• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alhamdulillah LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Alhamdulillah LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ke"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

KOMODITAS KASTUBA (

Euphorbia pulcherrima

)

Disusun Oleh:

Ulfa Ni’mati Sa’adah 155040207111002 Tsarwah As Sausan 155040207111029 Hanna Nurul Chrismin 155040207111031

Kelas: L Kelompok: Kastuba

Asisten Kelas: A. Zaid Nurudin Asisten Lapang: Tauffani Titisari

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN

Komoditas Kastuba (Euphorbia pulcherrima

)

Kelompok : Kastuba

Kelas : L

Disetujui Oleh :

Asisten Kelas, Asisten Lapang,

A.Zaid Nurudin Tauffani Titisari

(3)

RINGKASAN

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan akhir

praktikumyang berjudul ”Teknologi Produksi Tanaman Komoditas Kastuba (Euphorbia pulcherrima)”. Tidak lupa ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan moriil dan materi sehingga dapat terselesainya pembuatan laporan akhir praktikum ini.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan ini, oleh sebab

itu penulis sangat menerima kritik dan saran demi kebaikan bersama.

Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Malang, 6 Desember 2016

(5)

DAFTAR ISI

2.1. Perkembangan dan Produksi Tanaman Kastuba di Indonesia ... 3

2.2. Tanaman Kastuba ... 4

2.3. Budidaya Tanaman Kastuba ... 6

(6)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Perbandingan Tinggi Tanaman Kastuba pada Berbagai Perlakuan ... 24

2. Perbandingan Jumlah Daun pada Berbagai Perlakuan ... 26

3. Panen Komoditas Kastuba pada Berbagai Perlakuan ... 29

4. Perbandingan Intensitas Serangan Penyakit Tanaman Kastuba pada Berbagai Perlakuan ... 30

5. Perbandingan Presentase Tumbuh Tanaman Kastuba pada Berbagai

Perlakuan ... 33

(7)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Tanaman Kastuba ... 4

2. Hama Kutu Putih ... 11

3. Larva Fungus Gnat ... 11

4. Hama Spider Mites ... 12

5. Imago Thrips ... 12

6. Penyakit Embun Tepung ... 13

7. Penyakit Kapang Kelabu ... 13

8. Penyakit Kudis ... 14

9.Zat Penghambat Tumbuh ... 15

10. Grafik Perbandingan Tinggi Kastuba pada Berbagai Perlakuan... 25

11. Grafik Perbandingan Jumlah Daun Kastuba pada Berbagai Perlakuan . 28 12. Grafik Intensitas Serangan Penyakit Kastuba pada Berbagai Perlakuan 31 13. (A). Gejala Penyakit Kudis Kastuba, dokumentasi pribadi, ... 32

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Log Book Kegiatan Praktikum ... 43

2. Data Pengamatan Tinggi Tanaman ... 47

3. Data Pengamatan Jumlah Daun ... 49

4. Data Pengamatan Presentase Tumbuh ... 51

5. Data Pengamatan Braktea ... 54

6. Data Pengamatan Intensitas Serangan Penyakit ... 56

(9)

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Koleksi plasma nutfah yang ada di Indonesia memiliki potensi untuk

dijadikan tanaman hias yang selanjutnya mampu meningkatkan usaha

agribisnis dan devisa negara (Balai Penelitian Tanaman Hias, 2007).

Berdasarkan data statistik dari Direktorat Jendral Hortikultura (2012), ekspor

tanaman hias ke beberapa negara di Asia, Eropa, dan Amerika mencapai

nilai 13,2 juta dolar AS pada tahun 2011. Permintaan pasar lokal maupun internasional akan tanaman hias endemik Indonesia kian meningkat seiring

dengan keunikan dan keindahan yang semakin dihasilkan dari adanya

optimalisasi penggunaan teknologi produksi tanaman hias.

Salah satu tanaman hias yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki prospek adalah Kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd. Et Klotzsch). Kastuba

merupakan salah satu foliage plant dengan keunikan dari perkembangan

kastuba itu sendiri yang semula daunnya berwarna hijau kemudian berubah

menjadi merah, kuning, atau putih dengan perlakuan tertentu. Kastuba

merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko dengan iklim subtropis,

namun demikian kastuba telah tersebar luas di Indonesia dan didapati warna

daun yang lebih cerah ketika ia ditanam di tempat dengan ketinggian < 700

mdpl, sehingga kondisi tersebut sangat sesuai dengan kondisi lingkungan di

Indonesia (Sinaga, 2010).

Deskripsi morfologi dari tanaman ini adalah daun tunggal dengan letak

tersebar yang berbentuk ovatus (bulat telur) sampai oblongus (lonjong)

dengan panjang rata-rata 7-15 cm dan lebar 2,5-6 cm. Ujung dan pangkal

daunnya meruncing serta tulang daunnya menyirip. Salah satu perlakuan

yang diterapkan pada tanaman ini untuk merangsang perubahan warna pada daunnya adalah blackout treatment yang biasa disebut dengan

penyungkupan, yang akan dijelaskan lebih lanjut pada laporan akhir ini.

Selain dinikmati keindahannya, tanaman ini juga dapat dimanfaatkan untuk

(10)

Namun terdapat permasalahan dalam agribisnis komoditas tanaman

hias, yang disebabkan karena prefensi konsumen yang cepat sekali berubah.

Sehingga harga tanaman hias dipasaran yang semula sangat tinggi, tetapi

ketika prefensi konsumen berubah maka nilai jualnya akan jatuh. Hal ini yang

terkadang sulit diprediksi baik oleh petani maupun pedagang. Hal ini bisa

diatasi dengan terus mengoptimalkan teknologi produksi tanaman kastuba

seperti blackout treatment agar didapati warna daun yang cerah dan tegas,

serta mengadakan program pemuliaan terhadap tanaman kastuba, sehingga kastuba tetap memiliki daya tarik terhadap konsumen.

Tanaman kastuba memiliki potensi ekonomi yang cukup menjanjikan

dan memiliki perlakuan yang khusus, oleh karena itu praktikum Teknologi

Produksi Tanaman kastuba ini menjadi penting untuk dilakukan dan dipahami

oleh praktikan, agar mampu menghasilkan tanaman kastuba yang sesuai

dengan keinginan konsumen dengan menerapkan teknologi-teknologi

produksinya.

1.2. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum Teknologi Produksi Tanaman kastuba ini adalah

agar praktikan memahami bagaimana cara budidaya tanaman kastuba

dengan menerapkan teknologi produksinya agar didapatkan hasil yang

sesuai dengan permintaan pasar. Selain itu, praktikan juga akan mengetahui

produktivitas terbaik dari masing-masing perlakuan lama penyungkupan dan

pemberian zat penghambat tumbuh terhadap produksi kastuba sehingga

(11)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkembangan dan Produksi Tanaman Kastuba di Indonesia Tanaman Kastuba

Poinsettia atau di Indonesia dikenal dengan kastuba (Euphorbia

pulcherrima Willd. Ex Klotzch) berasal dari daerah semitropik Meksiko.

Euphorbia pulcherrima Willd. Ex Klotzch) termasuk ke dalam Genus

Euphorbia, famili Euphorbiaceae. Genus Euphorbia merupakan genus yang

memiliki jumlah spesies sangat banyak. yaitu sekitar 700 hingga 1000 spesies (Hartley dalam Sukma, 2006).

Masyarakat Indonesia mulai mengenal kastuba pada dekade 1990-an.

Saat itu, baru ditanaman beberapa kultivar kastuba yang umumnya berwarna

merah. Pada tahun 1995 pemanfaatan kastuba mulai terlihat banyak,

terutama sebagai pelengkap dekorasi hotel, gereja, dan pusat perbelanjaaan

saat perayaan Natal. Kastuba mulai dijual secara eceran pada tahun 1997 di

beberapa supermarket dan gerai tanaman hias. Sejak tahun 2000, kastuba

juga digunakan untuk dekorasi saat perayaan hari ulang tahun kemerdekaan

pada tanggal 17 Agustus. Di Indonesia budidaya kastuba dilakukan oleh

nursery yang memiliki green house yang umumnya produsen bunga potong.

Ketersedian sarana berupa green house merupakan syarat dalam budidaya

kastuba di Indonesia khusus ditujukan sebagai bunga pot dan belum ada

nursery yang membudidayakan sebagai bunga potong seperti di luar negeri.

(Lingga,2006).

Saat ini, di Indonesia kastuba merupakan salah satu jenis tanaman hias

pot yang banyak digemari dan benilai ekonomi tinggi. Pada musim perayaan

Natal, permintaan terhadap tanaman ini meningkat dan harga tanaman per

pot dapat mencapai Rp 50.000-70.000 (Prianggoro,2011). Prospek usaha tanaman hias pot kastuba cukup cerah mengingat potensi pemasaran yang

sangat luas di Indonesia dan juga untuk ekspor ke luar negeri. Banyak

perusahaan tanaman hias yang mulai mengusahakan tanaman ini seperti PT

(12)

bergerak dalam produksi Chrysanthemum, saat ini sudah mulai memproduksi

tanaman Ponsettia. Varietas yang kembangkan umumnya adalah varietas

introduksi dengan bahan tanaman berupa stek dibeli dari PT Gerania Flora

(Sukma, 2006).

