• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERAPI SISTEMIK KARSINOMA PARU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TERAPI SISTEMIK KARSINOMA PARU"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

TERAPI SISTEMIK KARSINOMA PARU

OLEH : ISLAMUDDIN

SUBBAGIAN HEMATOLOGI ONKOLOGI MEDIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS/RSUP Dr.M.DJAMIL PADANG

2009

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdullillah kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya kami telah dapat menyelesaikan tinjauan pustaka ini yang berjudul “TERAPI SISTEMIK KARSINOMA PARU” .

Tinjauan kepustakaan ini merupakan tugas dan persyaratan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis I Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/RSUP.Dr.M.Djamil Padang dalam menjalani stase di Subbagian Hematologi Onkologi Medik.

Kami menyadari bahwa tinjauan kepustakaan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan tinjauan kepustakaan ini.

Akhirnya, izinkan kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof.dr.H.Nusirwan Acang,DTM&H SpPD-KHOM, dan dr.H Irza Wahid SpPD-KHOM, yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama menjalani stase di Subbagian Hematologi Onkologi Medik. Semoga menjadi amal baik dan mendapat balasan dari Allah SWT, Amin

Padang, September 2009

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……….i

DAFTAR ISI ………..ii

DAFTAR GAMBAR ………....iii

DAFTAR TABEL ……….iv

BAB I. PENDAHULUAN ………. 1

BAB II. PATOGENESIS DAN ETIOLOGI KARSINOMA PARU 2.1. Patogenesis………...….. 4

2.2. Etiologi……… 5

BAB III. GEJALA KLINIS, DIAGNOSIS, STADIUM KARSINOMA PARU, PEMERIKSAAN PENUNJANG 3.1. Klasifikasi……… 3.2. Gejala klinis……….... 11

3.3. Diagnosis ……….…. 13

3.4. Stadium Karsinoma Paru ………... BAB IV. TERAPI SISTEMIK KARSINOMA PARU 4.1. Persyaratan Pasien Kemoterapi 4.2.Kemoterapi ajuvan ………..………. 4.3. Kemoterapi neoajuvan………. 4.4. Kemoterapi untuk Karsinoma paru……… 4.5. Penilaian Hasil Terapi……….. ………... .. 28

4.5. Prognosis ……… 28

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ….. ………. ….31

5.2. Saran……. ………...…31

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

(4)

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

TABEL.

Tabel 1. Abnormalitas gen pada non-small sel dan small sel kanker paru………4

Tabel 2. Frekwensi kanker paru berdasarkan jenis histologi………...16

Tabel 3. Tampilan umum berdasarkan skala Karnofsky dan WHO……….23

Tabel 4. Ringkasan Guideline diagnostik dan terapi kanker paru……….31

GAMBAR. Gambar.1. Peningkatan merokok pada populasi diikuti peningkatan kematian pada kanker paru………....8

Gambar.2. Revisi system staging TNM 1997………...1

Gambar.3. Pembagian regimen terapi secara random………..24 Gambar.4. Mekanisme kerja obat monoklonal antibodi anti-EFGR pada sel kanker….26

(5)

BAB I PENDAHULUAN

Kanker paru merupakan penyakit pertumbuhan sel jaringan paru yang tak terkontrol. Pertumbuhan ini dapat bermetastase yang menyebar kejaringan sekitarnya serta kejaringan paru yang bersebelahan. Sebahagian besar kanker paru berupa karsinoma paru yang berasal dari sel epitel. Kanker paru merupakan penyebab kematian paling banyak pada pria dan kedua pada wanita setelah kanker payudara(1)

Prevalensi Kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun 2002 dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru ( merupakan 13% dari semua kanker baru yang terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (merupakan 28% dari seluruh kematian akibat kanker), di Inggris prevalensi kejadiannya mencapai 40.000/ tahun, sedangkan di Indonesia menduduki peringkat keempat kanker terbanyak, di RS kaker Dharmais Jakarta tahun 1998 menduduki urutan ketiga setelah kanker payudara dan kanker leher rahim. Angka kematiaan akibat kanker paru diseluruh dunia mencapai kurang lebih satu juta penduduk setiap tahunnya. Di Negara berkembang lain dilaporkan insidennya naik dengan cepat antara lain karena konsumsi rokok berlebihan seperti di China yang mengkonsumsi 30% rokok dunia. Sebahagian besar kanker paru mengenai pria dengan perbandingan 1:13 dan pada wanita 1:20.(2)

Selama 20 tahun terakhir sejumlah percobaan telah dilakukan guna mengurangi angka kematian pada penderita karsinoma paru, pengunaan terapi pembedahan, radio terapi, kombinasi kemoterapi ataupun kombinasi seluruhnya, namun perbaikan kelangsungan hidup masih kecil. Saat ini sebahagian kecil penderita memiliki angka kelangsungan hidup lebih satu setelah didiagnosis dan 15% setelah lima tahun.(3)

Kanker paru merupakan kanker yang paling banyak dijumpai diseluruh dunia, mengenai hampir satu juta orang setiap tahunnya, peyakit ini penyebab kematian nomor satu. Angka keberhasilan hidup setelah lima tahun pada penyakit ini kurang dari 15%. Terapi utama ialah pembedahan dan kemoterapi ajuvan terhadap stadium dini, kemoradioterapi pada penyakit yang telah lanjut namun belum bermetastase serta

(6)

kemoterapi terhadap penyakit yang telah bermetastase. Terapi target saat ini telah banyak digunakan dan serta epidermal growth factor reseptor penghambat tirosin kinase seperti erlotinib saat ini digunakan untuk terapi lini kedua ataupun lini ketiga pada kanker yang telah bermetastase. Walaupun belum ditetapkan sebagai standar terapi, terdapat sejumlah bukti yang menggembirakan terhadap terapi kanker paru ini. Terdapat beberapa jenis terapi berdasarkan stadium perkembangan yaitu penghambat anti angiogenesis, epidermal growth factor reseptor inhibitor, vaksin tumor, antibodi monoklonal serta antagonis reseptor endotelial.(4)

Kanker jenis small sel dijumpai 20 sampai 25 % dari seluruh kasus kanker paru, 40% penderita belum bermetastase dimana masih terbatas ditorak. Dengan kemoterapi plus radioterapi serta propilaksis irradiasi cranial, rerata angka harapan hidup 18 sampai 20 bulan, dan lebih dari 20 % dapat hidup lebih dari 2 tahun, tanpa terapi rerata harapan hidup hanya 6 sampai 12 minggu.(5)

