• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK MITRASANA KELAPA GADING

JL. BOULEVARD GADING TIMUR KAV 6 KOMP SPBU 34

KELAPA GADING, JAKARTA UTARA

PERIODE 1 APRIL – 4 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

WISNU AJENG RAKHMANINGTYAS, S.Farm

1106153574

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(2)

ii Universitas Indonesia

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK MITRASANA KELAPA GADING

JL. BOULEVARD GADING TIMUR KAV 6 KOMP SPBU 34

KELAPA GADING, JAKARTA UTARA

PERIODE 1 APRIL – 4 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

WISNU AJENG RAKHMANINGTYAS, S.Farm

1106153574

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(3)

iii Universitas Indonesia

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh :

Nama : Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas

NPM : 1106153574

Program Studi : Farmasi

Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Mitrasana Kelapa Gading Periode 1 April- 4 Mei 2013

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia

(4)

iv Universitas Indonesia

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan ini. Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1) Ibu Selvyana C. Palit, S.Si., Apt., selaku manager operasional PT. Millenia Dharma

Insani dan pembimbing PKPA yang telah membimbing dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung.

(2) Bapak Dr. Harmita, Apt, selaku pembimbing dan ketua Program Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan arahan dan bimbingan pada penulis selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA di Apotek Mitrasana Kelapa Gading

(3) Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., MS., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia

(4) Bapak Sie Djohan selaku Director of Corporate Business Development & Management System PT. Kalbe Farma, Tbk. yang telah bersedia memberikan kesempatan untuk melaksanakan praktek kerja profesi apoteker di apotek Mitrasana. (5) Seluruh staf PT Millenia Dharma Insani dan outlet Mitrasana Kelapa Gading atas

segala ilmu pengetahuan, bantuan dan masukan selama ini

(6) Keluarga tercinta, Papa, Mama, Mas Agung dan Mutia atas kesabaran, kasih sayang, dukungan material dan moral, perhatian dan doanya yang luar biasa untuk menyelesaikan pendidikan di farmasi dengan sebaik mungkin

(7) Rekan-rekan mahasiswa apoteker angkatan 76 yang telah berjuang bersama dalam menyelesaikan studi di program profesi apoteker di Universitas Indonesia

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua yang memerlukannya.

Penulis 2013

(5)

v Universitas Indonesia

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas

NPM : 1106153574

Program Studi : Apoteker

Fakultas : Farmasi

Jenis karya : Karya Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Mitrasana Kelapa Gading Periode 1 April- 4 Mei 2013

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok Pada tanggal : 15 Juni 2013

(6)

vi Universitas Indonesia

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Definisi Apotek ... 3

2.2 Landasan Hukum Apotek ... 3

2.3 Tugas dan Fungsi Apotek... 4

2.4 Tata Cara Pendirian Apotek ... 4

2.5 Tenaga Kerja Apotek ... 7

2.6 Tata Cara Perizinan Apotek ... 8

2.7 Pengelolaan Apotek ... 9

2.8 Pelayanan Apotek ... 13

2.9 Penggolongan Obat ... 18

2.10 Pengelolaan Obat Non Narkotika-Psikotropika ... 22

2.11 Pengelolaan Narkotika ... 22

2.12 Pengelolaan Psikotropika ... 25

2.13 Pelanggaran Apotek ... 26

2.14 Pencabutan Surat Izin Apotek ... 27

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS ... 30

3.1 Waktu dan tempat pelaksanaan ... 30

3.2 PT. Kalbe Farma, Tbk. ... 30

3.3 PT. Millenia Dharma Insani ... 33

3.4 Mitrasana Apotek – Healthmart – Laboratorium – Dokter ... 35

BAB 4 PEMBAHASAN ... 39

4.1 Merchandising ... 39

4.2 Logistik ... 40

4.3 Lingkungan apotek ... 40

4.4 Pengadaan Barang di Apotek ... 41

(7)

vii Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

5.1 Kesimpulan... 46

5.2 Saran ... 46

(8)

viii Universitas Indonesia

Lampiran 1. Struktur Organisasi Perseroan ... 49 Lampiran 2. Struktur Organisasi Grup Kalbe ... 50 Lampiran 3. Struktur Organisasi PT. Millenia Dharma Insani ... 51

(9)

1 Universitas Indonesia BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan masyarakat adalah salah satu modal pokok dalam rangka pertumbuhan dan kehidupan bangsa serta berperan penting dalam pembangunan nasional. Kesehatan merupakan suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual dan sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara optimal, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan. Untuk mencapai tujuan kesehatan tersebut, diperlukan pemanfaatan sumber daya kesehatan yang optimal, satu diantaranya adalah sarana kesehatan, yaitu tempat diselenggarakannya upaya kesehatan tersebut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009b).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002, apotek adalah suatu tempat tertentu dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasian di Apotek tidak hanya meliputi pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran obat, tetapi juga termasuk pengendalian mutu dan pengamanan sediaan farmasi, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat hingga pemberian pelayanan informasi obat kepada masyarakat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002).

Apoteker merupakan orang yang bertanggung jawab penuh terhadap seluruh kegiatan yang berlangsung di apotek. Seorang apoteker diharapkan mampu menguasai segala kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan teknis farmasi dan non teknis farmasi, yang meliputi kegiatan perencanaan persediaan, pelayanan, pemberian informasi mengenai obat yang diberikan dan segala macam kegiatan administrasi yang dilakukan di apotek (Hartono, 1998). Oleh karena itu, seorang apoteker harus mempunyai kemampuan manajemen untuk pengelolaan

(10)

Universitas Indonesia

apotek yang dikelolanya sehingga dapat mendapatkan keuntungan bagi apotek tersebut. Selain itu, apoteker juga harus memiliki keterampilan berkomunikasi dalam menyampaikan informasi obat kepada pelanggan tentang dosis, cara pemakaian, waktu penggunaan, dan lainnya.

