• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disusun Oleh : EKA WIDYA YUSWADITA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Disusun Oleh : EKA WIDYA YUSWADITA"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA NY. R DENGAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR AMAN DAN NYAMAN

PADA GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL :

OSTEOARTRITIS DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA

BUDI MULIA 2 CENGKARENG PADA TANGGAL 4-6 MEI

2017

Disusun Oleh :

EKA WIDYA YUSWADITA

2014750012

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah Dengan Judul “Asuhan Keperawatan Pada Lansia Ny. R Dengan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Aman Dan Nyaman Nyeri Pada Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Osteoartritis Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng Pada Tanggal 4-6 Mei 2017” Ini Telah Disetujui Untuk Diujikan Pada Ujian Sidang Dihadapan Tim Penguji.

Jakarta, 5 Juni 2017

Pembimbing Karya Tulis Ilmiah

(Ns. Lily Herlinah, M. Kep., Sp. Kom)

Mengetahui,

Ka. Prodi. D III Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah Dengan Judul “Asuhan Keperawatan Pada Lansia Ny. R Dengan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Aman Dan Nyaman Nyeri Pada Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Osteoartritis Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng Pada Tanggal 4-6 Mei 2017” Ini Telah Diujikan Dan Dinyatakan “Lulus” Dalam Ujian Sidang Dihadapan Tim Penguji Pada Tanggal 6 Juni 2017.

Penguji I

(Ns. Lily Herlinah, M. Kep., Sp. Kom)

Penguji II

(Ns.Nurhayati, M.Kep.,Sp.Kep.Kom)

Mengetahui,

Ka. Prodi DIII Keoerawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta

(4)

i

KATA PENGANTAR

Asslamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.

Puji syukur kehadiran allah swt atas segala nikmat yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Lansia Ny. R Dengan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Aman Dan Nyaman Pada Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Osteoartritis Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng Pada Tanggal 4-6 Mei 2017”. Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Diploma III Keperawatan Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Dalam proses penyelesaian dan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mendapatkan pengarahan, bimbingan, bantuan, serta do’a dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Allah SWT telah memberikan nikmat sehat sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan tepat waktu dan tanpa adanya halangan dan kekurangan.

2. Bapak Dr. Muhammad Hadi, SKM.,M.Kep selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan UMJ

3. Ns. Titin Sutini, M.Kep., Sp.Kep.An selaku Ka Prodi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.

4. Ns. Lily Herlinah, M. Kep., Sp. Kom selaku dosen pembimbing dan penguji I dalam proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan serta arahan kepada penulis.

5. Ns.Nurhayati, M.Kep.,Sp.Kep.Kom selaku penguji II dalam sidang Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Ns.Wati Jumaiyah, M.Kep.,Sp.KMB dan Drs. Dedi Muhdiana, M.Kes selaku wali Akademik yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.

(5)

ii

7. Seluruh Dosen Institusi beserta staff Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmunya selama penulis mengikuti perkuliahan.

8. Kepala Panti dan Staff di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulia 2 cengkareng yang telah membimbing dan memerikan pengarahan kepada penulis selama penulis menyusun Karya Tulis Ilmiah ini berlangsung.

9. Mamah Kotiah, Bapak Wiwid Yuswadarma, Kedua adik adikku tercinta (Lara Widya Yuswarisma dan Trie Widya Yuswatama) serta keluarga besar penulis yang selalu sabar menghadapi tingkah penulis dan selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis saat penulis mulai jenuh dan lelah serta selalu memberikan dukungan kepada penulis baik secara material maupun nonmaterial kepada penulis.

10.Sahabat saya Ayu Nila Sari, Euis Octaviani Putri, Mitha Nur Artha Medika, Maiyanti Wahidatunissa, Tri Amalia, Wardah Afipah dan Windi Yuniati yang selalu memberikan penulis support, semangat dan motivasi selama menempuh pendidikan di DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan dan juga untuk Sahabat saya tercinta yang jauh disana (Anita Rizky, Arsha Aulia Firda, Dara Noviantika, Feby Nurulita Dani, Ferly Okta Edi Utami, Rismaya Nurbaity, Prastika Nindy Ana, dan Yulia Dwi Susanti) yang sedang sama sama berjuang menempuh pendidikan di Univesitas yang berbeda dengan penulis dan yang tidak lupa selalu memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

11.Tim Gerontik (Abdul Muslimin, Dika Fernanda, Lailatul Amin, Mitha Nur Artha Medika, Veggy Septian Ellitha, Wardah Afipah dan Windi Yuniati) yang telah membantu mengingatkan, memotivasi, memberi semangat serta melengkapi penulis dikala penulis mempunyai kekurangan serta teman teman seperjuangan angkatan 32 Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan yang telah menorehkan kisah selama 3 tahun penulis menempuh pendidikan.

Penulis menyadari bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari kata sempurnaan, oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran semi perbaikkan Karya Tulis Ilmiah ini.

(6)

iii

Akhirnya, dengan segala keterbatasan tersebut, penulis berharap Karya Tulis Imliah ini dapat bermanfaat bagi para tenaga keperawatan pada umumnya dan bagi penulis khususnya sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan menambah ilmu pengetahuan dibidang keperawatan.

Wassalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, Juni 2017

(7)

iv DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR ……… i DAFTAR ISI ………. iv BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… 1 B. Tujuan penulisan ………. 4 1. Tujuan Umum ……….. 4 2. Tujuan Khusus ………. 4 C. Lingkup Masalah ………. 5 D. Metode Penulisan ……… 5 E. Sistematika Penulisan ………. 5

BAB 2 : TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar Lanjut Usia ……….. 7

1. Definisi Lanjut Usia ……….. 7

2. Batasan Lanjut Usia ……….. 9

3. Teori Menua ……… 10

4. Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia ………. 19

5. Tugas Perkembangan Lanjut Usia ……….. 39

B. Konsep Dasar Masalah Kepefrawatan ……….. 42

1. Pengertian Osteoarthritis ………. 42

2. Klasifikasi Osteoarthritis ………. 43

3. Etiologi dan Faktor Resiko Osteoarthritis ………... 43

4. Patofisiologi Osteoarthritis ………. 46

5. Manifestasi klinis Osteoarthritis ………. 47

6. Komplikasi Osteoarthritis ………... 48

(8)

v

C. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Theori Maslow ……….. 53

D. Proses Keperawatan Lanjut Usia Dengan Osteoarthritis ……….. 56

1. Pengkajian Keperawatan ……… 56

2. Diagnosa Keperawatan ……….. 63

3. Perencanaan Keperawatan ………. 65

4. Pelaksanaan Keperawatan ……….. 85

5. Evaluasi Keperawatan ……… 85

BAB 3 : TINJAUAN KHUSUS A. Pengkajian Keperawatan ………... 88 B. Diagnosa Keperawatan ………... 109 C. Perencanaan Keperawatan ……….. 114 D. Pelaksanaan Keperawatan ………... 119 E. Evaluasi Keperawatan ………. 129 BAB 4 : PEMBAHASAN A. Pengkajian Keperawatan ………. 131 B. Diagnosa Keperawatan ………... 134 C. Perencanaan Keperawatan ……….. 136 D. Pelaksanaan Keperawatan ………... 137 E. Evaluasi Keperawatan ………. 137 BAB 5 : PENUTUP A. Kesimpulan ………. 138 B. Saran ……… 139 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA

(9)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) tidak terkecuali dalam bidang kesehatan membuat kualitas kesehatan penduduk di dunia menjadi meningkat sehingga umur harapan hidup (UHH) manusia pun menjadi meningkat. Berdasarkan data yang diperoleh dari pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan RI bahwa angka umur harapan hidup pada tahun 2010-2015 di indonesia adalah 70,7 tahun dan diperkirakan pada tahun 2015-2020 angka umur harapan hidup akan meningkat mencapai 71,7 tahun. Menurut Undang-Undang nomor 113 tahun 1998 pada Bab I Pasal I ayat 2 tentang kesejahteraan lanjut usia dalam Lilik (2011), lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.

