• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN PICTURE MATCHING UNTUK MENINGKATKAN READING COMPREHENSION DI KELAS V SEKOLAH DASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN PICTURE MATCHING UNTUK MENINGKATKAN READING COMPREHENSION DI KELAS V SEKOLAH DASAR"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN PICTURE MATCHING UNTUK MENINGKATKAN

READING COMPREHENSION DI KELAS V SEKOLAH DASAR

Melinda Amalia

1

, Winti Ananthia

2

, Titing Rohayati

3 JurusanPendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu pendidikan,

Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru. melinda.amalia@student.upi.edu

ABSTRAK

Pembelajaran bahasa Inggris sejak usia sekolah dasar dinilai memiliki manfaat positif karena hal tersebut dapat membuat siswa mengenal dan terbiasa dengan bahasa Inggris lebih awal. Salah satu keterampilan bahasa Inggris yang dipelajari di sekolah dasar yakni reading comprehension. Namun, dalam praktek pembelajaran reading comprehension, siswa masih kesulitan memahami bacaan dikarenakan kurang tepatnya pemilihan metode yang digunakan serta ketiadaan penggunaan media dalam pembelajaran. Artikel ini ditulis untuk memperoleh gambaran hasil belajar siswa dalam pembelajaran reading comprehension dengan penggunaan picture matching. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian tindakan kelas dengan model penelitian Elliot. Penelitian terdiri dari tiga siklus dimana setiap siklusnya terdiri dari tiga tindakan. Subjek dalam penelitian ini yaitu siswa kelas V di SDN 2 Lurah yang terdiri dari 34 siswa. Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari lembar observasi guru dan siswa, lembar catatan lapangan, lembar pedoman wawancara, lembar evaluasi, dan dokumentasi. Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan kualitatif yang disajikan dalam bentuk statistika deskriptif. Hasil belajar siswa dengan penggunaan picture matching dalam pembelajaran reading comprehenison di kelas V menunjukkan peningkatan pada setiap siklusnya, yaitu pada siklus I 64,7; pada siklus II 68,9; dan pada siklus III 77,6. Dengan demikian, penggunaan picture matching dapat meningkatkan reading comprehension di sekolah dasar.

Kata kunci : Reading comprehension, Picture matching, Sekolah Dasar, Pembelajaran bahasa Inggris, Indonesia.

1 Mahasiwa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1204203 2 Dosen Pembimbing I, Penulis Penanggung Jawab 3 Dosen Pembimbing II, Penulis Penanggung Jawab

(2)

THE USE OF PICTURE MATCHING TO IMPROVE READING

COMPREHENSION IN FIFTH GRADE ELEMENTARY SCHOOL

Melinda Amalia

1

, Winti Ananthia

2

, Titing Rohayati

3

Department of Elementary School Teacher Education, Faculty of Science Education, Indonesia Univerity of Education.

melinda.amalia@student.upi.edu

ABSTRACT

English language learning since elementary school age has been agreed has a positive effect because it can make student get to know and used with english earlier. One of english language learning skill that student learn at elementary school is reading comprehension. But, in the reading comprehension learning practice, student still have difficulty to understand the text due to the lack of method choosing and the lack of media use in the learning process. This article aim to obtain the result of study from the students in reading comprehension lesson by employing picture matching. Classroom Action Research (Elliot model) was employed in this research. It was conducted through three cycles in which each cycle consisted of three actions. The research subjects were 34 fifth grade students of 2 Lurah Public Elementary School. Teachers’ and students’ observation, field notes, interview guidelines, evaluation sheets, and documentation were utilized as the research instruments. Data obtained in this research are quantitative and qualitative. These data are presented in the descriptive statistics form. The result of study obtained by the students by employing picture matching on reading comprehension lesson in fifth grade was improving on each cycle; the score in cycle I was 64,7; in cycle II was 68,9; and in cycle III was 77,6. By the result of study, it can be concluded that the use of picture matching can improve reading comprehension in elementary school.

Key Words: Reading comprehension, Picture matching, Elementary school, English language learning , Indonesia.

(3)

Era globalisasi menuntut individu untuk mengikuti perkembangan dan kemajuan yang hadir dalam segala aspek kehidupan. Untuk mengikuti dinamisnya perkembangan dan kemajuan tersebut, individu membutuhkan interaksi dengan individu lain dalam skala yang lebih luas dan tak terbatas. Masyarakat dunia mengakui adanya bahasa Inggris sebagai bahasa yang digunakan secara global. Berbagai informasi yang memuat aspek dalam ilmu pengetahuan, teknologi, informasi dan komunikasi yang mendukung kemajuan tersebut sebagian besar dikemas dalam bahasa Inggris (Tsui dan Tollefson, 2007). Kachru (dalam Stroupe, 2010) menambahkan bahwa penguasaan terhadap bahasa Inggris merupakan akses menuju terbukanya gerbang dunia teknologi, pendidikan serta ekonomi. Sejalan dengan hal ini, Bialystok (2001) mengemukakan sebuah penelitian yang menemukan bahwa kemampuan menguasai lebih dari satu bahasa dimana dalam konteks ini yakni bahasa asing, bagi seorang anak akan berpengaruh pada kehidupan sosial bahkan kehidupan ekonominya. Hal ini merupakan suatu modal yang besar untuk dimiliki seorang anak yang tumbuh pada era globalisasi saat ini.

