• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG TASAWUF DAN MODERNITAS. Seyyed Hossein Nasr dilahirkan di kota Teheran, Iran pada 7 April 1933

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG TASAWUF DAN MODERNITAS. Seyyed Hossein Nasr dilahirkan di kota Teheran, Iran pada 7 April 1933"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

45

A.Profil Seyyed Hossein Nasr 1. Biografi Seyyed Hossein Nasr

Seyyed Hossein Nasr dilahirkan di kota Teheran, Iran pada 7 April 1933 dari keluarga yang terhormat dan berpendidikan. Ayahnya bernama Seyyed Valiallah merupakan seorang ulama, dokter sekaligus pendidik, dan sarjana sastra. Ayahnya pernah menjadi menteri pendidikan saat pemerintahan Reza Pahlevi. Dan dokter keluarga besar Iran, sebagaimana pekerjaan kakeknya terdahulu.1

Ia mendapat pendidikan dasarnya di tempt kelahirannya sendiri. Masa kecil Nasr di iran telah memberi basis penting dalam perkembangan keilmuannya. Ajaran tradisional persia yang sangat melimpah sekaligus kehidupan keluarga yang sangat religius tradisional telah memberinya pemahaman awal yang cukup kuat, terlebih untuk melihat realitas. Dia sering berdiskusi dengan ayahnya, sehingga apa yang didiskusikan dengan ayahnya berpengaruh terhadap kepribadiannya. Kemudian pengalaman Nasr tersebut disempurnakan pasca kegelisahan di Massachussetts Institute of Technology (MIT).2

Di sana ia berhasil mendapatkan diploma B.S dan M.A. dalam bidang fisika. Tidak puas dengan bidang studi fisika, tampaknya, Nasr melanjutkan ke

1 Ach. Maimun, Seyyed Hossein Nasr: Pergulatan Sains dan Spiritualitas Menuju

Pradigma Kosmologi Alternatif, (Yogyakarta: IRCiSod, 2015). Hal. 44.

2

Ach. Maimun, Seyyed Hossein Nasr: Pergulatan Sains dan Spiritualitas Menuju

(2)

Universitas Harvard menekuni History of Science and Philoshopy, dengan titik tekan pada Islamic Science and Philoshopy. Di perguruan tinggi ini Nasr berhasil meraih diploma Ph. D tahun 1958.3

Saat belajar di Havard, Nasr keliling Eropa untuk memperluas cakrawala pemikirannya dan membangun berbagai relasi penting. Ia mengunjungi beberapa kota, terutama Prancis, Switzerland, Inggris, Italia dan Spanyol. Dalam wisata intelektual inilah, Nasr bertemu langsung drngan Schuon dan Burckhardth sehingga semakin memperkuat orientasi pandangan hidupnya. Selain itu Nasr juga mengunjungi Maroko dan bertemu spiritualis terkemuka Syaikh Akhmad al-Jawi. Kehidupan Nasr di Havard menjadi saksi kristalisasi sebagian besar sisi intelektual dan spiritual pandangan dunianya, yakni bagian yang menentukan wacana sekaligus bentuk karir akademik dan kesarjanaanya.4

Pada tahun-tahun berikutnya ia kembali ke Iran, sebagai dosen ahli pada Universitas Teheran. Sementara itu, aktivitasnya yang lain terutama adalah memberikan ceramah atau kuliah di beberapa negara, antara lain, Amerika, Eropa, negara-negara Timur Tengah, India, Jepang dan Australia, berkisar pada pemikiran Islam dan problem manusia modern. Ia juga sarjana yang pertama menduduki pimpinan Aga Khan Chair of Islamic Studies dari American University of Beirut (1964-1965). 5

3

Komarudin Hidayat, Tragedi Raja Midas : Moralitas Agama dan Krisis

Modernisme,hal. 265

4 Ach. Maimun, Seyyed Hossein Nasr: Pergulatan Sains dan Spiritualitas Menuju

Pradigma Kosmologi Alternatif, hal. 49

5

Komarudin Hidayat, Tragedi Raja Midas : Moralitas Agama dan Krisis

(3)

