EFISIENSI SERAPAN S DAN HASIL PADI DENGAN PEMBERIAN PUPUK KANDANG PUYUH DAN PUPUK ANORGANIK DI LAHAN SAWAH (MUSIM TANAM II) (Efficiency of S Up Take and Rice Yield with Quail Manure and Inorganic Fertilizer in Paddy Soil (Season II)) Hery Widijanto*, Noviana Anditasari**, dan Suntoro* *Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta 57126 **Alumni Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta ABSTRACT
The aim of this research was to know the effect of inorganic fertilizer quail manure to efficiency of Sulphur up take and to know treatment combination that give highest rice yield. This research had been done at Palur, Mojolaban, Sukoharjo, started from January until August 2008. This research used factorial experiment that arranged in Randomized Complete Block Design (RCBD) with two factors. The first factor was 3 levels of inorganic fertilizer dosage i.e.: without inorganic fertilizer, 50% recommendation dosage and 100% recommendation dosage (urea, ZA, SP‐36 and KCl were 300, 100, 150 and 100 kg. ha‐1). And second factor was 3 levels of quail manure dosage i.e.:0, 3 and 6 ton.ha‐1. Statistical analysis used F test, Duncan’s Multiple Range (DMR) test at 5% in level and Correlation test.
The Result of this research showed that, interaction between inorganic and quail manure increased significantly efficiency of S uptake. Dosage quail manure increased significantly total weight of dry hust. The highest efficiency of S uptake was on 100% recommendation dosage inorganic fertilizer and quail manure dosage 3 ton.ha‐1 (44.12%). The highest total weight of dry hust on 50% recommendation dosage inorganic fertilizer and quail manure dosage 6 ton.ha‐1. Key words: quail manure, efficiency of S uptake and paddy soil PENDAHULUAN
Berbagai upaya telah dilakukan untuk memacu peningkatan produksi padi seiring dengan semakin tingginya kebutuhan masyarakat akan bahan pangan. Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi padi adalah dengan pemupukan. Untuk mendapatkan hasil padi yang tinggi diperlukan unsur hara dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Untuk mencukupi kebutuhan hara tanaman, perlu pemberian pupuk tetapi penggunaan pupuk anorganik yang intensif akan menyebabkan terjadinya degradasi lahan yang akan membuat lahan menjadi tidak lestari. Sehingga perlu dilakukan sistem pertanian yang ramah lingkungan melalui sistem pertanian organik.
Pupuk organik sangat penting dalam memperbaiki sifat‐sifat fisika, kimia, dan biologi tanah (Buckman dan Brady, 1990; dan
Sanchez, 1992). Ditambahkan oleh Sutedjo (2002) bahwa selain mampu memperbaiki sifat fisika dan biologi tanah, bahan organik juga berperan sebagai penyumbang unsur hara seperti N, P, K dan S serta meningkatkan efisiensi pemupukan dan serapan hara oleh tanaman.
Salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai sumber pupuk organik yang potensial adalah kotoran puyuh. Karena kotoran puyuh merupakan limbah yang mudah diperoleh dan memiliki kandungan unsur hara yang tinggi karena antara kotoran padat dan cair dapat menyatu. Sehingga dengan penggunaan pupuk kandang puyuh dapat menekan penggunaan pupuk anorganik yang dapat merusak lingkungan.
Didalam pupuk organik, terutama pupuk kandang mengandung protein yang tersusun atas asam‐asam amino yang mengandung
gugus S. Sistin, sistein dan metionin merupakan asam amino yang mengandung sulfur (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Protein dalam kotoran puyuh akan terdekomposisi (terurai) menjadi S organik yang selanjutnya mengalami mineralisasi S menghasilkan S anorganik yang dapat digunakan oleh tanaman.
