daun setiap pengamatannya selalu meningkat,
sedangkan pada perlakuan lainnya jumlah daun ada yang mengalami
peningkatan dan penurunan.
Penurunan jumlah daun ini dapat disebabkan karena adanya
kerontokan daun akibat serangan penyakit. Penyakit yang banyak
menyerang tanaman kastuba adalah penyakit kudis. Menurut Redaksi
AgroMedia (2007), gejala penyakit kudis yaitu pada daun muncul bercak
bulat kecil yang mencapai ukuran 1,25 cm. Bercak tersebut berwarna kuning
kecokelatan dan dikelilingi oleh garis berwarna ungu kemerahan. Daun yang
sakit tersebut nantinya akan gugur.
4.4. Presentase Braktea
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan data presentase
braktea tanaman kastuba pada pengamatan ke-2, ke-4 dan ke-6. Presentase
braktea kastuba pada berbagai perlakuan lama penyungkupan dan dosis zat
penghambat tumbuh disajikan dalam tabel dan grafik dibawah ini :
0 2 4 6 8 10 12
Pengamatan 2 Pengamatan 4 Pengamatan 6
Jumlah Daun Tanaman
Tabel 3. Panen Komoditas Kastuba pada Berbagai Perlakuan
Berdasarkan tabel pengamatan diatas, presentase braktea pada
perlakuan A0B4 (1), A1B4 (1) dan A2B4 (1) tidak menghasilkan sehingga
presentasenya 0%. Pada perlakuan A1B0 (1), terdapat 2 braktea dengan
rata-rata presentase 72,5% dengan rata-rata panjang braktea 2 cm. Pada
perlakuan A2B2 (1), terdapat 2 braktea dengan rata-rata presentase 98%
dengan rata-rata panjang braktea 2,5 cm. Selanjutnya, pada perlakuan A2B0
(1), terdapat 3 braktea dengan rata-rata presentase 33% dengan rata-rata
panjang braktea 2,8 cm. Pada perlakuan A0B0 (1) terdapat 4 braktea yang
masing-masing presentasenya 100% dan dengan rata-rata panjang braktea
1,4 cm yang merupakan presentase braktea tertinggi dan jumlah braktea
terbanyak. Perlakuan A0B0 (1) merupakan perlakuan dengan 14 jam
penyungkupan dan tanpa penggunaan Zat Penghambat Tumbuh. Menurut
Hartley (1992), perlakuan 14 jam hari gelap dapat dilakukan agar kastuba
bisa membentuk braktea dan memacu pembungaan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya braktea adalah fase
generatif, karena saat masih dalam fase vegetatif (fase sejak masa tanam
hingga menjelang tumbuh bunga), daun kastuba berwarna hijau
(Sholekhudin, 2006). Selain itu, jika perlakuan penyungkupan terlalu lama
4.5. Intensitas Serangan Penyakit
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan data rata-rata
intensitas serangan penyakit tanaman kastuba pada pengamatan ke-2, ke-4
dan ke-6. Rata-rata intensitas serangan penyakit tanaman kastuba pada
berbagai perlakuan lama penyungkupan dan dosis zat penghambat tumbuh
disajikan dalam table dan grafik dibawah ini :
Tabel 4. Perbandingan Intensitas Serangan Penyakit Tanaman Kastuba
pada Berbagai Perlakuan
Bedasarkan data tabel diatas, rata-rata intensitas serangan penyakit
setiap pengamatannya mengalami peningkatan maupun penurunan. Pada
perlakuan A2B2 (1) pada pengamatan ke-2 ke pengamatan ke-4 mengalami
penurunan sebesar 15,625% yang merupakan penurunan terbesar,
sedangkan pada pengamatan ke-4 ke pengamatan ke-6 juga mengalami
penurunan sebesar 1,725%. Pada perlakuan A0B0 (1) pada pengamatan
ke-2 ke pengamatan ke-4 mengalami kenaikan sebesar ke-2,575%, sedangkan
pada pengamatan ke-4 ke pengamatan ke-6 mengalami penurunan sebesar
0,0975%. Pada perlakuan A0B4 (1) pada pengamatan ke-2 ke pengamatan
ke-4 mengalami kenaikan sebesar 3,63% sedangkan pada pengamatan ke-4
ke pengamatan ke-6 mengalami penurunan sebesar 9,45%. Pada perlakuan
A1B4 (1) pada pengamatan ke-2 ke pengamatan ke-4 mengalami penurunan
sebesar 0,42% begitu juga dengan pengamatan ke-4 ke pengamatan ke-6
pengamatan ke-2 ke pengamatan ke-4 mengalami penurunan sebesar 0,92%
dan pada pengamatan ke-4 ke pengamatan ke-6 mengalami kenaikan
sebesar 1,34%. Pada perlakuan A2B4 (1) pada pengamatan ke-2 ke
pengamatan ke-4 mengalami penurunan sebesar 5,6%, sedangkan pada
pengamatan ke-4 ke pengamatan ke-6 mengalami kenaikan sebesar 8,8%.