Di Universitas Teheran Nasr mengajarkan filsafat dari prespektifnya sendiri serta mendorong para mahasiswanya untuk melakukan studi terhadap pemikiran filsafat luar dengan prespektif sendiri. Lalu, cara pandang semacam ini berpengaruh luas keseluruh penjuru Iran, tidak hanya Universitasnya. Lebih dari itu, Nasr juga memprakarsai dibukanya jurusan Bahasa Persia bagi mahasiswa luar yang hendak melakukan penelitian tentang khazanah Persia yang dikenal sangat kaya. Peneliti terkemuka jebolan program ini diantaranya William C. Chittick dan Sachiko Murata. (kemudian menjadi pasangan suami istri).

Dari tahun 1969-1972, Nasr menjabat sebagai dekan di fakultasnya serta menjadi pembantu rektor di bidang akademik. Melalui posisinya tersebut, Nasr terus mengembangkan programnya dalam bidang ilmu humanities dan filsafat. Pada 1972, ia di tunjuk oleh Syah Iran untuk menjadi pimpinan Arymehr sekaligus mengembangkannya agar menjadi seperti MIT dengan berdasar pada akar budaya Iran. Dalam hal ini Nasr memprakarsai studi filsafat sains yang berbasis filsafat sains Islam. Pada 1973, Nasr ditunjuk oleh Ratu Iran untuk memimpin pusat studi pengembangan filsafat yang dikenal dengan Akademi Filsafat Kekaisaran Iran.6

Salah satu bagian terpenting dari kehidupan pribadi Nasr sejak kepulangannya ke Iran adalah kelanjutan proses belajarnya tentang filsafat Islam. Secara langsung, ia belajar filsafat Islam kepada para tokoh tradisional yang mumpuni dan mewarisi kekayaan ilmu tersebut, seperti Muhammad Kazim Ashar, Muhammad Hussai Thabathaba‟i, serta Sayyeid Abu al-Hasan Qazwini. Atas

6

Ach. Maimun, Seyyed Hossein Nasr: Pergulatan Sains dan Spiritualitas Menuju

(4)

nasehat mereka, Nasr membaca kitab-kitab klasik. Dari mereka pula Nasr mendapat penjelasan dan komentar tambahan terkait pembacaanya atas kitab-kitab klasik tersebut. Berkat pembelajarannya, Nasr menjadi sosok yang terdidik secara Timur dan Barat dengan baik. Sehingga, ia memiliki otoritas untuk berbicara tentang kontak antara Timur dan Barat maupun tradisi dan modernitas. Nasr membuktikannya pengetahuannya dalam karya yang melimpah, tajam dan jelas. Sebenarnya, itu fase yang sangat penting dalam proses pematangan dirinya setelah mendapat bekal pendidikan dasar dan bahan-bahan tradisional yang pernah ditemui selam studi di Amerika. Fase tersebut bisa dikatakan sebagai fase terpenting dalam pembentukan pribadi tradisional Nasr.7

2. Karya-Karya Seyyed Hossein nasr Karya-karyanya di antaranya adalah8: a. Islam and the Plight of Modern Man (1975).

Buku ini berisi tentang masalah-masalah penting yang dihadapi oleh manusia modern. Buku ini juga membahas cara-cara penerapan ajaran warisan intelektual dan spiritual Islam. Selain itu juga alternatif besar ajaran Islam tersebut untuk mencari jalan keluar dari kedudukan manusia modern melalui penerapan ajaran Islam.

7

Ach. Maimun, Seyyed Hossein Nasr: Pergulatan Sains dan Spiritualitas Menuju

Pradigma Kosmologi Alternatif, hal. 51-52.

8

Ali Maksum, Dikutip dalam Skripsi Absori, Konsep Tanggung Jawab Menurut Seyyed

Hossein Nasr dan Aktualisasinya dalam Pendidikan Islam, (UIN Wali Songo Semarang, 2008) hal. 42-46.

(5)

b. Ideals and Realities and Islam (1966).