Kadar S dalam tanah pada umumnya sekitar 0,06% yang terdapat dalam bentuk sulfat (SO42‐), sulfide (S2‐) dan senyawa
organik. Unsur S diserap tanaman dalam bentuk SO42‐. Unsur ini sangat mobil didalam
tanah dan tidak mobil didalam tanaman sehingga tidak segera dapat dialih tempatkan dari daun yang tua ke bagian titik tumbuh. Dengan demikian gejala kekahatan pada tanaman padi muncul pertama pada bagian pangkal daun muda. Unsur S dapat hilang karena adanya volatisasi. (Dierolf et al., 2001).
Berdasarkan analisis tanah akhir musim tanam I pada perlakuan A1O1(kontrol) menunjukkan bahwa S tersedia tanah sebesar 18,26 ppm atau setara dengan 36,52 kg/ha. Sedangkan tanaman padi menyerap sekitar 3,2 kg S dalam biji dan akan menyerap 4 kg S dalam tanaman untuk menghasilkan panen padi (gabah) sebanyak 4 ton/ha (Dierolf et al., 2001). Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa tanah masih dapat mencukupi kebutuhan tanaman padi akan unsur S pada musim tanam II.
Menurut Suriadikarta (2001), belerang (S) pada tanaman padi berfungsi sebagai: 1) unsur pokok dari asam amino (sistein, sistin dan metionin) serta hormon tanaman biotin dan tiamin, 2) faktor penting dalam memfungsikan enzim‐enzim tanaman, enzim aktivator dan reaksi oksidasi‐reduksi. Mengingat pentingnya unsur S bagi tanaman padi maka pada sistem budidaya padi musim tanam II ini masih perlu ditambahkan pemupukan S disamping pupuk anorganik
lainnya untuk menjaga kontiyuitas ketersediaan unsur hara S di dalam tanah.
Hasil penelitian yang dilakukan di Desa Palur, Sukoharjo pada musim tanam I diketahui bahwa berat gabah kering giling tertinggi diperoleh dengan pemberian pupuk urea 300 kg/ha, ZA 100 kg/ha, SP‐36 150 kg/ha dan KCl 100 kg/ha serta 6 ton/ha pupuk kandang puyuh yaitu sebesar 19,733 kg gabah kering giling per petak, setara dengan 7,59 ton/ha. Pada penelitian ini akan dikaji lebih lanjut mengenai efisiensi serapan S pada tanaman padi (Oryza sativa L.) dan peningkatan hasil produksi yang diperoleh pada musim tanam II.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Desa Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo mulai bulan Januari sampai Agustus 2008
Penelitian ini merupakan percobaan faktorial yang menggunakan rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah dosis pupuk anorganik yang terdiri dari 3 taraf, yaitu tanpa pupuk anorganik, 50% dosis rekomendasi dan 100% dosis rekomendasi (urea, ZA, SP‐36, dan KCl masing‐masing 300, 100, 150, dan 100 kg.ha‐ 1). Faktor kedua adalah dosis pupuk organik yang terdiri dari 3 taraf, yaitu 0, 3, dan 6ton.ha‐1. Analisis statistika menggunakan uji F, uji DMR taraf 5%, dan uji korelasi.
Variabel bebas yaitu dosis pupuk kandang puyuh dan dosis pupuk anorganik. Variabel utamanya yaitu S tersedia tanah, serapan S, bobot gabah kering giling, bobot gabah 1000 biji. Sedangkan variabel pendukung yaitu pH H2O, KPK, bahan organik
C/N rasio, N total, P tersedia, P total, K tersedia, K total, S tersedia. Untuk menghitung efisiensi S dengan menggunakan rumus:
Eh =
Hp
Sk
Sp
−
x 100 % Keterangan: Eh : efisiensi serapan hara SSp : serapan hara pada tanaman yang dipupuk
Sk : serapan hara pada tanaman yang tidak dipupuk
Hp : kadar hara dalam pupuk yang diberikan (Yuwono, 2004).
