PEMBAHASAN
Biakan pengkayaan memiliki kondisi anaerob dengan konsentrasi NO3-
dalam medium denitrifikasi cair sebesar 30 mM. Oleh karena itu isolat-isolat yang didapatkan diduga merupakan bakteri pereduksi NO3-, karena NO3- digunakan
sebagai penerima elektron dengan tidak adanya O2. Kemampuan mereduksi NO3
-dikonfirmasi dengan uji reduksi NO3-.
Bakteri pereduksi NO3- dapat dibedakan antara bakteri denitrifikasi dengan
bakteri DNRA. Isolat oksidatif dianggap sebagai bakteri denitrifikasi sedangkan bakteri fermentatif dianggap sebagai bakteri pereduksi NO3- fermentatif atau
dikenal sebagai bakteri DNRA fermentatif. Garcia dan Tiedje (1981) menyatakan bahwa pada umumnya bakteri denitrifikasi bersifat aerob (oksidatif) dan tidak dapat tumbuh secara fermentatif pada keadaan anaerob. Bakteri denitrifikasi dipilih untuk penelitian selanjutnya berhubungan dengan aktivitasnya mereduksi N2O karena proses reduksi N2O merupakan salah satu tahap dalam denitrifikasi.
Bakteri yang bersifat oksidatif didapatkan di empat lokasi dari enam lokasi pengambilan sampel sedangkan dari tiga lokasi didapatkan bakteri fermentatif. Adanya kecenderungan bahwa di suatu lokasi hanya terisolasi bakteri dengan satu sifat metabolisme yaitu oksidatif atau fermentatif diduga karena pengaruh faktor lingkungan asal bakteri. Menurut Burgin dan Hamilton (2007) serta Megonigal et al. (2004) bakteri DNRA fermentatif lebih banyak tumbuh di lingkungan yang kaya akan C labil dengan NO3- terbatas atau rasio C : NO3- tinggi sedangkan
bakteri denitrifikasi tumbuh di lingkungan dengan C : NO3- lebih rendah.
Beberapa faktor lingkungan lain kemungkinan juga berpengaruh terhadap kelompok bakteri yang dominan meskipun secara tidak langsung. Davis et al. (2007) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan proses mikrobiologis seperti tekstur tanah, kemiringan, hidrologi, vegetasi, iklim dan pengelolaan lahan dapat mempengaruhi suhu tanah, status aerasi tanah, pemberi elektron dan status N tanah.
Bakteri denitrifikasi dapat diisolasi dalam keadaan aerob maupun anaerob, sesuai dengan pernyataan Lalucat et al. (2006) bahwa denitrifikasi merupakan proses yang dapat terjadi secara fakultatif anaerob maupun mikroaerofil. Proses
denitrifikasi pada bakteri bersifat fakultatif. Sedangkan Madigan et al. (2009) menyatakan bahwa jika di lingkungan ada oksigen (O2), bakteri melakukan
respirasi aerob dan gen-gen yang menyandi proses anaerob mengalami represi. Sebaliknya jika O2 berkurang di lingkungan, bakteri melakukan respirasi anaerob
dan penerima elektron alternatif mengalami reduksi. Hasil penelitian El Hassan et al. (1985) menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri denitrifikasi Rhizobium
menggunakan NO3- , NO2- maupun N2O memiliki koefisien hasil sel sebesar
40-70% dari koefisien hasil sel dalam pertumbuhannya menggunakan O2.
Tanah sawah sebagai sumber isolat memiliki pH 5.0-6.0. Nilai pH tersebut bukan merupakan pH optimum untuk terjadinya denitrifikasi karena pH optimum untuk denitrifikasi adalah 7.0-8.0 (Knowles 1982). Meskipun demikian proses denitrifikasi dapat terjadi pada kisaran pH 3.9-9.0 (Włodarczyk 2004) bahkan di atas pH 11 (Knowles 1982). Variasi pH tanah antara 5.0-6.0 nampaknya tidak berpengaruh terhadap sifat oksidatif-fermentatif maupun aerob-anaerob dari isolat-isolat yang didapatkan.
