• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Komunikasi Dinas Pariwisata Dalam Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan Lokal Di Kota Bima

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Strategi Komunikasi Dinas Pariwisata Dalam Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan Lokal Di Kota Bima"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Strategi Komunikasi Dinas Pariwisata Dalam Pelestarian dan

Pengembangan Kebudayaan Lokal Di Kota Bima

Lubis Hermanto, Ariani Rosadi dan Muhsinin Program Studi Ilmu Komunikasi STISIP Mbojo Bima

Email: lubis.hermantostisipmbojo@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan: 1) Untuk mengetahui strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui media massa pada Dinas Pariwisata Kota Bima; 2) Untuk mengetahui strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui pementasan-pementasan budaya pada Dinas Pariwisata Kota Bima; 3) Untuk mengetahui strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui melibatkan peran pemerintah pada Dinas Pariwisata Kota Bima. Adapun jenis penelitian yaitu deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Pengambilan informan secara purposive sampling atau sistem pemilihan dengan snowball sampling. Kemudian teknik analisis yang digunakan yaitu analisis secara deskriptif kualitatif. Berdasarkan analisis terhadap sejumlah variabel penelitian dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif, maka hasil penelitian yang diperoleh yaitu: pertama, berdasarkan strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui media massa, baik melaksanakan fungsi pengawasan dengan penyediaan informasi tentang pelestarian kebudayaan lokal, melaksanakan fungsi penghubung, melaksanakan fungsi tranfer budaya melalui sosialisasi dan pendidikan tentang pelestarian kebudayaan lokal, maupun melaksanakan fungsi hiburan tentang pelestarian kebudayaan lokal, maka hasilnya sudah cukup baik dan memadai. Kedua, berdasarkan strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui pementasan-pementasan budaya, baik festival/pertunjukan tentang seni kebudayaan lokal, pameran-pameran kebudayaan lokal, maupun sarasehan/seminar tentang kebudayaan lokal, maka hasilnya sudah cukup baik dan memadai. Ketiga, berdasarkan strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui peran pemerintah, baik melakukan pembinaan tentang kebudayaan lokal, melakukan pelestarian tentang kebudayaan lokal, maupun melakukan dalam pengembangan tentang kebudayaan lokal, maka hasilnya sudah cukup baik dan memadai. Dari beberapa kesimpulan di atas, maka disajikan beberapa saran, sebagai berikut: Pertama, walaupun hasil yang diperoleh berdasarkan strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui media massa dengan hasilnya sudah cukup baik dan memadai, akan tetapi tetap disarankan agar mempertahankan hasil yang telah dicapai dan diusahakan agar hasilnya terus dimaksimalkan. Kedua, hasil yang diperoleh berdasarkan strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui pementasan-pementasan budaya dengan hasilnya sudah cukup baik dan memadai, akan tetapi tetap disarankan agar mempertahankan hasil yang telah dicapai dan diusahakan agar hasilnya terus dimaksimalkan. Ketiga, hasil yang diperoleh berdasarkan strategi komunikasi pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui melibatkan peran pemerintah, dengan hasilnya sudah cukup baik dan memadai, akan tetapi tetap disarankan agar mempertahankan hasil yang telah dicapai dan diusahakan agar hasilnya terus dimaksimalkan.

Kata kunci : Strategi komunikasi, Pelestarian dan Pengembangan, Kebudayaan Lokal

Pendahuluan

Pentingnya pelestarian kebudayaan lokal salah satu di antaranya sebagai aset dalam pengembangan kepariwisataan terutama wisata

budaya. Wisata budaya merupakan suatu ekspresi yang lazim dipakai pada suatu ekstrapolasi fenomena lebih global katimbang dengan yang sering kita jumpai pada situs-situs

(2)

budaya. Wisata budaya sesungguhnya adalah suatu perjalanan wisata yang dilakukan oleh sejumlah orang yang menginap barang semalam jauh dari rumah mereka, untuk tujuan mengenali budaya-budaya lain. Pada arti inilah klasifikasi wisata budaya dapat dimadahkan, sementara kaum profesional justru menghendaki wisatawan yang sedang melakukan perjalanan untuk pelbagai motif, tetapi bersedia berada di ‘nowhere’ atau ‘ailleur’ untuk menikmati sajian-sajian budaya. Beragam wujud warisan budaya lokal memberi kita kesempatan untuk mempelajari kearifan lokal dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi di masa lalu. Masalahnya kearifan lokal tersebut seringkali diabaikan, dianggap tidak ada relevansinya dengan masa sekarang apalagi masa depan. Dampaknya adalah banyak warisan budaya yang lapuk dimakan usia, terlantar, terabaikan bahkan dilecehkan keberadaannya.

Melestarikan tidak berarti membuat sesuatu menjadi awet dan tidak mungkin punah. Melestarikan berarti memelihara untuk waktu yang sangat lama. Jadi upaya pelestarian warisan budaya lokal berarti upaya memelihara warisan budaya lokal untuk waktu yang sangat lama. Karena upaya pelestarian merupakan upaya memelihara untuk waktu yang sangat lama maka perlu dikembangkan pelestarian sebagai upaya yang berkelanjutan (sustainable).

Untuk itu perlu ditumbuhkembangkan motivasi yang kuat untuk ikut tergerak berpartisipasi melaksanakan pelestarian, antara lain: motivasi untuk menjaga, mempertahankan dan mewariskan warisan budaya yang diwarisinya dari generasi sebelumnya; motivasi untuk meningkatkan pengetahuan dan kecintaan generasi penerus bangsa terhadap nilai-nilai sejarah kepribadian bangsa dari masa ke masa melalui pewarisan khasanah budaya dan nilai-nilai budaya secara nyata yang dapat dilihat,dikenang dan dihayati; motivasi untuk menjamin terwujudnya keragaman atau variasi

lingkungan budaya; motivasi ekonomi yang percaya bahwa nilai budaya local akan meningkat bila terpelihara dengan baik sehingga memiliki nilai komersial untuk meningkatkan kesejahteraan pengampunya; dan motivasi simbolis yang meyakini bahwa budaya lokal adalah manifestasi dari jati diri suatu kelompok atau masyarakat sehingga dapat menumbuhkembangkan rasa kebanggaan, harga diri dan percaya diri yang kuat.