Mengingat pentingnya peran seorang apoteker dalam penyelenggaraan kegiatan kefarmasian di apotek, maka calon apoteker perlu dibekali pengetahuan dan pemahaman dalam penerapan peran profesinya di apotek. Dengan demikian, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia telah bekerja sama dengan Apotek Mitrasana dalam menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang berlangsung selama 6 minggu. PKPA tersebut dilaksanakan pada periode 1 April – 4 Mei 2013. Dengan adanya latihan praktek kerja profesi apoteker ini, diharapkan calon apoteker dapat memahami serta menghayati peran dan tanggung jawab seorang apoteker di apotek, selain itu juga dapat menambah pengetahuan serta meningkatkan keterampilan dalam pekerjaan kefarmasiannya.

1.2 Tujuan

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Mitrasana yang diselenggarakan oleh Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bertujuan untuk: 1.2.1 Memahami tugas dan fungsi apoteker pengelola apotek (APA) di apotek. 1.2.2 Memahami kegiatan di apotek baik secara teknis kefarmasian maupun non

(11)

3 Universitas Indonesia BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Apotek

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dalam ketentuan umum, dijelaskan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009b). Sementara berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002).

Pekerjaan Kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 adalah pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. Dalam pengelolaannya, apotek harus dikelola oleh Apoteker, yang telah mengucapkan sumpah jabatan dan telah memperoleh Surat Izin Apotek (SIA) dari Dinas Kesehatan setempat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009b). 2.2 Landasan Hukum Apotek

Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam:

1. Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. 3. Undang-undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. 4. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.

(12)

Universitas Indonesia

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotek

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 695/MENKES/PER/2007 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 184/MENKES/PER/II/1995 tahun tentang penyempurnaan pelaksanaan masa bakti dan izin kerja apoteker.

7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

2.3 Tugas dan Fungsi Apotek

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek adalah:

a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker

b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.

c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata.

2.4 Tata Cara Pendirian Apotek

Apotek agar dapat melakukan pelayanan kefarmasian harus memiliki izin yang berupa Surat Izin Apotek (SIA). Pengertian SIA adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk menyelenggarakan pelayanan apotek di suatu tempat tertentu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002).

(13)

Universitas Indonesia

Untuk mengajukan permohonan izin pendirian apotek perlu dipenuhi dua macam persyaratan, yaitu persyaratan APA dan persyaratan apotek. Persyaratan APA (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011) adalah sebagai berikut: a. Ijazahnya telah terdaftar di Kementerian Kesehatan.

b. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai seorang apoteker. c. Memiliki Surat Izin Kerja (SIK).

d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai seorang apoteker.

e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi APA di apotek lain.

Dengan adanya peraturan yang baru, persyaratan APA tidak lagi menggunakan SIK tetapi untuk menjadi APA harus memiliki STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker) dan SIPA (Surat Izin Praktek Apoteker). Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, maka ia dapat menunjuk Apoteker Pendamping, dan apabila APA dan Apoteker Pendamping berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukkan tersebut harus dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terusmenerus, SIA atas nama apoteker yang bersangkutan dapat dicabut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002).

Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh apotek menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/Menkes/Per/X/1993 adalah sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993b):

a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker, atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan, termasuk sediaan farmasi, dan perbekalan farmasi lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.

b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.

c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.

(14)

Universitas Indonesia

Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek adalah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004):

a. Lokasi dan Tempat

Lokasi usaha apotek pada umumnya adalah mudah diakses oleh masyarakat, dan lingkungannya aman. Hal lain yang perlu dipertimbangkan terkait dengan letak apotek adalah ada atau tidaknya apotek lain, kemudahan untuk memarkir kendaraan, jumlah penduduk, jumlah pelayanan kesehatan di sekitar apotek, dan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat.

b. Bangunan

Bangunan apotek harus memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan farmasi. Apotek harus mempunyai papan nama yang terbuat dari bahan yang memadai dan memuat nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek (APA), nomor SIA, dan alamat apotek. Luas bangunan apotek tidak dipermasalahkan, bangunan apotek terdiri dari ruang tunggu, ruang administrasi, ruang peracikan, ruang penyimpanan obat, dan toilet. Bangunan apotek harus dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, ventilasi, dan sistem sanitasi yang baik.

c. Perlengkapan Apotek

Perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan pengelolaan apotek. Perlengkapan yang harus tersedia di apotek adalah:

1. Alat pembuatan, pengolahan, dan peracikan, seperti timbangan, mortar, dan gelas ukur.

2. Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari obat dan lemari pendingin.

3. Wadah pengemas dan pembungkus seperti plastik pengemas dan kertas perkamen.

4. Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropik, dan bahan beracun.

5. Alat administrasi seperti blanko pesanan obat, faktur, kuitansi, kartu stok, dan salinan resep.

(15)

Universitas Indonesia

6. Buku standar yang diwajibkan antara lain Farmakope Indonesia edisi terbaru. 2.5 Tenaga Kerja Apotek

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.889/MENKES/PER/V/2011, tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

Apoteker adalah tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta keterampilan di bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga teknis kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009b). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/2002 terdapat beberapa definisi diantaranya:

a. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah memiliki Surat Izin Apotek.

b. Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping APA dan/atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. c. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan

perundang-undangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker yang berada di bawah pengawasan apoteker.

Selain itu, terdapat tenaga lainnya yang dapat mendukung kegiatan di apotek yaitu (Umar, 2011):

a. Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker.

b. Kasir adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat penerimaan, dan pengeluaran uang.

(16)

Universitas Indonesia

c. Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan, dan keuangan apotek.

2.6 Tata Cara Perizinan Apotek

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut:

a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir APT-1.

b. Dengan menggunakan formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apoteker melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM

selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan formulir APT-3.

d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud di dalam butir (b) dan (c), jika tidak dilaksanakan maka apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan menggunakan formulir APT-4.

e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud butir (c) atau pernyataan butir (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan formulir APT-5.

f. Dalam hal hasil pemeriksaan tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM sebagaimana dimaksud pada butir (c) jika masih belum memenuhi syarat, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan surat penundaan dengan menggunakan formulir APT-6.