Pada perlakuan A2B0 (1) pada pengamatan ke-2 ke pengamatan ke-4
mengalami penurunan sebesar 1,38 %, sedangkan pada pengamatan ke-4
ke pengamatan ke-6 mengalami kenaikan sebesar 4,75%.
Gambar 12. Grafik Intensitas Serangan Penyakit Tanaman Kastuba pada Berbagai Perlakuan
Berdasarkan data grafik diatas, intensitas serangan penyakit tanaman
kastuba mengalami kenaikan maupun penurunan pada setiap pengamatan
yang dilakukan pada pengamatan ke-2, ke-4 dan ke-6. Namun, yang terparah
ada pada pengamatan ke-2 dari perlakuan A2B2 (1) yaitu mencapai 27,5%.
Sedangkan yang terdendah ada pada pengamatan ke-2 dari perlakuan A2B0
(1) yang hanya sebesar 2,2%. Penyakit yang menyerang tanaman kastuba di
lahan Jatimulyo umumnya adalah penyakit kudis. Menurut Redaksi
AgroMedia (2007), gejala yang tampak pada penyakit ini adalah mula-mula
pada daun akan muncul bercak bulat kecil yang bisa mencapai ukuran 1,25
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00%
Pengamatan 2 Pengamatan 4 Pengamatan 6
Intensitas Serangan Penyakit (%)
cm. Warna bercak tersebut adalah kuning kecoklatan. Daun yang sakit
tersebut nantinya akan gugur. Spora cendawan penyebab penyakit kudis ini
dapat menyebar melalui percikan air saat melakukan penyiraman dan media
tanam yang terlalu lembab sehingga mendukung pertumbuhan jamur. Selain
itu, naiknya intensitas serangan penyakit pada pengamatan ke-2 ke
pengamatan ke-4 dapat disebabkan oleh aplikasi pupuk Gandasil-D yang
salah yaitu ketika pupuk yang diberikan terlalu banyak. Hal ini didukung oleh
pernyataan Lingga dan Marsono (2005), penggunaan pupuk daun yang berlebih akan menyebabkan gejala daun-daun seperti terbakar dan layu,
kering dan akhirnya gugur. Penurunan jumlah penyakit pada tanaman
kastuba pada pengamatan ke-4 ke pengamatan ke-6 karena dilakukan
pengendalian dengan cara memangkas daunyang terkena penyakit agar
tidak menyerang daun yang sehat. Berikut adalah dokumentasi penyakit
kudis pada kastuba :
Gambar 13. (A). Gejala Penyakit Kudis Kastuba, dokumentasi pribadi, (B). Gejala Penyakit Kudis Kastuba (Redaksi AgroMedia, 2007)
4.6. Presentase Tumbuh
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan data presentase
tumbuh tanaman kastuba pada pengamatan ke-2, ke-4 dan ke-6. Presentase
tumbuh tanaman kastuba pada berbagai perlakuan lama penyungkupan dan
dosis zat penghambat tumbuh disajikan dalam table dan grafik dibawah ini :
Tabel 5. Perbandingan Presentase Tumbuh Tanaman Kastuba pada Berbagai Perlakuan
No. Perlakuan Kelas Pengamatan ke- (%)
2 4 6
1 A0B0 (1) Kelas A 100 100 75
2 A0B4 (1) Kelas E 75 50 50
3 A1B4 (1) Kelas F 100 75 75
4 A1B0 (1) Kelas J 75 75 75
5 A2B2 (1) Kelas L 100 100 100
6 A2B4 (1) Kelas N 100 75 50
7 A2B0 (1) Kelas O 100 100 100
Berdasarkan tabel diatas, presentase tumbuh tanaman kastuba
cenderung mengalami penurunan pada pengamatan ke-4 dan pengamatan
ke-6. Namun, pada perlakuan A2B2 (1) dan A2B0 (1), presentasi tumbuh
tanaman kastuba tetap stabil yaitu, 100% hingga pengamatan ke-6.,
sedangkan perlakuan A2B4 (1) merupakan perlakuan yang setiap
pengamatannya presentase tumbuh terus menurun.
