• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA KE KAWASAN UNI EROPA ERISTYA PUSPITADEWI IRWANTO H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA KE KAWASAN UNI EROPA ERISTYA PUSPITADEWI IRWANTO H"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR

EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA

ERISTYA PUSPITADEWI IRWANTO

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA

KE KAWASAN UNI EROPA

ERISTYA PUSPITADEWI IRWANTO

H14080110

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

FAKTOR YANG MEMENGARUHI

EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA

(2)

RINGKASAN

ERISTYA PUSPITADEWI IRWANTO. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Komoditas Kakao Indonesia ke Kawasan Uni Eropa. Di bawah bimbingan SRI MULATSIH).

Perkebunan selama ini memegang peranan yang penting sebagai sumber penerimaan devisa negara. Tahun 2010 devisa dari perkebunan mencapai US$ 20 miliar, yang berasal dari kelapa sawit US$ 15,5 miliar, karet US$ 7,8 miliar dan kopi US$ 1,7 miliar. Selain itu terdapat juga penerimaan negara dari bea keluar masuk minyak kelapa sawit sebesar Rp 20 triliun dan bea keluar kakao sebesar Rp 615 miliar. Peranan penting perkebunan yang lain adalah sebagai penyerap tenaga kerja, dari sekitar 114 juta tenaga kerja nasional pada tahun 2009, sebesar 19,7 juta orang (17,32 persen) diantaranya merupakan tenaga kerja pada sub sektor perkebunan. Atau jika dikalkulasi di sektor pertanian yang dapat menyerap 43,03 juta orang, perkebunan dapat menyerap 45,78 persen tenaga kerja (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011).

Kakao merupakan salah satu komoditas andalan sektor perkebunan, yang peranannya penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara. Kakao merupakan salah satu komoditi ekspor yang memiliki keunggulan komparatif yang menjadi modal utama yang harus ada pada suatu produk untuk memiliki kekuatan kompetitif. Permintaan ekspor kakao Indonesia oleh negara mitra dagang didominasi oleh biji kakao. Berdasarkan FAO 2009 (Food and Agriculture Organization of The United Nations), Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Hal ini tentu saja membuat Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan berbagai produk olahan kakao.

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi ekspor komoditas kakao Indonesia ke kawasan Uni Eropa, dan (2) menganalisis daya saing perdagangan komoditas kakao Indonesia ke kawasan Uni Eropa. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data cross section sepuluh negara tujuan ekspor di kawasan Uni Eropa selama kurun waktu tahun 2002-2010. Sepuluh negara yang dimaksud adalah Belgia, Estonia, Prancis, Jerman, Italia, Lituania, Belanda, Polandia, Spanyol dan Inggris yang tergabung di dalam ICCO (International Cocoa Organization). Komoditas yang menjadi objek penelitian adalah kakao dengan kode Harmonized System 18.

Metode penelitian yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perdagangan komoditas kakao Indonesia ke kawasan Uni Eropa adalah analisis data panel dengan menggunakan Gravity Model. Untuk menganalisis posisi daya saing komoditas kakao Indonesia di pasar Uni Eropa digunakan analisis Export Product Dynamic (EPD), sehingga dapat diketahui apakah komoditi tersebut merupakan produk dengan performa yang memiliki pertumbuhan yang cepat atau tidak. Sedangkan untuk menganalisis kondisi faktor-faktor yang memengaruhi daya saing komoditas kakao Indonesia digunakan analisis Porter’s Diamond.

(3)

Dengan pendekatan Gravity Model diketahui bahwa faktor-faktor yang memengaruhi ekspor komoditas kakao Indonesia ke kawasan Uni Eropa adalah variabel GDP negara tujuan ekspor (GDPjt), GDP Indonesia (GDPIt), nilai tukar (ERij) dan jarak

ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor (DISTij). Keempat variabel

independen ini berpengaruh secara nyata dan signifikan terhadap jumlah nilai ekspor komoditas kakao Indonesia, yang ditunjukkan oleh masing-masing P-value yang lebih kecil dari taraf nyata 1 persen dan 5 persen. Berkaitan dengan tanda koefisien regresi, hanya hasil estimasi dari GDP riil Indonesia (GDPIt) yang terbukti konsisten dengan

teori-teori mengenai gravity model, sementara variabel GDP negara tujuan ekspor (GDPjt), nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap US$ (ERij), dan jarak

ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor (DISTij) tidak konsisten dengan

teori.