(17)

Universitas Indonesia

g. Terhadap surat penundaan sebagaimana dimaksud dalam butir (f), apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat penundaan.

h. Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara apoteker dan pemilik sarana.

i. Pemilik sarana yang dimaksud tersebut harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan. j. Terhadap permohonan izin apotek dan APA atau lokasi tidak sesuai dengan

pemohon, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya dengan menggunakan formulir APT-7.

2.7 Pengelolaan Apotek

Seluruh kegiatan apoteker untuk melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan apotek disebut pengelolaan apotek. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/2002 pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002) :

a. Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, penyerahan obat atau bahan obat, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi yang meliputi pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter, tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat serta pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya, dan/atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya

b. Pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditas selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek.

(18)

Universitas Indonesia

2.7.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi 2.7.1.1 Perencanaan

Kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat merupakan kegiatan perencanaan. Dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi seperti obat-obat dan alat kesehatan perlu dilakukan pengumpulan data obat-obat yang akan dipesan. Data obat-obat tersebut biasanya ditulis dalam buku defekta yaitu jika barang habis atau persediaan menipis berdasarkan jumlah barang yang tersedia pada bulan-bulan sebelumnya.

Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan APA di dalam melaksanakan perencanaan pemesanan barang, yaitu memilih Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang memberikan keuntungan dari segala segi, misalnya harga yang ditawarkan murah, ketepatan waktu pengiriman, diskon dan bonus yang diberikan besar, jangka waktu kredit yang cukup, serta kemudahan dalam pengembalian obat-obat yang hampir kadaluwarsa. Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, maka dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu memperhatikan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) :

a. Pola penyakit, maksudnya adalah perlu memperhatikan dan mencermati pola penyakit yang timbul di sekitar masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang obat-obat untuk penyakit tersebut.

b. Tingkat perekonomian masyarakat di sekitar apotek juga akan mempengaruhi daya beli terhadap obat-obat.

c. Budaya masyarakat dimana pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan obat dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-obat khususnya obat-obat tanpa resep. Demikian juga dengan budaya masyarakat yang lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu memperhatikan obat-obat yang sering diresepkan oleh dokter tersebut.

2.7.1.2 Pengadaan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 918/Menkes/Per/X/1993 tentang PBF, menyebutkan bahwa pabrik dapat menyalurkan produksinya langsung ke PBF, apotek, toko obat, apotek rumah

(19)

Universitas Indonesia

sakit, dan sarana kesehatan lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993a). Pengadaan barang di apotek meliputi pemesanan dan pembelian. Pembelian barang dapat dilakukan secara langsung ke produsen atau melalui PBF. Proses pengadaan barang dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:

a. Tahap persiapan, dilakukan dengan cara mengumpulkan data barang-barang yang akan dipesan dari buku defekta.

b. Pemesanan dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan (SP). SP minimal dibuat 2 lembar (untuk pemasok dan arsip apotek) dan ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIPA.

Pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara antara lain (Anif, 2001):

a. Pembelian dalam jumlah terbatas yaitu pembelian dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam waktu pendek, misalnya satu minggu. Pembelian ini dilakukan bila modal terbatas dan PBF berada dalam jarak tidak jauh dari apotek, misalnya satu kota dan selalu siap untuk segera mengirimkan obat yang dipesan.

b. Pembelian berencana dimana metode ini erat hubungannya dengan pengendalian persediaan barang. Pengawasan stok obat atau barang dagangan penting sekali, untuk mengetahui obat yang fast moving atau slow moving, hal ini dapat dilihat pada kartu stok. Selanjutnya, dilakukan perencanaan pembelian sesuai dengan kebutuhan.

c. Pembelian secara spekulasi merupakan pembelian dilakukan dalam jumlah yang lebih besar dari kebutuhan, dengan harapan akan ada kenaikan harga dalam waktu dekat atau karena ada diskon atau bonus. Pola ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu jika diperkirakan akan terjadi peningkatan permintaan.

Meskipun apabila spekulasinya benar akan mendapat keuntungan besar, tetapi cara ini mengandung resiko obat akan rusak atau kadaluwarsa.

2.7.1.3 Penyimpanan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004)

Tata cara penyimpanan obat sebaiknya digolongkan berdasarkan bentuk sediaan, seperti sediaan padat dipisahkan dari sediaan cair atau setengah padat. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari zat-zat yang bersifat higroskopis. Serum, vaksin dan obat-obat yang mudah rusak atau meleleh pada suhu kamar

(20)

Universitas Indonesia

disimpan dalam lemari pendingin. Penyusunan obat dapat dilakukan secara alfabetis untuk mempermudah dan mempercepat pengambilan obat saat diperlukan. Pengeluaran barang di apotek sebaiknya menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), sehingga obat-obat yang mempunyai waktu kadaluwarsa lebih singkat disimpan paling depan dan memungkinkan diambil terlebih dahulu.

2.7.2 Pengelolaan Keuangan

Laporan keuangan yang biasa dibuat di apotek adalah (Umar, 2011): 2.7.2.1 Laporan Rugi-Laba

Laporan yang menyajikan informasi tentang pendapatan, biaya, laba atau rugi yang diperoleh perusahaan selama periode tertentu dikenal sebagai laporan rugi-laba. Laporan ini biasanya berisi hasil penjualan, HPP (Harga Pokok Penjualan), laba kotor, biaya operasional, laba bersih usaha, laba bersih sebelum pajak, laba bersih setelah pajak, pendapatan non usaha dan pajak.

2.7.2.2 Neraca

Laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu unit usaha pada waktu tertentu disebut neraca . Keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan jumlah harta yang dimiliki yang disebut aktiva dan jumlah kewajiban yang disebut pasiva. atau dengan kata lain aktiva adalah investasi di dalam perusahaan dan pasiva merupakan sumber-sumber yang digunakan untuk investasi tersebut. Oleh karena itu, dapat dilihat dalam neraca bahwa jumlah aktiva akan sama besar dengan pasiva. Aktiva dikelompokkan dalam aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva lancar berisi kas, surat-surat berharga, piutang dan persediaan. Aktiva tetap dapat berupa gedung atau tanah, sedangkan pasiva dapat berupa hutang dan modal.

2.7.2.3 Laporan Utang-Piutang

Laporan utang adalah laporan yang berisi utang yang dimiliki apotek pada periode tertentu dalam satu tahun, sedangkan laporan piutang berisikan piutang yang ditimbulkan karena transaksi yang belum lunas dari pihak lain kepada pihak apotek.

2.7.3 Administrasi

(21)

Universitas Indonesia

a. Administrasi umum meliputi membuat agenda atau mengarsipkan surat masuk dan surat keluar, pembuatan laporan-laporan seperti laporan narkotika dan psikotropika, pelayanan resep dengan harganya, dan laporan pendapatan. b. Pembukuan meliputi pencatatan keluar dan masuknya uang disertai

bukti-bukti pengeluaran dan pemasukan.

c. Administrasi penjualan meliputi pencatatan pelayanan obat resep, obat bebas, dan pembayaran secara tunai atau kredit.

d. Administrasi pergudangan meliputi pencatatan penerimaan barang, masing-masing barang diberi kartu stok dan membuat defekta.

e. Administrasi pembelian meliputi pencatatan pembelian harian secara tunai atau kredit dan asal pembelian, mengumpulkan faktur secara teratur. Selain itu dicatat kepada siapa berhutang dan masing-masing dihitung besarnya hutang apotek.

f. Administrasi piutang meliputi pencatatan penjualan kredit, pelunasan piutang dan penagihan sisa piutang.

g. Administrasi kepegawaian dilakukan dengan mengadakan absensi karyawan, mencatat kepangkatan, gaji dan pendapatan lainnya dari karyawan.

2.8 Pelayanan Apotek

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/Menkes/Per/X/1993, pelayanan apotek meliputi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993b):

a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab APA, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.

b. Apotek wajib menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan absah.

c. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat bermerek dagang, namun resep dengan obat bermerek dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat generik.

d. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat mengikuti ketentuan yang berlaku, dengan membuat berita acara. Pemusnahan

(22)

Universitas Indonesia

ini dilakukan dengan cara dibakar atau dengan ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Badan POM.

e. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat.

f. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat.

g. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep.

h. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker.

i. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 tahun.

j. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku.

k. Apoteker diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) tanpa resep.

2.8.1 Pelayanan Resep (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) 2.8.1.1 Skrining Resep

Apoteker melakukan kegiatan skrining resep yang meliputi:

a. Memeriksa kelengkapan persyaratan administrasi: nama dokter, nomor SIP, alamat dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, nama pasien, alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin pasien, berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas dan informasi lainnya.

b. Memeriksa kesesuaian farmasetik seperti bentuk sediaan, dosis, inkompatibilitas, stabilitas, cara dan lama pemberian.

(23)

Universitas Indonesia

c. Melakukan pertimbangan klinis seperti adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

2.8.1.2 Penyiapan Obat

Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Suatu prosedur tetap harus dibuat untuk melaksanakan peracikan obat, dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep harus dilakukan sebelum obat diserahkan kepada pasien. Penyerahan obat dilakukan oleh asisten apoteker atau apoteker disertai pemberian informasi obat atau konseling kepada pasien.

2.8.1.3 Informasi Obat

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, jangka waktu pengobatan, cara penyimpanan obat, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

2.8.1.4 Konseling

Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.

2.8.1.5 Monitoring Penggunaan Obat

Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya.

(24)

Universitas Indonesia

2.8.2 Pelayanan Swamedikasi

Pengobatan sendiri (swamedikasi) adalah tindakan mengobati diri sendiri dengan obat tanpa resep (golongan obat bebas dan bebas terbatas) yang dilakukan secara tepat guna dan bertanggung jawab. Hal ini mengandung makna bahwa walaupun oleh dan untuk diri sendiri, pengobatan sendiri harus dilakukan secara rasional. Tindakan pemilihan dan penggunaan produk yang bersangkutan sepenuhnya merupakan tanggung jawab para penggunanya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

Pemerintah juga turut berperan serta dalam meningkatkan upaya pengobatan sendiri dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 347/Menkes/SK/VII/ 1990 tentang Obat Wajib Apotek. Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1990). Kriteria obat yang diserahkan tanpa resep dokter, harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) :

a. Tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun, dan orang tua diatas 65 tahun.

b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko akan kelanjutan penyakit.

c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.

d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.

e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

Jenis obat wajib apotek didasarkan pada tiga surat keputusan menteri kesehatan yaitu:

a. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek No. 1 yang terdiri dari 7 kelas terapi yaitu, oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut dan tenggorokan, obat saluran napas, obat yang mempengaruhi sistem

(25)

Universitas Indonesia

neuromuskular, antiparasit, dan obat topical (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1990).

b. Keputusan Menkes Republik Indonesia No. 924/Menkes/PER/IX/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2 yang terdiri dari 34 jenis obat generik sebagai tambahan lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek No. 1. Daftar obat wajib apotek No. 2 tersebut terdiri dari, albendazol, basitrasin, karbinoksamin, klindamisin, deksametason, dekspantenol, diklofenak, diponium, fenoterol, flumetason, hidrokortison butirat, ibuprofen, isokonazol, ketokonazol, levamizol, metilprednisolon, niklosamid, noretisteron, omeprazol, oksikonazol, pipazetat, piratiasin kloroteofilin, pirenzepin, piroksikam, polimiksin B sulfat, prednisolon, skopolamin, silver sulfadiazin, sukralfat, sulfasalazin, tiokonazol, dan urea (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993c).

c. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3 yang terdiri dari 6 kelas terapi yaitu, saluran pencernaan dan metabolisme, obat kulit, antiinfeksi umum, sistem muskuloskeletal, sistem saluran pernafasan, dan organ-organ sensorik (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1999).

Penggunaan OWA perlu dicatat tetapi tidak perlu dilaporkan. Beberapa kewajiban apoteker dalam penyerahan obat wajib apotek yaitu:

a. Memenuhi ketentuan dan batasan yang tercakup dalam tiap-tiap jenis obat wajib apotek tersebut.

b. Membuat catatan pasien dan obat yang telah diserahkan.

c. Memberikan informasi tentang obat, meliputi dosis, aturan pakai, efek samping dan informasi lain yang dianggap perlu.

2.8.3 Promosi dan Edukasi

Apoteker harus memberikan edukasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan, dengan memilihkan obat yang sesuai. Apoteker juga harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu

(26)

Universitas Indonesia

diseminasi informasi antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster, penyuluhan dan lain-lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). 2.8.4 . Pelayanan Residensial (Home Care)

Apoteker sebagai pemberi pelayanan (care giver) diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lanjut usia (lansia) dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

2.9 Penggolongan Obat

Pemerintah menetapkan beberapa peraturan mengenai “Tanda” untuk membedakan jenis-jenis obat yang beredar di wilayah Republik Indonesia agar pengelolaan obat menjadi mudah. Beberapa peraturan tersebut antara lain yaitu : a. Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. b. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2380/A/SK/VI/83

tentang Tanda Khusus Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas.

c. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2396/A/SK/VIII/86 tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G.

d. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 347/Menkes/SK/VIII/90 tentang Obat Wajib Apotek.

e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 688/Menkes/Per/VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika.

Berdasarkan keamanannya, maka obat dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu (Umar, 2011; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1997): 2.9.1 Obat Bebas (Golongan B)

Obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter dikenal sebagai obat bebas. Tanda obat ini berupa lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam. Contoh : Parasetamol, Panadol

(27)

Universitas Indonesia

2.9.2 Obat Bebas Terbatas (Golongan W)

Obat dengan peringatan yang dapat diperoleh tanpa resep dokter disebut obat bebas terbatas. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam.

Gambar 2. 2 Penandaan Obat Bebas Terbatas

Contoh dari obat bebas terbatas yaitu, obat penghilang rasa sakit dan penurun panas, obat batuk, obat influenza, obat tetes mata untuk iritasi ringan, dan obat-obat antiseptik. Obat golongan ini termasuk obat keras namun dapat dibeli tanpa resep dokter.

Komposisi obat bebas terbatas merupakan obat keras sehingga dalam wadah atau kemasan perlu dicantumkan tanda peringatan (P1 – P6). Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (disesuaikan dengan warna kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya dengan huruf berwarna putih.

Tanda-tanda peringatan ini sesuai dengan golongan obatnya yaitu: a. P. No. 1: Awas! Obat keras. Baca aturan memakainya. Contoh: Sanaflu®. b. P. No. 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk dikumur, jangan ditelan. Contoh:

Betadine® Gargle.

c. P. No. 3: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan. Contoh: Canesten®.

d. P. No. 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.

e. P. No. 5: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan. Contoh: Dulcolax® Suppositoria.

f. P. No. 6: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh: Anusol® Suppositoria.

(28)

Universitas Indonesia Gambar 2. 3 Tanda Peringatan pada Obat Bebas Terbatas

Perbedaan obat antara daftar obat B dan daftar obat G adalah obat pada daftar obat B dapat diperoleh tanpa resep dokter asal memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a. Obat-obat dengan daftar obat B hanya boleh dijual dalam kemasan asli pabrik pembuatnya.

b. Waktu penyerahan obat-obat tersebut pada wadahnya harus ada tanda peringatan berupa etiket khusus yang tercetak sesuai dengan ketentuan kementerian kesehatan seperti yang diuraikan diatas.

2.9.3 Obat Keras (Golongan G)

Definisi obat keras adalah obat-obat yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan, mendesinfeksi, dan lain-lain pada tubuh manusia, baik dalam bungkusan atau tidak yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Tanda khusus obat keras yaitu lingkaran merah dengan garis tepi hitam dan huruf K di dalamnya yang menyentuh garis tepi yang ditulis pada etiket dan bungkus luar.

Gambar 2. 4 Penandaan Obat Keras

Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter dan dapat diulang tanpa resep baru bila dokter menyatakan pada resepnya “boleh diulang“. Obat-obat golongan ini antara lain antibiotika, obat jantung, hormon, obat diabetes, beberapa obat ulkus lambung, dan semua obat suntik. Salah satu obat keras yaitu psikotropika. Menurut UU No.5 Tahun 1997 definisi psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang

(29)

Universitas Indonesia

berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Penggolongan dari psikotropika adalah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1997):

a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: etisiklidina, tenosiklidina, dan metilendioksi metilamfetamin (MDMA).

b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amfetamin, deksamfetamin, metamfetamin, dan fensiklidin.

c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amobarbital, pentabarbital, dan siklobarbital.

d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: diazepam, estazolam, etilamfetamin, alprazolam.

2.9.4 Narkotika

Pengertian narkotika menurut UU No. 35 Tahun 2009 adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009c). Obat narkotika ditandai dengan simbol palang medali atau palang swastika.

(30)

Universitas Indonesia

Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009c):

a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: kokain, opium, heroin, dan ganja.

b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: fentanil, metadon, morfin, dan petidin

c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh: kodein, norkodeina, dan etilmorfina.

2.10 Pengelolaan Obat Non Narkotika-Psikotropika 2.10.1 Pemesanan Obat Non Narkotika-Psikotropika

Petugas pembelian menyiapkan surat pesanan berdasarkan daftar permintaan barang apotek. Petugas memilih supplier yang dapat memberikan harga relatif lebih murah dibandingkan dengan supplier lainnya. Petugas mengirimkan SP yang telah disetujui oleh APA ke supplier melalui telpon, fax, atau diambil sendiri oleh salesman supplier.

2.10.2 Penyimpanan Obat Non Narkotika-Psikotropika

Berbeda dengan obat narkotika dan psikotropika, penyimpanan obat ini tidak memliki peraturan yang baku. Cara menyimpan obat ini dapat disesuaikan dengan sifat bahan obat, kelembaban, dan bahan wadah. Selain hal tersebut, penyimpanan dapat diefisienkan dengan menggunakan lemari yang dibuat seperti sarang tawon dan memperhatikan estetika.