Pengajaran bahasa Inggris di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.23 tahun 2006 bertujuan untuk membekali siswa dengan penguasaan kemampuan membaca

(reading), menyimak (listening), berbicara

(speaking), dan menulis (writing). Dalam penelitian ini kemampuan membaca

(reading) menjadi fokus yang akan

dibahas secara khusus berdasarkan pertimbangan bahwa penguasaan kemampuan reading memegang peranan penting dalam pembelajaran bahasa asing, dimana reading mampu membantu pembelajar untuk mendapatkan berbagai penyebaran ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi mutakhir yang

penyebarannya dikemas dalam teks berbahasa Inggris. Melalui reading, siswa akan menemui kata-kata dalam bahasa Inggris yang belum pernah mereka ketahui sehingga akan memperkaya pemerolehan vocabulary. Disamping itu, kemampuan reading yang baik mampu mengantarkan siswa kepada kesuksesan akademiknya. Hal ini melihat fakta bahwa sebagian besar sumber belajar siswa adalah dari buku yang dibaca.

Tujuan utama dari kegiatan membaca adalah untuk memahami makna bacaan tersebut, hal ini berkaitan dengan pernyataan yang menyebutkan bahwa “

the aim of reading is comprehension” (Anderson, dalam Linse, 2005). Reading comprehension dijadikan sebagai tujuan utama dikarenakan melalui memahami apa yang dibaca, individu mampu mendapatkan pengetahuan-pengetahuan yang terkandung dalam suatu tulisan.. Hal ini didukung dengan pernyataan Sweet dan Snow (dalam Butler, et.al., 2010), bahwa comprehension sangat penting dikuasai bagi siswa sekolah dasar kelas tinggi, karena hal ini akan menjadi dasar bagi perkembangan belajar siswa di sekolah tingkat lanjut. Reading

comprehension dalam pembelajaran

bahasa Inggris KTSP 2006 menuntut peserta didik untuk menguasai kemampuan mengidentifikasi berbagai informasi dalam kalimat dan teks deskriptif bergambar. Berdasarkan kompetensi yang harus dicapai dalam KTSP 2006 dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa memahami makna teks adalah salah satu tujuan utama dalam pembelajaran bahasa Inggris di SD.

Komponen penting dalam reading comprehension adalah vocabulary, Stahl dan Fairbanks (1986) menyatakan bahwa

vocabulary adalah komponen terkuat

dalam reading comprehension dibuktikan dengan beberapa studi yang menunjukkan bahwa siswa yang menguasai perbendaharaan vocabulary memiliki

(4)

nilai yang lebih baik daripada siswa yang kurang menguasai vocabulary. Lebih lanjut Yildrim et,al. (2011) menyatakan bahwa individu yang bermasalah dengan

comprehension secara umum memiliki

penguasaan vocabulary yang terbatas daripada mereka yang menguasai lebih banyak vocabulary. Menurut Nixon dan

Tomlison (2005), dalam

menyelenggarakan kegiatan pembelajaran

reading bagi EFL (English for Foreign

Language) young learner diperlukan

bantuan visualisasi untuk membantu siswa memahami intisari dari bacaan tersebut.

Namun, kemampuan siswa dalam memahami teks berbahasa Inggris masih rendah. Hal ini dalam terlihat dalam realita proses pembelajaran reading comprehension di salah satu sekolah dasar negeri yang peneliti temui, yakni SDN 2 Lurah yang berlokasi di kecamatan Plumbon kabupaten Cirebon berdasarkan hasil observasi pra penelitian di kelas V, menunjukkan bahwa masih ditemukan kurangnya kemampuan siswa untuk memahami bacaan teks berbahasa Inggris. Hasil temuan observasi pra penelitian tersebut antara lain menemukan bahwa metode yang diterapkan dalam proses pembelajaran reading comprehension,

yakni penerjemahan kata per kata secara ceramah oleh guru dengan tujuan agar siswa mampu memahami teks yang dibaca setelah itu siswa menjawab latihan-latihan soal yang ada. Metode ini membantu siswa menemukan arti kata memahami makna teks namun hal tersebut hanya bersifat temporer. Sehingga ketika siswa disajikan teks yang berbeda pada pembelajaran selanjutnya, siswa masih kesulitan memahami makna teks meski vocabulary

yang ada sudah pernah siswa temui sebelumnya.

Selain itu, media tidak dijumpai sebagai alat pendukung dalam pembelajaran reading comprehension

sehingga pembelajaran terasa monoton. Siswa akan lebih mudah kehilangan motivasi untuk belajar apabila pembelajaran dirasa sulit untuk dipahami atau membosankan. Berdasarkan hasil observasi pra penelitian dalam proses pembelajaran, tujuan pembelajaran

reading comprehension sesuai

kurikulum yang diterapkan masih belum mampu terpenuhi dengan baik.

