• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PENGGUNAAN ALBUMIN PADA PASIEN LUKA BAKAR DI RSUD DR. SOETOMO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI PENGGUNAAN ALBUMIN PADA PASIEN LUKA BAKAR DI RSUD DR. SOETOMO"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

92

EVALUASI PENGGUNAAN ALBUMIN PADA PASIEN LUKA BAKAR

DI RSUD DR. SOETOMO

Suharjono

1*

, Sakinah Annura

1

, Iswinarno Doso Saputro

2

, dan Dwi Rahayu Rusiani

3

1Departemen Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga 2Departemen Ilmu Bedah Plastik, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

3Instalasi Farmasi RSUD Dr. Soetomo Surabaya

*Corresponding author email: shj_ms_id@yahoo.com

Abstrak

Latar belakang: Luka bakar dapat menyebabkan hilangnya barier kulit, sehingga berakibat hilangnya cairan albumin

yang melewati kulit yang rusak. Hilangnya albumin akan menimbulkan perubahan tekanan onkotik dan mempengaruhi penyembuhan luka bakar tersebut. Untuk mengatasi kondisi tersebut, asupan albumin sangat diperlukan untuk meningkatkan kadar albumin dalam tubuh.

Tujuan: Penelitian ini untuk mngevaluasi penggunaan albumin dan mengidentifikasi problem terkait obat pada pasein

luka bakar akibat dari perubahan kadar albumin.

Metode: Metode penelitian observasional secara retrospektif di Ruang Rekam Medik RSUD Dr. Soetomo

menggunakan Rekam Medik pada periode 1 Januari -31 Desember 2014 dengan analisis, pendekatan deskriptif .

Hasil penelitian: Diperoleh 26 pasien luka bakar yang menerima terapi albumin, pasien laki-laki 69,2% dan

perempuan 30,8%, serta umur dengan pasien terbanyak adalah 20 sampai 59 tahun (76,9%). Etiologi luka bakar pasien terbanyak disebabkan oleh sumber termis (81%), listrik (15%), dan bahan kimia (4%). Albumin yang digunakan albumin 20% 100 mL dengan dosis 20 gram dan diberikan secara infusi drip. Kenaikan kadar albumin rata-rata adalah 0,83 g/dL. Selain peningkatan, terdapat pula beberapa pasien yang justru mengalami penurunan kadar albumin setelah pemberian terapi. Dari 26 pasien, terdapat 12 pasien yang mengalami rata-rata penurunan sebesar 0,68 g/dL Selain itu, tidak ada problem yang terkait penggunaan obat dengan rendahnya kadar albumin.

Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan albumin 20 % yang paling banyak digunakan dan tidak ditemukan problem

terkait obat dengan rendahnya kadar albumin

Kata kunci: albumin, luka bakar. dosis regimen, DRP

1. PENDAHULUAN

Ditinjau dari penyebabnya, cedera luka bakar disebabkan oleh api 40%, air panas 30%, listrik 4%, bahan kimia 3%, dan sisanya oleh sumber panas yang lain seperti sinar UV, laser, dan lain-lain1. Di Unit Luka Bakar RSUD Dr. Soetomo Surabaya, jumlah kasus yang dirawat selama satu tahun (Januari-Desember 2000) adalah sebanyak 106 kasus atau 48,4% dari seluruh penderita luka bakar yang dirawat (219 pasien), jumlah kematian akibat luka bakar sebanyak 28 pasien atau sekitar 26,4 % dari seluruh penderita luka bakar2. Pasien yang mengalami luka bakar, khususnya luka bakar berat/mayor akan kehilangan barier kulit sebagai akibat kontak dengan burning agent. Hal ini akan menyebabkan pasien mengalami kondisi inflamasi sehingga meningkatkan resiko terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan permeabilitas kapiler dapat mengakibatkan ekstravasasi cairan atau

