175
Luas dan Volume Limas
SULISTIAWATI1),DIDI SURYADI2),SITI FATIMAH3) STKIP Surya1)
Abstract. The background of this research is the ability of reasoning and strategic com-petence of students in the school who have not been able to develop properly as a result of a lack of understanding by students in mathematics. More spe-cifically, students are still experiencing difficulties in learning the mate-rial geometry. This study aims to determine how the difficulties of learning (learning obstacle) students related mathematical reasoning to the material area and volume of the pyramid and to determine whether the increased ability of the mathematical reasoning students learn using the design of didactic (di-dactical design) developed better than students who received learning conven-tional. This research method is quantitative research with this type of quasi-experimental design non-equivalent control group. The treatments were learning by using mathematical reasoning didactic design developed based on the analy-sis of learning difficulties. The study population was all students in grade VIII SMP Negeri 29 Bandung. The study sample consisted of two classes of eighth grade I (30 students) as the control class and class VIII J (30 stu-dents) as an experimental class. Instruments in this research is mathematical reasoning ability test instruments and observation sheet activities of teach-ers and students in learning. The data analysis using t-test to determine dif-ferences in the average grade control and the experimental class. It is also used to test the gain normalized (N-gain) to determine the magnitude of the increase. The results showed that students still have difficulty in mathemati-cal reasoning ability on materu area and volume of a pyramid with an average of 76.87%. In addition, mathematical reasoning skills students experimental group was significantly better than the control class. Obtaining an average score of 0.55 for the gain normalized experimental class with category and class control of 0.36 with the medium category.
Keywords: mathematical reasoning, didactic design, learning difficulties, ex-tensive pyramid, the pyramid volume Email : sulistiawati@stkipsurya.ac.id1)
Abstrak. Latar belakang dari penelitian ini adalah adanya kemampuan penalaran dan kompetensi strategis siswa di
sekolah yang belum dapat berkembang sebagaimana mestinya sebagai dampak dari rendahnya pemahaman siswa dalam matematika. Secara lebih khusus, siswa masih mengalami kesulitan dalam pembelajaran materi geometri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kesulitan belajar (learning obstacle) siswa terkait penalaran matematis pada materi luas dan volume limas dan untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar dengan menggunakan desain didaktis (didactical design) yang dikembangkan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Metode penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan jenis kuasi eksperimen berdesain kelompok kontrol non-ekuivalen. Perlakuan yang diberikan adalah pembelajaran dengan menggunakan desain didaktis penalaran matematis yang dikembangkan berdasarkan analisis kesulitan belajar. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 29 Bandung. Sampel penelitian terdiri dari dua kelas yaitu kelas VIII I (30 siswa) sebagai kelas kontrol dan kelas VIII J (30 siswa) sebagai kelas eksperimen. Instrumen dalam penelitian ini adalah instrumen tes kemampuan penalaran matematis dan lembar observasi aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran. Analisis data menggunakan uji-t untuk mengetahui perbedaan rata-rata kelas kontrol dan kelas eksperimen. Selain itu juga digunakan uji gain ternormalisasi (N-gain) untuk mengetahui besarnya peningkatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa masih memiliki kesulitan dalam kemampuan penalaran matematis pada materu luas dan volume limas dengan rata-rata sebesar 76,87%. Disamping itu, kemampuan penalaran matematis siswa kelas eksperimen secara signifikan lebih baik daripada kelas kontrol. Perolehan rata-rata skor gain ternormalisasi sebesar 0,55 untuk kelas eksperimen dengan kategori sedang dan kelas kontrol sebesar 0,36 dengan kategori sedang. Kata Kunci: penalaran matematis, desain didaktis, kesulitan belajar, luas limas, volume limas
A. PENDAHULUAN Dalam Standar Isi (SI) kurikulum 2006
disebutkan bahwa tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa mampu memahami konsep matematika, menggunakan penalaran, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan (Wardhani, 2010). Dalam National Council
of Teachers of Mathematics/NCTM (2000) menetapkan
bahwa standar untuk matematika tingkat sekolah dari TK sampai SMA kelas XII meliputi bilangan dan operasi, aljabar, geometri, pengukuran, analisis data dan peluang, pemecahan masalah, penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi, dan representasi. Dari penjelasan tesebut, penalaran merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa dan perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika.
Sebuah fakta ditemukan bahwa kemampuan penalaran dan kompetensi strategis siswa di sekolah belum dapat berkembang sebagaimana mestinya sebagai dampak dari rendahnya pemahaman siswa dalam matematika. Fakta ini didukung oleh hasil survey IMSTEP-JICA (dalam Herman, 2007) bahwa pemahaman siswa dalam matematika di sekolah masih rendah yang salah satunya disebabkan oleh pembelajaran yang terlalu berkonsentrasi pada hal-hal mekanistik dan prosedural. Lebih lanjut, beberapa pembelajaran masih berpusat pada guru dan siswa banyak berlatih soal.
Dari studi awal yang dilakukan oleh peneliti kepada 35 siswa kelas IX E SMP Negeri 29 Bandung, 41siswa kelas XI IPA 2 SMA Negeri 1 Lembang, dan 49 mahasiswa STKIP Siliwanngi Bandung semester 6 diperoleh hasil bahwa para siswa dan mahasiswa masih kesulitan menyelesaikan soal terkait kemampuan penalaran matematis. Siswa dan mahasiswa memiliki kesulitan bernalar terkait materi luas dan volume limas. Rata-rata persentase kesulitan yang dialami oleh siswa SMP sebesar 85,71%, siswa SMA 63,25%, dan mahasiswa PT sebesar 79,32%. Hal ini menunjukkan bahwa kesulitan siswa dalam menggunakan kemampuan penalaran matematis masih besar.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa metode mengajar yang digunakan oleh guru secara umum cenderung guru yang lebih aktif dan siswa pasif menerima informasi yang disampaikan oleh guru. Hal ini sejalan Sutiarso (2000) yang menyatakan bahwa kenyataan di lapangan justru menunjukkan siswa pasif dalam proses pembelajaran, dan siswa pada umumnya hanya menerima transfer pengetahuan dari guru. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Sumarmo (dalam Rofingatun, 2006) bahwa proses pembelajaran pada umumnya kurang melibatkan aktivitas siswa secara optimal sehingga siswa jarang aktif dalam pembelajaran.
