• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dispepsia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dispepsia"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Dispepsia dan Klasifikasinya

Dispepsia dan Klasifikasinya

Felix Winata / A5 / 102012156

Felix Winata / A5 / 102012156

(2)

Bab I Pendahuluan

Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan gejala atau keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman diulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh atau begah. Keluhan ini tidak selalu sama  pada tiap pasien dan bahkan pada satu pasien pun keluhan dapat berganti atau bervariasi baik dari jenis keluhan maupun kualitasnya. Jadi dispepsia bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan suatu sindrom yang harus dicari penyebabnya.1

(3)

Bab II Pembahasan 2.1 Anamnesis

Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan diagnosis. Sistematika yang lazim dalam anamnesis, yaitu identitas, riwayat penyakit, dan riwayat  perjalanan penyakit. 2,3

 Identitas : nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan,

 pekerjaan.

 Riwayat penyakit

Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Keluhan utama tidak harus sejalan dengan diagnosis utama.

 Riwayat perjalanan penyakit

Cerita kronologis, rinci dan jelas tentang keadaan pasien sebelum ada keluhan sampai dibawa berobat.

 Pengobatan sebelumnya dan hasilnya.

 Perkembangan penyakit

 – 

 gejala sisa atau cacat.

 Riwayat penyakit lain yang pernah diderita sebelumnya dan pengobatan apa yang

sudah pernah diterima saat itu.2,3

Pada kasus ini penting untuk ditanyakan alarm symptomps yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya ,dari anamnesis pasien didapat hasil sebagai berikut : Nyonya T berusia 25 tahun, datang dengan keluhan nyeri ulu hati 3 hari sebelum masuk RS dan hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu. Biasanya minum promag dan keluhan berkurang. Pencetus yang sering adalah terlambat makan dan makan makanan pedas. Tidak ada penurunan badan dan BAB hitam. Ditemukan nyeri tekan ringan di epigastrium.

2.2 Pemeriksaan Fisik

Pada dispepsia pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan fisik abdomen. Pemeriksaan fisik abdomen terdiri dari 4 tahapan, yakni inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi hanya urutannya berbeda, yaitu auskultasi dilakukan setelah inspeksi, mendahului  perkusi. Hal ini dimaksudkan agar interprestasi hasil auskultasi tidak salah, oleh karena setiap

(4)

manipulasi pada abdomen akan mengubah bunyi peristaltik usus. Dalam memudahkan melakukan pemeriksaan abdomen maka dibagi berdasarkan kuadran dan region. Pembagian abdomen berdasarkan kuadran dibagi menjadi 4, yaitu kuadran kanan atas, kuadran kanan  bawah, kuadran kiri atas dan kuadran kiri bawah. Sedangkan pembagian berdasarkan region dibagi menjadi 9, epigastrium, kanan-kiri, umbilicus, lumbal kanan-kiri, supra pubik, inguinal kanan-kiri.

 Inspeksi

a. Bentuk perut : datar/membuncit/cekung dan simetris/asimetris.

 b. Bekas luka : pada bagian depan, yaitu kolesistektomi, laparotomi, reseksi kolon, appendiktomi, hernioraphy, SC. Sedangkan bagian belakang, adrenalektomi, nefrektomi.

c. Dinding perut : adanya pembuluh darah kolateral/ caput medusa/ hernia/ striae. d. Benjolan/ massa diperut, seperti hepatoma dan mioma.

e. Gerakan dinding perut : adanya pulsasi dan peristaltik.

 Auskultasi

a. Melakukan auskultasi pada kuadran abdomen.

 b. Mendengar peristaltik usus, terdengar atau tidak terdengar, terdengar menurun, meningkat atau normal.

c. Mendengar bunyi patologis pada abdomen : metaliksound (ileus paralitik), bruit hepar (hepatoma), dll.