Buku ini menguraikan secara terperinci tentang karakteristik Islam dan upaya menjadikan wahyu sebagai sumber inspirasi ilmu pengetahuan. c. Science and Civilization in Islam (1968).

Buku ini bertujuan untuk menyadarkan manusia muslim mengenai apa yang harus dibenahi dalam menyerap ilmu pengetahuan Barat dan memperkenalkan kepada pembaca-pembaca Barat tentang isi dan spirit sejarah sains Islam dalam perspektif tradisional. Lewat buku ini Nasr juga memperkenalkan konsepkonsep agama, metafisika, dan filsafat dalam Islam.

d. Living Sufism (1980).

Buku ini berisi beberapa persoalan masa kini yang dihadapi dunia modern pada umumnya dan dunia Islam pada khususnya yaitu persoalan yang penyelesaiannya tergantung pada pemahaman dan pemakaian prinsip-prinsip.

e. Knowledge and The Sacred (1981).

Dalam buku ini Nasr menjelaskan apa itu Islam Tradisional, dan bagaimana pertentangan dengan dunia modern. Buku ini banyak membahas tentang pengetahuan suci, Scientia sacra, dari berbagai titik pandang agama-agama. Dalam buku ini juga Nasr mengajak manusia untuk kembali menjelajah ke sumber-sumber ilmu pengetahuan yang dari Timur khususnya Islam.

f. A Young Muslim’s Guide to The Modern World (1993).

Buku ini memberikan bimbingan kepada generasi muda muslim dalam menjelajahi dunia modern, agar mampu memahami lebih dalam lagi tentang peradaban Barat dan pemikiran modern yang telah mempengaruhi dunia Islam

(6)

selama kurang dua abad belakangan ini. Dalam buku ini Nasr memperkenalkan tentang warisan klasik Islam dan karakteristik dunia modern. Diharapkan generasi muda Islam akrab dengan warisan klasik sehingga dalam menghadapi dunia modern mampu memfilter dan tidak goyah keimanannya.

g. Introduction to Islamic Cosmologal Doctrin (1987).

Merupakan kajian kosmologi Islam dalam perspektif tradisional yang sangat komprehensif, buku ini mengkaji tokoh dan ilmuwan muslim yang mendapat perhatian Nasr adalah Ikhwan alShafa, Ibn Sina dan al-Biruni. Dan buku ini merupakan perbaikan tesis MA nya yang diajukan di MIT.

h. Three Muslim Sages (1964).

Buku ini memperkenalkan tiga pemikir Islam dan merupakan ekposisi Nasr tentang filsafat Islam yang meliputi tiga aliran penting aliran Peripatetik, Illuminasi dan Irfan.

i. Man and Nature: the Spiritual Crisis of Modern Man (1997).

Buku ini merupakan bahan ceramahnya yang disampaikan di Chicago University yang berisi tentang bagaimana seharusnya manusia memandang dan memperlakukan alam. Dalam buku ini juga Nasr memberikan alternatif keluar dari krisis dengan menghimbau agar manusia mengendalikan hawa nafsu, dan menjadikan alam sebagai “theophany” atau “tajjali” Tuhan yang tampak.

j. Sufi Esseys (1991).

Dalam buku ini, Nasr melakukan pengkajian yang cukup menyentuh dan lengkap tentang tasawuf dari akar sejarahnya serta memberikan alternatif

(7)

kepada manusia bagaimana sufisme itu bisa dipraktekkan dalam dunia modern ini yang penuh dengan materi.

k. Islamic Science; an Illustrated Study (1968).

Buku ini terbit pada tahun 1976 ini berusaha menolak tuduhan bahwa Islam hanya mewarisi ilmu dan kebudayaan dari bangsabangsa sebelumnya tanpa memiliki originalitas.

l. Islamic Life and Thought (1981).

Buku ini merupakan penjelasan tentang usaha untuk menjawab bahwa tasawuf bukanlah merupakan biang keladi (dijadikan kambing hitam) atas kekalahan Islam atas konfrontasi barat, tetapi kehancuran umat Islam karena penghancuran tasawuf dan tarekat sufi oleh gerakan-gerakan rasionalisme puritan Islam.

m. Traditional Islam in the Modern World (1987).