Hasil penelitian dari beberapa peneliti menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam
pembelajaran geometri dan menunjukkan kinerja yang buruk. Menurut Usiskin (Halat, 2008) menyatakan bahwa banyak siswa yang gagal dalam memahami konsep-konsep kunci dalam geometri, dan meninggalkan pelajaran geometri tanpa belajar terminologi dasar. Siswa sering salah mengidentifikasi gambar dalam pembelajaran geometri dan sulit dalam pembuktian suatu teorema pada bangun geometri (Burger dan Shaughnessy, 1986). Penjelasan-penjelasan tersebut didukung oleh hasil survey Programme for International Students Assesment (PISA) 2000/2001 (Suwaji, 2008) yang menunjukkan bahwa siswa lemah dalam geometri, khususnya dalam pemahaman ruang dan bentuk.
Kesulitan belajar (learning difficulties atau
learning disabilities) merupakan ketidakmampuan
dalam belajar (Depdiknas, 2007). Kesulitan-kesulitan yang dimiliki siswa harus didiagnosa agar ditemukan permasalahan yang dihadapi, terutama kesulitan siswa yang bersifat intelektual. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar yang dialami. Langkah selanjutnya adalah mempelajari faktor-faktor penyebab dan menentukan cara mengatasinya, baik secara pencegahan maupun penyembuhan. Misalnya, dengan menetapkan model pembelajaran tertentu atau mendesain bahan ajar dengan metode tertentu. Pengembangan bahan ajar atau desain didaktis dapat menjadi alternatif solusi untuk mengatasi kesulitan belajar siswa.
Pengembangan desain didaktis mempunyai peranan dalam belajar matematika dan pembelajaran matematika (Supriatna, 2011). Peranan tersebut sangat berpengaruh terhadap bagaimana mereka melakukan pembelajaran di kelas (Suryadi, 2010). Bahkan pengembangan teori-teori baru diharapkan mampu menjawab hambatan-hambatan pembelajaran, lintasan belajar siswa dan karakteristik siswa. Pengembangan desain didaktis perlu terus dilakukan baik oleh guru, maupun peneliti.
Desain didaktis yang dikembangkan dalam penelitian ini berdasarkan kesulitan belajar yang biasa dikenal dengan learning obstacle. Learning obstacle ada 3 jenis, yaitu ontogenical learning obstacle, didactical
learning obstacle dan epistemological learning obstacle
(Brousseau, 2002). Ontogenical learning obstacle adalah kesulitan belajar berdasarkan psikologis, dimana siswa mengalami kesulitan belajar karena faktor kesiapan mental, dalam hal ini cara berfikir siswa yang belum masuk karena faktor usia. Didactical learning obstacle adalah kesulitan belajar siswa terjadi karena kekeliruan penyajian, dalam hal ini bahan ajar yang digunakan siswa dalam belajar dapat menimbulkan miskonsepsi.
Epistemological learning obstacle adalah kesulitan
belajar siswa karena pemahaman siswa tentang sebuah konsep yang tidak lengkap, hanya dilihat dari
asal-usulnya saja.
Menurut Keraf (dalam Shadiq, 2004) penalaran diartikan sebagai proses berpikir yang menghubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju pada suatu kesimpulan. Menurut Shurter dan Pierce (Sumarmo, 1987) penalaran adalah proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Penalaran adalah proses berpikir yang dilakukan dengan suatu cara untuk menarik kesimpulan. Kesimpulan yang bersifat umum dapat ditarik dari kasus-kasus yang bersifat individual. Tetapi dapat pula sebaliknya, dari hal yang bersifat individal menjadi kasus yang bersifat umum (Suherman, 2003).
Daya nalar siswa dalam mata pelajaran matematika perlu ditumbuhkembangkan. Seperti yang dijelaskan dalam dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 206/C/ PP/2004 (Depdiknas, 2004), penalaran dan komunikasi merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam melakukan penalaran dan mengkomunikasikan gagasan matematika. Menurut dokumen di atas indikator yang menunjukkan adanya penalaran adalah:
1. menyajikan pernyataan secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram
2. mengajukan dugaan (conjectures) 3. melakukan manipulasi matematika
4. menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap beberapa solusi
5. menarik kesimpulan dari pernyataan 6. memeriksa kesahihan suatu argumen
7. menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi
Sedangkan menurut Sumarmo (Kusumah, 2008) indikator penalaran matematis meliputi: (1) menarik kesimpulan logis; (2) memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan; (3) memperkirakan jawaban dan proses solusi; (4) menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik; (5) menyusun dan menguji konjektur; (6) merumuskan lawan contoh; (7) mengikuti aturan referensi dan memeriksa validitas argumen; (8) menyusun argumen yang valid; dan (9) menyusun pembuktian langsung, tak langsung dan menggunakan induksi matematika.
Dalam penelitian ini, indikator penalaran matematis yang akan diukur meliputi: memperkirakan jawaban dan proses solusi; menganalisis pernyataan-pernyataan dan memberikan contoh yang dapat mendukung atau bertolak belakang; mempertimbangkan validitas dari argumen yang menggunakan berpikir
deduktif atau induktif; menggunakan data yang mendukung untuk menjelaskan mengapa cara yang digunakan serta jawaban adalah benar; dan memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan.
Penskoran terhadap kemampuan penalaran matematis digunakan rubrik penilaian kemampuan penalaran matematis yang dikembangkan oleh Thompson (2006):
Skor Kriteria
4 Jawaban secara substansi benar dan lengkap 3 Jawaban memuat satu kesalahan atau kelalaian yang signifikan
2 sebagian jawaban benar dengan satu atau lebih kesalahan atau kelalaian yang signifikan
1 Sebagian besar jawaban tidak lengkap tetapi paling tidak memuat satu argumen yang benar
0 Jawaban tidak benar berdasarkan proses atau argumen, atau tidak ada respon sama sekali Peneliti melakukan identifikasi terhadap kesulitan belajar siswa yang berkaitan dengan kesulitan pembelajaran matematika berkaitan dengan materi limas. Kesulitan belajar ini diidentifikasi berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti sebelum melakukan penelitian. Untuk itu, rumusan masalah dalam penelitian dalam penelitian ini adalah 1) bagaimanakah kesulitan belajar (learning obstacle) siswa terkait penalaran matematis pada materi luas dan volume limas?; dan 2) apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis pada siswa yang belajar menggunakan desain didaktis penalaran matematis yang dikembangkan pada materi luas dan volume limas lebih baik daripada siswa pada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. Hipotesis dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar menggunakan desain didaktis penalaran matematis yang dikembangkan pada materi luas dan volume limas lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.
