• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 712012100 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1 712012100 Full text"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

i

WARGA SUKU DAYAK DAN GEREJA GPIB

MENGANALISA ALASAN WARGA SUKU DAYAK AIR DURIAN BERGEREJA DI GPIB

Oleh

ANDIKA KRISTO ZEFANYA

712012100

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si.Teol)

Program Studi Teologi

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

MOTTO

“Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan

bertekunlah dalam

doa!”

Roma 12:12

Jawaban sebuah keberhasilan adalah terus belajar dan tak kenal

putus asa”

Kata pengantar

(7)

vii

maka penulis tidak dapat sampai pada suatu kebahagiaan yang saat ini penulis alami. Untuk itu, penulis mengucapkan Terima Kasih kepada:

1. Kedua orang tuaku yakni papa Herry Mony Mawuntu dan mama Ferri Valintina br. Tarigan yang selalu mendukung, memberikan nasihat, semangat, dan doa kepada saya. Keempat saudara/i ku yakni kakak Hartati Fransiska, abang Laudy Kardion Mawuntu, kakak Ida Damanik, dan adik Gita Kamira Emeralda yang juga selalu mendukung dan memberikan semangat selama menjalankan perkuliahan ini hingga selesai.

2. Kepada Pdt. Prof. John. A. Titaley dan Pdt. Dr. Rama . T. Pilakoannu kedua dosen yang telah bersedia membimbing saya dalam penulisan tugas akhir ini. Terima kasih atas kesabaran dan bimbingannya, Untuk bapak John terima kasih untuk segala nasihatnya selama bimbingan. Trimakash karena telah memperhatikan saya bukan saja dari segi akademis tetapi juga prilaku. Semua nasihat bapak akan saya ingat dan berusaha untuk memenuhinya. Untuk bapak Rama saya hanya ingin bilang BAPAK IS THE BEST. Semoga Tuhan memberkati bapak-bapak sekalian.

3. GPIB “Ekklesia” Air Upas terlebih kepada nara narasumber dan

pendeta, Terima Kasih telah bersedia menjadi tempat penelitian sekaligus tempat praktek lapangan saya dan memberikan semua yang saya butuhkan dalam penulisan tugas akhir ini.

(8)

viii

selalu mengingatkan satu sama lain dalam menyelesaikan berkas-berkas. Diatas itu semua trimakasih untuk Anthoneta Sarah Karatem yang sudah memberikan waktu, pikiran dan tenaga untuk membantu kami para squad pejuang tugas akhir. Semangat untuk kak Ann. Tuhan memberikan yang terbaik buat kak Ann. Kakak Ann for Noble prise. 5. Untuk penghuni kos 50a dari jajaran tertinggi hingga terendah saya

ucapkan terimakasih sedalam-dalamnya karena telah menjadi rumah ke dua saya selama menjalani perkuliahan di Salatiga.

6. Kepada Fakultas Teologi dan Universitas Kristen Satya Wacana, saya juga berterima kasih sudah memberikan pengajaran dan pelayanan yang terbaik bagi para mahasiswa/i nya. Semoga Fakultas dan Universitas kita terus maju dan selalu menelurkan lulusan-lulusan yang berkualitas dan berkarakter. HIDUPLAH GARBA ILMIAH KITA!

7. Dan juga pihak-pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas semua bantuan, topangan dan kerja samanya. TUHAN memberkati karya dan pelayanan kita.

Salatiga, 12 Oktober 2017

Andika Kristo Zefanya

Penulis

DAFTAR ISI

Cover...i

Lembar Pengesahan...ii

Pernyataan Tidak Plagiat...iii

Pernyataan Persetujuan Akses...iv

(9)

ix

Motto...vi

Kata Pengantar...vii

Abstrak...ix

Daftar Isi...x

1. Pendahuluan...1

A. Latar Belakang ………......1

B. Rumusan Masalah...3

C. Tujuan Penelitian...3

D. Manfaat Penelitian…......3

E. Metode Penelitian...4

F. Sistematika Penulisan...5

2. Landasan Teori...6

A.Teori Sosiologi Budaya Koentjaraningrat...6

B. Teori Tindakan Talcott Parson………......8

C. Teori Spiritualitas Alister E. McGrath...9

3. Hasil Penelitian...11

A. Gambaran Kehidupan warga suku Dayak jemaat GPIB Bajem “Bukit Zaitun” Air Durian dan Sekitarnya………..11

4. Analisis Hasil Penelitian. Kehidupan Bergereja Suku Dayak Air Durian dalam Diskursus Sosial-budaya dan Spiritual...16

5. Penutup...19

A. Kesimpulan...19

B. Saran...20

(10)

x

Abstrak

(11)

xi

deskriptif dan jenis penelitian kualitatif. Metode penelitian ini mengharuskan penulis untuk terjun langsung ke lapangan dan mewawancarai secara langsung para narasumber. Dari hasil penelitian tersebut, penulis mendapat kesimpulan Suku Dayak Air Durian adalah suku yang terbuka untuk siapa saja dan apa saja. Orang-orang Dayak Air Durian juga mudah menerima perubahan. Sesuatu yang yang baik dan menguntungkan bagi mereka dapat dengan mudah mereka terima. Seperti halnya kekristenan yang dibawa oleh misionaris awal GPIB di sana. Alasan warga suku Dayak bergereja di GPIB dikarenakan GPIB hadir menjawab kebutuhan mereka baik dari sisi kerohanian juga kebutuhan keseharian mereka. Meskipun GPIB tidak memiliki hubungan apa-apa dengan kebudayaan Dayak, tetapi dengan kehadiran gereja GPIB yang memperhatikan keberadaan jemaatnya, merangkul kebudayaan setempat, berjuang melakukan pelayanan yang sesuai dengan konteks jemaat dimana gereja GPIB berdiri.

(12)

1

WARGA SUKU DAYAK DAN GEREJA GPIB

MENGANALISA ALASAN WARGA SUKU DAYAK AIR DURIAN BERGEREJA DI GPIB

BAB 1. 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang.