Buku ini menguraikan apa itu Tradisional Islam dan dimana letak perbedaan dan pertentangannya dengan perspektif-perspektif Islam lain. Didalam buku ini juga Nasr memberikan tujuan pendidikan, tujuan pendidikan Islam bukan hanya pelatihan pikiran melainkan juga pelatihan seluruh wujud sang person.

n. Islamic of Art and Spirituality (1981).

Buku ini berisi tentang seni Islam yang dihasilkan oleh para pemikir Islam itu berdasarkan gagasan tentang tauhid, yang menjadi inti dari wahyu Islam. Nasr menyatakan bahwa seni Islam memainkan peran penting dalam

(8)

masyarakat manusia, suatu peran yang membangkitkan dzikir dan tafakur tentang Tuhan.

o. Religion and Religions: The Challenge of Living in a Multireligious World (1966).

Buku ini merupakan kelanjutan pemikiran Nasr sebelumnya dalam rangka mencari titik temu agama-agama di dunia.

p. The Heart of Islam: Enduring Values for Humanity (2002).

Buku ini menjelaskan beberapa aspek mendasar dari Islam dan upaya mendiskusikan isu-isu secara luas sesuai dengan pendapat mayoritas umat Islam yang dapat dipahami oleh masyarakat Barat.

B.Pemikiran Seyyed Hossein Nasr a. Pemikiran Nasr Mengenai Tasawuf

Tasawuf atau Nasr biasa menyebutnya Tradisi Islam yaitu bunga atau getah dari pohon Islam. Atau dapat pula dikatakan bahwa tasawuf adalah permata diatas mahkota tradisi Islam. Tetapi apapun perumpamaan yang diberikan terhadap taswuf tersebut, terdapat kenyataan yang tidak dapat disangkal bahwa apabila dikeluarkan dari konteks Islam maka sufisme tidak dapat dipahami dengan sepenuhnya dan metode-metodenya sudah tentu tidak dapat dipraktikkan dengan berhasil. Manusia tidak dapat bersifat adil kepada seluruh tradisi Islam beserta kemungkinn-kemungkinan spiritualnya yang sangat kaya dan mengesampingkan salah satu dimensinya tersebut. Jadi apabila berbicara mengenai sufisme maka

(9)

sebenarnya berbicara mengenai aspek tradisi Islam yang paling dalam dan universal.9

Pengertian Istilah tradisi bukanlah kebiasaan, adat istiadat, atau penyimpanan ide-ide serta motif-motif secara otomatis dari suatu generasi selanjutnya. Tetapi yang dimaksud tradisi yaitu serangkaian prinsip-prinsip yang telah diturunkan dari langi, yang ketika diturunkan itu ditandai dengan suatu manifestasi Ilahi, beserta dengan penyerapan dan penyiaran prinsip-prinsip tersebut pada masa-masa yang berbeda bagi masyarakat tertentu. Jadi tradisi itu sendirinya bersifat suci. Selanjutnya tradisi tidak berubah dan merupakan sebuah kontinuitas yang hidup, mengandung sains mengenai realitas mutlak dan cara-cara ubtuk mengaktualisisr dan merealisir pengetahuan ini pada waktu-waktu dan tempat-tempat yang berbeda.10

Tradisi Islam yang di maksud Nasr yaitu terma tradisi yang menyiratkan sesuatu yang sakral, seperti disampaikan manusia melalui wahyu maupun pengungkapan dan pengungkapan peran sakral itu di dalam sejarah kemanusiaan tertentu untuk mana ia maksudkan, dalam satu cara yang mengimplikasikan baik kesinambungan horizontal dengan sumber maupun mata-rantai vertikal yang menghubungkan setiap denyut kehidupan dan tradisi yang sedang diperbincangkan dengan Realitas Transenden meta historikal. Tradisi bisa berarti

ad-din dalam pengertian yang seluas-luasnya, yang mencakup semua aspek agama dan percabangannya, bisa pula disebut as-sunnah, yaitu apa yang didasarkan pada

9 Seyyed Hossein Nasr, Islam dan Nestapa Manusia Modern, (Bandung: Pustaka, 1983)

hal. 80.

