Kitosan Sebagai Alternatif Bahan Pengawet Kamaboko Ikan Kurisi
(
Nemipterus nematophorus
) pada Penyimpanan Suhu Dingin
Chitosan as Alternative to Preservative Kamaboko Fish Kurisi (Nemipterus nematophorus) at Cold Temperature Storage
Dwitha Nirmala1, Endang Dewi Masithah2*, Djoko Agus Purwanto3 1
Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya 2
Departemen Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga, Surabaya 3
Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga, Surabaya *een_icha@yahoo.com
Abstrak
Kitosan merupakan modifikasi senyawa kitin yang banyak terdapat dalam kulit luar hewan golongan Crustaceae seperti udang serta kepiting. Khasiat kitosan sebagai bahan antibakteri dan kemampuannya untuk mengimobilisasi bakteri tampaknya menjadikan senyawa tersebut dapat digunakan sebagai pengawet makanan. Daya hambat kitosan terhadap bakteri tergantung dari konsentrasi pelarutan kitosan. Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui lama waktu pengawetan kamaboko dengan menggunakan kitosan, mengetahui besarnya konsentrasi kitosan yang optimal dalam pengawetan kamaboko serta mengetahui pengaruh kitosan terhadap sifat fisik kamaboko baik dari segi citarasa maupun penampakannya. Percobaan dibagi dalam dua tahap penelitian. Tahap penelitian pendahuluan adalah pembuatan kitosan dari kulit udang, dengan konsentrasi NaOH 50% dan pembuatan kamaboko ikan kurisi. Tahap penelitian utama adalah tahap aplikasi penambahan kitosan pada kamaboko dengan memvariasikan konsentrasi kitosan. Konsentrasi kitosan dalam pelarut asam asetat adalah 0,5%, 1%, 1,5%, 2% dengan waktu perendaman kamaboko dalam larutan kitosan selama 5 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan yang optimal untuk digunakan sebagai bahan pengawet kamaboko ialah sebesar 1,5 % dengan masa simpan 12 hari dengan waktu perendaman kitosan selama 5 menit.
Kata kunci : Kitosan, pengawet, kamaboko
Abstract
Chitosan is the modification of chitin, which found on the outer skin of Crustacea species such as shrimps and crabs. The tipycal quality of chitosan as antybacteria with the ability to immobilize bacteria it might caused chitosan used to be food preservation. The ability to obstruct bacteria depend on chitosan concentration. The aims of this research were knowing how long this food preservative used chitosan would be defence in “kamaboko”, knowing the optimal concentration of chitosan for kamaboko preservation and knowing the effect of chitosan in kamaboko physics, taste, also their performance. This experiments were done in two steps. The first step preliminary research was the production of chitosan from shrimp skins, which the NaOH concentration was 50% and making of kamaboko. The second step primary research was the application of chitosan that had to be added to kamaboko with different concentration. Chitosan concentration in acetic acid solvent were 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, with soaking time kamaboko 5 minute. The experiments result indicated that the optimum concentration of chitosan to preserves bakso was 1,5 % for twelve days with soaking time of chitosan was 5 minute.
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara
kepu-lauan yang mempunyai wilayah perairan
yang cukup luas, terutama wilayah perairan
laut yang mencakup 2/3 dari luas wilayah
Indonesia. Wilayah perairan yang cukup
luas tersebut menyimpan potensi sumber
da-ya ikan da-yang cukup besar, terutama ikan laut
untuk konsumsi manusia. Namun segala
ke-unggulan tersebut tidak sejalan dengan
ting-kat konsumsi ikan masyarating-kat Indonesia.
Perlu dilakukan upaya untuk
meng-optimalkan pemanfaatan ikan-ikan hasil
tangkapan samping (HTS) seperti ikan kurisi
ini agar memiliki nilai ekonomis yang lebih
tinggi. Oleh karena itu perlu kiranya
dilakukan terobosan-terobosan dalam
diver-sifikasi pengolahan komoditas perikanan
yang diharapkan mampu memanfaatkan
sumberdaya perikanan menjadi optimal serta
dapat meningkatkan minat masyarakat untuk
mengkonsumsi ikan. Salah satu usaha
diver-sifikasi produk perikanan yang dapat
dikem-bangkan adalah Kamaboko.