Penderita kanker paru yang telah menyebar ( merupakan 60 % dari seluruh kasus kanker small sel) dimana telah bermetastase pada satu atau lebih organ seperti otak, hati, tulang, atau sumsum tulang. Dengan kombinasi kemoterapi rerata angka harapan hidup 7 sampai 9 bulan, bahkan beberapa dapat hidup lebih dari dua tahun.(5)

Kemoterapi pada kanker paru yang lanjut telah mencapai puncaknya, ada beberapa jenis kombinasi obat. Beberapa penelitian melaporkan penggunaan agen biologik dengan mekanisme kerja yang unik seperti reseptor epidermal growth factor telah banyak menarik perhatian pada sebahagian besar kanker non small sel. Obat kedua yang makin banyak diteliti adalah monoklonal antibodi yang berbeda dari reseptor ekstraselluler (transtuzumab[herceptinR]) dan penghambat reseptor tyrosin kinase. Dua jenis penghambat tyrosin kinase, ZD1839 dan OSI-774 mempunyai sifat kerja anti tumor ,bahkan pada penderita yang gagal dengan kemoterapi sebelumnya pada non small sel lanjut.(5)

(7)

Sampai saat ini pengobatan kanker paru baik non small sel dan small sel dengan kemoterapi masih non spesifik, non selektiv dan toksik. Kombinasi kemoterapi terbaru belum menjadikan perbaikan harapan hidup bermakna, namun demikian pencegahan, deteksi dini dan penggunaan target biologik spesifik memberikan harapan optimisme penurunan mortalitas penyakit.(5)

Tujuan tinjauan kepustakaan ini ialah untuk membahas terapi sistemik yang lebih baik terhadap kanker paru saat ini.

(8)

BAB II

PATOGENESIS DAN ETIOLOGI KARSINOMA PARU

2.1. PATOGENESIS.

Seperti penyakit kanker lainnya, kanker paru dimulai oleh aktivasi onkogen dan inaktivasi gen supresor tumor. Onkogen merupakan suatu gen yang diyakini sebagai penyebab seseorang cenderung terkena kanker. Proto-onkogen berubah menjadi onkogen apabila terpapar karsinogen spesifik. Mutasi yang terjadi pada proto-onkogen K-ras menyebabkan adenokarsinoma paru sampai 10-30%. Epidermal growth factor reseptor (EFGR) mengatur prolifersi sel, apoptosis, angiogenesis, serta invasi tumor. Mutasi serta berkembangnya EFGR sering dijumpai pada kanker paru non-small sel sehingga menjadikan dasar terapi menggunakan penghambat EFGR. Kerusakan kromosom menyebabkan kehilangan sifat keberagaman heterezigot, menyebabkan inaktivasi gen supresor tumor. Kerusakan kromosom 3p, 5q, 13q dan 17p paling sering menyebabkan karsinoma paru non-small sel. Gen p53 tumor supresor berada di kromosom 17p yang didapatkan 60-75% dari kasus. Gen gen lainnya yang sering bermutasi dan berkembang ialah c-Met, NKX2-1, LKB1, PIK3CA dan BRAF. (5)

(9)

Sejumlah gen polimorfik berkaitan dengan kanker paru, termasuk gen polimorfik yang mengkode interleukin-1, sitokrom P450, caspase-8 sebagai pencetus apoptosis serta XRCC1 sebagai molekul DNA repair. Individu yang terdapat gen polimorfik seperti ini lebih sering terkena kankaer paru apabila terpapar zat karsinogenik.(5)

2.2. ETIOLOGI.(5,6,7,8)

Zat karsinogen pada rokok tembakau memegang peranan penting terhadap kejadian kanker paru. Kurang lebih 85-90% penderita kanker paru adalah perokok, namun demikian kankaer paru dapat juga mengenai individu yang bukan perokok. Dengan demikian pengaruh factor lingkungan perokok tembakau, polusi udara, paparan gas radon dan beberap virus dapat juga menyebabkan kanker paru. Namun kurang dari 20% akan mengalami kanker paru,dengan demikian faktor keturunan memegang peranan penting.

Pertumbuhan kanker paru diperantarai oleh interaksi antara beberapa zat karsinogen. Rokok sigaret mengandung campuran senyawa dimana telah 4000 senyawa teridentifikasi pada sebahagian besar rokok. Sejumlah penelitian telah mengidentifikasi 60-70 karsinogen; polisiklik aromatic hidrokarbon, (PAHs), heterosiklik hidrokarbon, N -nitrosamin, aromatik amine, N-heterosiklik amine, aldehide, beberapa senyawa organic, senyawa anorganik seperti hydrazine logam serta radikal bebas. Terdapat bukti uyang menunjukkan bahwa gabungan zat karsinogenik PAH dan tobacco-spesifik carcinogen NNK (4-(methylnirosoamino)-1-3(phyridyl)-1-(butanone) memegang peranan penting dalam menginduksi kanker paru pada perokok. kedua-duanya merupakan karsinogen yang sama kuatnya antara PAH dan N-Nitrosamin namun demikian walaupun butadin, aldehid dan benzene suatu potensial karsinogenik yang rendah , tetapi jumlahnya sangat banyak pada rokok tembakau.

PAH merupakan hasil pembakaran tak sempurna dari tembakau pada saat merokok. PAH, terutama benzopyrin mencetuskanterjadinya tumor paru pada hewan percobaan. Disamping itu dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa jaringan paru manusia dapat memetabolisme PAH menjadi metabolit reaktif yang berinteraksi dengan

(10)

DNA membentuk gen DNA yang bermutasi. DNA ini diduga merupakan pencetus terjadinya karsinogenesis dan mungkin juga prediksi risiko kanker paru. Pada beberapa penelitian gabungan PAH-DNA telah ditemukan pada sample paru manusia dan peningkatan kadar PAH-DNA pada jaringan paru perokok dan bekas perokok dibandingkan dengan tidak perokok

Beberapa penelitian epidemiologi yang melakukan evaluasi tahun 2004 memdapatkan peningkatan risiko kanker paru pada orang non perokok yang terpapar oleh lingkungan asap rokok, terutama pada orang yang mempunyai pasangan perokok aktif,dimana risiko terjadinya kanker paru meningkat 20% sampai 30%. Individu yang tidak merokok yang terpapar ditempat lingkungan kerja kemungkinan risiko kanker paru 12% sampai 19%.

