• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

A. Definisi Pajak

Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi negara dalam menjalankan pemerintahan. Pemungutan pajak sudah sejak lama ada, dari adanya upeti wajib kepada penguasa berupa hasil tanam pada masa kerajaan, masa penjajahan hingga sekarang dengan polanya masing-masing. Pemungutan pajak yang semula berdasarkan aturan penguasa/raja tanpa melibatkan pembayar pajak, kini berubah dengan melibatkan pembayar pajak melalui aturan yang dibuat antara penyelenggara pemerintah dengan rakyat melalui perwakilannya.

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa publik untuk mencapai kesejahteraan umum. Jadi, Pajak merupakan hak prerogatif pemerintah yaitu iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (Wajib Pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung berdasarkan Undang-Undang yang tertuang dalam

(2)

dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”

Ada bermacam-macam batasan atau definisi tentang pajak menurut siti (2009 : 1) diantaranya adalah :

1. Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbale balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

2. S.I. Djajadiningrat. Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum.

3. Dr. N. J. Feldmann. Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-semata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.

(3)

Dari definisi di atas, ada beberapa hal pokok yang bisa disimpulkan oleh penulis, yaitu :

1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public investment.

B. Ciri-ciri pajak yang terdapat dalam pengertian pajak antara lain sebagai berikut:

1. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah berdasarkan atas Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya.

2. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak/administrator pajak).

(4)

3. Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dan pembangunan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah.

4. Tidak dapat ditunjukan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para Wajib Pajak.

5. Berfungsi sebagai budgeter atau mengisi kas negara/anggaran negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur/regulatif).

C. Fungsi Pajak

Fungsi pajak lebih kepada manfaat pokok atau kegunaaan pokok dari pajak itu sendiri, pajak mempunyai peranan yang sangat penting untuk kehidupan negara, karena pajak merupakan sumber pendapatan negara dan pajak akan digunakan untuk membiayai tugas pemerintahan umum dan pembangunan yang tertuang dalam APBN, maka beberapa fungsi pajak antara lain :

1. Fungsi Anggaran (budgertair), kegunaan pajak sebagai alat untuk memasukan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan Undang-Undang perpajakan yang berlaku, jadi pajak berfungsi untuk membiayai

(5)

pengeluaran-pengeluaran negara terkait proses pemerintahan dan pembangunan.

2. Fungsi mengatur (regulerend), yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu, dan merupakan fungsi tambahan, jadi sebagai pelengkap dari fungsi utama pajak.

3. Fungsi Stabilitas, yaitu dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, hal ini bisa dilakukan dengan mengatur peredaran uang dimasyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

4. Fungsi retribusi pendapatan, pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai tugas pemerintahan umum dan pembangunan

(6)

D. Jenis Pajak

Gambar 2.1

Jenis-Jenis Pajak

Penjelasan :

1. Jenis pajak berdasarkan pihak yang menanggung :

a. Pajak langsung, adalah pajak yang pembayarannya harus ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain.

Contoh : PPh, PBB.

b. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembayarannya dapat dialihkan kepada pihak lain.

(7)

2. Jenis pajak berdasarkan pihak yang memungut:

a. Pajak negara atau Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Pajak pusat merupakan salah satu sumber penerimaan negara.

Contoh : PPh, PPN, PPn dan bea materai.

b. Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah. Pajak daerah merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah daerah.

Contoh : pajak tontonan, pajak reklame, PKB (Pajak Kendaraan Bermotor), PBB, iuran kebersihan, retribusi terminal, retribusi parkir, retribusi galian pasir.

3. Jenis pajak berdasarkan sifatnya:

a. Pajak subjektif, adalah pajak yang memperhatikan kondisi keadaan Wajib Pajak. Dalam hal in penentuan besarnya pajak harus ada alasan-alasan objektif yang berhubungan erat dengan kemampuan membayar Wajib Pajak. Contoh : PPh

b. Pajak objektif, adalah pajak yang berdasarkan pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : PPN, PBB, PPn-BM.

(8)

E. Tata Cara Pemungutan Pajak

1. Asas-asas Pemungutan Pajak

Menurut Waluyo (2007:13) terdapat empat asas-asas pemungutan pajak yang dikemukan oleh Adam Smith yaitu: Equality, Certainty, Convenience, dan Economy

a. Equality

Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil dimaksudkan bahwa setiap Wajib Pajak menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan manfaat yang diminta.

b. Certainty

Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang terutang, kapan harus bayar, serta batas waktu pembayaran.