Kamaboko yang banyak digemari
masyarakat, akhir-akhir ini dikagetkan
de-ngan adanya penggunaan bahan pengawet
berbahaya. Lebih dari 700 jenis makanan di
pasar tradisional dan modern di tujuh kota,
terbukti menggunakan formalin (BPOM RI,
2012).
Sehingga perlu dilakukan usaha
un-tuk mencari alternatif pengganti bahan
pengawet yang alami. Salah satu bahan yang
dapat dipakai adalah kitosan. Kitosan dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pengawet
karena sifat-sifat yang dimilikinya yaitu
mampu menghambat pertumbuhan
mikro-organisme perusak dan sekaligus dapat
melapisi produk yang diawetkan sehingga
terjadi interaksi yang maksimal antara
pro-duk dan lingkungannya (Hardjito, 2006).
Se-hingga perlu dilakukan penelitian mengenai
penambahan bahan bahan alami yang
diha-rapkan menghasilkan produk olahan yang
baik bagi tubuh.
Materi dan Metode
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam
pene-litian ini yaitu ikan kurisi (Nemipterus sp),
air bersih suhu 4oC, Kalsium klorida
(Ca-Cl2), Gula, Sodium tripholyposphate
(STPP), Egg white powder (EWP), Bahan
yang digunakan dalam proses pengolahan
kamaboko yaitu surimi ikan kurisi beku dan
garam 2%. Bahan yang digunakan dalam
penelitian utama yaitu surimi ikan kurisi
beku, larutan asam asetat 1% dan bubuk
pem-buatan surimi pada penelitian ini yaitu blong
(91 x 54 cm), basket (56 x 36 x 21 cm),
Fiber box (110 x 110 x 61), Timbangan
digital, Meja pengolahan, Pisau, Trolly, Fish
scalling machine (5 x 1,5 m), Fish meat
Alat yang digunakan dalam proses
pengo-lahan kamaboko dari ikan kurisi
(Nemipte-rus sp.) adalah meat grinder, blender, pisau,
talenan, kompor, panci, baskom, sendok,
piring, garpu, press cake, pH meter, kain
saring, mangkok, ember plastik, timbangan
dan cetakan gel ikan.
Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang
diguna-kan pada penelitian ini adalah Rancangan
Acak Kelompok (RAK) (Kusriningrum,
2008), sebab penelitian ini memiliki dua
sumber keragaman yaitu perlakuan dan
me-dia atau bahan percobaan disamping
penga-ruh acak. Kelompok sebagai ulangan untuk
RAK, antar kelompok media atau bahan
percobaan tersebut dianggap seragam. Pada
penelitian ini ulangan yang diperoleh dari 5
perlakuan pada perhitungan ulangan RAK
dengan derajat bebas galat RAK > 15 adalah
3 kali. Penelitian utama bertujuan untuk
mengetahui larutan kitosan mana yang dapat
menghambat bakteri.
Prosedur Penelitian
Pembuatan kitosan
Penelitian awal terdiri dari tahap
proses pembuatan kitosan dari kulit udang.
Pada tahap pembuatan kitosan dari kulit
udang ini mencakup tiga proses utama yaitu
demineralisasi, deproteinasi dan deasetilasi.
Pembuatan kitosan pada penelitan ini
me-ngacu pada metode Suptijah et. al. (1992).
Pertama, limbah udang dibersihkan dari
ko-toran dan daging yang masih menempel
se-hingga hanya disaring. Kulit udang tersebut
kemudian ditimbang untuk mengetahui berat
awal sebelum diproses. Proses pertama yang
dilakukan adalah demineralisasi
mengguna-kan HCL 1,0 N dengan perbandingan HCL
dan limbah udang 1:7 selama 1 jam pada
suhu 900C sambil diaduk. Kemudian
disa-ring dan dicuci dengan air sampai pH netral.