Menyikapi realita tersebut, usaha yang dapat dilakukan untuk memperbaiki reading comprehension

adalah dengan memperkuat komponen penting reading comprehension yakni

vocabulary. Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk memperkaya

vocabulary yakni melalui penggunaan teknik picture matching. Dalam mengajarkan vocabulary hambatan yang sering ditemui yakni tidak adanya media atau teknik yang dapat menarik perhatian dan motivasi belajar siswa. Pembelajaran memerlukan media untuk membantu siswa dalam pembelajaran. Hal ini mempertimbangkan salah satu karakteristik siswa usia muda yang memiliki jangka konsentrasi dan perhatian yang pendek apabila pembelajaran dirasa membosankan atau sulit untuk dipahami. Oleh karena itu, pembelajaran menarik diperlukan agar siswa fokus terhadap pembelajaran. Dalam pembelajaran

reading, picture dapat membantu siswa untuk memvisualisasikan kata dan kalimat atau vocabulary yang tersusun dari teks sehingga siswa mampu memahami makna dari isi teks tersebut.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, sebagai usaha untuk meningkatkan kemampuan reading comprehension, penelitian ini berfokus pada penggunaan picture yang dipasangkan dengan kalimat dari teks atau kalimat dengan gambar yang

(5)

disebut dengan picture matching. Kegiatan memasangkan kalimat dengan gambar ataupun sebaliknya ini dapat menilai pemahaman siswa mengenai informasi dalam teks dimana picture

membantu pemahaman tersebut. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Dallman,

et.al. (1982) menganjurkan kegiatan

picture matching dalam aktivitas

pengajaran membaca untuk meningkatkan pengenalan kata atau kalimat yang akan mengembangkan kemampuan reading comprehension, seperti yang tergambar dari pernyataan berikut:

“ matching words and pictures. Both to provide practice to recognizing words...or, instead of single words, group of words or whole sentences can be supplied along with matching pictures.”

Melalui pernyataan tersebut, picture

matching diharapkan dapat

meningkatkan kemampuan reading comprehension siswa sekolah dasar.

Dalam konteks penelitian ini tahapan kegiatan membaca mengambil istilah yang sama dengan tahapan oleh Abidin (2012, hlm.159-162), namun untuk menyesuaikan dengan penggunaan dalam pembelajaran bahasa Inggris maka istilah tersebut dirubah ke dalam bahasa Inggris menjadi pre reading

(tahap prabaca), while reading (tahap membaca), dan post reading (tahap pascabaca). Pada tahap pre reading

(tahap prabaca), dilakukan untuk membuat prediksi mengenai teks bacaan dan mengaitkan bacaan dengan latar belakang pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa mengenai suatu konsep. Hal ini dilakukan agar siswa mampu mendapatkan pemahaman mengenai konsep baru. Pada tahap while

reading (tahap membaca), dapat

menerapkan berbagai variasi strategi membaca dengan tujuan agar siswa

mampu mendapatkan pemahaman dari teks bacaan. Siswa mengetahui isi bacaan dan melaksanakan kegiatan membaca sesuai dengan instruksi dari guru. Pada tahap pascabca (post reading), terdapat serangkaian aktivitas yang dapat memperkuat kegiatan membaca dan membantu memadukan informasi baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa sebelumnya.

Tahapan pembelajaran reading comprehension dalam penelitian ini memuat penggunaan picture matching

didalamnya. Tahapan tersebut yakni tahap prabaca (pre reading) dimana siswa mengaitkan pembelajaran yang dipelajari dengan pengalamannya. Pada tahap pre reading penelitian ini, peneliti merancang kegiatan untuk menggali pengetahuan awal siswa mengenai materi dengan pengenalan awal target vocabulary dan frasa sesuai sub bab yang dipelajari. Kegiatan pengenalan awal tersebut dilakukan melalui picture matching dimana beberapa siswa diminta untuk memasangkan target vocabulary atau frasa yang dipelajari pada gambar yang sesuai di papan tulis. Tujuan dari kegiatan ini yakni menggali pengetahuan siswa terhadap target vocabulary atau frasa serta melibatkan partisipasi aktif siswa agar termotivasi dalam belajar. Dalam Linse (2005, hlm.123) dijelaskan bahwa mengajarkan siswa pada target vocabulary sebelum siswa memasuki materi baru dapat membantu siswa dalam memahami materi atau kegiatan tersebut. Lebih lanjut, Cameron (2001, hlm.93) menyatakan mengenai strategi pembelajaran vocabulary bagi young

learners dimana menebak arti

vocabulary merupakan salah satu

strategi yang dapat dilakukan melalui perantara picture. Lebih lanjut McCarthy (dalam Joklova, 2009) menyatakan bahwa kegiatan

(6)

pre-teaching sangat diperlukan untuk mengaktifkan pengetahuan yang telah diperoleh siswa dan meningkatkan perhatian serta antusias siswa untuk lebih dalam mempelajari suatu materi lebih detail.