(9)

c. Convenience

Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak atau Pay as You Earn

d. Economy

Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul Wajib Pajak.

2. Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Siti Resmi (2009 : 11) dikemukakan beberapa sistem pemungutan pajak, yaitu antara lain:

a. Official Assessment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang perpajakan yang berlaku.

b. Self Assessment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang perpajakan yang berlaku.

(10)

c. With Holding System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang perpajakan yang berlaku.

F. Sistem Self Assessment dalam Perpajakan di Indonesia

Hukum pajak yang berlaku masih meletakan landasannya pada kekuasaan administrasi perpajakan. Oleh karena pemerintah ingin meningkatkan penerimaan pajak, maka pada tahun 1967 diperkenalkan sistem pemungutan pajak yang dikenal sistem MPS (Menghitung Pajak Sendiri) dan MPO (Menghitung Pajak Orang Lain) dengan Undang-Undang No. 867 junto PP No. 11 Tahun 1967. Pemungutan pajak dalam cara yang baru itu juga mencakup self assessment system. Melalui Inpres No. 6 Tahun 1979 yang dikenal dengan paket 27 Maret 1979 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 108/KMK/077/79, Wajib pajak diberikan keringanan dalam penetapan pajak apabila yang bersangkutan menggunakan laporan pemeriksaan akuntan publik. Peraturan baru ini sekaligus membatasi kewenangan aparat perpajakan dalam menetapkan jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak. Laporan yang dibuat oleh akuntan publik, tidak dikoreksi, kecuali apabila laporan itu ternyata tidak benar. Dengan demikian, sejak tahun 1979 peranan akuntansi semakin meningkat dalam perpajakan. Kesempatan ini ternyata belum

(11)

dimanfaatkan secara optimal baik oleh Wajib Pajak maupun oleh profesi akuntan. Hal ini ditandai dengan adanya beberapa akuntan publik yang menyalahgunakan iktikad baik pemerintah.

Sejak reformasi undang-undang perpajakan tahun 1983, babak baru perpajakan Indonesia ditandai dengan asas perpajakan berikut :

1. Asas kegotongroyongan nasional terhadap kewajiban kenegaraan, termasuk membayar pajak.

2. Asas keadilan, dalam pemungutan pajak kewenangan yang dominan tidak lagi diberikan kepada aparat pajak untuk menentukan jumlah pajak yang harus dibayar.

3. Asas kepastian hukum, Wajib Pajak diberikan ketentuan yang sederhana dan mudah dimengerti serta pelaksanaan administrasi pemungutan pajaknya tidak birokratis.

Untuk mewujudkan asas tersebut, pemungutan pajak di Indonesia menggunakan self assessment system. Pada sistem ini masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan penuh untuk melaksanakan kewajiban perpajakan, sehingga peran akuntansi atau pembukuan/pencatatan Wajib Pajak menjadi sengat besar.

(12)

G. Wajib Pajak

1. Pengertian Wajib Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sebagaimana telah diketahui banyak Wajib Pajak terdaftar yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu ada beberapa istilah seperti Wajib Pajak Efektif dan Wajib Pajak Non Efektif. Adapun pengertian Wajib Pajak Efektif adalah Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakannya, berupa memenuhi kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan atau Tahunan sebagaimana mestinya. Sedangkan Wajib Pajak Non Efektif adalah Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Berdasarkan Surat Edaran SE-01/PJ.9/20 tentang Pengawasan Penyampaian SPT Tahunan disebutkan bahwa Jumlah Wajib Pajak efektif adalah selisih antara jumlah Wajib Pajak terdaftar dengan jumlah Wajib Pajak non efektif.

(13)

2. Kewajiban Wajib Pajak

Kewajiban Wajib Pajak menurut Undang-Undang Nomor Tahun 2007 adalah sebagai berikut :

1) Mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderla Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak, apabila telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.

2) Melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

3) Mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, serta menandatangani dan menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

4) Menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

(14)

5) Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak kekas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

6) Membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.

7) Menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, dan melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

8) a. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak; b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang

yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau

(15)

3. Hak-hak Wajib Pajak

Hak-hak Wajib Pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 adalah sebagai berikut :

1) Melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) Surat Pemberitahuan Masa.

2) Mengajukan surat keberatan dan banding bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu.

3) Memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktorat Jenderal Pajak.

4) Membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.

5) Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

6) Mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu : a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; c. Surat Ketetapan Pajak Nihil;

(16)

e. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

9) Mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan.

10) Menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

11) Memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak dalam hal Wajib Pajak menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan palig lama dalam jangka waktu 1(satu) tahun setelah berlakunya UU No. 28 Tahun 2007.

(17)

H. Kepatuhan

Adanya sanksi administrasi maupun sanksi hukum pidana bagi Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya dilakukan supaya masyarakat selaku Wajib Pajak mau memenuhi kewajibannya. Hal ini terkait dengan kepatuhan perpajakan atau tax compliance. Kepatuhan adalah ketaatan atau berdisiplin, dalam hal ini kepatuhan pajak diartikan secara bebas adalah ketaatan dalam menjalankan semua peraturan perpajakan. Menurut Nurmantu (2003 : 148) kepatuhan pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Secara konsep, kepatuhan diartikan dengan adanya usaha dalam mematuhi peraturan hukum oleh seseorang atau organisasi.

Dalam sistem self assessment, administrasi perpajakan berperan aktif melaksanakan tugas-tugas pembinaan, pengawasan dan penerapan sanksi terhadap penundaan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perpajakan. Fungsi pengawasan memegang peranan sangat penting dalam sistem self assessment, karena tanpa pengawasan dalam kondisi tingkat kepatuhan Wajib Pajak masih rendah, mengakibatkan sistem tersebut tidak akan berjalan dengan baik, sehingga Wajib Pajak pun akan melaksanakan kewajiban pajaknya dengan tidak benar dan pada akhirnya penerimaan dari sektor pajak tidak akan tercapai.

(18)

1. Dasar-dasar kepatuhan, meliputi: 1) Indoctrination

Sebab pertama warga masyarakat mematuhi kaidah-kaidah adalah karena dia didoktrinir untuk berbuat demikian. Sejak kecil manusia telah dididik agar mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat sebagaimana halnya dengan unsur-unsur kebudayaan lainnya.

2) Habituation

Oleh karena sejak kecil mengalami proses sosialisasi, maka lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan untuk mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku.

3) Utility

Pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan untuk hidup pantas dan teratur, akan tetapi apa yang pantas dan teratur untuk seseorang, belum tentu pantas dan teratur bagi orang lain. Karena itu diperlukan patokan tentang kepantasan dan keteraturan tersebut, patokan tadi merupakan pedoman atau takaran tentang tingkah laku dan dinamakan kaedah. Dengan demikian, maka salah satu faktor yang menyebabkan orang taat pada kaidah adalah karena kegunaan dari pada kaidah tersebut.

(19)

4) Group Identification

Dari satu sebab mengapa seseorang patuh pada kaidah adalah karena kepatuhan tersebut merupakan salah satu sarana untuk mengadakan identifikasi dengan kelompok. Seseorang mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku dalam kelompoknya bukan karena dia menganggap kelompoknya lebih dominan dari kelompok-kelompok lainnya, akan tetapi justru karena ingin mengadakan identifikasi dengan kelompoknya tadi. Bahkan kadang-kadang seseorang mematuhi kaidah kelompok lain, karena ingin mengadakan identifikasi dengan kelompok lain tersebut.

2. Proses Kepatuhan

Sebenarnya masalah kepatuhan yang merupakan suatu derajat secara kualitatif dapat dibedakan dalam tiga proses, yaitu:

1) Compliance

Compliance diartikan sebagai suatu kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman yang mungkin dijatuhkan. Kepatuhan ini sama sekali tidak didasarkan pada suatu keyakinan pada tujuan kaidah hukum yang bersangkutan dan lebih didasarkan pada pengendalian dari pemegang

(20)

pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan kaidah-kaidah hukum tersebut.

2) Identification

Identification terjadi apabila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan karena nilai intrinsiknya, akan tetapi agar keanggotaan kelompok tetap terjaga serta ada hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidah-kaidah hukum tersebut. Daya tarik untuk patuh adalah keuntungan yang diperoleh dari hubungan-hubungan tersebut, sehingga kepatuhan pun tergantung pada baik buruknya interaksi tadi.

3) Internalization

Pada Internalization seseorang mematuhi kaedah-kaedah hukum oleh karena secara intrinsik kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isi kaidah-kaidah tersebut adalah sesuai dengan nilai-nilainya sejak semula pengaruh terjadi, atau oleh karena dia merubah pola-pola yang semula dianutnya. Hasil dari proses tersebut adalah suatu konformitas yang didasarkan pada motivasi secara intrinsik. Pusat kekuatan proses ini adalah kepercayaan orang terhadap tujuan dari kaidah-kaidah bersangkutan, terlepas dari perasaan atau nilai-nilainya terhadap kelompok atau pemegang kekuasaan maupun pengawasannya.

(21)

3. Jenis-jenis Kepatuhan

Dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, Wajib Pajak harus mematuhi kewajibannya dalam melaksanakan kewajiban pajaknya. Kepatuhan pajak ada dua jenis yaitu:

1) Kepatuhan Formal yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya secara formal sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan.

2) Kepatuhan Material yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif hakikat memenuhi semua ketentuan material perpajakan yakni sesuai isi dan jiwa UU perpajakan.

Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Wajib Pajak patuh adalah mereka yang memenuhi empat kriteria dibawah ini, yakni:

1. Wajib Pajak tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir.

2. Wajib Pajak tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya.

(22)

3. Wajib Pajak tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam waktu sepuluh tahun terakhir.

4. Laporan keuangan Wajib Pajak yang diaudit akuntan publik atau BPKP harus mendapatkan status wajar tanpa pengecualian, atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian, sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Selanjutnya ditegaskan bahwa seandainya laporan keuangan diaudit, laporan audit tersebut harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.

I. Surat Pemberitahuan (SPT) 1. Pengertian SPT

Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) menurut Suparmono dan Theresia Woro Damayanti (2005 : 13) merupakan “surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006 : 150) menjelaskan pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah “dokumen yang menjadi alat kerja sama antara wajib pajak dan administrasi pajak, yang memuat data-data yang diperlukan untuk menetapkan secara tepat jumlah pajak yang terutang”.

(23)

Sedangkan Tony Marsyahrul (2005 : 46) mendefinisikan pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah sebagai berikut :

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran, objek pajak dan atau bukan objek pajak, dan atau harta dan kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sesuai dengan prinsip self assessment system, wajib pajak harus melaporkan pajak bulanan dan pajak tahunan. Pelaporan ini menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) yang dapat diambil dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau dapat difotocopy.

2. Fungsi SPT

Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) bagi Wajib Pajak penghasilan adalah sebagai berikut :

a. Sebagai saran untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terhitung.

b. Untuk melaporkan pembayaran dan pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pelunasan pihak lain dalam satu tahun.

(24)

dalam satu masa pajak, yang ditentukan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah sebagai berikut :

a. Sebagai saran untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang sebenarnya terutang.

b. Untuk melaporkan pembayaran dan pelunasan pajak yang telah dilaksanakan oleh PKP dan atau pihak lain dalam satu masa pajak yang ditentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah

dilaksanakan oleh PKP dan atau pihak lain dalam satu masa pajak yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

d. Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.

(25)

3. Jenis SPT

Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. SPT Masa, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Masa Pajak atau pada suatu saat.

2. SPT Tahunan, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Tahun Pajak.

Terhadap kekeliruan dalam pengisian SPT yang dibuat oleh wajib pajak masih terbuka baginya hak untuk melakukan pembetulan atas kemauan sendiri dalam jangka waktu 2 tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak dengan syarat Dirjen Pajak belum melakukan pemeriksaan.

Pasal 8 ayat 2 (a) UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) menyatakan bahwa :

Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenakan sanksi admistrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang bayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1

(26)

Pasal 8 ayat 3 UU Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan (KUP) menyatakan bahwa :

Walupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, yaitu mengenai : “ karena kealpaan tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar”. Terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang bayar. Jika sudah dilakukan penyidikan, kesempatan membetulkan sudah tertutup.

Dalam Pasal 8 ayat 4 dan 5 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) menyatakan bahwa:

Walupun Direktur Jendral Pajak telah melkukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jendral Pajak belum menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah

(27)

disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, yang dapat mengakibatkan :

a. Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil ;

b. Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar;

c. Jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil ; atau

d. Jumlah modal menjadi lebih besar ataulebih kecildn proses pemeriksaan tetap dilanjutkan.

Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaiman dimaksud diatas beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan.

4. Sanksi-sanksi

Adapun sanksi bagi keterlambatan penyampaian SPT dan atau tidak menyampaikan SPT adalah sebagai berikut :

a. Jika terlambat menyampaikan SPT :

(28)

b. Jika tidak menyampaikan SPT :

Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak lengkap atau menyampaikan keterangan yang isinya tidak benar karena kealpaan Wajib Pajak sehingga menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1(satu) tahun dan denda setinggi-tingginya 2(dua) kali jumlah pajak yang terutang.

c. Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT namun isinya tidak benar dan tidak lengkap dikarenakan kesengajaan Wajib Pajak dapat menimbulkan kerugian negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 6 (enam) tahun dan denda setinggi-tingginya 4 (empat) kali jumlah pajak yang kurang atau yang tidak dibayar.

d. Untuk Wajib Pajak yang menunda penyampaian SPT, sedangkan ada kewajiban yang kurang bayar, maka atas kekurangan pembayaran tersebut dikenakan bunga sebesar 2% sebulan dihitung dari saat berakhirnya kewajiban penyampaian SPT Tahunan (31 Maret) sampai dengan tanggal pembayaran.

J. Batas Waktu Pembayaran

1. Jatuh Tempo Pembayaran Ketetapan Pajak

Pajak yang terutang atas SKPKB, STP, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan dan Putusan Banding yang mengakibatkan pajak yang harus dibayar bertambah harus dilunasi paling lambat 1 bulan sejak tanggal

(29)

diterbitkan (tanggal jatuh tempo tertera dalam surat ketetapan) berdasarkan Pasal 9 ayat 3 UU KUP.

Misalnya : STP diterbitkan tanggal 5 Mei 2008, maka jatuh temponya adalah 4 Juni 2008.

2. Jatuh Tempo Pembayaran PPh Pasal 29

Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007 Pasal 9 ayat (2) pembayaran PPh Pasal 29 (kekurangan pembayaran pajak SPT Tahunan) dapat dilunasi paling lambat sebelum SPT Tahunan disampaikan. Contoh : SPT Tahunan dibayar paling lambat sebelum tanggal 30 April 2009, karena pelaporan disampaikan pada tanggal 30 April 2009.

3. Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak

Pembayaran dan penyetoran pajak mempunyai batas jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak berdasarkan Pasal 9 UU KUP jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 jo Per 80/PMK.03/2010 yang berlaku mulai 1 April 2010 tanggal jatuh pembayaran pajak sebagai berikut :

(30)

Tabel 2.1

Jatuh Tempo Pembayaran Pajak

No Jenis Pembayaran Batas Pembayaran Batas Pelaporan (Selambat-lambatnya) (Selambat-lambatnya)

1 PPh Pasal 4 ayat 2 yang Tanggal 10 bulan berikutnya Paling lama 20 hari

Dipotong oleh pemotong setelah masa pajak berakhir setelah Masa Pajak

Berakhir berakhir

2 PPh Pasal 4 ayat (2) yang Tanggal 15 bulan berikutnya Harus dibayar sendiri oleh setelah masa pajak berakhir WP

3 PPh Pasal 15 yang dipotong Tanggal 10 bulan berikutnya

Oleh pemotong PPh setelah masa pajak berakhir

4 PPh Pasal 15 yang harus Tanggal 15 bulan berikutnya

Dibayar sendiri setelah masa pajak berakhir

5 PPh Pasal 21 yang dipotong Tanggal 10 bulan berikutnya

Oleh pemotong PPh setelah masa pajak berakhir

6 PPh Pasal 23 dan PPh Tanggal 10 bulan berikutnya

Pasal 26 setelah masa pajak berakhir

7 PPh Pasal 25 Tanggal 15 bulan berikutnya

Setelah masa pajak berakhir

8 PPh Pasal 22, PPN atau PPN Harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor PPN atau PPN dan PPnBM atas

(31)

impor harus dilunasi pada saat Penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor.