2.2. Tanaman Kastuba

Kastuba memiliki nama Latin Euphorbia pulcherrima R. Grah. Di

Indonesia, tanaman ini telah lama dikenal, baik sebagai tanaman liar maupun

dibudidayakan sebagai tanaman hias. Beberapa nama daerah untuk tanaman sukulen yang berasal dari Meksiko ini, diantaranya Kastuba, Ki

Geulis (Sunda), Kedapa (Bali), Godong Racun (Jawa), serta Denok dan

Bengala (Sumatera). Orang Eropa dan Amerika mengenal Kastuba sebagai Chistmas tree. Di Cina namanya adalah Ye Xiang Hua (Lingga,2006).

2.2.1 Klasifikasi Kastuba

Kastuba memiliki kalsifikasi sebagai Kingdom Plantae, Divisi

Tracheobionta, Subdivisi Spermatophyta, Kelas Dikotiledoneae, Ordo

Euphorbiales, Famili Euphorbiaceae, Genus Euphorbia, Spesies Euphorbia

pulcherrima Wild. Et. Klotzsh (Lingga, 2006).

2.2.2 Karakteristik Kastuba

Gambar 1. Tanaman Kastuba (Lingga,2006)

Karakteristik kastuba menurut Lingga (2006), merupakan perdu yang

tinggi dapat mencapai 3 meter dan membentuk tajuk berdiameter sekitar 2

meter. Tanaman ini berdaun tunggal berbentuk elips hingga bulat telur

(13)

dengan susunan tulang daun menyirip. Kastuba berbunga majemuk

berbentuk cawan dengan sususnan khusus yang disebut dengan Cyathium

atau Cyathia. Bunga ini keluar di ujung percabangan tunas. Di setiap cyathium (kumpulan cyathia) terdapat daun pelindung (bract) berbentuk

seperti daun sejati yang berwarna merah, putih, atau warna lain sesuai

dengan varietasnya. Kastuba liar memiliki bract berwarna merah sebagai ciri

khusus yang mudah dikenali. Bunga kastuba berumah satu, berwarna

kuning, tidak mudah rontok hingga beberapa minggu lamanya, tetapi benang sari mudah rontok, bunga betina berada di antara bunga jantan tanpa

kelopak atau mahkota, tetapi hanya dikelilingi oleh bunga semu (cyathium).

Bakal buah berada di dasar cyathium dengan jumlah sebanyak 1-4 bakal

buah. Penyerbukan alami dibantu oleh serangga, tetapi jarang terjadi

pembuahan secara sempurna. Dengan demikian, hampir tidak pernah

dijumpai adanya biji. Biji kastuba biasanya muncul sebagai hasil penyerbukan

oleh manusia dengan tujuan untuk hibridisasi.

2.2.3 Stadia Pertumbuhan Kastuba

Menurut Sholekhudin (2006), tanaman kastuba dalam pertumbuhannya

terdapat dua fase yakni fase vegetatif dan fase generatif. Pada saat masih

dalam fase vegetatif (fase sejak masa tanam hingga menjelang tumbuh

bunga), daun kastuba masih berwarna hijau. Secara sekilas, ketiga jenis

varietasnya (kastuba merah, pink, dan putih) sulit dibedakan karena daunnya

sama-sama hijau. Setelah memasuki fase generatif (fase ketika bunga sudah

muncul), warna daun baru bisa keluar. Pada masa ini, ketiga jenis varietas

sudah bisa dibedakan dengan jelas. Agar warna daun bisa muncul optimal,

kastuba butuh disungkup terlebih dahulu. Sebelum disungkup, tinggi batang

dan bentuk tanaman biasanya sudah dibentuk dulu pada masa vegetatif. Setelah usia tiga bulan, kastuba siap diperam. Seluruh tanaman

disungkup dengan plastik hitam pekat yang tidak tembus cahaya.

Penyungkupan biasanya dilakukan mulai pukul empat sore hingga pukul

(14)

sungkup dibuka kembali sehingga kastuba memperoleh cahaya seperti biasa.

Lama penyungkupan tidak boleh terlalu panjang. Jika terlalu lama disungkup,

warna yang dihasilkan akan terlihat seperti gosong. Proses penyungkupan ini

membutuhkan waktu sekitar tiga bulan. Setelah disungkup, kastuba akan

berada dalam penampilan optimalnya, terutama kastuba merah. Warna

merah daunnya menyala.

2.3. Budidaya Tanaman Kastuba

Kastuba merupakan salah satu tanaman hias yang bernilai ekonomi tinggi dan merupakan salah satu foliage plant yang dapat dibudidayakan

dengan cara stek dan kultur jaringan. Berikut adalah hal-hal yang harus

diperhatikan dalam budidaya kastuba.

2.3.1 Syarat Tumbuh

Untuk syarat tumbuh kastuba menurut Hartley (1992), suhu optimum

bagi pertumbuhan dan perkembangan kastuba adalah 15-26ºC, dimana suhu

malam mencapai 18ºC dan suhu siang mencapai 26ºC. Kisaran suhu di luar

suhu tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan berlangsung lambat atau

terjadi kerusakan pada pertumbuhan vegetatif. Jika suhu malam lebih dari

22-23ºC, maka akan merusakatau menghambat inisiasi dan perkembangan

bunga kastuba.

2.3.2 Perbanyakan Kastuba

Kastuba diperbanyak dengan cara stek pucuk (soft wood tip cutting).

Pucuk yang digunakan untuk perbanyakan diperoleh dari tanaman induk

(mother plant) yang sengaja ditanam untuk menghasilkan pertumbuhan

vegetatif dan dihambat agar tidak berkembang ke fase generatif.

Keberhasilan dalam perbanyakan tanaman ini dapat dinilai dari persentase

hidup bibit (rooted cutting), keseragaman, dan kualitas tanaman. Ketiga

acuan tersebut dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, teknik propagasi

(pengakaran) yang dipilih, sifat kultivar yang ditumbuhkan, serta faktor

(15)

sebelum penanaman (transplanting) (Lingga, 2006). Berikut adalah cara

budidaya dan perawatan kastuba.

a. Media Tanam

Media tanam yang baik untuk kastuba menurut Lingga (2006),

adalah media tanam kastuba harus bebas dari hama, patogen

penyebab penyakit, gulma, dan bahan beracun. Oleh karena itu,

sebelum digunakan media harus disterilkan dengan perlakuan

pengemasan atau pengasapan. Namun, lebih efektif jika media disterilkan secara kimia dengan sterilant (Basamid, Hasamid, dan Metil

bromida), pengaplikasian dilakukan 2-3 minggu sebelum media

digunakan agar residu tidak merusak tanaman.

Komposisi media yang bisa digunakan diantaranya campuran

cocopeat dan arang sekam (3:1), campuran cocopeat, aquapeat, dan

arang sekam (2:1:1), campuran peat moss dan arang sekam (2:1), campuran aquapeat, perlite, dan arang sekam (3:1:1), dan campuran

spaghnum peat moss, vermiculite, dan perlite (1:1:1). Media tersebut

sebaiknya juga dicampur dengan pupuk superfosfat 0-46-0 dengan

dosis 1 sendok makan per 5 liter media. Setelah bibit ditanam,

permukaan media juga ditaburi dengan pupuk slow release untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman dalam jangka panjang

b. Pot

Menurut Lingga (2006), kastuba memang lebih cocok ditanam di

dalam pot. Pucuk-pucuk tanaman yang rimbun akan terlihat sangat

kompak jika menyatu dalam sebuah pot. Pot untuk kastuba umumnya

pot plastik. Ukuran pot yang digunakan disesuaikan dengan tinggi

tanaman yang diinginkan. Tinggi tanaman yang diinginkan ini dipengaruhi oleh kultivar dan penggunaan retardant atau zat

penghambat tumbuh.

Kastuba ukuran sedang biasanya ditanam dalam pot berdiameter

(16)

berdiameter 20 cm atau lebih. Satu pot sebaiknya tidak hanya diisi satu

bibit agar nantinya menghasilkan tajuk yang rimbun. Satu pot bisa diisi

2-4 bibit disesuaikan ukurannya. Penanaman kastuba dalam pot

sebaiknya tidak menggunakan media tanah karena tanah akan cepat

memadat jika terkena siraman air sehingga porositasnya berkurang.

Sehingga akar tanaman kekurangan oksigen. Media untuk kastuba

sebaiknya memiliki lubang pori sebanyak 20% dan dapat mengikat air

sebanyak 50%. c. Pemupukan

Pemupukan pada tanaman kastuba idealnya dilakukan pada fase

vegetatif tanaman, sama seperti tanaman hias pada umumnya.

Tanaman perlu diberi pupuk secara berkala agar pertumbuhannya

optimal. Berbeda dengan perawatan tanaman hias pada umumnya,

pemupukan pertama yang dilakukan pada saat tanam tidak

menggunakan pupuk NPK 10-10-10, tetapi menggunakan pupuk NPK

20-20-20, dengan cara melarutkan pupuk ke dalam air kemudian

disemprotkan ke tanaman (Lingga, 2006). Dosis larutannya dua sendok

makan pupuk per 14 liter air. Sejumlah larutan tersebut cukup untuk

memupuk 100 pot kastuba. Pemupukan pertama dilakukan setelah

tanaman beradaptasi dan mulai memunculkan tunas baru. Pemupukan

kedua dengan umur tanaman 21 hari dilakukan dengan pupuk NPK

(KNO3) dengan dosis 5 gr/batang. Pemupukan selanjutnya bisa

dilakukan 3-4 hari sekali. Setelah berbunga tanaman tidak perlu diberi

pupuk lagi karena hanya akan membuat warna braktea cepat berubah

kembali menjadi hijau (Redaksi AgroMedia, 2007).

d. Penyiraman

Penyiraman untuk tanaman kastuba cukup dilakukan 2 kali

seminggu dengan metode irigasi tetes, manual, sprinkle, maupun

perendaman. Namun metode yang dilakukan juga dapat

(17)

dengan daya ikat air dari media tanam tersebut. Kemudian juga

disesuaikan dengan banyaknya tanaman dan ketersediaan sarana.