Pariwisata budaya sebagai salah satu produk pariwisata merupakan jenis pariwisata yang disebabkan adanya daya tarik dari seni budaya suatu daerah. Pariwisata budaya pada intinya merupakan jenis pariwisata yang menawarkan kebudayaan yang berupa atraksi budaya baik yang bersifat tangibel atau konkret maupun intangibel atau abstrak, juga yang bersifat living culture (budaya yang masih berlanjut) dan cultural heritage (warisan budaya masa lalu), sebagai daya tarik utama untuk menarik kunjungan wisatawan (I Wayan Bendhi dan Hamsu Hanafi, 1998).

Dalam living culture, unsur-unsur yang bisa dijadikan sebagai daya tarik antara lain tradisi suatu suku bangsa tertentu, upacara dan ritual keagamaan, seni pertunjukan, dan sebagainya. Sedangkan dalam cultural heritage, daya tarik yang ditawarkan dapat

berupa benda-benda peninggalan sejarah dan purbakala, lansekap budaya, dan sebagainya.

Dalam era global sekarang ini muncul kecenderungan bahwa masyarakat ingin memahami kebudayaan diluar lingkungannya. Menurut James J. Spillane (2003) bahwa produk pariwisata budaya memiliki segmen pasar khusus yaitu para ”knowledge workers” atau dalam istilah kepariwisataan disebut

”mature tourist” atau wisatawan yang

berpengalaman dimana mereka melakukan perjalanan atau kunjungan ke kawasan lain dengan tujuan tidak hanya bersifat recreational tetapi lebih bermotivasi untuk menimba pengalaman melalui keterlibatan langsung

(3)

dengan aktivitas kehidupan dan tradisi serta budaya masyarakat lokal. Segmen wisatawan tersebut terdiri para lanjut usia atau pensiunan (retired) yang pada umumnya merupakan kelompok menengah ke atas dan berpendidikan yang mempunyai waktu luang untuk bepergian.

Budaya lokal yang beraneka ragam merupakan warisan budaya yang wajib dilestarikan. Ketika bangsa lain yang hanya sedikit mempunyai warisan budaya lokal berusaha keras untuk melestarikannya demi sebuah identitas, maka sungguh naïf jika kita yang memiliki banyak warisan budaya lokal lantas mengabaikan pelestariannya demi menggapai burung terbang sementara punai di tangan dilepaskan.

Bagaimana strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan pembangunan pariwisata, termasuk wisata budaya lokal khususnya di Dinas Pariwisata Kota Bima, maka hal itulah yang mengilhami peneliti untuk melakukan pengkajian lebih jauh dalam sebuah penelitian, dengan mengangkat judul: “Strategi Komunikasi Dinas Pariwisata Dalam Pelestarian Dan Pengembangan Kebudayaan Lokal Di Kota Bima.”

Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Strategi

Dirgantoro (2001 : 5), menjelaskan, “sebenarnya, kata strategi berasal dari bahasa Yunani yang berarti : kepemimpinan dalam ketentaraan.” Zauhar (1996 : 77), mengemukakan : “Pada awalnya, konsep strategi digunakan dalam kalangan militer, yang diartikan sebagai seni memenangkan peperangan melawan musuh dengan pemanfaatan kekuatan yang dimiliki secara maksimal.”

Tjiptono (1997 : 3), mengartikan strategi sebagai berikut : “Sebagai suatu rencana pembagian dan penggunaan militer dan material pada daerah-daerah tertentu untuk

mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.”

Salusu (1996:101) mendefinisikan strategi sebagai berikut : “Strategi ialah suatu seni menggunakan kecakapan dan sumber daya suatu organisasi untuk mencapai sasarannya melalui hubungannya yang efektif dengan lingkungan dalam kondisi yang paling menguntungkan.”

2. Pengertian Komunikasi

Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris “communication”),secara etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa Latin communicatus, dan perkataan ini bersumber pada kata communis Dalam kata

communis ini memiliki makna ‘berbagi’ atau

‘menjadi milik bersama’ yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna.

Paradigma Lasswell menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu,yaitu: Komunikator (siapa yang mengatakan?), Pesan (mengatakan apa?), Media (melalui saluran/ channel/media apa?), Komunikan (kepada siapa?) dan Efek (dengan dampak/efek apa?).

Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, secara sederhana proses komunikasi adalah pihak komunikator membentuk

(encode) pesan dan menyampaikannya melalui

suatu saluran tertentu kepada pihak penerima yang menimbulkan efek tertentu.

Beberapa pengertian komunikasi menurut para ahli (Lahiya, 2016):

a. James A. F. Stoner, yaitu sistem di mana seorang berupaya memberi pengertian lewat cara perpindahan pesan.

b. Prof. Drs. H. A. W. Widjaya, menyampaikan kalau pengertian komunikasi yaitu jalinan kontak antar serta pada manusia baik individu ataupun grup.

(4)

c. William F. Glueck menerangkan kalau komunikasi bisa dibagi menjadi dua bentuk. yakni seperti berikut.

1) Interpersonal Communications: Interpersonal communications

(komunikasi antarpribadi yaitu sistem pertukaran info dan perpindahan pengertian pada dua orang atau lebih didalam satu grup kecil manusia. 2) Organization Communications:

Organization communications yaitu

sistem di mana pembicara dengan cara systematis memberi info serta memindahkan pengertian pada orang yang banyak dalam organisasi serta pada pribadi-pribadi serta bebrapa instansi diluar yang ada hubungan. 3. Pengertian Pelestarian

Kata pelestarian berasal dari kata “lestari” yang berarti tetap seperti keadaan semula, tidak berubah, bertahan kekal. Kemudian mendapat tambahan pe dan akhiran an, menjadi pelestarian yang berarti; proses, cara, perbuatan melestarikan; perlindungan dari kemusnahan dan kerusakan, pengawetan, konservasi; pengelolaan sumber daya alam yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan manjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.