Dalam pembelajaran reading comprehension, picture berguna untuk membantu siswa untuk memahami makna kata seperti yang telah dinyatakan oleh Allen dan Virginia (1983) bahwa “for helping students to understand the meaning of a word, a picture is useful.” Hal ini membantu memotivasi siswa untuk belajar bahasa asing karena siswa tidak perlu membayangkan makna kata dalam pikiran mereka karena sudah terbantu dengan adanya picture tersebut. Menurut teori dual-coding yang diprakarsai oleh Paivio (dalam Sadoski, 2005) menyatakan bahwa penyajian teks yang disertai oleh gambar mampu membantu meningkatkan memori pembaca terhadap teks tersebut. Dalam teori ini disebutkan bahwa dalam sistem kognitif pemrosesan informasi, informasi verbal dan informasi non verbal akan diproses secara terpisah. Dengan bantuan gambar maka memudahkan kedua sistem tersebut untuk memproses informasi secara bersama-sama sehingga pemahaman terhadap suatu informasi dalam teks lebih mudah didapatkan.

Tahapan selanjutnya yakni tahap membaca (while reading) dimana siswa membaca teks deskriptif bahasa Inggris sesuai dengan subtema pembelajaran. Peninjauan terhadap pemahaman siswa pada teks yang dibaca dilakukan melalui kegiatan

game. Game membuat young learner

belajar dalam situasi yang menyenangkan (McKay, 2006). Kegiatan game yang dilakukan dalam

pembelajaran reading comprehension

dalam penelitian ini yakni board race game, make a match game dan bingo game. Melalui game siswa mencapai tujuan pembelajaran tanpa merasa dalam situasi yang tertekan dengan suasana tenang dan rileks yang terbangun dari kegiatan tersebut. Hal tersebut didukung oleh Scott dan Ytreberg (2003) yang menyatakan

young learner dapat meraih hasil belajar yang baik ketika telah merasa aman dan menyenangi kegiatan pembelajaran. Kegiatan ini juga sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar pada umumnya yakni memiliki jangka waktu konsentrasi yang pendek (Scott dan Ytreberg, 2003 ; McKay, 2006), Jika siswa sudah kehilangan fokus dalam pembelajaran, maka makna belajar akan terhambat untuk tersampaikan pada siswa dan perubahan situasi pembelajaran menjadi kurang kondusif. Selanjutnya,

game juga membuat siswa belajar lebih baik dengan melibatkan aktivitas fisik. Hal ini didukung dengan pernyataan Scott dan Ytreberg (2003) bahwa young children love to play...”, dimana siswa masih memiliki keaktifan yang tinggi untuk bergerak dan memiliki insting menyukai permainan. Selain itu Vygotsky (dalam Mooney, 2000) menyebutkan hal senada bahwa siswa yang belajar melalui game dapat menyerap informasi lebih banyak. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran yang melibatkan game didalamnya sangat dianjurkan mengingat bahwa ketika siswa ikut bergerak dan terlibat maka motivasi siswa terhadap pembelajaran meningkat dan berpengaruh terhadap hasil akhir pembelajaran.

Tahapan terakhir yakni pascabaca (post reading) dimana siswa mengerjakan soal evaluasi dengan

(7)

memasangkan kalimat pada gambar yang sesuai. Kegiatan evaluasi menurut McKay (2006) bertujuan untuk mengetahui perkembangan yang dicapai siswa selama pembelajaran dan berguna sebagai perbaikan bagi rancangan pembelajaran selanjutnya. METODE

A. Desain Penelitian

Dalam konteks penelitian ini masalah yang dipilih menjadi kajian penelitian yakni permasalahan dalam proses pembelajaran bahasa Inggris khususnya bagi kemampuan reading comprehension. Metode penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas atau disebut juga dengan classroom action research. Penelitian Tindakan Kelas adalah sebuah metode penelitian dengan dasar pemikiran yang dibangun oleh Kurt Lewin pada pertengahan 1940 an bahwa untuk memahami dan merubah masalah sosial, para praktisi harus terlibat langsung dan mendalami masalah yang benar nyata terjadi dalam konteks sosial tersebut (McKernan 1991, hlm.10). Hal tersebut senada dengan pernyataan Kemmis and McTaggart dalam (Sanjaya, 2011 hlm.25) bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh guru sebagai praktisi pendidikan dalam kelasnya sendiri dengan tujuan meningkatkan pemahaman . Penelitian tindakan kelas memiliki tujuan utama yakni untuk memperbaiki masalah-masalah yang ada dalam proses pembelajaran di kelas, selain itu Sukanti (2008) dan Widayati (2008) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas memiliki tujuan lain, yakni untuk meningkatkan mutu dan praktik pembelajaran di kelas guna mencapai tujuan pembelajaran, melalui penelitian tindakan kelas juga guru mampu melatih sikap kritis terhadap situasi yang ada di kelasnya serta

melatih kemampuan mengidentifikasi, menemukan solusi, hingga memecahkan masalah-masalah agar pembelajaran menjadi bermutu sekaligus bermakna.