perpindahan protein plasma, air, dan elektrolit dari intravaskular menuju interstisial yang terjadi dalam 24-36 jam pasca trauma3. Perpindahan cairan yang berlangsung terus-menerus ini akan berdampak pada penurunan volume cairan intravaskular dan albumin intravaskular yang diikuti dengan penurunan tekanan onkotik. Berpindahnya cairan dari intravaskular ke interstisial dan keseimbangan tekanan onkotik sangat dipengaruhi oleh kadar albumin dalam plasma. Pada keadaan dimana kadar albumin dalam plasma menurun, transfusi albumin menjadi salah satu pilihan tatalaksana yang telah dipakai selama lebih dari 60 tahun. Albumin serum biasanya digunakan sebagai parameter lama penyembuhan luka sebab kadar albumin di bawah 3 g/dL mempunyai hubungan secara signifikan dengan lamanya penyembuhan luka, seperti luka pasca operasi4. Namun albumin dalam pengaturan klinis terus menjadi pertimbangan disebabkan karena penggunaannya

(2)

93 membutuhkan biaya yang relatif tinggi dan

dilakukan pembatasan penggunaan berdasarkan tingkat keparahan serta rendahnya kadar albumin pasien5. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pola pemberian albumin pada pasien luka bakar dan Drug Related Problem, sehingga dapat meningkatkan jaminan keberhasilan terapi serta memberikan manfaat untuk pasien, para klinisi, dan pihak rumah sakit. 2. BAHAN DAN METODE

2.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional deskriptif dengan pengumpulan data secara retrospektif. Dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan suatu tindakan atau perlakuan khusus terhadap pasien. Sudah mendapat persetujuan Komite Etik RSUD Dr Soetomo Surabaya.

2.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian di Ruang Rekam Medik RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Pengambilan data penelitian dilakukan mulai 1 Maret - 31 Juli 2015.

2.3. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah rekam medik pasien luka bakar di RSUD dr. Soetomo, Surabaya yang memenuhi kriteria inklusi berikut : Pasien yang didiagnosis mengalami luka bakar pada periode waktu 1 Januari - 31 Desember 2014 dan yang mendapatkan terapi infus albumin. Sedang Kriteria Eksklusinya adalah Rekam Medik pasien luka bakar yang juga pasien sirosis hepatik. Rekam Medik pasien luka bakar yang dikontraindikasikan mendapat terapi albumin dan Data Rekam Medik pasien tidak lengkap.

2.4. Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dianalisa secara deskriptif dalam bentuk tabel, narasi, atau grafik meliputi : 1. Profil pasien yang terdiri dari umur, jenis kelamin, diagnosa, data klinik, dan data laboraturium. 2. Profil atau gambaran pola penggunaan albumin pada pasien luka bakar. Hasil analisis profil penggunaan albumin yang meliputi dosis, frekuensi pemberian, dan

outcome disajikan dalam bentuk tabel, diagram,

dan uraian serta DRP.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian di RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang dilakukan pada periode 1 Maret - 31 Juli 2015, diperoleh data pasien yang memenuhi kriteria inklusi penelitian berjumlah 26 pasien dari 94 populasi pasien luka bakar yang menjalani perawatan di Unit Luka Bakar GBPT(Gedung Bedah Pusat Terpadu) RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama periode 1 Januari – 31 Desember 2014. Data distribusi jenis kelamin, usia, dan jenis jaminan kesehatan dibutuhkan untuk menunjang teori yang mengatakan bahwa puncak kejadian luka bakar terjadi pada usia produktif (25-35 tahun) dan biasanya merupakan luka bakar di tempat kerja6. Hasil yang diperoleh dari pengamatan terhadap populasi penelitian sudah sesuai dengan teori, dimana jenis kelamin terbanyak yang menderita kejadian luka bakar adalah laki-laki (69,2%) pada usia antara 20-59 tahun (76,9%). Jenis jaminan kesehatan yang digunakan oleh sebagian besar pasien adalah BPJS yaitu sebesar 53,8%. Data demografi pasien disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Data Demografi Pasien Luka Bakar Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, dan Jenis Jaminan Kesehatan