10

Seyyed Hossein Nasr, Islam dan Nestapa Manusia Modern, (Bandung: Pustaka, 1983)

(10)

model-model sakral sudah menjadi tradisi sebagaimana kata ini umumya dipahami; bisa juga diartikan as-silsilah, yaitu rantai yang mengkaitkan setiap periode, episode atau tahap kehidupan dan pemikiran di dunia tradisional kepada sumber, seperti tampak demikian gamblang di dalam sufisme. 11

Karenanya, tradisi mirip sebuah pohon, akar-akarnya tertanam melalui wahyu di dalam sifat Ilahi dan darinya tumbuh batang dan cabang-cabang sepanjang zaman. Di jantung pohon tradisi itu berdiam agama, dan saripatinya terdiri dari barakah yang, karena bersumber dari wahyu, memungkinkan pohon tersebut terus hidup. Tradisi menyiratkan kebenaran yang kudus, yang langgeng, yang tetap, kebijaksanaan yang abadi, serta penerapan bersinambung prinsip-prinsipnya yang langgeng terhadap berbagai situasi ruang dan waktu.12

Islam tradisional memandang manusia bukan sebagai makhluk yang

terpenjara oleh akal dalam arti rasio semata sebagaimana yang dipahami pada zaman renaisans, tetapi sebagai makhluk yang suci, yang tak lain adalah manusia tradisional. Manusia suci, menurut nasr, hidup di dunia yang mempunyai asal maupun pusat. Dia hidup dalam kesadaran penuh sejak asal yang mengandung kesempurnaannya sendiri dan berusaha untuk menyamai, memiliki kembali, dan mentransmisikan kesucian awal dan keutuhannya.13

Sejauh doktrin tradisional tentang manusia diperhatikan, hal itu didasarkan pada konsep manusia primordial sebagai sumber kemanusiaan, refleksi total dan lengkap mengenai Illahi dan realitas pola dasar yang mengandung

11

Seyyed Hossein Nasr, Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern, (Bandung:

Pustaka, 1994). hal. 4

12

Ibid. hal. 5.

13

(11)

posibilitas eksistensi kosmik itu sendiri. Signifikasi Islam tradisional dapat pula dipahami dalam sinaran sikapnya terhadap fase Islam. Islam Tradisional menerima Qur‟an sebagai kalam Tuhan baik kandungan maupun bentuknya: sebagai persoalan duniawi abadi kalam Tuhan, yang tak-tercipta dan tanpa asal-usul temporal. Islam tradisional juga menerima komentar-komentar tradisional atas Qur‟an yang berkisar dari komentar-komentar yang linguistik dan historikal hingga yang sapiental dan metafisikal.14

Sifat primordial dan paripurna tentang manusia yang Islam menyebutnya “Manusia sempurna”(insan kamil), dan doktrin-doktrin sapiensial kuno Gracco-Aleksandrian juga menyinggung dalam istilah yang hampir sama, kecuali aspek-aspek Abrahamik dan Islamik yang secara khusus tidak muncul dalam sumber-sumber Neo-platonik dan hermetik, yang menyatakan bahwa realitas manusiawi mempunyai tiga aspek fundamental. Pertama adalah dari realitas pola dasar alam semesta, kedua instrumen atas makna dimana wahyu turun ke dunia, dan ketiga, model sempurna untuk kehidupan spiritual dan pemancar pengetahuan esoterik mutakhir. Dengan kebajikan realitas manusia universal, manusia terestrial dapat memperoleh akses pewahyuan dan tradisi, sehingga tersucikan. Akhirnya, melalui realitas yang tak lain daripada aktualisasi realitas manusia itu sendiri, manusia mampu mengikuti jalan sempurna yang akhirnya memungkinkan memperoleh pengetahuan suci, dan akhirnya menjadi dirinya sendiri secara sempurna.15

14Sayyed Hossein Nasr, Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern, hal. 5.