Metode penelitian ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan pembelajaran. Seperti yang dinyatakan oleh Suyanto (1997) bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu, untuk memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Hal ini senada dengan pernyataan Sukayati (2008) bahwa penelitian tindakan kelas efektif dilakukan untuk memperbaiki pembelajaran karena guru mengetahui apakah sebuah metode efektif atau tidak dalam meningkatkan praktek pembelajaran. Penelitian tindakan kelas memiliki empat langkah penting dalam (Sukardi, 2011, hlm.212) pelaksanaannya yakni pengembangan perencanaan (plan), tindakan (action), observasi, serta reflektif. Keempat langkah tersebut memiliki peran yang saling berkesinambungan satu sama lain dalam mencapai peningkatan hasil pembelajaran. Mengingat tujuan penelitian tindakan kelas adalah untuk meningkatkan praktek pembelajaran maka dalam konteks penelitian ini, PTK ditujukan untuk meningkatkan kegiatan praktek pembelajaran reading di sekolah dasar.

Desain penelitian yang diterapkan adalah desain penelitian tindakan kelas model John Elliot. Dalam desain ini terdapat 3 siklus dengan 3 tindakan yang dilaksanakan tiap siklusnya. Pertimbangan peneliti dalam menentukan desain penelitian model John Elliot yakni untuk meningkatkan kemampuan reading comprehension

(8)

siswa memerlukan tindakan yang dilaksanakan terus menerus dan tindakan tersebut perlu mengalami refleksi atau perbaikan-perbaikan untuk setiap hambatan yang muncul sehingga penguasaan terhadap kemampuan

reading comprehension meningkat. Terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam desain ini yakni pada langkah pertama menentukan ide awal dimana peneliti mengidentifikasi masalah dalam praktek pembelajaran dalam sekolah yang akan menjadi subjek penelitian. Langkah berikutnya yakni temuan dan analisis, dimana masalah yang ditemukan dianalisa dengan mengumpulkan berbagai informasi yang relevan dan selanjutnya dituangkan menjadi rumusan masalah penelitian. Tahap selanjutnya yakni merencanakan kegiatan yang akan dilakukan dengan tujuan membuktikan hipotesis. Setelah rencana kegiatan telah tersusun, tahap berikutnya yakni menerapkan rencana kegiatan tersebut pada subjek penelitian. Langkah selanjutnya yakni melaksanakan monitoring dan refleksi pada setiap tindakan yang telah dilakukan tiap siklus. Berdasarkan hasil refleksi yang didapatkan setiap satu siklus, selanjutnya akan dilakukan perbaikan pada siklus selanjutnya yang ditujukan untuk mencapai peningkatan dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan dari penelitian tindakan kelas dan rumusan masalah mencapai kesimpulan.

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri 2 Lurah yang berlokasi di desa Lurah, kecamatan Plumbon, kabupaten Cirebon. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V tahun pelajaran 2015-2016 yang berjumlah 34 siswa terdiri dari 15 siswa perempuan dan 19 siswa laki-laki. Sekolah ini dijadikan subjek penelitian berdasarkan temuan bahwa

pembelajaran bahasa Inggris di kelas V SDN 2 Lurah masih menggunakan pembelajaran yang konvensional tanpa bantuan media atau penggunaan teknik yang dapat membuat pembelajaran lebih menarik minat siswa, sehingga siswa masih kesulitan dalam proses pembelajaran bahasa Inggris terutama dalam kemampuan memahami sebuah teks berbahasa Inggris atau reading

comprehension. Disamping hal

tersebut, pertimbangan lain peneliti menjadikan SDN 2 Lurah sebagai subjek penelitian yakni kesiapan subjek penelitian dalam memberikan dukungan bagi peneliti selama kegiatan penelitian berlangsung.

Dalam penelitian tindakan kelas terdapat dua jenis analisis data, yakni analisis data kualitatif untuk mengolah data bersifat deskriptif dan analisis data kuantitatif untuk mengolah data bersifat numerik. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung nilai hasil belajar yang diperoleh siswa pada setiap tindakan :

N = ௌ௞௢௥ ௦௜௦௪௔

ௌ ௠௔௞௦ X 100 Ket : N = Nilai evaluasi tindakan S maks =skor maksimal Nilai rerata hasil belajar setiap tindakan tersebut kemudian digunakan sebagai perhitungan nilai rerata kelas. Berikut adalah rumus perhitungan nilai rerata kelas yang diuraikan oleh Abidin (2011, hlm.132):

X

=

∑௫௜ ே

Ket : X = nilai rerata kelas

x

i = nilai hasil evaluasi

(9)

Nilai yang telah diperoleh siswa dalam setiap tindakan selanjutnya diinterpretasikan dalam kriteria menurut Syah, M. (2013, hlm.151) yakni sebagai berikut

Tabel 3.1

Kriteria Prestasi Belajar Rentang Nilai Kriteria

80-100 Sangat baik

70-79 Baik

60-69 Cukup

50-59 Rendah

0-49 Sangat Rendah

Dalam konteks penelitian ini, standar keberhasilan siklus yang menentukan kelanjutan penelitian pembelajaran reading comprehension

dengan penggunaan picture matching

ditetapkan dari pencapaian nilai rerata kelas terhadap nilai KKM yang telah ditetapkan oleh SDN 2 Lurah yakni 70.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, setiap tindakan per siklus nya dilaksanakan kegaiatan game yang berbeda, yakni pada setiap tindakan 1 siswa melakukan kegiatan

board race game, dalam kegiatan ini siswa memasangkan kalimat dan gambar secara estafet menempelkan di papan tulis, dalam permainan ini siswa dibentuk berkelompok yang terdiri dari 6-7 orang.

