• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, sebagai negara kepulauan dan memiliki dua per tiga wilayah yang merupakan perairan. Salah satu sumberdaya yang dimiliki pada wilayah perairan adalah sumberdaya ikan, baik ikan air laut maupun ikan air tawar. Pada umumnya ikan air tawar sangat mudah untuk dibiakkan dan dirawat. Hal tersebut menjadikan ikan air tawar lebih digemari oleh para pecinta ikan. Jenis ikan air tawar yang banyak dibiakkan di Indonesia adalah ikan lele, nila, bawal, dan wader. Ikan wader pari digemari karena memiliki rasa yang gurih dan dapat dimasak dengan berbagai cara pengolahan (Ahmad dan Nofrizal, 2011). Ikan wader pari juga lebih tahan terhadap penyimpanan dibanding jenis ikan lain serta memiliki potensi ekonomis karena harga jual yang cukup tinggi dibanding beberapa jenis ikan lain yang banyak dibudidayakan (Natalia, 2011). Selain itu masa pemeliharaan ikan wader juga relatif pendek hanya sekitar 6-8 minggu, tidak memerlukan lahan yang luas sehingga dapat dipelihara dalam kolam yang sempit, serta sangat adaptif dengan lingkungan perairan lokal dan relatif tahan terhadap goncangan lingkungan serta gangguan penyakit (Budiharjo, 2002).

Sistem pencernaan terdiri dari rongga mulut, faring yang juga untuk respirasi, esophagus, lambung, dan intestinum. Sistem ini terlihat sejak fase embrio, termasuk hati dan pankreas sebagai kelenjar pencernaan. Bagian posterior sistem pencernaan pada ikan adalah rektum, yang terbuka ke bagian luar melalui sebuah lubang. Sistem ini berfungsi khusus untuk perolehan, pemrosesan, penyimpanan sementara, digesti, dan absorpsi makanan serta untuk eliminasi residu yang tidak diabsrobsi (Kent, 1969). Intestinum merupakan tempat utama berlangsungnya absorpsi dengan struktur yang sangat beragam berhubungan dengan kebiasaan makan dan kebutuhan fungsional. Ikan memiliki intestinum yang lebih sederhana dibandingkan dengan hewan tingkat tinggi. Strutktur histologis intestinum terdiri atas 4 lapisan, yaitu tunika mukosa, tunika submukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa. Tunika mukosa merupakan lapisan dalam yang berbatasan langsung

(2)

2

dengan lumen. Tunika mukosa terdiri atas lapisan epitel kolumner selapis dengan brush border. Kemudian terdapat lamina propria yang merupakan jaringan ikat longgar yang berada di sebelah dalam membrana basalis. Struktur tunika mukosa membentuk juluran-juluran ke arah lumen, yang meninggi disebut dengan vili intestinalis, sedangkan sisi lain akan membentuk sumuran yang disebut kripte intestinalis (Kierszenbaum, 2002; Ereschenko, 2008). Tunika mukosa diakhiri oleh lapisan tipis dan halus yang disebut dengan lamina muscularis mucosae sebagai alat pergerakan aktif pada seluruh mukosa. Tunika submukosa terdiri atas jaringan ikat longgar, pembuluh limfa, pembuluh darah dengan serabut saraf dan ganglia, serta glandula Bruneri. Tunika muskularis terdiri atas jaringan otot polos yang dan terbagi menjadi dua strata, yaitu bagian dalam dengan serabut otot sirkuler (stratum circulare) dan bagian luar dengan serabut otot longitudinal (stratum longitudinale). Tunika serosa merupakan lapisan terluar intestinum yang terdiri atas jaringan ikat longgar, berperan untuk menutupi dan melindungi organ dari gesekan (Fedducia and Mc Crady, 1991; Reinus dan Simon, 1994; Affandi and Tang, 2002; Senarat et al., 2013).