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Awal
Pada Tabel 1 diketahui bahwa Secara keseluruhan kandungan unsur hara N,P,K,dan S meningkat dari pada kontrol. Untuk S tersedia pada A1O1 (kontrol) menunjukkan bahwa S tersedia tanah sebesar 18,26 ppm atau setara dengan 36,52 kg/ha. Sedangkan untuk menghasilkan panen padi (gabah)
sebanyak 4 ton/ha akan menyerap sekitar 3,2 kg S dalam biji dan akan menyerap 4 kg S dalam tanaman (Dierolf et al., 2001). Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa dengan ketersediaan unsur S sebesar 36,52 kg/ha sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman padi akan unsur hara S. Tetapi penambahan pupuk masih perlu dilakukan untuk menjaga kontiyuitas ketersediaan S di dalam tanah.
Pada Tabel 2 diketahui bahwa pupuk kandang puyuh memiliki kandungan N sebesar 1.56%, P sebesar 0,2%, K sebesar 1,55%, dan S sebesar 1,24%. C/N ratio pada pupuk kandang puyuh sebesar 11,58 jadi pupuk kandang puyuh ini sudah matang, sehingga dapat langsung diaplikasikan ke tanah.
Tabel 1. Karakteristik Tanah Awal
Variabel A1O1 A1O2 A1O3 A2O1 A2O2 A2O3 A3O1 A3O2 A3O3
pH H2O* 5.65 5.56 5.78 5.77 5.92 6.16 5.96 5.49 5.94 Agak masam Masam Agak masam Agak masam Agak masam Agak masam Agak masam Masam Agak masam C‐Organik (%)* 1.64 2.19 2.44 1.64 2.16 2.39 1.65 2.18 2.7
Rendah Sedang Sedang Rendah Sedang Sedang Rendah Sedang Sedang Bahan Organik
(%)*
2.81 3.76 4.19 2.82 3.72 4.11 2.84 3.75 4.65 Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang KPK (cmol/kg)* 13.41 13.71 15.04 16.36 17.4 17.37 14.89 20.62 24.33
Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Rendah Sedang Sedang N total tanah
(%)*
0.18 0.28 0.32 0.37 0.38 0.42 0.4 0.4 0.44
Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang P total tanah (ppm)* 31.46 42.77 42.01 39.47 42.84 45.06 42.87 45.69 46.89
Sedang Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi P tersedia tanah
(ppm)*
18.76 19.99 20.53 20.4 20.74 20.77 19.62 20.85 20.81 Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang K total tanah (cmol/kg)* 8.6 8.62 9.09 9.38 9.4 9.66 9.88 10.19 10.44 Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah Rendah Rendah K tersedia tanah (cmol/kg)* 0.13 0.18 0.19 0.14 0.15 0.16 0.16 0.16 0.17 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah S tersedia tanah
(ppm)**
18.26 18.83 18.32 21.8 25.73 23.64 22.61 25.57 26.38 Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNS 2008
* : Pengharkatan menurut PPT 2005
Tabel 2. Hasil analisis pupuk kandang puyuh
Variabel Satuan Hasil
C‐organik % 18,07 Bhan Organik % 31,08 N % 1,56 P % 0,20 K % 1,55 S % 1,24 C/N ‐ 11,58
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNS 2008
Pengaruh Perlakuan terhadap Variabel Tanah
Tabel 3. Kandungan S tersedia tanah awal Perlakuan ppm S kg/petak S kg/ha S
A1O1 18,26 0,095 36,52 A1O2 18,83 0,098 37,66 A1O3 18,32 0,095 36,64 A2O1 21,8 0,113 43,6 A2O2 25,73 0,134 51,46 A2O3 23,64 0,123 47,28 A3O1 22,61 0,118 45,22 A3O2 25,57 0,133 51,14 A3O3 26,38 0,137 52,76 Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Ilmu
Tanah Fakultas Pertanian UNS 2008
Tabel 4. Kandungan S tersedia tanah setelah perlakuan
Perlakuan ppm S kg/petak S kg/ha S
A1O1 18,99 0,099 37,98 A1O2 29,56 0,154 59,12 A1O3 22,59 0,117 45,18 A2O1 26,07 0,136 52,14 A2O2 29,74 0,155 59,48 A2O3 35,2 0,183 70,4 A3O1 35,64 0,185 71,28 A3O2 34,74 0,181 69,48 A3O3 40,11 0,209 80,22
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNS 2008
Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4 diketahui bahwa perbedaan setelah perlakuan ketersediaan S meningkat.