Setelah itu beranjak ke tahap kedua yaitu
proses deproteinasi. Pada proses ini bahan
hasil demineralisasi ditambahkan NaOH
limbah udang 1:10 selama 1 jam pada suhu
900C sambil diaduk, kemudian disaring dan
dicuci sampai pH netral. Proses terakhir
ada-lah deasetilasi dengan perbandingan NaOH
50% dan limbah udang 1:20 selama 1 jam
ada suhu 1400C sambil diaduk, kemudian
disaring dan dicuci sampai pH netral atau
mendekati pH 7. Setelah itu dikeringkan
secara konvensional menggunakan sinar
matahari lalu ditimbang. Kitosan yang
diperoleh diuji kadar air, abu, nitrogen dan
derajat deasetilasinya. Untuk dapat
diapli-kasikan ke dalam produk, kitosan dilarutkan
dengan asam asetat sehingga membentuk
larutan kitosan.
Pembuatan kamaboko
Penelitian lanjutan ini merupakan
tahap pembuatan kamaboko dimana sebelum
pembuatan kamaboko akan diawali dengan
proses pembuatan surimi. Pada prinsipnya
ada empat tahap proses dalam pembuatan
surimi, yaitu pencucian daging ikan,
peng-gilingan, pengemasan, dan pembekuan.
Pen-cucian daging ikan dilakukan tiga sampai
lima kali. Air yang digunakan mempunyai
suhu rendah (5 – 10oC) atau air es, karena
air keran dapat merusak tekstur (akibat
denaturasi/kerusakan protein) dan
memper-cepat degradasi lemak. Jumlah air yang
di-gunakan biasanya berkisar antara lima
sam-pai sepuluh kali dari berat ikan. Banyaknya
air yang digunakan dan ulangan pencucian
tergantung dari jenis ikan yang diolah, jenis
air pencuci dan mutu surimi yang
diingin-kan. Biasanya air pencuci terakhir
mengan-dung garam (NaCl) sebanyak 0,01 sampai
0,3 persen untuk memudahkan pembuangan
air dari daging ikan. Sebelum dilakukan
penggilingan, air yang berada didalam
da-ging ikan harus dibuang terlebih dahulu
dengan cara diperas atau disentrifugasi. Alat
penggiling yang digunakan sebaiknya tipe
penggiling dingin, agar dapat
memperta-hankan mutu surimi (mencegah denaturasi
protein akibat panas penggilingan). Selama
penggilingan ditambahkan krioprotektan
(bahan antidenaturasi protein terhadap
pem-bekuan) berupa gula (sukrosa, dektrosa, atau
sorbitol) dan bahan pengikat plastik dan
selanjutnya dibekukan dalam suhu -100C
sampai -200C. Sebelum digunakan surimi
harus dicairkan (dithawing) dan digiling
le-bih dahulu, baru kemudian diolah menjadi
produk akhir yang diinginkan.
Kemudian Surimi beku dithawing
terlebih dahulu sebelum dimulai untuk
di-proses menjadi kamaboko, setelah surimi
beku mencair kemudian ditambahkan garam
2% setelah itu dilakukan dengan cara
pem-blenderan kedua adonan tersebut selama 3-5
ado-nan dicetak, selanjutnya direbus pada suhu
setting 400C selama 20 menit dan suhu
cooking 900C selama 30 menit.
Penyimpanan kamaboko dengan kitosan
Pada tahap ini kamaboko yang
diha-silkan pada tahap pembuatan kamboko
di-simpan dalam suhu dingin (0-4oC) dengan
perlakuan pencelupan kitosan 0,5%; kitosan
1% ; kitosan 1,5% dan kitosan 2% selama 5
menit dan tanpa pencelupan kitosan (sebagai
kontrol) dan disimpan pada suhu dingin
(0-4oC). Pada hari ke- 0 dan hari ke-12 lama
penyimpanan dilakukan analisis fisik
(ke-kuatan gel), analisis kimia (kadar protein,
lemak, air, abu, karbohidrat by different) dan
mikrobiologi (TPC). Tujuan penelitian
uta-ma ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pencelupan kitosan 0,5%; kitosan 1% ;
kito-san 1,5% dan kitokito-san 2% terhadap
karak-teristik fisik, kimia dan mikrobiologi
kama-boko pada penyimpanan suhu dingin (suhu
0-4oC). Prosedur analisis parameter uji dapat
dilihat pada lampiran.