Pada setiap tindakan 2 kegiatan proses pembelajaran dilaksanakan melalui make a match game. Pada kegiatan ini siswa memasangkan gambar beserta kalimat secara berpasangan. Dalam permainan ini siswa dibagi menjadi dua kelompok besar dimana satu kelompok mendapat kartu kalimat dan satu kelompok lain

mendapat kartu gambar. Selanjutnya, masing-masing anggota kelompok diminta untuk mencari pasangan kartu dalam kelompok lain.

Untuk setiap tindakan 3, proses kegaiatan pembelajaran dilaksanakan melalui bingo game. Dalam kegiatan ini siswa menempelkan gambar secara acak dalam delapan kolom bingo, dan siswa melingkari gambar yang sesuai dengan kalimat yang ditunjukkan guru satu per satu secara diundi. Melalui gambar, sehingga pemahaman akan teks menjadi lebih mudah didapatkan oleh siswa.

Pada setiap siklus disajikan tema yang berbeda dengan subtema dan materi yang berbeda untuk setiap tindakan. Tema yang digunakan dalam siklus I yakni Holiday dengan subtema

At the beach, At the campsite, dan At the park.

Pada siklus I, secara keseluruhan siswa belum mampu memberikan respon yang diharapkan saat pembelajaran. Hal ini tergambar dari tidak adanya respon siswa ketika guru mengawali pembelajaran dengan

greeting. Respon tersebut disebabkan oleh tidak terbiasanya siswa mengucapkan greeting dan bertanya kabar dalam pembelajaran rutin bahasa Inggris. Selanjutnya, siswa kurang memahami terhadap pertanyaan dalam kegiatan bertanya jawab isi teks bacaan maupun instruksi game yang disampaikan dalam bahasa Inggris, siswa hanya menyimak dan tidak memberikan respon. Siswa akan memberikan respon apabila guru mengulangi pertanyaan maupun instuksi tersebut dalam bahasa Indonesia. Siswa juga masih belum percaya diri dan termotivasi dalam kegiatan yang melibatkan partisipasi aktif siswa, hal ini tergambar ketika siswa diminta

(10)

berpartisipasi aktif dalam kegiatan pemasangan target vocabularies, sebagian besar siswa hanya diam dan tidak menunjukkan keantusiasan, hanya beberapa orang siswa yang menunjukkan kepercayaan diri nya dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut, bahkan beberapa siswa maju secara berulang karena teman-temannya tidak ingin berpartisipasi. Dalam kegiatan game

yakni pada kegiatan board race game

dan make a match game, siswa

cenderung mengabaikan rules. Hal ini diindikasikan bahwa siswa memiliki kesulitan dalam memahami kalimat, sehingga siswa tidak percaya diri dengan kemampuannya dan khawatir akan mengacaukan tujuan kelompoknya untuk berhasil dalam kegiatan tersebut. Sejalan dengan indikasi tersebut, terdapat pernyataan Kyriacou (dalam Yuan dan Che, 2012) bahwa perilaku siswa yang berada diluar aturan dapat disebabkan oleh adanya kesulitan belajar yang mengancam kepercayaan dirinya. Dalam kegiatan “make a match game”, juga ditemui beberapa siswa yang enggan untuk bergabung bersama teman yang memiliki pasangan dari kartu mereka, dimana seharusnya siswa yang memiliki pasangan kartu membentuk kelompok secara berpasangan. Beberapa siswa yang berada dalam temuan tersebut yakni siswa perempuan dan siswa laki-laki yang seharusnya membentuk kelompok dengan berpasangan. Mendalami temuan tersebut, ditemukan pernyataan (Martin, et. al., 2001; Fabes, et. al. 2003; Clare dan Strough dalam Hanish dan Fabes, 2015) mengenai pola sosialisasi “gender segregation” atau disebut dengan “pemisahan gender”. Pola sosialisasi pada masa anak-anak ini terjadi mulai

dari usia 2,5- 3 tahun dan semakin terlihat pada masa usia sekolah dasar. Dalam pola sosialisasi ini, anak laki-laki dan anak perempuan cenderung lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman sebaya yang bergender sama dan jarang bersosialisasi bersama teman sebaya dari lawan jenis. Temuan yang terjadi dalam siklus I tindakan 2 memiliki kemiripan dengan pola sosialisasi tersebut, baik siswa perempuan maupun siswa laki-laki menunjukkan respon saling menolak dipasangkan satu sama lain meski memiliki pasangan kartu yang tepat. Hal ini mengindikasikan bahwa sosialisasi sehari-hari antar siswa dalam kelas kurang begitu baik, karena siswa perempuan hanya ingin bergabung dengan teman siswa perempuannya begitupun sebaliknya. Bagi pembelajaran dengan kegiatan

make a match game” hal ini

merupakan hambatan karena karakteristik dari kegiatan ini adalah membentuk kelompok secara berpasangan.