 Palpasi

a. Sebelum memulai palpasi hangatkan kedua tangan.

 b. Mulai palpasi pada bagian yang tidak nyari sedangkan bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir.

c.  Nyeri pada kuadran kanan atas biasanya disebabkan oleh hepatomegali, hepatitis. Nyeri pada kuadran kiri atas biasanya dan paling sering disebabkan oleh spenomegali.

d. Palpasi hati : tidak teraba/ teraba/pembesaran (dg ukuran jari atau cm dari arcus costae kanan dan dibawah pocesus xyphoideus)/ tepi (tajam/ tumpul)/ konsistensi (lunak/ kenyal/ keras)/ permukaan (licin/ berbenjol-benjol)/ nyeri/ tidak.

(5)

e. Palpasi limpa : pada garis Schuffner I-VIII, bagaimana ukuran, konsistensi, nyeri/ tidak.

f. Palpasi ginjal : pemeriksaan Balotement.

g. Palpasi khusus : appendicitis (pada titik McBurny, pemeriksaan nyeri lepas/ nyeri kontralateral), cholesistitis (pemeriksaan Murphy sign), ascites (pemeriksaan Undulasi dan Shifting dullness).

 Perkusi

Dilakukan pada semua kuadran.3

2.3 Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium : mengidentifikasi adanya faktor infeksi (leukositosis), pankreatitis

(amilase, lipase), keganasan saluran cerna (CEA, CA 19-9, AFP).

 Endoskopi (esofagogastroduodenoskopi) : pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk

dikerjakan bila dispepsia tersebut disertai oleh keadaan yang disebut alarm symptoms yaitu penurunan berat badan, anemia, mual muntah, muntah darah dan melena. Keadaan ini sangat mengarah pada gangguan organik, terutama keganasan, sehingga memerlukan eksplorasi diagnosis secepatnya. Teknik pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi dengan akurat adanya kelainan structural/ intra lumen saluran cerna  bagian atas seperti adanya tukak atau ulkus, tumor, dsb, serta dapat disertai  pengambilan contoh jaringan (biopsi) dari jaringan yang dicurigai untuk memperoleh gambaran histopatologiknya atau untuk keperluan lain seperti mengidentifikasi adanya kuman Helicobacter pylori.

 Radiologi (pemeriksaan barium meal) : pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi

kelainan struktural dinding atau mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau gambaran ke arah tumor. Pemeriksaan ini terutama bermanfaat pada kelainan yang bersifat penyempitan atau/ stenotik/ obstruktif dimana skop endoskopi tidak dapat melewatinya.1

(6)

2.4 Working Diagnosis

Dispepsia Fungsional Tipe Ulkus

Gambar 1. Klasifikasi Dispepsia

Secara garis besar, penyebab sindrom dispepsia ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok penyakit organik (seperti tukak peptik, gastritis, batu kandung empedu, dll) dan kelompok dimana sarana penunjang (seperti radiologi, endoskopi dan laboratorium) tidak dapat memperlihatkan adanya gangguan patologis struktural atau biokimiawi. Dengan kata lain, kelompok terakhir ini disebut sebagai gangguan fungsional.4

Dalam konsensus Roma III (tahun 2006) yang khusus membicarakan tentang gastrointestinal fungsional, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai :

 Adanya satu atau lebih keluhan berikut : rasa penuh setelah makan, cepat kenyang,

nyeri ulu hati, rasa terbakar di epigastrium dan kembung.

 Tidak ada bukti kelainan struktural (termasuk didalamnya endoskopi saluran cerna)

(7)

 Keluhan terjadi selama 3 bulan dalam waktu 6 bulan terakhir sebelum diagnosis

ditegakkan.3

Karena bervariasinya jenis keluhan dan kuantitas atau kualitasnya pada setiap pasien maka dispepsia fungsional dibagi menjadi 3 subgrup berdasarkan keluhan yang paling mencolok atau dominan, hal ini bertujuan untuk mempermudah diperoleh gambaran klinis pasien yang kita hadapi serta pemilihan alternatif pengobatan awalnya.

Bila nyeri ulu hati yang dominan maka dikategorikan sebagai dispepsia fungsional tipe ulkus (ulcer like dyspepsia) seperti pada kasus ini.