Melalui analisis Export Product Dynamics didapatkan hasil bahwa posisi daya saing komoditas kakao di Pasar Belgia berada pada kuadran Retreat. Posisi daya saing komoditas kakao di Pasar Estonia, Prancis, Belanda, Polandia, dan Inggris berada pada kuadran Falling Star. Posisi daya saing komoditas kakao di Pasar Jerman, Italia, Lituania, dan Spanyol berada pada kuadran Rising Star.

Dengan pendekatan Porter’s Diamond diketahui bahwa faktor-faktor yang memengaruhi daya saing komoditas kakao Indonesia adalah kondisi permintaan, industri terkait dan industri pendukung, peran pemerintah, serta peran kesempatan. Keempat komponen ini memiliki keunggulan yang mampu mengangkat daya saing komoditas kakao Indonesia. Sementara itu, komoditas kakao Indonesia masih memiliki kelemahan dalam komponen kondisi faktor serta strategi perusahaan, struktur, dan persaingan. Namun secara keseluruhan industri pengolahan kakao termasuk kompetitif.

Berdasarkan hasil penelitian, maka pemerintah diharapkan dapat mengembangkan infrastruktur dari komoditas kakao Indonesia, sehingga kakao dapat didistribusikan dengan lebih cepat, sehingga produk kakao tidak terlalu lama berada dalam kondisi cuaca yang berubah-ubah. Selain itu, diharapkan pemerintah dapat memberlakukan secara wajib atas penanganan mutu biji kakao sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), sehingga menghasilkan biji kakao yang berkualitas baik. Perusahaan pengelolaan kakao diharapkan dapat meningkatkan teknologi pengelolaan kakao dan memberikan pelatihan kepada petani kakao untuk menggalakkan pengelolaan kakao dengan cara fermentasi, sehingga mutu dan kualitas kakao dapat ditingkatkan. Secara umum komoditas kakao Indonesia memiliki keunggulan kompetitif. Kondisi ini perlu dipertahankan oleh Indonesia, bahkan perlu ditingkatkan agar komoditas kakao berhasil meraih pangsa pasar produk dan pangsa pasar ekspor di sepuluh negara tujuan ekspor kawasan Uni Eropa dan dunia.

(4)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA

KE KAWASAN UNI EROPA

Oleh

ERISTYA PUSPITADEWI IRWANTO

H14080110

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(5)

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Komoditas Kakao Indonesia ke Kawasan Uni Eropa

Nama : Eristya Puspitadewi Irwanto

NRP : H14080110

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr NIP. 19640529 198903 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN.

Bogor, Juli 2012

Eristya Puspitadewi Irwanto H14080110

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Eristya Puspitadewi Irwanto, lahir pada tangal 16 Juni 1990 di Bantul, Yogyakarta. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Uganda Irwanto dan Ibu Arliza Cynthia Dyah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Swasta Angkasa III Jakarta pada tahun 2002 dan kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama ke SMP Negeri 128 Jakarta dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 48 Jakarta dan lulus pada tahun 2008.

Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan menjadi mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis sempat aktif di organisasi Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) masa kepengurusan 2009-2010 dan di beberapa kepanitian seperti Indonesia Economic Festival 2009 dan Masa Perkenalan Departemen Ilmu Ekonomi (MPD IE) 2010.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Komoditas Kakao ke Kawasan Uni Eropa” dengan baik.

Penelitian ini merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk dapat meraih gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi. Penelitian ini penting untuk dilakukan karena kakao salah satu komoditas andalan sektor perkebunan, yang peranannya penting bagi perekonomian nasional. Selain itu, Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Hal ini tentu saja membuat Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan berbagai produk olahan kakao. Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan menjadi acuan untuk penelitian yang lebih lanjut.