Parameter Pengamatan
Parameter pada penelitian tahap 3
(tahap pembuatan kamaboko) adalah uji
Fisik (uji lipan, uji gigit, kekuatan gel
(g.cm). Parameter penelitian tahap 4
(pene-litian utama) adalah uji proksimat (kadar air,
abu, protein, lemak, karbohidrat),
Thiobar-bituric acid (TBA ) dan Total Plate Count
(TPC).
Analisis Data
Data penelitian utama (tahap 4)
Dianalisis secara statistik dengan
mengguna-kan rancangan acak kelompok (ANOVA).
Data yang dihasilkan bila terdapat
perbe-daan dapat dilakukan uji lanjutan. Uji
lan-jutan yang digunakan adalah Uji Tukey
(Tukey Multiple Range Test) (Kusriningrum,
2008).
Data penelitian tahap 1,2 dan 3
dianalisis secara deskriptif, yang menurut
Sugiyono (2008) berfungsi untuk
mendes-kripsikan atau memberi gambaran terhadap
obyek yang diteliti melalui data sampel atau
populasi sebagaimana adanya, tanpa
mela-kukan analisis dan hanya membuat
kesim-pulan yang berlaku untuk umum.
Variabel Penelitian
Variabel dependen yang diamati
me-liputi aspek kimia (kadar air, kadar abu,
ka-dar protein, kaka-dar lemak, kaka-dar karbohidrat),
mikrobiologi (analisa TPC) dan organoleptik
(Rasa, Penampakan, Tekstur, Aroma &
Warna) setelah kamaboko selesai diolah
sesuai perlakuan dan tenggang waktu selama
penyimpanan suhu dingin. Sedangkan
ada-lah konsentrasi larutan kitosan dan lama
penyimpanan pada suhu dingin.
Hasil dan Pembahasan
Pengaruh Perlakuan terhadap Total
Bakteri (TPC)
Penyebab utama kerusakan bahan
pangan adalah pertumbuhan mikroba,
kegia-tan enzim dan perubahan kimia. Ternyata
pertumbuhan mikroba merupakan penyebab
utama penyusutan bahan pangan (Harris dan
Karmas, 2002). Pada penelitian ini pengaruh
perlakuan kitosan terhadap pengujian total
bakteri (TPC) pada penelitian ini yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri tebaik
terlihat pada larutan kitosan 1,5% pada hari
ke-12. Secara umum kenaikan jumlah koloni
bakteri yang telah terjadi selama
penyim-panan, karena pertumbuhan mikroorganisme
ini dipengaruhi oleh waktu (Ganan dan
Sherington, 2002).
Thiobarbituric Acid (TBA)
Lipid dapat mengalami kerusakan
yang dikenal dengan ketengikan/ rancidity,
hal tersebut disebabkan oleh oksidasi,
hidrolisis dan kerja enzim (Ketaren, 2000).
Pada penelitian ini nilai TBA
kama-boko ikan kurisi dari semua perlakuan
cen-derung mengalami peningkatan selama
penyimpanan. Akan tetapi peningkatannya
masih tergolong rendah dan masih berada
dalam standar nilai TBA untuk kategori
produk pangan yang masih baik kualitasnya.
Pada hari ke-0 dan 12 perlakuan kitosan
1,5% menghasilkan kamaboko ikan kurisi
yang memiliki nilai TBA yang lebih rendah
dibandingkan nilai TBA perlakuan kontrol.
Rendahnya nilai TBA kamaboko ikan kurisi
dengan perlakuan kitosan 1,5%
menunjuk-kan bahwa kitosan mampu menemenunjuk-kan
ter-jadinya oksidasi lemak.