15

(12)

b. Pandangan Nasr mengenai Peradaban Modern

Berbagai karya yang lahir dari kejeniusan otak dan produktivitas kerja Nasr sangat melimpah, sehingga akan terasa aneh jika ia tidak digolongkan dalam barisan pemikir besar saat ini. Pemikirannya merambah dalam banyak disiplin ilmu pengetahuan dan menyentuh berbagai persoalan. Ia memiliki paradigma atau pendekatan, kerangka teori dan metologi tertetentu, sehingga terlihat sebagai bangunan pemikiran. Semuanya tidak terlepas dari sense of crisis yang membuat seorang pemikir gelisah.

Sains dengan penemuan-penemuan spektakulernya membawa berkah bagi kehidupan manusia berupa kemudahan dalam menjalankan aktivitas kehidupan. Saat ini dapat merasakan bahwa hampir semua pekerjaan dapat dikerjakan oleh mesin mulai dari yang paling berat, rumit dan sulit hingga yang paling sederhana, gampang dan mudah. Dalam tiap level kehidupan ini, manusia selalu dikelilingi oleh mesin, seolah tidak bisa hidup tanpa mesin sebagaimana sebagai makhluk seorang makhluk sosial, tidak dapat hidup tanpa manusia lainnya di sekeliling. Demikian adanya bahwa mesin memudahkan, membuai dan memanjakan kehidupan manusia.16

Hampir tidak ada lagi pokok perdebatan yang memancing gejolak rasa dan perdebatan dikalangan umat Islam dewasa ini selain relasi antara pemikiran Islam dengan dunia barat. Disadari atau tidak peradaban barat telah menggerogoti konstruk pemikiran Islam sehingga barangkali sudah lebih dari dua abad umat

16

Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat; Kaitannya Dengan Kondisi Sosio-politik

Zaman Kuno Hingga Sekarang, terj. Sigit Jatmiko dkk., (Yogyakarta : Pustka Pelajar, 2004) hal. 23-24.

(13)

Islam hidup dalam bayang-bayang peradaban barat, banyak pihak yang merasa khawatir akan tercerabutnya nilai-nilai Islam itu sendiri dari pemeluknya.

Peradaban barat telah menimbulkan multi krisis, baik krisis moral, spiritual, dan krisis kebudayaan yang dimungkinkan lebih disebabkan corak peradaban modern industrial yang dipercepat oleh globalisasi yang merupakan rangkaian dari kemajuan barat pasca renaisans yang membawa nilai-nilai antroposentrisme dan humanisme sekuler. Paham yang serba mendewakan manusia dan kehidupan dunia yang sifatnya temporal. Hal ini secara faktual telah melahirkan tercerabutnya kebermaknaan dalam hidup manusia, akibat hilangnya nilai-nilai transendental agama dari kehidupan manusia. Pada antroposentrisme dan humanisme sekuler yang mendewakan kedigdayaan manusia, dan relatifitas itu akhirnya telah melahirkan krisis kemanusiaan yang sudah semakin mengkhawatirkan dalam kehidupan peradaban manusia sedunia. Manusia yang sebelumnya diposisikan sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna dan paling tinggi derajatnya menjadi subordinasi dalam tekno- struktur, menjadi bagian dari benda-benda (hasil teknologi) yang diciptakannya sendiri, sehingga manusia teralienasi dari identitasnya sebagai makhluk Tuhan yang merdeka dan memiliki fitrah hati nurani.17

Satu hal yang dianggap sebagai kegagalan peradaban modern yang paling fatal ialah percobaan manusia untuk hidup dan menapikan keberadaan Tuhan dan agama. Suatu hal yang tentu sangat bertentangan dengan fitrah manusia yang dalam hatinya memiliki potensi ilahiyah, dan pasti akan selalu

(14)

membutuhkan sesuatu yang bersifat transenden yaitu Tuhan. Lenyapnya nilai nilai tersebut dapat diungkapkan dalam suatu rumusan yang agak dramatis sebagai „Tuhan telah mati”. Inilah lanjutan dari sekularisasi kesadaran. Dengan hilangnya batasan-batasan yang dianggap dan diyakini sebagai sakral dan absolut, manusia modern lalu melingkar-lingkar dalam dunia yang serba relatif, terutama sistem nilai dan moralitas yang dibangunnya.