Sepuluh bakteri yang diuji semuanya dapat mereduksi NO3-, sehingga
dapat diduga memiliki enzim NO3- reduktase disimilatif yang berupa Nap atau
Nar. Meskipun bakteri dapat memiliki sekaligus enzim-enzim NO3- reduktase
asimilatif dan disimilatif seperti P. aeruginosa (Jeter et al. 1984) namun dalam percobaan ini kemungkinan NO3- tidak mengalami reduksi secara asimilatif
karena proses ini dihambat oleh NH4+ (Moreno-Vivian 1999) dan reduksi NO3-
asimilatif terjadi jika NO3- merupakan satu-satunya sumber N (Goldflam dan
Rowe 1983). Medium mengandung NH4+ sebesar 7.48 mM yang dapat digunakan
sebagai sumber N.
Sepuluh isolat yang diuji dapat mereduksi NO2- sehingga akumulasi NO2
-nilainya jauh lebih kecil dibandingkan dengan NO3- yang tereduksi. Reduksi NO2
-dapat menghasilkan gas NO, N2O dan N2. Dalam kondisi anaerob bakteri
denitrifikasi dapat menggunakan NO3- atau NO2- sebagai penerima elektron untuk
mengoksidasi substrat organik sehingga didapatkan energi. Menurut Dong et al.
(2002) dan Thauer et al. (1977) jika diasumsikan H2 sebagai pemberi elektron
standar, besarnya energi bebas standar (∆G0' ) yang dihasilkan oleh setiap mol
sedangkan energi bebas yang dihasilkan dari NO3- sebesar -224.8 KJ mol H2-1.
Jika dilihat dari angka tersebut maka terjadinya produksi N2 dari NO2- lebih besar
dibandingkan produksi N2 dari NO3-. Meskipun demikian jika dihitung per mol
penerima elektron maka energi bebas standar pembentukan N2 sebesar -397.5 KJ
per mol NO2- dan -560.3 KJ per mol NO3-. Jika di lingkungan pemberi elektron
berada dalam jumlah banyak sedangkan penerima elektron terbatas, adanya NO3
-lebih menguntungkan.
Sepuluh isolat bakteri yang diuji mampu mereduksi N2O eksogen.
Aktivitas reduksi N2O terukur sebagai N2O yang direduksi selama 5 hari setiap
mililiter biakan. Snyder et al. (1987) memperkirakan bahwa kemampuan bakteri mengambil N2O dari lingkungannya dan aktivitas N2O reduktase berpengaruh
terhadap kemampuan bakteri tumbuh menggunakan N2O eksogen.
Tiga isolat yang dipilih di antara 10 isolat yang mampu mereduksi N2O
yaitu BL1, BL2 dan BLN1 mampu tumbuh baik dengan menggunakan N2O
sebagai satu-satunya penerima elektron jika N2O tersedia cukup untuk
pertumbuhannya. Tidak adanya pertumbuhan yang baik dalam biakan dengan konsentrasi N2O terlarut yang rendah (88 µM) menunjukkan bahwa N2O
merupakan satu-satunya penerima elektron sehingga jika N2O habis bakteri tidak
tumbuh lagi. Zumft (1997) dan Chen et al. (2004) menjelaskan bahwa denitrifikasi merupakan bagian dari proses bioenergetik dalam sel bakteri dan berkaitan dengan sintesis ATP dalam proses respirasi. Selanjutnya menurut Zumft dan Körner (2007) respirasi N2O dapat menopang kebutuhan bioenergetik bakteri
denitrifikasi dengan tidak adanya O2 di lingkungan. Reduksi N2O menjadi N2
bersifat eksergonik dan energi bebas standar yang dihasilkan menurut Dong et al.
(2002) dan Thauer et al. (1977) sebesar -341.1 KJ mol H2-1.
