• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Pondok Pesantren 1. Pengertian Pondok Pesantren

Pondok pesantren merupakan gabungan dari kata pondok dan pesantren, pondok berasal dari bahasa Arab funduq yang artinya ruang tidur, asrama atau wisma sederhana, Pondok memang digunakan sebagai tempat penampungan sederhana dari para santri yang jauh dari tempat asalnya. Asrama para santri tersebut berada di lingkungan komplek pesantren yang terdiri dari rumah tinggal kyai, masjid, ruang untuk belajar, mengaji dan kegiatan keagamaan lainnya.1 Sedangkan kata pesantren berasal dari kata dasar “santri” yang berawalan “pe” dan berakhiran “an” yang berarti tempat tinggal para santri.2

Abdul Munir Mulkhan berpendapat bahwa pesantren berasal dari kata santri, yaitu istilah yang digunakan bagi orang-orang yang menuntut ilmu agama di lembaga pendidikan Islam tradisional di Jawa. Kata santri sendiri mempunyai arti luas dan sempit. Dalam arti sempit, santri adalah seorang murid satu sekolah agama yang disebut pondok atau pesantren. Oleh sebab itulah kata pesantren diambil dari kata santri yang berarti tempat tinggal untuk para santri. Dalam arti luas dan umum santri adalah bagian penduduk Jawa yang memeluk Islam secara benar, melakukan sholat, pergi ke masjid dan melakukan aktifitas ibadah lainnya.3

Mujamil Qomar menyatakan bahwa pondok pesantren merupakan lembaga pembinaan moral, lembaga dakwah dan yang paling populer sebagai institusi pendidikan Islam yang mengalami proses romantika kehidupan dalam menghadapi berbagai tantangan internal maupun eksternal.4 Sedang Arifin menjelaskan bahwa pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan

1 Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy‟ari Moderasi, Keumatan dan Kebangsaan

(Jakarta: Kompas. 2010), 223.

2 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Kyai (Cet. VII; Jakarta: LP3ES,

1997), 18.

3 Abdul Munir.Mulkhan, Runtuhnya Mitos Politik Santri, Strategi Kebudayaan dalam Islam

(Yogyakarta: Sipress, 1994), 1.

4 Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisas Institusi

(2)

21

agama Islam yang tumbuh dan diakui masyarakat sekitar dengan sistem asrama. Para santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan kepemimipinan seorang kyai.5

Zarkasih memaparkan bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam dengan sistem asrama atau pondok, di mana kyai sebagai figur sentral, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama Islam di bawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya.6 Sedang Mastuhu mendefinisikan pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam yang mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya akhlak/moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-sehari.7

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pondok pesantren merupakan satu lembaga pendidikan Islam yang tumbuh berkembang di tengah masyarakat yang mengajarkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan terutama ilmu agama dan mementingkan akhlakul karimah serta didukung asrama sebagai tempat tinggal santri di bawah asuhan atau bimbingan kyai.

2. Sejarah Lahirnya Pondok Pesantren

Dalam Penelusuran sejarah ditemukan sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa cikal bakal berdirinya pesantren terdapat di daerah pantai utara pulau Jawa (pantura) seperti Ampel Denta (Surabaya), Giri (Gresik), Bonang (Tuban), Lasem, Kudus, Pekalongan, Tegal dan Cirebon. Kota-kota tersebut kala itu merupakan pusat perdagangan yang menjadi jalur penghubung perdanagan dunia melalui jalur laut, sekaligus menjadi tempat bersinggah para sudagar dari Jazirah Arab, Hadromaut, Irak dan Persia.8

Alwi shihab mengemukakan bahwa Sunan Gresik atau yang lebih dikenal dengan sebutan Syaikh Maulana Malik Ibrahim adalah orang pertama yang

5

M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan( Islam dan Umum (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), 240.

6

Amir Hamzah Wiryosukarto, Biografi KH. Imam Zarkasih dari Gontor Merintis pesantren

Modern (Ponorogo: Gontor Press, 1996), 51.

7 Mastuhu, Dinamika sistem pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), 55. 8

(3)

22

membangun lembaga pengajian yang menjadi cikal bakal berdirinya pesantren, Sunan Gresik berusaha agar para santri menjadi juru dakwah yang mahir sebelum mereka diterjunkan langsung di masyarakat luas. Usaha Sunan Gresik ini menemukan momuntem seiring dengan melemahnya kekuasaan Majapahit (1293– 1478 M). Islam pun berkembang demikian pesat, khususnya di daerah pesisir pantai utara pulau Jawa (pantura) yang kebetulan menjadi pusat perdagangan antar daerah bahkan antar negara.9 Pada abad ke-14 M Maulana Malik Ibrahim dan beberapa kawannya dari tanah Arab mendarat di pantai Jawa Timur dan menetap di kota Gresik. Maulana Malik Ibrohim menyiarkan agama Islam sampai akhir hayatnya tahun 1419 M. Sebelum meninggal dunia, Maulana Malik Ibrohim (1406-1419) berhasil mengkader para muballig dan di antara mereka kemudian dikenal juga dengan wali. Para wali inilah yang meneruskan penyiaran dan pendidikan Islam melalui pesantren. Maulana Malik Ibrohim dianggap sebagai perintis lahirnya pesantren di tanah air yang kemudian dilanjutkan oleh Sunan Ampel di daerah Ampel denta Surabaya.10

Marwan Saridjo menguatkan pendapat alwi shihab, bahwa pada abad ke-7 M atau abad pertama hijriyah diketahui sudah ada komunitas muslim di Indonesia tepatnya di (Peureulak) Aceh, namun pada saat itu belum mengenal lembaga pendidikan pesantren. Lembaga pendidikan yang ada pada masa-masa awal itu adalah masjid atau yang lebih dikenal dengan nama meunasah di Aceh, tempat masyarakat muslim belajar agama.11

Martin Van Bruinessen sebagaimana dikutip oleh Abdullah Aly mengemukakan pendapatnya bahwa pondok pesantren tertua di Indonesia adalah Pesantren Tegalsari di Ponorogo, yang didirikan pada tahun 1742 M.12 Pendapat Martin ini berbeda dengan hasil pendataan yang dilakukan oleh Departemen Agama pada tahun 1984-9185 M. Dalam pendataan tersebut ada informasi bahwa pesantren tertua adalah pesantren Jan Tanpes II di daerah Pamekasan pulau

9 Alwi Shihab, Islam Inklusif (Bandung: Mizan, Cet. I, 2002), 23. 10 Ibid., 24.

11Marwan Saridjo, Pendidikan Islam dari Masa ke Masa: Tinjauan Kebijakan terhadap Pendidikan

Islam di Indonesia (Jakarta: Yayasan Ngali Aksara, Cet. I ; 2010), 17-30.

12 Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren:Telaah terhadap Kurikulum Pondok

(4)

23

Madura yang berdiri tahun 1762 M.13 Sedang Mastuhu tidak sependapat dengan Departemen Agama, karena menurutnya, kalau ada Jan Tanpes II harusnya ada Jan Tanpes I yang lebih dulu berdiri. Ia berpendapat bahwa Pondok pesantren lahir setelah Islam masuk di Indonseia.14

3. Elemen-Elemen Pondok Pesantren

Para pakar dan pengamat kepesantrenan mengemukakan ada lima elemen yang harus ada pada sebuah pondok pesantren, yaitu; kyai, santri, pondok (asrama), masjid dan pengajian (kitab kuning).15 Kelima elemen tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki pondok pesantren dan yang membedakan pendidikan pondok pesantren dengan lembaga pendidikan yang lain.16 Kelima elemen tersebut merupakan satu kesatuan sistem yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Lima elemen tersebut adalah:17

a. Kyai

Kyai merupakan unsur yang terpenting bagi pondok pesantren. Sebagai pendiri, pemilik dan pemimpin pesantren, watak dan keberhasilan pesantren banyak dipengaruhi oleh keahlian dan kedalaman ilmu, kharisma dan wibawa, serta ketrampilan kyai. Dalam konteks ini, pribadi kyai sangat menentukan sebab kyai merupakan tokoh kunci dan sentral dalam pesantren18

Kyai juga merupakan pemimpin nonformal sekaligus pemimpin spiritual, dan posisinya sangat dekat dengan kelompok-kelompok masyarakat lapisan bawah di desa-desa. Sebagai pemimpin masyarakat, kyai memiliki jamaah komunitas dan massa yang diikat oleh hubungan paguyuban yang erat serta budaya paternalistic

13

Departemen Agama RI.,Nama dan Data Potensi Pondok-Pondok Pesantren Seluruh Indonesia (Jakarta: Depag RI., 1984/1985), 668.

14 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian tentang Unsur dan Nilai Sistem

Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), 19.

15

Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi (Jakarta: Erlangga, 1996 ), 19-20.

16 Yasmadi, Modernisasi Pesantren Kritik Nurchalish Madjid Terhadap Pendidikan Islam

Tradisional (Jakarta: Ciputat Press, 2002), 63.

17

Masjkur, Anhari, Integrasi Sekolah ke Dalam Sistem Pendidikan Pesantren (Surabaya: Diantama, 2007), 19-20.

18 Hasbullah Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan

(5)

24

yang kuat. Petuah-petuahnya selalu didengar, diikuti dan dilaksanakan oleh jamaah, komunitas, dan massa yang dipimpinnya.19

Istilah kyai bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa Jawa. Dalam bahasa Jawa, perkataan kyai dipakai untuk tiga jenis gelar yang berbeda, yaitu:

pertama, sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat;

contohnya, “kyai garuda kencana” dipakai untuk sebutkan kereta emas yang ada di Kraton Yogyakarta. Kedua, gelar kehormatan bagi orang-orang tua pada umumnya seperti panggilan pada orang yang dianggap pintar. Ketiga, gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada orang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan Pondok pesantren dan mengajar kita-kitab Islam klasik kepada para santrinya20

b. Masjid

Sejak zaman Rasululloh SAW. masjid telah menjadi pusat pendidikan Islam, di manapun kaum muslimin berada, mereka selalu menggunakan masjid sebagai tempat pertemuan, pusat pendidikan, aktivitas administrasi, dan kultural. Hal ini telah berlangsung selama 13 abad. Bahkan, zaman sekarang pun banyak ulama yang mengajar siswa-siswa di masjid, serta memberi wejangan dan anjuran kepada siswa-siswa tersebut untuk meneruskan tradisi yang terbentuk sejak zaman permulaan Islam itu.21 Sama halnya seperti di Indonesia, seorang kyai yang ingin mendirikan sebuah pondok pesantren akan memulai langkahnya dengan mendirikan sebuah masjid. Dalam pondok pesantren masjid merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan, karena masjid adalah bangunan sentral sebuah pesantren, dibanding bangunan lain, masjidlah tempat serbaguna yang selalu ramai atau paling banyak menjadi pusat kegiatan warga pesantren. Masjid mempunyai fungsi utama untuk tempat melaksanakan sholat berjamaah, melakukan wirid dan doa-doa, i’tikaf dan tadarus al-Qur'an atau yang sejenisnya. masjid juga sebagai tempat yang tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam

19

Faisal Ismail, NU Gusdurisme dan Politik Kiai (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1999), 39-40.

20 Zamakhsyari, Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta:

LP3ES, 1985.), 55.

(6)

25

praktek sholat fardhu lima waktu, latihan khutbah dan pengajaran kitab-kitab kuning. 22

c. Santri

Unsur terpenting yang lain dalam perjalanan sebuah Pondok pesantren adalah para santri karena proses belajar mengajar di pondok pesantren akan terwujud jika pondok pesantren tersebut memiliki santri. Santri biasanya terdiri dari dua kelompok, yaitu santri kalong dan santri mukim. 23

1) Santri mukim

Santri mukim adalah para santri yang berasal dari daerah yang jauh lalu menetap di asrama pesantren. Santri mukim yang tinggal sudah lama di sebuah pondok pesantren biasanya menjadi suatu kelompok tersendiri yang memegang tanggung jawab mengurusi kepentingan pondok pesantren sehari-hari, mereka juga bertanggung jawab mengajarkan kepada para santri baru tentang kitab-kitab dasar dan menengah. Dalam sebuah pondok pesantren yang besar biasanya terdapat putra-putra kyai dari sejumlah pondok pesantren lain yang belajar di sejumlah pondok pesantren besar tersebut.

2) Santri kalong.

Santri Kalong adalah para santri yang berasal dari desa-desa di sekeliling pondok pesantren atau santri yang rumahnya tidak jauh dari pesantren. yang biasanya tidak menetap dalam pondok pesantren. Untuk mengikuti pelajaran pondok pesantren, mereka bolak-balik dari rumah mereka sendiri. Biasanya perbedaan antara pondok pesantren besar dan pondok pesantren kecil dapat dilihat dari komposisi santri kalong. Dengan kata lain, pondok pesantren kecil akan lebih banyak memiliki santri kalong daripada santri mukim. Namun saat ini hampir seluruh santri adalah santri mukim. Mereka tinggal di asrama yang sudah disediakan pihak pondok pesantren. Sekalipun beberapa dari mereka sebenarnya tinggal di daerah sekitar pondok pesantren namun mereka tetap bermukim di pondok, hal ini tentunya untuk memudahkan para guru mengawasi kegiatan santri dengan lebih intensif.

22 Imam Bawani, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam (Surabaya : Al-.Ikhlas, 1993), 91-92. 23 Zamkhsyari co it., 51.

(7)

26

d. Pondok/Asrama

Dalam sebuah pesantren, asrama atau pemondokan santri merupakan suatu keharusan, karena santri-santri yang jauh dari tempat asalnya akan menetap di pesantren tersebut. Asrama atau pondok berasal dari funduq yang artinya ruang tidur, asrama atau wisma sederhana. Asrama para santri umumnya berada dilingkungan komplek pesantren yang terdiri dari rumah tinggal kyai, masjid, ruang untuk belajar atau mengaji dan kegiatan keagamaan lainnya.24 ciri khas pesantren adalah adanya asrama santri, yang membedakan dengan sistem pendidikan tradisional di masjid-masjid yang berkembang di kebanyakan wilayah Islam di negara-negara lain. Pondok di Minangkabau dikenal dengan surau, sedang di Aceh disebut dengan Dayah.25 antara asrama santri putra dan putri umumnya terpisah, biasanya asrama santri putri di area kediaman kyai pemilik pesantren.

Pesantren yang sudah maju, selain memiliki asrama/pondok biasanya juga memiliki gedung-gedung lain selain asrama santri dan rumah kyai, termasuk perumahan para pengajar (asatidz), gedung madrasah, lapangan olahraga, kantin, koperasi, lahan pertanian dan/atau lahan peternakan. Terdapat juga tempat-tempat untuk latihan bagi santri dalam mengembangkan ketrampilan dalam rangka berlatih mandiri sebagai wahana latihan hidup mandiri dalam masyarakat sesudah tamat dari pesantren. Latihan hidup mandiri tersebut, dalam ujudnya santri harus memasak sendiri, mencuci pakaian sendiri dan diberi tugas seperti memelihara lingkungan pondok. Sistem asrama yang lekat dengan pola hidup mandiri ini merupakan ciri khas tradisi pesantren yang membedakan sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan Islam lain.26

e. Kitab Klasik (Kitab Kuning)

Ciri khas pondok pesantren adalah pengajaran kitab kuning, Disebut kitab kuning karena warna kertas kitab-kitab yang diajarkan kebanyakan berwarna kuning. Kitab kuning selalu menggunakan tulisan Arab, biasanya kitab ini tidak

24

Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy‟ari Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan (Jakarta: Kompas. 2010), 223.

25 Zamakhsyari Dhofier, Op.Cit, 81. 26 Ibid., 45.

(8)

27

dilengkapi dengan harokat (gundul). Secara umum, spesifikasi kitab kuning mempunyai lay out yang unik. Di dalamnya terkandung (matn) teks asal, yang kemudian dilengkapi dengan komentar (syarah) atau juga catatan pinggir (hasyiyah). Penjilidannya pun biasanya tidak maksimal, bahkan sengaja diformat secara kurasan sehingga mempernudah dan memungkinkan pembaca untuk membaca dan membawanya sesuai bagian yang dibutuhkan.27Kitab-kitab klasik atau kitab kuning dikarang para ulama terdahulu dan termasuk pelajaran mengenai macam-macam ilmu pengetahuan agama Islam dan Bahasa Arab. Dalam kalangan pesantren, kitab-kitab Islam klasik sering disebut kitab kuning oleh karena warna kertas umumnya berwarna kuning. Menurut Zamakhsyari Dhofier, “Pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab Islam klasik merupakan satu-satunya pengajaran “formal” yang diberikan dalam lingkungan Pondok Pesantren.28

Kebanyakan Pondok pesantren Saat ini telah melengkapi sistem pendidikannya dengan pengajaran pengetahuan umum, selain penggunaan kitab-kitab Islam klasik. Pada umumnya, pelajaran dimulai dengan kitab-kitab-kitab-kitab yang sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab yang lebih mendalam dan tingkatan suatu pondok pesantren bisa diketahui dari jenis kitab-kitab yang diajarkan.29Bahkan dengan kemajuan zaman kitab-kitab yang diajarkan sekarang berbentuk file yang dimasukkan laptop atau komputer, yang sering disebut maktabah syamilah.

4. Tipologi atau Kategorisasi Pondok Pesantren

Secara garis besar pondok pesantren yang ada di Indonesia dapat dikategorikan ke dalam tiga bentuk, yaitu:30

27 Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi

(Jakarta: Erlangga, 1996 ), 49.

28 Ibid., 50. 29

Hasbullah Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan

Perkembangan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), 144.

30 Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Pondok Pesantren Dan Madrasah Diniyah

(9)

28

a. Pondok Pesantren Salafiyah

Salaf artinya lama, dahulu, atau tradisional. Pondok pesantren salafiyah adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan pembelajarannya dengan cara tradisional, seperti yang sudah berlangsung sejak awal pertumbuhannya. Pembelajaran ilmu agama Islam dilakukan secara individual ataupun kelompok dengan konsentrasi pada kitab-kitab klasik yang berwarna kuning dan berbahasa Arab. Penjenjangan tidak didasarkan pada satuan waktu, tetapi berdasarkan tamatnya kitab yang dipelajari. Dengan selesainya satu kitab tertentu santri dapat naik jenjang dengan mempelajari kitab yang tingkat kesukarannya lebih tinggi. Demikian seterusnya. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip pendidikan modern yang dikenal dengan sistem belajar tuntas. Dengan cara ini, santri dapat lebih intensif mempelajarai satu cabang ilmu.

Pondok model salaf dalam pembelajaran menggunakan metode sorogan,

bandongan atau wetonan.

Sorogan berasal dari kata sorog (bahasa jawa) yang berarti menyodorkan, sebab setiap setiap santri menyodorkan kitabnya di hadapan kyai. Biasanya diselenggarakan pada ruang tertentu, ada tempat duduk kyai/ustadz dan di depannya ada meja pendek untuk meletakkan kitab bagi santri yang menghadap. Santri-santri lain, baik yang mengkaji kitab yang sama maupun yang berbeda duduk agak jauh sambil mendengarkan apa yang diajarkan oleh kiyai, sekaligus mempersiapkan diri menunggu giliran dipanggil.

Wetonan berasal dari kata weton (bahasa Jawa) yang berarti waktu, sebab pengajian tersebut diberikan pada waktu tertentu. Metode wetonan ini merupakan metode kuliah, di mana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah, santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya.31 Contohnya pesantren salaf adalah Pondok Pesantren Langitan yang terletak di Widang Tuban, Pondok Pesantren Lirboyo di Kediri, Pondok pesantren Al Falah Ploso, Mojo Kediri dan Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan.

31 Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Pondok Pesanren Dan Madrasah Diniyah

(10)

29

b. Pondok Pesantren Khalafiyah („Ashriyah)

Khalaf artinya kemudian atau belakang, sedangkan Ashri artinya sekarang

atau modern. Pondok pesantren khalafiyah adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan dengan pendekatan modern, melalui satuan pendidikan formal, baik madrasah (MI, MTs, MA), maupun sekolah (SD, SMP, SMU dan SMK) atau nama lainnya, tetapi dengan pendekatan klasikal. Pembelajaran pada pondok pesantren khalafiyah dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan, dengan satuan program didasarkan pada satuan waktu, seperti catur wulan, semester, tahun/kelas, dan seterusnya. Pada pondok pesantren khalafiyah, “pondok” lebih banyak berfungsi sebagai asrama yang memberikan lingkungan kondusif untuk pendidikan agama.

c. Pondok Pesantren Kombinasi antara Salaf dan Khalaf.

Pondok pesantren salafiyah dan khalafiyah dengan penjelasan di atas adalah salafiyah dan khalafiyah dalam bentuknya yang ekstrim. Barangkali kenyataannya dilapangan tidak ada atau sedikit sekali pondok pesantren

salafiyah atau khalafiyah dengan pengertian tersebut. Sebagian besar yang ada

sekarang adalah pondok pesantren yang berada di antara rentangan dua pengertian di atas. Sebagian besar pondok pesantren yang mengaku atau menamakan diri pesantren salafiyah pada umumnya juga menyelenggarakan pendidikan secara klasikal dan berjenjang, walaupun tidak dengan nama madrasah atau sekolah. Demikian juga pesantren khalafiyah, pada umunya juga menyelanggarakan pendidikan dengan pendekatan pengajian kitab klasik, Karena sistem “ngaji kitab” itulah yang selama ini diakui sebagai satu identitas pondok pesantren. Tanpa menyelenggarakan kitab klasik, agak janggal disebut sebagai pondok pesantren. Sedangkan pondok pesantren yang menjadikan metode Salafiyah dan khalafiyah berimbang kerap disebut dengan pondok pesantren Salafi Modern. Di dalam pondok pesantren jenis terakhir ini, biasanya mengenal ngaji kitab kuning, ilmu alat (Nahwu, Sharraf, Mantiq, Balaghoh, Arudh) beserta hafalannya, dan memiliki lembaga pendidikan formal di lingkungan pesantrennya. Model pondok pesantren seperti ini banyak diikuti oleh pesantren-pesantren yang mengamini simbiosis-mutualisme antara ilmu umum dan ilmu agama. Contoh pondok

(11)

30

pesantren dengan label Modern misalnya Pondok Pesantren Modern Gontor. Sebagai Pondok Pesantren Modern, Gontor tidak menitikberatkan pada mata pelajaran ilmu-ilmu klasik.

Dhofier membagi pondok pesantren berdasarkan jumlah santri dan pengaruhnya. Ada pondok pesantren kecil, menengah, dan besar. Pondok pesantren kecil biasanya memiliki santri di bawah seribu dan pengaruhnya terbatas pada tingkatan kabupaten. Pondok pesantren menengah biasanya mempunyai seribu sampai dua ribu santri yang memiliki pengaruh serta menarik santri dari berbagai kabupaten. Pondok pesantren besar adalah pondok pesantren yang memiliki jumlah santri lebih dari dua ribu santri yang memiliki pengaruh serta menarik santri dari berbagai kabupaten dan propinsi.32Pondok pesantren juga bisa dikategorisasikan dari sistem pendidikan yang dikembangkan. Pondok pesantren dengan kategorisasi seperti ini dibagi menjadi tiga jenis: Pertama, memiliki santri yang belajar dan tinggal bersama kyai, kurikulum tergantung kyai, dan pengajaran secara individual. Kedua, memiliki madrasah, kurikulum tertentu, santri bertempat tinggal di asrama untuk mempelajari pengetahuan agama dan umum. Ketiga, hanya berupa asrama, santri belajar di sekolah, madrasah, bahkan perguruan tinggi umum atau agama di luar, kyai sebagai pengawas dan pembina mental.33

Ada tipologi pesantren berdasarkan konsentrasi ilmu-ilmu agama yang diajarkan. Ada pesantren Al-Qur’an, yang lebih berkonsentrasi pada pendidikan al-Qur’an, mulai Qira’ah sampai Tahfidz. Pesantren Hadist, yang lebih berkonstrasi pada pembelajaran Hadist. Pesantren Fiqih, pesantren Ushul Fiqh pesantren Tasawwuf, Tarekat dan seterusnya.

Azizy membagi pondok pesantren atas dasar kelembagaannya yang dikaitkan dengan sistem pengajarannya menjadi lima kategori.34

32 Ibid., 24. 33

Suparlan Suryopratondo, Kapita Selekta Pondok pesantren (Jakarta: PT.Paryu Barkah 2009), 84.

34Ahmad Qadri Abdillah Azizy Pengantar:Memberdayakan Pondok Pesantren dan Madrasah

(12)

31

1) Pondok pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan menerapkan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah keagamaan maupun yang juga memiliki sekolah umum,

2) pondok pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional;

3) Pondok pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk madrasah diniyah;

4) Pondok pesantren yang hanya sekedar menjadi tempat pengajian atau yang biasa disebut dengan majelis ta’lim;

5) Pondok pesantren untuk asrama anak-anak belajar sekolah umum dan mahasiswa.

Selain itu pengklasifikasian pondok pesantren yang didasarkan pada jenis santrinya dibagi menjadi tiga yaitu pondok pesantren khusus untuk anak-anak balita, pondok pesantren khusus orang tua, dan pondok pesantren mahasiswa.35 Akan tetapi yang dibahas lebih lanjut adalah jenis pondok pesantren menurut Qomar yang memaparkan perkembangan pondok pesantren dari masa ke masa sehingga terdapat dua kategori pondok pesantren yaitu pondok pesantren tradisional dan pondok pesantren modern dilihat dari beberapa aspek yaitu kepemimpinan pondok pesantren, institusi di pondok pesantren, kurikulum pondok pesantren, metode pendidikan suatu pondok pesantren, dan fasilitas yang disediakan pondok pesantren.

5. Tujuan, Fungsi Dan Peran Pesantren

Pesantren lahir sebagai tuntutan peran, untuk mentrasfer ilmu ke masyarakat, tapi juga membangun pranata kebudayaan yang lahir dari masyarakat, bahkan menurut Husni Rahim, pesantren berdiri didorong permintaan (demand)

35Tim Penyusun, H.A Hasyim Muzadi Membangun NU Pasca Gus Dur (Jakarta: Grasindo,1999),

(13)

32

dan kebutuhan (need) masyarakat, sehingga pesantren memiliki fungsi yang jelas.36

Fungsi pesantren pada awal berdirinya sampai dengan kurun sekarang telah mengalami perkembangan visi, posisi, dan persepsinya terhadap dunia luar. Pesantren pada masa yang paling awal berfungsi sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama Islam atau dapat dikatakan hanya sekedar membonceng misi dakwah.Sedangkan pada kurun wali songo pondok pesantren berfungsi sebagai pencetak kader ulama’ dan muballigh yang militant dalam menyiarkan agama Islam. Kedua fungsi ini bergerak saling menunjang. Pendidikan dapat dijadikan bekal dalam mengumandangkan dakwah, sedangkan dakwah bisa dimanfaatkan sebagai sarana dalam membangun sistem pendidikan.37

Dengan kata lain, sebenarnya fungsi edukatif pesantren pada masa walisongo adalah sekedar membawa misi dakwah. Misi dakwah islamiyah inilah yang mangakibatkan terbangunnya system pendidikan.Pada masa wali songo muatan dakwah lebih dominan daripada muatan edukatif. Karena pada masa tersebut produk pesantren lebih diarahkan pada kaderisasi ulama’ dan mubaligh yang militant dalam menyiarkan ajaran Islam.