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) diresmikan pada tanggal 31 Oktober 1948. GPIB diresmikan selaku gereja yang berdiri sendiri dalam lingkungan Gereja Protestan di Indonesia (GPI). GPIB memiliki terutama semua jemaat Gereja Protestan di Indonesia di luar lingkungan 3 gereja saudaranya yaitu Gereja Masehi Injili Minahasa, Gereja Protestan Maluku dan Gereja Masehi Injili Timor.1

Kalimantan Barat masuk dalam lingkungan GPIB. GPIB masuk ke daerah Kalimantan Barat melalui Pekabaran Injil (PI). Usaha PI di daerah-daerah ini telah dimulai sejak tahun 1973.2 Kegiatan-kegiatan PI di daerah Kalimantan Barat diadakan dengan cara massal, yaitu dalam arti desa-desa atau kampung-kampung di-Injili dan diberi pengajaran Kristen. Kegiatan-kegiatan PI ini dilaksanakan oleh petugas-petugas profesional, maupun warga gereja yang merasa terpanggil.3

Kalimantan Barat mayoritas dihuni oleh suku Dayak. Dayak mempunyai sekitar 450 subsuku yang tersebar di seluruh Kalimantan. Ada banyak versi tentang kelompok-kelompok suku tersebut. Yeti Manuarti mengutip pendapat Tjilik Riwut yang mengatakan orang Dayak terdiri dari dua belas suku, dan dari kedua belas suku tersebut terdapat tujuh subsuku.4 Penduduk asli pulau Kalimantan adalah Dayak dan Punan. Paulus Florus mengutip pendapat Michael

1 S.W. Lontoh, Bahtera Guna Dharma Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat

(Jakarta : Majelis Sinode XII Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat. Lembaga Penelitian, Perencanaan dan Pengembangan GPIB, 1981), 167.

2 Ibid., 499. 3 Ibid., 482.

(13)

2

Dove yang mengatakan suku Dayak ada berdasarkan budaya, bahasa dan geografis terdiri dari tiga kelompok besar, yaitu, (1) kelompok Utara, termasuk Dusun dan Murut, (2) kelompok Selatan, termasuk Ngaju, dan (3) kelompok Tengah, termasuk Kenyah, Kayan, Kayang, serta Iban.5 Suku Dayak memiliki sistem kepercayaan atau agama yang hampir tidak bisa dipisahkan dengan nilai-nilai budaya dan kehidupan sosial ekonomi orang Dayak sehari-hari. Sebagaimana disinyalir oleh beberapa Dayakolog dibimbing, didukung oleh dan dihubungkan tidak saja dengan sistem kepercayaan atau agama dan adat istiadat atau hukum adat, tetapi juga nilai-nilai budaya dan etnisitas.6

(14)

3

Hal yang pokok yang menjadi perhatian adalah bagaimana masyarakat bersuku Dayak menanggapi kehadiran gereja GPIB di tengah-tengah mereka. Sedangkan GPIB bukan gereja lokal dan tidak memiliki hubungan apa-apa dengan mereka. Oleh karena itu penulis ingin mengetahui hal-hal apa saja yang membuat GPIB dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan suku Dayak, apakah dampak dari keberadaan gereja GPIB dalam kehidupan mereka sehari-hari, bagaimana warga suku Dayak dapat memilih untuk menjadi seorang Kristen dan bergereja di GPIB sedangkan mereka memiliki adat istiadat kesukuan dan beragam denominasi gereja disana.

1.2 Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalah pokok dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bagaimana warga suku Dayak menerima dan bergereja di GPIB? 1.3 Tujuan Penelitian.

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan pemikiran untuk gereja mengenai pandangan jemaat warga suku Dayak terhadap gereja GPIB dan mendiskripsikan alasan mereka bergereja di GPIB.

1.4 Manfaat Penelitian. Secara Teoritis

Manfaat dari penelitian ini secara teoritis adalah dapat memberikan sumbangan pemikiran mengenai pokok alasan warga suku Dayak Air Durian bergereja di GPIB.

Secara Praktis.

(15)

4

sumbangan pemikiran untuk pengembangan gereja di lingkungan Dayak Air Durian.

1.5 Metode Penelitian.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualiatatif adalah manusia atau segala sesuatu yang dipengaruhi manusia, termasuk tindakan dan perkataan manusia secara alamiah.9 Atau jenis penelitian kualitatif merupakan penelitian yang lebih mengutamakan penghayatan serta berusaha memahami dan menafsirkan makna dari suatu peristiwa interaksi dan tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri sehingga hal ini mengharuskan peneliti terjun sendiri ke lapangan secara aktif.10 Wawancara berarti teknik perolehan informasi melalui tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung.11 Hal tersebut dapat dilakukan melalui wawancara langsung dengan narasumber. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif karena metode ini sangat memungkinkan peneliti untuk mengkaji suatu gejala dalam jemaat dan melakukan proses sosialisasi langsung kepada jemaat, sehingga peneliti dapat mempermudah pengambilan data dan perolehan informasi di lapangan.

Penulis mengambil narasumber yakni beberapa warga jemaat GPIB “Bukit

Zaitun” Air Durian yang asli bersuku Dayak. Tiga orang dari kalangan majelis,

dua orang dari kalangan jemaat dan satu orang dari kalangan pemuda.

9 J.D. Engel, Metodologi Penelitian Sosial & Teologi Kristen, (Salatiga: Widya Sari, 2005), 21.

10 Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 129.

(16)

5 1.6 Sistematika Penulisan.

Penulis akan membagi tulisan ini ke dalam lima bagian, yakni sebagai berikut:

Bagian 1 : Pendahuluan (latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan).

Bagian 2 : Landasan Teori (Teori sosiologi budaya, teori tindakan, dan teori spiritualitas)

Bagian 3 : Hasil Penelitian (data hasil penelitian di lapangan).

Bagian 4 : Analisa (analisa terhadap hasil penelitian dengan teori dalam bag.2).

Bagian 5 : Penutup (kesimpulan akhir dari pengolahan data hasil penelitian)

 Kesimpulan

(17)

6 2. Landasan Teori

2.1 Teori Sosiologi Budaya Koentjaraningrat

Penulis akan membahas terlebih dahulu mengenai sistem nilai budaya. Menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat. Suatu sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi, yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem–sistem tata kelakuan manusia lain yang tingkatnya lebih konkret, seperti aturan-aturan khusus hukum dan norma-norma semuanya juga berpedoman kepada sistem nilai budaya itu.12

Suatu sistem nilai budaya merupakan bagian dari adat, dan biasanya dianut oleh suatu persentase yang besar dari warga sesuatu masyarakat. Sebaliknya, suatu sikap karena berada dalam jiwa individu, sering hanya ada pada individu-individu tertentu yang karena terpengaruh oleh sistem nilai budaya, bisa didapatkan secara meluas pada banyak individu dalam masyarakat.13

Untuk dapat menganalisa semua sstem nilai budaya dari semua kebudayaan di dunia, Koentjaranignrat mengutip kerangka Kluckhohn. Kerangka ini adalah kerangka yang dikembangkan seorang ahli antropologi, Clyde Kluckhohn. Menurut kerangka Kluckhohn, semua sistem nilai budaya dalam semua kebudayaan di dunia itu sebenarnya mengenai lima masalah pokok dalam kehidupan manusia.