Berdasarkan data dari World Population Prospects The Revision (2015), ada 901.000.000 orang berusia 60 tahun atau lebih atau 12% dari jumlah populasi global. Asia menempati urutan pertama dengan jumlah populasi lanjut usia terbesar dimana pada tahun 2015 berjumlah 508 juta. Menurut World Health Organization (WHO) jumlah warga negara indonesia pada tahun 2013 adalah sebanyak 249.866.000 dimana 8% dari jumlah populasinya adalah mereka yang berusia lebih dari 60 tahun. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 2014 jumlah lanjut usia di indonesia mencapai 20,24 juta jiwa atau setara dengan 8,03% dari seluruh penduduk di indonesia dan didaerah jawa barat sendiri jumlah penduduk lanjut usia sekitar 7,58%.

(10)

2

Menua atau menjadi tua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh yang masih dikategorikan sebagai hal yang alamiah. Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa lanjut usia rentan terkena berbagai penyakit antara lain pada sistem muskuloskeletal. Salah satu penyakit yang menyerang sistem muskuloskeletal pada lanjut usia yaitu osteoartritis. Osteoartritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakkan kertilago sendi vertebra, panggul, lutul dan pergelangan kaki paling sering terkena osteoartritis (Aru, dkk 2009). Osteoartritis diklasifikasikan menjadi tipe primer dan tipe sekunder. Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan osteoarthritis. Dan tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur. (Yuliana Elin, 2009). Penyebab dari osteoartritis untuk sekarang masih belum jelas tetapi faktor resiko osteoartritis dapat diketahui dari beberapa hal diantaranya adalah umur. Perubahan fisik dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya umur dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk pigmen yang berwarna kuning sehingga osteoartritis banyak terjadi pada lanjut usia.

Tanda gejala yang biasa muncul pada lanjut usia yang mengalami osteoartritis adalah nyeri sendi, nyeri bertambah dengan aktifitas dan membaik dengan istirahat, kekakuan paling ringan pada pagi hari namun terjadi berulang-ulang sepanjang hari, krepitasi, deformitas, dan adanya tanda - tanda peradangan. Hal ini akan berdampak kepada kebutuhan dasar manusia pada lanjut usia yang akan terganggu seperti, mengganggu kebutuhan aktivitas yang disebabkan oleh adanya hambatan gerak sendi, deformitas dan perubahan gaya berjalan. Selain itu mengganggu kebutuhan rasa aman dan nyaman yang disebabkan oleh adanya nyeri di daerah tulang dan persendian yang terkena osteoartritis.

(11)

3

Berdasarkan data yang diperoleh dari National Centers for Health Statistics, sekitar 15,8 juta (12%) orang dewasa antara usia 25-74 tahun mempunyai keluhan osteoarthritis (Anonim, 2011). Prevalensi osteoarthritis total di Indonesia adalah sekitar 34,3 juta orang pada tahun 2002 dan mencapai 36,5 juta orang pada tahun 2007. Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah lanjut usia di panti sosial tresna werdha budi mulia 2 yang mengalami osteoarthritis berjumlah 27 orang.

Mengingat banyaknya kasus dan dampak yang ditimbulkan akibat dari osteoarthritis peran perawat sangat penting dalam pelayanan terhadap lanjut usia yang mengalami osteoartritis diantaranya aspek promotif, preventif, kuratif,dan rehabilitatif. Aspek promotif pada keperawatan adalah dengan memberikan penyuluhan kesehatan tentang osteoartritis. Aspek preventif, yaitu cara mencegah dengan cara menganjurkan untuk mengatur pola makan sesuai diit dan menghindari makanan yang memungkinkan menyebabkan osteoarthritis bertambah parah seperti kacang-kacangan, menganjurkan olahraga ringan secara teratur seperti berjalan kaki minimal 30 menit perhari serta mengurangi berat badan. Aspek kuratif yaitu dengan memberikan kompres pada daerah yang nyeri serta melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik serta anti-inflamasi. Aspek yang terakhir adalah aspek rehabilitatif, yaitu dengan melakukan latihan gerak sendi atau range of motion (rom) secara bertahap dan membatasi gerak.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mempelajari lebih dalam mengenai pemenuhan kebutuhan dasar pada lansia dengan masalah sistem muskuloskeletal : osteoartritis. Maka penulis mengambil judul karya tulis ilmiah “Asuhan Keperawatan Pada Lansia Ny. R Dengan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Aman Dan Nyaman Nyeri Pada Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Osteoartritis Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng Pada Tanggal 4-6 Mei 2017”

(12)

4

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan umum

Tersusunnya karya ilmiah yang menguraikan/mendeskripsikan pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada pemenuhan kebutuhan dasar aman dan nyaman klien : nyeri klien dengan masalah kesehatan gangguan sistem muskuloskeletal : osteoarthritis.

2. Tujuan khusus

a. Mampu menguraikan/mendeskripsikan hasil pengkajian kebutuhan dasar klien dengan masalah kesehatan gangguan sistem muskuloskeletal :osteoartritis.

b. Mampu menguraikan/mendeskripsikan masalah keperawatan kebutuhan dasar klien dengan masalah kesehatan gangguan sistem muskuloskeletal : osteoarthritis.

c. Mampu menguraikian/mendeskripsikan rencana tidakkan keperawatan.

d. Mampu menguraikan/medeskripsikan tindakkan keperawatan kebutuhan dasar klien dengan masalah kesehatan gangguan sistem muskuloskeletal : osteoarthritis.

e. Mampu menguraikan/mendeskripsikan hasil evaluasi kebutuhan dasar klien dengan masalah kesehatan gangguan sistem muskuloskeletal : osteoarthritis.

f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat pada teori dan kasus dengan masalah kesehatan gangguan sistem muskuloskeletal : osteoartritis

g. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta dapat mencari solusi.

(13)

5

C. Lingkup masalah

Penulisan karya tulis ilmiah ini merupakan pembahasan tentang pemberian Asuhan Keperawatan Pada Lansia Ny. R Dengan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Aman Dan Nyaman : Nyeri Pada Gangguan Sistem Muskoluskeletal : Osteoartritis Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng Pada Tanggal 4-6 Mei 2017.

D. Metode penulisan

Metode dalam penulisan makalah ini menggunakan metode studi kepustakaan dan deskriptif. Dalam metode deskriptif pendekatan yang digunakan adalah studi kasus, dimana penulis mengelola satu kasus menggunakan proses keperawatan dan hasil asuhan keperawatan di deskripsikan dengan menggunakan kaidah penulisan ilmiah. Dalam metode ini disebutkan juga bagaimana penulis memperoleh data atau informasi (wawancara secara langsung dari klien Ny. R dan tidak langsung dari petugas kesehatan observasi dan pemeriksaan fisik).