9 PPh Pasal 22 PPN atau PPN 1(satu) hari kerja setelah Mingguan paling lama

dan PPnBM atas impor yang dilakukan pemungutan pada hari kerja terakhir

dipungut oleh Direktorat minggu berikutnya

Jenderal Bea dan Cukai

10 PPh Pasal 22 yang dipungut Disetor pada hari yang 14 hari setelah masa

Oleh Bendahara sama, saat memungut pajak berakhir

11 PPh Pasal 22 atas penyerahan 10 bulan berikutnya 20 hari setelah masa

Bahan bakar minyak, gas dan setelah masa pajak pajak berakhir Pelumas kepada penyalur/agen berakhir

Atau industri yang dipungut Oleh WP Badan yang bergerak Dalam bidang produksi bahan Bakar minyak, gas,dan pelumas

12 PPh Pasal 22 yang pemungut- 10 bulan berikutnya annya dilakukan oleh WP setelah masa pajak

Badan tertentu sebagai berakhir

Pemungut pajak

13 PPN yang terutang atas kegi- 15 bulan berikutnya Paling lama akhir bulan

atas membangun sendiri setelah masa pajak berikutnya setelah masa

berakhir pajak berakhir

(32)

Yang terutang dalam satu setelah masa pajak

Masa pajak berakhir

14 PPN atau PPN dan PPnBM Tanggal 7 bulan Paling lama akhir bulan

Yang pemungutannya dilaku- berikutnya setelah berikutnya setelah masa

kan oleh Bendahara Pengelua- masa pajak berakhir pajak berakhir

aran sebagai pemungut PPN

14a PPN atau PPN dan PPnBM Pada hari yang sama

Yang pemungutannya dilaku- dengan pelaksanaan kan oleh pejabat penandata- pembayaran kepada ngan surat perintah membayar PKP rekanan pemerintah

sebagai pemungut PPN (sama dengan no 14)

15 PPN atau PPN dan PPnBM Tanggal 15 bulan berikutnya Paling lama akhir bulan

Yang pemungutannya dilaku- setelah masa pajak berakhir berikutnya setelah masa

kan oleh pemungut PPN pajak berakhir

selain Bendahara Pemerintah atau instansi pemerintah yang sedang ditunjuk

16 PPH Pasal 25 dengan kriteria Akhir masa pajak terakhir 20 hari setelah

Tertentu (Pasal 3 ayat (3b) UU berakhirnya

KUP Masa Pajak terakhir 17 Selain PPH Pasal 25 dengan Sesuai dengan batas waktu

Kriteria tertentu (Pasal 3 ayat untuk masing-masing jenis

(33)

K. Pengaruh Self Assessment System Terhadap Tingkat Kepatuhan

Menurut Carlos A. Silvani (1992) seperti dikutip Gunadi, administrasi pajak dikatakan efektif bila mampu mengatasi masalah-masalah:

1. Wajib Pajak yang tidak terdaftar (unregistered taxpayers).

Artinya sejauh mana administrasi pajak mampu mendeteksi dan mengambil tindakan terhadap anggota masyarakat yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak walau seharusnya yang bersangkutan sudah memenuhi ketentuan untuk menjadi Wajib Pajak. Penambahan jumlah Wajib Pajak secara signifikan akan meningkatkan jumlah penerimaan pajak. Penerapan sanksi yang tegas perlu diberikan terhadap mereka yang belum mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak padahal sebenarnya potensial untuk itu.

2. Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Menyikapi Wajib Pajak yang sudah terdaftar tetapi tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), atau disebut juga stop filing taxpayers, misalnya dengan melakukan pemeriksaan pajak untuk mengetahui sebab-sebab tidak disampaikannya Surat Pemberitahuan (SPT) tersebut. Kendala yang mungkin dihadapi adalah terbatasnya jumlah tenaga pemeriksa.

(34)

3. Penyelundup pajak (tax evaders)

Penyelundup pajak (tax evaders) yaitu Wajib Pajak yang melaporkan pajak lebih kecil dari yang seharusnya menurut ketentuan perundang-undangan. Keberhasilan system self assessment yang memberi kepercayaan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, sangat tergantung dari kejujuran Wajib Pajak. Tidak mudah untuk mengetahui apakah Wajib Pajak melakukan penyelundupan pajak atau tidak. Dukungan adanya bank data tentang Wajib Pajak dan seluruh aktivitas usahanya sangat diperlukan.

4. Penunggak pajak (delinquent tax pavers).

Dari tahun ke tahun tunggakan pajak jumlahnya semakin besar. Upaya pencairan tunggakan pajak dilakukan melalui pelaksanaan tindakan penagihan secara intensif.