B.METODE Desain Penelitian
Metode dalam penelitian ini termasuk metode kuantitatif yang berbentuk kuasi eksperimen dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan penalaran matematis siwa yang belajar menggunakan desain didaktis penalaran matematis materi luas dan volume limas yang diberikan.Variabel penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebasnya adalah desain didaktis bahan ajar penalaran matematis yang telah disusun dan direvisi. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan penalaran matematis.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dua kelompok yang memiliki kemampuan awal yang setara, dan kondisi kesetaraan kelompok-kelompok tersebut diketahi berdasarkan hasil pretes kedua kelas. Untuk meyakinkan bahwa kedua kelas setara dilakukan uji normalitas dilanjutkan dengan uji homogenitas. Kelas pertama sebagai kelas eksperimen mendapatkan pembelajaran yang menggunakan desain didaktis penalaran matematis yang telah direvisi dan kelas kedua sebagai kelas kontrol mendapatkan pembelajaran konvensional. Desain quasi eksperimen yang digunakan adalah desain kelompok kontrol non-ekuivalen (Ruseffendi, 2005), yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Keterangan:
O : pretest/posttest tentang penalaran matematis pada luas dan volume limas
X : perlakuan pembelajaran dengan desain didaktis penalaran matematis pada materi luas dan volume limas
Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 29 Bandung tahun ajaran 2011/2012. Sampel yang diambil sebanyak dua kelas yaitu kelas VIII I dan VIII J. Teknik pengambilan sampelnya adalah purposive sampling yaitu dengan memilih dua kelas dari sepuluh kelas yang ada. Pemilihan dua kelas ini merujuk pada desain penelitian yang terdiri dari kelas eksperimen dan kelas kontrol..
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari instrumen tes, desain didaktis, dan lembar observasi. Instrumen tes adalah soal tes penalaran
matematis materi luas dan volume limas. Instrumen tes kemampuan penalaran matematis pada penelitian ini berbentuk uraian yang terdiri dari 6 butir soal. Tes ini dilakukan bertujuan untuk melihat proses pengerjaan yang dilakukan siswa agar dapat diketahui sejauh mana siswa mampu bernalar. Dalam penyusunan tes kemampuan penalaran matematis, terlebih dahulu peneliti menyusun kisi-kisi soal yang dilanjutkan dengan menyusun soal beserta kunci jawaban. Soal yang sudah disusun kemudian diujicobakan dan hasilnya diuji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran.
Untuk uji validitas menggunakan rumus korelasi
Product Moment Pearson, sedangkan uji reliabilitas
dengan tes berbentuk uraian menggunakan rumus Alpha. Uji daya pembeda dalam penelitian ini dengan membagi
testee ke dalam dua kelompok, yaitu: kelompok
atas (the higher group); yaitu kelompok testee yang berkemampuan tinggi; dan kelompok bawah (the lower
group), yaitu kelompok testee yang berkemampuan
rendah. Kelompok kecil (kurang dari 100 orang) maka seluruh kelompok testee dibagi dua sama besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah. Untuk mengukur tingkat kesukaran menggunakan rumus yang digunakan untuk soal tipe uraian.
Instrumen desain didaktis atau bahan ajar disusun berdasarkan kesulitan belajar yang muncul dari tes diagnostik yang dilakukan. Desain didaktis yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain didaktis revisi. Desain didaktis revisi diperoleh dari analisis dari pengujicobaan desain didaktis yang masih didasarkan pada kesulitan belajar.
Analisis Data Kuantitatif
Untuk melihat terdapat atau tidaknya perbedaan kemampuan penalaran matematis antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol dilakukan uji beda rata-rata dengan uji Independent-Sample T Test. Hal ini dilakukan apabila data berdistribusi normal dan homogen. Apabila data tidak berdistribusi normal maka tidak perlu dilakukan uji homogenitas varians, sehingga uji hipotesisnya menggunakan uji statistik nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney U dikarenakan sampelnya bebas. Proses perhitungan ini menggunakan software SPSS.
Untuk melihat besarnya peningkatan sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan menggunakan rumus N-gain yang dikembangkan oleh Meltzer (2002) sebagai berikut:
Tabel 2. Desain Penelitian
Kelas Pretest Perlakuan Posttest
Eksperimen O X O Kontrol O O
pretes
skor
ideal
skor
pretes
skor
postes
skor
−
−
Gain Ternormalisasi/ N-gain (g) = ... (Meltzer, 2002)Selanjutnya indeks gain yang diperoleh diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi indeks
N-gain dari Hake (1999) sebagai berikut:
Tabel 3. Interpretasi Indeks N-gain Indeks N-gain Interpretasi
7
,
0
≥
g
Tinggi7
,
0
3
,
0
≤
g
<
Sedang3
,
0
<
g
RendahObservasi Guru dan Siswa
Observasi dilakukan sebanyak pertemuan pembelajaran yaitu tiga kali. Pengamatan di dalam kelas dilakukan sebaik mungkin dengan tidak mengganggu
jalannya proses pembelajaran. Hasil penilaian dilakukan pada setiap aspek kegiatan guru dan siswa berkaitan dengan keterlaksanaan pembelajaran menggunakan desain didaktis penalaran matematis pada materi luas dan volume limas dinyatakan dalam kategori penilaian, yaitu 1 (sangat tidak setuju), 2 (tidak setuju), 3 (setuju), dan 4 (sangat setuju). Persentase pada aktivitas ini dihitung dengan:
Keterangan:
P = persentase aktivitas
Q = skor pada aspek aktivitas
R = skor maksimum pada suatu aspek, yaitu 4
%
100
×
=
R
Q
P
C. HASIL PENELITIAN Penelitian bertujuan untuk mengetahui bagaimanakesulitan belajar (learning obstacle) siswa terkait penalaran matematis pada materi luas dan volume limas dan untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis pada siswa yang belajar menggunakan desain didaktis penalaran matematis yang dikembangka pada luas dan volume limas lebih baik dari pada siswa dengan pembelajaran konvensional. Desain didaktis yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain didaktis yang dikembangkan, diujicobakan, kemudian direvisi. Hasil desain didaktis revisi inilah yang dijadikan sebagai perlakuan pada kelas eksperimen. Pengembangan dan perevisian desain didaktis ini didasarkan pada kesulitan belajar siswa dalam kemampuan penalaran matematis terkait materi luas dan volume limas. Kesulitan belajar siswa ini diperoleh dengan menggunakan instrumen tes diagnostik yang dikembangkan berdasarkan indikator kemampuann penalaran matematis. Beberapa aspek yang diukur dapat dilihat pada tabel 4.