Analisis Mutu Kimiawi
Pengujian Kadar Air
Berdasarkan uji statistik dapat
dike-tahui bahwa perlakuan konsentrasi kitosan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap kadar air, sedangkan penyimpanan
tidak berbeda nyata artinya pada perlakuan
memberikan pengaruh terhadap kadar air
produk kamaboko ikan kurisi yang
diha-silkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan
bahwa perlakuan kitosan 1,5% sangat
ber-beda nyata dengan perlakuan kitosan 0%
(kontrol); 0,5%; 1% dan 2% penyimpanan
hari ke-0 dan hari ke-12.
Air juga merupakan bagian penting
dari zat gizi yang baik (Harris dan Karmas).
Kadar air merupakan faktor yang besar
pe-ngaruhnya terhadap daya awet suatu bahan
lambat pertumbuhan mikroba sehingga
ba-han pangan tersebut dapat taba-han lama
(Winarno 2000).
Gambar 1. Kadar air kamaboko dengan coating kitosan selama penyimpanan
Gambar 2. . Kadar abu kamaboko dengan coating kitosan selama penyimpanan
Berdasarkan uji statistik dapat
dike-tahui bahwa perlakuan konsentrasi kitosan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap kadar abu, sedangkan penyimpanan
berbeda nyata sehingga kesimpulannya baik
penyimpanan ataupun perlakuan
berpenga-ruh nyata terhadap kadar abu kamaboko
yang dihasilkan. Hasil uji Duncan
menya-takan bahwa dimana perlakuan kitosan 1,5%
penyimpanan hari ke-0 dan hari ke-12
berbeda nyata dengan kitosan 0% (kontrol)
penyimpanan hari ke-0 dan hari ke-12
sangat berbeda nyata dengan kitosan 0,5%,
1% dan 2% penyimpanan hari ke-0 dan hari
ke-12.
Penurunan kadar abu disebabkan
oleh adanya bakteri yang menggunakan
unsur-unsur mineral untuk pertumbuhannya.
Penurunan kadar abu disebabkan oleh
adanya bakteri yang menggunakan
unsur-unsur mineral untuk pertumbuhannya.
Bakteri membutuhkan unsur-unsur
kimia dasar untuk pertumbuhan, diantaranya
adalah karbon, hidrogen, oksigen, fosfor,
magnesium, besi dan lain-lain (Buckle et al.,
2009).
Pengujian Kadar Protein
Kadar protein pada hari ke-0 yang
tertinggi terdapat pada kitosan 1,5% sebesar
17,12% dan hari ke-12 yang tertinggi juga
sama pada kitosan 1,5% sebesar 16,95%.
Gambar 3. . Kadar protein kamaboko dengan coating kitosan selama penyimpanan
Berdasarkan uji statistik dapat
dike-tahui bahwa penyimpanan tidak berbeda
nyata atau tidak berpengaruh terhadap kadar
protein sedangkan perlakuan konsentrasi
kitosan memberikan pengaruh yang berbeda
nyata atau berpengaruh terhadap kadar
pro-tein produk kamaboko ikan dimana kitosan
0% berbeda nyata dengan dengan kitosan
0,5%; 1%; 1,5%; 2% penyimpanan hari ke-0
dan hari ke-12.
Penurunan kadar protein selama
pe-nyimpanan disebabkan oleh adanya
pening-katan kadar air (terutama pada kontrol),
selain itu juga diduga akibat adanya aktivitas
enzim proteolitik yang diproduksi oleh
bakteri yang masih hidup (Winarno, 2000).
Pengujian Kadar Lemak
Kadar protein pada hari ke-0 yang
tertinggi terdapat pada kitosan 2% sebesar
0,41% dan hari ke-12 yang tertinggi juga
sama pada kitosan 2% sebesar 0,21%.
Gambar 4. Kadar lemak kamaboko dengan coating kitosan selama penyimpanan
Berdasarkan uji statistik dapat
dike-tahui bahwa penyimpanan dan perlakuan
konsentrasi kitosan memberikan pengaruh
yang sama-sama berbeda nyata artinya
sama-sama memberikan pengaruh terhadap
kadar lemak kamaboko ikan kurisi yang
dihasilkan. Hasil uji Duncan menunjukkan
bahwa konsentrasi 2% sangat berbeda nyata
dengan konsentrasi kitosan 0%; 0,5%; 1%;
1,5%.