Pelestarian secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu usaha atau kegiatan untuk merawat, melindungi dan mengembangkan objek pelestarian yang memiliki nilai guna untuk dilestarikan. Namun sejauh ini belum terdapat pengertian yang baku yang disepakati bersama. Berbagai pengertian dan istilah pelestarian coba diungkapkan oleh para ahli perkotaan dalam melihat permasalahan yang timbul berdasarkan konsep dan persepsi tersendiri. Berikut pernyataan para ahli :

a. Nia Kurmasih Pontoh (1992:36), mengemukakan bahwa konsep awal pelestarian adalah konservasi, yaitu upaya melestarikan dan melindungi sekaligus memanfaatkan sumber daya suatu tempat dengan adaptasi terhadap fungsi baru, tanpa menghilangkan makna kehidupan budaya.

b. Eko Budihardjo (1994:22), upaya preservasi mengandung arti mempertahankan peninggalan arsitektur dan lingkungan tradisional/kuno persis seperti keadaan asli semula. Karena sifat prservasi yang stastis, upaya pelestarian memerlukan pula pendekatan konservasi yang dinamis, tidak hanya mencakup bangunannya saja tetapi juga lingkungannya (conservation areas) dan bahkan kota bersejarah (histories towns). Dengan pendekatan konservasi, berbagai kegiatan dapat dilakukan, menilai dari inventarisasi bangunan bersejarah kolonial maupun tradisional, upaya pemugaran (restorasi), rehabilitasi, rekonstruksi, sampai dengan revitalisasi yaitu memberikan nafas kehidupan baru.

4. Pengertian Kebudayaan Lokal

Budaya lokal yang beraneka ragam merupakan warisan budaya yang wajib dilestarikan. Ketika bangsa lain yang hanya sedikit mempunyai warisan budaya lokal berusaha keras untuk melestarikannya demi sebuah identitas, maka sungguh naïf jika kita yang memiliki banyak warisan budaya lokal lantas mengabaikan pelestariannya demi menggapai burung terbang sementara punai di tangan dilepaskan.

Dari penjelasan di atas dapat diketahi bahwa pelestarian budaya lokal juga mempunyai muatan ideologis yaitu sebagai gerakan untuk mengukuhkan kebudayaan, sejarah dan identitas (Lewis, 1983:4), dan juga sebagai penumbuh kepedulian masyarakat untuk mendorong munculnya rasa memiliki

(5)

masa lalu yang sama di antara anggota komunitas (Smith, 1996:68). mulai dari hal yang kecil yang dapat memberikan manfat yang sangat besar dalam pelestarian budaya.

Dengan demikian bukan berarti ada larangan untuk mempelajari budaya asing.Tetapi kita harus bersifat selektif dan menyesuaikannya dengan budaya lokal. Karena pepatah mengatakan”Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenali jati dirinya, yaitu budaya yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri”. 5. Pengertian Pengembangan

George R . Terry (1999 : 3) mengemukakan arti pengembangan sebagai berikut : “Pengembangan adalah usaha–usaha untuk meningkatkan hasil dengan memperoleh yang paling baik dari individu maupun anggota kelompok kerja.”

Herbert (1994 : 2) menjelaskan sebagai berikut : “Pengembangan merupakan suatu metode untuk memudahkan perubahan dalam proses dan struktur yang menempatkan adanya peranan.”

Mc. Gill (1996 : 4) mendefinisikan pengembangan sebagai berikut : “Pengembangan berarti serangkaian konsep, alat dan tehnik untuk melakukan perencanaan jangka panjang yang dikaitkan dengan perubahan–perubahan struktural.”

Mengacu pada keempat definisi tersebut, maka dapatlah disimpulkan bahwa pengembangan merupakan suatu usaha secara sadar, berencana, dan sistematis untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan dengan memanfaatkan potensi manusia secara efektif dan efisien ke arah perubahan lebih maju dan konstruktif.

6. Strategi Kebijakan Pengembangan Pariwisata

Agar pariwisata benar-benar menjadi andalan dan primadona, beberapa strategi pengembangan yang perlu dioptimalkan, di antaranya :

a. Promosi digencarkan;

b. Mutu pelayanan dimantapkan; c. Aksesibilitas diperluas;

d. Kawasan pariwisata dikembangkan dan divariatifkan;

e. Sumber daya manusia ditingkatkan; f. Sadar wisata dengan Sapta Pesonanya

dibudayakan;

g. Jasa dilengkapi, misalnya : tour dan travel, macam souvenir atau cinderamata kualitasnya ditingkatkan sekaligus divariatifkan jenisnya;

h. Dan yang tak ketinggalan pula adalah tempat penukaran mata uang.

7. Strategi Melestarikan Kebudayaan Lokal Ada berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan budaya, diantaranya yaitu: menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya budaya sebagai jati diri bangsa; ikut melestarikan budaya dengan cara berpartisipasi dalam pelaksanaannya; mempelajarinya; dan mensosialisasikan kepada orang lain sehingga mereka tertarik untuk ikut menjaga atau melestarikannya

Kebudayaan dapat dilestarikan dalam dua bentuk yaitu :

a. Culture experience. Merupakan pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara terjun langsung ke dalam sebuah pengalaman kultural. contohnya, jika kebudayaan tersebut berbentuk tarian, maka masyarakat dianjurkan untuk belajar dan berlatih dalam menguasai tarian tersebut. Dengan demikian dalam setiap tahunnya selalu dapat dijaga kelestarian budaya kita ini. b. Culture knowledge. Merupakan pelestarian

budaya yang dilakukan dengan cara membuat suatu pusat informasi mengenai kebudayaan yang dapat difungsionalisasi kedalam banyak bentuk. Tujuannya adalah untuk edukasi ataupun untuk kepentingan pengembangan kebudayaan itu sendiri dan potensi kepariwisataan daerah. Dengan

(6)

demikian para Generasi Muda dapat mengetahui tentang kebudayaanya sendiri.