Gambar 1. peningkatan merokok pada populasi diikuti dengan peningkatan kematian akibat kanker paru.(kutip 5

Perbedaan insiden kanker paru pada orang non perokok di beberapa Negara berbeda membuktikan bahwa lingkungan dapat mempengaruhi risiko. Polusi udara merupakan gabungan komplek gas dan komponen partikel yang berperan sebagai faktor

(11)

risiko sedang terhadap kanker paru. Polusi udara yang berasal dari lalu lintas padat, pembakaran minyak serta pabrik industri bertanggung jawab terhadap insiden kanker paru. Termasuk PAH, formaldehide, benzene, ethyleneoxide, uap minyak serta logam. Hubungan antara kanker paru dengan polusi udara telah dilaporkan dalam berbagai penelitian dari berbagai Negara. Penduduk kota yang mengalami paparan yang tinggi mempunyai risiko kaker paru 1.5 leih tinggi dibandingkan dengan penduduk desa. Dalam European perspective study didapatkan bahwa penduduk disekitar lalu-lintas yang padat atau terpapar kadar NO2 lebih dari 30 ug/m3 akan meningkatkan risiko kanker paru. Pada kasus NO2 risiko kanker paru berhubungan dengan respon paparan. Pada penelitian lainnya suatu partikel-partikel kecil, SO2 dan rokok hitam semuanya berkaitan dengan peningkatan risiko kanker paru. Oleh karena paru mempunyai vulome respirasi yang besar (500-600 liter oksigen/jam), disertai dengan area yang luas (75-85 m2) dengan perfusi yang banyak terpapar oleh udara beracun disekitarnya akn mencetuskan keracunan paru dan pertumbuhan kanker paru walau dengan kadar yang rendah sekalipun.

Gas radon merupakan bahan kimia yang terdapat dimana-mana, yang berupa gas beracun yang berasal dari lingkungan dan material bangunan yang tercemar, seperti batu,batu bata dan semen. Paparan gas radon yang tinggi berkaitan dengan pekerjaan terutama tambang uranium. Peningkatan risiko kanker paru di pertambangan berkaitan dengan akumulasi paparan gas radon. Didapat bukti yang kuat gas radon pada ruangan tertutup mempunyai kontribusi terhadap risiko kanker paru. Diperkirakan radon berkontribusi sampai 9% terhadap kejadian kanker paru, dan dari data yang dapat dipercaya menyimpulkan risiko kanker paru akibat terpapar radon dan rokok akihir-akhir ini meningkat.

Paparan dari tempat kerja memegang peranan penting sebagai penyebab kanker paru. Kejadian kanker paru dicetuskan oleh paparan lingkungan tempat kerja oleh logam seperti beryllium, kromium, nikel dan arsenik telah ditemukan. Paparan PAH yang tinggi dapat ditemukan pada beberapa pekerja seperti produksi aluminium, batubara dan proses gasifikasi batubara, besi, pekerja besi baja,supir bus (oleh karena menghirup gas buang mesin disel), pembuat atap serta pekerja jalan aspal. Paru-paru merupakan target organ Polisiklik Aromatik Hidrokarbon pada pekerja yang terpapar. Kristal silica yang terhirup

(12)

juga diklasifikasikan sebagai zat karsinogen paru . perlu digaris bawahi ialah apabila menilai etiologi kanker paru yang berhubungan dengan tempat kerja perlu dipertimbangkan adanya riwayat merokok tembakau.

Virus Onkogen mungkin dapat dimasukkan kedalam etiologi kanker paru. Sejumlah temuan membuktikan adanya keterlibatan sejumlah human papiloma virus, akan tetapi temuan virus pada karsinoma bronchial sangat beragam. Virus Epstein-Barr, cytomegalovirus, human herpes virus-8 dan simian virus 40 jarang ditemukan.

Kerentanan genetik berperan pada individu perokok tembakau. Sebagaimana fakta yang ditemukan dimana hanya satu dari sepuluh perokok semasa hidupnya yang berkembang menjadi kanker paru. Sejumlah penelitian epidemiologi menunjukkan adanya faktor genetik yang mempengaruhi risiko individu terkena kanker paru. Suatu penelitian melaporkan adanya hubungan chromosom 6q pada kelompok kanker paru, sehingga dapat diduga adanya pengaruh gen terhadap kanker paru. Kerentanan pada kanker paru kemungkinan menyesuaikan dengan faktor spesifik penjamu termasuk perbedaan metabolisme karsinogen dan detoksifikasi,DNA repair, kontrol siklus sel, sel signaling, apoptosis serta jalur imflamasi. Prokarsinogen pada rokok tembakau mengaktifkan sejumlah sitokrom P450 dan didetoksifikasi oleh gluthation S-tranferase(GST), NADPH, Quinon oksireduktase(NQO), N-asetil-tranferase(NAT).

Eliminasi dan perbaikan DNA yang mengalami kerusakan berperan penting dalam memproteksi serta keutuhan genom dari agen genotoksik seperti PAH dan NNK yang berasal dari rokok tembakau. Penderita kanker paru dilaporkan mempunyai kapasitas DNA repair yang rendah. Penelitian yang ada menemukan adanya hubungan antara nukliotida polimorfik tunggal pada sejumlah gen DNA repair dengan risiko kanker paru.

(13)

BAB III

KLASIFIKASI, GEJALA KLINIS, STADIUM KARSINOMA PARU, DIAGNOSIS,

3.1. KLASIFIKASI (1,8,10)

Sebahagian besar kanker paru berupa suatu karsinoma ganas yang berasal dari sel epitel. Ada dua jenis utama karsinoma paru yang dikatagorikanberdasarkan ukuran serta adanya sel ganas yang terlihat melalui histopatologi dengan mikroskop, non-small cell lung carcinoma( NSCLC) 80% ,small cell lung carcinoma(SCLC) 16,8%. Klasifikasi ini berdasarkan pada kriteria histologi yang sangat penting dalam penanganan klinis serta prognosis penyakit.