Karakteristik Pasien Jumlah Pasien Presentase (%) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Pasien 18 8 26 69,2 30,8 100 Usia Pasien Anak (0-19 Tahun) Dewasa (20-59 Tahun) Usia Lanjut (>60 Tahun)

Total Pasien 5 20 1 26 19,2 76,9 3,9 100 Jenis Jaminan Kesehatan

BPJS Non BPJS 14 12 53,8 46,2

(3)

94 Berdasarkan penyebab, luka bakar

disebabkan oleh kontak dengan sumber panas yang terdiri atas Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal Burn) seperti Api, Gas, Cairan, Bahan padat (Solid) ; Luka Bakar Bahan Kimia (Chemical Burn) ; Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn) ; dan Luka Bakar Radiasi (Radiation Injury)2. Luka bakar akibat sumber

termis merupakan penyebab luka bakar terbesar yang terjadi karena penggunaan alat pemanas yang tidak tepat atau dapat terjadi akibat kecelakaan kerja yang berhubungan dengan api6. Pada populasi penelitian ini, didapatkan penyebab luka bakar terbanyak adalah sumber termal yaitu sebesar 80,8%. Hasil tersebut ditunjukan pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik Data Distribusi Pasien Berdasarkan Etiologi Luka Bakar

Pasien luka bakar memiliki interval waktu perawatan yang berbeda-beda. Apabila pasien telah mengalami luka bakar berat, maka pasien dapat dirawat mulai dari 1 hingga 6 bulan7. Interval waktu lama perawatan pasien luka bakar bervariasi antara 7 hari hingga lebih dari 20 hari. Sebanyak 57,7% populasi penelitian mendapatkan perawatan antara 10 hingga 20 hari di Unit Luka Bakar GBPT RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Marzoeki, 2008 mengatakan apabila pasien telah mengalami luka bakar berat, maka lama perawatannya dapat mencapai 1 hingga 6

bulan. Hal ini disebabkan karena mudahnya terjadi komplikasi. Selain itu, luka bakar mempunyai dampak langsung terhadap perubahan lokal maupun sistemik tubuh yang tidak terjadi pada kebanyakan luka lain, sehingga luka bakar dapat menyebabkan keadaan syok, mempengaruhi respon metabolik dan stres, serta redistribusi cairan intra maupun ekstraseluler yang mengakibatkan waktu pemulihan menjadi lebih lama8,9. Berikut data lama perawatan pasien luka bakar yang mendapat terapi albumin disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Data Lama Perawatan Pasien Luka Bakar

Berdasarkan Kepmenkes RI No. 159 tahun 2014 (10), terdapat 3 jenis cairan albumin, yaitu albumin 5%, 20%, dan 25%. Albumin yang

digunakan di Unit Luka Bakar GBPT RSUD Dr. Soetomo Surabaya adalah albumin 20% dan albumin 25% dengan volume masing-masing

(4)

95 100 mL. Meskipun demikian, albumin 20%

merupakan jenis albumin terbanyak yang digunakan, yaitu sebesar 96% ((Gambar 3).

Dosis pemberian albumin yang diterima pasien adalah 20 gram per botol pada setiap pemberian. Menurut Keputusan Dirjen Binfar dan Alkes No. HK.02.03/III/1346/2014 mengenai pedoman penerapan Formularium Nasional, untuk albumin 20% maksimal pemberian 100 mL per hari. Penggunaan albumin dapat diulang setiap 1 sampai 2 hari11. Hal ini dikarenakan penggunaan albumin dalam pengaturan klinis terus menjadi pertimbangan disebabkan karena penggunaannya membutuhkan biaya yang relatif tinggi dan dilakukan pembatasan penggunaan berdasarkan

tingkat keparahan serta rendahnya kadar albumin pasien4.