Penurunan kadar protein selama
pe-nyimpanan diduga akibat adanya aktivitas
enzim proteolitik yang diproduksi oleh
bakteri yang masih hidup (Fardiaz, 2000).
Pengujian Kadar Karbohidrat By
Different
Berdasarkan uji statistik dapat
dike-tahui bahwa penyimpanan dan perlakuan
konsentrasi kitosan memberikan pengaruh
yang berbeda nyata artinya memberikan
pengaruh terhadap kadar karbohidrat produk
kamabokoikan yang dihasilkan. Hasil uji
Duncan menunjukkan bahwa konsentrasi
0,5% dan 2% sangat berbeda nyata terhadap
konsentrasi 0%; 1% dan 1,5%.
Gambar 5. Kadar karbohidrat kamaboko dengan coating kitosan selama penyimpanan
Organoleptik Penampakan
Berdasarkan uji statistik dapat
dike-tahui bahwa perlakuan konsentrasi kitosan
memberikan pengaruh (P < 0,05) terhadap
penampakan pada uji analisis organoleptik.
Untuk uji lanjut tukey menunjukkan bahwa
kontrol berbeda nyata dengan kitosan 1,5%
sedangkan kitosan 0,5% ; 2% ; 1% tidak
berbeda nyata sehingga dengan konsentrasi
ini tidak mempengaruhi penampakannya.
Berdasarkan nilai rata-rata tertinggi pada
penyimpanan, perlakuan terbaik adalah
pe-nambahan kitosan 1,5%.
Menurut Wang et al (2008), larutan
kitosan berfungsi sebagai edible coating
yang mampu memberikan nilai organoleptik
penampakan bakso lebih baik bila
diban-dingkan dengan perlakuan tanpa kitosan.
Gambar 6. Hasil uji organoleptik penampakan kamaboko dengan coating kitosan selama
penyimpanan
Organoleptik Aroma
Berdasarkan uji statistik dapat
dike-tahui bahwa perlakuan konsentrasi kitosan
memberikan pengaruh (P< 0,05) terhadap
aroma pada uji analisis organoleptik.
Dida-patkan hasil uji lanjut Tukey menunjukkan
bahwa kitosan 0% dan kitosan 1%
mem-berikan pengaruh terhadap aroma
kama-boko. Berdasarkan nilai rata-rata tertinggi
pada penyimpanan, perlakuan terbaik adalah
penambahan kitosan 1%.
Menurut Buckle et al., (2009), nilai
organoleptik untuk aroma empek-empek
pada penggunaan kitosan 1,5% dan 2% lebih
rendah bila dibandingkan dengan
penggu-naan kitosan 1%. Larutan kitosan berfungsi
sebagai edible coating mampu memberikan
nilai organoleptik aroma empek-empek lebih
baik bila dibandingkan dengan perlakuan
tanpa kitosan.
Organoleptik Rasa
Rasa merupakan faktor yang sangat
menentukan pada keputusan akhir konsumen
untuk menerima atau menolak suatu
maka-nan, walaupun parameter yang lain baik,
tetapi jika rasanya tidak enak atau tidak
disukai maka akan ditolak (Martianto dan
Soekirman, 2006).
Gambar 8. Hasil uji organoleptik rasa kamaboko dengan coating kitosan selama penyimpanan
Berdasarkan uji statistik dapat
dike-tahui bahwa perlakuan konsentrasi kitosan
tidak memberikan pengaruh (P>0,05)
terha-dap rasa pada uji analisis organoleptik.
Tidak berbeda nyata artinya secara statistik
penilaian panelis terhadap rasa kamaboko
dari kelima perlakuan relatif sama.
Penu-runan rasa produk kamaboko ikan kurisi
pada kitosan konsentrasi 2% ini diduga
aki-bat asam amino bebas terus meningkat
se-lama penyimpanan suhu chilling (Konosu
dan Yamaguchi, 2000).