Table.3.frekwensi kanker paru berdasarkan jenis histology.(kutip1)

Non-small cell lung carcinoma (NSCLC) dikelompokkan bersama berdasarkan pada persamaan penatalaksanaan dan prognosisnya. Ada tiga katagori sub-tipe: squamous cell lung carcinoma, adenocarcinoma serta large cell lung carcinoma, yang merupakan 31,2% dari seluruh kanker paru. Squamous cell lung carcinoma umumya berasal dari sekitar bronkus utama. kavitas yang berongga disertai nekrosis banyak dijumpai pada tumor primer. Well differentiated squamous cell lung cancer pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan kanker jenis lain.

Adenocarcinoma kurang lebih 29,4 % dari kanker paru, umumnya kanker ini berasal dari jaringan paru perifer. Kebanyakan kasus adenocarcinoma berhubungan dengan perokok, akan tetapi diantara individu yang tidak perokok adenocarsinoma juga

(14)

banyak dijumpai. Bronkiolalveolar merupakan sub-tipe adenocarsinoma yang banyak dijumpai pada wanita non-perokok yang memiliki respon terapi yang berbeda.

Small cell lung carcinoma (SCLC) juga disebut “oat cell carcinoma” merupakan kanker paru yang sedikit ditemukan, jenis ini berasal dari saluran napas yang lebih besar (bronkus primer dan sekunder) dan dapat berkembang dengan cepat menjadi lebih besar. Sell oat mengandung neurosekret padat (vesikel mengandung hormon neuroendokrin) yang berhubungan dengan sindrom paraneoplastik/endokrin, yang kurang sensitive dengan kemoterapi sehingga prognosisnya menjadi jelek dan sering bermetastase. Kanker Small sel dibagi dalam stage terbatas dan stage luas. Jenis kanker paru ini diduga kuat berhubungan dengan riwayat perokok.

3.2. GEJALA KLINIS. (9,10,12)

Sekitar 25% kanker paru adalah asimptomatik dan ditemukan dengan tidak sengaja melalui foto toraks. Tanda dan gejala yang timbul dapat berasal dari progresifitas tumor local, penyebaran ke daerah regional atau metastase jauh. Sindrom paraneoplastik dapat terjadi pada semua stage penyakit. Akan tetapi gejala ini tidak spesifik untuk mengklasifikasi dan histologi kanker.

Tumor dapat mengakibatkan batuk dan terkadang sesak napas yang disertai obstruksi jalan napas, post obstruksi atelektasis dan penyebaran kekelenjar limfe. Demam dapat terjadi pada pneumonia post obstruktif, sebahagian penderita dilaporkan mengalami nyeri dada yang tak jelas atau nyeri yang terlokalisir. Hemoptisis jarang ditemukan, kehilangan darah hanya sedikit kecuali pada kasus yang dimana tumor mengiritasi pembuluh arteri yang mengakibatkan perdarahan masif bahkan kematian .

Bekles dkk (2003) mendapati 65% -75% pasien kanker paru menderita batuk, bahkan lebih dari 25% dengan batuk produktif. Hemoptisis didapati 6% -35% pasien, kurang lebih 20%-30% pasien akan mengalami hemoptisis dan 3% akan mengalami hemoptisis yang menyebabkan kematian.

(15)

Penyebaran regional tumor menyebabkan nyeri dada pleuritik ataupun sesak napas akibat terjadinya efusi plura, suara serak yang disebabkan oleh tumor yang mendesak nervus laringius, sesak dan hipoksia akibat paralysis diafragma karena keterlibatan nervus phrenikus.

Knop dkk (2005) mendapati sesak napas sekitar 60% dari pasien, penyebab sesak napas disebabkan akibat penyumbatan jalan napas pada bronkus atau parenkim paru,pleural efusi, pneumonia dan komplikasi akibat kemoterapi atau radioterapi seperti pneumonitis.

Sindroma vena cava superior diakibatkan oleh penekanan dan invasi ke vena cava superior yang dapat menyebabkan sakit kepala dan perasaan penuh dikepala, pembengkakan di wajah dan ekstremitas atas, sesak napas apabila berbaring dan flushing. Tanda tanda fisik sindroma vena cava superior meliputi edema pada wajah dan ekstremitas, pembengkakan leher dan vena subcutan pada wajah dan badan bagian atas.

Gift dkk (2004) mendapatkan kurang lebih 50% pasien mengalami rasa tak enak didada ataupun nyeri pada dinding dada. Bekles dkk (2004) rasa tak enak dan nyeri dada yang hilang timbul serta nyeri pleuritik akibat penyebaran tumor ke pleura dapat dialami penderita kanker paru.

Tumor apical, biasanya NSCLC menyerang pleksus brakhialis, pleura, tulang iga sehingga mengakibatkan nyeri bahu dan ekstremitas bagian atas yang disertai kelemahan atau atropi tangan ipsilateral (tumor pancoast ). Sindroma Horner (ptosis,miosis, enopthalmos dan anhidrosis) dapat timbul apabila saraf simpatik paravertebra atau ganglion stellata cervical terkena. Penyebaran tumor ke pericardium dapat terjadi tanpa gejala atau menimbulkan kontriktif perikarditis bahkan tamponade jantung. Disfagia dapat terjadi akibat penekanan namun sangat jarang.

Metastasis pada hati menyebabkan nyeri, gejala gastrointestinal yang akhirnya menyebabkan kegagalan hati. Metastasis ke otak mengakibatkan perubahan tingkah laku,

(16)

kebingungan, afasia, kejang, paresis atau paralysis, mual dan muntah bahkan koma dan kematian. Metastasis ke tulang menyebabkan nyeri hebat dan fraktur, jarang terjadi insufisiensi kelenjar adarenal walaupun umumnya kanker paru bermetastasis ke kelenjar adrenal.

Gejala Sindroma Paraneoplastik terjadi pada tempat yang jauh dari tumornya ataupun metastasisnya. Sindroma paraneoplastik meliputi hiperkalsemia( pada penderita dengan squamous sell karsinoma, disebabkan oleh karena tumor menghasilkan hormon paratiroid), sindrom inappropriate antidiuretik hormon(SIADH), clubbing finger dengan atau tanpa hipertropik osteoartropathy paru, myasthenia(sindrom Eaton-Lambert) serta beberapa sindroma neurologist, termasuk neuropathi, encephalopathy,encephalitis, mielophati serta penyakit serebral. Mekanisme ini melibatkan autoantigen tumor yang menghasilkan autoantibody, namun demikian sebahagian besar penyebabnya tidak diketahui.