Stadia perkembangan awal hidup ikan secara umum terdiri dari stadia telur, larva, dan juvenil. Telur akan menetas menjadi larva yang belum berkembang dan masih berenang lemah serta memiliki kantung yolk (Amarullah, 2008). Larva ikan merupakan organisme terkecil yang mencari kebutuhan makanannya sendiri. Pada umumnya terdapat dua stadia larva, yaitu prolarva dan postlarva. Pada stadia prolarva, larva masih memiliki kantung yolk yang terletak di bagian ventral tubuh dan tubuh masih transparan dengan beberapa pigmen yang belum diketahui fungsinya. Mulut dan rahang belum sempurna dan memperoleh asupan nutrien dari yolk. Sedangkan postlarva merupakan saat setelah terjadi absorpsi yolk oleh larva. Postlarva terjadi ketika struktur dan bentuk larva menjadi berbeda secara mencolok dari stadia sebelumnya. Stadia postlarva berlangsung dari saat absorpsi yolk sampai dengan periode ketika ikan menyerupai individu muda atau juvenil (Effendie, 1997; Lagler, 1956). Larva ikan biasanya sangat berbeda dari yang dewasa karena memiliki sistem pencernaan yang lebih sederhana dan perkembangan

(3)

3

saluran pencernaan pada larva ikan secara morfologis, histologis, dan fisiologis kurang jelas dibandingan dengan ikan dewasa.

Pemijahan ikan secara buatan, contohnya ikan betok (Anabas testudineus) pada kondisi terkontrol di laboratorium dapat dilakukan sepanjang tahun. Pemberian pakan alami maupun buatan untuk pembesaran larva telah dicoba oleh beberapa peneliti, tetapi tingkat kelangsungan hidup larva masih rendah. Oleh karena itu, upaya-upaya peningkatan kelangsungan hidup larva perlu dilakukan. Namun di sisi lain, informasi dasar mengenai perkembangan pencernaan ikan belum ada. Pengetahuan rinci tentang perkembangan pencernaan pada larva ikan merupakan hal yang sangat penting dalam memahami mekanisme pertumbuhan dan kelangsungan hidup pada larva ikan, karena saluran pencernaan ikan pada umumnya mengalami perubahan yang sangat cepat, baik morfologi maupun fungsi sehingga mempengaruhi kelangsungan hidup larva selama kondisi budidaya. Perkembangan pencernaan juga merefleksikan perkembangan saluran pencernaan dan kemampuan pencernaan suatu spesies tersebut sehingga dapat digunakan sebagai indikator pencernaan dan status nutrisi pada awal-awal perkembangan larva. Studi nutrisi larva telah banyak mendapat perhatian karena pemahaman tentang perubahan yang terkait dengan proses-proses makan, pencernaan dan penyerapan makanan merupakan langkah awal dalam penentuan kemampuan larva dalam memanfaatkan makanan yang diberikan. Pemeliharaan larva yang berukuran kecil sangat tergantung pada penggunaan pakan alami selama awal perkembangan larva sampai dua atau beberapa minggu (Yulintine dkk., 2012). Sebelumnya telah dilakukan penelitian mengenai struktur histologis intestinum larva ikan wader pari berdasarkan perbedaan pakan. Pakan yang digunakan adalah kuning telur rebus, algae hidup, pelet bubuk, campuran pelet bubuk dan kuning telur rebus, serta campuran algae hidup dan kuning telur rebus. Larva yang digunakan adalah larva ikan wader pari yang berumur 7 hari untuk setiap perlakuan pakan. Hasilnya menunjukkan bahwa pakan terbaik untuk perkembangan intestinum larva ikan wader pari adalah kuning telur rebus atau campurannya yang menyebabkan intestinum dapat berkembang dengan baik. Struktur histologis intestinum yang dapat diamati adalah vili

(4)

4

intestinalis dan kripte intestinalis pada tunika mukosa, dan tunika serosa pada lapisan terluar intestinum. Struktur histologis intestinum ini sudah menyerupai intestinum dewasa (Putri, 2015). Hal ini mendasari perlu dilakukannya penelitian mengenai struktur histologis intestinum ikan wader pari pada masa perkembangan larva. Pemilihan umur larva ikan wader pari hari ke-1 sampai dengan hari ke-10 didasari oleh penelitian yang dilakukan oleh Micale et al. (2008), pada larva sharpsnout seabream perkembangan larva paling besar terjadi antara hari kedua sampai hari ke sepuluh.

Pewarnaan Hematoxylin-Eosin (H-E) digunakan sebagai pewarna dasar. Dengan pewarnaan H-E ini dapat diketahui struktur intestinum larva ikan wader pari, yaitu vili intestinalis, kripte intestinalis, dan epitel kolumner selapis yang berkembang pada tunika mukosa, terdapat pula tunika serosa di bagian terluar intestinum. Intestinum berkaitan dengan fungsi pencernaan. Banyak faktor yang memengaruhi proses pencernaan makanan di dalam intestinum, salah satunya adalah sekresi mukus dari sel goblet yang berperan dalam proses pencernaan nutrien (Banan, 2009). Sel goblet merupakan sel sekretori yang menghasilkan mukus. Sel goblet ini tidak dapat terdeteksi oleh pewarnaan Hematoxylin-Eosin (H-E), tapi dapat terdeteksi dengan pewarnaan Periodic-Acid Schiff (PAS). Oleh karena itu pewarnaa PAS juga dibutuhkan dalam penelitian ini untuk mengamati sel goblet pada intestinum larva ikan wader pari. Selain itu, pewarnaan PAS juga digunakan untuk mengamati sel kelenjar lainnya. Pewarnaan Mallory Acid Fuchsin (MAF) yang berfungsi untuk mengamati jaringan ikat yang ada pada intestinum, seperti fibroblas, serabut kolagen, dan sebagainya.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan, yaitu:

1. Bagaimanakah tahap perkembangan intestinum larva ikan wader pari? 2. Pada hari keberapakah struktur histologis intestinum larva ikan wader pari

sudah mencapai tahap fungsional?

3. Bagaimanakah struktur histologis intestinum larva ikan wader pari dalam masa perkembangan; umur 1 hari sampai dengan 10 hari?

(5)

5 C. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mempelajari tahap perkembangan intestinum larva ikan wader pari.

2. Mengetahui periode waktu struktur histologis intestinum larva ikan wader pari yang sudah mencapai tahap fungsional?

3. Mempelajari struktur histologis intestinum larva ikan wader pari dalam masa perkembangan; umur 1 hari sampai dengan 10 hari.

D. Manfaat

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi ilmiah mengenai aspek biologis pada ikan wader pari (Rasbora lateristriata Bleeker, 1854), terutama mengenai perkembangan intestinum. Informasi tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran yang berhubungan dengan waktu yang tepat untuk pemberian pakan pada larva ikan wader pari.

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dapat dilihat hasil penilaian rata – rata yang dicapai nilai dari kegiatan kondisi awal 64,77 dan pada silkus pertama nilai rata – rata yang dicapai 65,45

Berdasarkan pengamatan kemampuan berbahasa siswa pada siklus 1 telah mengalami peningkatan dari pratindakan walaupun belum mencapai persentase KKM yang telah ditentukan.

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

Ordo Squamata, contohnya Maboya multifaciata (kadal), Chameleo chameleon (bunglon), Varanus komodonenesis (Komodo), Naya tripudont (Ular

wine glasses ,wine racks ,wine gift ,wine rack ,wine cellar ,wine gifts ,gift baskets wine ,wine basket gift ,wine glass rack ,wine rack furniture ,home rack wine ,plastic wine

This research used the printed car advertisements as source of data and data is classified into Saragih ’ s four categories of lexical metaphor and

Model implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa Timur dibangun berdasarkan pada kondisi faktual yang terjadi di lapangan yang dikombinasikan