Upaya melestarikan kebudayaan lokal antara lain :

1) Mengenali dan bangga akan budaya-budaya yang kita miliki;

2) Mengadakan Festival Seni. Contohnya : Festival seni tari dan seni drama;

3) Pameran batik dan alat-alat music yang khas dari Indonesia;

4) Didirikannya sekolah seni dan budaya Contohnya: Sangar tari dan Sangar teater; 5) Diadakannya Extrakulikuler disetiap

sekolahan;

6) Mengenalkan Budaya yang kita miliki kenegara-negara lain, agar budaya yang kita miliki tidak diakui oleh Negara lain.

Kebudayaan lama atau yang sering disebut kebudayaan asli bangsa Indonesia dimana kebudayaan ini belum terjamah oleh kebudayaan asing merupakan suatu harus tetap kita pertahankan karena ini merupakan suatu kebanggaan atau kekayaan bangsa kita, oleh karena itu supaya kebudayaan-kebudayaan asli bangsa Indonesia ini tetap ada marilah kita jaga bersama, adapun cara memelihara kebudayaan asli bangsa Indonesia adalah sebagai berikut : a. Melalui Media Massa ; Media massa

mempunyai tugas dan kewajiban, selain menjadi sarana dan prasarana komunikasi– untuk mengakomodasi segala jenis isi dunia dan peristiwa-peristiwa di dunia ini melalui pemberitaan atau publikasinya dalam aneka wujud (berita, artikel, laporan penelitian, dan lain sebagainya) dari yang kurang menarik sampai yang sangat menarik, dari yang tidak menyenangkan sampai yang sangat menyenangkan–tanpa ada batasan kurun waktu.

b. Pementasan-pementasan; Walau tidak mudah upaya-upaya pelestarian budaya kita harus tetap gencar dilakukan dengan berbagai cara di antaranya adalah

pementasan-pementasan seni budaya tradisional di berbagai pusat kebudayaan atau tempat umum yang dilakukan secara berkesinambungan. Upaya pelestarian itu akan berjalan sukses apabila didukung oleh berbagai pihak termasuk pemerintah dan adanya sosialisasi luas dari media massa termasuk televisi. Maka cepat atau lambat,budaya tradisional kembali akan bergairah.

8. Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Melestarikan Budaya Daerah

Sebelum diamandemen, Undang-Undang Dasar 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan Daerah atau budaya daerah adalah suatu kebiasaan dalam suatu wilayah atau daerah tertentu yang diwariskan secara turun temurun dari generasi terdahulu kepada generasi berikutnya pada ruang lingkup daerah tersebut. Budaya daerah ini muncul ditandai pada saat penduduk suatu daerah telah memiliki pola pikir dan kehidupan sosial yang sama. Sehingga itu menjadi suatu kebiasaan yang membedakan mereka dengan penduduk-penduduk yang lain. Budaya daerah ini mulai berkembang pada zaman kerajaan– kerajaan di Indonesia terdahulu. Hal itu dapat dilihat dari cara hidup dan interaksi sosial yang dilakukan masing-masing masyarakat kerajaan di Indonesia yang berbeda satu sama lain. Dari berbagai macam budaya daerah tersebut maka munculah suatu istilah yang disebut Budaya Nasional.

Lahirnya Undang-Undang otonomi daerah ini diharapkan mendapatkan pencerahan dalam upaya melestarikan budaya daerah. Sesuai dengan amanat otonomi daerah tersebut pemerintah daerah berkewajiban untuk melestarikan sosial budaya. Berdasarkan ketentuan tersebut, setiap daerah mempunyai kewajiban untuk melestarikan nilai sosial budaya. Ketentuan ini diperkuat melalui Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007,

(7)

tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 ini, mempertegas bahwa kebudayaan merupakan urusan pemerintahan, baik urusan pemerintah pusat maupun urusan wajib pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. Adapun pedoman penyelenggaraan urusan wajib yaitu berpedoman pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan Pemerintah dan dilaksanakan secara bertahap. Pasal 8 ayat (2) PP No.38/2007 dikatakan bahwa Pemerintahan daerah yang melalaikan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib, penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Pemerintah dengan pembiayaan bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah yang bersangkutan. Tetapi sebelum pengambilalihan penyelenggaraan tersebut, Pemerintah melakukan langkah-langkah pembinaan terlebih dahulu berupa teguran, instruksi, pemeriksaan, sampai dengan penugasan pejabat Pemerintah ke daerah yang bersangkutan untuk memimpin penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib tersebut.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yaitu suatu penelitian yang bemaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian. Penelitian ini mengambil lokasi pada Dinas Pariwisata Kota Bima secara sengaja atau

purposive yang didasarkan atas

pertimbangan-pertimbangan khusus peneliti, termasuk pertimbangan yang bersifat subyektivitas. Penentuan informan ini peneliti mengambil secara sengaja yakni: (1) Kepala Dinas Pariwisata Kota Bima. (2) Sekretaris Dinas Pariwisata Kota Bima. (3) Kepala Bidang pada Dinas Pariwisata Kota Bima. (4) Kepala Sub Bagian pada Dinas Pariwisata Kota Bima. (5)

Kepala Seksi pada Dinas Pariwisata Kota Bima. (6) Staf/pegawai pada Dinas Pariwisata Kota Bima.

Adapun teknik pengumpulan datanya adalah observasi partisipan, wawancara mendalam (Depth Interview) dan dokumentasi yaitu proses pencatatan berupa penelusuran terhadap dokumen-dokumen tertulis seperti arsip, rekaman dan foto-foto yang dipandang perlu untuk mendukung data-data lain guna penyempurnaan hasil penelitian.

Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif melalui tiga tahapan reduksi data, display data dan pengambilan kesimpulan dan verifikasi. Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik perpanjangan keikutsertaan, teknik triangulasi dan teknik diskusi dengan teman sejawat. Perpanjangan keikutsertaan digunakan dengan cara menambah waktu studi.