Aspek yang diukur tersebut diperoleh setelah peneliti melakukan uji coba instrumen tes penalarann matematis di SMP Assalam Bandung kelas IX A, dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang. Instrumen uji coba terdiri dari 7 butir soal yang sesuai dengan indikator penalaran matematis pada materi luas dan volume limas yang telah ditentukan. Setelah uji coba selesai dilakukan, kemudian dilakukan uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan uji daya pembeda untuk mengetahui soal mana yang dapat digunakan, harus diperbaiki, atau dibuang.
Dari analisis jawaban siswa pada uji coba yang telah dilakukan diperoleh bahwa: (i) 5 butir soal valid dan 2 butir soal tidak valid (soal no. 1 dan soal no.7), (ii) reliabilitas tinggi, (iii) tingkat kesukaran meliputi mudah, sedang, dan sukar, dan (iv) daya pembeda (no. soal 2 – 6
signifikan sedangkan no. soal 1 dan 7 tidak signifikan). Berdasarkan pertimbangan berkaitan indikator penalaran matematis yang digunakan, soal nomor 1 dibuang dan soal nomor 7 digunakan. Selanjutnya soal yang telah diperbaiki di uji cobakan kembali untuk uji coba terbatas. Uji coba terbatas di laksanakan di SMPK 1 BPK Penabur Bandung sebanyak 12 siswa dengan kelompok berkemampuan tinggi sebanyak 3 orang, berkemampuan sedang 6 orang, dan berkemampuan rendah sebanyak 3 orang.
Kesulitan Belajar pada Kemampuan Penalaran Matematis Terkait Luas dan Volume Limas
Instrumen yang telah diujicobakan terbatas selanjutnya digunakan sebagai instrumen dalam studi pendahuluan untuk mencari kesulitan belajar (learning
obstacle) dalam penalaran matematis terkait luas dan
volume limas. Responden yang diambil adalah siswa kelas IX E SMP Negeri 29 Bandung sebanyak 35 orang, siswa Kelas XI IPA2 SMA Negeri 1 Lembang sebanyak 41 orang dan mahasiswa STKIP Siliwangi Bandung semester 6 sebanyak 49 orang. Jawaban-jawaban dari responden selanjutnya diidentifikasi untuk mendapatkan data kesulitan belajar siswa berkaitan dengan kemampuan penalaran matematis pada materi luas dan volume limas. Identifikasi jawaban siswa ini mengacu pada rubrik jawaban yang memuat langkah-langkah penyelesaian berdasarkan level kemampuan penalaran siswa. Berdasarkan analisis hasil jawaban siswa ternyata siswa masih memiliki banyak kesulitan dalam penalaran matematis yang direpresentasikan dari indikator-inndikatornya. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini.
Indikator Penalaran Matematis Penalaran MatematisAspek
Persentase Kesulitan
(%) 1. Memperkirakan jawaban dan
proses solusi 1. Siswa dapat menduga volume air di dalam kubus yang di dalamnya dimasukkan piramida dengan ukuran tertentu. 85,71 2. Menganalisis
pernyataan-pernyataan dan memberikan penjelasan/alasan yang dapat mendukung atau bertolak belakang
2. Siswa dapat memeriksa jawaban atau pendapat atas pernyataan yang berkaitan dengan jaring-jaring limas. 3. Siswa dapat memeriksa pernyataan berkaitan dengan volume limas yang merupakan bagian dari limas yang lain.
20,41 93,88 3. Mempertimbangkan validitas
dari argumen yang menggunakan berpikir deduktif atau induktif
4. Siswa dapat merancang pola suatu masalah tertentu berdasarkan kondisi yang berkaitan dengan volume limas, kemudian dapat menunjukkan bukti kebenaran dari jawaban yang diberikan.
5. Siswa dapat menunjukkan bukti kebenaran/
ketidakbenaran tentang selisih volume limas sebelum dan sesudah mengalami perpanjangan, jika panjang rusuk alas mengalami perubahan.
82,99 78,23 4. Menggunakan data yang
mendukung untuk menjelaskan mengapa cara yang digunakan serta jawaban adalah benar; dan memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan.
6. Siswa dapat menyajikan alasan dari pernyataan tentang
kesamaan volume dari 3 buah limas yang diberikan. 100
Berdasarkan tabel di atas kesulitan paling sedikit tampak pada indikator menganalisis pernyataan-pernyataan dan memberikan penjelasan/alasan yang dapat mendukung atau bertolak belakang, yang mana siswa memeriksa jawaban atau pendapat atas pernyataan yang berkaitan dengan jaring-jaring limas. Sekitar 79,59% siswa dapat menyelesaikan soal ini dengan baik. Kesulitan paling banyak adalah kemampuan penalaran matematis terkait menggunakan data yang mendukung untuk menjelaskan mengapa cara yang digunakan serta jawaban adalah benar, dan memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan. Seluruh siswa tidak dapat menyelesaikan soal untuk menyajikan alasan dari pernyataan tentang kesamaan volume dari 3 buah limas. Kebanyakan siswa salah dalam menentukan langkah-langkah pengerjaan sehingga berakibat pada jawaban yang dihasilkan menjadi salah. Hal ini disebabkan responden kurang terbiasa mengerjakan soal-soal penalaran matematis, terlebih lagi untuk soal-soal bangun ruang seperti limas. Keseluruhan rata-rata kesulitan siswa terkait kemampuan penalaran matematis pada materi luas dan volume limas dengan persentase adalah sebesar 76,87%.
Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis pada Luas dan Volume Limas
Untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran matematis pada siswa yang belajar
menggunakan desain didaktis penalaran matematis luas dan volume limas dilakukan analisis statistik untuk data kuantitatif dari hasil pretes, postes, dan N-gain kedua kelas. Analisa data yang dilakukan adalah analisis deskripstif dan analisis inferensial. Analisa deskriptif memberikan gambaran tentang kemampuan siswa sebelum dan sesuadah perlakuan pembelajaran, sedangkan analisa inferensial dilakukan untuk menarik kesimpulan melalui ui kesamaan atau uji perbedaan dua rata-rata kemampuan dan peningkatan kemampuan siswa. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
software excel dan software SPSS 16.0 for windows
untuk pengujian hipotesis penelitian.
Hasil dari penelitian ini adalah data kuantitatif yang terdiri dari: (1) skor pretes kemampuan penalaran matematis kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, (2) skor pretes kemampuan penalaran matematis kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dan (3) Data observasi pembelajaran.