Pada perlakuan A0B0 (1) presentase tumbuh mengalami penurunan
menjadi 75% pada pengamatan ke-6. Selanjutnya, pada perlakuan A1B0(1)
presentase tumbuh sudah mengalami penurunan menjadi 75% sejak
pengamatan ke-2 dan stabil hingga pengamatan ke-6. Pada pelakuan A0B4
(1), presentase tumbuh pada pengamatan ke-2 sudah menurun menjadi 75%
kemudian pada pengamatan ke-4 kembali mengalami penurunan menjadi
50% dan stabil hingga pengamatan ke-6. Pada perlakuan A1B4 (1), pada pengamatan ke-2 presentase hidup 100%, pada pengamatan ke-4
Gambar 14. Perbandingan Presentase Tumbuh Tanaman Kastuba pada
Berbagai Perlakuan
Berdasarkan data pada grafik diatas dapat dilihat bahwa, tanaman
dengan perlakuan A0B4 (1), A2B2 (1) dan A2B0 (1) memiliki presentase
tumbuh yang stabil yaitu 100%, sedangkan pada perlakuan yang presentase
tumbuhnya terus menurun dari setiap pengamatan tersebut adalah perlakuan
A2B2 (1) dan pada perlakuan lain cenderung stabil mulai pengamatan ke-4
hingga ke-6. Presentase tumbuh yang terus berkurang ini disebabkan karena
tanaman mengalami kematian akibat terjadi busuk batang. Jamur yang
menyebabkan penyakit dapat berkembang dengan baik karena menyukai
lingkungan yang memiliki kelembaban tinggi (Redaksi AgroMedia,2007).
4.7. Keragaman Athropoda
Tabel 6. Tabel Keragaman Athropoda pada Komoditas Kastuba
No Spesies Foto Peran
(Redaksi AgroMedia,2007)
2
Nama Lokal:
Belalang
Nama Ilmiah:
Oxya chinensis
(BPTP Lampung, 2014)
Hama
3
Nama Lokal:
Laba-laba
Nama Ilmiah:
Lycosa sp.
(BPPSDMP, 2016)
No Spesies Foto Peran
4
Nama Lokal:
Kumbang Biru
Nama Ilmiah:
Curinus coeruleus
(Khair, 2016)
Serangga lain
5
Nama Lokal:
Jangkrik
Nama Ilmiah:
Gryllus asimilis
(Khair, 2016)
Serangga lain
Pada keragaman athropoda terdapat kutu putih. Hama ini mengeluarkan
cairan madu yang dapat menjadi media bagi tumbuhnya cendawan embun
jelaga serta serangganya dapat mematikan tanaman (Redaksi
AgroMedia,2007). Selain itu, terdapat juga belalang yang merupakan hama
bersifat polifag dan musuh alaminya dari kelas arachnida yaitu laba-laba.
Semua laba-laba adalah predator yang memangsa berbagai serangga
(Purnomo,2010). Terdapat serangga lain seperti jangkrik dan kumbang biru
4.8. Pembahasan Umum
Praktikum Teknologi Produksi Tanman pada komoditas kastuba
dilaksanakan di Lahan Jatimulyo. Perlakuan yang dilakukan untuk komoditas
ini adalah perlakuan lama penyungkupan serta perbedaan konsentrasi Zat
Penghambat Tumbuh dan aplikasi pupuk daun berupa pupuk Gandasil-D.