2.5 Differential Diagnosis

Dispepsia Fungsional Tipe Refluks

Dimasa lalu, dispepsia fungsional dibedakan menjadi 4 subgrup yaitu tipe ulkus, tipe dismotilitas, tipe refluks dan tipe non spesifik. Namun dispepsia tipe refluks ternyata dapat  berlanjut menjadi penyakit organik yaitu GERD (Gastro Esophageal Refluks Disease) dengan gejala klinisnya yakni ada nyesek di ulu hati dan terasa asam lambung seperti naik ke esofagus, sehingga dispepsia tipe refluks tidak lagi dimasukkan kedalam dispepsia fungsional.2,3

Dispepsia Fungsional Tipe Dismobilitas

Bila kembung, mual, cepat kenyang merupakan keluhan yang paling sering dikemukakan, maka dikategorikan sebagai dispepsia fungsional tipe seperti dismotilitas (dismotility like dyspepsia).

Dispepsia Organik

Dispepsia organik, jika keluhan yang timbul disebabkan karena kelainan organ tubuh seperti  penyakit esofago-gastro-duodenal, penyakit hepato-pankreato-bilier. Dapat juga oleh  penyakit sistemik, seperti diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner. Serta dapat disebabkan oleh Efek samping penggunaan obat-obatan, seperti obat anti inflamasi (OAINS), aspirin, beberapa jenis antibiotik, digitalis, teofilin, dsb.1 Contoh pada dispepsia organik adalah gastritis, tukak peptik dan karsinoma saluran cerna atas .

(8)

2.6 Etiologi

Etiologi dispepsia dapat diklasifikasikan menjadi dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Penyebab dispepsia organik antara lain esofagitis, ulkus peptikum, striktura esophagus jinak, keganasan saluran cerna bagian atas, iskemia usus kronik, dan penyakit pankreatobilier. Sedangkan dispepsia fungsional mengeksklusi semua penyebab organik.

Etiologi dari dispepsia dan dispepsia fungsional dapat dilihat di bawah ini:

Esofago

 – 

 gastro

 – 

duodenal Tukak peptik, gastritis kronis, gastritis  NSAID, keganasan

Obat-obatan Antiinflamasi non steroid, teofilin,

digitalis, antibiotik

Hepatobilier Hepatitis, Kolesistitis, Kolelitiasis,

Keganasan, Disfungsi sfinkter Oddi

Pankreas Pankreatitis, keganasan

Penyakit sistemik lain Diabetes mellitus, penyakit tiroid, gagal ginjal, kehamilan, penyakit jantung koroner / iskemik

Gangguan fungsional Dispepsia fungsional, irritable bowel syndrome

Tabel 1. Etiologi Dispepsia

2.7 Epidemiologi

Dispepsia merupakan keluhan umum yang dalam waktu tertentu dapat dialami oleh seseorang. Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15-30% orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Dari data pustaka Negara Barat didapatkan angka prevalensinya berkisar 7-14%. Tetapi hanya 10-12% saja yang akan mencari pertolongan medis. Angka insiden dispepsia diperkirakan antara 1-8%. Belum ada data epidemiologi di Indonesia.4

(9)

2.8 Patofisiologis

 Sekresi asam lambung

Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak diperut.

 Dismotilitas gastrointestinal

Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi perlambatan  pengosongan lambung, adanya hipomotilitas antrum (sampai 50% kasus), gangguan akomodasi lambung waktu makan, disritmia gaster dan hipersensitivitas viseral. Salah satu dari keadaan ini dapat ditemukan pada setengah sampai duapertiga kasus dispepsia fungsional. Perlambatan pengosangan lambung terjadi pada 25-80% kasus dispepsia fungsional, tetapi tidak adanya korelasi antara beratnya keluhan dengan derajat perlambatan pengosongan lambung. Pemeriksaan manometri antro-duodenal memperlihatkan adanya abnormalitas dalam bentuk post antral hipomotilitas prandial, disamping juga ditemukannya disfungsi motorik usus halus. Perbedaan patofisiologi ini yang diduga mendasari perbedaan pola keluhan dan akan mempengaruhi pola pikir  pengobatan yang akan diambil.