Irigasi tetes, sprinkle, dan perendaman umumnya hanya digunakan

untuk penyiraman kastuba selama masa produksi dalam skala besar.

Sementara dalam skala rumahan, penyiraman cukup dilakukan secara

manual (Redaksi AgroMedia, 2007).

e. Pemangkasan

Pemangkasan diperlukan untuk memacu pertumbuhan cabang sehingga tajuknya menjadi rimbun. Pemangkasan pertama dilakukan

pada tunas yang pertama muncul, yang kemudian menyebabkan

munculnya beberapa tunas baru. Apabila hal tersebut berlanjut, maka

akan terbentuk percabangan yang rimbun. Kemudian setelah 1 bulan

pemangkasan, tanaman kastuba perlu diberi retardan. Retardan itu

adalah senyawa yang dapat menghambat sintesis asam giberelin pada

tanaman sehingga ukuran organ tanaman menjadi kerdil tetapi tidak

menghambat laju pertumbuhan tanaman. Pemberian retardan dilakukan

pada saat cuaca mendung, karena apabila cuaca tidak mendung,

pertumbuhan kastuba masih dapat optimal (Redaksi AgroMedia, 2007).

2.3.3 Teknik Budidaya Kastuba

Berikut adaalah tips yang bisa dilakukan agar warna tanaman

kastuba kembali cerah menurut Redaksi AgroMedia ( 2007).

1. Pangkas batang kastuba hingga tersisa 10-15 cm atau 3-4 daun. Jika

kita menginginkan pembungaan pada bulan Desember, maka

pemangkasan bisa dilakukan di bulan Maret atau paling lambat Juli.

2. Setelah dipangkas, pindahkan tanaman ke pot yang besar, misalnya

dengan diameter 15-20 cm. Media tanam yang digunakan sama dengan media sebelumnya.

3. Pada 2-3 minggu pertama letakkan tanaman ditempat ternaungi

untuk proses adaptasi. Selanjutnya letakkan tanaman ditempat yang

(18)

lampu selama 3-4 jam. Fase vegetatif kastuba membutuhkan

penyinaran 12-14 jam per hari, penyinaran yang kurangakan memicu

generatif yang lebih cepat.

4. Setiap seminggu sekali putar posisi untuk memastikan semua bagian

tanaman mendapat penyinaran merata.

5. Suhu pada siang hari berkisar 22-24 oC dan pada malam hari kurang

dari 22 oC.

6. Jaga media tanam dalam keadaan lembab, siram tanaman bila mulai mengering, tetapi pastikan tidak ada air yang menggenang.

7. Setiap 2-3 minggu sekali, siram tanaman dengan air yang dicampur

pupuk NPK 20-20-20. Selain itu seminggu sekali semprot dengan

retardan 1 ml/pot.

8. Setelah tunas baru tumbuh menjadi batang sehat, rompes batang

dan menyisakan 1,5 cm. hal itu diperlukan untuk memacu tumbuhnya

percabangan. Selain itu, pastikan ada satu daun yang tersisa untuk

mendukung pertunasan. Lakukan sampai terbentuk 3-12 cabang

yang nantinya menumbuhkan

9. Sungkup tanaman kastuba dengan kain atau kertas karton hitam,

sejak pukul 17.00 sampai pukul 09.00 keesokan harinya. Pada siang

hari, letakkan tanaman di tempat terbuka agar tetap mendapat sinar

matahari dan sirkulasi udara yang baik. Perlakuan ini bisa mulai

dilakukan sejak akhir September atau awal Oktober agar pada

pertengahan Desember kastuba sudah kembali memunculkan

pucuk-pucuk daun yang berwarna merah.

2.3.4 Hama Tanaman Kastuba

Tanaman hias ini juga dapat terserang hama dan penyakit yang mengakibatkan tanaman layu atau warna pada daun menjadi lebih

pucat. Berikut adalah hama-hama yang biasanya menyerang tanaman

(19)

a. Kutu Putih

Gambar 2. Hama Kutu Putih (Redaksi AgroMedia, 2007)

Kutu Putih (whitefly) sangat umum ditemukan pada tanaman hias.

Pada kastuba ada 2 macam kutu putih, yakni greenhouse whitefly

(Trialeurodes vaporarium) dan silverleaf whitefly (Bemisia arentifolii).

Hama ini mengeluarkan cairan madu yang dapat menjadi media bagi

tumbuhnya cendawan embun jelaga serta seraganya dapat mematikan

tanaman. Pengendalian hama ini dilakukan dengan penyemprotan

insektisida nabati maupun kimia.

b. Fungus Gnat

Gambar 3. Larva Fungus Gnat (Dlan, 2014)

Fungus Gnat (Braydesia spp.) berbentuk seperti lalat buah dengan

ukuran 3 mm serta memiliki kaki panjang yang memudahkannya untuk loncat daru satu tanaman ke tanaman lain. Larva fungus gnat yang

hidup pada media tanam dapat merusak tanaman karena memakan

(20)

dapat dilakukan dengan menjaga sanitasi dan mengurangi kelembaban

media agar tidak disukkai larva serta memberikan insektisida.

c. Spider Mites

Gambar 4. Hama Spider Mites (Direktorat Jendral Hortikultura, 2012) Spider mites yang umum menyerag kastuba adalah Tetranychus

urticae yang termasuk golongan Arthropoda yang berukuran hanya 5

mm. Hama ini umumya ada di bawah permukaan daun meghisap cairan

daun. Akibatnya helai daun tampak pucat dan luka bekas tusukannya

dapat meluas. Pengendalian untuk hama ini adalah dengan

menyemprotkan pestisida.

d. Thrips

Gambar 5. Imago Thrips (Direktorat Jendral Hortikultura, 2012)

Kastuba sebenarnya bukan inang thrips. Namun, hama ini banyak

terdapat pada greenhouse. Jika hanya ada kastuba pada greenhouse,

maka thrips akan menyerang tanaman kastuba. Pengendalian untuk

(21)

2.3.5 Penyakit Tanaman Kastuba

Berikut adalah penyakit yang dapat menyerang tanaman kastuba

menurut Semangun (2001),

a. Penyakit tepung

Gambar 6. Penyakit Embun Tepung (Redaksi AgroMedia,2007)

Adanya penyakit tepung pada kastuba. jamur membentuk lapisan

putih pada sisi bawah daun. pada sisi atas terlihat adanya

bercak-bercak coklat kekuningan yang menyolok. Penyebab penyakit ini adalah

jamur Leveillula taurica (Lev.) Arn.

b. Kapang kelabu

Gambar 7. Penyakit Kapang Kelabu (Redaksi AgroMedia,2007) Penyakit ini (gray mould), yang disebabkan oleh kapang Botrytis

cinera Pers. ex Fr. Penyakit ini hanya berkembang saat musim hujan

saja, menyebabkan bunga busuk dan menjadi coklat. Bunga yang sakit

harus dipotong untuk mengurangi penularan. Bagian-bagian tanaman

yang mati di pangkas dan dibuang, termasuk bunga tua. Jika perlu

(22)

c. Kudis (Sphaceloma poinsettiae)

Gambar 8. Penyakit Kudis (Redaksi AgroMedia, 2007)

Menurut Redaksi AgroMedia (2007), infeksi penyakit kudis atau

scab ini sangat mudah dikenali. Mula-mula pada daun akan muncul

bercak bulat kecil yang bisa mencapai ukuran 1,25 cm. Bercak tersebut

berwarna kuning kecoklatan dan sering kali dikelilingi oleh garis

berwarna ungu kemerahan. Daun yang sakit tersebut nantinya akan

gugur. Selain pada daun, pada batang juga akan muncul bercak

berwarna abu abu kecoklatan. Selain itu, batang muda yang terinfeksi

akan mengalami pemanjangan yang abnormal. Spora cendawan

penyebab penyakit ini bisa menyebar melalui percikan air. Pengendalian

dapat dilakukan dengan memeriksa dan mengenali gejala pada bibit

baru dan membuang bibit yang terinfeksi. Selain itu, hindari percikan air

yang berlebihan agar permukaan daun tetap kering. Jika ada daun yang terinfeksi, segera buang daun tersebut, dan lakukan penyemprotan

fungisida dua kali seminggu.

2.4. Pengaruh Penyungkupan dan Aplikasi Zat Penghambat Tumbuh pada Tanaman Kastuba

Daya tarik kastuba terletak pada daun bagian atas atau yang sering

disebut daun pelindung (braktea) yang berwarna merah, pink atau putih

(Redaksi AgroMedia,2007). Kendala yang dihadapi yaitu warna braktea yang

tidak serempak dan kurang cerah menyebabkan keindahan tanaman kastuba

kurang menarik dalam menghias taman. Bentuk tajuk kastuba yang rimbun

(23)

pertimbangan dalam memilih tanaman kastuba untuk menghias atau

mendekorasi suatu ruangan. Penyungkupan menggunakan plastik hitam

dilakukan agar braktea dapat muncul secara kompak dan serempak. Metode

penyungkupan dengan plastik hitam pada hari pendek dilakukan untuk

memperpendek panjang hari (potoperiodisitas) (Shintia dkk,2016).