Isolat BL2 memiliki µmax paling besar yang berarti isolat ini dapat
mencapai kecepatan pertumbuhan paling tinggi menggunakan N2O. Mengacu
pada pernyataan Liu et al. (2003b) µmax menggambarkan batas pertumbuhan
mikroba. Dalam hubungannya dengan penggunaan N2O oleh bakteri sebagai
penerima elektron terakhir dalam respirasi yang berkaitan erat dengan pertumbuhan, nilai µmax menunjukkan batas kecepatan pertumbuhan yang dapat
hasil bahwa µmax Rhizobium galur A26 dan A28 di medium glutamat-ekstrak
khamir dengan N2O sebagai penerima elektron masing-masing sebesar 0.43 dan
0.19 jam-1. µmax dari isolat BL1 dan BL2 nilainya berada di antara µmax dua galur
bakteri tersebut. Sedangkan µmax dari isolat BLN1 hampir sama dengan µmax
Rhizobium galur A28.
Isolat BL1 memiliki Ks lebih kecil dari Ks dua isolat lainnya. Nilai Ks
berhubungan dengan kecepatan penggunaan substrat (Greer et al. 1992). Ks
sebanding dengan konsentrasi substrat yang diperlukan untuk pertumbuhan dengan kecepatan setengah dari µmax. Jika Ks nilainya kecil berarti permease
bakteri memiliki afinitas tinggi sehingga dapat beradaptasi untuk tumbuh pada lingkungan dengan konsentrasi substrat rendah (Stainer et al. 1976). Menurut Liu
et al. (2003b) nilai Ks dipengaruhi oleh sifat dari jenis mikroba dan substrat
pembatas yang menurut Okpokwasili dan Nweke (2005) dapat berupa sumber C atau energi, penerima elektron atau sumber penyusun sel lainnya.
Reduksi N2O berlangsung seiring dengan pertumbuhan (Gambar 8)
sehingga data ini memperjelas adanya pemakaian N2O untuk pertumbuhan dalam
proses respirasi. Isolat BL2 memiliki kecepatan pertumbuhan paling tinggi sedangkan isolat BLN1 memiliki kecepatan reduksi N2O paling tinggi. Meskipun
N2O digunakan dalam proses respirasi yang mutlak dibutuhkan untuk
pertumbuhan tetapi rasio antara kecepatan pertumbuhan dengan kecepatan reduksi N2O tidak sama di antara isolat-isolat yang diuji. Rasio antara kecepatan
pertumbuhan dengan kecepatan reduksi berhubungan dengan efisiensi penggunaan N2O sebagai penerima elektron. Bakteri yang lebih efisien
menggunakan suatu jenis penerima elektron akan dapat bersaing dengan bakteri lain jika di lingkungan hanya terdapat penerima elektron tersebut dengan jumlah terbatas. Meskipun demikian untuk kepentingan tertentu misalnya untuk mereduksi N2O atau bahan pencemar lain dari lingkungan, bakteri yang
menggunakan substrat secara efisien kurang menguntungkan.
Nilai g atau waktu generasi isolat BL2 paling rendah dibandingkan dua isolat lain, menunjukkan bahwa isolat ini membutuhkan waktu paling cepat untuk membelah. Waktu generasi adalah waktu yang diperlukan oleh populasi bakteri untuk melipatduakan jumlahnya. Kecepatan pertumbuhan spesifik dan waktu
generasi dapat digunakan untuk mengetahui kondisi biakan optimum bagi organisme tertentu dan pengaruh beberapa perlakuan terhadap biakan (Madigan et al. 2009). Waktu generasi yang pendek menunjukkan pertumbuhan cepat, tetapi jika ditumbuhkan menggunakan N2O, waktu generasi yang pendek tidak
menunjukkan tingginya kemampuan mereduksi N2O. Medium berpengaruh
terhadap waktu generasi. Penelitian Okureke (1984) menunjukkan jika ditumbuhkan menggunakan N2O sebagai satu-satunya penerima elektron, bakteri
Pseudomonas perfectomarinus, P. stutzeri dan Alcaligenes faecalis memiliki waktu generasi masing-masing 2.0, 1.2 dan 1.0 jam-1 di medium tryptic soy broth
(TSB), dan 4.0, 2.0 dan 1.4 jam-1 jika ditumbuhkan di medium nutrient broth
(NB).