2.11 Pengelolaan Narkotika

Narkotika merupakan bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang

(31)

Universitas Indonesia

ketat dan seksama. Pengendalian dan pengawasan narkotika di Indonesia merupakan wewenang Badan POM. Untuk mempermudah pengendalian dan pengawasan narkotika maka pemerintah Indonesia hanya memberikan izin kepada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. untuk mengimpor bahan baku, memproduksi sediaan, dan mendistribusikan narkotika di seluruh Indonesia. Hal tersebut dilakukan mengingat narkotika adalah bahan berbahaya yang penggunaannya dapat disalahgunakan. Secara garis besar pengelolaan narkotika meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan, pelaporan dan pemusnahan (Umar, 2011). 2.11.1 Pemesanan Narkotika

Untuk memudahkan pengawasan maka apotek hanya dapat memesan narkotika ke PBF PT. Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP), yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIK dan SIA. Surat pesanan dibuat rangkap 4 serta satu SP untuk satu jenis narkotika (Umar, 2011).

2.11.2 Penyimpanan Narkotika

Apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika dan harus dikunci dengan baik. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Departemen Kesehatan RI, 1978):

a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. b. Harus mempunyai kunci yang kuat.

c. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta persediaan narkotika sedangkan bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika yang dipakai sehari-hari.

d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40×80×100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat melekat pada tembok atau lantai.

e. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.

f. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang dikuasakan. g. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh

(32)

Universitas Indonesia

2.11.3 Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika

Hal yang harus diperhatikan dalam pelayanan resep yang mengandung narkotika antara lain :

a. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan atau ilmu pengetahuan.

b. Narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter.

c. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep dokter.

d. Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.

e. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli.

f. Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep yang mengandung narkotika.

2.11.4 Pelaporan Narkotika

Apotek berkewajiban membuat dan mengirimkan laporan mutasi narkotika berdasarkan penerimaan dan pengeluarannya sebelum tanggal 10 setiap bulan. Laporan narkotika ditandatangani oleh APA, dibuat rangkap empat, ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota setempat dengan tembusan kepada kepala Balai Besar POM setempat dan arsip apotek.

2.11.5 Pemusnahan Narkotika

APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan. Apoteker Pengelola Apotek dan dokter yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan narkotika yang sekurang-kurangnya memuat:

a. Nama, jenis, sifat, dan jumlah narkotik yang dimusnahkan.

b. Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukan pemusnahan.

(33)

Universitas Indonesia

c. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan pemusnahan.

d. Cara pemusnahan

Berita Acara Pemusnahan Narkotika dikirim kepada Dinas Kesehatan Kota setempat dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Balai Besar POM setempat, dan untuk arsip apotek. Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan dan pelaporan narkotika dapat dikenai sanksi administratif oleh Menteri Kesehatan yang berupa teguran, peringatan, denda administratif, penghentian sementara kegiatan atau pencabutan izin.

2.12 Pengelolaan Psikotropika

Ruang lingkup pengaturan psikotropika adalah segala hal yang berhubungan dengan psikotropika yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Tujuan pengaturan psikotropika yaitu:

a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.

b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika. c. Memberantas peredaran gelap psikotropika.

Secara garis besar pengelolaan psikotropika meliputi (Departemen Kesehatan, 1997):

2.12.1 Pemesanan Psikotropika

Kegiatan ini memerlukan surat pesanan (SP), dimana satu SP bisa digunakan untuk beberapa jenis obat psikotropika. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pasien dengan resep dokter. Tata cara pemesanan adalah dengan menggunakan SP yang ditandatangani oleh APA dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIK dan SIA. Surat pesanan dibuat rangkap 2, serta satu SP untuk beberapa jenis obat psikotropika.

2.12.2 Penyimpanan Psikotropika

Kegiatan ini belum diatur oleh perundang-undangan karena kecenderungan penyalahgunaan psikotropika, maka disarankan untuk obat golongan psikotropika diletakkan tersendiri dalam suatu rak atau lemari khusus.

(34)

Universitas Indonesia

2.12.3 Pelaporan Psikotropika

Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan pemakaiannya setiap bulan. Laporan ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai Besar POM setempat dan 1 salinan untuk arsip apotek. 2.12.4 Pemusnahan Psikotropika

Pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan.

2.13 Pelanggaran Apotek

Sanksi yang diberikan bagi pemilik / pengelola apotek yang melanggar peraturan perundang-undangan dapat berupa sanksi administratif (mencakup peringatan, penghentian sementara kegiatan hingga pencabutan izin). Tingkat sanksi yang diberikan tergantung kepada tingkat keseriusan pelanggaran yang dilakukan oleh sarana tersebut (Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, 2002; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002).

Tahap pemberian sanksi tersebut adalah sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002) :

a. Peringatan secara tertulis kepada Pengelola / Pemilik Sarana Apotek sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan. b. Pembekuan izin usaha Sarana Apotek dapat untuk jangka waktu 1 bulan, 2

bulan, 3 bulan, 4 bulan, dan selama-lamanya 6 bulan. Penetapan Pembekuan Izin Apotek. Keputusan pencabutan SIA disampaikan langsung oleh kepala Dinas Kesehatan dengan tembusan kepada kepala Badan POM dan Balai POM setempat.

c. Pencabutan SIA (Surat Izin Apotek)

Beberapa pelanggaran sarana apotek yang dapat dikenai sanksi peringatan tertulis adalah sebagai berikut (Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, 2002) :

(35)

Universitas Indonesia

b. Kelengkapan apotek tidak lengkap.

c. Merubah denah apotek tanpa melapor ke Suku Dinas Kesehatan.

Untuk tindak pelanggaran yang lebih berat, maka sarana apotek akan dikenakan sanksi berupa peringatan keras bila (Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, 2002) :

a. Mengadakan obat dari sumber yang tidak resmi.

b. Bekerjasama dengan PBF / industri farmasi untuk menyalurkan obat keras kepada pihak lain yang tidak berhak.

c. Mengganti obat generik dengan obat merek dagang.

d. Tidak ada tenaga teknis farmasi (apoteker) pada jam buka apotek. e. Menjual obat generik di atas harga HET (harga eceran tertinggi). f. Mengganti obat generik dengan obat paten.

Sarana apotek akan dikenakan sanksi berupa penghentian kegiatan sementara jika melakukan pelanggaran berupa (Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, 2002):

a. Apotek tidak memiliki izin.

b. Menyalurkan obat yang tidak memiliki izin edar (tidak terdaftar), baik obat bebas, obat keras, psikotropika maupun narkotika.

c. Apotek pindah alamat tanpa izin.

d. PSA (Pemilik Sarana Apotek) melanggar undang – undang kefarmasian. e. Apotek dengan sengaja melakukan pengadaan dan pelayanan obat yang tidak

memenuhi persyaratan mutu.

2.14 Pencabutan Surat Izin Apotek (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002)

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dapat mencabut Surat Izin Apotek, apabila:

a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai APA.

b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian.

c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus menerus.

(36)

Universitas Indonesia

d. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Narkotika, Undang-Undang Psikotropika, Undang-Undang Kesehatan dan ketentuan perundang-undangan lainnya.

e. Surat Izin Kerja (SIK) APA tersebut dicabut.

f. Pemilik sarana apotek tersebut terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang obat.

g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek.

Sebelum pencabutan izin apotek dilakukan, terlebih dahulu Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002) :

a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut dengan waktu masing-masing dua bulan dengan menggunakan contoh formulir model APT-12.

b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya enam bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan di apotek dengan menggunakan contoh formulir model APT-13.

Pencabutan Surat Izin Apotek dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan mengeluarkan surat keputusan yang ditujukan kepada APA, menggunakan contoh formulir model APT-15, dengan tembusan yang disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi serta Kepala Balai POM setempat. Apabila surat izin apotek dicabut, APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi, yaitu dengan cara sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002): a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras

tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di apotek.

b. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci.

c. APA wajib melapor secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat atau petugas yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud di atas.

Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut telah memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan

(37)

Universitas Indonesia

menggunakan contoh formulir APT-14. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari tim pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

(38)

30 Universitas Indonesia BAB 3

TINJAUAN KHUSUS APOTEK MITRASANA

3.1 Waktu dan tempat pelaksanaan

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) apotek dilaksanakan di apotek dan kantor pusat Mitrasana yang beralamat di Jalan Boulevard Gading Timur Raya Kav 6. Apotek Mitrasana beroperasi dari hari Senin sampai dengan Minggu mulai pukul 07.00 sampai dengan 21.30 WIB, kecuali hari libur nasional. Pembagian tugas para karyawan dibagi berdasarkan waktu kerja (shift). Ada dua waktu kerja bagi karyawan yaitu:

1. Shift pagi yang dimulai dari pukul 07.00-14.30

2. Shift malam yang dimulai dari pukul 14.00-21.30 atau hingga praktek dokter selesai

Kegiatan PKPA berlangsung sejak tanggal 1 April – 4 Mei 2013 setiap hari Senin sampai dengan Jumat mulai pukul 08.00 sampai 16.30 WIB (selama di kantor pusat) dan pukul 07.00 sampai pukul 14.30 WIB (selama di apotek). 3.2 PT. Kalbe Farma, Tbk.

3.2.1 Sejarah dan profil perusahaan (Kalbe, 2010)

PT. Kalbe Farma, Tbk. (Kalbe), didirikan pada tahun 1966, tepatnya pada tanggal 10 September, oleh enam orang bersaudara yang dipimpin dr. Boenjamin Setiawan, Ph. D. (yang lebih dikenal sebagai dokter Boen) dan Fransiskus Bing Aryanto dengan tekad membantu manusia Indonesia meningkatkan kesadaran akan kesehatan dan kesejahteraan mereka. PT. Kalbe Farma, Tbk., berawal dari sebuah bisnis farmasi yang beroperasi di sebuah garasi rumah yang berlokasi di daerah Tanjung Priok, Jakarta Utara. Visi yang tajam, jiwa wirausaha yang tinggi, serta kerja keras para pendiri dan seluruh karyawan telah menyebabkan Kalbe terus berkembang dan menjadi perusahaan yang sukses. Saat ini, setelah lebih dari 40 tahun beroperasi, PT. Kalbe Farma, Tbk., diakui pada tingkat regional sebagai perusahaan farmasi terbesar se-Asia Tenggara.

Meskipun telah beroperasi selama lebih dari 40 tahun, Kalbe masih memiliki banyak tujuan yang ingin dicapai. Pengembangan usaha telah gencar

(39)

Universitas Indonesia

dilakukan melalui akuisisi strategis terhadap perusahaan farmasi lain, membangun merek produk yang unggul dan menjangkau pasar internasional, dalam rangka transformasi Kalbe menjadi perusahaan produk kesehatan serta nutrisi yang terintegrasi dengan daya inovasi, strategi pemasaran, pengembangan merek, distribusi, kekuatan keuangan, keahlian riset dan pengembangan serta produksi yang sulit ditandingi dalam mewujudkan misinya untuk meningkatkan kesehatan untuk kehidupan yang lebih baik.

Grup Kalbe telah menangani portofolio merek yang handal dan beragam untuk produk obat resep, obat bebas, minuman energi dan nutrisi, yang dilengkapi dengan kekuatan bisnis usaha kemasan dan distribusi yang menjangkau lebih dari satu juta outlet. Kalbe telah berhasil memposisikan merek-mereknya sebagai pemimpin di dalam masing-masing kategori terapi dan segmen industri, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di berbagai pasar internasional, dengan produk-produk kesehatan dan obat-obatan yang telah senantiasa menjadi andalan keluarga seperti Promag®, Mixagrip®, Woods®, Komix®, Prenagen® dan Extra Joss®.

Pembinaan dan pengembangan aliansi dengan mitra kerja internasional telah mendorong pengembangan usaha Kalbe di pasar internasional. Pada akhir tahun 2005, pangsa pasar internasional Kalbe telah meluas hingga Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, Myanmar, Sri Lanka, dan Afrika Selatan. Kerja sama internasional juga dimanfaatkan untuk berpartisipasi dalam proyek-proyek riset dan pengembangan yang canggih, serta memberi kontribusi dalam penemuan terbaru di dalam bidang kesehatan dan farmasi, termasuk riset sel punca.