Van Cleave dan Cooley (2004) juga mendapati Sindrome paraneoplastik yang mungkin disertai dengan Sindrom Cushing, Hiperkalsemia, SIADH, Hipertropik Osteoartropati paru, Sindrom nerologis.

3.3. STADIUM KARSINOMA PARU (8,9,10,11)

Staging untuk kanker paru berdasarkan tumor(T), penyebaran ke getah bening(N) dan organ lain(M).

Stage kanker paru jenis karsinoma sel kecil terdiri dari stage terbatas(limited) jika hanya melibatkan satu sisi paru (hemitoraks), stage luas(extensive) jika sudah meluas dari satu hemitoraks atau menyebar keorgan lain.

Stadium kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil atau NSCLC dibagi atas stage I,II,,IIIA, IIIB dan IV yang ditetapkan menurut International Staging System for Lung Cancer 1997,

(17)

Gambar.2.revisi Sistem Staging TNM, 1997.(kutip 9)

T1 ; tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm, dikelilingi oleh jaringan paru atau pleura visceral dan secara bronkoskopik invasi tidak lebih proksimal dari bronkus lobus (belum sampai ke bronkus utama). Tumor sebarang ukuran dengan komponen invasive terbatas pada dinding bronkus yang meluas ke proksimal bronkus utama.

T2 ; setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai berikut; garis tengah terbesar lebih dari 3 cm,mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina, dapat mengenai pleura visceral.

T3 ; tumor sebarang ukuran, dengan perluasan langsung pada dinding dada( termasuk tumor sulkus superior),diafragma. Pleura mediastinum atau tumor dalam bronkus utama yang jaraknya kurang dari 2 cm sebelah distal karina atau tumor yang berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif seluruh paru.

T4 ; tumor sebarang ukuran yang mengenai mediastinum atau jantung, pembuluh darah besar, trakea, esophagus, korpus vertebra, karina, tumor yang disertai efusi pleura ganas atau tumor satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama dengan tumor primer.

N0 ; tak ada keterlibatan kelenjar getah bening.

N1 ; metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau hilus ipsilateral, termasuk perluasan, termasuk perluasan tumor secara langsung.

N2 ; metastasis pada kelenjar getah bening mediastinum ipsilateral dan/atau KGB Subkarina.

(18)

N3 ; metastasisi pada hilus atau mediastinum kontralateral atau KGB skalenus/supraklavikula ipsilateral/kontralateral.

M0 ; tidak ditemukan metastasis jauh.

M1 ; ditemukan metastasis jauh.nodul ipsilateral diluar lobus tumor primer dianggap sebagai M1.

3.4. DIAGNOSIS (8,9,10,)

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk pengenalan awal selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan foto toraks dan/atau pemeriksaan sitologi sputum. Pada foto toraks dapat ditemukan gambaran tumor dengan tepi yang tidak rata dan penarikan pleura dan bahkan destruksi tulang dinding dada. Tidak jarang ditemukan gambaran efusi pleura masif sehingga tumor tidak terlihat. Sitologi sputum akan memberikan hasil positif jika tumor ada dibagian sentral atau intrabronkus. Kemajuan dibidang teknologi endoskopi autofloresensi telah terbukti dapat mendeteksi lesi prakanker maupun lesi kanker yang lokasi sentral. Perubahan yang dapat ditemukan pada mukosa bronkus pada lesi keganasan stadium dini sulit dilihat dengan bronkoskopi konvensional. Hal itu dapat diatasi dengan bronkoskopi autofloresensi karena dapat mendeteksi karsinoma in situ yang mungkin terlihat normal dengan bronkoskopi biasa.

Prosedur diagnosis untuk kanker paru dilakukan hingga didapat diagnosis pasti (jenis histologi) dan dapat ditentukan stadium penyakit hingga dapat dipikirkan modalitas terapi yang tepat. Selain itu harus dipertimbangkan keadaan umum pasien (performance status) dan kemampuan keuangan.

Tindakan diagnostik untuk mendapatkan sel kanker dapat dilaksanakan dari cara yang paling sederhana hingga tindakan invasif tergantung kondisi pasien. Pilihan terapi antara lain biopsi jarum halus jika ada masa superfisial, pungsi dan biopsi pleura jika ada efusi pleura, bronkoskopi disertai dengan bilasan, sikatan, kuretase, biopsi masa intra bronkus sebagai usaha untuk mendapatkan jenis histologi.

Tindakan diagnostik untuk mendapatkan stadium penyakit antara lain, foto toraks, CT-scan toraks sampai kelenjar suprarenal dan bronkoskopi. Pemeriksaan CT-scan

(19)

kepala dan bone scan dilakukan jika ada keluhan(atas indikasi) atau pasien yang akan dibedah.

Tumor marker tidak dilakukan untuk diagnosis kanker paru tetapi hanya bermanfaat untuk evaluasi hasil terapi. Pada kondisi tertentu diagnosis tidak dapat ditegakkan meskipun telah dilakukan berbagai prosedur diagnosis, maka torakotomi eksplorasi dapat dilakukan.

(20)

BAB.IV

TERAPI SISTEMIK KARSINOMA PARU KARSINOMA PARU 4.1. Persyaratan pasien Kemoterapi. .(12)

Pasien dengan keganasan memiliki kondisi dan kelemahan-kelemahan yang apabila diberikan kemoterapi dapat terjadi untolerable side efek, sebelum memberikan kemoterapi harus dipertimbangkan :

1. Menggunakan kriteria Eastren Cooperative Oncology Group (ECOG) yaitu status penampilan < 2.

2. jumlah lekosit lebih dari 3000/ml. 3. jumlah trombosit lebih dari 120.000/ul.

4. cadangan sumsum tulang masih adekuat misalnya Hb lebih dari 10 gr%. 5. kliren kreatinin diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam).

6. bilirubin kurang dari 2 ml/dl, SGOT dan SGPT dalam batas normal. 7. elektrolit dalam batasnormal.

8. mengingat toksisitas obat sebaiknya tidak diberikan diatas umur 70 tahun.