Dilihat ketahanannya tumbuh dan melakukan aktivitas reduksi N2O, isolat
BL1, BL2 dan BLN1 memiliki ketahanan relatif tinggi untuk tumbuh baik selama 15 jam dengan masih dapat melakukan aktivitas reduksi N2O. Dalam penelitian
Snyder et al. (1987). Pseudomonas aeruginosa PAO1 dan P1 kehilangan kemampuannya tumbuh menggunakan N2O dalam waktu 1-3 jam karena
hilangnya kemampuan mengambil N2O dari lingkungan selnya. Sedangkan galur
P2 mengalami penurunan kemampuan mengambil N2O dari lingkungannya secara
lebih lambat (2-4 jam) dari pada galur PAO1 dan P1, dan tetap tumbuh meskipun pertumbuhannya lambat. Sintesis, kerusakan atau inaktivasi enzim diperkirakan merupakan mekanisme yang mengendalikan aktivitas N2O reduktase. N2O yang
ada di lingkungan luar sel pada konsentrasi tertentu dapat menyebabkan inaktivasi N2O reduktase. Galur-galur bakteri yang memiliki kemampuan reaktivasi atau
mensintesis kembali N2O reduktase akan bertahan hidup lebih lama menggunakan
N2O.
Karakterisasi secara morfologis, fisiologis maupun molekuler terhadap isolat BL1, BL2 dan BLN1 memberikan hasil bahwa tiga isolat tersebut berbeda, meskipun antara BL1 dan BLN1 lebih menunjukkan kemiripan dibanding antara dua isolat tersebut dengan BL2. Morfologi koloni isolat BLN1 paling mirip dengan O. anthropi yang pertama kali dideskripsikan oleh Holmes et al. (1988) yaitu bentuk koloni bundar, tepi licin dan permukaan mengkilap. Berdasarkan analisis 16S rRNA, isolat BL1 dan BLN1 masing-masing memiliki 99 dan 98%
kemiripan dengan O. anthropi ATCC 49188. Berdasarkan uji fisiologis menggunakan API 20NE, isolat BLN1 memiliki kedekatan dengan O. anthropi
sebesar 99.9%. Dari hasil identifikasi dapat dikatakan bahwa isolat BL1 dan BLN1 termasuk ke dalam spesies O. anthropi. Isolat BL2 dapat dianggap sebagai spesies baru dalam genus Ochrobactrum karena memiliki 95% kemiripan dengan
O. anthropi ATCC 49188. Berdasarkan definisi dari Stackebrandt dan Goebel (1994) galur-galur dengan 97% kemiripan DNA atau lebih dari 16S rRNA merupakan spesies yang sama. Sedangkan dalam Madigan et al. (2009) disebutkan bahwa perbedaan urutan basa dalam 16S rRNA lebih dari 5% berarti merupakan genus baru, sehingga kemiripan 95% masih menunjukkan berada dalam satu genus.
Tiga dari sepuluh isolat yang mampu mereduksi N2O eksogen merupakan
bakteri dari genus Ochrobactrum, dua di antaranya adalah spesies O. anthropi. Genus Ochrobactrum pertama kali dideskripsikan oleh Holmes et al. (1988). Pada awalnya O. anthropi merupakan satu-satunya spesies dalam genus Ochrobactrum, kemudian dalam perkembangannya dideskripsikan spesies-spesies baru seperti O.
intermedium (Velasco et al 1998), O. tritici dan O. grigonense (Lebuhn et al. 2000), O. lupini (Trujillo et al. 2005) dan O. cytisi (Zurdo-Piñero et al. 2007).
Ochrobactrum dapat tumbuh di berbagai lingkungan seperti tanah (Lebuhn et al.
2000), dasar sungai (Lee dan Park 2009), lumpur aktif (Song et al. 2002), bagian tubuh manusia (Holmes et al. 1988), hewan (Shilton et al. 2008) maupun tanaman (Trujillo et al. 2005). Spesies O. anthropi jumlahnya cukup melimpah di tanah yaitu 104-106 g-1 tanah kering (Lebuhn et al. 2000). Reche dan Fiuza (2005) mendapatkan isolat O. anthropi dari air sawah di Brazil sebanyak 2% dari seluruh spesies yang dapat diisolasi dari air sawah tersebut.