Tinggi tanaman kastuba dipengaruhi oleh faktor fisik lahan yang
merupakan kondisi mikroklimat, seperti temperatur, cahaya, kelembaban,
penyiraman, pemupukan, jarak antartanaman (jika dalam pot), jadwal tanam, dan kultivar. Selain kondisi fisik lahan, tinggi tanaman juga dipengaruhi oleh
hormon endogen yang terkandung pada tanaman yang bekerja pada titik
tumbuh batang (pucuk). Agar hormon tersebut tidak bekerja aktif, maka
diberikan Zat Penghambat Tumbuh yang dinamakan retardan (Lingga, 2006).
Pada praktikum Teknologi Produksi Tanaman komoditas ini menggunakan
paklobutrazol sebagai Zat Penghambat Tumbuh. Ada beberapa perlakuan
yang digunakan saat praktikum yaitu, perlakuan B0 yang tidak menggunakan
zat penghambat, B1 menggunakan zat penghambat dengan konsentrasi
1000 ppm, B2 menggunakan zat penghambat dengan konsentrasi 1500 ppm,
B3 menggunakan zat penghambat dengan konsentrasi 2000 ppm, dan B4
menggunakan zat penghambat dengan konsentrasi 2500 ppm.Penggunaan
paklobutrazol dengan dosis yang telah ditentukan tersebut sesuai dengan
penyataan Shintowati (1997), bahwa efek paklobutrazol terhadap
pemendekan batang pada tanaman kastuba diperoleh pada perlakuan
konsetrasi paklobutrazol lebih dari 50 ppm.
Jumlah daun kastuba pada setiap pengamatan juga mengalami
kenaikan dan penurunan jumlah. Serangan penyakit kudis atau scab yang
menyebabkan daun gugur sehingga jumlah daun menjadi berkurang (Redaksi AgroMedia,2007). Selain itu, penyakit aplikasi pupuk Gandasil-D
yang salah dapat menyebabkan daun menjadi seperti terbakar dan layu,
kering dan akhirnya gugur. Hal ini tentunya sangat mengganggu
paklobutrazol atau Zat Penghambat tumbuh tidak menunjukkan efek pada
daun kastuba. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sefiani (2004)
menunjukkan bahwa perlakuan paklobutrazol dengan metode semprot
maupun siram tidak berpengaruh terhadap jumlah daun kastuba.
Presentase braktea dipengaruhi oleh lama penyungkupan. Ada
beberapa perlakuan lama penyungkupan yang digunakan saat praktikum
yaitu, A0 dengan lama penyungkupan 14 jam, A1 dengan lama
penyungkupan 15 jam dan A2 dengan lama penyungkupan 16 jam. Penyungkupan dilakukan dengan menggunakan plastik hitam.Hal ini sesuai
dengan penyataan Shinta dkk (2016), bahwa penyungkupan dapat
menggunakan plastik hitam yang dilakukan agar braktea dapat muncul
secara kompak dan serempak. Metode penyungkupan dengan plastik hitam
pada hari pendek dilakukan untuk memperpendek panjang hari
(photoperiodisitas) dan menurut Hartley (1992), penyungkupan (pemberian
suasana gelap lebih lama) pada kastuba dilakukan selama 10 jam hari terang
dan 14 jam hari gelap setiap harinya.
Komoditas kastuba yang ditanam memiliki intensitas serangan penyakit
yang cukup tinggi dimasa pembibitan dan saat pemindahan tanaman ke
lahan Jatimulyo. Penyakit yang menyerang kastuba umumnya berasal dari
jamur menyukai kondisi lingkungan tempat tumbuh tanaman kastuba. Faktor
penyebabnya adalah kelembaban yang cukup tinggi, sehingga besar
kemungkinan tanaman tersebut akan terserang penyakit. Jamur yang
menyebabkan penyakit pada kastuba adalah Sphaceloma poinsettiae,
penyebab penyakit kudis.Menurut Semangun (2001) dalam Manengkey dan
Emmy (2011), kelembaban adalah faktor cuaca yang sangat penting dalam
mempengaruhi ledakan penyakit. Pada umumnya perkecambahan spora dan perkembangan pertama dan parasit berhubungan erat dengan kelembaban.
Presentase tumbuh komoditas kastuba rata-rata mengalami penurunan
tanaman terserang penyakit yang mengakibatkan kematian pada tanaman.