Proses sekularisasi melangkah lebih jauh pada abad ke-19 bahkan memasuki wilayah Teologi, yang sampai saat itu masih secara alamiah bersatu dengan kerangka agama, dan kemudian jatuh dibawah kekuasaan sekularisme. Pada wakti itu ideologi agnostik dan ateistik mulai mengancam teologi itu sendiri sementara persfektif teologi tradisional mulai mundur dari satu wilayah yang seharusnya didudukinya. Yakni wilayah pemikiran agama yang murni. Disini penting disebutkan bahwa teologi yang dipahami dalam konteks barat adalah hal yang utama bagi Kristen, berbeda dengan Islam yang menempatkan teologi tidak sepenting hukum Islam. Dalam Kristen, semua pemikiran yang serius berkaitan dengan teologi dan karenanya kemunduran teologi Kristen pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya dari berbagai wilayah pemikiran juga berarti kemunduran agama di barat dari kehidupan sehari-hari dan pemikiran manusia barat. Kecenderungan ini mencapai tingkat seperti itu pada abad ke-20 ketika sebagian besar teologi itu, secara berangsur-angsur mengalami proses sekularisasi.18

18

(15)

Manusia tentu saja tidak bisa mengangkat dirinya secara spiritual dengan begitu saja. Ia harus dibangunkan dari mimpi buruknya oleh seseorang yang telah sadar. Karena itu manusia memerlukan petunjuk Tuhan dan harus mengikuti petunjuk itu, agar dia dapat menggunakan seluruh potensi yang dimilikinya dan agar ia mampu mengatasi rintangan dalam menggunakan akalnya. Nasr berkeyakinan bahwa akal dapat mendekatkan manusia kepada Tuhan apabila akal itu sehat dan utuh (salim), dan hanya petunjuk Tuhan yang menjadi bukti yang paling meyakinkan dari pengetahuan-Nya yang dapat menjamin keutuhan dan kesehatan akal, sehingga akal dapat berfungsi dengan baik dan tidak terbutakan oleh nafsu keduniawian. Setiap orang membutuhkan petunjuk Tuhan dan nabi yang membawa petunjuk itu, kecuali ia sendiri terpilih, atau menjadi orang suci yang merupakan pengecualian.19

Peradaban modern yang berkembang di Barat sejaak zaman Renaissans adalah sebuah eksperimen yang telah mengalami kegagalan sedemikian parahnya sehingga umat manusia menjadi ragu apakah mereka dapat menemukan cara-cara lain di masa yang akan datang.

Di mata Nasr, masyarakat Barat, yang sering digolongkan the post industrial society, suatu masyarakaat yang telah mencapai tingkat kemakmuran materi sedemikin rupa dengan perangkat tekhnologi yang serba mekanis dan otomat, bukannya semakin mendekati kebahagiaan hidup, melainkan sebaliknya, kian dihinggapi rasa cemas justru akibat kemewahan hidup yang diraihnya.

19 Seyyed Hossein Nasr. Islam dalam Cita dan Fakta, (terj. Abdurrahman Wahid dan

(16)

Mereka telah menjadi pemuja ilmu dan teknologi, sehingga tanpa disadari integritas kemanusiaannya tereduksi, lalu terperangkap pada jaringan sistem rasionalitas teknologi yang sangat tidak human. Terhadap fenomena sosial, ia menggunakan dua istilah pokok, yaitu axis dan rim atau centre dan periphery,

untuk membedakan dua kategori orientasi hidup manusia. Nasr berulangkali mengatakan, walaupun dengan ungkapan yang berbeda-beda, bahwa masyarakat modern sekarang berada di wilayah pinggiran eksistensinya sendiri, bergerak menjauh dari pusat, baik yang menyangkut dirinya sendiri maupun dalam lingkungan kosmisnya. Mereka merasa cukup dengan perangkat ilmu dan teknologi, sebagai buah gerakan renaisans abad ke-16, sementara pemikiran dan faham keagaman yang bersumber pada wahyu kian ditinggalkan.20