Genus Ochrobactrum merupakan anggota dari familia Brucellaceae, ordo
Rhizobiales, kelas Alphaproteobacteria (Boone dan Castenholz 2001). Menurut Zumft (1997) denitrifikasi dilakukan oleh beraneka ragam bakteri yang secara taksonomis merupakan anggota-anggota dari Proteobacteria. Beberapa galur bakteri denitrifikasi dari genus Ochrobactrum telah diisolasi dan diidentifikasi seperti O. anthropi SY509 (Song et al. 2002), O. anthropi YD50.2 (Doi et al.
2009) dan Ochrobactrum sp.G3-1 (Lee dan Park 2009), tetapi belum diukur kemampuannya mereduksi N2O.
Analisis gen nosZ pada penelitian ini belum mendapatkan hasil yang memuaskan karena potongan DNA yang didapatkan menggunakan primer nosZ661F dan nosZ1773R memiliki kemiripan lebih besar dengan gen-gen bukan
nosZ dibandingkan kemiripannya dengan nosZ. Primer nosZ661F dan nosZ1773R pada awalnya dipilih karena primer ini telah digunakan dalam beberapa penelitian antara lain oleh Scala dan Kerkhof (1998), Stres et al. (2004) dan Horn et al.
(2006). Primer ini ternyata tidak menempel secara spesifik hanya pada nosZ, melainkan dapat menempel pada gen lain yang ujungnya memiliki urutan basa yang sama dengan sebagian urutan basa pada primer misalnya pada gen asetolaktat sintase (Lampiran 12).
Gen nosZ pada O. anthropi yang telah berhasil diamplifikasi menggunakan primer nosZ dan disekuensing adalah pada O. anthropi LMG 2136 (Nogales et al. 2002), O. anthropi LMG 3331 (Rosch et al. 2002) dan O. anthropi
YD50.2 (Doi et al. 2009). Gen nosZ O. anthropi LMG 2136 diamplifikasi menggunakan primer nosZ661b (CGG YTG GGG SMW KAC CAA) dan nosZ1773b (ATR TCG ATC ARY TGN TCR TT) menghasilkan pita dengan panjang 1100 bp. Amplifikasi nosZ pada O. anthropi LMG 3331 menggunakan primer nosZ-F (CGY TGT TCM TCG ACA GCC AG) dan nosZ-R (CAT GTG CAG NGC RTG GCA GAA) menghasilkan pita dengan panjang 700 bp. Sedangkan nosZ pada O. anthropi YD50.2 diamplifikasi menggunakan nosZ F (CAGAAACTCGATGTGCATTATCAG) dan nosZ R (CCACGAGCAGTAAT ACCACCAC) dengan panjang pita 1911 bp. Gen nosZ pada O. anthropi ATCC 49188 didapatkan dari pembuatan peta genomnya dengan panjang 1911 bp (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/nuccore/CP000759.1). Doi et al. (2009) membandingkan sekuen asam amino N2O reduktase yang disandi oleh nosZ O.
anthropi YD50.2 dengan sekuen dari beberapa bakteri lain dan kemiripannya sebesar 89% dengan Brucella melitensis 16M, 99% dengan O. anthropi ATCC 49188, 62% dengan P. aeruginosa PAO1, 62% dengan Paracoccus denitrificans
Percobaan untuk melihat kemampuan bakteri menurunkan emisi N2O
dibuat dengan sistem tertutup sehingga N2O yang terukur merupakan akumulasi
N2O yang dihasilkan oleh aktivitas mikroba dalam tanah atau air. Nitrat dalam
bentuk NaNO3- ditambahkan sebagai sumber N2O untuk mengetahui kemampuan
isolat BLN1 mereduksi N2O dalam sedimen tanah sawah. NaNO3- bersifat larut
dalam air dan sangat mudah mengalami disosiasi menjadi Na+ dan NO3
-(Makogon 1997; Moore et al. 2010). Dalam tanah terutama yang bersifat anaerob, NO3- dapat segera mengalami denitrifikasi. Penelitian Steven dan Laughlin (2002)
menggunakan NO3- yang dilabel (15NO3-) menunjukkan bahwa fluks N2O paling
tinggi dapat terbentuk dari NO3- yang ditambahkan ke dalam tanah setelah sekitar
8 jam. Penelitian Betlach dan Tiedje (1981) memberikan penjelasan bahwa bakteri denitrifikasi Flavobacterium sp. mereduksi NO3- sampai hampir habis
dalam waktu 40 menit dengan konsentrasi NO3- awal dalam medium sebesar 0.5
mM tanpa mengakumulasi NO2- sedangkan Pseudomonas fluorescens mereduksi
NO3- dalam waktu yang hampir sama tetapi mengakumulasi NO2- dengan
konsentrasi tertinggi pada sekitar menit ke-30 dan NO2- selanjutnya mengalami
reduksi sehingga hampir habis menjelang menit ke-60.