Faktor lain penyebab presentase tumbuh tanaman kastuba menurun adalah
kelembaban yang cukup tinggi dan aplikasi pupuk yang salah sehingga
mengganggu pertumbuhan kastuba.
Keragaman arthropoda yang terdapat di lahan kastuba cukup beragam
karena dalam praktikum di Lahan Jatimulyo juga bersamaan dengan
komoditas lain. Pada komoditas kastuba ditemukan beragam arthropoda
seperti kutu putih, belalang, jangkrik, kumbang biru, serta dari kelaas arachnida yaitu laba-laba. Hama pada komoditas ini adalah kutu putih dan
belalang. Kutu putih merupakan hama utama tanaman kastuba yang dapat
mematikan tanaman kastuba karena mengeluarkan cairan madu yang dapat
menjadi media tumbuh cendawan (Redaksi AgroMedia,2007). Selain itu,
terdapat belalang yang memakan daun tanaman kastuba dan merupakan
hama polifag atau menyerang hampir seluruh tanaman budidaya (Abdullah
dkk,2011) yang mempunyai musuh alami dari kelas arachnida berupa
laba-laba yang merupakan predator dari berbagai serangga (Purnomo,2010).
Serangga lain yang ditemukan pada komoditas ini adalah jangkrik dan
5. KESIMPULAN
Teknologi produksi tanaman kastuba yang dapat meningkatkan nilai
ekonomisnya adalah dengan melakukan penyungkupan dan pengaplikasian
Zat Penghambat Tumbuh sehingga sesuai dengan permintaan pasar.
Budidaya kastuba juga sebaiknya dilakukan di screenhouse agar
kelembaban terjaga serta mengurangi serangan hama dan penyakit.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa perlakuan
yang paling optimum adalah perlakuan A0B0 (1) yaitu, dengan perlakuan 14 jam lama penyungkupan dan tanpa pemberian paklobutrazol dengan jumlah
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T., Suleha T., dan Muhammad S. 2011. Serangga Fitofag Berassosiasi pada Pertanaman Tebu di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Makassar: Universitas Hasanudin. Vol 3 (114)
Acquaah, G. 2002. Horticulture Principles and Practices.Upper Saddle River.Pearson Education.
Andriani, L. 2007. Kajian Kinerja Jaringan Irigasi Tetesuntuk Budidaya Bunga Kastuba (Euphorbia Phulcherrima) dengan Sistem Hidroponik di PT Saung Mirwan Bogor. Skripsi. IPB Bogor
Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian. 2016. Predator Laba-Laba- Online. http: /cybex. pertanian. go.id/materipenyuluhan/detail/10651/predator-laba-laba Diunduh 8 Desember 2016
Balai Penelitian Tanaman Hias. 2007. Potensi Tanaman Hias Tropis. Cianjur BPTP Lampung. 2014. Petunjuk Teknis Mengendalikan Hama dan Penyakit
Pada Tanaman Jagung dan Kedelai.
Direktorat Jendral Hortikultura. 2012. Potensi Tanaman Hias. Jakarta
Dlang. 2014. Fungus Gnat Larvae. Online
http://labs.russell.wisc.edu/insectid/2014/05/21/fungus-gnat-larvae/. Diunduh 10 Nopember 2016
Hartley,D.E. 1992. Introduction to Floriculture.Academic Press Inc. San Diego.
Irawan, A. dan Yeremias K.. 2015. Pemanfaatan Cocopeat dan Arang Sekam Padi sebagai Media Tanam Bibir Cempaka Wasian (Elmerrilia ovalis). Manado: Balai Penelitian Kehutanan. Vol 5 (2)
Jumhana, N. 2010. Makhluk Hidup dan Lingkungan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Manado: Universitas Sam Ratulangi. Vol 17 (2)
Prianggoro, H. 2011. Kastuba Agar Prima Sepanjang Tahun.Online.
http:tabloidnova.com/Griya/Taman/Kastuba-Agar-Prima-Sepanjang-Tahun. Diunduh 06 Nopember 2016
Purnomo, H. 2010. Pengantar Pengendalian Hayati. Yogyakarta : ANDI OFFSET