Dengan ungkapan yang lebih populer, masyarakat Barat telah memasuki

the post-Christian era dan berkembanglah faham secularism. Sekularisasi, meminjam pendapat Peter L. Berger, dapat dibedakan menjadi dua bentuk; dalam arti proses pemisahan intuisi agama dan politik, dan yang lebih penting dalam konteks keagamaan ialah ádanya proses-proses penerapan dalam pikiran manusia berupa sekularisasi kesadaran.” Diperjelas oleh Harvey Cox tentang makna sekularisasi ini, dengan mengutip pendapat CA. van Peuresen, yaitu: terbebaskannya manusia dari kontrol ataupun komitmen terhadap nilai-nilai agama, dan kemudian dari metafisik atas aktivitas sehari-hari, yakni alam pikirannya dan bahasannya. Sekularisasi terjadi ketika manusia berpaling dari “dunia sana” dan hanya memusatkan perhatiannya pada “di sini”, tulis Harvey

(17)

Cox. Menurut Nasr, begitulah perkembangan masyarakat modern (Barat) yang telah kehilangan visi keilahiahan, telah tumpul penglihatan intellectus-nya dalam melihat realitas hidup dan kehidupan. Istilah Intellectus mempunyai konotasi kapasitas mata hati, satu-satunya elemen yang ada pada diri manusia, yang sanggup menatap bayang-bayang Tuhan yang diisyaratkan oleh alam semesta.

Karena intellectus diatas difungsional, maka sesungguhnya pengetahuan apapun yang diraih manusia modern tidak lebih dari pengetahuan yang terpecah-pecah, tidak utuh lagi, dan bukannya wawasan pengetahuan yang mendatangkan kearifan untuk melihat hakikat alam semesta sebagai satu kesatuan yang tunggal, cermin keesaan dan kemahakuasaan Tuhan. 21

Sebagai manusia yang telah dibimbing oleh agama, tidak seharusnya mencontoh apa yang menjadi sisi negatif dari medernisasi di dunia barat, meskipun peranan modern itu lahir dari sebuah keunggulan metodologi sains. Yang harus dilakukan sekarang adalah mengusahakan agar bagaimana iman, ilmu, dan teknologi senantiasa selalu berjalan beriringan. Yang menjadi tugas manusia sekarang adalah bagaimana agar dapat mengangkat kembali dan mengembalikan posisi kemanusiaan dalam tempat semula yang lebih baik.

21

Referensi

Dokumen terkait

Peran penting UK di PPUW sejauh ini telah dianggap mampu berfungsi dengan baik dan sesuai dengan tujuan, yaitu membantu perkembangan santri, yang sejatinya adalah merupakan

Bertolak dari aspek kriminologis serta beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh para pakar pada bab sebelumnya dalam kaitannya terhadap lokasi penelitian yang

Tikus pada kelompok yang diberi ekstrak etanol, meskipun nilai PCV, Hb dan total benda darah putih tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05) dengan kontrol, namun

Maka mulai dari masalah ini dibuatlah, judul "Penggunaan Metode Augmented Reality untuk Pembelajaran Pada Materi Sistem Kerangka Tubuh Manusia" sebagai

Untuk itu, penelitian ini dilakukan agar masyarakat lebih mengetahui pengaruh komposisi lilin batik tersebut dan lebih difokuskan pada pengaruh dari malam tawon yang

Status hara pada media tanam yang sedang untuk N dan sangat tinggi untuk P menyebabkan pemupukan N dan P tidak berpengaruh terhadap peubah diameter batang tanaman yang diamati.. Hal

Zonasi yang dilakukan oleh Dinas Pasar Kota Semarang bertujuan untuk memberikan kesempatan berjualan yang sama bagi pedagang dengan jenis dan ragam dagangan