(18)

7

Masalah yang kedua, ada kebudayaan-kebudayaan yang memandang bahwa karya manusia itu pada hakikatnya bertujuan untuk memungkinkannya hidup; lain kebudayaan menganggap hakikat dari karya manusia itu untuk memberikannya suatu kedudukan yang penuh kehormatan dalam masyarakat; sedangkan lain-lain kebudayaan lagi menganggap hakikat karya manusia itu sebagai suatu gerak hidup yang harus menghasilkan lebih banyak karya lagi.

Masalah yang ketiga adalah masalah mengenai hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu. Ada kebudayaan-kebudayaan yang memandang penting dalam kehidupan manusia itu masa yang lampau. Dalam kebudayaan-kebudayaan serupa itu, orang akan lebih sering mengambil sebagai pedoman dalam kelakuannya contoh-contoh dan kejadian-kejadian dalam masa yang lampau. Sebaliknnya, ada pula banyak kebudayaan yang hanya mempunyai suatu pandangan waktu yang sempit. Warga suatu kebudayaan yang serupa itu tidak akan memusingkan dan memikirkan zaman yang lampau maupun masa yang akan datang. Mereka hidup menurut keadaan yang ada pada masa sekarang ini. Lain-lain kebudayaan lagi malahan justru mementingkan pandangan yang berorentasi sejauh mungkin terhadap masa yang akan datang. Dalam kebudayaan yang serupa itu perencanaan hidup menjadi suatu hal yang amat penting.

Selanjutnya mengenai masalah keempat adalah tentang pandangan manusia terhadap alam. Ada kebudayaan-kebudayaan yang memandang alam itu suatu hal yang begitu dahsyat, sehingga manusia itu pada hakikatnya hanya dapat bersifat menyerah saja tanpa ada banyak yang dapat diusahakannya. Sebaliknnya ada pula banyak kebudayaan lain yang memandang alam itu sebagai suatu hal yang bias dilawan oleh manusia, dan mewajibkan manusia untuk selalu berusaha menaklukan alam. Lain kebudayaan lagi, menganggap manusia itu hanya bias berusaha mencari keselarasan dengan alam.

(19)

8

kebudayaan lebih mementingkan hubungan horizontal antara manusia dengan sesamanya. Orang dalam suatu kebudayaan serupa itu akan amat merasa tergantung kepada sesamanya, dan usaha untuk memelihara hubungan baik dengan tetangganya dan sesamanya merupakan hal yang dianggap amat penting dalam hidup. Kecuali itu ada banyak kebudayaan lain yang tidak membenarkan anggapan bahwa manusia itu tergantung pada orang lain dalam hidupnya. Kebudayaan-kebudayaan serupa seperti itu yang amat mementingkan individualisme, menilai tinggi anggapan bahwa manusia itu harus berdiri sendiri dalam hidupnya, dan sedapat mungkin mencapai tujuannya dengan sedikit mungkin bantuan dari orang lain.14

2.2 Teori Tindakan

Pada teori tindakan penulis menggunakan teori tindakan Talcott Parson. Menurut Talcott Parson titik acuan dari semua istilah dalam teori aksi adalah aksi dari aktor individu atau dari kolektivitas aktor. Tindakan yang dilakukan oleh

seseorang atau aktor tidak terlepas dari faktor psikologis dimana didalamnya

terdapat insting. Insting seseorang selalu cenderung untuk memenuhi kebutuhanya

seperti kebutuhan viscerogenic. Kebutuhan viscerogenic contohnya seperti tidur,

pangan dan bernafas. Selain itu seseorang juga memiliki kebutuhan untuk

berhubungan sosial. 15 Seorang aktor akan memilih atau berkomitmen untuk

memilih pilihan budaya di antara objek yang dapat diakses berkenaan dengan

potensi kepuasan mereka. Dia juga akan memilih dari antara cara-cara yang paling

tepat dan signifikan baginya. Tindakan tidak hanya melibatkan diskriminasi dan

seleksi antara objek, dan perjuangan, penerimaan, atau penolakan langsung,

namun juga melibatkan orientasi pada kejadian masa depan dengan menghormati

signifikansinya untuk kepuasan atau kekecewaan. Diskriminasi antara kepuasan

yang segera tersedia dan masa depan dan penilaian nilai relatif mereka merupakan

(20)

9 2.3 Teori Spiritualitas

Sebelum masuk dalam teori, penulis akan menjelaskan definisi dari spiritualitas. Secara etimologis kata spiritual berasal dari kata Ibrani ruach, sebuah istilah kaya yang biasanya diterjemahkan dengan spirit atau roh. Namun kata itu juga mencakup serangkaian makna termasuk spirit yang luas cakupannya sampai ke makna sebagai nafas dan angin. Jika berbicara mengenai spirit, berarti membahas sesuatu yang memberikan kehidupan maupun semangat bagi

seseorang. Maka dari itu “spiritualitas” berkaitan dengan kehidupan iman, yakni

apa yang mendorong dan memotivasinya dan apa yang menurut orang-orang dirasa bisa membantu untuk melanggengkan dan mengembangkannya. Spiritualitas juga menyangkut apa yang memberi semangat terhadap kehidupan orang-orang beriman serta mendorong mereka memperdalam dan menyempurnakan apa yang baru saja mereka mulai.17