Pembahasan

1. Strategi Komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui media massa

Ada 4 (empat) strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui media massa, yaitu: (1) melaksanakan fungsi pengawasan dengan penyediaan informasi tentang pelestarian kebudayaan lokal; (2) melaksanakan fungsi penghubungan, dimana terjadi penyajian pilihan solusi untuk suatu masalah tentang pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal; (3) melaksanakan fungsi pentransferan budaya, melalui sosialisasi dan pendidikan tentang pelestarian kebudayaan lokal; dan (4) melaksanakan fungsi hiburan tentang pelestarian kebudayaan lokal.

a. Melaksanakan fungsi pengawasan dengan penyediaan informasi tentang pelestarian kebudayaan lokal

(8)

Untuk mengetahui mengenai pelaksanaan fungsi pengawasan dengan penyediaan informasi tentang pelestarian kebudayaan lokal sebagai salah satu strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui media massa pada Dinas Pariwisata Kota Bima, akan tersaji dengan jelas pada wawancara dengan Bapak Drs. Agus Salim, M.Si selaku Sekretaris Dinas Pariwisata Kota Bima berikut ini:

“Ya siapapun harus akui, media massa turut memberikan kontribusi atau sumbangan dalam upaya pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui media massa. Selain media massa berfungsi sebagai pemberi informasi, hiburan, dan edukasi, menurut saya media massa juga melaksanakan fungsi kontrol atau pengawasan. Bagaimana caranya? Ya, dengan penyediaan informasi tentang pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal. Harus diakui, keanekaragaman budaya yang ada di suatu tempat dapat dijadikan objek wisata untuk dikunjungi oleh para wisatawan. Wisata budaya ini menyangkut kekhasan dan keunikan budaya, dapat berupa kesenian, upacara adat maupun hasil karya seni masyarakat setempat” (Hasil Wawancara, Pebruari 2019).

Mengacu pada wawancara tersebut di atas, maka dapat digambarkan bahwa pelaksanaan fungsi pengawasan dengan penyediaan informasi tentang pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal sebagai salah satu strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui media massa pada Dinas Pariwisata Kota Bima dominan informan menilai telah sesuai dengan Program kerja tahunan dan Rencana Strategis Dinas Pariwisata Kota Bima.

b. Melaksanakan fungsi penghubungan, dimana terjadi penyajian pilihan solusi untuk suatu masalah tentang pelestarian kebudayaan lokal

Untuk mengetahui mengenai pelaksanaan fungsi penghubungan, dimana terjadi penyajian pilihan solusi untuk suatu masalah tentang pelestarian kebudayaan lokal sebagai salah satu strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui media massa pada Dinas Pariwisata Kota Bima, akan tersaji dengan jelas pada wawancara dengan Bapak Zulkifli, SE selaku Kasubag Program dan Pelaporan pada Dinas Pariwisata Kota Bima berikut ini:

“Kita harus akui, media massa, baik surat kabar, radio maupun televisi, semuanya telah berperan dalam melestarikan kebudayaan lokal. Yang saya lihat, kebudayaan lokal yang paling banyak dilestarikan yaitu warisan budaya nenek moyang atau leluhur kita. Warisan budaya akan menjadi daya tarik wisata berkelanjutan asalkan dalam menjadi atraksi untuk dikunjungi dan diapresiasi oleh pengunjung dijaga dan dilindungi serta diawasi, termasuk oleh media massa. Tidak berhenti di situ, tapi perlu dikembangkan agar komunitas setempat dapat manfaat dari perkembangan wisata” (Hasil Wawancara, Pebruari 2019).

Mengacu pada wawancara tersebut di atas, maka dapat digambarkan bahwa pelaksanaan fungsi penghubungan, dimana terjadi penyajian pilihan solusi untuk suatu masalah tentang pelestarian kebudayaan lokal sebagai salah satu strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui media massa pada Dinas Pariwisata Kota Bima dominan informan menilai telah sesuai dengan Program kerja tahunan dan Rencana Strategis Dinas Pariwisata Kota Bima.

c. Melaksanakan fungsi pentransferan budaya, melalui sosialisasi dan pendidikan tentang pelestarian kebudayaan lokal

Untuk mengetahui mengenai pelaksanaan fungsi pentransferan budaya, melalui sosialisasi

(9)

dan pendidikan tentang pelestarian kebudayaan lokal sebagai salah satu strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui media massa pada Dinas Pariwisata Kota Bima, akan tersaji dengan jelas pada wawancara dengan Bapak Abdul Haris, S.Sos selaku Kabid pada Dinas Pariwisata Kota Bima berikut ini:

“Kami di sini melakukan kegiatan pelestarian kebudayaan lokal, juga melalui sosialisasi atau penyuluhan. Salah satu cara dimana warisan budaya dan kearifan lokal dapat terjaga dan diapresiasi, bilamana dapat dikembangkan sehingga menciptakan nilai tambah. Ini yang penting sekali menurut saya” (Hasil Wawancara, Pebruari 2019).

Mengacu pada wawancara tersebut di atas, maka dapat digambarkan bahwa pelaksanaan fungsi pentransferan budaya, melalui sosialisasi dan pendidikan tentang pelestarian kebudayaan lokal sebagai salah satu strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui media massa pada Dinas Pariwisata Kota Bima dominan informan menilai telah sesuai dengan Program kerja tahunan dan Rencana Strategis Dinas Pariwisata Kota Bima.

d. Melaksanakan fungsi hiburan tentang pelestarian kebudayaan lokal

Untuk mengetahui mengenai pelaksanaan fungsi hiburan tentang pelestarian kebudayaan lokal sebagai salah satu strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui media massa pada Dinas Pariwisata Kota Bima, akan tersaji dengan jelas pada wawancara dengan Bapak Drs. H. Ahmad, M.Pd selaku Kasi Sejarah, Tradisi dan Kepurbakalaan pada Dinas Pariwisata Kota Bima berikut ini:

“Cara lain yang kami tempuh dalam pelestarian kebudayaan lokal yaitu melalui acara hiburan, misalnya melalui acara kesenian dengan lagu-lagu atau

nyanyian tradisional. Kami juga menggelar lomba lagu daerah. Pengembangan pariwisata budaya di daerah didorong agar tidak hilang budaya masa lalu” (Hasil Wawancara, Pebruari 2019).