Sebagai lembaga dakwah, pesantren berusaha mendekati masyarakat. Pesantren bekerja sama dengan masyarakat dalam mewujudkan pembangunan. Sejak awal, pesantren terlibat aktif dalam mobilisasi pembangunan sosial masyarakat. Warga pesantren telah terlatih melaksanakan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat, ataupun antara kyai dan pemuka desa.38

Wahid Zaini menegaskan bahwa disamping lembaga pendidikan, pesantren juga berfungsi sebagai lembaga pembinaan moral baik bagi kalangan santri maupun masyarakat. Kedudukan ini member isyarat bahwa penyelenggaran keadilan sosial melalui pesantren lebih banyak menggunakan pendekatan

cultural. Wahid menyatakan bahwa di salah satu pesantren besar di Jawa Timur,

seorang kyai mendirikan SMP untuk menghindarkan penggunaan narkotika di kalangan santri yang asalnya putra-putri mereka disekolahkan di luar pesantren.

36 Mujamil Qomar, Pesantren, 22. 37

Ibid., 23.

(14)

33

Bahkan pondok pesantren Suryalaya sejak 1972 telah aktif membantu pemerintah dalam menangulangi narkoba dengan mendirikan lembaga khusus untuk menyembuhkan korbannya yang disebut “Pondok Remaja Inabah”.39

Dari penjabaran diatas, maka fungsi pesantren jelas tidak hanya sebagai lembaga pendidikan saja, melainkan juga berfungsi sebagai lembaga sosial dan penyiaran agama.40 Secara rinci, fungsi pesantren dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Sebagai Lembaga Pendidikan

Sebagai lembaga pendidikan pesantren ikut bertanggung jawab terhadap proses pencerdasan kehidupan bangsa secara integral. Sedangkan secara khusus pesantren bertanggung jawab terhadap kelangsungan tradisi keagamaan dalam kehidupan masyarakat. Dalam kaitannya dengan dua hal tersebut pesanten memilih model tersendiri yang dirasa mendukung secara penuh tujuan dan hakikat pendidikan manusia itu sendiri, yaitu membentuk manusia sejati yang memiliki kualitas moral dan intelektual secara seimbang.41

b. Sebagai Lembaga Sosial

Sebagai lembaga sosial, pesantren menampung anak dari segala lapisan masyarakat muslim tanpa membeda-bedakan tingkat sosial ekonomi orang tuanya. Biaya hidup di pesantren relatif lebih murah daripada di luar pesantren, sebab biasanya para santri mencukupi kebutuhan sehari-harinya dengan jalan patungan atau masak bersama, bahkan ada diantara mereka yang gratis, terutama bagi anak-anak yang kurang mampu atau yatim piatu. Sebagai lembaga sosial, pesanten ditandai dengan adanya kesibukan akan kedatangan para tamu dari masyarakat, kedatangan mereka adalah untuk bersilaturahim, berkonsultasi, minta nasihat “doa”, berobat dan minta ijazah yaitu semacam jimat untuk menangkal gangguan jin dan lain sebagainya.42

c. Sebagai Lembaga dakwah.

39 Ibid., 25. 40

Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), 59.

41 Ibid., 60. 42 Ibid., 60.

(15)

34

Sebagaimana kita ketahui bahwa semenjak berdirinya pesanten merupakan pusat penyebaran agama Islam baik dalam masalah aqidah, atau syari’ah di Indonesia. Fungsi pesantren sebagai penyiaran agama (lembaga dakwah) terlihat dari elemen pondok pesantren itu sendiri yakni masjid pesantren, yang dalam operasionalnya juga berfungsi sebagai masjid umum, yaitu sebagai tempat belajar agama dan ibadah masyarakat umum. Masjid pesantren sering dipakai masyarakat umum untuk menyelenggarakan majelis ta’lim (pengajian) diskusi-diskusi keagamaan dan lain sebagainya.43

Dalam hal ini masyarakat sekaligus menjadi jamaah untuk menimba ilmu-ilmu agama dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan di masjid pesantren, ini membuktikan bahwa keberadaan pesantren secara tidak langsung membawa perbuatan positif terhadap masyarakat, sebab dari kegiatan yang diselenggarakan di Pondok pesantren baik itu shalat berjamaah, pengajian dan sebagainya, menjadikan masyarakat dapat mengenal secara lebih dekat ajaran-ajaran agama Islam untuk selanjutnya mereka pegang dan amalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Berbicara mengenai peran pesantren, maka pesantren dalam kaitan dengan peran tradisionalnya, sering diidentifikasikan memiliki tiga peran penting dalam masyarakat : Sebagai pusat berlangsungnya transmisi ilmu-ilmu Islam tradisional, sebagai penjaga dan pemelihara keberlangsungan Islam tradisional, dan sebagai pusat pencetak ulama.44 Dengan berbagai peran potensial yang dimiliki oleh pesantren, dapat dikemukakan bahwa pesantren memiliki tingkat integritas yang tinggi dengan masyarakat sekitarnya, sekaligus menjadi rujukan moral bagi kehidupan masyarakat umum.