Setelah mengkaji „spiritualitas‟, sekarang kita bias melangkah lebih lanjut dan membahas istilah „spiritualitas Kristen‟. Bagi Kekristenan, spiritualitas berkaitan dengan bagaimana menghayati penjumpaan dengan Yesus Kristus. Istilah „spiritualitas Kristen‟ menunjuk pada cara bagaimana kehidupan Kristen dipahami dan bagaimana praktek-praktek devosi secara eksplisit telah dikembangkan untuk membantu menumbuhkan dan melanggengkan hubungan dengan Kristus. Maka dari itu, spiritualitas Kristen mungkin bisa dipahami sebagai cara bagaimana orang-orang Kristen sebagai pribadi maupun sebagai kelompok-kelompok berusaha memperdalam pengalaman mereka tentang Tuhan atau dengan istilah

lain „mengamalkan kehadiran Tuhan‟.18

Menurut Alister E. McGrath, spiritualitas Kristen dapat dianggap sebagai upaya untuk mempertemukan dan mengorelasikan seperangkat keyakinan teologis di satu sisi dengan serangkaian faktor pribadi dan institusional yang sangat spesifik di sisi lainnya. Sebagian orang memulai dari teologi dan berusaha mengorelasikannya dengan pengalaman pribadi mereka. Sebagian lagi justru

17 Alister E. McGrath, Spiritualitas Kristen (Medan : Bina Media Perintis, 2007), 3.

(21)

10

menemukan bahwa pengalaman mereka menimbulkan sejumlah pertanyaan dan permasalahan yang menuntut informasi dari refleksi teologis. Intinya adalah bahwa hal ini merupakan suatu proses korelasi yang memiliki arti sentral dalam spiritualitas. Spiritualitas bukanlah sesuatu yang sepenuhnya dideduksi dari aneka presuposisi teologis. Spiritualitas juga bukan sesuatu yang sepenuhnya disimpulkan dari pengalaman kita. Spiritualitas muncul dari suatu sintesis dinamis dan kreatif dari iman dan kehidupan yang ditempa dalam tanur peleburan hasrat kita untuk menghayati iman Kristen secara otentik, bertanggung jawab, efektif, dan sepenuh-penuhnya.19

Orang-orang Dayak sebelumnya sudah memiliki sistem kepercayaan, yakni Kaharingan. Dalam kepercayaan kaharingan sikap religius bukan pengabdian kepada Tuhan Yang Esa melainkan kepada suatu panteon yang terdiri dari banyak sekali roh dan nenek moyang yang ajaib. Sikap religiusnya jangan disebut animisme. Istlilah ini tidak sesuai dengan kenyataan. Teori ini mengemukakan tentang asal mula berkembangnya agama sebagai hasil pengalaman manusia yang menyimpulkan adanya daya hidup atau kekuatan hidup dalam benda-benda tertentu ataupun pada gejala-gejala tertentu. Lalu benda atau gejala itu dipuja orang. Gejala-gejala alam yang mempunyai daya hidup atau kekuatan penghidup, misalnya sungai yang mengalir dengan deras dan penuh gemuruh, gunung yang tinggi, kilat atau petir yang menyambar, dan sebagainya. Gejala alam dan benda-benda tertentu tidak dilihatnya sebagai daya hidup atau kekuatan penghidup, namun sebagai hierofani. Artinya di zaman kejadian purba roh-roh telah menampakan diri dalam gejala alam tertentu. Tempat penampakan adalah tempat keramat.20

19 Ibid., 12.

(22)

11

Orang-orang Dayak percaya bahwa dengan melakukan ritual-ritual pada tempat keramat tersebut dapat memberikan keberkahan bagi mereka. Dalam kepercayaan dayak ada sebuah ritual yang dinamakan Tiwah. Tiwah adalah ritual yang mengarahkan jiwa manusia ke “langit ke tujuh” setelah menyelesaikan eksistensi mereka di dunia ini. Sepanjang perayaan tiwah, persembahan kurban diberikan kepada jiwa-jiwa yang ditinggalkan untuk memberi mereka perjalanan menuju alam sorgawi. Dan juga untuk memastikan kenyamanan mereka saat tiba di rumah baru mereka.21

3. Hasil Penelitian.

3.1. Gambaran Kehidupan warga suku Dayak jemaat GPIB Bajem “Bukit Zaitun” Air Durian dan Sekitarnya.

Untuk dapat melakukan penelitan, penulis terjun langsung ke lapangan, berbincang dan mewawancari secara lansung para narasumber. Jemaat mayoritas GPIB Bajem “Bukit Zaitun” Air Durian adalah jemaat bersuku Dayak. GPIB Bajem “Bukit Zaitun” Air Durian termasuk dalam wilayah GPIB “Ekklesia” Air Upas. Sebelum dimandirikan, wilayah yang sekarang menjadi wilayah GPIB “Ekklesia” Air Upas ini menjadi satu dengan wilayah GPIB “Bethesda” Marau. Saat penulis melaksanakan penelitian di GPIB Bajem “Bukit Zaitun” Air Durian. Penulis banyak berinteraksi dengan warga suku Dayak Air Durian asli. Mata pencaharian jemaat GPIB Bajem “Bukit Zaitun” Air Durian adalah petani karet dan sawit, di samping itu ada juga yang berprofesi sebagai guru, kuli, dan berwirausaha seperti berdagang.

Saat di lapangan, penulis mendapatkan banyak informasi dan keluhan tentang kebudayaan Dayak asli Air Durian yang kian hari semakin menghilang dan kondisi mereka yang semakin terpinggirkan. Bapak Iyus Daryanto mengungkapkan bahwa ritual dan acara-acara adat sudah jarang ditemukan. Hal ini disebabkan karena masyarakat Suku Dayak Air Durian sudah mulai meninggalkan kebudayaan mereka. Barang-barang antik peninggalan leluhur yang

(23)

12

biasanya dipakai untuk acara kebudayaan dijual untuk keperluan keseharian mereka.22 Begitu juga dengan pandangan bapak Riwan. Banyak warga suku dayak yang memiliki barang antik dengan mudahnya menjual barang tersebut jika sedang terhimpit kebutuhan ekonomi. Beliau berpendapat bahwa warga suku Dayak Air Durian tidak memiliki pandangan jauh ke depan. Beliau memberikan contoh jika mereka membutuhkan sepeda motor, mereka rela menjual tanah dengan harga yang murah. Dengan cara seperti ini maka makin hari warga suku Dayak akan semakin terpinggirkan.23 Selama melakukan penelitian di wilayah GPIB Bajem “Bukit Zaitun” Air Durian, penulis juga merasakan hal yang sama. Selama tiga bulan di sana, penulis hanya sekali menemukan acara adat. Air Durian adalah desa dan Air Upas adalah kecamatanya. Penulis mendapatkan semua toko-toko besar di Air Upas dikuasai oleh pendatang-pendatang. Bukan hanya toko-toko tetapi juga sudah banyak tanah-tanah yang dikuasai oleh pendatang. `

Selama melakukan penelitian di GPIB Bajem “Bukit Zaitun” Air Durian, penulis sekaligus melakukan pelayanan di sana. Selama di sana penulis memperhatikan di setiap peribadahan, warga jemaat yang berasal dari suku Dayak Air Durian sering datang bersama keluarganya. Bukan hanya keluarga inti seperti suami, istri dan anak-anak tetapi juga bersama paman, nenek dan kakek. Penulis memperhatikan kebanyakan dari mereka jika dalam satu keluarga, ada salah satu anggota keluarga mengikuti salah satu gereja di sana, anggota keluarga mereka yang lain akan mengikut. Apalagi yang bergereja itu adalah orang tua mereka atau sosok yang dituakan.