Mengacu pada wawancara tersebut di atas, maka dapat digambarkan bahwa pelaksanaan fungsi hiburan tentang pelestarian kebudayaan lokal sebagai salah satu strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui media massa pada Dinas Pariwisata Kota Bima dominan informan menilai telah sesuai dengan Program kerja tahunan dan Rencana Strategis Dinas Pariwisata Kota Bima.

2. Strategi pelestarian kebudayaan lokal melalui pementasan-pementasan budaya

Ada 3 (tiga) strategi pelestarian kebudayaan lokal dalam pengembangan kepariwisataan melalui pementasan-pementasan budaya, yaitu: (1) festival/petunjukan tentang seni kebudayaan lokal; (2) pameran-pameran kebudayaan lokal; (3) sarasehan/seminar tentang kebudayaan lokal.

a. Festival/petunjukan tentang seni kebudayaan lokal

Untuk mengetahui mengenai festival/petunjukan tentang seni kebudayaan lokal sebagai salah satu strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui pementasan-pementasan budaya pada Dinas Pariwisata Kota Bima, akan tersaji dengan jelas pada wawancara dengan Bapak Drs. H. Muslikh selaku Kabid Pengembangan Kepariwisataan pada Dinas Pariwisata Kota Bima berikut ini:

“Keragaman budaya di Kota Bima adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Olehnya itu, hemat saya harus dilestarikan dengan baik. Yang kami sering lakukan di dinas ini yakni

(10)

melalui festival/petunjukan tentang seni kebudayaan lokal. Agar budaya lokal ini terus tumbuh hidup dalam masyarakat lokal” (Hasil Wawancara, Pebruari 2019).

Mengacu pada wawancara tersebut di atas, maka dapat digambarkan bahwa festival/petunjukan tentang seni kebudayaan lokal sebagai salah satu strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui pementasan-pementasan budaya pada Dinas Pariwisata Kota Bima dominan informan menilai telah sesuai dengan Program kerja tahunan dan Rencana Strategis Dinas Pariwisata Kota Bima.

b. Pameran-pameran kebudayaan lokal Untuk mengetahui mengenai pameran-pameran kebudayaan lokal sebagai salah satu strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui pementasan-pementasan budaya pada Dinas Pariwisata Kota Bima, akan tersaji dengan jelas pada wawancara dengan Bapak Muhammad Natsir, SE selaku pegawai pada Dinas Pariwisata Kota Bima berikut ini:

“Sebagaimana diketahui beberapa saat lalu di Bima telah dilangsungkan pertemuan raja-raja se nusantara. Salah satu, acara yang digelar yakni pameran-pameran kebudayaan lokal. Lepas dari itu, harus diakui, terdapat dua hal yang menjadi daya tarik utama wisatawan, yaitu pesona alam dan kekayaan budaya. Kedua hal tersebut selalu konsisten menjadi temuan dalam berbagai penelitian pariwisata di berbagai daerah di Indonesia. Dalam kasus Kota Bima, data terbaru bahwa wisatawan berkunjung ke Kota Bima karena tertarik akan pesona alam dan kekayaan budayanya” (Hasil Wawancara, Pebruari 2019).

Mengacu pada wawancara tersebut di atas, maka dapat digambarkan bahwa pameran-pameran kebudayaan lokal sebagai salah satu strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui pementasan-pementasan budaya pada Dinas Pariwisata Kota Bima dominan informan menilai telah sesuai dengan Program kerja tahunan dan Rencana Strategis Dinas Pariwisata Kota Bima.

c. Sarasehan/seminar tentang kebudayaan lokal

Untuk mengetahui mengenai sarasehan/seminar tentang kebudayaan lokal sebagai salah satu strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui pementasan-pementasan budaya pada Dinas Pariwisata Kota Bima, akan tersaji dengan jelas pada wawancara dengan Bapak Drs. Amiruddin selaku Kabid Pengawasan dan Pengendalian Kepariwisataan pada Dinas Pariwisata Kota Bima berikut ini:

“Data yang ada pada dinas kami menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan mancanegara mengunjungi Indonesia khususnya Kota Bima dengan alasan daya tarik kebudayaannya yang beraneka ragam. Baik dalam hal tata cara hidup, tari-tarian, batik, ukiran maupun lukisan. Hal ini menguatkan bahwa daerah merupakan salah satu daerah yang sangat berpotensi dikembangkan sebagai destinasi wisata budaya daerah. Karenanya menurut saya, perlu terus dilestarikan kebudayaan lokal Bima. Salah satu caranya yakni melalui sarasehan, diskusi ilmiah, atau seminar tentang kebudayaan lokal” (Hasil Wawancara, Pebruari 2019).

Mengacu pada wawancara tersebut di atas, maka dapat digambarkan bahwa sarasehan/seminar tentang kebudayaan lokal sebagai salah satu strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui pementasan-pementasan budaya

(11)

pada Dinas Pariwisata Kota Bima dominan informan menilai telah sesuai dengan Program kerja tahunan dan Rencana Strategis Dinas Pariwisata Kota Bima.