E. Sistematika penulisan

Penulisan karya tulis ilmiah ini disusun secara sistematis yang terdiri dari:

BAB I : Pendahuluan meliputi, latar belakang masalah, tujuan Penulisan ruang lingkup, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Membahas tentang konsep dasar lanjut usia (definisi lanjut Usia, batasan lanjut usia, teori menua, perubahan yang terjadi pada lanjut usia, tugas perkembangan lanjut usia), konsep dasar masalah kepefrawatan (pengertian osteoarthritis, klasifikasi osteoarthritis, etiologi dan faktor resiko osteoarthritis, patofisiologi osteoarthritis, manifestasi klinis osteoarthritis, komplikasi osteoarthritis,

(14)

6

penatalaksanaan osteoarthritis), konsep kebutuhan dasar manusia menurut theori maslow dan proses keperawatan lanjut usia dengan osteoarthritis (pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan). BAB III : Tinjauan kasus yang merupakan laporan dari hasil lapangan

Tentang asuhan keperawatan usia lanjut meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan.

BAB IV : Pembahsan yang membahas kesenjangan teori dengan kasus, Analisa dari faktor-faktor pendukung serta penghambat serta alternatif pemecahan masalah dalam memberikan asuhan keperawatan ditiap tahapan yaitu : pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan.

BAB V : Kesimpulan dan saran Daftar Pustaka

(15)

7 BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Lanjut Usia

1. Definisi Lanjut Usia

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lanjut usia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh tuhan yang maha esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap.

Menurut undang-undang nomor 113 tahun 1998 dalam Lilik, 2011 tentang kesejahteraan lanjut usia pada bab I pasal I ayat 2, yang dimaksud lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.

Dra. Ny. Jos Masdani; Nugroho 2000 dalam Lilik, 2011 mengemukakan bahwa lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian pertama fase iufentus antara 25-40 tahun, kedua fase verilitas antara 40-50 tahun, ketiga fase prasenium antara 55-65 tahun, keempat fase senium antara 65 hingga tutup usia.

(16)

8

Pengertian lanjut usia beragam tergantung kerangka pandang individu. Orang tua yang berusia 35 tahun dapat dianggap tua bagi anaknya yang tidak muda lagi. Orang sehat aktif berusia 65 tahun mungkin menganggap usia 75 tahun sebagai permulaan lanjut usia (Brunner dan Suddart, 2001, Lilik, 2011).

Menurut Surini & Utomo (2003) dalam lilik, 2011, lanjut usia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang akan dijalani semua individu, ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan.

Menurut Reimer et al (1999); Stanley and Beare (2007), mendifinsikan lansia berdasarkan karakteristik sosial masyarakat yang menganggap bahwa orang telah tua jika menunjukkan ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit dan hilangnya gigi. Dalam peran masyarakat tidak bisa lagi melaksanakan fungsi perang orang dewasa, seperti pria yang tidak lagi terikat dalam kegiatan ekonomi produktif, dan untuk wanita tidak dapat memenuhi tugas rumah tangga. Kriteria simbolik seseorang dianggap tua ketika cucu pertamanya lahir. Dalam masyarakat kepulauan pasifik, seseorang dianggap tua ketika ia berfungsi sebagai kepala dari gariss keturunan keluarganya.

Glascock dan Feinman (1981); Stanley and Beare (2007) menganalisis kriteria lanjut usia dari 57 negara didunia dan menemukan bahwa kriteria lanjut usia yang paling umum adalah gabungan antara usia kronologis dengan perubahan dalam peran sosial, dan diikuti oleh perubahan status fungsional seseorang.

(17)

9

2. Batasan Lanjut Usia

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 1999 dalam Lilik (2011) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/biologis menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan (middle age) antara usia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) antara usia 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.

Menurutnya bahwa pada kelompok ini individu tersebut sudah terjadi proses penuaan, dimana sudah terjadi perubahan aspek fungsi seperti pada jantung, paru-paru, ginjal, dan juga timbul proses degenerasi seperti osteoporosis (pengeroposan tulang), gangguan sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi dan timbulnya proses alergi dan keganasan.

Menurut Departemen Kesehatan RI membagi golongan usia lanjut menjadi 3 kelompok yaitu : kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) pada keadaan ini dikatakan sebagai masa virilitas, kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai masa presenium, dan kelompok kelompok usia lanjut (>65 tahun) yang dikatakan sebagai masa pension.

Sedangkan Nugroho (2000) dalam Lilik (2011) menyimpulkan pembagian umur berdasarkan pendapat beberapa ahli, bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun ke atas.

Menurut prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro dalam Wahjudi nugroho (2012), lanjut usia dikelompokkan menjadi usia dewasa muda (eldery adulthood) 18 atau 29-25 tahun, usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas usia 25-60 atau 65 tahun, lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang dibagi lagi dengan 70-75 tahun (young old) 75-80 tahun (old) lebih dari 80 tahun (very old).

(18)

10

UU No 13 tahun 1998 dalam Wahjudi nugroho, 2012 tentang kesejahteran lanjut usia bahwa lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keata dan membuat penggolongan lanjut usia menjadi 3 kelompok yaitu : kelompok lanjut usia dini (55-64 tahun) yakni kelompok yang baru memasuki lanjut usia, kelompok lansia (65 tahun keatas) dan kelompok lanjut usia resiko tinggi yakni lanjut usia yang berusia lebih dari 70 tahun.

3. Teori Menua

Teori penuaan secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu teori penuaan secara biologi dan teori penuaan psikososial.

a. Teori Biologi

Teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi bahwa proses menua merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi tubuh selama masa hidup (zairt, 1980 dalam renny 2014). Teori ini lebih menekankan pada perubahan kondisi tingkat struktural sel/organ tubuh, termasuk didalamnya adalah pengaruh agen patologis.

Fokus dari teori ini adalah mencari determinan-determinan yang menghambat proses penurunan fungsi organisme. Yang dalam konteks sistemik dapat mempengaruhi/memberi dampak terhadap organ/sistem tubuh lainnya dan berkembang sesuai dengan peningkatan usia kronologis (hayflick, 1977 dalam Renny, 2014).

1) Teori Seluler

Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakkan sel-sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan di laboratorium, lalu diobservasi jumlah sel-sel yang akan membelah jumlah sel yang akan membelah akan terlihat lebih sedikit (Spence & Masson dalam Watson 1992 dalam

(19)

11

Lilik 2011). Hal ini akan memberikan beberapa pengertian terhadap proses penuaan biologis dan menunjukkan bahwa pembelahan sel lebih lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan, sesuai dengan berkurangnya umur.

Pada beberapa sistem, sepertu sistem saraf, sistem muskuloskeletal dan jantung, sel pada jaringan dan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko mengalami proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri. Ternyata sepanjang kehidupan ini, sel pada sistem si tubuh kita cenderung mengalami kerusakkan dan akhirnya sel akan mati, dengan konsekuensi yang buruk karena sistem sel tidak dapat diganti.

2) Teori “Genetik Clock”

Menurut teori ini menua telah diprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai didalam nuclei (inti selnya) suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak berputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan ataupun penyakit akhir yang katastrofal.

Konsep genetik clock didukung oleh kenyataan bahwa ini merupakan cara menerangkan mengapa pada beberapa spesies terlihat adanya perbedaan harapan hidup yang nyata (misalnya manusia 116 tahun, beruang 47 tahun, kucing 40 tahun, anjing 27 tahun, sapi 20 tahun). Secara teoritis dapat dimungkinkan

(20)

12

memutar jam ini lagi meski hanya untuk beberapa waktu dengan pengaruh-pengaruh dari luar, berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit atau tindakkan-tindakkan tertentu.

Pengontrolan genetik umur rupanya dikontrol dalam tingkat seluler, mengenai hal ini Hayflck (1980) melakukan penelitian melalui kultur sel vitro yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kemampuan membelah sel dalam kultur dengan umur spesies.