Sebenarnya pesantren sebagai lembaga pendidikan tidak memiliki formulasi tujuan yang jelas, baik dalam tataran institusional, kurikuler maupun instruksional umum dan khusus.Tujuan yang dimilikinya hanya ada dalam angan-angan. Tujuan institusional pesantren yang lebih luas dengan tetap mempertahankan hakikatnya dan diharapkan menjadi tujuan pesantren secara

43 Ibid., 61.

(16)

35

nasional pernah diputuskan dalam musyawarah/lokakarya Intensifikasi pengembangan pondok pesantren di Jakarta yang berlangsung pada 2 sampai dengan 6 Mei 1978.45

Tujuan umum pesantren ialah membina warga agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat, dan Negara.46

B. Pondok Pesantren dan manajemen

Sebuah lembaga yang baik niscaya menerapkan manajemen, begitu pada lembaga pendidikan islam atau pondok pesantren. Manajemen banyak diartikan sebagai ilmu dan seni untuk mencapai tujuan melalui kegiatan orang lain.47

Kata manajemen berasal dari bahasa Latin, yaitu berasal dari kata

manus yang berarti tangan dan agere yang berarti melakukan. Kata- kata itu

digabung menjadi kata kerja managere yang artinya menangani. Managere diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dalam bentuk kata kerja to manage, dengan kata benda management, dan manager untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen. Akhirnya, management diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelolaan.48

Dalam sebuah pondok pesantren harus ada yang namanya kiai, masjid, asrama, santri, dan kitab kuning. Kelima unsur tersebut perlu manajemen yang baik untuk memaksimalkan berjalannya pondok pesantren sehingga outputnya jelas, menghasilkan lulusan yang berkualitas.

Manajemen pada pondok pesantren berbeda dengan manajemen pada umumnya. Manajemen pondok pesantren adalah tata kerja yang didasarkan atas

45

Ibid., 6.

46 Ibid., 7. 47

Chusnul khotimah, manajemen public relations integratif ( Tulungagung : STAIN Tulungagung Press, 2013), 67.

47

Mochamad Arif Faizin, Transformasi Manajemen Pendidikan Pesantren Salafiyah di Jawa

(17)

36

keyakinan bahwa bekerja merupakan manifestasi ibadah kepada Allah SWT. sedangkan manajemen pada umumnya tidak berdasarkan atas ibadah49

Dalam manajemen pesantren, kepala pondok merupakan seorang konseptor dalam menjalankan roda organisasi pondok pesantren untuk mencapai tujuan institusional maupun pendidikan Islam yaitu terciptanya insan kamil. Pemimpin merupakan panglima pengawal yang melaksanakan fungsi serta prinsip-prinsip manajemen.50 Jadi manajemen pondok pesantren adalah proses pengelolaan lembaga pesantren yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pengawasan dan melibatkan seluruh pengurus pesantren secara optimal, efektif dan efisien.

Proses manajemen yang bisa dilaksanakan dalam pondok pesantren lembaga pendidikan sama dengan manajemen pada umunya yaitu planning,

organizing, actuating, controlling (POAC). Empat proses tersebut tergambar

seperti siklus karena adanya keterkaitan atara proses yang bertama dan berikutnya. Begitu juga setelah pelaksanaan controlling akan mendapat

feedback yang bisa dijadikan sebagai masukan atau dasar untuk membuat planning baru. 51

Manajemen memiliki fungsi-fungsi untuk menjalankan unsur-unsur yang ada. Fungsi manajemen yang ada pada pondok pesantren sendiri sama dengan manajemen umum. Sebagai lembaga pendidikan yang masih survive pondok pesantren telah membuka diri dengan berbagai pertimbangan dan musyawarah yang sangat ketat oleh para pemimpinnya bahkan sekarang pondok pesantren sudah mulai bergeser melakukan gebrakan baru dengan menerapkan manajemen modern52 serta menerapkan manajemen terbuka dan kepemimpinan kolektif.

C. Pondok Pesantren dan Organisasi 1. Pengertian organisasi

49

Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), 112.

50 Ibid., 69.

51 Masrokan, Manajemen Mutu, 39.

(18)

37

Para ahli manajemen berbeda-beda dalam mendefinisikan organisasi, tetapi perbedaan-perbedaan tersebut mempunyai elemen dasar yang sama yaitu adanya sekelompok orang, kerjasama, proses pembagian kerja, pengaturan hubungan dan tujuan yang hendak dicapai.

Barnard mendefinisikan organisasi adalah suatu sistem usaha bersama antara dua orang atau lebih, sesuatu yang tidak berwujud dan tidak bersifat pribadi, yang sebagian besar mengenai hubungan-hubungan kemanusiaan.53

Atmosudirdjo mendefinisikan organisasi sebagai struktur tata pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang-orang pemegang posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan yang tertentu.54

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah suatu himpunan interaksi manusia yang bekerjasama dengan pembagian kerja yang jelas untuk mencapai tujuan bersama yang terikat dalam suatu ketentuan yang telah disetujui bersama dan pondok pesantren merupakan sebuah organisasi karena pesantren adalah tempat berkumpulnya para pendidik (baik kyai maupun ustadz) yang melakukan kerjasama untuk pencapaian tujuan bersama sesuai dengan cita-cita yang dikehendaki, yaitu menegakkan agama Islam.