Penyungkupan (pemberian suasana gelap lebih lama) dilakukan agar

kastuba dapat berbunga diluar musim berbunga, maka panjang hari harus

dimodifikasi, sehingga tanaman mendapatkan 10 jam hari terang dan 14 jam hari gelap setiap harinya. Penambahan hari gelap dapat dilakukan dengan

cara penyungkupan tanaman dengan kain hitam sehingga mereka

mendapatkan periode hari gelap yang lebih lama (Hartley,1992).

Tinggi tanaman dipengaruhi oleh faktor fisik lahan yang merupakan

kondisi mikroklimat, seperti temperatur, cahaya, kelembaban, teknik

penyiraman, pemupukan, jarak tanam atau jarak antartanaman (jika ditanam

di pot), jadwal tanam (berkaitan dengan cuaca), dan kultivar. Jika dibiarkan

tumbuh alami, kastuba memiliki ruas yang panjang dan tidak membentuk

tajuk yang bagus, sehingga jumlah tunas yang diproduksi bibit induk juga

sedikit. Cabang kastuba bersifat lemah dan mudah patah sehingga

diperlukan penggunaan retardan atau zat peghambat tumbuh untuk

mengontrol tinggi tanaman, sehingga ruas tidak tumbuh memanjang dan

tidak mudah patah (Lingga,2006).

Gambar 9.Zat Penghambat Tumbuh (Lingga, 2006)

Retardan atau zat penghambat tumbuh tanaman merupakan zat bukan

(24)

terjadinya penumbuhan dan perkembangan sehingga terjadi perubahan pada

penampilan tanaman (Wattimena dalam Wagolebo,2006). Menurut Salisbury

dan Ross dalam Wagolebo (2006), zat penghambat pertumbuhan bekerja

dengan caramenghambat sintesis giberelin dalam menghambat

pemanjangan batang dan pengkerdilan. Beberapa jenis zat penghambat atau

retardan yang direkomendasikan untuk kastuba diantaranya adalah A-rest,

B-Nine, cycocel, sumagic, dan bonzi. Kelima retardan tersebut berguna untuk

mengontrol pemanjangan pada batang kastuba (Kessler dalam Wagolebo,2006 ).

Menurut Sandra (2007), efek paklobutrazol pada pertumbuhan vegetatif

adalah memperpendek ruas sehingga menghambat pertumbuhan tinggi

tanaman, memperbesar diameter batang tanaman, dan memperbanyak hasil

fotosintesis dalam tanaman. Hasil fotosintesis tidak dialokasikan untuk

pertumbuhan vegetatif, tetapi dialihkan untuk pertumbuhan reproduktif,

(25)

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum Teknologi Produksi Tanaman komoditas Kastuba

dilaksanakan setiap hari Kamis, pukul 14.00 – 17.00 mulai tanggal 19 September 2016 – 5 Desember 2016 yangbertempat di Screenhouse FP UB dan Lahan Percobaan milik Fakultas Petanian Universitas Brawijaya yang

berada di Desa Jatimulyo, Malang Jawa Timur.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum TPT komoditas Kastuba ini

meliputi polybag berukuran 5 kg yang digunakan untuk tempat menanam bibit

kastuba, gayung yang digunakan untuk mengukur perbandingan media

tanam kastuba, ember yang digunakan untuk mencampur media tanaman

sebelum dimasukkan ke polybag, cetok yang digunakan untuk mengambil

dan memasukkan media tanam dan pembersihan gulma dilahan, kardus

yang digunakan untuk membawa dan memindahkan polybag dari rumah

kawat ke lahan, gembor yang digunakan untuk menyiram tanaman kastuba,

botol sprayer yang digunakan untuk menyemprotkan Gandasil-D pada daun

kastuba, plastik kecil yang digunakan untuk mengambil pupuk NPK,

penggaris yang digunakan untuk mengukur tinggi tanaman, alat tulis yang

digunakan untuk mencatat hasil pengamatan, kamera yang digunakan untuk

mendokumentasikan saat praktikum, dan form pengamatan digunakan untuk

parameter pengamatan.

Bahan yang digunakan dalam praktikum TPT komoditas Kastuba ini

meliputi media tanam yang berupa tanah katel dan arang sekam dengan

perbandingan 1:1, bibit kastuba sebagai bahan tanam, air yang digunakan

untuk penyiraman kastuba, pupuk NPK (15-15-15) yang digunakan untuk pemupukan, dan Gandasil-D yang digunakan untuk membantu pertumbuhan

vegetatif serta zat penghambat tumbuh yaitu paklobutrazol agar batang

(26)

3.3. Cara Kerja

Sebelum dilakukan praktikum TPT tanggal 19 September 2016, terlebih

dahulu disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam pembibitan

kastuba di screenhouse FP UB agar tidak ada pengaruh dari luar sebelum

siap dipindahkan ke lahan percobaan. Pertama disiapkan media dan bahan

tanam yang meliputi pencampuran media tanam berupa tanah katel dan

arang sekam dengan perbandingan 1:1 pada ember dengan menggunakan

gayung sebagai ukurannya. Tiga gayung tanah katel ditambah tiga gayung arang sekam dicampur pada ember lalu dimasukkan kedalam polybag yang

berukuran 5 kg (1 kelompok mengisi 4 polybag), polybag sebelumnya telah

dilubangi serta diberi label sesuai perlakuan yang akan diterapkan.

Masing-masing polybag diisi dengan tanah sebanyak ¾ bagian dengan sedikit

dipadatkan (diangkat polybagnya lalu diletakkan dengan sedikit guncangan).

Kedua yaitu pembibitan dengan mengambil bibit yang telah disediakan

dinampan dan ditanam pada tengah polybag bersama dengan savana yang

masih melekat pada akar bibit kastuba kemudian tutup kembali dengan tanah

hingga savana tertutup semua. Hal ini dimaksudkan agar bibit tidak stres

karena ditanam pada media yang berbeda sehingga savana harus tetap

diikutkan. Ketiga yaitu penyiraman dengan menggunakan air secukupnya

yang penting seluruh tanah merata terkena air sehingga lembab tidak boleh

terlalu basah dan tergenang, setelah itu membuat 5 lubang pada

masing-masing polybag pada tanah mengelilingi tanaman agak jauh dari akar untuk

pengamplikasian pupuk dasar. Masing-masing lubang diberi 1 butir pupuk

NPK (15-15-15) lalu ditutup dengan tanah kembali, fungsi dari penimbunan

pupuk NPK pada lubang yang agak jauh dari akar adalah agar pupuk bisa

terurai dan diserap oleh kastuba sebagai pupuk dasar karena bersifat slow

release dan panas bila langsung terkena ke akar tanaman.

Empat polybag berisi tanaman kastuba dirawat di screenhouse selama

3 minggu mulai dari tanggal 19 September- 3 Oktober 2016. Perawatan

(27)

tanam, dijaga agar tidak kering atau terlalu basah. Pada minggu kedua

setelah tanam yaitu tanggal 26 September 2016, dilakukan pemupukan

kedua dan disulam apabila ada kastuba yang mati. Setelah 3 minggu

pembibitan di screenhouse tepatnya tanggal 3 Oktober 2016, keempat bibit

kastuba yang sudah mulai tumbuh dipindahkan ke Lahan Jatimulyo dengan

menggunakan kardus, hal ini untuk menghindari rusaknya tanaman akibat

perjalanan atau media terkena angin saat pemindahannya.

Pada minggu ke empat tanggal 10 Oktober 2016, kastuba dirawat dengan melakukan penyiraman hingga tanah cukup lembab, diberi pupuk

NPK (15-15-15) dengan cara dibenamankan masing-masing 1 butir pupuk

dalam 5 lubang yang megelilingi polybag, gulma yang berada disekitar

polybag disiangi serta daun dipangkas apabila ada yang kering agar tidak

mengganggu pengangkutan fotosintat kebagian daun lain yang sehat.

Pada minggu ke lima tanggal 17 Oktober 2016 dilakukan aplikasi pupuk

daun berupa Gandasil-D (2 gram Gandasil-D dilarutan kedalam 1 liter air).

Gandasil-D diaplikasikan dengan disemprotankan menggunakan sprayer

yang memiliki ukuran nozel sama, penyemprotan dilakukan pada sore hari

dan tanaman terlebih dahulu disirami. Gandasil-D disemprotkan dari pucuk

atas daun sampai dengan batang terbawah yang berfungsi untuk membantu

pertumbuhan vegetatif, mencegah daun menguning dan kering, memenuhi

nutrisi pada daun serta pemenuhan kebutuhan unsur hara makro maupun

mikro.