Status penampilan penderita ini mengambil indikator kemampuan pasien, dimana penyakit kanker semakin berat pasti akan mempengaruhi penampilan pasien. Hal ini juga menjadi faktor prognostik dan faktor yang menetukan pilihan terapi yang tepat pada pasien sesuia dengan status penampilannya.

Skala status penampilan menurut ECOG ialah :

Grade 0 : masih sepenuhnya aktif, tanpa hambatan untuk mengerjakan tugas dan pekerjaan sehari-hari.

Grade 1 : hambatan pada pekerjaan berat, namun masih mampu bekerja kantor ataupun pekerjaan rumah yang ringan.

Grade 2 : hambatan melakukan banyak pekerjaan, 50 % waktunya untuk tiduran dan hanya bisa mengurus perawata dirinya sendiri, tidak dapat melakukanpekerjaan lain.

Grade 3 : hanya mampu melakukan perawatan diri tertentu, lebih dari 50 % waktunya untuk tiduran.

Grade 4 : sepenuhnya tidak bisa melakukan aktifitas apapun, hanya dikursi atau tiduran terus.

(21)

kemoterapi dapat diberikan jika memenuhi syarat antara lain keadaan umum baik, skala Karnofsky diatas > 70, fungsi hati, ginjal dan homeostatik (darah) baik dan masalah finansial dapat diatasi. Syarat homeostatik yang memenuhi syarat ialah : HB >10 gr%, leukosit > 4000/dl, trombosit > 100000/dl.(10)

Tabel.4.Tampilan umum berdasarkan skala Karnofsky dan WHO.(kutip.10)

4.2. Kemoterapi Ajuvan

Kemoterapi ialah segolongan obat-obatan yang dapat menghambat pertumbuhan kanker dan bahkan membunuh sel kanker.

Obat-obat anti kanker ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal (active single agent), tetapi sebahagian besar berupa kombinasi karena dapat lebih meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel-sel yang resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitif terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatik dapat dikurangi sehingga efek samping menurun.(11)

4.3. Kemoterapi Neoajuvan.

4.4. KEMOTERAPI UNTUK KARSINOMA PARU. 4.4.1. PLATINUM BASED

Kemoterapi merupakan pilihan terapi lini pertama pada hampir 70 sampai 80% pasien Non-small cell Lung Carcinoma (NSCLC) yang luas (stadium III) atau yang sudah bermetastase (stadium IV), yang merupakan 80 %-85% dari kasus kanker paru. Standar lini pertama kemoterapi pada pasien dengan performance status baik (0/1) ialah

(22)

platinum-based (Cisplatin atau Carboplatin) yang dikombinasikan dengan generasi ketiga sitotoksik agen (gemcitabine, vinorelbine, paclitaxel, atau docetaxel). (16)

Kemoterapi untuk kanker paru minimal berupa regimen yang terdiri dari lebih satu obat anti kanker dan diberikan dengan siklus 21 atau 28 hari setiap siklusnya. Kemoterapi untuk SCLC (small cell lung cancer) diberikan sampai enam siklus dengan Cisplatin based regimen, yang diberikan ialah Cisplatin dengan Etoposide, Cisplatin dengan Irinotecan dimana pada keadaan tertentu Cisplatin dapat digantikan dengan Karboplatin dan Irinotecan digantikan dengan Docetaxel.(10,13)

Kemoterapi untuk NSCLC (non-small cell lung cancer) dapat diberikan enam siklus ( pada kasus tertentu dapat diberikan lebih dari 6 siklus) dengan platinum based regimen yang diberikan sebagai terapi lini pertama adalah ; Karboplatin/Cisplatin dengan Etoposide, Karboplatin/Cisplatin dengan Gemcitabin, Karboplatin/ Cisplatin dengan Paklitaksel, Karboplatin/Cisplatin dengan Doksetaksel.(10,13)

Joan H.Schiller,M.D. dkk (2002) melakukan penelitian klinis secara random terhadap NSCLC dengan membandingkan empat regimen kemoterapi yaitu Cisplatin plus Paclitaxel, Cisplatin plus Gemcitabine, Cisplatin plus docetaxel dan Carboplatin plus paclitaxel. Penelitian dilakukan terhadap 1207 pasien antara oktober 1996sampai mai 1999. pada pasien yang mendapat Cisplatin plus Paclitaxel rata-rata angka harapan hidup satu tahun dan dua tahun 31% dan 10%. pasien dengan Cisplatin plus Gemcitabin 36%, dan 13%, Cisplatin plus Docetaxel 31% dan 11% dan Carboplatin plus paclitaxel 34% dan 11% . penelitian ini hanya dilakukan pada pasien dengan performance status 0 atau 1.

(23)

Gambar.4. Pembagian regimen terapi secara random.(kutip 16)

Kazumasa Noda, M.D. dkk (1999) melakukan penelitian terhadap 230 pasien Small Cell Lung Cancer dengan membandingkan Irinotecan plus Cisplatin dan Cisplatin plus Etoposide. Irinotecan dan Cisplatin diberikan dengan dosis 60 mg/m2 pada hari 1,8,15 dan Cisplatin 60 mg/m2 pada hari 1. regimen Etoposide plus Cisplatin, Etoposide 100mg/m2 pada hari 1,2 dan 3, sedangkan Cisplatin 80mg/m2 pada hari 1. didapatkan hasil angka harapan hidup setelah dua tahun pada Irinotecan plus Cisplatin 19,5%, dan Irinotecan plus Cisplatin 5,2%.(17)

Noda, dkk (2002) melaporkan penggunaan kombinasi Irinotecan dan cisplatin pada Small Cell Lung Cancer luas mendapat hasil angka harapan hidup yang lebih baik dibandingkan dengan kombinasi Etoposide dan Cisplatin yaitu 12,8 bulan dan 9,4 bulan.(5)

Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) melakukan penelitian secara random pada 1207 pasien NSCLC dengan kombinasi empat regimen kemoterapi : paclitxel plus cisplatin,docetaxel plus cisplatin, gemcitabine plus cisplatin dan paxlitaxel plus carboplatin. Didapat angka harapan hidup 1-2 tahun bervariasi dari 31 %-36% dan 10,5 %-15,7%.

(24)

Hellenic Cooperative Oncology Group Study (1998) membandingkan regimen gemcitabine/paclitaxel dan carboplatin/paclitaxel, pada NSCLC stadium IIIA,IIIB,IV. Didapat harapan hidup satu tahun 51,3 % dan 41,3%.