Ketersediaan S setelah perlakuan berkisar antara 18,99 sampai 40,11 ppm atau sekitar 37,98 sampai 80,22 kg/ha. Kandungan S yang tinggi pada tanah sudah dapat memenuhi kebutuhan tanaman padi akan unsur S. Menurut Dierolf et al. (2001) tanaman padi menyerap S sekitar 7,2 kg/ha. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanah sudah kelebihan unsur S yang dapat bersifat racun bagi tanaman. Tetapi pada tanah tergenang yang dapat mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ keracunan tanaman dapat dihindari.
Hal ini sesuai dengan Hardjowigeno dan Rayes (2005) yang menyatakan bahwa pada tanah teroksidasi, sulfat (SO42‐) merupakan
bentuk yang stabil dan tersedia bagi tanaman. Tetapi pada tanah tereduksi maka sulfat yang tersedia menjadi bentuk sulfida (H2S). Reduksi Fe3+ menjadi Fe2+ mendahului
SO42‐ maka Fe2+ akan selalu ditemukan dalam
larutan tanah pada waktu H2S terbentuk.
Sehingga H2S akan diubah menjadi bentuk
FeS yang larut. Reaksi tersebut dapat melindungi mikroorganisme dan tanaman dari keracunan H2S.
Pemberian pupuk anorganik 50% dosis rekomendasi (A2) mampu meningkatkan S tersedia tanah sebesar 29,73% dan berbeda nyata dengan tanpa pupuk anorganik (A1). Sedangkan dengan pemberian pupuk anorganik 100% dosis rekomendasi (A3) mampu meningkatkan S tersedia tanah sebesar 52,27%.
Pupuk ZA merupakan pupuk anorganik sebagai sumber sulfur. ZA dapat menyumbang sulfur dalam jumlah yang banyak yaitu sebesar 24%. Selain itu pupuk ZA memiliki sifat yang larut air sehingga mudah terserap tanaman.
Sedangkan pada pemberian pupuk anorganik dan pupuk kandang puyuh secara bersama belum tentu memberikan pengaruh terhadap S tersedia tanah. Dari hasil analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa interaksi pupuk anorganik dan pupuk organik
memberikan pengaruh yang tidak nyata (P=0,090). Hal ini disebabkan karena kedua pupuk yang diberikan memiliki fungsi yang berbeda dalam menyuplai S tersedia tanah, dengan pemberian pupuk ZA langsung dapat tersedia bagi tanaman, sedangkan pemberian pupuk kandang puyuh pengaruhnya akan terlihat dalam waktu yang lama.
Pada pH netral aktifitas mikroorganisme meningkat dalam proses dekomposisi bahan organik. Dari proses dekomposisi bahan organik akan dihasilkan senyawa organik diantaranya adalah S organik, S organik inilah yang kemudian termineralisasi menjadi bentuk anorganik (SO42‐) yang tersedia bagi
tanaman.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Variabel Tanaman
Serapan S
Besarnya unsur hara yang diserap tanaman ditentukan oleh jumlah hara dalam larutan tanah. Unsur S dalam tanah dapat diserap tanaman karena SO42‐ dapat larut
dalam larutan tanah sehingga akar tanaman mampu menyerap unsur S tersebut.
Tabel 5. Rata‐rata serapan S tanaman pada berbagai perlakuan (mg/tanaman)
Perlakuan A1 A2 A3
O1 9.67a 11.33a 15.00b O2 11.67a 15.67bc 18.00c O3 14.33b 21.67d 22.33d
Tabel 5 menunjukkan bahwa rata‐rata serapan S oleh tanaman yang tertinggi dicapai pada perlakuan pupuk anorganik 100% dosis rekomendasi + pupuk kandang puyuh 6 ton/ha (A3O3) yaitu sebesar 22,33 mg/tanaman atau setara 5,10 kg/ha. Sedangkan rata‐rata serapan S terendah pada perlakuan tanpa pemberian pupuk (kontrol) adalah 9,67 mg/tanaman atau setara 2,17 kg/ha. Perlakuan dengan pemberian pupuk anorganik 100% dosis rekomendasi + pupuk
kandang puyuh 6 ton/ha (A3O3) mampu meningkatkan serapan S tanaman sebesar 130% dari kontrol.