Tema yang digunakan dalam siklus II yakni Public place dengan subtema shopping place , recreation place, dan public facilities. Pada siklus II, siswa sudah mulai terbiasa dengan adanya pemberian greeting

dan bertanya kabar dalam bahasa Inggris. Pembiasaan melalui nyanyian yang memuat kata sapa dan bertanya kabar dalam bahasa Inggris lebih memudahkan siswa untuk mempelajari dan membiasakan diri dengan penggunaan kata-kata tersebut. pemberian reward dan penguatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan minat siswa untuk terlibat aktif berpartisipasi dalam pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pernyataan

(11)

bahwa penggunaan rewards dinilai mampu meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran (Cameron, 2005; Bowman, 2007; Hoffman et. al., 2009; Read, 2005). Hal tersebut dapat terlihat pada kegiatan pemasangan

target vocabulary di awal

pembelajaran dan kegiatan tanya jawab mengenai teks. Siswa mulai berpartisipasi menjawab pertanyaan guru meski dengan bahasa Indonesia. Selanjutnya, beberapa pengubahan teknis kegiatan game seperti perubahan tata letak kalimat yang akan dipasangkan siswa dalam board race game dan adanya peringatan pengubahan poin dari benar menjadi salah apabila siswa tidak duduk dengan pasangan, dinilai cukup efektif untuk membuat siswa mematuhi peraturan tersebut dinilai cukup efektif untuk mencegah terjadinya pelanggaran rules dalam

game.

Tema yang digunakan dalam siklus III yakni Family activities

dengan subtema household activities, occupation, dan leisure time activities.

Pada siklus III, kemampuan siswa untuk memahami instruksi guru telah meningkat dengan adanya pembiasaan, demonstrasi, dan juga pemberian

gesture. Hal tersebut senada dengan Slattery dan Willis (2009, hlm.12) yang menyatakan bahwa pemahaman siswa akan terbantu dengan adanya gesture,gerakan dan gambar. Selain itu, ditemui adanya jawaban siswa dalam kegiatan ini dengan penggunaan pola kalimat yang belum lengkap, hal ini mengindikasikan adanya usaha siswa untuk belajar menggunakan bahasa Inggris meski belum sepenuhnya tepat karena siswa tidak terbiasa menggunakan bahasa Inggris dalam kesehariannya.

Nilai hasil belajar siswa dalam konteks ini yakni mengukur

kemampuan reading comprehension

siswa melalui sebuah teks. Nilai hasil belajar diukur melalui pengerjaan soal evaluasi dalam setiap tindakan. Berikut adalah rerata hasil belajar siswa melalui penggunaan picture matching dalam proses pembelajaran reading comprehension di kelas V sekolah dasar.

Diagram Rerata Nilai Hasil Belajar Siswa

Berdasarkan diagram tersebut dapat diketahui bahwa nilai hasil belajar siswa mengalami peningkatan dalam setiap siklus. Untuk siklus I, rerata nilai hasil belajar siswa yakni 64,7, dimana nilai tersebut belum mencapai nilai KKM yang ditentukan yakni 70. Pada siklus II, terdapat peningkatan rerata nilai hasil belajar siswa sebesar 4,2 poin menjadi 68,9. Dan pada siklus III terjadi peningkatan rerata nilai hasil belajar siswa dengan nilai 77,6. Rerata nilai hasil belajar tersebut telah memenuhi nilai KKM yang ditentukan yakni 70.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil analisis terhadap proses dan hasil pembelajaran reading

comprehension dengan penggunaan

picture matching di kelas V SDN 2 Lurah

64,7 68,9 77,6 55 60 65 70 75 80

Siklus I Siklus II Siklus III

N

il

a

(12)

Kecamatan Plumbon Kabupaten Cirebon adalah sebagai berikut :

1. Penggunaan picture matching dalam proses pembelajaran reading comprehension di kelas V sekolah dasar diterapkan dalam tiga tahap prabaca (pre reading, membaca (while reading), dan pascabaca (post reading). Pelaksanaan

picture matching pada prabaca (pre

reading) melalui kegiatan

memperkenalkan target vocabulary

dengan melibatkan siswa memasangkan

target vocabulary yang dipelajari dengan gambar yang tepat. Pada tahap membaca

(while reading), picture matching

dilaksanakan melalui games. Dalam tahap pascabaca (post reading), penggunaan

picture matching dilaksanakan sebagai kegiatan evaluasi.

2. Hasil belajar siswa melalui penggunaan

picture matching dalam pembelajaran

reading comprehension mengalami

peningkatan pada setiap siklusnya. Peningkatan tersebut dapat terlihat dari nilai rerata hasil belajar siswa pada siklus I yaitu 64,7. Pada siklus II 68,9, dan pada siklus III yaitu 77,6. Maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan picture

matching dapat meningkatkan hasil

belajar siswa dalam pembelajaran reading comprehension di kelas V sekolah dasar. DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Y. (2011). Penelitian pendidikan dalam gamitan pendidikan dasar dan PAUD. Bandung : Rizqi Press.

Abidin, Y. (2012). Pembelajaran bahasa

berbasis pendidikan karakter.