Perawatan kastuba dilakukan dengan penyiraman dan penyiangan

gulma setiap minggu ataupun disesuaikan kondisi dilahan. Kastuba

disungkup mulai minggu ke delapan setelah tanam yaitu pada tanggal 7

November 2016 dengan cara kastuba dimasukkan kedalam sungkup (diberi penutup plastik hitam) untuk memacu pertumbuhan braktea (daun berwarna

merah pada kastuba) sesuai dengan perlakuan masing-masing serta akan

diberi penambahan zat penghambat tumbuh yaitu paklobutazol agar batang

(28)

Mulai dari tanggal 17 Oktober 2016 diamati tinggi tanaman dengan cara

diukur dengan penggaris mulai dari permukaan tanah sampai batang terujung

dimana munculnya tunas baru, diamati jumlah daun dengan dihitung

banyaknya daun yang tumbuh, diamati intensitas serangan penyakit dengan

perhitungan metode scoring, dan diamati banyaknya arthopoda baik hama

maupun musuh alami secara langsung. Pada tanggal 25 Oktober 2016

perawatan dan pengamatan terus dilakukan sebelum penyungkupan sampai

tanggal 2 November 2016 meliputi tinggi tanaman, banyak daun, banyaknya serangan hama dan intensitas penyakit pada masing-masing tanaman per

polybag.

Mulai tanggal 7 November 2016 kastuba mulai disungkup (Perlakuan

A1=disungkup 16 jam mulai pukul 14.00 ditutup dan dibuka pukul 06.00),

serta diberi zat penghambat tumbuh berupa paklobutazol (Perlakuan

B2=diberi dengan konsentrasi 1500ppm) yang diaplikasikan dengan cara

disiramkan pada bagian pangkal bawah batang sampai permukaan tanah

agar batang kastuba tidak tumbuh terlalu tinggi. Paklobutrazol yang

diaplikasikan tidak boleh terkena daun kastuba karna akan menghambat

pertumbuhannya. Penyungkupan dilakukan setelah perawatan dan

pengamatan yaitu pukul 14.00 sampai menjelang pukul 06.00. Selama

perawatan dilakukan penyiangan gulma dalam sungkup untuk menjaga

kebersihan didalam sungkup. Selain itu, dilakukan juga pengamatan dengan

menghitung semua parameter yang ditentukan dan mengisi form yang ada.

Pada tanggal 21 November dilakukan pengamatan dan perawatan sesuai

parameter, disaat pengamatan telah muncul 1 braktea pada polybag 2

sehingga sudah dimulai perhitungan presentase braktea dan panjang

braktea. Presentase braktea dihitung dengan cara melihat seberapa bagian daun yang telah merah, sedangkan panjang braktea dihitung dengan cara

mengukur panjang daun mulai pangkal daun dekat tangkai sampai pada akhir

(29)

Tanggal 28 November 2016 merupakan minggu ke 3 setelah

penyungkupan dan merupakan minggu terakhir pengamatan. Pada minggu

ini perawatan umum dan pengamatan seperti minggu sebelumnya tetap

dilakukan dan dicatat hasilnya serta didokumentasikan sebagai bahan data

pembuatan laporan akhir praktikum dan lampiran dokumentasi.

3.4. Parameter Pengamatan

Parameter pengamatan komoditas Kastuba meliputi : tinggi tanaman,

jumlah daun, panjang braktea, presentase braktea yang merah sempurna, pengamatan hama dan musuh alami, serta pengamatan intensitas serangan

penyakit.

3.4.1 Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman diamati dengan cara diukur masing-masing

tanaman dengan penggaris, dari permukaan tanah hingga batang

terakhir dimana tempat tumbuhnya tunas baru tanpa menarik daun

tegak keatas.

3.4.2 Jumlah Daun

Jumlah daun diamati dengan cara dihitung langsung berapa

banyak daun yang telah tumbuh membuka.

3.4.3 Panjang Braktea

Panjang braktea diamati apabila telah dilakukan penyungkupan

dan telah tumbuh braktea pada Kastuba, dengan cara diukur mulai

ujung daun sampai pangkal daun yang dekat dengan tangkai daun

menggunakan penggaris.

3.4.4 Presentase Braktea yang Merah Sempurna

Presentase braktea yang merah sempurna dilakukan apabila

braktea telah muncul dan terbuka dan dilihat apakah merahnya sempurna seluruh daun atau hanya sebagian dengan

(30)

3.4.5 Pengamatan Hama dan Musuh Alami

Pengamatan hama dan musuh alami dilakukan dengan melihat

langsung ada tidaknya pada tanaman tersebut dan sekitar polybag

dengan cara menghitung langsung jumlahnya dan mendokumentasikan.

3.4.6 Pengamatan Intensitas Serangan Penyakit

Pengamatan intensitas serangan penyakit dilakukan dengan

melihat seberapa besar intensitas serangan penyakit yang menyerang

tanaman kastuba dengan metode scoring dan perhitungan IP kemudian dicatat.

IP =

Keterangan : IP = Intensitas serangan penyakit

n = Jumlah daun dari tiap kategori serangan v = Nilai skala tiap kategori serangan

Z = Nilai skala dari kategori serangan tertinggi

(31)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lahan

Lahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum Teknologi Produksi

Tanaman komoditas kastuba adalah di Lahan Percobaan milik Fakultas

Petanian Universitas Brawijaya yang berada di Desa Jatimulyo. Sebelum

dipindahkan ke Lahan Jatimulyo, kastuba diletakkan di screenhouse FP UB.

Selama praktikum di Lahan Jatimulyo, komoditas kastuba diletakkan pada

polybag karena Lahan Jatimulyo merupakan lahan bekas tanaman padi yang telah diberokan sehingga lahan tersebut banyak terdapat gulma dan saat

hujan sering terjadi genangan air yang dapat merendam polybag yang telah

ditanami kastuba. Keadaan tersebut menyebabkan media tanam kastuba

menjadi lembab dan mengakibatkan batang kastuba menjadi busuk dan

mudah terserang penyakit.

Media tanam yang baik untuk kastuba menurut Lingga (2006), adalah

media tanam yang bebas dari hama, patogen penyebab penyakit, gulma, dan

bahan beracun. Media yang digunakan dalam praktikum Teknologi Produksi

Tanaman komoditas kastuba ini berupa tanah katel dan arang sekam dengan

perbandingan 1:1, sedangkan menurut Lingga (2006), komposisi media yang

bisa digunakan diantaranya campuran cocopeat dan arang sekam (3:1),

campuran cocopeat, aquapeat, dan arang sekam (2:1:1), campuran peat

moss dan arang sekam (2:1), campuran aquapeat, perlite, dan arang sekam

(3:1:1), dan campuran spaghnum peat moss, vermiculite, dan perlite (1:1:1).

Media tersebut sebaiknya juga dicampur dengan pupuk superfosfat 0-46-0

dengan dosis 1 sendok makan per 5 liter media. Sementara pada praktikum

ini, menggunakan pupuk N-P-K (15-15-15).

Media tanam berupa tanah katel dapat menyebabkan tanah akan cepat memadat ketika dilakukan penyiraman dan mengakibatkan porositas menjadi

berkurang dan menyebabkan akar tanaman kekurangan oksigen

(Lingga,2006). Namun dalam hal ini, arang sekam tidak terlibat dalam

(32)

Irawan dan Yeremias (2015) media tanah yang ditambah arang sekam dapat

memperbaiki porositas media sehingga baik untuk respirasi akar, dapat

mempertahankan kelembaban tanah, karena apabila arang sekam

ditambahkan ke dalam tanah akan dapat mengikat air, kemudian dilepaskan

ke pori mikro untuk diserap oleh tanaman dan mendorong pertumbuhan

mikroorganisme yang berguna bagi tanah dan tanaman.

4.2. Tinggi Tanaman Kastuba

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan data rata-rata tinggi tanaman kastuba pada pengamatan ke-2, ke-4 dan ke-6. Rata-rata

jumlah tinggi tanaman kastuba pada berbagai perlakuan lama penyungkupan

dan dosis zat penghambat tumbuh disajikan dalam tabel dan grafik dibawah

ini :

Tabel 1. Perbandingan Tinggi Kastuba pada Berbagai Perlakuan

No. Perlakuan Kelas Pengamatan ke- (cm)

2 4 6

1 A0B0 (1) A 6,625 7,275 8,3

2 A0B4 (1) E 4,5 5,25 5,75

3 A1B4 (1) F 6,6 9,0 10,0

4 A1B0 (1) J 10,16 10,93 11,33

5 A2B2 (1) L 5,15 6,25 6,6

6 A2B4 (1) N 4,875 5,56 7,85

7 A2B0 (1) O 4,75 5,825 7,0

Berdasarkan data pada tabel perbandingan tinggi tanaman pada

berbagai perlakuan, rata-rata tinggi tanaman meningkat pada setiap

pengamatannya. Perlakuan A0B0 (1) yaitu, penyungkupan selama 14 jam

dan tanpa pemberian zat penghambat tumbuh. Perlakuan A0B4 (1) yaitu,

penyungkupan selama 14 jam dan pemberian zat penghambat

tumbuhdengan konsentrasi 2500 ppm. Perlakuan A1B4 (1) yaitu, penyungkupan selama 15 jam dan pemberian zat penghambat tumbuh

(33)

selama 15 jam dan tanpa pemberian zat penghambat. Perlakuan A2B2 (1)

yaitu, penyungkupan selama 16 jam dan pemberian zat penghambat tumbuh

dengan konsentrasi1500 ppm. Perlakuan A2B4 (1) yaitu, penyungkupan

selama 16 jam dan pemberian zat penghambat tumbuh dengan konsentrasi

2500 ppm. Perlakuan A2B0 (1) yaitu, penyungkupan selama 16 jam dan

tanpa pemberian zat penghambat tumbuh.