Interaksi antara pupuk anorganik dan pupuk kandang puyuh berpengaruh terhadap serapan S tanaman. Pupuk ZA memiliki sifat cepat tersedia sehingga dapat langsung digunakan oleh tanaman. Sedangkan pupuk kandang puyuh memiliki sifat lambat tersedia sehingga unsur hara yang dapat diserap tanaman dapat secara bertahap.
Tabel 3 dan Tabel 4 menunjukkan bahwa pada seluruh perlakuan terjadi peningkatan S tersedia tanah. Pada perlakuan A3O3 kandungan S tersedia tanah sebelum perlakuan adalah 26,38 ppm atau 52,76 kg/ha, dan setelah perlakuan kandungan S tersedia tanahnya adalah 40,11 ppm atau 80,22 kg/ha. Sedangkan besarnya S yang diserap tanaman adalah 22,33 mg/tanaman atau setara 5,10 kg/ha. Menurut Dierolf (2001) tanaman padi menyerap S sekitar 7,2 kg S/ha. Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa S tersedia tanah sudah mencukupi kebutuhan akan serapan tanaman padi, walaupun sudah terserap tanaman tetapi ketersedian S didalam tanah masih tersedia dalam jumlah yang tinggi.
Menurut Hakim et al. (1986) kadar belerang dalam tanah akan terus bertambah akibat pemakaian pupuk kandang, air hujan dan beberapa pupuk buatan seperti ammonium Sulfat (ZA). Pupuk kandang puyuh yang digunakan dalam penelitian ini mengandung S sebesar 1,24% yang akan termineralisasi sehingga penambahannya ke dalam tanah mampu meningkatkan kandungan S tersedia tanah sehingga dapat meningkatkan serapan S pada tanaman. Semakin besar serapan S tanaman maka pertumbuhannya semakin optimal yang menjadikan berat berangkasan kering juga semakin tinggi. Bahan organik tanah berkorelasi positif yang erat terhadap serapan S (r=0,646), Semakin banyak
kandung serapan Efisiensi Efis persenta atau te jumlah tanah. Tabel 6. Perlaku O1 O2 O3 Ber bahwa p efisiensi pember rekomen puyuh sedanga 0%. Pe anorgan kandang meningk sebesar Gam gan bahan S juga akan i serapan S t siensi ser ase unsur h ermanfaatka pupuk S y Rata‐rata berbagai p uan A1 0 a 40.26e 43.57e rdasarkan T perlakuan ya i serapan ian pupuk ndasi + 6 (A2O3) y akan yang te erlakuan de nik 50% dos g puyuh 6 katkan efisie 44,12% dari mbar 2. Hist organik meningkat. tanaman pad rapan S hara S yang n oleh tan ang diberik efisiensi ser perlakuan (% A2 13.26b e 26.40cd e 44.12e Tabel 6 dap ang memiliki S terbesar anorganik ton/ha pu yaitu sebe rendah pada ngan pemb sis rekomen ton/ha (A2 ensi serapa kontrol. togram peng tanah mak di merupaka terserap da naman diba
an ke dala
rapan S pad ) A3 15.96c 22.25bcd 28.92d pat diketah rata‐rata nil yaitu pad 50% dos puk kandan sar 44,12% a kontrol yait berian pupu dasi + pupu 2O3) mamp n S tanama garuh pupuk ka an an agi m da ui lai da sis ng %, tu uk uk pu an S S ya sehin sema dihas akan Bobo B satu Bobo gener sema sema P bobo pemb rekom dari denga dosis gabah sesua menu anorg terha P bobo pemb pemb anorganik te Semakin bes ng diserap gga pertum kin banyak ilkan sehing meningkat. ot gabah 100 Bobot gabah penentu dal