Peningkatan banyaknya N2O di air permukaan selama 6 jam setelah
penambahan 0.6 mmol NO3- menunjukkan hasil aktivitas bakteri denitrifikasi
dalam tanah mereduksi NO3-. Pada jam ke-9 konsentrasi N2O di air permukaan
menurun karena N2O mengalami reduksi lebih lanjut menjadi N2. Meskipun
terdapat peningkatan konsentrasi pada jam ke-6 di tanah tanpa isolat, N2O yang
dilepaskan ke udara tidak mengalami peningkatan yang signifikan pada waktu tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan, N2O yang dihasilkan dan dilepaskan
ke air tidak banyak lepas ke udara. Menurut Heincke dan Kaupenjohann (1999) kecepatan lepasnya N2O yang terlarut dalam air ke atmosfer tergantung antara lain
kepada turbulensi dan kecepatan aliran air. Bila terdapat aliran dengan aerasi yang cukup maka N2O terlarut akan keluar ke atmosfer dalam beberapa menit. Namun
sebaliknya, dapat terjadi tidak tercapainya kesetimbangan antara N2O terlarut
dengan N2O di atmosfer. Jika N2O cukup lama tinggal dalam air tanah maka akan
Akumulasi N2O berhubungan dengan rasio kecepatan produksi dan
kecepatan reduksi N2O. Perubahan struktur komunitas dengan adanya
penambahan isolat BLN1 diperkirakan menurunkan rasio antara kecepatan produksi dengan kecepatan reduksi N2O. Penurunan produksi N2O oleh isolat
BLN1 mengindikasikan bahwa N2O dapat bersaing dengan penerima elektron
lain. Menurut Cho et al. (1997), preferensi elektron terhadap penerima elektron selama proses denitrifikasi ditentukan oleh konsentrasi penerima elektron dan afinitas elektron terhadap penerima elektron. Penelitian Dendooven et al. (1996) memberikan hasil rasio afinitas elektron terhadap NO3-, NO2- dan N2O di tanah
adalah 1 : (120-160) : (1.2-2.6). Kecenderungan mikroba tanah mengkonsumsi NO3- atau N2O pernah diteliti oleh Wlodarczyk et al. (2006) dengan
menambahkan 300 NO3--N kg ha-1 (dengan perkiraan NO3- mencapai kedalaman
20 cm dari permukaan tanah) ke dalam tanah kemudian diamati NO3- yang
tereduksi serta N2O yang terbentuk dan tereduksi. Pada dua dari tiga belas sampel
yang diamati, N2O dikonsumsi lebih cepat dari pada NO3- sedangkan dari sebelas
sampel lainnya, NO3- dan N2O dikonsumsi secara seimbang. Adanya kompetisi
terhadap elektron menyebabkan reduksi N2O dalam tanah dapat mengalami
penghambatan. Blackmer dan Bremmer (1978) melaporkan bahwa kemampuan tanah mereduksi N2O dapat dipengaruhi oleh konsentrasi NO3- dalam tanah.
Semakin besar konsentrasi NO3- dalam tanah semakin besar efek
penghambatannya terhadap reduksi N2O. Efek penghambatan NO3- terhadap
reduksi N2O semakin besar pada pH rendah. Reduksi N2O dapat juga dihambat
oleh NO seperti pada penelitian Frunzke dan Zumft (1986), reduksi N2O oleh P.
perfectomarina dihambat oleh NO karena NO bereaksi dengan N2O reduktase
sehingga enzim ini kehilangan sebagian besar aktivitas katalitiknya. NO merupakan hasil antara denitrifikasi sebelum terbentuk N2O dan N2. Beberapa
penelitian juga menunjukkan bahwa reduksi N2O dipengaruhi oleh O2. Menurut
Vieten (2008) hanya 1% mikroba dalam tanah memiliki kemampuan menghasilkan N2O reduktase. Produksi enzim dipengaruhi oleh lingkungan
seperti O2 dan hasil-hasil antara denitrifikasi.