Pada kasus dispepsia fungsional yang mengalami perlambatan pengosongan lambung  berkorelasi dengan keluhan mual, muntah dan rasa penuh di ulu hati. Sedangkan kasus dengan hipersensitivitas terhadap distensi lambung biasanya akan mengeluh nyeri, sendawa dan adanya penurunan berat badan. Rasa cepat kenyang ditemukan  pada kasus yang mengalami gangguan akomodasi lambung waktu makan. Pada keadaan normal, waktu makanan masuk lambung terjadi relaksasi fundus dan korpus gaster tanpa meningkatkan tekanan dalam lambung. Dilaporkan bahwa pada penderita dispepsia fungsional terjadi penurunan kemampuan relaksasi fundus post prandial  pada 40% kasus. Konsep ini yang mendasari adanya pembagian subgrup dispepsia

fungsional menjadi tipe dismotilitas, tipe seperti ulkus dan tipe campuran.

 Ambang rangsang persepsi

Penelitian menggunakan balon intragastrik didapatkan hasil bahwa 50% populasi dispepsia fungsional sudah timbul rasa nyeri atau tidak nyaman diperut pada inflasi  balon dengan volume yang lebih rendah dibandingkan dengan volume yang menimbulkan rasa nyeri pada populasi kontrol. Tampaknya kasus dispepsia

(10)

fungsional ini mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap distensi balon di gaster atau duodenum. Bagaimana mekanismenya, masih belum dipahami.

 Disfungsi autonom

Disfungsi persyarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas gastrointestinal  pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung waktu menerima makanan, sehinggan menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang.

 Aktivitas mioelektrik lambung

Adanya disrtimia mioelektrik lambung pada pemeriksaan elektrogastrografi pada kurang lebih 40% kasus dispepsia fungsional, tapi sifat ini bersifat inkonsisten.

 Hormonal

Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis dispepsia fungsional. Dilaporkan adanya penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan motilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron, estradiol dan prolaktin mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit gastrointestinal.

 Diet dan faktor lingkungan

Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispessia fungsional dibandingkan kasus kontrol.

 Psikologis

Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stres sentral. Tapi korelasi antara faktor  psikologik stres kehidupan, fungsi otonom dan motilitas tetap masih kontroversial. Tidak didapatkan personaliti yang karakteritik untuk kelompok dispepsia fungsional ini dibandingkan kelompok kontrol.4

(11)

2.9 Diagnosis

 Bila tidak ditemukannya tanda alarm. Tanda alarm yg dimaksud adalah mual muntah,

 penurunan berat badan yang signifikan, hematemesis melena, anemia, disfagia (kesulitan menelan) dan terapi empirik gagal.

 Bila ditemukannya tanda alarm seperti diatas tetapi hasil investigasi (radiologi,

endoskopi dan lab) tidak menunjukan adanya kelainan organik atau biokimiawi, atau terdapat kelainan organik berupa gastritis ringan.

 Bila memenuhi kriteria diagnosis dispepesia fungsional berdasarkan Konsensus Roma

III :

a. Begah

 b. Cepat kenyang c.  Nyeri epigastrium

d. Rasa panas diepigastrium

(12)

2. 10 Penatalaksanaan Medika Mentosa

 Antasida

 H2RA (reseptor antagonis H2), seperti ranitidin, simetidin untuk menghilangkan rasa

nyeri ulu hati.

 PPI (proton pump inhibitor), seperti omeprazol, lansoprazol, pantoprazol, esoprazol.

 Sitoproteksi, seperti misoprostol, sukralfat untuk memproteksi mukosa lambung.

 Prokinetik, seperti metoklopramid, domperidon, cisapride, untuk mengurangi nyeri

epigastrik, cepat kenyang, distensi abdomen dan mual.