t gabah 100 ratif dan dip kin besar kin berat pu Pada Gamb t gabah 1000 berian pupu mendasi (A3 kontrol. S an pember rekomenda h 1000 biji ai dengan ha unjukkan b ganik mem dap bobot g Pada Gamb t gabah 100 berian pup berian pupu erhadap bob sar efisiensi tanaman mbuhan tana k batang d gga berat b 0 biji h 1000 biji m lam produks 00 biji diten engaruhi ole ukuran g la butir padi bar 2 menu 0 biji pada p uk anorgan 3) meningkat edangkan p ian pupuk asi (A2) pen
hanya sebes asil analisis s bahwa pem mberikan p gabah 1000 b bar 3 menu 00 biji pada puk anorga uk anorgan bot gabah 10 serapan S, m semakin b aman juga dan daun brangkasan merupakan s si tanaman p tukan pada eh ukuran ga gabahnya m inya. unjukkan ba erlakuan de nik 100% d t sebesar 2, pada perla anorganik ningkatan b sar 0,9%. Ha sidik ragam mberian pu pengaruh n biji (P=0,021) unjukkan ba perlakuan ta anik (A1) ik 50 % d 00 biji (gram maka esar, baik, yang juga salah padi. fase abah, maka ahwa ngan dosis ,95% kuan 50% obot al ini yang upuk nyata ). ahwa anpa dan dosis m)
reko men seda ano men Bob utam Sem diar omendasi (A ngalami pen angkan pada rganik 100 ngalami peni bot gabah ke Bobot gab ma dan indik makin berat tikan bahwa Gambar Gambar A2) pada urunan dari a perlakuan % dosis r ngkatan dar ring giling bah merup kator awal d bobot gaba a produksi p r 3. Histogram perlakua r 4. Histogra giling per musim tana i musim tan
pemberian p rekomendasi i musim tana pakan para dari produksi hnya maka padi juga se m perbandin n pada musi am perlakuan r petak (gram am II nam I, pupuk i (A3) am I. meter i padi. dapat makin m g p d k se ta y 5 p ngan bobot g m tanam I d n pupuk kand m/26m2) meningkat. Pada Ga abah kering pemberian p osis 6 ton g/26m2 se edangkan h anpa pembe ang hanya m ,19 ton/ha puyuh 6 ton/ gabah 1000 b an II dang puyuh ambar 4 dike g giling ter pupuk kand /ha (O3) y etara deng hasil terend erian pupuk mencapai 13 . Pemberia /ha mampu biji (gram) pa terhadap bo etahui bahw rtinggi dicap dang puyuh yaitu sebesa gan 6,06 ah pada p kandang pu 3,5 kg/26 m an pupuk meningkatk ada berbagai obot gabah k wa bobot pai pada dengan ar 15,78 ton/ha, erlakuan yuh (O1) m2 setara kandang kan hasil i ering
gabah kontrol. Hal ragam y pupuk (P=0,017 dan pe berpeng terhada Sem tanah m juga ak dekomp senyawa kemudia yang ter S tersed oleh tan Me berfung erat hu dan ik metabo lemak d berjalan dihasilka kering gilin ini sesuai d yang menunj anorganik 7) terhadap emberian garuh san p bobot gab makin tinggi maka keterse kan mening posisi baha a organik di an teroksida rsedia bagi ta dia dalam ta naman juga a enurut Tisda si sebagai p ubungan de ut serta lik seperti m dan protein. n lancar an juga bany Gambar 5. H p ng sebesar dengan hasi jukkan bahw berpeng bobot gabah pupuk kan ngat nyata ah kering gil kandungan b ediaan sulfur gkat, karen n organik antaranya S asi menjadi anaman, den nah maka se akan tinggi. ale et al.