4.4.2. TERAPI TARGET.

Beberapa tahun terakhir dengan berkembang pemahaman biologi kanker melahirkan beberapa terapi target yang menghambat proses biologi perkembangan NSCLC, yaitu antibodi monoklonal dan molekul kecil penghambat tyrosin kinase (TKI)(16)

Monoklonal antibodi anti EGFR seperti Cetuximab berikatan dengan ektraselluler domain yang menginaktifkan konfigurasi EGFR yang berkompetisi dengan ikatan reseptor dengan demikian menghambat aktifasi ligand tyrosin kinase EGFR. Molekul kecil penghambat tyrosin kinase EGFR seperti Erlotinib dan Gefitinib secara timbal balik dengan ATP mengikat domain intraselluler katalis EGFR tyrosin kinase sehingga menghambat autophosphorylation dan signaling. Antibody monoclonal anti EGFR hanya mengenal EGFR semata oleh karena itu sangat selektif terhadap reseptor tersebut, beberapa macam molekul kecil penghambat tyrosin kinase EGFR menghambat growth factor reseptor tyrosin kinase termasuk beberapa anggota family EGFR, ataupun reseptor vascular endothel growth factor (VEGF).(19)

Uji klinis terapi dengan anti bodi monoklonal kini mengalami kemajuan pada hampir semua jenis kanker. FDA sejauh ini telah menyetujui beberapa terapi target untuk kanker tertentu antara lain seperti rituximab (rituxan),trantuzumab (Hercepin),Cetuzimab (erbitux) dan Bevacizumab (Avastin).(18)

(25)

Gambar.5. Mekanisme kerja obat antibodi monoklonal anti-EGFR pada sel kanker.(kutip19)

EGFR TKIs saat ini merupakan suatu terobosan dalam penanganan selektif kasus-kasus kanker paru. Gefinitib (Iressa) merupakan obat EGFRTKIs yang pertama direkomendasikan oleh Food and Drug Administration (FDA) di Amerika serikat dan Jepang. Erlotinib (Tarceva) merupakan obat kedua yang masih dalam evaluasi. The National Institute Canada Group melakukan penelitian secara random erlotinib banding placebo pada pasien NSCLC stadium IIIB atau IV. Didapat rata-rata respon 8,7 % pada kelompok erlotinib dan median survivalnya 6,7 bulan banding 4,7 bulan. Berdasarkan pada penelitian ini FDA merekomendasikan erlotinib (Tarceva) sebagai terapi lini kedua pada NSCLC.(21)

Frances A.Sheperd,M.D. dkk (2005) melakukan penelitian double-blind, placebo-control random pada 731 pasien NSCLC stadium IIIB atau IV dimana 47 % pasien

(26)

pernah mendapat dua regimen kemoterapi, 93% pernah mendapat platinum-based. Pasien diberikan erlotinib 150 mg oral perhari selama 14 bulan dan placebo dengan perbandingan 2 ;1. pada kelompok erlotinib didapat hasil rerata respon 8,9% dan placebo <1 %. Angka harapan hidup pada erlotinib 7,9 bulan banding 3,7 bulan.(22)

Robert Pirker,M.D (2009) melakukan penelitian terhadap 1125 pasien NSCLC dengan menambahkan cetuximab (erbitux) pada kemoterapi standar dibandingkan dengan kemoterapi standar tanpa cetuximab, dengan memberikan cisplatin intravena 80 mg/m2,pada hari 1 dan vinorelbine 25mg/m2 hari 1 dan 8 setiap tiga minggu sampai enam siklus dan cetuximab 400 mg/m2 hari 1 selama 2 jam dan 250 mg/m2 pada hari ke 8 selama 1 jam perminggu, respon komplit pada kelompok cetuximab 2% dan 1% pada kemoterapi standar. Respon parsial 35% pada kelompok cetuximab dan 28% pada kelompok standar.(23)

Penelitian klinis lainnya yang dilakukan pada 99 pasien NSCLC yang dilakukan secara random dengan memberikan Karboplatin plus paclitaxel (200 mg/m2) dengan atau kelompok tanpa bevacizumab (7,5 mg atau 15 mg/kg) diberikan setiap tiga minggu. Didapat hasil rerata respon 31% pada kelompok dengan bevacizumab dan 18,8% pada kelompok tanpa becizumab.(16)

4.5. PENILAIAN HASIL TERAPI.

Respon kemoterapi dapat dinilai dari dua sisi, dari pasien disebut dengan respon subjektif dan dari penyakitnya atau tuornya disebut respon objektif. Penilaian respon subjektif dilakukan setiap akan memberikan siklus kemoterapinya selanjutnya. Respon yang dinilai adalah apakah terjadi pertambahan berat badan dan/atau penurunan keluhan akibat tumornya.

Respon objektif kemoterapi dilakukan minimal setelah pemberian 2 siklus (H-1 siklus ke 3) dengan foto toraks. CT-scan dilakukan untuk menilai respon objektif setelah 3 siklus(H-1 siklus ke 4). Respon objektif menggunakan kriteria; respon komplit

(27)

(CR=complete response) jika tumor hilang 100% dan menetap dalam tiga minggu, respon sebagian (PR=partial response) jika tumor mengecil <90 % tetapi >50 % dan menetap dalam tiga minggu, menetap (stable disease) jika tumor mengecil<50 % atau membesar <25 % dan menetap dalam tiga minggu, Progresif jika tumor membesar >25 % atau timbul tumor atau metastase baru.

4.6. PROGNOSIS.(8)

Secara keseluruhan prognosis kanker paru buruk. Angka harapan hidup sampai 5 tahun pasien SCLC dengan limited-stage sekitar 20%, sedangkan yang extensive stage sangat buruk < 1%.

Angka harapan hidup sampai 5 tahun pasien NSCLC bervariasi berdasarkan stadium, 60 %-70 % pasien dengan stadium I, dan < 1% pada pasien dengan stadium IV. Rata-rata pasien NSCLC yang telah bermetastase jika tidak diterapi angka harapan hidupnya 6 bulan. Saat ini harapan hidup pasien NSCLC stadium dini maupun lanjut meningkat, dari yang didapat harapan hidup pasien dengan stadium dini apabila diberikan regimen platinum-based setelah dilakukan reseksi. Terapi target juga meningkatkan harapan hidup pasien dengan stadium IV. Namun pada penyakit yang telah bermetastase hasilnya masih mengecewakan.(8)

(28)
(29)
(30)

BAB.V

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN.