Organoleptik Warna
Sifat produk yang paling menarik
perhatian konsumen dan memberikan kesan
disukai atau tidak adalah warna (Nurfianti,
2007).
Berdasarkan uji statistik dapat
memberikan pengaruh (P < 0,05) terhadap
warna pada uji analisis organoleptik.
Dida-patkan hasil uji lanjut Tukey menunjukkan
bahwa kitosan 0% berbeda nyata dengan
kitosan 2%. Sedangkan 0,5% ; 1% ; 1,5%
tidak berbeda nyata sehingga ketiga
perlakuan kitosan ini tidak memberikan
pengaruh pada warna kamaboko yang
dihasilkan selama penyimpanan atau dengan
kata lain panelis menganggap warna dari
setiap perlakuan semua penyimpanan sama.
Berdasarkan nilai rata-rata tertinggi dapat
disimpulkan bahwa konsentrasi kitosan
terbaik untuk parameter warna adalah
kitosan 2%.
Gambar 9. Hasil uji organoleptik warna kamaboko dengan coating kitosan selama penyimpanan
Gambar 10. Hasil uji organoleptik tekstur kamaboko dengan coating kitosan selama
Berdasarkan uji statistik dapat
dike-tahui bahwa perlakuan konsentrasi kitosan
tidak memberikan pengaruh (P>0,05)
ter-hadap tekstur pada uji analisis organoleptik.
Berdasarkan nilai rata-rata tertinggi dapat
disimpulkan bahwa konsentrasi kitosan
ter-baik untuk parameter warna adalah kitosan
1%.
Analisis Mutu Fisikawi
Uji lipat
Berdasarkan uji statistik dapat
dike-tahui bahwa perlakuan konsentrasi kitosan
memberikan pengaruh (P>0,05) terhadap uji
lipat pada uji analisis organoleptik.
Dida-patkan hasil uji lanjut Tukey menunjukkan
bahwa perlakuan kitosan 0% ; kitosan 0,5%
; kitosan 1% ; kitosan 2% berbeda nyata
dengan kitosan 1,5%. Sedangkan perlakuan
kitosan 1% tidak berbeda nyata dengan
perlakuan kitosan 0% ; 0,5% ; 2% dan juga
1,5%. Berdasarkan nilai rata-rata tertinggi
dapat disimpulkan bahwa konsentrasi
kito-san terbaik untuk parameter warna adalah
kitosan 1,5%.
Gambar 11. Hasil uji lipat kamaboko dengan coating kitosan selama penyimpanan
Uji Gigit
Berdasarkan uji statistik dapat
dike-tahui bahwa perlakuan konsentrasi kitosan
tidak memberikan pengaruh (P>0,05)
ter-hadap uji gigit pada uji analisis
organo-leptik. Berdasarkan nilai rata-rata tertinggi
dapat disimpulkan bahwa konsentrasi kito-6.9
san terbaik untuk parameter warna adalah
kitosan 1,5%.
Menurut Sembiring (2011), pemben-tukan
gel terjadi karena terbentuknya jari-ngan
tiga dimensi dari molekul primer, yang
terentang pada seluruh volume gel dan
me-merangkap sejumlah pelarut di dalamnya.
Jika ikatan silang pada rantai panjang
poli-mer dalam jumlah yang cukup banyak, akan
terbentuk bangunan tiga dimensi yang
ber-kesinambungan.
Gambar 12. Hasil uji gigit kamaboko dengan coating kitosan selama penyimpanan
Uji Kekuatan Gel
Berdasarkan uji statistik dapat
dike-tahui bahwa perlakuan konsentrasi kitosan
memberikan pengaruh (P<0,05) terhadap
ke-kuatan gel pada uji analisis organoleptik.
Didapatkan hasil uji lanjut Tukey
menun-jukkan bahwa perlakuan kitosan 2% berbeda
nyata dengan kitosan 0,5% ; 1% ; 1,5%.