Penulis menyadari masih terdapat berbagai kekurangan karena keterbatasan penulis dan kendala yang dihadapi. Oleh karena itu, semua saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Juli 2012

Eristya Puspitadewi Irwanto H14080110

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas rajmat-Nya yang telah memberikan kesehatan dan kemudahan dalam pengerjaan sripsi ini. Penyelesaian skripsi ini tentu tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, sehingga sebagai bentuk rasa syukur penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Bapak Uganda Irwanto dan Ibu Arliza Cynthia Dyah, serta adikku Ditho Dwi Prasetyo, yang selalu memberikan semangat, doa, dan kasih sayang kepada penulis, juga telah menjadi motivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini sebaik mungkin.

2. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr, selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan selalu menyediakan waktu bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Widyastutik, M.Si, selaku dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan kritik demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

4. Deni Lubis, M.A, selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan kritik demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

5. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan banyak ilmu dan bantuan kepada penulis selama kegiatan perkuliahan.

6. Yudhiandra Gusti Putra, atas doa, dukungan, dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis setiap harinya.

7. Teman-teman penulis, Meita Puspitasari, Dian Marhama, Rosinta Kacaribu, Suci Maryanti, dan Laura Malau, yang menemani penulis selama menempuh pendidikan di Departemen Ilmu Ekonomi. Serta Maria Ulfah, Theresia Sitanggang, dan Ivan Tanujaya, atas sharing dan dukungan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh keluarga besar Ilmu Ekonomi angkatan 45 yang telah memberikan saran dan kritik pada saat pengerjaan skripsi dan seminar hasil penelitian.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 4 1.3. Tujuan Penelitian ... 4 1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 6

2.1.1 Konsep Perdagangan Internasional ... 6

2.1.2 Teori Keunggulan Absolut ... 9

2.1.3. Teori Keunggulan Komparatif ... 11

2.1.4. Teori Keunggulan Kompetitif ... 12

2.1.5. Model Gravitasi (Gravity Model) . ... 12

2.2. Studi Penelitian Terdahulu ... 16

2.3. Kerangka Pemikiran ... 18

2.4. Hipotesis ... 20

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data ... 21

3.2. Metode Analisis ... 21

3.2.1 Panel Data ... 22

3.2.1.1 Jenis Pendekatan Panel Data ... 22

3.2.1.2 Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel ... 25

3.2.1.3 Pengujian Hipotesis ... 27

3.2.1.4 Pengujian Asumsi Model ... 29

3.2.1.5 Perumusan Model ... 31

3.2.1.6 Definisi Operasional ... 32

3.2.2 Export Product Dynamic (EPD) ... 33

3.2.3 Porter’s Diamond ... 36

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Budidaya Komoditas Kakao Dalam Negeri ... 38

4.2. Kondisi Pasar Ekspor Komoditas Kakao Uni Eropa ... 43

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Komoditas Kakao Indonesia ke Kawasan Uni Eropa ... 47

5.1.1. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Komoditas Kakao Indonesia Periode 2002-2010 ... 47

5.1.2. Hasil Uji Asumsi Model ... 50

5.1.3. Intepretasi Model ... 51 5.2. Analisis Keunggulan Kompetitif Export Product Dynamics (EPD)

(11)

Komoditas Kakao Indonesia ke Sepuluh Negara Kawasan Uni

Eropa ... 54

5.3. Analisis Keunggulan Kompetitif Porter’s Diamond Theory Komoditas Kakao Indonesia ... 56

5.3.1. Kondisi Faktor ... 56

5.3.2. Kondisi Permintaan ... 62

5.3.3. Industri Terkait dan Industri Pendukung ... 64

5.3.4. Strategi Perusahaan, Struktur, dan Persaingan ... 64

5.3.5. Peran Pemerintah ... 65

5.3.6. Peran Kesempatan ... 66

5.3.7. Keunggulan dan Kelemahan Komponen Porter’s Diamond 67 V. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... . 70