Pada pengamatan ke-2, rata-rata tertinggi ada pada perlakuan A1B0 (1)

dengan nilai 9,2. Pada pengamatan ke-4, rata-rata tertinggi juga pada perlakuan A1B0 (1) dengan nilai 10,93 dan pada pengamatan ke-6 rata-rata

tertinggi pada perlakuan A1B0 (1) dengan nilai 11,33, sedangkan rata-rata

terendah pada pengamatan ke-2 pada perlakuan A0B4 (1) dengan nilai 4,5.

Pada pengamatanke-4, rata-rata terendah juga pada perlakuan A0B4 (1)

dengan nilai 5,25 dan pengamatan ke-6, rata-rata terendah juga pada

perlakuan A0B4 (1) dengan nilai 5,75.

Gambar 10. Grafik Perbandingan Tinggi Kastuba pada Berbagai Perlakuan Berdasarkan data grafik diatas,tinggi tanaman kastuba yang mengalami

peningkatan tajam adalah pada perlakuan A2B4 (1) dengan perlakuan

penyungkupan selama 16 jam dan pemberian zat penghambat tumbuh

dengan konsentrasi 2500 ppm, sedangkan tanaman lain tidak mengalami

0 2 4 6 8 10 12

Pengamatan 2 Pengamatan 4 Pengamatan 6

Tinggi Tanaman (cm)

(34)

peningkatan yang sangat tajam pada tinggi tanaman setiap pengamatannya.

Namun, terlihat pada grafik bahwa tinggi tanaman pada setiap perlakuan

cenderung meningkat setiap pengamatannya. Perbedaan tinggi tanaman

kastuba ini dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik lingkungan dan hormon

endogen berupa hormon auksin dan giberelin dari tanaman itu sendiri

(Lingga,2006).

Namun perlakuan dengan rata-rata tinggi tanaman tertinggi ada pada

perlakuan A1B0(1), dimana pada perlakuan tersebut tidak diberikan zat penghambat tumbuh, sehingga pertumbuhan tanaman tidak terganggu dan

tidak terhambat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ukmifa (2016), bahwa zat

penghambat tumbuh merupakan senyawa organik sintetik yg dapat

menghambat pemanjangan sel pada meristem sub apikal dan mengurangi

laju perpanjangan batang.

4.3. Jumlah Daun Tanaman Kastuba

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan data rata-rata

jumlah daun tanaman kastuba pada pengamatan ke-2, ke-4 dan ke-6.

Rata-rata jumlah daun kastuba pada berbagai perlakuan lama penyungkupan dan

dosis zat penghambat tumbuh disajikan dalam tabel dan grafik dibawah ini :

Tabel 2. Perbandingan Jumlah Daun Kastuba pada Berbagai Perlakuan

No. Perlakuan Kelas Pengamatan ke-

2 4 6

Berdasarkan data tabel perbandingan jumlah daun pada berbagai

perlakuan, rata-rata jumlah daun tanaman kastuba mengalami peningkatan

(35)

rata-rata jumlah daun tertinggi ada pada perlakuan A1B0 (1). Pada minggu

ke-4 dan ke-6, rata-rata tertinggi juga pada perlakuan A1B0 (1), sedangkan

untuk rata-rata jumlah daun terendah pada minggu pertama ada pada

perlakuan A2B2 (1). Pada minggu ke-4 dan ke-6, rata-rata jumlah daun

terendah juga pada perlakuan A2B2 (1). Kenaikan tertinggi terdapat pada

perlakuan A0B0 (1) sebesar 3,25 dari pengamatan ke-4 ke pengamatan ke-6.

Rata-rata penurunan yang paling tinggi ada pada perlakuan A0B0 (1) dan

A2B0 (1) masing-masing sebesar 1 dari pengamatan ke-2 ke pengamatan ke-4.

Pada perlakuan A0B0 (1) pada pengamatan ke-2 ke pengamatan ke-4

terjadi kenaikan jumlah daun sebesar 0,2 dan dari pengamatan ke-4 ke

pengamatan ke-6 juga terjadi kenaikan sebesar 0,3. Pada perlakuan A0B4

(1) pada pengamatan ke-2 ke pengamatan ke-4 terjadi kenaikan jumlah daun

sebesar 0,25 dan dari pengamatan ke-4 ke pengamatan ke-6 juga terjadi

penurunan sebesar 0,75. Pada perlakuan A1B4 (1) pada pengamatan ke-2

ke pengamatan ke-4 terjadi kenaikan jumlah daun sebesar 1,25 dan dari

pengamatan ke-4 ke pengamatan ke-6 tidak mengalami peningkatan maupun

penurunan. Pada perlakuan A1B0 (1) pada pengamatan ke-2 ke pengamatan

ke-4 terjadi kenaikan jumlah daun sebesar 1,63 dan dari pengamatan ke-4 ke

pengamatan ke-6 terjadi kenaikan sebesar 1,7. Pada perlakuan A2B2 (1)

pada pengamatan ke-2 ke pengamatan ke-4 terjadi penurunan jumlah daun

sebesar 0,25 dan dari pengamatan ke-4 ke pengamatan ke-6 terjadi

penurunan sebesar 0,25. Pada perlakuan A2B4 (1) pada pengamatan ke-2

ke pengamatan ke-4 terjadi kenaikan jumlah daun sebesar 0,25 dan dari

pengamatan ke-4 ke pengamatan ke-6 juga terjadi kenaikan sebesar 1,5.

Pada perlakuan A2B0 (1) pada pengamatan ke-2 ke pengamatan ke-4 terjadi penurunan jumlah daun sebesar 1 dan dari pengamatan ke-4 ke pengamatan

(36)

Gambar 11. Grafik Perbandingan Jumlah Daun Kastuba pada Berbagai Perlakuan

Berdasarkan data grafik diatas, pada pengamatan ke-2, ke-4 dan ke-6

diketahui bahwa rata-rata jumlah daun kastuba pada setiap perlakuan

mengalami peningkatan dan juga penurunan. Pada perlakuan A0B0 (1),

A1B0 (1) dan A2B4 (1) jumlah daun setiap pengamatannya selalu meningkat,

sedangkan pada perlakuan lainnya jumlah daun ada yang mengalami

peningkatan dan penurunan.

Penurunan jumlah daun ini dapat disebabkan karena adanya

kerontokan daun akibat serangan penyakit. Penyakit yang banyak

menyerang tanaman kastuba adalah penyakit kudis. Menurut Redaksi

AgroMedia (2007), gejala penyakit kudis yaitu pada daun muncul bercak

bulat kecil yang mencapai ukuran 1,25 cm. Bercak tersebut berwarna kuning

kecokelatan dan dikelilingi oleh garis berwarna ungu kemerahan. Daun yang

sakit tersebut nantinya akan gugur.

4.4. Presentase Braktea

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan data presentase

braktea tanaman kastuba pada pengamatan ke-2, ke-4 dan ke-6. Presentase

braktea kastuba pada berbagai perlakuan lama penyungkupan dan dosis zat

penghambat tumbuh disajikan dalam tabel dan grafik dibawah ini :

0 2 4 6 8 10 12

Pengamatan 2 Pengamatan 4 Pengamatan 6

Jumlah Daun Tanaman

(37)

Tabel 3. Panen Komoditas Kastuba pada Berbagai Perlakuan

Berdasarkan tabel pengamatan diatas, presentase braktea pada

perlakuan A0B4 (1), A1B4 (1) dan A2B4 (1) tidak menghasilkan sehingga

presentasenya 0%. Pada perlakuan A1B0 (1), terdapat 2 braktea dengan

rata-rata presentase 72,5% dengan rata-rata panjang braktea 2 cm. Pada

perlakuan A2B2 (1), terdapat 2 braktea dengan rata-rata presentase 98%

dengan rata-rata panjang braktea 2,5 cm. Selanjutnya, pada perlakuan A2B0

(1), terdapat 3 braktea dengan rata-rata presentase 33% dengan rata-rata

panjang braktea 2,8 cm. Pada perlakuan A0B0 (1) terdapat 4 braktea yang

masing-masing presentasenya 100% dan dengan rata-rata panjang braktea

1,4 cm yang merupakan presentase braktea tertinggi dan jumlah braktea

terbanyak. Perlakuan A0B0 (1) merupakan perlakuan dengan 14 jam

penyungkupan dan tanpa penggunaan Zat Penghambat Tumbuh. Menurut

Hartley (1992), perlakuan 14 jam hari gelap dapat dilakukan agar kastuba

bisa membentuk braktea dan memacu pembungaan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya braktea adalah fase

generatif, karena saat masih dalam fase vegetatif (fase sejak masa tanam

hingga menjelang tumbuh bunga), daun kastuba berwarna hijau

(Sholekhudin, 2006). Selain itu, jika perlakuan penyungkupan terlalu lama

(38)

4.5. Intensitas Serangan Penyakit

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan data rata-rata

intensitas serangan penyakit tanaman kastuba pada pengamatan ke-2, ke-4

dan ke-6. Rata-rata intensitas serangan penyakit tanaman kastuba pada

berbagai perlakuan lama penyungkupan dan dosis zat penghambat tumbuh

disajikan dalam table dan grafik dibawah ini :

Tabel 4. Perbandingan Intensitas Serangan Penyakit Tanaman Kastuba

pada Berbagai Perlakuan

Bedasarkan data tabel diatas, rata-rata intensitas serangan penyakit

setiap pengamatannya mengalami peningkatan maupun penurunan. Pada

perlakuan A2B2 (1) pada pengamatan ke-2 ke pengamatan ke-4 mengalami

penurunan sebesar 15,625% yang merupakan penurunan terbesar,

sedangkan pada pengamatan ke-4 ke pengamatan ke-6 juga mengalami

penurunan sebesar 1,725%. Pada perlakuan A0B0 (1) pada pengamatan

ke-2 ke pengamatan ke-4 mengalami kenaikan sebesar ke-2,575%, sedangkan

pada pengamatan ke-4 ke pengamatan ke-6 mengalami penurunan sebesar

0,0975%. Pada perlakuan A0B4 (1) pada pengamatan ke-2 ke pengamatan

ke-4 mengalami kenaikan sebesar 3,63% sedangkan pada pengamatan ke-4

ke pengamatan ke-6 mengalami penurunan sebesar 9,45%. Pada perlakuan

A1B4 (1) pada pengamatan ke-2 ke pengamatan ke-4 mengalami penurunan

sebesar 0,42% begitu juga dengan pengamatan ke-4 ke pengamatan ke-6

(39)

pengamatan ke-2 ke pengamatan ke-4 mengalami penurunan sebesar 0,92%

dan pada pengamatan ke-4 ke pengamatan ke-6 mengalami kenaikan

sebesar 1,34%. Pada perlakuan A2B4 (1) pada pengamatan ke-2 ke

pengamatan ke-4 mengalami penurunan sebesar 5,6%, sedangkan pada

pengamatan ke-4 ke pengamatan ke-6 mengalami kenaikan sebesar 8,8%.