3) Sintesis Protein (Kolagen dan Elastin)

Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada lanjut usia beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan bertambahnya usia (Tortora & Anagnostakos, 1990 dalam Lilik, 2011). Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya dan cenderung berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatan pada sistem muskuloskeletal.

4) Keracunan oksigen

Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu.

(21)

13

Ketidakmampuan mempertahankan diri dari toksis tersebut membuat struktur membran sel mengalami perubahan dari rigrid, serta terjadi kesalahan genetik (Tortora & Anagnostakos, 1990 dalam Lilik 2011).

Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi sel dalam berkomunikasi dengan lingkungannya yang juga mengontrol proses pengambilan nutrient dengan proses ekskresi zat toksis di dalam tubuh. Fungsi komponen protein pada membran sel yang sangat penting bagi proses diatas, dipengaruhi oleh rigiditas membran tersebut. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak disemua jaringan dan organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerusakkan sistem tubuh.

5) Sistem Imun

Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan. Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses penuaan.

Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca translasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (Self Recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun (Goldstein, 1989 dalam Lilik, 2011).

(22)

14

Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen antibodi yang luas mengenai jaringan-jaringan beraneka ragam, efek menua jadi akan menyebabkan reaksi histoinkomtabilitas pada banyak jaringan. Salah satu bukti yang ditemukan ialah bertambahnya prevalensi auto antibodi bermacam-macam pada orang lanjut usia (Brocklehurts, 1987 dalam Lilik, 2011). Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah. Inilah yang menyebabkan kanker meningkat sesuai dengan meningkatnya umur (Suhana, 1994 dalam Lilik 2011).

6) Mutasi Somatik (Teori Error Catastrophe).

Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur, sebaliknya menghindari terkenanya radiasi atau tercemar zat kimia yang bersifat karsiogenik atau toksik dapat memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.

Mekanisme pengontrolan genetik dalam tingkat sub seluler dan molekular yang bisa disebut juga hipotesis “Error Catastrophe” menurut hipotesis tersebut menua disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang beruntun. Sepanjang kehidupan setelah berlangsung dalam waktu yang cukup lama, terjadi kesalahan dalam proses transkripsi (DNA RNA) maupun dalam proses translasi (RNA protein/enzim) kesalahan tersebut akan menyebabkan terbentuknya enzim yang salah.

(23)

15

Kesalahan tersebut dapat berkembang secara eksponensial dan akan menyebabkan terjadinya reaksi metabolisme yang salah, sehingga akan mengurangi fungsional sel. Apalagi jika terjadi pula kesalahan dalam proses translasi (pembuatan protein), maka terjadi kesalahan yang makin banyak, sehingga terjadilah katastrop (Constantinides, 1994 dikutip oleh Darmojo & Martono, 2000 dalam Lilik 2011).

7) Teori Menua Akibat Metabolisme

Menurut MC Kay et all (1935) yang dikutip Darmojo dan Martono (2004) dalam Lilik (2011), pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormon pertumbuhan. Modifikasi cara hidup yang kurang bergerak menjadi lebih banyak bergerak mungkin dapat juga meningkatkan umur panjang. Hal ini menyerupai hewan yang hidup dialam bebas yang banyak bergerak dibanding dengan hewan laboratorium yang kurang bergerak dan banyak makan. Hewan dialam bebas lebih panjang umurnya daripada hewan laboratorium (Suhara, 1994 dikutip oleh Darmojo & Martono, 2000, dalam Lilik, 2011).

8) Kerusakkan Akibat Radikal Bebas

Radikal Bebas (RB) dapat terbentuk dialam bebas, dan didalam tubuh di fagosit (pecah), dan sebagai produk sampingan di dalam rantai pernafasan di dalam mitokondria. Untuk organisasi aerob radikal bebas terutama terbentuk pada waktu respirasi (aerob) di dalam mitokondria.

(24)

16

Karena 90% oksigen yang diambil tubuh termasuk didalam mitokondria. Waktu terjadi proses respirasi tersebut oksigen dilibatkan dalam mengubah bahan bakar menjadi ATP, melalui enzim respirasi di dalam mitokondria, maka radikal bebas akan dihasilkan sebagai zat perantara. Radikal bebas yang terbentuk tersebut adalah : Superoksida (𝑂2) Radikal Hidroksi (OH), dan juga Peroksida Hidrogen (𝐻2𝑜2). Radikal bebas bersifat merusak karena sangat reaktif sehingga dapat bereaksi dengan dna, protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam membran sel dan dengan gugus SH. Walaupun telah ada sistem penangkal, namun sebagian radikal bebas tetap lolos, bahkan makin lanjut usia makin banyak radikal bebas terbentuk sehingga proses pengerusakkan terus terjadi, kerusakkan organel sel semakin banyak dan akhirnya sel mati.

Oleh karena itu ada beberapa peluang yang memungkinkan kita dapat mengintervensi, supaya proses menua dapat diperlambat. Yang paling banyak kemungkinannya ialah mencegah meningkatnya radikal bebas, manipulasi sistem imun tubuh, metabolisme, makanan

b. Teori Psikologis

1) Activity Theory (Teori Aktivitas Atau Kegiatan)

Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya setelah menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari usia lanjut. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dengan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia (Nugroho, 2000 dalam Lilik, 2011).

(25)

17

2) Continuity Theory (Teori Kepribadian Berlanjut)

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Identitas pada lanjut usia yang sudah mantap

memudahkan dalam memelihara hubungan dengan

masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat, keluarga dan hubungan interpersonal. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimilikinya (Kuntjoro, 2002 dalam Lilik, 2011).

3) Disengagement Theory (Teori Pembebasan)

Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu lainnya (Nugroho, 2000, dalam Lilik, 2011). Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia seseorang secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (triple loss) yakni: kehilangan peran (loss of role), hambatan kontak sosial (restriction of contact and relationship), dan berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores and values).

4) Teori stratifikasi usia

Putusnya hubungan dengan dunia luar seperti dengan masyarakat dengan individu lain.

5) Teori kebutuhan manusia

Orang yang bisa mencapai aktualisasi menurut penelitian 5% dan tidak semua orang mencapai kebutuhan yang sempurna.

(26)

18 6) Jung Theory

Terdapat tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam perkembangan kehidupan.

7) Course Of Human Life Theory

Seseorang dalam hubungan dengan lingkungan ada tingkat maksimumnya.

8) Development Task Theory

Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas perkembangan sesuai dengan usianya.

c. Teori Lingkungan (Environtmental Theory) 1) Radiation Theory (Teori Radiasi)

Setiap hari manusia terpapar dengan adanya radiasi baik karena sinar ultraviolet maupun dalam bentuk gelombang-gelombang mikro yang lebih menumbuk tubuh tanpa terasa yang dapat mengakibatkan perubahan susunan DNA dalam sel hidup atau bahkan rusak dan mati.

2) Stress Theory (Teori Stres)

Stress fisik maupun psikologis dapat mengakibatkan pengeluaran neurotransmiter tertentu yang dapat mengakibatkan perfusi jaringan menurun sehingga jaringan mengalami kekurangan oksigen dan mengalami gangguan metabolisme sel sehingga terjadi penurunan jumlah cairan dalam sel dan penurunan jumlah cairan dalam sel dan penurunan eksisitas membrane sel.

(27)

19

3) Pollution Theory (Teori Polusi)

Tercemarnya lingkungan dapat mengakibatkan tubuh mengalami gangguan pada sistem psikoneuroimunologi yang seterusnya mempercepat terjadinya proses menua dengan perjalanan yang masih rumit untuk dipelajari.

4) Exposure Theory (Teori Pemaparan)

Terpaparnya sinar matahari yang mempunyai kemampuan mirip dengan sinar ultra yang lain mampu mempengaruhi susunan DNA sehingga proses penuaan atau kematian sel bisa terjadi.

4. Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan seksual.

a. Perubahan Fisik 1) Sel

a) Lebih sedikit jumlahnya. b) Lebih besar ukurannya

c) Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler.

d) Menurunya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati.

e) Jumlah sel otak menurun.

(28)

20 2) Sistem Indra

Organ sensori pendengaran, penglihatan, pengecap, peraba, dan penghirup memungkinkan kita berkomunikasi dengan lingkungan. Pesan yang diterima dari sekitar kita membuat tetap mempunyai orientasi, ketertarikan dan pertentangan. Kehilangan sensorik akibat penuaan merupakan saat dimana lanjut usia menjadi kehilangan sensorik akibat penuaan merupakan saat dimana lanjut usia menjadi kurang kinerja fisiknya dan lebih banyak duduk.

a) Sistem Pendengaran

(1) Presbiakuisis (gangguan pendengaran) hilangnya kemampuan/daya pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.

(2) Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.

(3) Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratin.

(4) Pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stress.

b) Sistem penglihatan

(1) Spingter pupil timbul sclerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.

(2) Kornea lebih berbentuk sfesis (bola).

(3) Lensa lebih buram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak jelas menyebabkan gangguan pengelihatan. (4) Meningkatkan ambang, pengamatan sinar, daya

adaptasi terhadap kegelapan, lebih lambat dan susah melihat dalam sahaya gelap.

(29)

21

(6) Menurunnya lapang pandang, berkurangnya luas pandangannya.

(7) Menurunnya daya membedakan warna biru/hijau pada skala.

c) Sistem Perabaan

Indera perabaan memberikan pesan yang paling intim dan yang paling mudah untuk menerjemahkan. Bila indera lain hilang, indera rabaan dapat mengurangi perasaan sejahtera. Meskipun reseptor lain akan menumpul dengan bertambahnya usia namun tidak pernah menghilang.

d) Sistem Pengecap dan Penghidu

Empat rasa dasar yaitu manis, asam, asin, dan pahit. Diantara semuanya rasa manis yang paling tumpul pada lanjut usia. Maka jelas bagi kita mengapa mereka senang menambahkan gula secara berlebihan. Rasa yang tumpul menyebabkan kesukaan terhadap makanan yang asin dan banyak berbumbu. Harus dianjurkan penggunaan rempah, bawang merah, bawang putih dan lemon untuk mengurangi garam dalam menyedapkan makanan.

3) Sistem Moskuloskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lanjut usia antara lain sebagai berikut:

a) Jaringan Penghubung (Kolagen dan Elastin)

Kolagen sebagai pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago, dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur. Perubahan pada kolagen tersebut merupakan penyebab turunya fleksibilitas pada lanjut usia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan

(30)

22

kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan dan hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Upaya fisioterapi untuk mengurangi dampak tersebut adalah memberikan latihan untuk menjaga mobilitas.

b) Kartilago

Jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami granulasi dan akhrinya permukaan sendi menjadi rata kemudian kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibatnya perubahan itu sendi mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak, dan terganggunya aktifitas sehari-hari.

c) Otot

Perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi. Penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif. Dampak perbuahan morfologis pada otot adalah penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan penurunan kemampuan fungsional otot. Untuk mencegah perubahan lebih lanjut, dapat diberikan latihan untuk mempertahankan mobilitas.

(31)

23 d) Sendi

Pada lanjut usia jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen, fasia mengalami penurunan elastisitas. Ligament dan jaringan periarkular mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi dan klasifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas dan gerak sendi. Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan berupa bengkak, nyeri, kekakuan sendi, gangguan jalan dan aktifitas keseharian lainnya. Upaya pencegahan kerusakkan sendi antara lain dengan memberi teknik perlindungan sendi, antara lain dengan memberi teknik perlindungan sendi dalam beraktifitas.

4) Sistem Kardiovaskuler dan Respirasi

Perubahan sistem kardiovaskuler dan respirasi mencakup: a) Sistem Kardiovaskuler

Massa jantung, ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat dan penumpukkan lipofusin dan klasifikasi SA node dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat. Konsumsi oksigen pada tingkat maksimal berkurang sehingga kapasitas paru menurun. Latihan berguna untuk meningkatkan 𝑉𝑂2maksimum, mengurangi tekanan darah dan berat badan.

b) Sistem Respirasi

Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi kenaikan ruang fungsi paru, udara yang mengalir ke paru berkurang.

(32)

24

Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernafasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang. Umur tidak berhubungan dengan perubahan otot diafragman apabila terjadi perubahan otot diafragma, maka otot toraks menjadi tak seimbang dan menyebabkan terjadinya distrosi dinding toraks selama respirasi berlangsung.

Sistem kardiovaskuler mengalami perubahan seperti arteri yang kehilangan elastisitasnya. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan nadi dan tekanan sistolik darah. Perubahan tekanan darah yang fisiologis mungkin benar-benar merupakan tanda penuaan yang normal. Didalam sistem pernafasan terjadi pendistribusian ulang kalsium pada tulang iga yang kehilangan banyak kalsium dan sebaliknya tulang rawan kosta berlimpah kalsium. Hal ini berhubungan dengan perubahan postural yang menyebabkan penurunan efisiensi ventilasi paru. Berdasarkan alasan ini, lanjut usia mengalami salah satu hal terburuk yang dapat ia lakukan yaitu istirahat ditempat tidur dalam waktu yang lama. Perubahan dalam sistem pernafasan membuat lanjut usia lebih rentan terhadap komplikasi pernafasan akibat istirahat total, seperti infeksi pernafasan akibat penurunan ventilasi paru.

5) Pencernaan dan Metabolisme

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan seperti penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata. Kehilangan gigi, penyebab utama adalah periodontal disease yang bisa terjadi setelah umur 30 tahun. Penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.

(33)

25

Indera pengecap menurun, adanya iritasi yang krons dari selaput lender, atropi indera pengecap (80%), hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap di lidah terutama rasa tentang rasa asin, asam dan pahit. Pada lambung rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun), asam lambung menurun, waktu mengosongkan menurun. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi. Fungsi absobsi melemah (daya absobsi terganggu). Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah. Kondisi ini secara normal, tidak ada konsekuensi yang nyata, tetapi menimbulkan efek yang merugikan ketika diobati. Pada usia lanjut, obat-obatan dimetabolisme dalam jumlah yang sedikit. Pada lanjut usia perlu diketahui kecenderungan terjadinya peningkatan efek samping, overdosis, dan reaksi yang merugikan dari obat. Oleh karena itu, meski tidak seperti biasanya, dosis obat yang diberikan kepada lanjut usia lebih kecil dari dewasa.

6) Sistem Perkemihan

Berbeda dengan sistem pencernaan, pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, eksresi, dan reabsorpsi oleh ginjal. Hal ini akan memberikan efek dalam pemberian obat pada lanjut usia. Mereka kehilangan kemampuan untuk mengekskresi obat atau produk metabolisme obat. Pola perkemihan tidak normal, seperti banyak berkemih di malam hari, sehingga mengharuskan mereka pergi ke toilet sepanjang malam. Hal ini menunjukkan bahwa inkontinensia urin meningkat. (Ebersole and Hess, 2001 dalam Lilik, 2011).