Cara pemberian albumin adalah secara infusi drip. Durasi pemberian albumin tidak boleh lebih dari 4 jam setelah kemasan dibuka12. Durasi pemberian ini berkaitan dengan stabilitas sediaan albumin yang mudah terkoagulasi oleh panas12. Berdasarkan data DMK, tidak terdapat catatan mengenai kecepatan tetesan pada pemberian albumin. Namun albumin disarankan untuk diberikan dengan laju infusi tidak lebih dari 2 mL/menit (100 ml dalam 4 jam) sebab laju yang lebih cepat dapat menyebabkan penurunan tiba-tiba pada tekanan darah, utamanya pada pasien geriatri dengan risiko gagal jantung kongestif11,12. Kecepatan drip yang disarankan adalah 20 tetes/menit12.

Gambar 3. Jenis Albumin pada Pasien Luka Bakar Terapi albumin pada pasien luka bakar

diberikan ketika pasien mengalami kondisi hipoalbumin, yaitu kondisi dimana kadar albumin dalam tubuh <2,5 g/Dl12. Alasan pemberian cairan albumin pada kadar <2,5 g/dL adalah pada kadar tersebut, kondisi hipoalbumin dapat menyebabkan perubahan nonfisiologis pada tubuh pasien seperti kebocoran cairan menuju interstisiil, perdisposisi terhadap infeksi dengan menurunnya fungsi kekebalan tubuh, fungsi farmakologi antibiotik khususnya yang berikatan dengan albumin menjadi tidak stabil, dan meningkatnya kemungkinan terjadi infeksi dan sepsis. Dari hasil penelitian, teori ini kurang sesuai, karena beberapa pasien yang memiliki kadar albumin antara 2,5 g/dL sampai 3,0 g/dL juga mendapatkan terapi albumin. Kondisi luka yang terbuka menyebabkan kadar albumin akan sangat mudah mengalami penurunan akibat terjadinya ekstravasasi cairan, sehingga pemberian cairan albumin pada kadar antara 2,5 – 3,0 g/dL ditujukan untuk mengatasi penurunan

kadar albumin pasien luka bakar yang ekstrem, tergantung kondisi klinis dan penyakit penyerta yang dialami pasien. Selain itu, albumin juga dapat diberikan sebelum dan/atau sesudah tindakan skin grafting. Tindakan ini dikenal sebagai tindakan perioperatif4,7,12.

Capaian terapi albumin dapat dilihat dari kenaikan kadar albumin serta kondisi luka bakar tiap pasien. Kenaikan kadar albumin dapat diketahui dari selisih kadar albumin pre dan albumin post pemberian pada hasil laboratorium masing-masing pasien. Kadar albumin pre adalah kadar albumin terakhir yang diperiksa sebelum pemberian albumin, sedangkan kadar albumin post adalah kadar albumin pertama yang diperiksa setelah pemberian albumin. Berdasarkan data yang telah diperoleh, seluruh populasi penelitian mengalami kenaikan kadar albumin setelah mendapatkan terapi albumin. Kenaikan kadar albumin berbeda-beda pada setiap pasien dikarenakan kebutuhan dosis masing-masing pasien berbeda, serta disebabkan

(5)

96 oleh interval waktu pemeriksaan albumin pre

dan albumin post berbeda-beda pula. Pengecekan laboratorium kadar albumin pada pasien tidak semuanya segera dilakukan setelah pemberian albumin. Hal ini dapat dilakukan 6 jam setelah pemberian infus albumin. Pada populasi penelitian ini, rata-rata peningkatan kadar albumin mencapai 0,83 g/dL.