Pada perlakuan A2B0 (1) pada pengamatan ke-2 ke pengamatan ke-4

mengalami penurunan sebesar 1,38 %, sedangkan pada pengamatan ke-4

ke pengamatan ke-6 mengalami kenaikan sebesar 4,75%.

Gambar 12. Grafik Intensitas Serangan Penyakit Tanaman Kastuba pada Berbagai Perlakuan

Berdasarkan data grafik diatas, intensitas serangan penyakit tanaman

kastuba mengalami kenaikan maupun penurunan pada setiap pengamatan

yang dilakukan pada pengamatan ke-2, ke-4 dan ke-6. Namun, yang terparah

ada pada pengamatan ke-2 dari perlakuan A2B2 (1) yaitu mencapai 27,5%.

Sedangkan yang terdendah ada pada pengamatan ke-2 dari perlakuan A2B0

(1) yang hanya sebesar 2,2%. Penyakit yang menyerang tanaman kastuba di

lahan Jatimulyo umumnya adalah penyakit kudis. Menurut Redaksi

AgroMedia (2007), gejala yang tampak pada penyakit ini adalah mula-mula

pada daun akan muncul bercak bulat kecil yang bisa mencapai ukuran 1,25

0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00%

Pengamatan 2 Pengamatan 4 Pengamatan 6

Intensitas Serangan Penyakit (%)

(40)

cm. Warna bercak tersebut adalah kuning kecoklatan. Daun yang sakit

tersebut nantinya akan gugur. Spora cendawan penyebab penyakit kudis ini

dapat menyebar melalui percikan air saat melakukan penyiraman dan media

tanam yang terlalu lembab sehingga mendukung pertumbuhan jamur. Selain

itu, naiknya intensitas serangan penyakit pada pengamatan ke-2 ke

pengamatan ke-4 dapat disebabkan oleh aplikasi pupuk Gandasil-D yang

salah yaitu ketika pupuk yang diberikan terlalu banyak. Hal ini didukung oleh

pernyataan Lingga dan Marsono (2005), penggunaan pupuk daun yang berlebih akan menyebabkan gejala daun-daun seperti terbakar dan layu,

kering dan akhirnya gugur. Penurunan jumlah penyakit pada tanaman

kastuba pada pengamatan ke-4 ke pengamatan ke-6 karena dilakukan

pengendalian dengan cara memangkas daunyang terkena penyakit agar

tidak menyerang daun yang sehat. Berikut adalah dokumentasi penyakit

kudis pada kastuba :

Gambar 13. (A). Gejala Penyakit Kudis Kastuba, dokumentasi pribadi, (B). Gejala Penyakit Kudis Kastuba (Redaksi AgroMedia, 2007)

4.6. Presentase Tumbuh

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan data presentase

tumbuh tanaman kastuba pada pengamatan ke-2, ke-4 dan ke-6. Presentase

tumbuh tanaman kastuba pada berbagai perlakuan lama penyungkupan dan

dosis zat penghambat tumbuh disajikan dalam table dan grafik dibawah ini :

(41)

Tabel 5. Perbandingan Presentase Tumbuh Tanaman Kastuba pada Berbagai Perlakuan

No. Perlakuan Kelas Pengamatan ke- (%)

2 4 6

1 A0B0 (1) Kelas A 100 100 75

2 A0B4 (1) Kelas E 75 50 50

3 A1B4 (1) Kelas F 100 75 75

4 A1B0 (1) Kelas J 75 75 75

5 A2B2 (1) Kelas L 100 100 100

6 A2B4 (1) Kelas N 100 75 50

7 A2B0 (1) Kelas O 100 100 100

Berdasarkan tabel diatas, presentase tumbuh tanaman kastuba

cenderung mengalami penurunan pada pengamatan ke-4 dan pengamatan

ke-6. Namun, pada perlakuan A2B2 (1) dan A2B0 (1), presentasi tumbuh

tanaman kastuba tetap stabil yaitu, 100% hingga pengamatan ke-6.,

sedangkan perlakuan A2B4 (1) merupakan perlakuan yang setiap

pengamatannya presentase tumbuh terus menurun.

Pada perlakuan A0B0 (1) presentase tumbuh mengalami penurunan

menjadi 75% pada pengamatan ke-6. Selanjutnya, pada perlakuan A1B0(1)

presentase tumbuh sudah mengalami penurunan menjadi 75% sejak

pengamatan ke-2 dan stabil hingga pengamatan ke-6. Pada pelakuan A0B4

(1), presentase tumbuh pada pengamatan ke-2 sudah menurun menjadi 75%

kemudian pada pengamatan ke-4 kembali mengalami penurunan menjadi

50% dan stabil hingga pengamatan ke-6. Pada perlakuan A1B4 (1), pada pengamatan ke-2 presentase hidup 100%, pada pengamatan ke-4

(42)

Gambar 14. Perbandingan Presentase Tumbuh Tanaman Kastuba pada

Berbagai Perlakuan

Berdasarkan data pada grafik diatas dapat dilihat bahwa, tanaman

dengan perlakuan A0B4 (1), A2B2 (1) dan A2B0 (1) memiliki presentase

tumbuh yang stabil yaitu 100%, sedangkan pada perlakuan yang presentase

tumbuhnya terus menurun dari setiap pengamatan tersebut adalah perlakuan

A2B2 (1) dan pada perlakuan lain cenderung stabil mulai pengamatan ke-4

hingga ke-6. Presentase tumbuh yang terus berkurang ini disebabkan karena

tanaman mengalami kematian akibat terjadi busuk batang. Jamur yang

menyebabkan penyakit dapat berkembang dengan baik karena menyukai

lingkungan yang memiliki kelembaban tinggi (Redaksi AgroMedia,2007).

4.7. Keragaman Athropoda

Tabel 6. Tabel Keragaman Athropoda pada Komoditas Kastuba

(43)

No Spesies Foto Peran

(Redaksi AgroMedia,2007)

2

Nama Lokal:

Belalang

Nama Ilmiah:

Oxya chinensis

(BPTP Lampung, 2014)

Hama

3

Nama Lokal:

Laba-laba

Nama Ilmiah:

Lycosa sp.

(BPPSDMP, 2016)

(44)

No Spesies Foto Peran

4

Nama Lokal:

Kumbang Biru

Nama Ilmiah:

Curinus coeruleus

(Khair, 2016)

Serangga lain

5

Nama Lokal:

Jangkrik

Nama Ilmiah:

Gryllus asimilis

(Khair, 2016)

Serangga lain

Pada keragaman athropoda terdapat kutu putih. Hama ini mengeluarkan

cairan madu yang dapat menjadi media bagi tumbuhnya cendawan embun

jelaga serta serangganya dapat mematikan tanaman (Redaksi

AgroMedia,2007). Selain itu, terdapat juga belalang yang merupakan hama

bersifat polifag dan musuh alaminya dari kelas arachnida yaitu laba-laba.

Semua laba-laba adalah predator yang memangsa berbagai serangga

(Purnomo,2010). Terdapat serangga lain seperti jangkrik dan kumbang biru

(45)

4.8. Pembahasan Umum

Praktikum Teknologi Produksi Tanman pada komoditas kastuba

dilaksanakan di Lahan Jatimulyo. Perlakuan yang dilakukan untuk komoditas

ini adalah perlakuan lama penyungkupan serta perbedaan konsentrasi Zat

Penghambat Tumbuh dan aplikasi pupuk daun berupa pupuk Gandasil-D.

Tinggi tanaman kastuba dipengaruhi oleh faktor fisik lahan yang

merupakan kondisi mikroklimat, seperti temperatur, cahaya, kelembaban,

penyiraman, pemupukan, jarak antartanaman (jika dalam pot), jadwal tanam, dan kultivar. Selain kondisi fisik lahan, tinggi tanaman juga dipengaruhi oleh

hormon endogen yang terkandung pada tanaman yang bekerja pada titik

tumbuh batang (pucuk). Agar hormon tersebut tidak bekerja aktif, maka

diberikan Zat Penghambat Tumbuh yang dinamakan retardan (Lingga, 2006).