(34)

26 7) Sistem Saraf

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi yang progresif pada serabut saraf lanjut usia. Lanjut usia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensori dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif, hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lanjut usia mengalami perubahan morfologis dan biokimia, perubahan tersebut mengakibatkan penurunan fungsi kognitif. Koordinasi keseimbangan, kekuatan otot, reflek, perubahan postur dan peningkatan waktu reaksi. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian latihan koordinasi dan keseimbangan serta latihan untuk menjaga mobilitas dan postur (Surini dan Utomo, 2003 dalam Lilik, 2011).

8) Sistem Reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lanjut usia ditandai dengan megecilnya ovarium dan uterus. Terjadi atrofi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur. Dorongan seksual menetap samapi usia diatas 70 tahun (asal kondisi kesehatan baik), yaitu dengan kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia. Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang dan reaksi sifatnya menjadi alkali (Watson, 2003 dalam Lilik, 2011).

(35)

27 b. Perubahan Kognitif

1) Memory (Daya ingat, Ingatan)

Daya ingat adalah kemampuan untuk menerima, mencamkan, menyimpan dan menghadirkan kembali rangsangan/peristiwa yang pernah dialami seseorang. Pada lanjut usia daya ingat (memory) merupakan salah satu fungsi kognitif yang seringkali paling awal mengalami penurunan. Ingatan jangka panjang (long term memory) kurang mengalami perubahan, sedangkan ingatan jangka pendek (short term memory) atau seketika 0-10 menit memburuk. Lanjut usia akan kesulitan dalam dalam mengungkapkan kembali cerita atau kejadian yang tidak begitu menarik perhatiannya dan informasi baru seperti tv dan film. Keadaan ini sering menimbulkan salah paham dalam keluarga. Oleh sebab itu dalam proses pelayanan terhadap lanjut usia, sangat perlu dibuatkan tanda-tanda atau rambu-rambu baik berupa tulisan ataupun gambar untuk membantu daya ingat mereka. Misalnya dengan tulisan jum’at, tanggal 26 april 2009 dan sebagainya, ditempatkan pada tempat yang strategis yang mudah dibaca atau dilihat.

2) IQ (Intellegent Quocient)

Lanjut usia mengalami perubahan dengan informasi matematika (analitis, linier, sekuensial) dan perkataan verbal. Tetapi persepsi dan daya membayangkan (fantasi) menurun. Walaupun mengalami kontroversi, tes intelegensia kurang memperlihatkan adanya penurunan kecerdasan pada lanjut usia (Cockburn & Smith, 1991 dikutip oleh Lumbantobing, 2006 dalam Lilik, 2011). Hal ini terutama dalam bidang vokabular (kosakata), keterampilan praktis, dan pengetahuan umum. Fungsi intelektual yang stabil ini disebut sebagai crystallized intelligent.

(36)

28

Sedangkan fungsi intelektual yang mengalami kemunduran adalah fluid intelligent seperti mengingat daftar, memori

bentuk geometri, kecepatan menemukan kata,

menyelesaikan masalah, kecepatan berespon, dan perhatian yang cepat teralih (Wonder & Donovan, 1984, Kusumoputro & Sidiarto, 2006 dalam Lilik, 2011).

Kecepatan proses di pusat saraf menurun sesuai pertambahan usia. Perubahan itu dialami hampir semua orang yang mencapai usia 70-an tahun. Namun, ada juga penyimpangan, beberapa orang yang berusia 70 tahun melaksanakan hal itu dengan lebih baik dibandingkan orang berusia 20 tahun. Kemunduran intelektual sebelum usia 50 tahun adalah abnormal dan patologis. Pada usia 65-75 tahun didapati kemunduran pada beberapa kemampuan dengan variasi perbedaan individu yang luas. Di atas usia 80 tahun didapati kemunduran kemampuan yang cukup banyak. Banyak kemampuan yang baru mulai menurun pada usia 80 tahun.

3) Kemampuan Belajar (Learning)

Menurut Brocklehurst dan Allen (1987); Darmojo & Martono (2004) dalam Lilik (2011) lanjut usia yang sehat dan tidak mengalami demensia masih memiliki kemampuan belajar yang baik, bahkan dinegara industri maju didirikan University Of The Third Age. Hal ini sesuai dengan prinsip belajar seumur hidup (life-long learning), bahwa manusia itu memiliki kemampuan untuk belajar sejak dilahirkan samapi akhir hayat. Oleh karena itu, sudah seyogyanya jika mereka tetap diberikan kesempatan untuk mengembangkannya wawasan berdasarkan pengalaman (learning by experience).

(37)

29

Implikasi praktis dalam pelayanan kesehatan jiwa (mental health) lanjut usia baik yang bersifat promotif-preventif, kuratif dan rehabilitatif adalah untuk memberikan kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar yang sudah disesuaikan dengan kondisi masing-masing lanjut usia yang dilayani.

4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)

Kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian pada lanjut usia mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi dan fungsi pendengarannya lanjut usia yang mengalami penurunan. Dalam pelayanan terhadap lanjut usia agar tidak timbul salah paham sebaiknya dalam berkomunikasi dilakukan kontak mata (saling memandang). Dengan kontak mata mereka akan dapat membaca bibir lawan bicaranya, sehingga penurunan pendengarannya dapat diatasi dan dapat lebih mudah memahami maksud orang lain. Sikap yang hangat dalam berkomunikasi akan menimbulkan rasa aman dan diterima, sehingga mereka akan lebih tenang, lebih senang dan merasa dihormati.

5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Pada lanjut usia masalah-masalah yang dihadapi tentu semakin banyak. Banyak hal yang dahulunya dengan mudah dapat dipecahkan menjadi terhambat karena terjadi penurunan fungsi indera pada lanjut usia. Hambatan yang lain dapat berasal dari penurunan daya ingat, pemahaman dan lain-lain, yang berakibat bahwa pemecahan masalah menjadi lebih lama. Dalam menyikapi hal ini maka dalam pendekatan pelayanan kesehatan jiwa lanjut usia perlu diperhatikan ratio petugas kesehatan dan pasien lanjut usia.

(38)

30

6) Pengambilan Keputusan (Making Decision)

Pengambilan keputusan termasuk dalam proses pemecahan masalah. Pengambilan keputusan pada umumnya berdasarkan data yang terkumpul, kemudian dianalisa, dipertimbangkan dan dipilih alternatif yang dinilai positif (menguntungkan), kemudian baru diambil suatu keputusan. Pengambilan keputusan pada lanjut usia sering lambat atau seolah-olah terjadi penundaan. Oleh sebab itu, mereka membutuhkan petugas atau pendamping yang dengan sabar sering mengingatkan mereka. Keputusan yang diambil tanpa dibicarakan dengan mereka, akan menimbulkan kekecewaan dan mungkin dapat memperburuk kondisinya. Oleh Karena itu dalam mengambil keputusan, kaum tua tetap dalam posisi yang dihormati (Ebersole and Hess, 2001 dalam Lilik, 2011).

7) Kebijaksanaan (Wisdom)

Bijaksana (Wisdom) adalah aspek kepribadian (personality) dan kombinasi dari aspek kognitif. Kebijaksanaan menggambarkan sifat dan sikap individu yang mampu mempertimbangkan antara baik dan buruk serta untung ruginya sehingga dapat bertindak secara adil dan bijaksana. Menurut Kuntjoro (2002) dalam Lilik (2011) pada lanjut usia semakin bijaksana dalam menghadapi suatu permasalahan. Kebijaksanaan sangat tergantung dari tingkat kematangan kepribadian seseorang dan pengalaman hidup yang dijalani. Atas dasar hal tersebut, dalam melayani lanjut usia harus dengan penuh bijaksana sehingga kebijaksanaan yang ada pada masing-masing individu yang dilayani tetap terpelihara.