Selain terjadi peningkatan, pada beberapa pasien juga terjadi penurunan kadar albumin. Dari 26 pasien, 12 diantaranya sempat mengalami penurunan kadar albumin secara bermakna setelah pemberian albumin. Rata-rata penurunan kadar albumin pada ke-12 pasien tersebut adalah 0,68 g/dL. Terjadinya penurunan kadar albumin setelah pemberian cairan albumin disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu kondisi klinis dari setiap pasien luka bakar. Luas area bakar sangat mempengaruhi ketahanan kadar albumin pada tubuh pasien. Semakin luas bagian tubuh yang terbakar, maka akan semakin

besar kemungkinan terjadinya ekstravasasi cairan atau hilangnya kandungan protein plasma seperti albumin, air, dan elektrolit dari tubuh. Hal inilah yang akhirnya menyebabkan kadar

albumin dalam tubuh mengalami

penurunan12,13,14. Selain luas area bakar, sepsis dan jenis resusitasi cairan lain yang digunakan serta volume resusitasi cairan lain yang diberikan sangat mempengaruhi outcome pemberian albumin. Semakin banyak resusitasi cairan yang masuk dalam tubuh, maka kadar albumin yang diberikan akan mengalami pengenceran, sehingga efektifitasnya dalam menarik cairan berkurang

Dari 26 pasien, 17 pasien dipulangkan dengan kondisi membaik dan 9 pasien dinyatakan meninggal (Tabel 2). Status pasien yang dipulangkan dilihat dari kondisi klinis pasien yang membaik dan luas luka bakar yang mengalami penurunan.

Tabel 2. Data Status Keluar Rumah Sakit (KRS) Pasien Luka Bakar yang Mendapat Terapi Albumin

Status KRS Pasien Jumlah Pasien Persentase (%)

Pulang (Membaik) 17 65

Meninggal 9 35

Total 26 100

Capaian terapi juga dapat dilihat dari kondisi pasien yang digolongkan menjadi dua, yaitu pasien yang kondisinya membaik atau dipulangkan dan pasien yang dinyatakan meninggal. Diantara keduanya, pasien dengan kondisi yang membaik atau dipulangkan mencapai 69% dari keseluruhan populasi penelitian (Tabel 2). Pasien-pasien tersebut dinyatakan membaik dilihat dari kondisi klinis yang stabil dan luas area tubuh yang terbakar mengalami penurunan. Selain mempengaruhi kadar albumin dalam tubuh, albumin juga digunakan untuk memperbaiki fungsi sel, utamanya sel yang mengalami kerusakan akibat bahan termis pada kasus luka bakar15. Hal ini disebabkan karena albumin merupakan salah satu protein yang penting dalam proses penyembuhan luka4,15,16. Oleh karena itu, pada pasien yang mengalami defisit protein tubuh mempunyai resiko yang lebih besar terjadinya penyulit penyembuhan luka dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami defisit protein tubuh 15,17,18.Teori tersebut mendukung hasil pengamatan kondisi pasien luka bakar pada sampel penelitian dimana seluruh pasien luka

bakar pasti mengalami penurunan luas area tubuh yang terbakar. Penurunan yang dihasilkan dapat disebabkan oleh pemberian terapi termasuk albumin, pemberian tindakan skin

grafting ataupun cuci luka.

Selain mendapatkan terapi albumin, pasien luka bakar di RSUD Dr. Soetomo Surabaya juga mendapatkan terapi lainnya. Beberapa macam terapi yang diberikan diantaranya yaitu pemberian resusitasi cairan sebagai salah satu first line therapy, pemberian antibiotik, profilaksis stress ulcer, NSAID, analgesik opiat maupun non opiat, serta obat-obat lainnya seperti anti inflamasi, antiemetik, antidepresan, diuretik, dan vitamin mineral.

Tidak hanya terapi farmakologi, pasien luka bakar juga menerima terapi non farmakologi. Terapi non-farmakologi yang diterima pasien antara lain makanan yang memiliki asupan protein tinggi seperti putih telur, susu, pil ikan kutuk, dan melakukan diet TKTP (Tinggi Kalori dan Tinggi Protein). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa albumin yang terdapat pada ikan gabus memiliki kualitas jauh lebih baik dari albumin pada telur

(6)

97 yang biasa digunakan dalam penyembuhan

pasien pasca bedah. Ikan gabus mengandung protein, 6,2% albumin19, dan mineral Zn, Fe, Cu. Ekstrak ikan gabus dapat difungsikan untuk mempertahankan kadar albumin19.