Rasa solidaritas dan kepedulian jemaat GPIB “Bukit Zaitun” Air Durian terhadap gereja amat tinggi. Contohnya saat menjelang perayaan natal. Untuk mempersiapkan acara natal, seluruh warga jemaat bahu-membahu mempersiapkannya. Mulai dari merapikan halaman gereja, membangun tenda,

22 Wawancara dengan Bapak Iyus Daryanto Majelis Jemaat GPIB Bajem “Bukit Zaitun” Air Durian, pada hari Selasa tanggal 22 Desember 2016 pukul 20.30 wib.

(24)

13

dekorasi gereja sampai masak memasak. Semuanya mereka lakukan dengan semangat dan tanpa imbalan apa-apa.

GPIB dapat tumbuh dan berkembang di wilayah Air Durian dan sekitarnya seperti saat ini adalah buah hasil dari perjuangan pendeta-pendeta terdahulu. Kisah perjuangan pendeta yang paling sering terdengar adalah cerita perjuangan pelayanan Pendeta Urbanus. Menurut cerita yang penulis dengar dari seorang Majelis GPIB Bajem “Imanuel” Lipat Gunting yakni bapak Frans Yafet sosok Pendeta Urbanus adalah sosok pendeta yang pekerja keras. GPIB Bajem “Imanuel” Lipat Gunting termasuk wilayah GPIB “Ekklesia” Air Upas. Saat Melakukan pelayanan, pendeta Urbanus melayani puluhan pos-pos. jarak pos-pos tersebut tidaklah berdekatan belum ditambah lagi medan yang begitu sulit, seperti jalan setapak yang terjal dan berbatu batu. Tetapi pendeta Urbanus selalu berusaha untuk melakukan pelayanan. Selain itu pendeta Urbanus sering menghadapi pencobaan dari orang-orang sekitar. Salah satu cerita yang paling terkenal adalah saat seorang Dukun mencobai Tuhan melalui pendeta Urbanus. Dukun tersebut meminta pendeta Urbanus untuk menebang pohon sesembahan Suku Dayak. Konon menurut cerita setempat pohon itu memiliki kekuatan magis, banyak warga sekitar datang dan meminta kepada pohon tersebut keberkahan dan terkabulkan. Dan konon pula jika pohon itu tidak berkenan maka orang yang menyentuhnya saja dapat meninggal. Tetapi pendeta Urbanus menyanggupi hal tersebut dan menebangnya. Konon saat pendeta Urbanus menebang pohon tersebut turun angin yang besar tetapi pendeta Urbanus tetap bertahan. Dan dari cerita itu banyak orang-orang Dayak sekitar menjadi percaya dan tertarik untuk bergereja di GPIB.24

Berikut adalah hasil wawancara dari beberapa jemaat asli GPIB “Bukit

Zaitun” Air Durian. Narasumber yang pertama adalah bapak Nikodemus Nyihip.

Beliau adalah mantan Penatua pertama di GPIB Bajem “Bukit Zaitun” Air Durian. Kini beliau sudah tidak menjadi penatua dikarenakan umurnya yang sudah lanjut. Tetapi pelayananya dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Hendri yang kini telah menjadi Majelis. Menurut penuturan bapak Nikodemus Nyihip beliau

(25)

14

bangga bergereja di GPIB dikarenakan GPIB peduli terhadap keberadaan jemaatnya terkhususnya jemaat di tempatnya. Beliau menceritakan bahwa gereja pernah membagikan baju-baju bekas secara gratis pada jemaat. Beliau juga bangga pada GPIB karena GPIB adalah gereja yang menghormati kebudayaan dan adat-istiadat Dayak di Air Durian. GPIB adalah gereja pertama yang berinisiatif melakukan kerja bakti membersihkan dan merapikan makam-makam kuno suku Dayak Air Durian. Selain itu beliau juga senang dengan Pendeta-pendeta yang selama ini melakukan tugas pelayanan di GPIB “Bukit Zaitun” Air Durian dikarenakan sangat dekat dengan jemaat, selalu datang kerumah jemaat untuk bersenda gurau.25

Narasumber yang kedua adalah bapak Iyus Daryanto, beliau adalah Majelis GPIB “Bukit Zaitun” Air Durian. Dari hasil wawancara denganya, bapak Iyus Daryanto menuturkan alasannya bergereja di GPIB dikarenakan ia sudah bergereja sejak ia kecil dan merasa nyaman di GPIB. Beliau juga menambahkan alasan karena Yesus yang adalah kepala gereja GPIB yang memberikan keselamatan. meskipun banyak gereja sekitar mengajarkan hal yang sama, beliau tidak berniat berpindah gereja karena sudah merasa nyaman dengan GPIB. Selain itu alasannya juga karena struktur gereja yang jelas, merangkul adat-istiadat dan membaur dengan masyarakat. Contohnya jika ada acara-acara adat. Gereja juga menjadwalkan untuk mengikuti acara-acara adat tersebut. Beliau mendapatkan istri yakni ibu Miti Pradita yang adalah temannya dari sekolah Minggunya dulu. Orang tua dari bapak Yus awalnya tidak beragama Kristen, lalu sempat masuk gereja GPIB, tetapi kini sudah tidak pernah gereja lagi. Pertama kali beliau masuk gereja dikarenakan ajakan dari pelayan sekolah minggu yakni bapak Diaz Kristadi yang kini masih menjabat sebagai penatua di GPIB Bajem “Bukit Zaitun” Air Durian. Sampai saat ini pak Iyus Daryanto masih setia bergereja di GPIB. Anak-anak bapak Iyus dan ibu Miti yang bernama Tiuda dan Tiwi juga bergereja di GPIB.26

25 Wawancara dengan Bapak Nikodemus Nyihip Jemaat GPIB Bajem “Bukit Zaitun” Air Durian, pada hari Selasa tanggal 15 Desember 2017 pukul 19.30 wib.