Sedangkan perlakuan kitosan 0,5%; 1%;
1,5% tidak berbeda nyata yang artinya pada
ketiga perlakuan ini memberikan hasil yang
relatif sama. Berdasarkan nilai rata-rata
ter-tinggi hari ke-0 dan hari ke-12 adalah
kitosan 1,5% sebesar 881,99 g/cm2 dan
kitosan 1% sebesar 855,73 g/cm2.
Secara umum, setiap perlakuan
me-ngalami penurunan kekuatan gel yang
didu-ga akibat terjadinya denaturasi protein larut
garam selama penyimpanan karena
akto-miosin yang paling berperan dalam proses
disebabkan adanya gugus reaktif kitosan
yang bebas karena jumlahnya lebih besar
dari molekul-molekul yang dapat diikatnya,
yang akan mengganggu ikatan sulfida antara
larutan garam dengan protein miofibril
(Apriyadi 2004).
Kesimpulan dan Saran
Perlakuan kitosan terhadap pengujian
total bakteri (TPC) pada penelitian ini yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri
ter-baik terlihat pada larutan kitosan 1,5% pada
hari ke-12. Pada uji statistik dapat diketahui
bahwa perlakuan konsentrasi kitosan
mem-berikan pengaruh (P<0,05) terhadap
kekua-tan gel pada uji analisis organoleptik. Pada
uji proksimat kadar air, kadar protein, kadar
lemak, kadar abu, kadar karbohidrat by
different berpengaruh (P < 0,05) terhadap
kamaboko yang diberikan perlakuan
konsen-trasi kitosan. Berdasarkan hasil penelitian
yang diperoleh maka perlu dilakukan
pene-litian lanjutan yaitu mengenai penggunaan
konsentrasi yang lebih tinggi dan lama
penyimpanan dari kurun waktu penelitian ini
(12 hari), penggunaan suhu ruang dan
free-zer, dan pengujian yang lebih lengkap
seperti derajat putih dan uji mikrobiologi
untuk kapang maupun khamir.
Daftar Pustaka
Apriadi R A. 2004. Pengaruh Penambahan larutan kitosan terhadap mutu produk gel surimi ikan nila (Oreochromis sp.) [Skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Formalin Berbahaya untuk Kesehatan.
Buckle K A, Edward R A, Fleet G H, Wootton M. 2001. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono, penerjemah. Terjemahan dari: Food Science. Jakarta: UI. Press.
Fardiaz D. 2000. Kamaboko. Produk Olahan Ikan yang Berpotensi untuk Dikem-bangkan. Vol. 1 (2):1-7. Media Teknologi Pangan.
dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Haris R S, Karmas E. 2002. Evaluasi Gizi pada pengolahan Bahan Pangan. Di dalam: Achmadi S. Penerjemah. Terjemahan dari: Nutritional Evalua-tion of Food Processing Third edition. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Ketaren S. 2000. Minyak dan Lemak Pa-ngan. Jakarta: UI Press.
Konosu S, Yamaguchi K. 2000. The flavour
component in fish and shell fish. Di
dalam: Martin PE (ed). Chemistry of
Marine Foods Products. London: AVI Publishing Company.
Martianto D, Soekirman. 2006. Overview masalah pangan dan gizi di Indonesia
dan upaya penanggulangannya.
Jakarta: PT. Indofood Sukses
Makmur, Tbk, Bogasari Flour mills.
Nurfianti, D. 2007. Penggunaan Kitosan Sebagai Pembentukan Gel Bakso Ikan Pada Penyimpanan Suhu Chil-ling. Bogor. Teknologi Hasil Peri-kanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institusi Pertanian Bogor.
Sembiring, W B. 2011. Penggunaan kitosan sebagai pembentuk gel dan edible coating serta pengaruh penyimpanan suhu ruang terhadap mutu dan daya awet empek-empek. Skripsi. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.
Wang L, Zhang J, Wang A. 2008. Removal of Methylene Blue from/aqueous So-lution using Chitosan-g-poly (acryic acid)/ montmorillonite Superadsor-bent Nanocoposite. Colloids and Surface A: Physicochem Eng As-pects 322:47-53