6.2. Saran ... . 71

DAFTAR PUSTAKA ... . 72

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Negara Penghasil Biji Kakao Tertinggi di Dunia Tahun 2009 ... 2

1.2. Perkembangan Ekspor Kakao ke Kawasan Uni Eropa Tahun 2002-2010 ... 3

1.3. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Komoditas Kakao Tahun 2002-2010 ... 3

2.1. Data Hipotesis Teori Keunggulan Absolut Adam Smith ... 10

2.2. Analisis Keseimbangan Parsial Atas Biaya Transportasi ... 16

3.1. Selang Nilai Statistik Durbin-Watson serta Keputusannya ... 30

3.2. Matriks Posisi Daya Saing ... 33

4.1. Persyaratan Umum Mutu Biji Kakao ... 41

4.2. Konsumsi Komoditas Kakao Dunia Tahun 2001-2007 ... 43

4.3. Harga Komoditas Kakao dan Tempat Acuannya dalam Bursa Komoditi Indonesia ... 44

4.4. Harga Kakao Dunia Tahun 2002-2007 ... 44

4.5. Nilai Ekspor Komoditas Kakao Indonesia ke Sepuluh Negara Uni Eropa Tahun 2002-2010 ... 45

5.1. Hasil Uji Chow ... 48

5.2. Hasil Estimasi Model Aliran Ekspor Komoditas Kakao Indonesia .... 49

5.3. Hasil Uji Normalitas Aliran Ekspor Komoditas Kakao Indonesia ... 51

5.4. Persyaratan Umum Mutu Biji Kakao ... 60

5.5. Persyaratan Khusus Mutu Biji Kakao ... 61

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1. Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional ... 8 2.2. Analisis Keseimbangan Parsial atas Biaya Transportasi ... 14 2.3. Kerangka Pemikiran ... 19 3.1. Daya Tarik Pasar dan Kekuatan Bisnis dalam Export Product

Dynamic (EPD) ... 34 3.2. Porter’s Diamond Model ... 36 4.1. Perkembangan Luas Panen dan Total Produksi Komoditas Kakao

Indonesia Tahun 2002-2010 ... 39 5.1. Hasil Estimasi Export Product Dynamic (EPD) Komoditas Kakao

dan Negara Mitra Dagang di Kawasan Uni Eropa ... 55 5.2. Perkembangan Ekspor Biji Kakao Tahun 2002-2009 ... 62 5.3. Keunggulan dan Kelemahan Komponen Porter’s Diamond ... 69

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Variabel-Variabel dalam Model Aliran Ekspor Komoditas Kakao

Indonesia Tahun 2002-2010 ... 75

2. Hasil Estimasi Model Aliran Ekspor Komoditas Kakao Indonesia Tahun 2002-2010 ... 78

3. Hasil Uji Chow dan Hasil Uji Hausman ... 79

4. Hasil Cross Section Effect pada Data Panel ... 79

5. Hasil Uji Normalitas ... 80

6. Hasil Estimasi EPD Komoditas Kakao Indonesia di Pasar Uni Eropa Tahun 2002-2010 ... 81

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara. Setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya agar dapat hidup makmur dan sejahtera. Kerjasama dalam bentuk hubungan dagang antarnegara sangat dibutuhkan oleh setiap negara. Hal ini disebabkan setiap negara tidak dapat menghasilkan semua barang dan jasa yang dibutuhkan oleh rakyatnya. Selain itu, disebabkan juga oleh adanya perbedaan sumberdaya yang dimiliki, iklim, letak geografis, jumlah penduduk, pengetahuan, dan teknologi. Alasan-alasan inilah yang menyebabkan munculnya perdagangan internasional.

Sebagian besar negara di dunia ini menganut sistem perekonomian terbuka, mereka mengekspor barang dan jasa ke luar negeri, mengimpor barang dan jasa dari luar negeri, serta meminjam dan memberi pinjaman pada pasar keuangan dunia. Perdagangan merupakan sentral untuk menganalisis pembangunan ekonomi dan merumuskan kebijakan-kebijakan ekonomi. Perdagangan internasional yang tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) dari sisi pengeluaran suatu negara.