(26)

15

Narasumber yang ketiga adalah bapak Riwan. Bapak Riwan ini juga Majelis GPIB “Bukit Zaitun” Air Durian. Dalam kehidupan sehari hari bapak Riwan berprofesi sebagi guru tingkat Sekolah Dasar (SD). Alasan bapak Penatua Riwan bergereja di GPIB adalah karena gereja GPIB hadir bersama masyarakat dan menerima kehadiran adat dan budaya. Menurutnya Pendeta-pendeta GPIB membaur dengan adat, contohnya jika ada acara-acara adat seperti pernikahan dan lain sebagainya, para Pendeta GPIB menyempatkan diri untuk hadir. Tidak membatasi diri dengan menolak sesi dalam prosesi adat seperti meminum-minuman keras. Yang menarik dari gereja GPIB menurut bapak Riwan adalah GPIB yang selalu hadir di dalam pelayanan masyarakat dan pemerintah, bangsa dan negara. Contohnya GPIB ikut berperan dalam kegiatan pelayanan pengobatan massal dan juga selalu memberitahu pemerintah setempat jika melakukan kegiatan, berkoordinasi dengan baik dengan pemerintah setempat. GPIB juga membina perkembangan iman, keterampilan dengan cara mengadakan penyuluhan, pelatihan dan pengobatan gratis oleh tim PelKes (Pelayanan dan Kesaksian), UP2M (Unit Pembinaan dan Pemberdayaan Masyarakat), dan kerjasama dalam bidang pendidikan melalui yayasan. Dengan hadirnya GPIB bapak Riwan merasakan kehadiran Tuhan. Salah satu bukti kehadiran menurutnya adalah saat ia dipakai Tuhan menjadi Penatua dan menjadi panitia Pesparawi tingkat kabupaten dan provinsi tahun 2006 & 2007.27

Narasumber yang keempat adalah Majelis Nur Hamidah. Ibu Nur Hamidah adalah adik dari bapak Riwan. Yang menarik menurut keterangannya, alasan beliau bergereja di GPIB karena terpanggil. Disaat beliau berdoa meminta penguatan dari Tuhan, beliau memperolehnya. Menurut ibu Nur Hamidah yang menarik dari gereja GPIB adalah liturginya. Menurutnya liturgi liturgi GPIB lebih khusuk dibandingkan liturgi gereja lain.28

Yang kelima adalah ibu Miti Pradita. Alasan ibu Miti yang adalah istri dari bapak Iyus Daryanto tidaklah berbeda jauh dengan penuturan bapak Iyus

27 Wawancara dengan Bapak Riwan Majelis Jemaat GPIB Bajem Bajem “Bukit Zaitun” Air Durian, pada hari Selasa tanggal 12 September 2017 pukul 18.30 wib.

(27)

16

Daryanto. Beliau menuturkan alasannya bergereja di GPIB dikarenakan sudah bergereja di GPIB “Bukit Zaitun” Air Durian sejak kecil. Perbedaannya dengan bapak Iyus Daryanto adalah alasan Ibu Miti ditambah dengan hadirnya kedua orang tuanya yang sampai saat ini aktif bergereja di GPIB.29

Narasumber yang terakhir adalah Kristina. Kristina adalah jemaat anggota Pelayanan Kategorial Gerakan Pemuda (Pelkat GP). Alasan Kristina bergereja GPIB adalah adanya kenyamanan yang ia rasakan saat beribadah di GPIB. Ia merasa nyaman dengan tatacara peribadahannya. Selain itu juga disebabkan karena ayah dan ibunya sudah lama bergereja di GPIB. Dia juga menuturkan rasa bangganya terhadap jemaat GPIB yang dinilainya memiliki solidaritas yang tinggi untuk saling tolong menolong. Di samping itu Kristina menceritakan pengalamannya dimana dia merasakan kehadiran Tuhan melalui gereja GPIB. Suatu ketika keluarga ditimpa masalah berat yang mengakibatkan keluarganya terpecah belah. Saat kejadian itu menerpa, ia selalu datang ke persekutan-persekutuan dan didoakan secara terus menerus oleh pendeta, majelis dan jemaat dan pada akhirnya keluarganya dapat hidup rukun kembali.30

4. Analisis Hasil Penelitian. Kehidupan Bergereja Suku Dayak Air Durian dalam Diskursus Sosial-budaya dan Spiritual.

Pada bagian ini penulis akan mengalisis secara satu persatu dari hasil wawancara lapangan dengan teori Sosial Budaya, teori tindakan dan teori Spiritualitas. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil analisis yang akurat.

Penulis mengategorikan watak warga suku Dayak berdasarkan kerangka Clyde Kluckhorn. Menurut hemat saya warga suku Dayak termasuk dalam kategori warga yang hanya mempunyai suatu pandangan waktu yang sempit. Pada kerangka Kluckhorn yang ketiga tentang masalah mengenai hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu. Di sana dikatakan warga suatu kebudayaan yang serupa itu tidak akan memusingkan dan memikirkan zaman yang lampau maupun zaman yang akan datang . Mereka hidup menurut keadaan

29 Wawancara dengan Ibu Miti Pradita Jemaat GPIB Bajem “Bukit Zaitun” Air Durian, pada hari Selasa tanggal 4 April 2017 pukul 20.30 wib.