embentuk k ngan prose dalam ber metabolisme Sehingga bi maka foto yak, fotosint Histogram pe perlakuan pa 16,89% da l analisis sid wa pemberia aruh nya h kering gilin ndang puyu a (P=0,00 ing. bahan organ r dalam tana na dari ha melepaska organik yan S anorgan ngan tingginy erapan hara (1990) Sulf kloroplas yan s fotosintes rbagai reka e karbohidra la fotosintes osintat yan tat inilah yan erbandingan ada musim ta ari dik an ta ng, uh 0) nik ah sil an ng nik ya S ur ng sis asi at, sis ng ng nanti tanam karbo hingg P bobo II me Hal tanam sedan pengh Fahriz pengi sanga (inten dan produ kering B bahw sanga panen panen sema KESIM n bobot gaba anam I dan I nya akan te man. Didalam ohidrat aka ga menjadi b Pada Gamb t gabah keri ngalami pen ini karena m I jatuh ngkan musim hujan. Hal i zal (2004) b isian biji dan at dipenga nsitas dan la kelembaban uksi padi a g dari pada s Berdasarkan wa bobot gab
at erat den n. Semakin n maka bob kin besar. MPULAN DA ah kering gilin I erakumulasi m biji fotosin an mengala eras. bar 5 menu ng giling pad urunan dari perbedaan h pada m m tanam II ja ini sesuai de bahwa prose n pematanga ruhi oleh ma penyina n nisbi se akan tinggi selama musi uji korelasi bah kering g ngan bobot besar bobo bot gabah k N SARAN ng (kg26m2) didalam tu ntat yang be ami pamas unjukkan ba da musim ta musim tana cuaca, m musim kem atuh pada m engan pend es pembung an biji atau b radiasi s ran), suhu u rta angin. selama m m hujan. dapat diket giling berkor t gabah ke ot gabah ke ering giling pada berba ubuh erupa akan ahwa anam am II. usim marau usim dapat gaan, buah surya udara Jadi usim tahui relasi ering ering juga gai
Kesimpulan
Perlakuan pupuk anorganik 100% dosis rekomendasi dengan pupuk kandang puyuh pada dosis 3 ton/ha dapat meningkatkan efisiensi serapan S, yaitu sebesar 44,12 % dari kontrol.
Bobot gabah kering giling tertinggi dicapai pada perlakuan pupuk anorganik 50 % dosis rekomendasi dan pupuk kandang puyuh 6 ton/ha yaitu sebesar 16,17 kg/26 m2 setara dengan 6,2 ton/ha (meningkatkan sebesar 29,36% dari kontrol).
Saran
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan S tersedia tanah sudah mencukupi kebutuhan S akan tanaman padi, maka pemberian pupuk anorganik perlu dikurangi tetapi untuk pupuk organik tetap diberikan dengan dosis yang sama.
Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh pupuk kandang puyuh terhadap kualitas padi dan kandungan protein dalam beras karena S sangat esensial dalam pembentukan protein.
DAFTAR PUSTAKA
Buckman, HO. dan NC. Brady. 1982. Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Dierolf, T., Fairhurst, T., dan Mutert. E. 2001. A Tollkit for Acid, Upland Soil Fertility Management In Southeast Asia. Oxford Graphic Printers.
Hakim, N., MY. Nyakpa, AM. Lubis, SG. Nugroho, MR. Saul, MA. Diha, GB. Hong, dan H. Bailey. 1986. Dasar‐dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung. Hardjowigeno, S. dan ML Rayes. 2005. Tanah
Sawah, Karakteristik, Kondisi dan Permasalahan Tanah Sawah di Indonesia. Bayu Media Publishing. Malang.
Roesmarkam, A. dan NW. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta.
Sanchez, PA. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Penerbit ITB. Bandung. Suriadikarta, DA. dan A. Adimiharja. 2001.
Penggunaan Pupuk Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas Lahan Sawah. Jurnal Litbang Pertanian. 20 (4). .
Sutedjo, MM. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta Tisdale, SL., WL. Nelson and JD. Beaton. 1990.
Soil Fertility and Fertilizers. 4th Edition. Macmillan Pub. Co., New York.
Yuwono, NW. 2004. Kesuburan Tanah. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.