Dalam penelitian ini, tidak ditemukan masalah terkait penggunaan albumin (DRPs). Seluruh pasien yang membutuhkan terapi albumin sudah mendapatkan albumin sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pihak rumah sakit maupun pihak jaminan kesehatan pasien.

Infeksi dianggap salah satu komplikasi yang paling penting dan berpotensi serius pada pasien luka bakar. Sebuah laporan dari National

Burn Respiratory di Amerika Serikat

menyebutkan bahwa dalam periode 10 tahun terdapat 19.655 kasus komplikasi pada pasien luka bakar dimana 31% merupakan komplikasi paru, 17% infeksi luka dan selulitis, dan 15% disebabkan karena septikemia dan komplikasi infeksi lainnya20. Salah satu jenis antibiotik yang banyak digunakan pada populasi penelitian ini adalah antibiotik golongan aminoglikosida yaitu amikasin. Antibiotik golongan aminoglikosida merupakan antibiotik yang memiliki indeks terapi sempit dan bersifat nefrotoksik, sehingga penggunaan pada pasien dengan kadar albumin dibawah normal (hipoalbumin) perlu perhatian khusus. Hal ini disebabkan pada kadar albumin yang rendah dalam tubuh, kadar antibiotik dalam bentuk bebas/tak terionkan mengalami peningkatan, sehingga berpotensi untuk memberikan efek toksik bagi tubuh. Selain amikasin, antibiotik golongan aminoglikosida lainnya yang diberikan pada pasien luka bakar adalah gentamisin21,22.

4. KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan secara retrospektif pada pasien luka bakar periode 1 Januari – 31 Desember 2014 adalah sebagai berikut :

a. Jenis albumin yang digunakan terbesar yaitu albumin 20%

b. Pemberian Albumin sudah sesuai ketentuan Pedoman Rumah Sakit dan Formularium c. Tidak ditemukan masalah-masalah terkait

penggunaan albumin UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya disampaikan kepada Direktur RSUD Dr Soetomo dan Kepala SMF/Departemen Ilmu

Bedah Plastik Fakultas Kedokteran Unair / RSUD Dr. Soetomo.

DAFTAR PUSTAKA

1. Miller, S. F., Bessey, P., Lentz, C. W., et al.. National Burn Repository 2007 report: A synopsis of the 2007 call for data. Journal of

Burn Care & Research, 2008 , 29(6).p.862–

870.

2. Noer, S.M., Saputro, D.I., and Perdanakusuma D.S., 2006.Penanganan

Luka Bakar. Surabaya: Airlangga University

Press.

3. Smeltzer, S.,. Brunner Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah :Management

of Patients with Burn Injury. 2001,Volume 2

Edisi 8.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. p 1718-1752.

4. Agung M., Hendro W., 2005. Pengaruh Kadar Albumin Serum Terhadap Lamanya Penyembuhan Luka Operasi. Dexa Media No. I vol.18.

5. Boldt, J.. Use of Albumin : an Update.

British Journal of Anaesthesia. 2010 , 104

(3): 276–84.

6. Brunicardi, F.C., et al.,. Schwartz's Principles of Surgery. 8th,Edition 2005. New York:Edn. McGraw-Hill.

7. Moenadjat Y.,. Luka Bakar Masalah dan Tatalaksana. 2009 Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

8. Marzoeki, D/ Buku Ajar Bedah Plastik, 2006, Airlangga University Press.

9. Cucereanu-Badica, L, Luca-Vasiliu L., Grintescu L., Lascar I.. The Correlation Between Burn Size and Serum Albumin Level in The First 48 Hours After Burn Injury.Jurnal Roman de Anastezie Terapie

Intensiva, 2013,Vol.20 No.1 p.5-9.

10. Kepmenkes, 2014. Formularium Nasional 11. McEvoy, G. M. et al. AHFS Drug

Information Essentials. 2011Bethesda: American Society of Health-System Pharmacists.

12. PPARSDS,.Pedoman Penggunaan Albumin

Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya. 2003. ISBN : 979-8865-11-1.

13. Doweiko J.P., Nompleggi D.J.,. The Role of

Albumin in Human Physiology and

Pathophysiology, Part III: Albumin and Disease States. 1991.Boston :epartment of

Medicine, New England Deaconess Hospital, and Gastroenterology and Hematology Divisions, Brigham and Women’s Hospital.

(7)

98 14. Johnson M., Parra A., Garcia R., Barthol

C.,.Guidelines For Use of Albumin. 2010. University Hospital Consortium

15. Utariani A.,. Perubahan Profil Albumin,

MMP8, dan Kolagen pada Penyebuhan Luka Akibat Hipoalbumin. 2008, Surabaya :

Program Pascasarjana Universitas Airlangga. p. 5-10.

16. Luis A.M.,. Preoperative Evaluation as a

Prognostic Tools for Wound Healing. Acta

Artrop Siand 2002, 73: p.25-50.

17. Hirsch S. et al.,. Nutrition Status of Surgical

Patients and The Relationship of Nutrition to Post Operative Outcome. J Am Coll

Nutrition. 1992p. 21.

18. Kaysen G.A et al.,. Longitudinal and

Cross-sectional Wffect of C-reactive protein, Equalibrated Normalized Protein Catabolic

Rate, and Serum Bicarbonat on

Creatinineand Albumin Levels in Dialysis

Patients. 2003.Am J Kidney Dis

p.1200-1211.

19. Santoso, Agus H., Astawan M., Wresdiyati

T. Potensi Ekstrak Ikan Gabus

(Channa Striata) sebagai Stabilisator Albumin, SGOT dan SGPT Tikus yang Diinduksi dengan Parasetamol Dosis Toksis.

Masyarakat. 2008.Supl. 6 Vol. 3, hal. 29 – 35.

20. Hospenthal et al., Burn Wound Infection,

2011.. Diakses dari:

http://emedicine.medscape.com/article/2135 95-medication pada tanggal 1 Agustus 2015 21. Kemenkes RI,.Pedoman Pelayanan

Kefarmasian untuk Terapi Antibiotik.

2011,Jakarta.

22. Latenser B.A., et al. National Burn Respiratory : A Ten Year Review. USA : . 2007, University of Iowa Hospitals and Clinics.

Gambar

Tabel 1 Data Demografi Pasien Luka Bakar Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, dan Jenis  Jaminan Kesehatan
Gambar 2.  Grafik Data Lama Perawatan Pasien Luka Bakar
Gambar 3.  Jenis Albumin pada Pasien Luka Bakar  Terapi  albumin  pada  pasien  luka  bakar
Tabel 2.  Data Status Keluar Rumah Sakit (KRS) Pasien Luka Bakar yang Mendapat Terapi  Albumin

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengukur efisiensi aktivitas suatu perusahaan dan kemampuan perusahaan memperoleh keuntungan dapat diukur dengan menggunakan Ratio Net Profit Margin yaitu

di seluruh dunia, terdapat kecenderungan bahwa tato pada masa kin i tid a k m e m iliki re la si ya n g berkaitan dengan simbol status sosial, atau apapun juga

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di bab IV dapat disimpulkan bahwa tingkat motivasi berprestasi (tingkat kedisiplinan) siswa mengikuti kegiatan

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya dalam penulisan skripsi “Analisis Dan Perancangan Perangkat Ajar Berbasis

Kondisi ini tentu tidak sejalan dengan tuntutak Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) agar peserta didik aktif dala melaksanakan kegiatan pembaelajaran oleh karena

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bagaimana hubungan antara dukungan sosial orangtua dengan kemandirian belajar siswa, sehingga orangtua dapat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode koopertif jigsaw terhadap sikap tanggung jawab dan kemampuan menulis karangan narasi pada siswa kelas V

Petani yang mempunyai pengetahuan limbah organik yang rendah dan dilatih dengan metode demonstrasi ternyata memiliki keterampilan dalam membuat pupuk organik yang lebih