(28)

17

yang ada pada masa sekarang ini.31 Hal ini terlihat dari keberadaan budaya di Air Durian yang sudah jarang dilakukan. Kebudayaan mereka mulai bergeser seiring dengan modernisasi. Begitu juga dari cerita bapak Frans Yafet mengenai perjuangan pelayanan Pendeta Urbanus yang membuat cukup banyak warga suku Dayak tertarik bergereja di GPIB. Dari cerita itu terlihat bahwa orientasi mereka adalah masa sekarang. Di kala pohon sesembahan berhasil ditebang oleh Pendeta Urbanus, mereka beralih percaya kepada Tuhan melalui GPIB yang diberitakan Pendeta Urbanus dan melupakan pohon sesembahan. Selain itu menurut hemat saya warga suku Dayak Air Durian memiliki kebudayaan yang lebih mementingkan hubungan horizontal antara manusia dengan sesamanya. Menurut kerangka Kluckhorn kelima yang membahas mengenai masalah hakikat manusia dengan sesamanya. Di sana Kluckhorn menyatakan bahwa orang dalam suatu budaya serupa itu akan amat merasa tergantung kepada sesamanya, dan usaha untuk memelihara hubungan baik dengan tetanganya dan sesamanya merupakan hal yang dianggap amat penting dalam hidup.32 Hal ini terlihat dari pernyataan narasumber yang diwawancarai. Beberapa diantaranya menyatakan alasan mereka bergereja adalah karena orang-tua mereka juga bergereja di GPIB Air Durian. Seperti pernyataan dari Bapak Iyus Daryanto, ibu Miti Pradita dan Kristina. Selama saya melaksanakan penelitian di Air Durian, saya juga melihat banyak warga jemaat yang datang bersama dengan keluarga mereka untuk beribadah.

Dari cerita yang disampaikan oleh bapak Frans Yafet, penulis menganalisis orang-orang suku Dayak tertarik untuk bergereja di GPIB oleh karena pristiwa pelayanan Pendeta Urbanus ini didorong rasa pemenuhan kepuasan bagi mereka. Menurut Talcott Parson dalam teori tindakannya mengungkapkan bahwa seorang aktor akan memilih atau berkomitmen untuk memilih pilihan budaya di antara objek yang dapat diakses berkenaan dengan potensi kepuasan mereka.33 Dari cerita ini orang-orang Dayak tertarik kepada GPIB karena GPIB membawa suatu hal yang baru yang mampu menandingi kepercayaan mereka sebelumnya, yakni

(29)

18

pohon sesembahan yang ditebang oleh Pendeta Urbanus. Selain itu pohon sesembahan juga menjadi media unuk meminta keberkahan. Menurut hemat saya, selayaknya seorang Pendeta, pastilah Pendeta Urbanus juga mengajarkan tentang berdoa untuk meminta kepada Tuhan. Hal ini makin menguatkan alasan warga suku Dayak tertarik untuk bergereja di GPIB. Dengan ditebangnya pohon sesembahan oleh Pendeta Urbanus mengindikasikan bahwa sistem kepercayaan yang dibawa Pendeta Urbanus lebih kuat daripada pohon sesembahan. Dari hal ini juga mengindikasikan bahwa daya pemenuhan permintaan lebih besar melalui sistem kepercayaan yang dibawa oleh Pendeta Urbanus dari pada daya pohon sesembahan. Dari pilihan ini warga Dayak yang menyaksikan atau mendengar cerita ini akan tertarik untuk bergereja di GPIB.

Begitu pula dengan hasil wawancara lainnya. Dari hasil wawancara bapak Nikodemus terlihat bahwa gereja GPIB telah berhasil memberikan kepuasan kepadanya. Menurut penuturannya ia tersentuh dengan sikap gereja GPIB yang menghormati kebudayaan dan adat istiadat suku Dayak dengan berinisiatif melakukan kerja bakti membersihkan dan merapikan makam-makam kuno suku Dayak Air Durian. Pendeta-pendeta ramah yang senantiasa berkunjung kerumahnya dan kebijakan gereja yang memperhatikan jemaat, contohnya membagi-bagikan baju gratis pada jemaat.

Tidak berbeda jauh dengan pernyataan bapak Nikodemus, alasan bapak Riwan tetap bergereja di GPIB dikarenakan puas dengan kehadiran GPIB. Beliau puas karena GPIB adalah gereja yang membaur dengan adat istiadat Dayak, contohnya para pendetanya tidak menolak sesi minum-minuman keras saat prosesi adat. Jika ada perayaan adat selalu berusaha menyempatkan diri, berhubungan baik dengan pemerintah setempat dan memiliki program-program gereja yang menyejahterakan jemaat seperti pengobatan gratis dari tim PelKes (Pelayanan dan Kesaksian) dan bantuan kesejahteraan dari UP2M (Unit Pembinaan dan Pemberdayaan Masyarakat).

(30)

19

GPIB dikarenakan adanya keselamatan dari Yesus yang adalah kepala gereja GPIB. Kepercayaan Yesus adalah jalan keselamatan sama seperti kepercayaan gereja-gereja di sekitar GPIB “Bukit Zaitun” Air Durian. Dari penyataan ibu Nurhamidah dan Kristina juga menyinggung aspek spiritualitas. Menurut teori spiritualitas Alister E. McGrath sebagian orang memulai dari teologi dan berusaha mengkorelasikannya dengan pengalaman pribadi mereka.34 Pernyataan bapak Yus masuk dalam kategori orang tersebut. Sedangkan dari pernyataan ibu Nurhamidah dan Kristina masuk dalam kategori orang-orang menemukan bahwa pengalaman mereka menuntut informasi dan refleksi teologi. Karena menurut pernyataan mereka, mereka merasakan suatu pengalaman terlebih dahulu yang akhirnya membuat mereka lebih mendekatkan diri pada Tuhan.

5. Kesimpulan dan Saran. 5.1 Kesimpulan.

Suku Dayak Air Durian adalah suku yang terbuka untuk siapa saja dan apa saja. Orang-orang Dayak Air Durian juga mudah menerima perubahan. Hal yang yang baik dan menguntungkan bagi mereka dapat dengan mudah mereka terima. Seperti halnya kekristenan yang dibawa oleh misionaris awal GPIB di sana. Alasan warga suku Dayak bergereja di GPIB dikarenakan GPIB hadir menjawab kebutuhan mereka baik dari sisi kerohanian tetapi juga kebutuhan keseharian mereka. Program-program GPIB seperti pengobatan gratis, pengadaan benih tanaman dan penyuluhan-penyuluhan amat membantu mereka. Selain itu yang paling utama adalah karena misionaris awal dan pendeta-pendeta terdahulu sampai sekarang bekerja dengan baik. Mereka berhasil membina mental dan kerohanian jemaat hingga seperti sekarang. Meskipun GPIB tidak memiliki hubungan apa-apa dengan kebudayaan Dayak tetapi dengan kehadiran gereja GPIB yang memperhatikan keberadaan jemaatnya, merangkul kebudayaan setempat, berjuang melakukan pelayanan yang sesuai dengan konteks jemaat dimana gereja GPIB berdiri. Hal ini membuat gereja GPIB diterima dan berkembang di lingkungan suku Dayak terutama Dayak Air Durian.