Bandung: PT.Refika Aditama. Allen, F. & Virginia. (1983). Technique in

teaching vocabulary. New York: Oxford University.

Bialystok, E. (2001). Bilingualism in development: language, literacy,

and cognition. Cambridge,U.K.:

Cambridge University Press.

Bowman, R. (2007). How can students be motivated: A misplaced question?.

The clearing house, 81 (2), 81 – 86. Butler, S., Urrutia, K., Buenger, A., &

Hunt, M. (2010). A review of the current research on comprehension instruction. National reading technical assistance center.

Cameron, J., P, W.D., Banko, K.M., & Gear, A. (2005). Achievement based rewards and intrinsic motivation: A test of cognitive mediators. Journal of education psychology, 97(4), 641 -655

Cameron, L. (2001). Teaching languages to young learners. United Kingdom: Cambridge Press University.

Dallman, M., Rouch, R.L., Char, L.Y.C., & DeBoer, J.J. (1982). The teaching of reading : six edition.

New York: CBS College Publishing.

Hanish, L. D., & Fabes, R. A. (2015). Peer socialization of gender in young boys and girls. Encyclopedia on early childhood development. 1–4.

Hoffman, K. F., Huff, J.D., Patterson, A.S., & Nietfeld, J.L. (2009). Elementary teachers' use and perception of rewards in the classroom. Teaching and teacher education, 25, 843-849.

Joklova, K. (2009). Using pictures in

teaching vocabulary. Published

bachelor’s thesis. Masaryk University.

Linse, C (2005). Practical English language teaching: young learners. New york: Mcgraw- Hill Companies, Inc.

(13)

McKay, P. (2006). Assessing young

language learners. United

Kingdom: Cambridge University Press.

McKernan, J. (1991). Curriculum action research. a handbook of methods and resources for the reflective practitioner . London : Kogan Page.

Mooney,G.C. (2000). Theories of

childhood. New Hampshire:

Redleaf Press.

Nixon, C. & Tomlison, M. (2005).

Primary reading box. United Kingdom: Cambridge University Press.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.23 tahun 2006.

Read, C. (2005). Managing children positively. Journal of English teaching profesional. 38(2), 4-7. Sadoski, M. (2005). A dual coding

view of vocabulary learning. Reading & writing quarterly: Overcoming learning difficulties,

21, 221-238.

Sanjaya. (2011). Penelitian tindakan kelas. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Scott. L.A & Ytreberg. L.H. (2003).

Teaching English to children. New York: Longman Group. Slattery, M. & Willis, J. (2001).

English for primary teachers. New York: Oxford University Press.

Stahl, S.A., & Fairbanks, M.M. (1986). The effects of vocabulary instruction: a model-based meta analysis. Review of educational research, (56),72-110.

Stroupe, R. (2010). The complexity and challenge of language education in Asia. Language education in Asia, 1(1).

Sukanti. (2008). Meningkatkan kompetensi guru melalui pelaksanaan penelitian tindakan kelas. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, I (1).

Sukardi. (2011.) Metode penelitian

pendidikan. Yogyakarta : Diva

Press.

Sukayati. (2008). Penelitian tindakan

kelas di SD. Yogyakarta:

Depdiknas.

Suyanto. (1997). Pengenalan

penelitian tindakan kelas.

Yogyakarta : IBRD.

Syah, M. (2013). Psikologi Pendidikan.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tsui, A. B. M., & Tollefson, J. W. (2008). Language policy, culture, and identity in Asian contexts.

Teaching English as a second or foreign language, 12(2), 2–4. Widayati, A. (2008). Penelitian

tindakan kelas. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, 1(1).

Yildirim, K., Yildiz, M., & Ates, S. (2011). Is vocabulary a strong variable predicting reading comprehension and does the prediction degree of vocabulary vary according to text types?. LC journal of special education, 8, 2-16.

Yuan, X., & Che, L. (2012). How to deal with student misbehaviour in the classroom?, Journal of educational and developmental psychology. 2(1), 143–150.

(14)
(15)
(16)
(17)
(18)

Gambar

Diagram Rerata Nilai Hasil Belajar  Siswa

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian hipotesis tindakan yang dirumuskan dapat diterima yakni: ” Penggunaan Metode Kuis Tim Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri

PENERAPAN METODE PICTURE AND PICTURE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR.. Yang melatarbelakangi penelitian ini yaitu

PENERAPAN STRATEGI DRTA (DIRECTED READING THINKING ACTIVITY) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA INTENSIF SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR.. Universitas Pendidikan Indonesia |

PENERAPAN MODEL PICTURE AND PICTURE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PADA PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

PENERAPAN METODE CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA SEKOLAH DASAR. Universitas Pendidikan Indonesia

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari peneliti “Penerapan tipe cooperative script untuk meningkatkan keterampilan berbicara siwa di kelas V sekolah

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dideskripsikan pada bab IV ,yaitu mengenai penggunaan model simulasi dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas V SDN

Hasil refleksi peningkatan motivasi belajar siswa siklus 1 dengan menggunakan media lagu dalam pembelajaran IPA kelas V sekolah dasar diperoleh hasil rata-rata motivasi belajar siswa