1...Kanker paru merupakan salah satu penyebab kematian didunia selain kanker payudara, kanker prostate dan kanker kolorektal.

2. saat ini terdapat beberapa cara pemberian kemoterapi, kemoterapi diberikan sebagai terapi bertujuan untuk memperpanjang harapan hidup dan

menghilangkan gejala.

3. obat kemoterapi terdiri dari alkylating agen, anti metabolit, anthracycline, topoisomerase inhibitor, vinca alkaloid.

4. Terapi target telah memberikan harapan dan era baru terhadap pengobatan kanker dimasa depan.

SARAN.

1. Dari berbagai uji klinis regimen monoclonal anti bodi cukup efektif sehingga perlu digunakan sebagai terapi standar atau sebagai terapi tambahan dengan terapi standar.

(31)

DAFTAR PUSTAKA

1. From Wikipedia ; Lung cancer, http;/en.wikipedia.org.2009.

2. Zulkifli Amin.Kanker Paru, Buku Ajar Ilmu Penyakit, Edisi (2006),Hal 1005- 1011.

3. Desmond.N.Carney,M.D,Ph.D.; Lung Cancer-Time to move on from Chemotherapi. N Engl J Med, Vol.346,No.,2002

4. Kishan J.Pandya; Lung Cancer, Tranlational and Emerging Therapies;Informa Health Care,2007.

5. Jhon D. Minna : Neoplasms of The Lung.in Ed Principles of Internal Medicine.16th.McGraw-Hill Med Pub Div.2005.p 506-516.

6. Anthony J.Alberg,Phd,MPh: and Jonathan M,Samet, MD,MS: Epidemiology of Lung Cancer , Chest, 2003.

7. Aage Haugen, Steen Mollerup: Etiology of Lung Cancer; in ed Text Book of Lung Cancer,2th. Informa Health Care.(2008).p 2-9

8. Waun Ki Hong,M.D: in Lung Carcinoma,www.merc.com.2008

9. York E, Miller: Pathogenesis of Lung Cancer: Centennial Review. Am J Respir Mol Biol. 2005. Vol 33. p 216-223.

10. Jusuf A.dkk : Kanker Paru bukan sel kecil; Pedoman nasional untuk diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI .2005.

11. Roy S.Herbst, M.D. et al : Lung Cancer. N Engl J Med.(2008) p1367-1380. 12. Linda H.Yoder : An Overview of Lung Cancer Symptoms, Pathophysiology, and Treament. Medsurg Nursing. 2006, Vol,15.

13. Rennete Timbrel ,RT,M.Rad. Lung Cancer : A Review of Current Treatment Modalities with a on New Strategies. Eradimaging-Com.2009.

14. F.Macdonald, C.H.J.Ford and A.G.Casson:The cell cycle. Moleculer Biology of Cancer. 2th BIOS Scientific Publisher, 2004.

15. K.Osterlind : Chemotherapy in Small Cell Lung Cancer. Eur Respir J (2001).Vol.18. p 1026-1043.

(32)

Lung Cancer, Clin Can Resp.(2007).

17. Joan H.Schiller, MD. Et al: Comparison of Four Chemotherapy Regimen For Advanced Non-Small Cell Lung Cancer. N Engl J Med. (2002). Vol 346. p92-97. 18. Kazumasa Noda, M.D. et al: Irinotecan plus Cisplatin Compare With Etoposide Plus Cisplatin for Extensive Small-Cell Lung Cancer. N Engl J Med. (2002).Vol 346. p 85-91.

19. Fortunato Ciardiello,M.D: EFGR Antagonist in Cancer Treatment, N Engl J Med. (2008).

20. David S.Ettinger : Is There Preferred Combination Chemotherapy Regimen for Metastase Non-Small Cell Lung Cancer, www.The Oncologist.com 2002.

21. James R. Jett and York E. Miller : Update in Lung Cancer 2005. Am J Respir Crit Care Med.2006, Vol173. p 695-697.

22. Franches A.Shepperd,M.D. et al : Erlotinib in Previously Treated Non-Small-Cell Lung Cancer. N Engl J Med.2005, Vol 353.

23. Dori F.Saleznik.M.D : Cetuximab Prolong Survival in Non-Small-Cell Lung Cancer. The Lancet 2009.

24. David G.Pfister. et al : American Society of Clinical Oncology Treament of Unresectable Non-Small-Cell Lung Cancer Guideline; Update 2003. J of Clin Onc.2004, Vol 22.

Gambar

Gambar  1. peningkatan merokok pada populasi diikuti dengan peningkatan kematian                      akibat kanker paru

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan anak usia dini yang dikenal di Indonesia dengan istilah pendidikan malam anak usia dini adalah pendidikan yang Fajar bagi anak- anak prasekolah dengan tujuan agar

Pada masa remaja awal atau pubertas (12-15 tahun) umumnya anak sedang duduk dibangku sekolah menengah. Remaja mengembangkan konsep diri sesuai dengan cara pandang diri

perilaku akademik mahasiswa 4. Perilaku akademik mahasiswa meliputi serangkaian perilaku yang berkaitan secara khusus dengan kegiatan perkuliahan. Perilaku dalam belajar

Berdasarkan Gambar 1, mengenai hasil pengamatan pada Gel polyacrilamide hasil perwarnaan Silver Staining , terlihat bahwa pada populasi kerbau daerah Pacitan dengan primer

Pembelajaran disampaikan dengan tatap muka yang membahas tentang pengantar hukum penanaman modal, dimulai dari sejarah hukum penanaman modal yang ada di Indonesia, konsep

Kegiatan biodegradasi dilakukan dengan cara mengintroduksi bakteri indigen yang telah diseleksi dari proses isolasi dan memiliki potensi pendegradasi paling tinggi, kemudian dikultur

Praktikum ibadah sebagai mata kuliah wajib di semua program studi juga mempunyai konten yang sangat penting terkait dengan prosedur dan praksis peribadatan

Stres Kerja Dan Semangat Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Bagian Produksi (studi kasus pada CV Aneka Ilmu Semarang).. Jurnal Ekonomi