ISBN 978-602-95471-0-8
650 Prosiding Keaneka ragaman Hayati ANALISIS LETAK DAN BENTUK KELENJAR NEKTARI SEBAGAI DATA
PRIMER KARAKTERISASI DALAM SISTEMATIKA TUMBUHAN Widhianto Tricahyadi1dan Issirep Sumardi2
1
Mahasiswa Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia [email protected]
Guru Besar Anatomi Tumbuhan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
ABSTRAK
Dalam kajian sistematika tumbuhan, dibutuhkan analisis yang memadai untuk kebutuhan karakterisasi dalam usaha klasifikasi maupun identifikasi. Karakterisasi morfologi dan anatomi dibutuhkan sebagai data primer, karena mudah dilakukan dan relatif cepat. Metode karakterisasi secara anatomi juga memberikan data yang mudah dianalisis dan informatif. Penelitian tentang anatomi kelenjar nektari, dari letak dan bentuknya merupakan salah satu usaha untuk mendapatkan data primer dan melakukan karakterisasi dalam sistematika tumbuhan. Penelitian ini melandasi pentingnya data primer secara anatomi bagi sistematika tumbuhan. Metode yang digunakan untuk preparasi bahan dalam penelitian ini adalah free hand section dengan pewarnaan Safranin 1% dalam akuades (Johansen, 1940). Kemudian dibuat preparat mikroskopik semi permanen (irisan bujur dan melintang). Preparat diamati dengan mikroskop cahaya, parameter yang diamati adalah letak dan bentuk kelenjar nektari. Preparat yang sudah diamati difoto dengan menggunakan kamera digital. Data pengamatan mikroskopis dianalisis secara deskriptif dan ditabulasikan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa letak kelenjar nektari Canna hybrida Hort.,
Allamanda cathartica L., Crinum asiaticum L., Michelia champaca L., Vigna unguiculata L., dan Caesalpinia pulcherrima Swartz. adalah toral (membentuk cincin
marginal maupun discoidal). Sedangkan letak kelenjar nektari Hibiscus rosa-sinensis L.,
Nymphaea stellata Willd., Nymphaea nouchali Burm. f., dan Eichorrnia crassipes Solms.
adalah perigonal (membentuk sand-like), baik pada tepala maupun petala. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa setiap tumbuhan memiliki anatomi kelenjar nektari yang khas, sehingga dapat digunakan dalam karakterisasi.
Kata kunci : letak dan bentuk kelenjar nektari, anatomi, sistematika tumbuhan
1. Pengantar
Menurut Eames & Mac Daniels (1977), kelenjar adalah sekelompok sel sekretori (idioblas) yang memiliki sitologi unik berupa vakuola yang mereduksi. Sitologi sel sekretori ini diduga terkait dengan aktifitas metabolisme sel yang tinggi. Fungsi kelenjar bermacam-macam, diantaranya mensekresi nektar. Kelenjar yang berfungsi mensekresi nektar disebut kelenjar nektari. Menurut Milburn & Kallarackal (1991), sekresi nektar adalah pengeluaran (eksudasi) pada tumbuhan yang terjadi secara alamiah. Proses sekresi nektar ini dihasilkan dari mekanisme aktif yang berlokasi di dalam sel sekretori. Hal ini dibuktikan oleh fakta bahwa sel sekretori yang menyusun kelenjar nektari memiliki tingkat respirasi yang tinggi, sedangkan sekresi nektar sangat tergantung pada kegiatan respirasi ini.