Kemampuan penalaran matematis siswa sebelum diberi perlakuan tercermin dari hasil pretes, dan kemampuan penalaran matematis siswa sesudah diberi perlakuan tercermin dari hasil postes. Untuk peningkatan kemampuan siswa diperoleh dari data N-gain. Berikut ini deskripsi kemampuan penalaran siswa sebelum dan sesudah perlakuan pebelajaran menggunakan desain didaktis:
1. Tes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Tabel 4. Indikator, Aspek Penalaran Matematis, dan Persentase Kesulitan
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa peneliti harus melihat hasil pretes, postes, dan gain yang dihitung.
a. Kemampuan Awal (Pretes) dan Kemampuan Akhir (Postes) Siswa
1) Statistik Deskriptif Skor Pretes dan Postes Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Tabel 5. Statistik Deskriptif Skor Pretes dan Postes Siswa Kemampuan
Penalaran Matematis
Skor Ideal
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
N Xmaks Xmin
X
S N Xmaks XminX
SPretes 24 30 9 0 4,53 2,25 30 8 2 5,43 1,99
Postes 24 30 19 9 15,3 2,89 30 19 3 11,93 4,11
Kemampuan awal dan akhir siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol meliputi skor maksimum (Xmaks) dan skor minimum (Xmin), skor rata-rata (
X
), dan standar deviasi (S). Untuk data lebih lengkap dapat dilihat pada tabel di bawah ini:Dari tabel di atas diketahui bahwa rata-rata kemampuan awal siswa dalam kemampuan penalaran matematis untuk kelas eksperimen dan kelas konrtrol tidak jauh berbeda. Berdasarkan skor rata-rata dan standar deviasi pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa penyebaran data pretes pada kedua kelas tidak jauh berbeda. Sedangkan untuk penyebaran data postes pada kedua kelas jauh berbeda.
Untuk mengetahui apakah perbedaan skor pretes pada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol cukup signifikan atau tidak, maka data diuji dengan menggunakan uji kesamaan dua rata-rata. Selain itu, untuk mengetahui perbedaan skor postes pada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol cukup signifikan atau tidak, maka data diuji dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata. Sebelum dilakukan analisis uji kesamaan dua rata-rata, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas terhadap data pretes dan postes.
2) Uji Normalitas Skor Pretes Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunaan program SPSS 16.0 One-Sample Kolmogorov-Smirnov. Pasangan hipotesis yang diuji adalah:
H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal
Kriteria pengujian adalah pada taraf signifikansi dan . H0 diterima jika sig. > taraf signifikansi yang berarti data berdistribusi tidak normal, sedangkan jika sig. < taraf signifikansi maka H0 ditolak yang berarti data berdistribusi tidak normal. Hasil penghitungan uji normalitas pretes siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 6. Uji Normalitas Skor Pretes Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Aspek Kemampuan Kelas Kolmogorov- Smirnov Kesimpulan Keterangan
Statistic Sig.
Penalaran Matematis
Eksperimen 0,127 0,200
Terima H0 Normal
Kontrol 0,134 0,177
Dari tabel 6 di atas diketahui bahwa aspek kemampuan penalaran matematis untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol secara umum berdistribusi normal. Hal ini dikarenakan nilai signifikansi lebih besar dari
. Dengan demikian diperoleh kesimpulan
bahwa hasil uji normalitas untuk aspek kemampuan penalaran matematis untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
3) Uji Homogenitas Skor Pretes Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Dari uji normalitas telah diketahui bahwa skor pretes kemampuan penalaran matematis siswa berdistribusi normal. Untuk itu, langkah selanjutnya adalah melakukan uji homogenitas varians skor pretes digunakan uji Lavene statistik dengan SPSS 16.0. Pasangan hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 :
2 2 2 1
σ
σ =
, varians kedua distribusi populasi sama H1 :σ ≠
12σ
22, varians kedua distribusi populasi berbeda atau tidak samaKriteria pengujian adalah pada taraf signifikansi . Varians kelas eksperimen dan kelas kontrol dikatakan homogen jika p value (sig) >
α
maka H0 diterima, sedangkan jika p value (sig)≤
α
maka H0 ditolak. Hasil perhitungan homogenitas varians skor pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 7 berikutAspek Kemampuan Kelas t Asymp.Sig.(2-tailed) Kesimpulan Keterangan
Penalaran Matematis
Eksperimen
-1,637 0,107 H0 diterima Tidak terdapat perbedaan Kontrol
Signifikansi penolakan H0 untuk pengujian kesamaan rata-rata yaitu
α
=
0
,
025
, karena pengujian kesamaan dua rata-rata ini menggunakan uji dua pihak. Sesuai dengan pendapat Millan (1997:500) menyatakan bahwa “untuk pengujian dua ekor maka daerah penolakan dibagi dua antara ujung distribusi yaitu 0,025 pada setiap ujung distribusi”. Dari tabel di atas terlihat bahwa rata-rata pretes kemampuan penalaran matematis adalah 0,107. Hal ini berarti nilai signifikan lebih besar dari nilaiα
=
0
,
025
, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan untuk pretes kemampuan penalaran matematis antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.5) Uji Normalitas Skor Postes Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Tabel 7. Uji Homogenitas Varians Skor Pretes Aspek
Kemam
-puan Kelas
Lavene Statistic Lavene
Statitic df1 df2 Signifikan
Pena-laran
Mate-matis
Pretes 0,050 1 58 0,824 pretes-eksperimen pretes-kontrol
µ
µ ≠
Tabel 8. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Skor Pretes Kemampuan Penalaran Matematis
Dari tabel di atas terlihat bahwa varians kemampuan penalaran matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki nilai signifikansi lebih besar dari sehingga H0 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa data skor pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari varians yang homogen.
4) Uji Kesamaan Dua Rata-Rata
Skor Pretes Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Setelah data berdistribusi normal dan varians populasinya homogen maka dilakukan uji kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan uji-t yaitu Compare
Mean Independent Samples Test dengan signifikansi
025
,
0
=
α
. Uji kesamaan rata-rata dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan pada kemampuan awal siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengujian dilakukan berdasatkan hipotesis statistik berikut:H0 = Rata-rata kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak berbeda secara siginifikan kontrol -pretes eksperimen -pretes µ µ =
H1 =Rata-rata kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda secara signifikan )
Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunaan program SPSS 16.0 One-Sample
Kolmogorov-Smirnov. Pasangan hipotesis yang diuji
adalah:
H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal
Kriteria pengujian adalah pada taraf signifikansi dan . H0 diterima jika sig. > taraf signifikansi yang berarti data berdistribusi tidak normal, sedangkan jika sig. < taraf signifikansi maka H0 ditolak yang berarti data berdistribusi tidak normal. Hasil penghitungan uji normalitas pretes siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Dari tabel 9 di atas bahwa nilai signifikansi yang diperoleh melalui uji normalitas untuk kelas eksperimen adalah tolak H0 yang berarti sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak nomal, sedangkan untuk kelas kontrol adalah terima H0 yang berarti sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Dengan demikian data postes yang diperoleh berdistribusi tidak normal, sehingga uji perbedaan rata-rata yang digunakan adalah uji nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney U.