Pelaksanaan konsolidasi Grup pada tahun 2005 telah memperkuat kemampuan produksi, pemasaran dan keuangan Perseroan sehingga meningkatkan kapabilitas dalam rangka memperluas usaha Kalbe, baik di tingkat nasional maupun internasional. Saat ini, sebagai salah satu perusahaan farmasi terbesar di Asia Tenggara, Kalbe memiliki saham yang telah tercatat di bursa efek dengan nilai kapitalisasi pasar di atas US$ 1 miliar dan penjualan melebihi Rp 7 triliun. Posisi kas yang sangat baik saat ini juga memberikan fleksibilitas yang luas dalam pengembangan usaha Kalbe di masa mendatang. Dengan dukungan finansial yang kuat dan sumber daya yang berkualitas, Kalbe akan terus berinovasi dan berkembang untuk mencapai cita-cita perusahaan, menjadi

(40)

Universitas Indonesia

pemimpin dalam sektor bisnis farmasi di Indonesia, serta mempersiapkan diri menghadapi tantangan global.

3.2.2 Nama dan logo

Logo Kalbe menggunakan double helix DNA yang melambangkan komitmen dalam mengabdikan ilmu untuk kesehatan dan kesejahteraan. Warna hijau sebagai warna dasar digunakan untuk melambangkan kehidupan, pertumbuhan, dan inovasi. Pada bulan Maret 2007, Kalbe memperkenalkan logo baru dan pada logo baru tersebut, Kalbe tetap mempertahankan simbol double

helix DNA tetapi penggambarannya diperbaharui sebagai wujud dua manusia. Hal

ini menunjukkan bahwa Kalbe yang baru lebih dinamis, siap menghadapi hal-hal baru, serta mempertegas fokus Kalbe kepada masyarakat, kepedulian, dan rasa berbagi. Adapun logo Kalbe dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3. 1 Logo Kalbe 3.2.3 Visi dan misi (Laporan Tahunan,2009)

3.2.3.1 Visi

Menjadi perusahaan yang dominan dalam bidang kesehatan di Indonesia dan memiliki eksistensi di pasar global dengan merek dagang yang kuat, didasarkan oleh manajemen, ilmu dan teknologi yang unggul.

3.2.3.2 Misi

Meningkatkan kesehatan untuk kehidupan yang lebih baik. 3.2.4 Motto

“The Scientific Pursuit of Health for a Better Life” atau penelusuran ilmiah terhadap dunia kesehatan untuk kehidupan yang lebih baik.

3.2.5 Core value (nilai inti)

Core Value atau nilai inti yang dianut oleh PT. Kalbe Farma, Tbk. Antara

lain:

1. Memberikan Pelayanan Terbaik kepada Pelanggan. 2. Gigih untuk Mencapai yang Terbaik.

(41)

Universitas Indonesia

4. Inovasi. 5. Lincah. 6. Integritas.

3.2.6 Struktur organisasi perseroan

Bagan struktur organisasi perseroan dapat dilihat pada Lampiran 1. 3.2.7 Struktur organisasi grup kalbe

Bagan struktur organisasi Grup Kalbe dapat dilihat pada Lampiran 2. 3.3 PT. Millenia Dharma Insani

3.3.1 Pendahuluan

PT. Millenia Dharma Insani merupakan anak perusahaan dari Grup Kalbe yang memiliki fokus usaha pada bisnis jaringan apotek, healthmart, praktek dokter, dan laboratorium. Bagan struktur organisasi PT. Millenia Dharma Insani sebagai anak perusahaan Grup Kalbe dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.3.2 Tugas dan fungsi

Berdasarkan struktur organisasi PT. Millenia Dharma Insani, terdapat tujuh bagian utama yang saling mendukung dengan tugas dan tanggung jawab yang berbeda. Tujuh bagian utama tersebut beserta tugas dan fungsinya, antara lain: 3.3.2.1 Operasional

Tugas pokok manajer operasional adalah mengelola seluruh kegiatan operasional gerai, yang meliputi:

1. Pendapatan dan laba (revenue and profit). 2. Penanganan aset (asset handling).

3. Penanganan persediaan (inventory handling).

4. Penanganan sumber daya manusia (people handling).

5. Menaungi beberapa manajer area, dan setiap manajer area membawahi store

manager yang bertanggung jawab langsung terhadap kegiatan operasional

gerai. Manajer operasional juga dibantu oleh Koordinator Pelayanan Medis yang bertugas mengawasi kualitas pelayanan di seluruh gerai Mitrasana, memberi pelatihan pelayanan medis, serta pencarian dan penerimaan staf medis.

Gambar

Gambar 2. 1 Penandaan Obat Bebas
Gambar 2. 2  Penandaan Obat Bebas Terbatas
Gambar 2. 3 Tanda Peringatan pada Obat Bebas Terbatas
Gambar 2. 5  Penandaan Obat Narkotika
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kurkumin yang terdapat dalam OHT cair merk “Kiranti ® ” dapat dipisahkan dari berbagai senyawa lainnya dengan metode KLT-Densitometri dengan menggunakan jenis dan perbandingan

Sehingga input peserta didik berasal dari anak-anak cerdas yang sudah berkemampuan membaca al-Qur’an secara tartil serta menguasai hafalan Juz’amma (Juz 30). Program

Dari pernyataan Underwood (2002) dapat diartikan bahwa perlakuan kain katun berwarna merah akan menyerap energi cahaya yang banyak sehingga bobot buah segar

Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang berjudul : “ TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI PADA REMAJA PUTRI Di Sekolah Menengah Kejuruan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun ceremai berpengaruh secara nyata terhadap mortalitas larva Aedes aegypti, baik pada 24, 48 maupun 72 jam

Secara terperinci akan dibahas mengenai definisi dan komponen dalam pembuatan rencana penelitian, prinsip dan cara penyusunan rencana penelitian yang meliputi

Hasil penelitian koleksi anggrek yang terkumpul dari pulau Wawonii dengan didukung hasil penelusuran pustaka tentang anggrek Sulawesi (Schlechter, 1911; Smith, 1929; dan Thomas