 Antidepresan untuk mengurangi rasa nyeri abdomen.5,6

Non Medika Mentosa

 Bila keluhan cepat kenyang, makan dalam porsi kecil tetapi seri ng dan rendah lemak

 Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung

 Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang

 berlebihan, nikotin rokok, dan stres

 Atur pola makan.5,6

2.11 Prognosis

Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat, mempunyai prognosis yang baik.4

(13)

Bab III Kesimpulan

Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan gejala atau keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman diulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh atau begah. Keluhan ini tidak selalu sama  pada tiap pasien dan bahkan pada satu pasien pun keluhan dapat berganti atau bervariasi baik dari jenis keluhan maupun kualitasnya. Jadi dispepsia bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan suatu sindrom yang harus dicari penyebabnya. Secara garis besar, penyebab sindrom dispepsia ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok penyakit organik (seperti tukak peptik, gastritis, batu kandung empedu, dll) dan kelompok dimana sarana  penunjang (seperti radiologi, endoskopi dan laboratorium) tidak dapat memperlihatkan adanya gangguan patologis struktural atau biokimiawi. Dengan kata lain, kelompok terakhir ini disebut sebagai gangguan fungsional. Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan  penunjang yang tepat sangat diperlukan untuk menunjang dalam menegakkan causa yang tepat sehingga dapat selaras dengan penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien. Diagnosis yang cepat serta pengobatan yang tepat dapat memberkan prognosis yang baik. Untuk pencegahan dapat dihindari hal-hal yang dapat merngsang timbulnya keluhan.

(14)

Daftar Pustaka

1. Djojoningrat D. Pendekatan klinis penyakit gastrointestinal. Ed 5th. Jilid I. Jakarta: InternaPublishing; 2009.441-6.

2.  Ndrana S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jilid 1. Jakarta: FK Ukrida.2014. 21-4

3. Makmun D. Penyakit refluks gastroesofageal. Ed 5th. Jilid I. Jakarta: InternaPublishing; 2009.480-7.

4. Tailey NJ, Aro P. Uninvestigated and Functional Dyspepsia.Swedish Population

 – 

Based Study. 2009; 94-100

5. Rani AA. Albert J. Buku ajar gastroenterologi. Jakarta : InternaPublishing;2011. 131-6 6. Manan C. Dispepsia sains dan aplikasi klinik. Edisi 2. Jakarta: PIP Departemen IPD

Gambar

Gambar 1. Klasifikasi Dispepsia
Tabel 1. Etiologi Dispepsia

Referensi

Dokumen terkait

Pada mata kuliah kapita selekta mahasiswa dituntut untuk bisa menganalisis, membuat peta konsep, dan menjelaskan konsep yang terdapat di dalam buku SMA kelas X dan XI..

Data sheet dari citra parasit malaria plasmodium falcifarum ini akan dilakukan uji coba dengan menggunakan Support Vector Machine (SVM) dengan menggunakan aplikasi weka

Metode ini telah mampu mengklasifikasi keseluruahn sub elemen ke dalam empat kuadran berdasarkan nilai Drive Power dan DependenceI dan dalam struktur hirarki

Penyakit akut dan kronis pada saat kehamilan seperti infeksi saluran urinari, hipertensi, preeklampsia, dan diabetes adalah faktor resiko yang paling sering menyebabkan bayi

Sebagai informasi bagi guru mengenai perbedaan pemahaman konseppeserta didik sebelum dan setelah pembelajaran, baik dari nilai tes, tugas (LKS) maupun hasil obsevasi

 Entitas anak tidak dikonsolidasi tetapi sebagai investasi dengan metode ekuitas.  Pajak menggunakan konsep pajak terutang bukan pajak tangguhan..  Mengacu pada praktik

Meskipun tegangan sensor ini dapat mencapai 30 volt akan tetapi yang diberikan kesensor adalah sebesar 5 volt, sehingga dapat digunakan dengan catu daya tunggal

NURUL HIKMAH KECER DASUK SUMENEP Bahasa Indonesia.