2. Pengorganisasian Pesantren

Dalam pandangan Islam, pengorganisasian atau al-thanzim bukan semata-mata sebuah wadah, akan tetapi lebih menekankan bagaimana pekerjaan dapat dilakukan secara rapi, teratur, dan sistematis. 55

Pada prinsipnya manajemen merupakan serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengawasi segala upaya dalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Dalam rangka mencapai tujuan organisasi itu tidak terlepas dari beberapa unsur atau elemen yang ada dalam manajemen. unsur-Unsur dasar manajemen yang lazim dipakai sebagai berikut;56

53

Wursanto. Dasar-Dasar Ilmu Organisasi (Yogyakarta : Andi. 2005), 53.

54 Ibid., 53.

55 M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Jakarta:Kencana, 2009), 117. 56 Winardi, Asas-Asas Manajemen (Bandung : Mandar Maju, 1990), 7.

(19)

38 a. Manusia (Man); b. Bahan-bahan (Materials); c. Mesin-mesin (Mechines); d. Metode-metode (Methods); e. Uang (Money); f. Pasar (Marker).

Dengan demikian, untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan dan disepakati dalam manajemen, maka keenam “M” ini harus direncanakan, diorganisasikan, digerakkan dan diawasi. Dengan kata lain, semua unsur manajemen ini harus berorientasi pada konsepsi fungsi manajemen yang lazim dinamakan POAC.

Salah satu unsur atau elemen manajemen adalah pengorganisasian. Pengorganisasian merupakan tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat bekerjasama secara efisien untuk memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu.

Dalam hal ini, Ibnu Syamsi mengatakan bahwa organisasi dapat diartikan secara statis dan dinamis. Dikatakan statis, organisasi sebagai wadah kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Dan dikatakan dinamis, organisasi merupakan suatu sistem atau kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu.57 Dalam melakukan aktivitas atau kegiatan, suatu organisasi harus mengacu pada prinsip-prinsip organisasi.

Ada beberapa prinsip organisasi, di antaranya; 1). pembagian tugas pekerjaan; 2). kesatuan pengarahan; 3). sentralisasi; dan 4). mata rantai tingkat jenjang organisasi.58

Proses pengorganisasian ini sangat penting sebagai proses pembagian kerja ke dalam tugas yang lebih kecil dan sekaligus membebankan tugas-tugas tersebut kepada orang yang sesuai dengan keahlian dan kemampuannya.

57 Ibnu Syamsi, Pokok-pokok Organisasi dan Manajemen (Jakarta : Rineka Cipta, 1994), 13. 58 Henry Fayol, Industri dan Manajemen Umum, Terj. Winardi ( London: Sir Issac and Son, 1985),

(20)

39

Selain itu, proses pengorganisasian juga akan membantu mengalokasikan sumber daya dan mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas pencapaian tujuan organisasi.

3. Aspek Pengorganisasian Pesantren.

Untuk melihat proses pengorganisasian di pondok pesantren diperlukan parameter aspek-aspek pengorganisasian dalam manajemen modern.

Amin Wijayamengemukakan delapan (8) aspek pengorganisasian dalam manajemen modern, yakni; 1). struktur organisasi; 2). koordinasi; 3). desain organisasi; 4). wewenang dan kekuasaan; 5). desentralisasi; 6) pendelegasian; 7). budaya dan organisasi; dan 8). inovasi.59

Pengorganisasian ditunjukkan dengan adanya struktur organisasi. Dalam struktur organisasi menggambarkan pola hubungan antar bagian-bagian dalam suatu perusahaan atau organisasi. Bagian-bagian tersebut terdiri dari orang-orang yang menduduki jabatan tertentu. Orang-orang tersebut perlu dikoordinasikan agar lebih mudah mencapai tujuan. Koordinasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menyatukan kegiatan-kegiatan yang berbeda. Pengorganisasian tersebut dibutuhkan oleh pondok pesantren untuk memaksimalkan lulusan pondok pesantren.

Referensi

Dokumen terkait

8 Ainur rohmah/ 2013/ universitas dian nuswantoro semarang Perhitungan harga pokok produksi berdasarkan metode harga pokok pesanan untuk efisiensi biaya produk studi kasus pada

bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

Abu Hurairah, Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat Model dan Strategi Pembangunan yang Berbasis Kerakyatan, (Bandung: Humaniora, 2008), hal.. Sebagai tujuan,

ACUAN PENETAPAN REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH. SPESIFIK LOKASI

Ada pengaruh perbedaan konsentrasi minyak atsiri kulit buah jeruk purut (4%, 6% dan 8%) terhadap uji karakteristik fisik sediaan pasta gigi yaitu semakin tinggi

Standar dan sasaran kebijakan, yang dimaksud dalam penelitian ini adalah yang berhak menerima kartu BPJS Subsidi tersebut sesuai dengan ukuran atau kriteria yang

Penelitian ini bermaksud untuk memperoleh gambaran secara lebih mendalam tentang "Peranan keluarga daiam menumbuhkan motivasi belajar berusaha yang dilakukan daiam

) Dibawah ini yang termasuk 8ilum ada roto,oa Dibawah ini yang termasuk 8ilum ada roto,oa ke3uali7. Jawaban B. 'arena ara me3ium memiiki bentuk  'arena ara me3ium