(31)

20 5.2 Saran.

Saran bagi gereja adalah agar selalu mengembangkan program-program pelayanan jemaat di pedalaman. Seperti program Pelayanan dan Kesaksian dan program Unit Pembinaan dan Pemberdayaan Masyarakat. Kedua program ini amat bermanfaat bagi kehidupan jemaat di pedalaman. Selain dari pada hal

tersebut, melihat kondisi kebudayaan Dayak Air Durian yang sudah mulai

menghilang, penulis menyarankan agar gereja GPIB berinisiatif untuk

melestarikan kebudayaan Dayak Air Durian. Contoh konkretnya seperti

memfasilitasi keberlangsungan acara adat Dayak jemaat, selama acara adat

tersebut tidak bertolak belakang dengan norma-norma dan pandangan kekristenan.

Dengan adanya bantuan semacam itu akan membantu warga jemaat suku Dayak

terkhususnya Air Durian untuk melestarikan budaya mereka. Selain itu penulis

juga memiliki saran agar membuat ibadah-ibadah kreatif yang bertemakan adat

(32)

21 Daftar Pustaka. a. Buku.

Coomans, Mikhail. Manusia Daya : Dahulu, Sekarang, Masa Depan. Jakarta : Gramedia, 1987.

Dove, Michael R. Peranan Kebudayaan Tradisional Indonesia Dalam Modernisasi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1985.

Engel, Jacob D. Metodologi Penelitian Sosial & Teologi Kristen. Salatiga: Widya Sari, 2005.

Florus, Paulus, Sephanus Djuweng, John Bamba, dan Nico Andasputra. Kebudayaan Dayak : Aktualisasi dan Transformasi. Jakarta: Gramedia, 1994.

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat, Ketetapan persidangan sinode XIX: Pemahaman Iman GPIB. Jakarta: Majelis Sinode, 2010.

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat, Ketetapan persidangan sinode XX: Pemahaman Iman & Akta Gereja. Jakarta: Majelis Sinode, 2015.

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat, Ketetapan persidangan sinode XIX: Pokok-pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja (PKUPPG). Jakarta: Majelis Sinode, 2010.

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat, Ketetapan persidangan sinode XX: PKPUPPG & Grand Design PPSDI. Jakarta: Majelis Sinode, 2015.

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat, Ketetapan persidangan sinode XX: Tata Ibadah, Musik Gereja dan Pakaian Liturgis. Jakarta: Majelis Sinode, 2015.

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat, Ketetapan persidangan sinode XIX: Tata Ibadah GPIB. Jakarta: Majelis Sinode, 2010.

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat, Ketetapan persidangan sinode XIX: Tata Gereja GPIB. Jakarta: Majelis Sinode, 2010.

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat, Ketetapan persidangan sinode XX: Tata Gereja. Jakarta: Majelis Sinode, 2015.

Koentjaraningrat. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta : PT Gramedia, 1975.

Koentjaraningrat. Pengantar antropologi. Jakarta : Rineka Cipta, 2003.

(33)

22

Manuarti, Yerti. Identitas Dayak : Komodifikasi dan Politik Kebudayaan. Yogyakarta : LKiS, 2004.

McGrath, Alister E. Spiritualitas Kristen. Medan : Bina Media Perintis, 2007.

Niebuhr, Richard. Christ And Culture. New York : Harper Torchbook, 1956.

Newbigin, Lesslie. Injil dalam Masyarakat Majemuk. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2006.

Parson, Talcott. Toward a General Theory of Action. London : Oxford University Press, 1951.

Schiller, Anna. Small Sacrifices : Religious Change and Cultural Indentity among The Ngaju of Indonesia. New York : Oxford University Press, 1997.

Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

van Kooij, Rijnardus A, Sri Agus Padnaningsih, Yam’ah Tsalatsa.Menguak Fakta,

Menata Karya Nyata : Sumbangan Teologi Praktis dalam Penarian Model Pembangunan Jemaat Kontekstual. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2010.

Wiranata, I Gede A.B. Antropologi budaya. Jakarta : Citra Aditya Bakti, 2002.

Widiarto, Tri. Dasar-dasar antropologi budaya. Salatiga : FKIP Sejarah-UKSW, 2000.

WAWANCARA

Wawancara dengan Bapak Frans Yafet 7 Januari 2017, pukul 17.40 wib Wawancara dengan Bapak Nikodemus Nyihip 15 Desember 2016, pukul 19.30 wib.

Wawancara dengan Bapak Iyus Daryanto 22 Desember 2016, pukul 20.30 wib dan 4 April 2017, pukul 19.30 wib.

Wawancara dengan Bapak Riwan 1 Desember 2016, pukul 19.20 wib dan 12 September 2017, pukul 18.30 wib.

Wawancara dengan Ibu Nur Hamidah 12 September 2017, pukul 19.30 wib. Wawancara dengan Ibu Miti Pradita 4 April 2017, pukul 20.30 wib.

Referensi

Dokumen terkait

Melalui agen-agen ini yang diketahui oleh orang awam adalah mereka yang sudah profesional mencarikan pekerjaan bagi orang lain dan pastinya di negara tujuan sudah memiliki

jumlah uang yang masuk, maka GPIB tidak ada bedanya dengan organisasi biasa. Kita harus jeli melihat apakah persepuluhan yang mereka berikan adalah benar-. benar

persepsi adalah proses yang didahului oleh penginderaan atau.. bagaimana cara orang memandang terhadap stimulus yang

Daerah Poso, Sulawesi Tengah memiliki banyak cerita rakyat, salah satunya legenda Lasaeo dan Rumongi. Anak-anak kehilangan cerita rakyat yang merupakan kekayaan budaya

kota Semarang menyadari bahwa mereka berada di perantauan dan dikelilingi oleh orang-orang dengan latarbelakang budaya dan kehidupan yang sangat berbeda sehingga

PERBEDAAN INTIMACY DALAM HUBUNGAN BERPACARAN REMAJA DITINJAU DARI STATUS PERKAWINAN ORANG TUA (BERCERAI DAN TIDAK

Sakramen dalam Tata Gereja GKJW memiliki definisi sebagai tanda kudus yang ditetapkan oleh Tuhan Allah yang menyatakan tentang persekutuan Tuhan Allah dengan orang-orang

yang dimiliki oleh partisipan sebagai orang yang merawat pasien di rumah. ataupun di