(39)

31 8) Kinerja (Performance)

Pada lanjut usia memang akan terlihat penurunan kinerja baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Perubahan performan yang membutuhkan kecepatan dan waktu mengalami penurunan (Lumbantobing, 2006 dalam Lilik, 2011). Penurunan itu bersifat wajar sesuai perubahan organ - organ biologis ataupun perubahan yang sifatnya patologis. Dalam pelayanan kesehatan jiwa lanjut usia, mereka perlu diberikan latihan-latihan keterampilan untuk tetap mempertahankan kinerja.

Menurtu Stanley dan Beare (2007), hasil pemeriksaan psikometri fungsi kognitif pada lanjut usia menunjukkan keadaan berikut:

a) Adanya korelasi yang kuat antara tingkat kinerja intelektual dengan tingkat survival lanjut usia.

b) Fungsi kognitif menunjukkan sedikit atau tidak ada penurunan sampai usia sangat lanjut.

c) Penyakit dan proses penuaan patologis mengurangi fungsi kognitif. Kemampuan intelektual dan harapan hidup menunjukkan korelasi yang positif.

d) Dengan bertambahnya usia, didapatkan penurunan berlanjut dalam kecepatan belajar, memproses informasi baru dan bereaksi terhadap stimulus sederhana atau kompleks.

9) Motivasi

Motivasi adalah fenomena kejiwaan yang mendorong seseorang untuk bertingkah laku demi mencapai sesuatu yang diinginkan atau yang dituntut oleh lingkungannya. Motivasi dapat bersumber dari fungsi kognitif dan fungsi afektif.

(40)

32

Motif kognitif lebih menekankan pada kebutuhan manusia akan informasi dan untuk mencapai tujuan tertentu. Motif ini mendorong manusia untuk belajar dan ingin mengetahui. motif afektif lebih menekankan aspek perasaan dan kebutuhan individu untuk mencapai tingkat emosional tertentu. Motif ini akan mendorong manusia untuk mencari dan mencapai kesenangan dan kepuasan baik fisik, psikis, dan sosial dalam kehidupannya dan individu akan menghayati secara subjektif. Pada lanjut usia, motivasi baik kognitif maupun afektif untuk mencapai/memperoleh sesuatu cukup besar, namun motivasi tersebut seringkali kurang memperoleh dukungan kekuatan fisik maupun psikologis, sehingga hal-hal diinginkan banyak berhenti ditengah jalan.

Faktor yang mempengaruhi perubahan kognitif meliputi perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan dan lingkungan (Nugroho, 2000 dalam Lilik, 2011).

c. Perubahan Spiritual

Agama atau kepercayaan lanjut usia makin berintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1976; Stuart dan Sundeen, 1998 dalam Lilik, 2011). Lanjut usia makin teratur dalam kehidupan keagamaannya. Hal ini dapat dilihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari (Muray dan Zentner dikutip Nugroho, 2000 dalam Lilik, 2011). Spiritualitas pada lanjut usia bersifat universal, intrinsik dan merupakan proses indivual yang berkembang sepanjang rentang kehidupan. Karena aliran siklus kehilangan terdapat pada kehidupan lajut usia, keseimbangan hidup tersebut dipertahankan sebagian oleh efek positif harapan dari kehilangan tersebut.

(41)

33

Lanjut usia yang telah mempelajari cara menghadapi perubahan hidup melalui mekanisme keimanan akhirnya dihadapkan pada tantangan akhir yaitu kematian. Harapan memungkinkan individu dengan keimanan spiritual atau religius untuk bersiap menghadapi krisis kehilangan dalam hidup sampai kematian.

Satu hal pada lanjut usia yang diketahui sedikit berbeda dari orang yang lebih muda yaitu sikap mereka terhadap kematian. Hal ini menunjukkan bahwa lanjut usia cenderung tidak terlalu takut terhadap konsep dan realitas kematian. Pada tahap perkembangan usia lanjut merasakan atau sadar akan kematian (Sense of Awarenenss of Mortality).

d. Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial yang dialami oleh lanjut usia antara lain: 1) Pensiun

Pensiun sering dikatakan secara salah dengan kepasifan atau pengasingan. Dalam kenyataannya pensiun adalah tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi dan perubahan peran yang menyebabkan stres psikososial. Usia wajib pensiun bervarisasi contohnya Pegawai Negeri Sipil mungkin pada usia 65 tahun, sedangkan pegawai federal tidak dipensiunkan sampai usia 70 tahun. Pada industri swasta hak pensiun biasanya antara usia 62 tahun dan 70 tahun, dan juga mungkin pensiun pada usia 55 tahun (Potter and Perry, 2004 dalam Lilik, 2011).

Nilai seseorang sering diukur oleh produktifitasnya dan identitas dikaitkan dengan peran dalam pekerjaan. Hilangnya kontak sosial dari area pekerjaan membuat seseorang lanjut usia pensiunan merasakan kekosongan, orang tersebut secara tiba-tiba dapat merasakan begitu

(42)

34

banyak waktu luang yang ada di rumah disertai dengan sedikitnya hal-hal yang dapat dijalani. Meskipun bahwa pekerjaan yang pensiun karena alasan kesehatan, masalah-masalah yang berputar disekitar pensiun berkaitan erat dengan pertimbangan atas jabatan dan keadaan keuangan (Gallo, 1998 dalam Lilik, 2011).

Menurut Budi-Darmojo dan Martono (2004) dalam Lilik (2011), bila seseorang pensiun (purna tugas) ia akan mengalami kehilangan-kehilangan antara lain:

a) Kehilangan financial (besar penghasilan semula)

Pada umumnya dimanapun pemasukkan uang pada seseorang yang pensiun akan menurun, kecuali pada orang yang sangat kaya dan seseorang dengan tabungan yang melimpah.

b) Kehilangan status

Terutama ini terjadi bila sebelumnya orang tersebut mempunyai jabatan dan posisi yang cukup tinggi lengkap dengan fasilitasnya.

c) Kehilangan teman atau kenalan

Mereka akan jarang sekali bertemu dan berkomunikasi dengan teman sejawat yang sebelumnya tiap hari dijumpainya, dan hubungan sosialnya pun akan hilang atau berkurang.

d) Kehilangan kegiatan atau pekerjaan

Kehilangan kegiatan atau pekerjaan yang teratur dilakukan setiap hari, ini berarti bahwa rutinitas yang bertahun-tahun telah dikerjakan akan hilang.

(43)

35

Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar pada lanjut usia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataan sering dirasakan sebaliknya karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung kepribadiannya. Dalam kenyataan ada yang dapat menerima ada yang takut kehilangan ada yang senang memiliki jaminan hari tua, tetapi ada juga yang seolah-olah terpaksa menerima (pasrah) terhadap pensiun. Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik poditif maupun negatif. Dampak positif lebih menentramkan diri lanjut usia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lanjut usia (Kuntjoro, 2002 dalam Lilik, 2011).

Seseorang yang telah pensiun, sebaiknya dalam kehidupannya dirumah diisi dengan kegiatan-kegiatan atau pelatihan yang bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya. Dan hal ini akan menumbuhkan keyakinan pada lanjut usia bahwa disamping pekerjaannya selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lanjut usia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan kurang dan sebagainya.