Perkebunan selama ini memegang peranan yang penting sebagai sumber penerimaan devisa negara. Tahun 2010 devisa dari perkebunan mencapai US$ 20 miliar, yang berasal dari kelapa sawit US$ 15,5 miliar, karet US$ 7,8 miliar dan kopi US$ 1,7 miliar. Selain itu terdapat juga penerimaan negara dari bea keluar masuk minyak kelapa sawit sebesar Rp 20 triliun dan bea keluar kakao sebesar Rp 615 miliar. Peranan penting perkebunan yang lain adalah sebagai penyerap tenaga kerja, dari sekitar 114 juta tenaga kerja nasional pada tahun 2009, sebesar 19,7 juta orang (17,32 persen) diantaranya merupakan tenaga kerja pada sub sektor perkebunan. Atau jika dikalkulasi di sektor pertanian yang dapat menyerap 43,03 juta orang, perkebunan dapat menyerap 45,78 persen tenaga kerja (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011).

Kakao merupakan salah satu komoditas andalan sektor perkebunan, yang peranannya penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan

(16)

kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara. Kakao merupakan salah satu komoditi ekspor yang memiliki keunggulan komparatif yang menjadi modal utama yang harus ada pada suatu produk untuk memiliki kekuatan kompetitif. Permintaan ekspor kakao Indonesia oleh negara mitra dagang didominasi oleh biji kakao. Berdasarkan FAO 2009 (Food and Agriculture Organization of The United Nations) yang terdapat pada Tabel 1.1, Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Hal ini tentu saja membuat Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan berbagai produk olahan kakao.

Rank Area Kuantitas

(Ton) Nilai (1000 USD) Unit Nilai (Ton/1000 USD) 1 Pantai Gading 917.700 2.595.900 2.829 2 Ghana 498.308 1.151.370 2.311 3 Indonesia 439.305 1.087.490 2.475 4 Nigeria 247.000 599.000 2.425 5 Kamerun 193.973 540.281 2.785 6 Belanda 167.521 466.813 2.787 7 Ekuador 124.404 334.925 2.692 8 Belgia 97.578 296.651 3.04 9 Togo 119.500 285.480 2.389 10 Papua Nugini 79.091 191.951 2.427

Sumber: Food and Agriculture Organization of The United Nations (2009) Tabel 1.1. Negara Penghasil Biji Kakao Tertinggi di Dunia Tahun 2009

Sejak tahun 2002 hingga tahun 2010 ekspor komoditas kakao ke kawasan Uni Eropa menunjukkan trend yang berfluktuatif yang dapat dilihat pada tabel 1.3. Perkembangan ekspor kakao mengalami penurunan secara drastis sebesar 25,01 persen pada tahun 2006 dengan nilai 86,8 juta US$. Turunnya nilai ekspor kakao disinyalir oleh para analis bahwa bukan akibat produksi kakao sedang menurun, namun dapat dimungkinkan sebenarnya konsumsi di dalam negeri yang sedang meningkat (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011). Sementara itu, pada tahun 2008 terjadi peningkatan secara drastis sebesar 32,81 persen dengan nilai 149,9 juta US$.

(17)

Sumber: COMTRADE (2012)

Tabel 1.2. Perkembangan Ekspor Kakao ke Kawasan Uni Eropa Tahun 2002-2010 Total produksi dan luas panen kakao di Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun, namun kecenderungannya terus meningkat dari tahun 2002 sampai tahun 2010 dengan rata-rata peningkatannya sebesar 0,05 persen dan 0,12 persen per tahun. Tanaman kakao di Indonesia tersebar hampir di semua kepulauan, namun areal perkebunan kakao paling banyak berada di Pulau Sulawesi yakni 58 persen dari luasan pertamanan kakao nasional, yang menghasilkan 63 persen kakao nasional, sehingga dikenal sebagai sentra produksi kakao. Perkembangan produksi, luas panen, dan produktivitas kakao tahun 2002-2010 dapat dilihat pada tabel 1.2.