Pada praktikum Teknologi Produksi Tanaman komoditas ini menggunakan

paklobutrazol sebagai Zat Penghambat Tumbuh. Ada beberapa perlakuan

yang digunakan saat praktikum yaitu, perlakuan B0 yang tidak menggunakan

zat penghambat, B1 menggunakan zat penghambat dengan konsentrasi

1000 ppm, B2 menggunakan zat penghambat dengan konsentrasi 1500 ppm,

B3 menggunakan zat penghambat dengan konsentrasi 2000 ppm, dan B4

menggunakan zat penghambat dengan konsentrasi 2500 ppm.Penggunaan

paklobutrazol dengan dosis yang telah ditentukan tersebut sesuai dengan

penyataan Shintowati (1997), bahwa efek paklobutrazol terhadap

pemendekan batang pada tanaman kastuba diperoleh pada perlakuan

konsetrasi paklobutrazol lebih dari 50 ppm.

Jumlah daun kastuba pada setiap pengamatan juga mengalami

kenaikan dan penurunan jumlah. Serangan penyakit kudis atau scab yang

menyebabkan daun gugur sehingga jumlah daun menjadi berkurang (Redaksi AgroMedia,2007). Selain itu, penyakit aplikasi pupuk Gandasil-D

yang salah dapat menyebabkan daun menjadi seperti terbakar dan layu,

kering dan akhirnya gugur. Hal ini tentunya sangat mengganggu

(46)

paklobutrazol atau Zat Penghambat tumbuh tidak menunjukkan efek pada

daun kastuba. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sefiani (2004)

menunjukkan bahwa perlakuan paklobutrazol dengan metode semprot

maupun siram tidak berpengaruh terhadap jumlah daun kastuba.

Presentase braktea dipengaruhi oleh lama penyungkupan. Ada

beberapa perlakuan lama penyungkupan yang digunakan saat praktikum

yaitu, A0 dengan lama penyungkupan 14 jam, A1 dengan lama

penyungkupan 15 jam dan A2 dengan lama penyungkupan 16 jam. Penyungkupan dilakukan dengan menggunakan plastik hitam.Hal ini sesuai

dengan penyataan Shinta dkk (2016), bahwa penyungkupan dapat

menggunakan plastik hitam yang dilakukan agar braktea dapat muncul

secara kompak dan serempak. Metode penyungkupan dengan plastik hitam

pada hari pendek dilakukan untuk memperpendek panjang hari

(photoperiodisitas) dan menurut Hartley (1992), penyungkupan (pemberian

suasana gelap lebih lama) pada kastuba dilakukan selama 10 jam hari terang

dan 14 jam hari gelap setiap harinya.

Komoditas kastuba yang ditanam memiliki intensitas serangan penyakit

yang cukup tinggi dimasa pembibitan dan saat pemindahan tanaman ke

lahan Jatimulyo. Penyakit yang menyerang kastuba umumnya berasal dari

jamur menyukai kondisi lingkungan tempat tumbuh tanaman kastuba. Faktor

penyebabnya adalah kelembaban yang cukup tinggi, sehingga besar

kemungkinan tanaman tersebut akan terserang penyakit. Jamur yang

menyebabkan penyakit pada kastuba adalah Sphaceloma poinsettiae,

penyebab penyakit kudis.Menurut Semangun (2001) dalam Manengkey dan

Emmy (2011), kelembaban adalah faktor cuaca yang sangat penting dalam

mempengaruhi ledakan penyakit. Pada umumnya perkecambahan spora dan perkembangan pertama dan parasit berhubungan erat dengan kelembaban.

Presentase tumbuh komoditas kastuba rata-rata mengalami penurunan

(47)

tanaman terserang penyakit yang mengakibatkan kematian pada tanaman.

Faktor lain penyebab presentase tumbuh tanaman kastuba menurun adalah

kelembaban yang cukup tinggi dan aplikasi pupuk yang salah sehingga

mengganggu pertumbuhan kastuba.

Keragaman arthropoda yang terdapat di lahan kastuba cukup beragam

karena dalam praktikum di Lahan Jatimulyo juga bersamaan dengan

komoditas lain. Pada komoditas kastuba ditemukan beragam arthropoda

seperti kutu putih, belalang, jangkrik, kumbang biru, serta dari kelaas arachnida yaitu laba-laba. Hama pada komoditas ini adalah kutu putih dan

belalang. Kutu putih merupakan hama utama tanaman kastuba yang dapat

mematikan tanaman kastuba karena mengeluarkan cairan madu yang dapat

menjadi media tumbuh cendawan (Redaksi AgroMedia,2007). Selain itu,

terdapat belalang yang memakan daun tanaman kastuba dan merupakan

hama polifag atau menyerang hampir seluruh tanaman budidaya (Abdullah

dkk,2011) yang mempunyai musuh alami dari kelas arachnida berupa

laba-laba yang merupakan predator dari berbagai serangga (Purnomo,2010).

Serangga lain yang ditemukan pada komoditas ini adalah jangkrik dan

(48)

5. KESIMPULAN

Teknologi produksi tanaman kastuba yang dapat meningkatkan nilai

ekonomisnya adalah dengan melakukan penyungkupan dan pengaplikasian

Zat Penghambat Tumbuh sehingga sesuai dengan permintaan pasar.

Budidaya kastuba juga sebaiknya dilakukan di screenhouse agar

kelembaban terjaga serta mengurangi serangan hama dan penyakit.

Berdasarkan praktikum yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa perlakuan

yang paling optimum adalah perlakuan A0B0 (1) yaitu, dengan perlakuan 14 jam lama penyungkupan dan tanpa pemberian paklobutrazol dengan jumlah

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T., Suleha T., dan Muhammad S. 2011. Serangga Fitofag Berassosiasi pada Pertanaman Tebu di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Makassar: Universitas Hasanudin. Vol 3 (114)

Acquaah, G. 2002. Horticulture Principles and Practices.Upper Saddle River.Pearson Education.

Andriani, L. 2007. Kajian Kinerja Jaringan Irigasi Tetesuntuk Budidaya Bunga Kastuba (Euphorbia Phulcherrima) dengan Sistem Hidroponik di PT Saung Mirwan Bogor. Skripsi. IPB Bogor

Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian. 2016. Predator Laba-Laba- Online. http: /cybex. pertanian. go.id/materipenyuluhan/detail/10651/predator-laba-laba Diunduh 8 Desember 2016

Balai Penelitian Tanaman Hias. 2007. Potensi Tanaman Hias Tropis. Cianjur BPTP Lampung. 2014. Petunjuk Teknis Mengendalikan Hama dan Penyakit

Pada Tanaman Jagung dan Kedelai.

Direktorat Jendral Hortikultura. 2012. Potensi Tanaman Hias. Jakarta

Dlang. 2014. Fungus Gnat Larvae. Online

http://labs.russell.wisc.edu/insectid/2014/05/21/fungus-gnat-larvae/. Diunduh 10 Nopember 2016

Hartley,D.E. 1992. Introduction to Floriculture.Academic Press Inc. San Diego.

Irawan, A. dan Yeremias K.. 2015. Pemanfaatan Cocopeat dan Arang Sekam Padi sebagai Media Tanam Bibir Cempaka Wasian (Elmerrilia ovalis). Manado: Balai Penelitian Kehutanan. Vol 5 (2)

Jumhana, N. 2010. Makhluk Hidup dan Lingkungan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Manado: Universitas Sam Ratulangi. Vol 17 (2)

Prianggoro, H. 2011. Kastuba Agar Prima Sepanjang Tahun.Online.

http:tabloidnova.com/Griya/Taman/Kastuba-Agar-Prima-Sepanjang-Tahun. Diunduh 06 Nopember 2016

Purnomo, H. 2010. Pengantar Pengendalian Hayati. Yogyakarta : ANDI OFFSET

Gambar

Gambar 1. Tanaman Kastuba (Lingga,2006)
Gambar 3. Larva Fungus Gnat (Dlan, 2014)
Gambar 4. Hama Spider Mites (Direktorat Jendral Hortikultura, 2012)
Gambar 6. Penyakit Embun Tepung (Redaksi AgroMedia,2007)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Reduksi aerosol semakin besar dengan semakin besarnya kecepatan hingga mecapai optimum pada kecepatan 1,2 m/dt dan kemudian terjadi penurunan reduksi baik pada

hubungan  etika  dan  moral,  hubungan  moral,  moralis,  moralitas  dan  faktor­faktor  yang  mempengaruhi  timbulnya  moralitas.  Tentang  perbuatan  manusia 

Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data dalam peneletian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat lima jenis kerusakan lingkungan yang digambarkan dalam novel

Tidak memunculkan data pribadi, lokasi keberadaannya, aktifitas yang sedang dilakukan oleh para User WhatsApp Messenger pada fitur pada aplikasi WhatsApp Messenger

Dimana pada sistem yang baru ini bagian keuangan akan dapat melakukan aktivitas dengan cepat dan akurat serta akan dapat menghemat waktu dalam aktivitas

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif, untuk menganalisis kevalidan perangkat pembelajaran, minat belajar dan

Berdasarkan penjelasan cara kerja yang telah disebutkan pada bagian 3.1 dan model proses yang terlihat pada Gambar 4, terlihat bahwa aplikasi purwarupa yang dikembangkan dalam

(2) Berdasarkan RPD Satker bersangkutan, KPPN atau Unit Eselon I perlu meneliti lebih lanjut terhadap kegiatan-kegiatan yang direncanakan akan dilaksanakan pada