2) Perubahan Aspek Kepribadian

Pada umumnya setelah orang memasuki lanjut usia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lanjut usia menjadi makin

(44)

36

lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakkan, tindakkan, koordinasi yang berakibat lanjut usia mejadi kurang cekatan.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lanjut usia mengalami perubahan kepribadian. Menurut Kuntjoro (2002) dalam Lilik (2011) kepribadian lanjut usia dibedakan menjadi 5 tipe kepribadian yaitu tipe kepribadian konstruktif (Construction Personality), tipe kepribadian mandiri (Independent Personality), tipe kepribadian tergantung (Dependent Personality), tipe kepribadaian bermusuhan (Hostile Personality), tipe kepribadian Defensive, dan tipe kepribadian kritik diri (Self Hate Personality).

3) Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lanjut usia misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengarannya sangat kurang, penglihatannya kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktifitas selama yang bersangkutan masih sanggup agar merasa tidak terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak bergunaserta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil (Stanley dan Beare, 2007).

(45)

37 4) Perubahan Minat

Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin bertambah.kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat. Terakhir kebutuhan terhadap kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri lanjut usia untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untukk meningkatkan kebugaran fisiknya.

Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) dalam Lilik (2011) mengatakan bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan yang diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonomi atau pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992 dalam Lilik, 2011).

Dalam mengahadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaina. Ciri-ciri penyesuaian yang tidak baik dari lanjut usia (Hurlock, 1979) dikutip oleh Munandar (1994) dalam Lilik (2011) adalah:

a) Minat sempit terhadap kejadaian di lingkungannya. b) Penarikkan diri ke dalam dunia fantasi.

c) Selalu mengingat kembali masa lalu. d) Selalu khawatir karena pengangguran.

(46)

38 e) Kurang ada motivasi.

f) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik.

g) Tempat tinggal yang tidak diinginkan.

Dilain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah: minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilakukan saat ini dan memiliki kekhawatiran minimal terhadap diri dan orang lain.

e. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik. Seperti gangguan jantung, gangguan metabolisme (misalnya diabetes mellitus), vaginitis, dan baru selesai operasi prostatektomi. Pada wanita mungkin ada kaitannya dengan masa menopause, yang berarti fungsi seksual mengalami penurunan karena sudah tidak produktif walaupun sebenarnya tidak harus begitu, karena kebutuhan biologis selama seseorang masih sehat dan masih memerlukan tidak ada salahnya bila dijalankan terus secara wajar dan teratur tanpa mengganggu kesehatannya.

Menurut Kuntjoro (2002) dalam Lilik (2011) faktor psikologis yang menyertai lanjut usia berkaitan dengan seksualitas antara lain seperti rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lanjut usia. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya. Adanya kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannyaa, pasangan hidup telah meninggal, dan disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dan lainnya yang

(47)

39

mengakibatkan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia mengalami perubahan.

5. Tugas Perkembangan Lanjut Usia

Seiring tahap kehidupan, lanjut usia memiliki tugas perkembangan khusus. Hal ini dideskripsikan oleh burnside (1979), duvall (1977), dan havighurst (1953) dikutip oleh potter dan perry (2005) dalam lilik (2011). Tujuh kategori utama tugas perkembangan lanjut usia meliputi :

a. Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan

Lanjut usia harus menyesuaikan dengan perubahan fisik seiring terjadinya penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi. Hal ini tidak dikaitkan dengan penyakit, tetapi hal ini adalah normal. Bagaimana meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit dengan pola hidup sehat.

b. Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan

Lanjut usia umumnya pensiun dari pekerjaan purna waktu, dan oleh karena itu mungkin perlu untuk menyesuaikan dan membuat perubahan karena hilangnya peran bekerja. Bagaimanapun, karena pensiunan ini biasanya telah diantisipasi, seorang dapat berencana ke depan untuk berpartisipasi dalam konsultasi atau aktivitas sukarela, mencari minat dan hobi baru, dan melanjutkan pendidikannya.

Meskipun kebanyakan lanjut usia di atas garis kemiskinan, sumber finansial secara jelas mempengaruhi permasalahan dalam masa pensiun.

(48)

40

Sekarang ini orang yang pensiun akan mempunyai ketergantungan sosial, finansial, selain juga kehilangan prestise, kewibawaan, peran-peran sosial, dan sebagainya, yang akan merupakan stres bagi orang-orang tua tadi. Untuk menghadapi masa pensiun, dengan stress yang sekecil mungkin tiimbul suatu pemikiran dalam rangka masa persiapan pensiun tadi, yaitu mengadakan pensiun bertahap apa yang disebut “stepwise employment plan” (nishio, 1977; dikutip oleh darmojo dan martono, 2004 dalam lilik, 2011). Ini dikerjakan secara bertahap mengurangi jam dinas sambil memberikan persiapan-persiapan pengaturan ke arah macam pekerjaan yang akan dijalankan sesudah pensiun. Hal ini dapat membantu lanjut usia untuk beradaptasi dan menyesuaikan terhadap masa pensiun relatif lebih mudah.

c. Menyesuaikan terhadap kematian pasangan

Mayoritas lanjut usia dihadapkan pada kematian pasangan, teman, dan kadang anaknya. Kehilangan ini sering sulit di selesaikan, apalagi bagi lanjut usia yang menggantungkan hidupnya dari sesorang yang meninggalkannya dan sangat berarti bagi dirinya. Dengan membantu lanjut usia melalui proses berduka, dapat membantu mereka menyesuaikan diri terhadap kehilangan.

d. Menerima diri sendiri sebagai individu lanjut usia

Beberapa lanjut usia menemukan kesulitan untuk menerima diri sendiri selama penuaan. Mereka dapat memperlihatkan ketidakmampuannya sebagai koping dengan menyangkal penurunan fungsi, meminta cucu nya untuk tidak memanggil mereka “nenek” atau menolak meminta bantuan dalam tugas yang menempatkan keamanan mereka pada resiko yang besar.

Referensi

Dokumen terkait

Leukemia adalah penyakit kanker jaringan yang menghasilkan imatur atau abnormal dalam jumlah berlebihan dan menyusup ke dalam berbagai organ tubuh. Sel-sel Leukemik menyusup

No. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa interval jumlah aktivitas off task yang diobservasi oleh guru pendamping selama 90 menit dapat terlihat bahwa siswa yang tidak

Pemeriksaan dalam suatu laboratorium yang dilakukan terhadap sel, jaringan dan cairan yang berasal dari tubuh manusia, menggunakan metoda tertentu untuk menegakkan

Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif observasional non eksperimental dengan memberikan gambaran tentang pemeriksaan laboratorium mengenai jumlah

Sel eosinopil juga berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh untuk melawan infeksi cacing yang ditandai dengan peningkatan jumlah sel eosinopil di dalam jaringan (Balqis, U.

Dengan demikian untuk lebih mengetahui secara langsung ciri morfologi, struktur tubuh dan kondisi lingkungan habitat dari berbagai jenis tumbuhan tingkat rendah yang

Perbedaan Pembeahan Mitosis dan Meiosis NO Mitosis Meiosis 1 Lokasi pembelahan Sel-sel tubuh somatis dan sel gonad Lokasi pembelahan Sel gonad/sel kelamin 2 Jumlah pembelahan Satu

Manipulasi sel punca di laboratorium ekstraksi, kultur, introduksi faktor transkripsi memungkinkan risiko tersebut meskipun berasal dari tubuh pasien sendiri.4 Sampai saat ini, Food and