3. Strategi pelestarian kebudayaan lokal melalui melibatkan peran pemerintah

Ada 3 (tiga) strategi pelestarian kebudayaan lokal dalam pengembangan kepariwisataan melalui melibatkan peran pemerintah, yaitu: (1) melakukan dalam pembinaan tentang kebudayaan lokal; (2) melakukan dalam pelestarian tentang kebudayaan lokal; dan (3) melakukan dalam pengembangan tentang kebudayaan lokal. a. Melakukan dalam pembinaan tentang

kebudayaan lokal

Untuk mengetahui mengenai melakukan dalam pembinaan tentang kebudayaan lokal sebagai salah satu strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui pelibatan peran pemerintah pada Dinas Pariwisata Kota Bima, akan tersaji dengan jelas pada wawancara dengan Bapak Selamet, SS selaku Kasi Pengawasan dan Pengendalian pada Dinas Pariwisata Kota Bima berikut ini:

“Pariwisata daya tarik budaya merupakan suatu wisata yang dilakukan dengan mengunjungi tempat-tempat yang memiliki keunikan atau kekhasan budaya. Misalnya, Desa Sambori, Desa Donggo, O’o, Sanggar, dan lain-lain. Nah, agar budaya lokal itu terus lestari, menurut saya harus diintensifkan dalam pembinaan tentang kebudayaan lokal. Kalau tidak, jangan bermimpi budaya lokal itu bisa dipertahankan, apalagi dikembangkan. Ini pendapat saya” (Hasil Wawancara, Pebruari 2019).

Mengacu pada wawancara tersebut di atas, maka dapat digambarkan bahwa melakukan dalam pembinaan tentang kebudayaan lokal sebagai salah satu strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui

pelibatan peran pemerintah pada Dinas Pariwisata Kota Bima dominan informan menilai telah sesuai dengan Program kerja tahunan dan Rencana Strategis Pariwisata Kota Bima.

b. Melakukan pelestarian tentang kebudayaan lokal

Untuk mengetahui mengenai melakukan dalam pelestarian tentang kebudayaan lokal sebagai salah satu strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui pelibatan peran pemerintah pada Dinas Pariwisata Kota Bima, akan tersaji dengan jelas pada wawancara dengan Bapak Drs. Syafruddin H. Ahmad selaku Kepala Dinas Pariwisata Kota Bima berikut ini:

“Dalam mendukung wisata budaya secara khusus dan wisata umum, menurut saya dan ini yang kami lakukan, perlu melakukan pelestarian tentang kebudayaan lokal. Ini sebagai salah satu upaya mewujudkan suatu wilayah menjadi daerah tujuan wisata adalah perlunya dikembangkan upaya-upaya pemberdayaan seluruh potensi yang ada untuk ditampilkan sebagai atraksi wisata” (Hasil Wawancara, Pebruari 2019). Mengacu pada wawancara tersebut di atas, maka dapat digambarkan bahwa melakukan dalam pelestarian tentang kebudayaan lokal sebagai salah satu strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui pelibatan peran pemerintah pada Dinas Pariwisata Kota Bima dominan informan menilai telah sesuai dengan Program kerja tahunan dan Rencana Strategis Dinas Pariwisata Kota Bima.

c. Melakukan dalam pengembangan tentang kebudayaan lokal

Untuk mengetahui mengenai melakukan pengembangan tentang kebudayaan lokal sebagai salah satu strategi komunikasi dalam

(12)

pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui pelibatan peran pemerintah pada Dinas Pariwisata Kota Bima, akan tersaji dengan jelas pada wawancara dengan Bapak Abdul Haris, S.Sos selaku Kabid Kebudayaan pada Dinas Pariwisata Kota Bima berikut ini:

“Saya setuju, kebudayaan lokal perlu terus dikembangkan. Semuanya bertujuan untuk meningkatkan kegiatan pariwisata. Termasuk wisata budaya, yang akhir-akhir ini terus diminati baik oleh wisman maupun wisnun. Sebab, pariwisata merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat, yaitu berkaitan dengan cara penggunaan waktu senggang yang dimilikinya. Kegiatan pariwisata merupakan sumber daya yang sangat penting bagi daerah yang menjadi tempat tujuan wisata karena dapat menjadi sumber pemasukan uang dan juga dapat dapat menjadi ajang promosi bagi upaya preservasi berbagai hasil budaya masa lampau. Berkembangnya pariwisata di kawasan perkotaan akan mendatangkan banyak manfaat bagi masyarakat, yakni secara ekonomi, sosial dan budaya” (Hasil Wawancara, Pebruari 2019). Mengacu pada wawancara tersebut di atas, maka dapat digambarkan bahwa melakukan dalam pengembangan tentang kebudayaan lokal sebagai salah satu strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal melalui pelibatan peran pemerintah pada Dinas Pariwisata Kota Bima dominan informan menilai telah sesuai dengan Program kerja tahunan dan Rencana Strategis Dinas Pariwisata Kota Bima.

4. Kendala-kendala yang Dihadapi dan Upaya Pemecahannya

Berdasarkan wawancara bebas yang peneliti lakukan di wilayah Kota Bima, baik kepada pengelola wisata budaya, masyarakat pengguna jasa wisata budaya, maupun sejumlah orang yang dianggap mampu menilai tentang pengembangan dan kinerja aparat

pariwisata, maka peneliti merangkumkan hasilnya sebagai berikut:

a. Kendala yang Dihadapi

Terdapat beberapa kendala atau hambatan yang dihadapi dalam pengembangan pariwisata di Dinas Pariwisata Kota Bima. Di antara kendala atau hambatan tersebut, di antaranya: (a) belum memadainya sarana akomodasi di lokasi obyek wisata; (b) kurangnya sarana dan prasarana telekomunikasi terutama di lokasi obyek wisata; (3) masih relatif kurangnya tenaga yang memiliki skill yang memadai, tenaga-tenaga profesional yang dibutuhkan baik untuk melayani di bidang perhotelan, travel biro, dan sebagai, termasuk guide; (d) pada umumnya hotel di Kabupaten Bima belum ada yang bertaraf internasional, hal ini disebabkan karena para investor yang menanamkan modalnya di bidang pariwisata kurang sekali, begitu pula prasarana perhubungan masih banyak jalan tanah dan berbatu; (e) sarana angkutan belum memadai bila dibandingkan dengan kebutuhan wisatawan yang berkunjung, di samping itu fasilitas-fasilitas lain yang dibutuhkan oleh wisatawan, sedangkan aktivitas kepariwisataan banyak tergantung pada faktor transportasi dan komunikasi, karena faktor jarak dan waktu sangat mempengaruhi keinginan mereka untuk melakukan perjalanan wisata; (f) partisipasi masyarakat dalam pembudayaan sapta pesona masih rendah; (g) sebagian besar obyek dan daya tarik wisata di Kabupaten Bima belum memiliki bahan promosi memadai; dan (h) masih lemahnya promosi kepada calon investor untuk pengembangan obyek wisata yang belum siap jual atau belum dikembangkan.