Menurut Esau (1977), berdasarkan letaknya kelenjar nektari yang terdapat pada bunga disebut nektari floral, sementara yang terdapat pada bagian vegetatif tumbuhan disebut nektari ekstrafloral. Nektari floral terdapat pada sepala, petala, stamen dan dasar bunga (reseptakel), sedangkan nektari ekstrafloral dapat ditemukan pada batang, daun, stipula, dan tangkai bunga. Berdasarkan asalnya, kelenjar nektari dibedakan menjadi dua,
Seminar Nasional Biologi XX dan Kongres PBI XIV UIN Maliki Malang 24-25 Juli 2009 651 yaitu : kelenjar nektari yang merupakan bagian khusus pada bunga dan kelenjar nektari yang terjadi dari salah satu bagian bunga yang mengalami perubahan fungsi sejalan dengan metamorfosis yang terjadi (Tjitrosoepomo, 1987). Menurut Fahn (1979), berdasarkan fungsinya kelenjar nektari dibedakan menjadi dua, yaitu : nektari nuptial yang terjadi di dalam bunga dan berfungsi dalam polinasi, dan nektari ekstranuptial yang terjadi pada bagian di luar bunga dan tidak memiliki fungsi khusus dalam polinasi.
Menurut Fahn (1991), kelenjar nektari berisi cabang-cabang berkas pembuluh yang berkembang dari unsur floem yang dominan. Gejala tersebut sesuai dengan hipotesis bahwa gula sekresi dialirkan menuju kelenjar nektari oleh berkas pembuluh. Tipe vaskularisasi kelenjar nektari bervariasi baik antar genus dalam satu familia yang sama maupun antar spesies pada genus yang sama (Fahn, 1979). Menurut Esau (1977), konsentrasi gula pada nektar juga bervariasi pada spesies yang sama dalam waktu 24 jam. Misalnya, Tilia cordata Mill. memiliki nektar dengan konsentrasi gula 12%-75%. Pada bunga berkelamin tunggal ada perbedaan mencolok nektar yang dikeluarkan oleh bunga jantan dan bunga betina. Penelitian mengenai letak dan bentuk kelenjar nektari pada tumbuhan penting untuk dilakukan, karena dapat dijadikan sumber informasi untuk pemanfaatan bunga lebih lanjut, sebagai data primer untuk karakterisasi antar takson pada tumbuhan tingkat tinggi dan dapat digunakan untuk mempelajari hubungan antara bunga dan polinatornya.
2. Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui letak serta bentuk kelenjar nektari pada tumbuhan air dan tumbuhan darat, kemudian data ini digunakan untuk karakterisasi tumbuhan tingkat tinggi.
3. Cara Kerja
Penelitian dilakukan di Laboratorium Anatomi Tumbuhan Fakultas Biologi UGM Yogyakarta pada tanggal 23 Juli-10 September 2007. Kemudian dilakukan penelitian lanjutan di Laboratorium Sistematika Tumbuhan untuk tabulasi data. Bahan penelitian yang digunakan adalah organ generatif (bunga) dari tumbuhan : Hibiscus rosa-sinensis L., Canna hybrida Hort., Allamanda cathartica L., Crinum asiaticum L., Nymphaea stellata Willd., Nymphaea nouchali Burm. f., Michelia champaca L., Eichorrnia crassipes Solms., Vigna unguiculata L., dan Caesalpinia pulcherrima Swartz. .
Pada tahap pembuatan preparat dilakukan pengirisan dengan silet pada bahan yang telah ditanam pada holder. Metode yang digunakan adalah free hand section, artinya pengirisan tanpa embedding pada jaringan segar yang baru diambil. Kemudian dilakukan pewarnaan dengan penetesan Safranin 1% dalam akuades pada irisan yang dianggap baik. Pemilihan irisan yang akan diwarnai ini berdasarkan pengamatan yang dilakukan di bawah mikroskop setelah pengirisan. Irisan yang dianggap baik adalah irisan yang tebalnya 6µm dan pada saat pengamatan hasilnya tidak tampak bertumpuk. Proses pewarnaan dilakukan selama 1 menit dan dilanjutkan dengan washing menggunakan akuades. Proses washing dengan akuades dilakukan selama 1 menit dengan perendaman di dalam cawan gelas. Selanjutnya preparat diletakkan pada gelas benda, dilakukan mounting dengan gliserin, dan ditutup dengan gelas penutup diatasnya. Kutek ditambahkan pada bagian tepi gelas penutup agar preparat tidak bergeser. Preparat kemudian diamati dengan mikroskop cahaya, dan hasilnya dicatat.
4. Hasil dan Pembahasan
652 Prosiding Keaneka ragaman Hayati Nama Spesies Letak dan Bentuk Nektari Gambar
Hibiscus rosa-sinensis L. Petala (perigonal) /
Sand-like Perbesaran 10×10 Canna hybrida Hort. Pangkal sepala-petala (toral)/ Cincin (marginal) Perbesaran 10×10 Allamanda cathartica L. Reseptakel (toral)/ Cincin (discoid) Perbesaran 10×10 Crinum asiaticum L. Pangkal sepala-petala (toral)/ Cincin (marginal) Perbesaran 10×10 Nymphaea stellata Willd. Sepala (perigonal)/ Sand-like Perbesaran 10×10 Nymphaea nouchali Burm. f. Sepala (perigonal)/ Sand-like Perbesaran 10×10 2 μm 2 μm 2 μm 2 μm 2 μm 2 μm
Seminar Nasional Biologi XX dan Kongres PBI XIV UIN Maliki Malang 24-25 Juli 2009 653 Michelia champaca L. Reseptakel (toral)/ Cincin (discoid) Perbesaran 10×10 Eichorrnia crassipes Solms. Petala (perigonal)/ Sand-like Perbesaran 10×10 Vigna unguiculata L. Reseptakel (toral)/ Cincin (discoid) Perbesaran 10×10 Caesalpinia pulcherrima Swartz. Reseptakel (toral)/ Cincin (discoid) Perbesaran 10×10
Dok. Widhianto Tricahyadi 16/8/2007
Letak kelenjar nektari pada tumbuhan darat secara umum (kecuali pada Hibiscus rosa-sinensis L.) adalah toral, terkait dengan jaringan pembentuk kelenjar nektari (dalam hal ini parenkim reseptakel, pembuluh floem dan xilem) yang terletak di dekat stele. Menurut Fahn (1979), semakin banyak persentase pembuluh floem dalam kelenjar nektari maka kandungan gula dalam nektar yang dihasilkan juga semakin besar.
Letak kelenjar nektari tumbuhan air adalah perigonal (baik pada bagian petala maupun pada bagian sepala). Hal ini merupakan implikasi dari jaringan pembentuk kelenjar nektari (berasal dari sel-sel epidermal dan sedikit jaringan pembuluh). Menurut Fahn (1979), kelenjar nektari yang dibentuk oleh sel-sel epidermal dan sedikit jaringan pembuluh (kelenjar nektari tumbuhan air) mensekresi nektar dengan kandungan gula yang rendah, hal ini dikarenakan oleh keberadaan jaringan floem yang terlalu sedikit. Menurut Kevan & Baker (1984), kelenjar nektari yang dibentuk oleh jaringan epidermal memiliki kandungan gula yang rendah karena dibentuk oleh diferensiasi sel penutup stomata, sedangkan kelenjar nektari yang dibentuk oleh jaringan parenkimal memiliki kandungan gula yang tinggi karena didominasi oleh pembuluh floem.
Letak kelenjar nektari pada Hibiscus rosa-sinensis L. adalah perigonal dan bentuknya seperti pasir (sand-like) tersebar. Hal ini karena dengan bentuk bunga yang mirip terompet dengan androginofor menjulang pada bagian tengahnya sangat
2 μm
2 μm
2 μm
654 Prosiding Keaneka ragaman Hayati menguntungkan untuk memaksa serangga mencari nektar di bagian lebih dalam yang dekat dengan bakal buah. Pertama-tama sekresi nektar terjadi pada sel-sel yang terletak di bagian petala kemudian karena pengaruh gravitasi maka sekresi nektar tersebut akan jatuh terbawa aliran lekukan struktur terompet petala dan jatuh pada bagian yang dekat dengan bakal buah. Letak akhir dari nektar inilah yang kemudian digunakan Hibiscus rosa-sinensis L. untuk memaksa polinatornya turun ke bawah menuju bakal buah. Dengan mempertimbangkan ukuran polinator dan ruangan tabung terompet pada bunga, maka frekuensi dan kemungkinan gesekan dengan polen yang rekat pada stamen akan tinggi, hal ini menyebabkan kemungkinan terjadinya polinasi meningkat.
Kelenjar nektari yang dibentuk oleh jaringan parenkimal bentuknya akan sedikit melebar pada bagian tangensial dan membentuk robekan antar dinding sel. Proses pembentukannya terjadi secara kontinu saat organogenesis bunga berkangsung, sedangkan terjadinya robekan pada dinding sel parenkimal dan sel pembuluh floem berlangsung setelah proses diferensiasi pertama. Kelenjar nektari yang terletak pada bagian toral memiliki bentuk cincin karena hanya bentuk ini yang paling mungkin, sedangkan kelenjar nektari yang terletak pada bagian perigonal memiliki variasi bentuk yang lebih bebas. Hal ini disebabkan oleh jaringan pembentuk yang berupa jaringan epidermal dan terjadi akibat adanya diferensiasi sel penutup stomata (Kevan & Baker, 1984). Proses pembentukan kelenjar nektari pada bagian perigonal lebih bebas dan tersebar di berbagai tempat, karena di dalam organ masing-masing sel intensitasnya terbatas, sehingga tampak seperti butiran pasir (Hall, 1978).
Dari segi anatomi, kelenjar nektari tipe sand-like yang tersebar pada tumbuhan air dan Hibiscus rosa-sinensis serta bentuk cincin (baik marginal maupun discoid) tidak berbeda nyata yaitu berupa kelenjar sekresi. Hal ini karena kelenjar nektari dibentuk secara reksigen oleh sel-sel yang berdekatan, kemudian sel-sel yang tidak mengalami robekan akan mengelilingi dan membentuk struktur yang menyerupai epitelium. Bentuk inilah yang menyebabkan secara anatomis baik kelenjar nektari tipe sand-like dan tipe cincin tidak berbeda nyata. Struktur anatomi kelenjar ini terjadi karena dalam proses pembentukannya ada peran dari jaringan pembuluh (pada kelenjar nektari perigonal jumlahnya sedikit), yang mana sel pengiring mengalami perubahan aktifitas dan membentuk struktur yang serupa dengan sel epitelium (Rathcke, 1992).
Dari segi organogenesis bunga, letak kelenjar nektari pada bagian toral disebabkan oleh aktifitas meristematis jaringan yang belum berdiferensiasi (korpus) yang nantinya membentuk jaringan baru. Hal ini menyebabkan jaringan yang dibentuk (parenkimal dan pembuluh) berada pada bagian relatif tersembunyi dibanding dengan kelenjar nektari yang berdiferensiasi dari aktifitas tunika (perigonal). Hal ini sesuai dengan pernyataan Fahn (1979), yang menyebutkan bahwa kelenjar nektari yang berada pada bagian tersembunyi (toral, staminal, stilar, maupun ovarial) akan menghasilkan nektar dengan kandungan gula lebih tinggi dibanding kandungan gula dari nektar yang dihasilkan kelenjar nektari yang dibentuk oleh jaringan pada bagian terbuka (perigonal).
Bunga tumbuhan darat yang sebagian besar polinatornya serangga mengembangkan struktur yang mampu menarik serangga. Berbeda dengan tumbuhan air, yang sebagian besar polinatornya adalah air, mollusca, maupun angin. Karena struktur akan berkembang sejalan dengan fungsi, maka tumbuhan air tidak merasa butuh membentuk struktur yang menarik serangga (dalam hal ini bukan pollinator utamanya). Struktur kelenjar nektari pada bagian perigonal bagi tumbuhan air, dianggap lebih menguntungkan karena secara tidak langsung mollusca yang membantu polinasinya akan mendapatkan asam amino dan gula yang dicarinya dengan memakan organ perhiasan bunga. Dari hal inilah, maka tumbuhan air dan tumbuhan darat melakukan adaptasi seiring kebutuhan dasarnya untuk berkembangbiak dan melestarikan jenisnya (Hall, 1978).
Seminar Nasional Biologi XX dan Kongres PBI XIV UIN Maliki Malang 24-25 Juli 2009 655
5. Kesimpulan
Letak kelenjar nektari pada bunga tumbuhan air dan tumbuhan darat berbeda, pada tumbuhan air kelenjar nektari terletak pada bagian perigonal, baik pada sepala maupun petala, sedangkan pada bunga tumbuhan darat letak kelenjar nektari di bagian toral, kecuali pada Hibiscus rosa-sinensis. Secara umum bentuk kelenjar nektari tumbuhan air dan tumbuhan darat juga berbeda, bentuk kelenjar nektari tumbuhan air adalah sand-like yang tersebar pada bagian perigonal. Pada bunga tumbuhan darat bentuk kelenjar nektari berupa cincin, baik marginal maupun discoid menyesuaikan letaknya pada reseptakel atau pada pangkal sepala-petala.
DAFTAR PUSTAKA
Cutter, E. G. 1978. Plant Anatomy, Part 1: Cells and Tissues. Second edition. p. 228-231. The English Language Book, Society and Edward Arnold, Ltd. London.
Eames, A. J. and L. H. Mac Daniels. 1977. An Introduction to Plant Anatomy. Second edition. p. 114-117. Mc Graw-Hill Book Company, Inc. New York-Toronto-London.
Esau, K. 1977. Anatomy of Seed Plants. Second edition. p. 199-206. John Wiley and Sons, Inc. New York-Chichester-Brisbane-Toronto-Singapore.
Fahn, A. 1979. Secretory Tissues in Plants. Academic Press, Inc. London. Ltd. p. 52-111 Fahn, A. 1991. Anatomi Tumbuhan. Edisi ketiga. hal. 743-758. Gadjah Mada University,
Press. Yogyakarta.
Hall, M. A. 1978. Plant Structure, Function and Adaptation. The Macmillan Press Ltd. London. pp. 332, 335-344, 350-353
Harborne, J. B. and B. L. Turner. 1984. Plant Chemosystematic. First Edition. Academic Press. Inc. London. pp. 204, 210-211
Harborne, J. B. 1988. Introduction to Ecological Biochemistry. Third edition. p. 42-79. Academic Press. Inc. London.
Jamieson, B. G. M. and J. F. Reynold. 1967. Tropical Plant Types. First Edition. p. 225-228. Pergamon Press. Ltd. Oxford-London.
Kevan, P.G. and H. G. Baker. 1984. Insect on Flower (in Huffaker C. B. and. Rabb R. L. (edit) : Ecological Entomology). p. 608-628. John Wiley and Sons, Inc. Canada. Mc Lean and W. R. Ivimey-Cook. 1952. Textbook of Theoritical Botany. Volume II.
Longmans Green and Co. London-New York-Toronto. p. 124-139
Milburn, J. A. and J. Kallarackal. 1991. Sap Exudation (in Raghavendra A. S. (edit) : Physiology of Trees). p. 388-390. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Pandey, B. P. 1982. Plant Anatomy. Third edition. S. Chand and Company, Ltd. Ramnagar. New Delhi. p. 117
Rathcke, B. J. 1992. Nectar Distribution, Pollinator Behavior and Plant Reproductive Succes (in Hunter M. N. et al. (edit) : Effects of Resource Distribution on Animal-Plant Interaction). p. 112-131. Academic Press, Inc. San Diego.
Tjitrosoepomo, G. 1987. Morfologi Tumbuhan. Cetakan ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. hal.192-194