Isolat BLN1 yang diinokulasikan ternyata mampu hidup bertahan dan melakukan aktivitas mereduksi N2O di antara komunitas bakteri dalam tanah. Hal
ini diperkirakan karena isolat yang digunakan berasal dari tanah sawah dan juga digunakan dalam penelitian menggunakan tanah sawah. Selain itu, menurut Martin et al. (1988) populasi bakteri denitrifikasi bersifat persisten dan stabil. Isolat BLN1 selain dapat menggunakan N2O juga dapat menggunakan NO3-,
NO2- dan O2 sebagai penerima elektron terakhir sehingga mendukung ketahanan
hidupnya di alam.
Meskipun isolat BLN1 merupakan bakteri denitrifikasi, dalam aplikasinya ke tanah sawah, isolat ini diharapkan tidak mengurangi ketersediaan N bagi tanaman. Denitrifikasi merupakan salah satu mekanisme lepasnya N dari tanah selain leaching NO3- dan volatilisasi amonia (NH3). Pupuk N yang umum
digunakan untuk tanaman padi dalam bentuk urea ((NH2)2CO). Urea dihidrolisis
oleh enzim urease menyebabkan terbentuknya CO2 dan NH3, selanjutnya NH3
dapat berubah menjadi NH4+. Dalam larutan tanah, NH4+ berada dalam keadaan
kesetimbangan dengan NH3 yang mudah mengalami volatilisasi. Sedangkan NH4+
dapat mengalami pengikatan oleh partikel tanah yang bermuatan negatif berupa bahan organik tanah maupun liat. NH3 atau NH4+ dapat mengalami nitrifikasi
menghasilkan NO3- (Stark dan Richards 2008). NO3- merupakan anion yang tidak
mengalami pengikatan oleh tanah (Kramer et al. 2006) sehingga mudah mengalami leaching. Meskipun denitrifikasi merupakan salah satu mekanisme hilangnya N dari lahan sawah, berdasarkan model perhitungan yang dilakukan oleh Kirk dan Kronzucker (2005), N yang hilang melalui denitrifikasi nilainya seperlima dibandingkan N di rizosfer yang dapat diserap oleh tanaman. Menurut Garcia dan Tiedje (1981) tanaman dapat bersaing dengan mikroba denitrifikasi dalam keadaan NO3- terbatas, terutama tanaman pada awal pertumbuhan.
Konsentrasi enzim-enzim denitrifikasi meningkat seiring dengan jarak terhadap perakaran tanaman.
Penambahan jumlah sel bakteri denitrifikasi dalam bentuk isolat BLN1 diharapkan tidak berpengaruh terhadap denitrifikasi dalam tanah. Isolat ini memiliki aktivitas mereduksi NO3- relatif kecil dibandingkan isolat-isolat
denitrifikasi lain yang diuji. Selain itu, menurut Garcia dan Tiedje (1981), selain O2 dan bahan organik, NO3- merupakan faktor penentu proses denitrifikasi. Di
demikian, dalam keadaan ketersediaan NO3- terbatas, aktivitas denitrifikasi tidak
akan meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah bakteri denitrifikasi.
Isolat BLN1 berpotensi untuk menurunkan emisi N2O di lahan sawah
karena memiliki kemampuan mereduksi N2O dalam biakan denitrifikasi dengan
penambahan N2O sebagai satu-satunya penerima elektron terakhir dan juga
menurunkan konsentrasi N2O di air permukaan dalam percobaan dengan tanah
sawah. Diharapkan isolat BLN1 atau dua isolat lain yaitu BL1 dan BL2, setelah melalui penelitian lanjutan dapat diterapkan untuk mengurangi emisi N2O dari