b. Upaya pemecahannya

Dari kendala yang dihadapi tersebut, maka upaya pemecahannya sebagai berikut: (a) perlu mempersiapkan sarana akomodasi di lokasi obyek wisata yang memadai; (b) perlu

(13)

dipersiapkan sarana dan prasarana telekomunikasi terutama di lokasi atau obyek wisata; (c) perlu adanya tenaga yang terampil dan profesional untuk melayani wisatawan secara baik khusus di bidang perhotelan dan biro perjalanan; (d) perlu dipersiapkan sarana angkutan yang memadai; (e) perlu adanya pembudayaan Sapta Pesona kepada segenar lapisan masyarakat; (f) perlu digencarkan promosi obyek-obyek wisata; dan (g) perlu menggencarkan promosi terhadap investor agar mau menanamkan modalnya baik pada investor perhotelan maupun pada jasa transportasi yang memadai.

Kesimpulan

Pertama, berdasarkan strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal dalam pengembangan kepariwisataan melalui media massa, baik melaksanakan fungsi pengawasan dengan penyediaan informasi tentang pelestarian kebudayaan lokal, melaksanakan fungsi penghubungan, dimana terjadi penyajian pilihan solusi untuk suatu masalah tentang pelestarian kebudayaan lokal, melaksanakan fungsi pentransferan budaya, melalui sosialisasi dan pendidikan tentang pelestarian kebudayaan lokal, maupun melaksanakan fungsi hiburan tentang pelestarian kebudayaan lokal, maka hasilnya sudah cukup baik dan memadai.

Kedua, strategi komunikasi dalam pelestarian

dan pengembangan kebudayaan lokal dalam pengembangan kepariwisataan melalui pementasan-pementasan budaya, baik festival/petunjukan tentang seni kebudayaan lokal, pameran-pameran kebudayaan lokal, maupun sarasehan/seminar tentang kebudayaan lokal, maka hasilnya sudah cukup baik dan memadai. Ketiga, strategi komunikasi dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal dalam pengembangan kepariwisataan melalui melibatkan peran pemerintah, baik melakukan dalam pembinaan tentang kebudayaan lokal, melakukan dalam

pelestarian tentang kebudayaan lokal, maupun melakukan dalam pengembangan tentang kebudayaan lokal, maka hasilnya sudah cukup baik dan memadai.

Daftar Pustaka

Ali, Faried, 1997, Metodologi Penelitian

Sosial Dalam Bidang Ilmu Administrasi dan Pemerintahan,

RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Asni, 2001, Pengembangan Pariwisata dalam

Rangka Meningkatkan Pembangunan Daerah (Study pada Kantor Dinas Pariwisata Kabupaten Bima) (Skripsi),

STISIP Mbojo Bima, Bima. Bungin, Burhan, 2003, Metode Penelitian

Kualitatif, Aktualisasi Metodologis Ke Arah Ragam Varian Kontemporer,

Cetakan Kedua, RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

Majalah Kebudayaan, Nomor 01

Tahun I, 1991/1992, Depdikbud, Jakarta.

Dirgantoro, Crown, 2001, Manajemen

Strategik : Konsep, Kasus, dan Implementasi, Jakarta : Gramedia

Widiasarana Indonesia.

Happy Marpaung, 2002, Pengetahuan

Kepariwisataan, Alfabeta, Bandung.

Kopertis Wilayah VIII, Majalah Ilmiah, Nomor 2 Tahun ke-2, 1990, Denpasar, Bali.

Miles, Matthew B dan A. Michael Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif,

Cetakan Pertama, UI-Press, Jakarta. Moleong, Lexy J., 1999, Metodologi

Penelitian Kualitatif, Cetakan

Kesepuluh, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Poewadarminto, W.J.S,1990, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka. Jakarta

Ritzer, George, 1992, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda,

(14)

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi (Ed), 1995, Metode Penelitian Survai, Cetakan Kedua, LP3ES, Jakarta.

Sudjarwo, 2001, Metodologi Penelitian Sosial, Mandar Maju, Bandung.

Suwantoro, G., 1997, Dasar-Dasar

Pariwisata, Andi Offset, Yogyakarta.

Willey, J., 1998, Pariwisata dan Politik, Bagian Proyek Pengembangan Literatur Pariwisata, Jakarta.

Yoety, O.A., 1992, Pengantar Ilmu Pariwisata, Angkasa Bandung, Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

Karena nilai signifikansinya lebih besar dari α= 5% maka hipotesis kedua ditolak yang berarti tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel rasio pasar terhadap return

ABSTRAK: Tujuan penulisan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi peran Pemerintah terhadap ketenagakerjaan di Indonesia dan hubungannya dengan organisasi

Sedangkan unsur – unsur yang berupa fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat dan wacana biasa disebut sebagai tataran gramatikal.. Sebenarnya, wujud tuturan tersebut secara

Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar atau sebesar 83,8% responden perawat di Ruang Rawat Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Dalam ha1 ini, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Padang b e m a h a mendorong dosen untuk melakukan penelitian sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan mengajamya,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pada level tepung jahe (Zingiber officinale) dan lama pemasakan curd yang berbeda terhadap kadar protein terlarut, aktivitas

Hasil dalam penelitian ini sebagai berikut : Peta digital mengenai sebaran tambang galian golongan C yang ada di Kabupaten Pringsewu dan didalamnya dilengkapi dengan

perundang-undangan di tingkat pusat, khususnya antar kementerian/lembaga, maupun dengan peraturan di tingkat daerah; (b) merevisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan