• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deposito Jumbo Pemerintah Daerah; Perburuan Rente dan Alih Fungsi APBD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Deposito Jumbo Pemerintah Daerah; Perburuan Rente dan Alih Fungsi APBD"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

Deposito Jumbo Pemerintah Daerah; Perburuan Rente dan Alih Fungsi APBD

I. PENDAHULUAN

Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwa hal-hal yang terkait dengan Keuangan Negara/Daerah diatur dalam :

a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

c. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara.

Pasal 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, yang salah satunya meliputi kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah.

Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pada Pasal 1 dan Pasal 2 menyatakan bahwa Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD, yang salah satunya meliputi pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah.

(2)

2 Pengelolaan keuangan negara adalah meliputi keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggung jawaban dan tanggung jawabkeuangan negara adalah

kewajiban Pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada

peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan

memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara.

Hal tersebut merupakan dasar bagi pemerintah baik itu pusat ataupun daerah dalam melaksanakan pengelolaan keuangan negara/daerah. Dalam tulisan ini, pembahasannya akan lebih mengarah ke pengelolaan keuangan daerah oleh pemerintah daerah khususnya dalam hal

pengelolaan investasi jangka pendek oleh pemerintah daerah terkait penempatan dana idle pada

perbankan.

Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, beberapa urusan wajib pemerintah daerah yang terkait langsung dengan peningkatan kesejahteraan rakyat antara lain adalah; perencanaan dan pengendalian pembangunan;

a. penyediaan sarana dan prasarana umum; b. penanganan bidang kesehatan;

c. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;

d. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota

e. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya;

Dalam pelaksanaan urusan wajibnya, pemerintah daerah memiliki hak dan kewajiban. Hak pemerintah daerah menurut Pasal 21 UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah;

a. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya; b. memilih pimpinan daerah;

c. mengelola aparatur daerah; d. mengelola kekayaan daerah;

e. memungut pajak daerah dan retribusi daerah;

f. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya

yang berada di daerah;

Sedangkan kewajiban pemerintah daerah menurut Pasal 22 UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah; a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta

keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. meningkatkan kualitas kehidupan, masyarakat; c. mengembangkan kehidupan demokrasi; d. mewujudkan keadilan dan pemerataan; e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;

f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;

g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak; h. mengembangkan sistem jaminan sosial;

(3)

3

i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;

j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah;

k. melestarikan lingkungan hidup;

l. mengelola administrasi kependudukan;

m. melestarikan nilai sosial budaya;

n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya

o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan hak dan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja,. dan pembiayaan daerah (APBD) yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan.

Menurut Indonesia Procurement Watch (IPW) 70% kasus korupsi di Indonesia bersumber

dari pengadaan barang/jasa pemerintah1

. Menurut KPK, saat ini 70 persen dari 385 kasus korupsi

yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bermula dari pengadaan barang dan jasa2

.

Ditengah-tengah massive nya upaya pemberantasan korupsi oleh aparat penegak hukum di

Indonesia secara langsung maupun tidak langsung sangat berpengaruh terhadap penyerapan anggaran (baca realisasi anggaran).

Kualitas belanja yang baik merupakan kondisi ideal yang ingin diwujudkan dalam pengelolaan APBD. Untuk mendorong tercapainya tujuan tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh penyerapan belanja saja tetapi juga harus didukung oleh perencanaan anggaran yang lebih baik, penetapan anggaran yang lebih tepat waktu dan pelaksanaan anggaran yang lebih disiplin. Tetapi harus diakui saat ini kondisi tersebut belum sepenuhnya bisa dicapai. Hal itu antara lain tercermin dari pergerakan realisasi penyerapan belanja APBD yang belum berjalan optimal dan masih tingginya

dana “idle” yang belum digunakan3

.

Dalam semester I tahun 2013, kemampuan penyerapan anggaran lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pada semester I-2013, penyerapan anggaran mencapai 40,7% atau Rp629,4 triliun. Realisasi belanja pemerintah pusat saat mencapai 36,8%

atau Rp393,9 triliun, sementara belanja pemerintah daerah 49,2% atau setara Rp235,5 triliun.4

Diakui atau tidak, salah satu penyebab rendahnya tingkat penyerapan anggaran menurut beberapa pihak adalah adanya ketakutan dari para pejabat pelaksana pengadaan barang/jasa pemerintah.

Menurut Laporan Monitoring Realisasi APBD dan Dana Idle Semester I Tahun 2013 yang

diterbitkan oleh Kementrian Keuangan Pada bulan Juni 2013 simpanan pemda di perbankan meningkat menjadi Rp201,4 triliun, dimana pada bulan yang sama tahun sebelumnya adalah Rp179,8 triliun sehingga terjadi peningkatan Rp21,6 triliun atau 12,0%. Hal serupa juga tampak

1

Antara News.com “70% korupsi dari pengadaan barang/jasa” 5 Juni 2013

2 Kpk.go.id “Modus Korupsi pengadaan barang/jasa” 12 September 2013

3

Dana “idle” ; dana menganggur. Catatan penulis; istilah dana menganggur tergantung dari diskresi PPKD 4

(4)

4 pada besaran kepemilikan BPD terhadap SUN yang mengalami peningkatan dari periode yang sama tahun sebelumnya yaitu dari Rp18,2 triliun menjadi Rp24,6 triliun. Sedangkan untuk kepemilikan BPD terhadap SBI justru mengalami penurunan dari Rp10,15 triliun pada Juni 2012 menjadi Rp5,0 triliun pada Juni 2013, dimana hal tersebut dimungkinkan karena jangka waktu SBI

yang semula hanya periode 3 bulan dan 6 bulan menjadi 9 bulan. 5Periode penyerapan belanja

yang cenderung menumpuk di akhir tahun dengan jumlah penyerapan belanja yang tidak

mencapai 100% menyebabkan munculnya dana idle (menganggur). Dana idle pemda dalam

laporan ini diestimasi dengan cara melihat beberapa indikator yaitu simpanan pemda di bank

umum dan BPR, kepemilikan BPD dalam bentuk SBI dan kepemilikan BPD dalam bentuk SUN. Pada semester I tahun 2013, dana idle pemda kembali menunjukkan peningkatan dari periode yang sama tahun sebelumnya.

Kecenderungan meningkatnya simpanan pemerintah daerah di Bank Umum atau BPR berdasarkan laporan monitoring Kementrian Keuangan menimbulkan kekhawatiran yang sangat

terhadap pelaksanaan kewajiban pemerintah daerah kepada rakyat. Penempatan dana idle pada

bank mencerminkan buruknya perencanaan dan pelaksanaan dari APBD. Atas nama investasi dan penerimaan pendapatan asli daerah, fungsi APBD sebagai instrumen penggerak perekonomian masyarakat, melalui tersedianya infrastruktur jalan, jembatan, bangunan, layanan pendidikan dan kesehatan yang optimal menjadi sekedar slogan saja.

Kecurigaan beberapa pihak terkait penempatan dana idle pada perbankan demi meraup

keuntungan pribadi semakin mengemuka. Uchok Sky Khadafy Direktur Investigasi dan Advokasi

FITRA mengemukakan "Menempatkan deposito pemda ke sebuah bank, alasan bukan hanya untuk menabung. Tetapi, penempatan deposito di bank juga diduga untuk mendapat fee dari pihak bank" 6

.

Penempatan dana idle pemerintah daerah ditenggarai bukan lagi sekedar manajemen kas

namun lebih kepada upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga dikhawatirkan sangat mengganggu likuiditas pelaksanaan anggaran. Peningkatan PAD tentu saja berdampak terhadap peningkatan Belanja Operasional Kepala Daerah/Wakil, Belanja Operasional Pimpinan DPRD dan insentif Kontroversi penempatan dana idle pemerintah daerah

dalam bentuk deposito di Bank Umum dan BPR demi meraup pendapatan daerah vis a vis

kewajiban pemerintah daerah kepada masyarakatnya menimbulkan beberapa permasalahan hukum

II. PERMASALAHAN

1. Bagaimana mekanisme pengelolaan investasi jangka pendek pemerintah daerah menurut peraturan perundang-undangan? Bagaimana dengan penempatan deposito oncall?

2. Apakah ada mekanisme check and balances terhadap pengelolaan deposito pemerintah daerah?

5

Kemenkeu.go.id. Laporan Monitoring Realisasi APBD dan Dana Idle Semester I Tahun 2013 6

(5)

5

III. PEMBAHASAN

1. Jenis-Jenis Investasi Daerah

Menurut Pasal 1 PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, investasi adalah penggunaan aset untuk memperoleh manfaat ekonomis seperti bunga, dividen, royalti, manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Dalam ketentuan ini pengaturan mengenai Investasi sebagai bagian dari pembiayaan daerah tidak diatur secara lengkap, namun diatur oleh Permendagri 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai amanat dari ketentuan dalam Pasal 155 PP 58 Tahun 2005. Menurut Pasal 71 Permendagri 13 tahun 2006, jenis-jenis investasi daerah dirumuskan sebagai berikut;

a. Investasi jangka pendek merupakan investasi yang dapat segera

diperjualbelikan/dicairkan, ditujukan dalam rangka manajemen kas dan beresiko rendah serta dimiliki selama kurang dari 12 (duabelas) bulan. Investasi jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup deposito berjangka waktu 3 (tiga) bulan sampai dengan 12 (duabelas) bulan yang dapat diperpanjang secara otomatis, pembelian surat utang negara (SUN), sertifikat bank Indonesia (SBI) dan surat perbendaharaan negara (SPN).

b. Investasi jangka panjang merupakan investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih

dari 12 (duabelas) bulan yang terdiri dari investasi permanen dan non permanen. Investasi jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) antara lain surat berharga yang dibeli pemerintah daerah dalam rangka mengendalikan suatu badan usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha, surat berharga yang dibeli pemerintah daerah untuk tujuan menjaga hubungan balk dalam dan luar negeri, surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi kebutuhan kas jangka pendek.

c. Investasi permanen sebagaimana bertujuan untuk dimiliki secara berkelanjutan tanpa

ada niat untuk diperjualbelikan atau tidak ditarik kembali, seperti kerjasama daerah dengan pihak ketiga dalam bentuk penggunausahaan/pemanfaatan aset daerah, penyertaan modal daerah pada BUMD dan/atau badan usaha lainnya dan investasi permanen lainnya yang dimiliki pemerintah daerah untuk menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

d. Investasi non permanen bertujuan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan atau ada

niat untuk diperjualbelikan atau ditarik kembali, seperti pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki sampai dengan tanggal jatuh tempo, dana yang disisihkan pemerintah daerah dalam rangka pelayanan/pemberdayaan masyarakat seperti bantuan modal kerja, pembentukan dana secara bergulir kepada kelompok masyarakat, pemberian fasilitas pendanaan kepada usaha mikro dan menengah.

Menurut jenis investasinya deposito dana “idle” pemerintah daerah dikategorikan sebagai investasi jangka pendek.

(6)

6 Menurut UU No 10 Tahhun 1998 tentang Perbankan, deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian Nasabah

Penyimpan dengan bank. Sementara Deposito on call atau dikenal DOC ini diterbitkan

sekitar 7 hari sampai satu bulan dan bisa dicairkan sewaktu-waktu sesuai perjanjian.

2. Mekanisme penempatan Investasi Jangka Pendek

Asas umum pengelolaan keuangan daerah dalam PP Nomor 58 Tahun 2005 adalah terciptanya pengelolaan keuangan daerah yang tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Pengelolaan keuangan daerah dimaksud dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. Hal ini memiliki konsekuensi semua penerimaan dan pengeluaran daerah baik dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa wajib dianggarkan dalam APBD. Struktur APBD mencakup pendapatan, belanja dan pembiayaan. Menurut PP Nomor 58 Tahun 2005, PPKD selaku BUD adalah pejabat yang diberi wewenang untuk melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/menatausahakan investasi daerah.

Investasi jangka pendek pemerintah daerah dalam bentuk portofolio deposito sampai dengan 12 bulan, SUN, SBI, SPN dan surat berharga lainnya dapat bersumber dari pemanfaatan dana cadangan ataupun investasi yang sudah dianggarkan. Dalam PP Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, deposito kurang dari 3 bulan dipersamakan dengan setara kas sedangkan lebih dari 3 bulan sampai 12 bulan adalah investasi jangka pendek. Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang signifikan.

Mekanisme penatausahaan dan pertanggungjawaban investasi jangka pendek ini sama dengan penyertaan modal biasa. Menurut Pasal 73 ayat (1) Permendagri 13 tahun 2006, investasi daerah jangka pendek dalam bentuk deposito pada bank umum dianggarkan dalam

pengeluaran pembiayaan pada jenis penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah. Pasal 141

Permendagri 13 tahun 2006 menyatakan Investasi awal dan penambahan investasi dicatat pada rekening penyertaan modal (investasi) daerah. Dengan demikian dokumen yang diperlukan dalam proses investasi jangka pendek yakni, Surat Penyediaan Dana (SPD), Surat Perintah Pembayaran (SPP), Surat Perintah Membayar (SPM).

3. Mekanisme pengawasan

Dalam praktek, PPKD selaku BUD sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya melakukan penempatan dana daerah dalam bentuk investasi jangka pendek terhadap uang

menganggur idle cash dalam bentuk deposito on call di bank umum. Keberadaan idle cash

sangat mudah diketahui mengingat PPKD selaku BUD menerima laporan realisasi bulanan, triwulanan, semesteran dan tahunan dari SKPD sehingga bisa menyimpulkan perkiraan penyerapan anggaran Kas Daerah.

(7)

7

Dalam rezim SAP, deposito on call bulanan tetap dianggap sebagai bentuk investasi

jangka pendek yang disamakan dengan setara kas (Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai

yang signifikan) sehingga pengakuan dan pencatatan atas deposito on call ini di Neraca

disajikan dalam Setara Kas bukan investasi jangka pendek. Dampak dari penyajian di Neraca ini menimbulkan kesalahpahamam atau kesengajaan atas penempatan dana dibank dalam

bentuk deposito on call tanpa melalui mekanisme APBD karena dianggap bukan investasi.

BUD hanya cukup memberitahu bank tempat menyimpan Kas Daerah untuk pemindahbukuan dari rekening Kas Daerah ke rekening deposito atau cukup diterbitkan SPM yang isinya pemindahbukuan dari Kas Daerah ke rekening deposito yang ditunjuk. Pembukaan rekening deposito memerlukan persetujuan kepala daerah sehingga dalam proses penempatan dana ini, Kepala Daerah dianggap tahu.

Kebijakan yang diambil oleh PPKD selaku BUD terhadap penempatan dana melalui deposito on call ini dilakukan atas dasar beberapa motif antara lain;

1) Peningkatan PAD; Ditengah lesunya penerimaan PAD dari sector Pajak dan Retribusi

Daerah, cara investasi berupa deposito dianggap paling aman dan mudah untuk meningkatkan PAD.

2) Peningkatan Dana Operasional KDH/Insentif/Upah Pungut PAD: Peningkatan PAD

berpengaruh terhadap tinggi rendahnya dana operasional KDH. Sementara setiap PAD yang terkumpul ada komponen Upah Pungut/Insentif yang akan diterima oleh para pejabat, pelaksana penghimpun PAD.

3) Keuntungan pribadi: Bank adalah sebuah institusi bisnis yang bertujuan mengejar

keuntungan. Dalam praktek bunga deposito yang ditawarkan bank kepada para nasabah sangat berbeda-beda tergantung jumlah uang yang ditempatkan dan kondisi bank dimaksud. Beberapa bank dalam menawarkan produk investasinya tidak segan-segan, selain menawarkan bunga lebih tinggi dari suku bunga yang dijamin LPS, dalam praktek juga menawarkan pemberian sesuatu baik dalam bentuk uang dan/atau barang bagi nasabahnya.

Prinsip umum pengelolaan keuangan daerah menyatakan setiap penerimaan dan pengeluaran wajib dianggarkan melalui APBD. Bilamana penempatan dana Kas Daerah yang

dianggap menganggur ke deposito on call dilakukan hanya cukup melalui penerbitan SPM

(tanpa SPD) yang isinya pemindahbukuan, maka mekanisme kontrol hanya bisa dilakukan oleh Kepala Daerah, PPKD selaku BUD dan pemeriksa saja.

DPRD selaku representasi dari rakyat yang ikut membahas dan mengesahkan APBD tidak bisa melakukan pengawasan mengingat tidak dianggarkan dalam APBD. Pemeriksa BPK pun hanya akan melihat bentuk pertanggungjawaban dari penempatan dana dari aspek legalitasnya saja (ijin dari kepala daerah, perjanjian deposito, tingkat suku bunga deposito dan bunga yang diterima serta ada/tidak di APBD).

Dalam beberapa kasus, deposito on call pemerintah daerah diperpanjang hingga lebih dari beberapa bulan dan/atau ditambah nilainya. Hal ini perlu dicermati mengingat rentan penyelewengan, sebab bisa jadi ada perubahan perjanjian dari deposito oncall menjadi lebih

(8)

8 dari 3 bulan (bunga lebih tinggi) namun yang diberikan perjanjian deposito on call yang lama. Beberapa kesulitan terkait UU Perbankan menyulitkan para pihak untuk melakukan pengawasan atas praktek ini. Beberapa kasus baru terbongkar manakala bank tempat penempatan dana dimaksud kolaps sebagai contoh, deposito uang daerah Kabupaten Kutai Timur di Bank IFI sebesar 72 Milyar tidak bisa diganti LPS mengingat dalam proses penempatan dananya diketahui ada fund raising sebesar kurang lebih 19 Milyar dalam bentuk cash yang tertuang dalam putusan MA Nomor 1649/Pidsus/2012 atas nama terdakwa Ir Anung Nugroho selaku Direktur Kutai Timur Energi (BUMD Pemkab Kutim).

Hingga saat ini aturan teknis mengenai investasi pemerintah daerah sudah diatur dalam Permendagri Nomor 52 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan Investasi Daerah, namun aturan teknis dimaksud belum mengatur investasi pemerintah daerah dalam bentuk deposito. Investasi pemerintah daerah yang diatur dalam aturan dimaksud hanya terbatas inventasi dalam bentuk invenstasi surat berharga (saham dan surat utang) dan investasi langsung (penyertaan modal dan pemberian pinjaman).

IV. PENUTUP

Investasi melalui deposito bagi pemerintah daerah bukan sebuah larangan, namun proses pelaksanaannya wajib mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengelolaan investasi melalui deposito on call dengan cara penerbitan SPM saja tanpa melalui mekanisme APBD ( tidak dianggarkan dalam APBD, tanpa SPD dan SPP) adalah sebuah pelangggaran hukum dan rentan penyalahgunaan anggaran, meskipun tujuannya adalah peningkatan PAD.

Regulasi khusus mengenai penempatan dana deposito daerah sangat mendesak diperlukan dalam rangka menertibkan penempatan dana daerah yang dianggap menganggur demi terciptanya prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah yang tertib, efisien, transparan dan akuntabel.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

3. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah 4. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan 5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah

6. Permendagri Nomor52 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan Investasi Daerah

Sub Bagian Hukum dan Humas Perwakilan Provinsi Kalimantan Selatan

Referensi

Dokumen terkait

Para penyandang disabilitas sudah seharusnya mendapat perlakuan yang sama dengan orang normal, bahkan hal ini sudah tertulis di dalam undang-undang tentang

Di Lampung terdapat Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung dengan tugas melakukan upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba

Untuk mendeteksi boneka, robot harus dapat memasuki daerah boneka yang ditentukan dengan nilai bacaan dari sensor jarak ultrasonik, baru kemudian menggunakan

Dala m penelit ian tahap ini peneliti menggunakan dua kelo mpok yaitu kelo mpok eksperimen dan kelo mpok kontrol, yang dimana dala m ke lo mpok kontrol ini peneliti

Biasanya media majalah dibaca sambil bersantai, berbeda dengan media cetak lain yang dibaca agak tergesa-gesa, sehingga peluang sebuah iklan untuk dibaca dan diamati lebih

jenis yang beragam, seperti yang terlihat dari tabel

Akselerasi juga akan terpengaruh karena mobil tidak akan berjalan melebihi kecepatan rata-rata, terlepas dari seberapa banyak akselerasi yang dilakukan, misfire yang berulang

Prof Erman Aminullah (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) DEWAN PAKAR HIMPENINDO:.. Ketua : Thomas Djamaludin (Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional) Sekretaris :