Apabila kebijakan perpajakan yang ada mampu mengatasi masalah-masalah di atas secara efektif, maka administrasi perpajakannya sudah dapat dikatakan baik sehingga. Tax ratio akan meningkat. Dasar bagi terwujudnya suatu administrasi pajak yang baik adalah diterapkannya prinsip-prinsip manajemen modern yaitu Planning, Organizing, Actuatingdan Controlling, terdapatnya kebijakan perpajakan yang jelas dan sederhana sehingga memudahkan Wajib Pajak untuk

(35)

melaksanakan kewajibannya, tersedianya Pegawai Pajak yang berkualitas dan jujur serta pelaksanaan penegakan hukum yang tegas dan konsisten.

Menurut Gunadi, dalam menilai seberapa baik kemampuan administrasi perpajakan dalam mengumpulkan penerimaan, perlu diingat sasaran administrasi pajak yakni meningkatkan kepatuhan pembayar pajak dan melaksanakan ketentuan perpajakan secara seragam untuk mendapatkan penerimaan maksimal dengan biaya optimal. Mengutip de Jantscher (1996) dikemukakan bahwa “keadilan merupakan salah satu elemen yang dapat membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat atas sistem perpajakan dan selanjutnya meningkatkan kepatuhan sukarela masyarakat pembayar pajak.”

Setelah memperoleh kepercayaan masyarakat serta pengertian dan dukungan rakyat banyak, administrasi pajak baru dapat dianggap sehat (sound). Toshiyuki (2001) seperti dikutip Gunadi menyatakan bahwa untuk mencapai hal tersebut, disyaratkan beberapa kondisi administrasi perpajakan seperti berikut: Pertama, administrasi pajak harus dapat mengamankan penerimaan negara. Kedua, harus berdasarkan peraturan perundangundangan dan transparan. Ketiga, dapat merealisasikan perpajakan yang sah dan adil sesuai ketentuan dan menghilangkan kesewenang-wenangan, arogansi, dan perilaku yang dipengaruhi kepentingan pribadi. Keempat, dapat mencegah dan memberikan sanksi serta hukuman yang adil atas ketidakjujuran dan pelanggaran serta penyimpangan. Kelima, mampu menyelenggarakan sistem perpajakan yang efisien dan efektif.

(36)

dukungan terhadap pertumbuhan dan pembangunan usaha yang sehat masyarakat pembayar pajak. Kedelapan, dapat memberikan kontribusi atas pertumbuhan demokrasi masyarakat.

L. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini sebelumnya telah dilakukan oleh Marcus Taufan Sofyan pada tahun 2000 dengan judul penelitian “Pengaruh Penerapan System Administrasi Perpajakan Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Wajib Pajak Besar “.

Yang hasil penelitiannya adalah Besarnya pengaruh penerapan sistem administrasi perpajakan modern terhadap kepatuhan Wajib Pajak pada KPP di lingkungan Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar dapat diartikan bahwa untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak maka perlu dilakukan perbaikan-perbaikan dalam administrasi perpajakan seperti melalui berbagai program dan kegiatan reformasi administrasi perpajakan jangka menengah yang digulirkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2001 yang terwujud dalam penerapan sistem administrasi perpajakan modern.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasar temuan pada penelitian deskripsi level kemampuan siswa SMP dengan kepribadian introvert berdasarkan taksonomi SOLO, peneliti berharap guru dapat menggunakan

Melalui tahapan-tahapan tersebut, diharapkan dapat merangsang siswa untuk mengingat kembali materi pelajaran yang telah mereka dapatkan sebelumnya, yaitu memberikan

Dari Tabel 4.3, dapat disimpulkan bahwa  pada kemampuan awal tinggi dan kemampuan awal sedang, peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang

Ibu Nor Hikmah mulai menabung di Bank Muamalat sejak tahun 2015 dan produk yang ibu Hikmah gunakan adalah Produk Tabungan Muamalat IB yang menyediakan

D Biofuel merupakan bahan bakar hayati yang dihasilkan dari bahan- bahan organik, sumber dari energi ini adalah tanaman yang memiliki kandungan gula tinggi seperti

Paradigma Pemerintah Daerah yang mengacu kepada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, telah merubah peran

Kamus data adalah katalog fakta tentang data dan kebutuhan informasi suatu sistem informasi. Kamus data terdapat pada tahapan analisis dan perancangan. Pada tahap

Hal lain yang dapat dijelaskan dalam persamaan ini adalah bahwa kepemilikan unit penyertaan oleh Manajer Investasi berhubungan positif dengan keuntungan atas besarnya NAB