6) Uji Perbedaan Dua Rata-Rata
Skor Postes Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Tujuan dilakukan uji perbedaan dua rata-rata skor postes adalah untuk menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah diberikan perlakuan. Hipotesis yang digunakan pada uji perbedaan
Tabel 9. Uji Normalitas Skor Postes Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Aspek Kemampuan Kelas
Kolmogorov- Smirnov
Kesimpulan Keterangan Statistic Sig.
Penalaran Matematis
Eksperimen 0,174 0,021 H0 ditolak Tidak Normal
Kontrol 0,138 0,147 H0 diterima Normal
kontrol
-postes
eksperimen
-
postes
µ
µ
=
kontrol
-postes
eksperimen
-
postes
µ
µ
≠
rata-rata postes adalah:
H0 = Rata-rata kemampuan akhir siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak berbeda secara siginifikan
H1 = Rata-rata kemampuan akhir siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda secara signifikan
Kriteria pengujian perbedaan rata-rata postes adalah terima H0 jika nilai Asymp.Sig(2-tailed) > , dan tolak H0 jika nilai Asymp.Sig(2-tailed) < . Berikut ini adalah rangkuman hasil uji perbedaan rata-rata skor postes kemampuan penalaran matematis dengan uji nonparametrik Mann-Whitney U. Tabel 10. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Skor Postes Kemampuan Penalaran Matematis
Berdasarkan tabel 10 diperoleh nilai Asymp. Sig(2-tailed) < , sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan rata-rata skor postes kemampuan penalaran matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
b. Peningkatan Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa Setelah Proses Belajar Mengajar (KBM)
Aspek Kemampuan Kelas Mann-Whitney U Asymp.Sig.(2-tailed) Kesimpulan Keterangan Penalaran Matematis EksperimenKontrol 227,500 0,001 H0 ditolak Terdapat perbedaan
Informasi tentang peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa setelah proses belajar mengajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh dari skor gain siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil perhitungan gain dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 11. Statistik Deskriptif Data N-gain Kemampuan Penalaran Matematis Kemampuan
Penalaran Matematis
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
N Xmaks Xmin
X
S N Xmaks XminX
SSebelumnya telah diketahui bahwa terdapat perbedaan ata-rata postes kemampuan penalaran matematis siswa. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap rata-rata N-gain. Rata-rata N-gain pada kelas eksperimen lebih tinggi dari pada rata-rata N-gain kelas kontrol. Untuk memperoleh hasil yang lebih jelas, dilakukan analisis peningkatan kemampuan penalaran matematis dengan uji statistik. Sebelum melakukan uji perbedaan rata-rata hasil N-gain terlebih dahulu dilakukan uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas variansi. Jika data memenuhi syarat normalitas dan homogenitas, maka uji perbedaan menggunakan uji-t, sedangkan jika sebaran data normal namun variansinya tidak homogen, maka digunakan uji nonparametrik yaitu uji
Mann-Whitney U. Berikut ini uraian uji normalitas skor N-gain
kemampuan penalaran matematis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
1) Uji Normalitas Skor Peningkatan
(N-gain)
Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunaan program SPSS 16.0 One-Sample
Kolmogorov-Smirnov. Pasangan hipotesis yang diuji
adalah:
H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal
Kriteria pengujian adalah pada taraf signifikansi dan . H0 diterima jika sig. > taraf signifikansi yang berarti data berdistribusi tidak normal, sedangkan jika sig. < taraf signifikansi maka H0 ditolak yang berarti data berdistribusi tidak normal. Hasil penghitungan uji normalitas N-gain siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Dari tabel 12 di atas bahwa nilai signifikansi yang diperoleh melalui uji normalitas untuk kelas eksperimen dan kelas adalah H0 ditolak yang berarti sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak nomal. Dengan demikian data N-gain yang diperoleh berdistribusi tidak normal, sehingga uji perbedaan rata-rata yang digunakan adalah uji nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney U.
2) Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Skor
N-gain Siswa Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol
Sebelumnya telah dilakukan uji perbedaan rata-rata skor postes kemampuan penalaran matematis. Untuk menjawab hipotesis kelima, dilakukan uji perbedaan
gain ternormalisasi. Hipotesis yang diajukan adalah:
Hipotesis:
Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar menggunakan desain didaktis penalaran matematis pada materi luas dan volume limas setelah dikembangkan yang lebih baik daripada siswa yang
Tabel 12. Uji Normalitas Skor N-gain Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Aspek Kemampuan Kelas Kolmogorov- Smirnov Kesimpulan Keterangan
Statistic Sig.
Penalaran Matematis Eksperimen 0,193 0,006 H0 ditolak Tidak Normal
Kontrol 0,202 0,003 H0 ditolak Tidak Normal
kontrol
-gain
eksperimen
-gain
µ
µ
=
kontrol
-gain
eksperimen
-gain
µ
µ
>
mendapat pembelajaran konvensional. Hipotesis statistik yang diajukan adalah:
H0 =Rata-rata peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa pada kelas eksperimen sama dengan kontrol
H1 =Rata-rata peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa pada kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol
Tabel 13. Uji perbedaan Dua Rata-Rata Skor N-gain pada Kemampuan Penalaran Matematis
Kriteria pengujian perbedaan rata-rata postes adalah terima H0 jika nilai Asymp.Sig(2-tailed) >
, dan tolak H0 jika nilai Asymp.Sig (2-tailed) < . Berikut ini adalah rangkuman hasil uji perbedaan rata-rata skor N-gain kemampuan penalaran matematis dengan uji nonparametrik Mann-Whitney U.
Aspek Kemampuan Mann-Whitney U Asymp.Sig.(2-tailed) Kesimpulan Keterangan
Berdasarkan tabel 13 diperoleh nilai Asymp.Sig (2-tailed) < , sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa peningkatan kemampuan penalaran matematis siwa pada kelas eksperimen lebih baik dibandingkan kemampuan penalaran siswa kelas kontrol.
2. Observasi Aktivitas Guru dan Siswa Kelas Eksperimen
Observasi pada penelitian eksperimen ini pada prinsipnya sama dengan observsi yang dilakukan pada ujicoba desain didaktis. Begitu juga dengan penilaian terhadap keterlaksanaan pembelajaran desain didaktis. Hasil dari penghitungan skor observasi pada tiap pertemuan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 14. Hasil Observasi Aktivitas Guru Kelas Eksperimen
Dari tabel 14 kita dapat melihat rata-rata aktivitas guru adalah 3,77 dan persentasenya 94,43%. Hal ini menunjukkan aktivitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran desain didaktis telah sesuai dengan RPP yang direncanakan. Pertemuan Ke- Materi Rata-rata Skor Persentase (%) 1 Konsep Limas, u n s u r - u n s u r limas, dan konsep alas dan tinggi
limas
3,9 97,2
2 Luas Limas 4,0 100
3 Volume Limas 3,4 86,1
Rata-rata 3,77 94,43
Tabel 15. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen
Dari tabel di atas kita dapat melihat rata-rata aktivitas siswa adalah 3,47 dan persentasenya 86,67%. Hal ini menunjukkan aktivitas siswa dalam pelaksanaan pembelajaran desain didaktis telah sesuai dengan RPP yang direncanakan. Pertemuan Ke- Materi Rata-rata Skor Persentase (%) 1 Konsep limas, u n s u r - u n s u r limas, dan konsep alas dan tinggi
limas 3,9 97,2 2 Luas limas 3,4 85 3 Volume limas 3,1 77,8 Rata-rata 3,47 86,67 D. PEMBAHASAN Berdasarkan analisis kesulitan belajar yang muncul
dikembangkan desain didaktis untuk mengantisipasi kesulitan belajar dalam penalaran matematis pada materi luas dan volume limas. Desain didaktis yang
dikembangkan dibagi kedalam tiga submateri yaitu konsep limas, luas limas, dan volume limas. Salah satu cuplikan dari desain didaktis dapat dilihat pada gambar berikut .
(3) (4)
Gambar 1. Cuplikan Desain Didaktis pada Volume Limas Berdasarkan analisis awal terhadap skor pretes
pada kedua kelas menunjukkan tidak terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan. Dengan demikian, kedua kelas tersebut diberikan perlakuan yang berbeda. Kelas eksperimen mendapatkan perlakuaan dengan pembelajaran yang menggunakan desain didaktis bahan ajar penalaran matematis luas dan volume limas, sedangkan kelas kontrol diberikan perlakuan dengan pembelajaran yang menggunakan buku pegangan sekolah, sebagaimana yang sering dilakukan oleh guru pada pembelajaran sebelumnya pada sekolah tersebut. Untuk selanjutnya, dalam penelitian ini disebut sebagai pembelajaran konvensional.
Berdasarkan hasil perhitungan N-gain, secara keseluruhan kelas eksperimen rata-rata peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa sebesar 0,55, sedangkan untuk kelas kontrol rata-rata peningkatan kemampuan penalaran matematis sebesar 0,36. Kedua peningkatan berada pada kategori sedang, namun untuk kelas eksperimen rata-rata peningkatannya lebih tinggi dari kelas kontrol. Secara umum peningkatan gain kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan desain didaktis bahan ajar penalaran matematis lebih baik dari peningkatan N-gain kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
Pada penelitian ini peneliti bertindak sebagai pengajar pelaksanaan pembelajaran menggunakan desain didaktis bahan ajar penalaran matematis luas dan volume limas. Oleh karena itu selama proses pembelajaran peneliti menemukan beberapa hal penting diantaranya: 1) Pembelajaran dengan menggunakan desain
didaktis bahan ajar penalaran matematis luas dan volume limas tergolong baru untuk siswa kelas VIII J SMP Negeri 29 Bandung. Hal ini memberikan nuansa baru bagi siswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika. Selain
itu pembelajaran juga lebih mengutamakan kerjasama dengan teman kelas dalam membangun pemahaman materi baru. Berdasarkan wawancara tidak terstruktur dengan siswa, pembelajaran biasanya dilakukan dengan guru menjelaskan, siswa mencatat, kemudian berlatih soal. Kebiasaan ini berpengaruh dengan siswa, dan mereka merasa pembelajaran yang dilakukan cukup sulit.
2) Pada pertemuan pertama siswa begitu senang menikmati proses mendiskusikan desain didaktis yang mereka terima dalam bentuk LKS. Setiap guru memberikan pertanyaan tentang topik konsep limas, unsur-unsur limas, dan konsep alas dan tinggi limas, siswa begitu antusias maju ke depan untuk menuliskan jawaban. Proses diskusi dengan teman sekelompok juga berjalan secara aktif, mereka saling berbagi pendapat dan tidak segan-segan bertanya pada guru jika menemui kesulitan dalam memahami. Berbeda dengan pertemuan pertama, pada pertemuan kedua siswa terlihat cukup bingung dalam memahami desain didaktis yang diberikan. Pada menit-menit pertama siswa begitu bersemangat dalam mengerjakan LKS, namun beberapa anak terlihat bingung dan beberapa berkomtar tidak dapat memahami. Materi pada pertemuan kedua adalah luas limas dan anak terlihat sulit mengidentifikasi unsur-unsur yang harus dicari, seperti tinggi segitiga pada sisi tegak limas. Hal ini terlihat pada soal-soal yang menuntut anak untuk melihat bangun limas yang ada di dalam kubus. Untuk pertemuan ketiga, sekaligus pertemuan terakhir dapat berjalan lebih baik. Siswa dapat dengan mudah menerima penjelasan guru bagaimana mengkonstruksi limas dari kubus dan prisma. Secara umum, pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan desain didaktis bahan ajar penalaran
matematis luas dan volume limas berjalan dengan baik. Peran guru dalam memberikan bimbingan bagi siswa sangat memegang peranan yang sangat penting. Bimbingan guru lebih mengarah pada menstimulasi siswa agar dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam LKS dengan memberikan pertanyaan pancingan pada siswa. Pertanyaan pancingan yang diberikan berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Dalam pembelajaran ini guru bertindak sebagai fasilitator, motivator, dan moderator. Selama pembelajaran guru dapat mengendalikan kelas dengan baik dan dapat melayani pertanyaan-pertanyaan siswa yang begitu banyak. Siswa juga tidak malu-malu untuk membagi jawaban kepada teman yang lebih banyak dilakukan secara lisan.
Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan desain didaktis bahan ajar penalaran matematis luas dan volume limas secara signifikan meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa dalam materi limas di bandingkan dengan pembelajaran konvensional. Keberhasilan dalam pembelajaran dengan menggunakan desain didaktis ini terjadi karena siswa diberikan cara melihat pertanyaan secara berbeda. Pemberian masalah
pada awal pembelajaran untuk melatih siswa berpikir di luar kebiasaan yang lebih banyak menyelesaikan soal dengan menghitung, melainkan dengan memahami maksud dari instruksi kemudian memikirkan apa yang selanjutnya harus dilakukan terhadap soal yang mereka hadapi. Beberapa siswa mampu berpikir out of the box, terlihat dari jawaban siswa pada postes yang berbeda dari kunci jawaban yang dibuat peneliti.
Terkait aktivitas guru dan siswa, pembelajaran yang terjadi adalah siswa secara interaktif bersama-sama dengan guru membangun pemahaman tentang materi yang dipandu oleh LKS. Dari hasil observasi yang dilakukan peranan guru sangat penting dalam memberikan
scaffolding dalam tahap-tahap siswa mengerjakan LKS.
Siswa juga aktif bertanya jika menemukan kesulitan. Terdapat kasus dimana jika seorang siswa bertanya kepada guru, siswa-siswa pada kelompok lain juga meminta guru memberikan bimbingan kepadanya. Hal ini tidak dapat guru hindari, namun untuk materi seperti dalam mengkonstruksi luas limas guru lebih memegang kendali kelas dengan pembelajaran berpusat pada guru. Hal ini dilakukan, karena pada pembelajaran sebelumnya di kelas implementasi siswa cukup kesulitan dalam mengkonstruksi luas limas yang berada dalam prisma.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh beberapa kesimpulan terkait dengan pertanyaan penelitian yang diajukan. Siswa masih memiliki kesulitan kemampuan penalaran matematis dengan persentase sebesar 76,87%. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan desain didaktis secara signifikan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Walaupun demikian kedua peningkatan pada kedua kelas berada dalam kategori sedang.
Saran
Bagi guru mata pelajaran matematika, desain didaktis penalaran matematis pada materi luas dan
E. KESIMPULAN
volume limas yang di rancang hendaknya dimulai (1) konsep limas (definisi limas, unsur-unsur limas, jenis-jenis limas, dan jaring-jaring limas); (2) konsep alas dan tinggi limas; (3) konsep luas dan volume limas yang difokuskan pada pengkonstruksian rumus luas dari limas segitiga, limas segiempat, juga limas di dalam prisma, dan volume limas yang difokuskan pada pengkonstruksian volume limas dari bangun ruang kubus dan prisma. Untuk mengeskplorasi kemampuan penalaran matematis siswa pada materi luas permukaan dan volume limas hendaknya diberikan soal-soal yang lebih bervariasi agar terjadi peningkatan kemampuan penalaran matematis yang signifikan. Disamping itu desain didaktis dapat dapat dikembangkan lebih lanjut untuk materi matematika yang lain yang lain seperti geometri bangun datar, aljabar, statistika, dan lain-lain.
Brouseau, G. (1997). Theory of Didactical Situation
in Mathematics. Dordrecht: Kluwer Academic
Publishers
Brueckner, Cooney, dkk. (1975). Dynamics of Teaching
Secondary School Mathematics. Boston: Hougton
Mifflin Company
Burger, W.F & Shaugnessy, J.M. (1986). Characterizing the van Hiele Levels of Development in Geometry.
Journal for Research in Mathematics Education, Vol. 17, No.1. (Jan., 1986, pp. 31-48)
Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas
. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas
Halat, E. (2008). Reform-Based Curriculum and Motivation in Geometry. Eurasia Journal of
Mathematics, Science & Tecnology Education,
2008, 4(3), 285-292
Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana. edu/~sdi/Analyzingchange-Gain.pdf.
Herman, T. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Educationist, Vol. 1
No.1 Januari 2007.
Kusumah, Y.S. (2009). Implementasi Model Computer
Based Teaching untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Mahasiswa dalam Perkuliahan Matematika Dasar (Inovasi Pembelajaran Matematika Berbasis Teknologi Informasi. Bandung: UPI tidak dipublikasikan
Meltzer, D.E (2002). “The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics.” American Journal of
Physics Vol. 70. Page 1259-1268
NCTM. (2000). Principles and Standard for School
Mathematics. Reston, Virginia: The National
Council of Mathematics of Teachers of Mathematics, Inc.
Rofingatun, S. (2006). Penggunaan Metode penemuan
dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Siswa SMP. Skripsi UPI Bandung: tidak
dipublikasikan
Ruseffendi, E.T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil
Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika. Bandung: Bahan Perkuliahan tidak
diterbitkan
Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian
Pendidikan dan Bidang Non-eksakta Lainnya.
Tarsito: Bandung DAFTAR PUSTAKA
Shadiq, F. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran, dan
Komunikasi. Yogyakarta: Depdiknas PPPG.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Suherman, E., dkk. (2003). Strategi Pembelajaran
Matematika Kontemporer. Bandung: UPI
Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan
Penalaran Matematis Siswa SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logis Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar.
Disertasi PPs IKIP Bandung: tidak dipublikasikan Supratman. (2009). Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika melalui Pembelajaran Matematika dengan Peta Konsep. Laporan Penelitian UPI Bandung: tidak
dipublikasikan
Supriatna . (2011). Pengembangan Bahan Ajar
Matematika Pemecahan Masalah pada Luas Daerah Segitiga. Tesis SPs Upi Bandung: tidak
dipublikasikan
. (2011). Didactical Design Research (DDR) dalam
Pengembangan Pembelajaran Matematika.
Makalah pada joint-Conference UPI-UTiM, tidak diterbitkan
Suryadi. (2010). Menciptakan Proses Belajar Aktif:
Kajian dari Sudut Pandang Teori Belajar dan Teori Didaktik. Makalah pada Seminar Nasional
Pendidikan Matematika di UNY, tidak diterbitkan . (2011). Didactical Design Research (DDR) dalam
Pengembangan Pembelajaran Matematika.
Makalah pada joint-Conference UPI-UTiM, tidak diterbitkan
Sutiarso, S.(2000). Problem Posing, Strategi
Efektif Meningkatkan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika. Makalah pada
Seminar di Bandung: tidak diterbitkan
Suwaji, U.T. (2008). Permasalahan Pembelajaran
Geometri Ruang SMP dan Alternatif Pemecahannya. P4TKM Yogyakarta: Depdiknas
Thompson, J. 2006. Assesing Mathematical Reasoning;
An Action Research Project. http://www.msu.edu/
thomp603/asses%20reasoning.pdf. diakses pada tanggal 13 Desember 2011.
Wardhani, S. (2010). Implikasi Karakteristik Matematika
dalam Pencapaian Tujuan Mata Pelajaran Matematika di SMP/MTs. Yogyakarta: Depdiknas