Tahun Total Produksi (Ton) (000) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Kg/Ha) 2002 571.155 914.051 620 2003 698.816 964.223 720 2004 691.704 1.090.960 630 2005 748.828 1.167.046 640 2006 769.386 1.320820 580 2007 740.006 1.379.279 530 2008 803.594 1.425.216 560 2009 809.583 1.587.136 510 2010 844.626 1.651.539 510

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2012)

Tabel 1.3. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Kakao Tahun 2002-2010 Tahun Nilai (US$) % Perubahan Nilai 2002 100.003.982 - 2003 92.562.034 7.44 2004 93.276.414 0.77 2005 115.813.149 24.16 2006 86.848.400 25.01 2007 112.900.064 29.99 2008 149.947.469 32.81 2009 124.878.377 16.72 2010 149.843.636 19.99

(18)

1.2. Perumusan Masalah

Indonesia sebagai negara tropis dengan kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, khususnya di bidang pertanian, membuat pemerintah memberi perhatian terhadap komoditi pertanian guna terwujudnya peningkatan produktivitas dan ekspor yang menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar dalam pembangunan.

Komoditas kakao merupakan komoditas agroindustri yang mempunyai peranan penting terhadap kinerja ekspor non-migas Indonesia. Dan seperti yang telah dikemukakan pada latar belakang di bagian sebelumnya, Indonesia merupakan produsen komoditas kakao terbesar ketiga di dunia. Cita-cita menjadi produsen utama kakao dunia seyogyanya bagi Indonesia bukanlah menjadi hal yang mustahil untuk dicapai jika berbagai masalah yang dihadapi oleh perkebunan kakao dapat diatasi, misalnya masalah hama hama penggerek buah kakao (PBK), rendahnya kualitas kakao Indonesia serta belum berkembangnya industri hilir kakao. Selain itu, dengan luas lahan yang mencapai 1,5 juta Ha, bila produktifitas bisa mencapai 1 Ton/Ha saja, maka produksi kakao Indonesia mampu mencapai 1,5 Ton atau melebihi Pantai Gading yang mencapai 1,3 juta ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010).

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian ini dirumuskan beberapa permasalahan, diantaranya :

1. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi ekspor komoditas kakao Indonesia ke kawasan Uni Eropa?

2. Bagaimana daya saing perdagangan komoditas kakao Indonesia ke kawasan Uni Eropa?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi ekspor komoditas kakao Indonesia ke kawasan Uni Eropa.

2. Menganalisis daya saing perdagangan komoditas kakao Indonesia ke kawasan Uni Eropa.

(19)

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang perdagangan komoditas kakao Indonesia.

2. Bagi pihak-pihak lain, penelitian ini dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan perdagangan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisis mengenai daya saing serta faktor-faktor yang memengaruhi ekspor komoditas kakao Indonesia ke sepuluh negara mitra dagang Uni Eropa. Negara mitra dagang tersebut adalah Belgium, Estonia, Prancis, Jerman, Italia, Lituania, Belanda, Polandia, Spanyol, dan Inggris yang tergabung di dalam ICCO (International Cocoa Organization) dan telah menjadi mitra dagang Indonesia selama periode 2002 - 2010. Klasifikasi yang digunakan adalah Harmonized System (HS) 18 untuk kakao (cocoa and cocoa preparations).

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Konsep Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antar individu dengan pemerintahan suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan internasional didorong oleh adanya perbedaan harga antar negara (Nopirin, 1997). Perdagangan internasional yang tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) dari sisi pengeluaran suatu negara.

Konsep perdagangan internasional pada hakikatnya telah terjadi selama ribuan tahun (seperti Jalur Sutera dan Amber Road), meskipun dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun telah mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional. Perdagangan internasional juga merupakan cikal bakal bagi penemuan wilayah baru seperti Benua Australia dan penjajahan suatu negara atas negara lainnya seperti penjajahan oleh negara-negara di Eropa terhadap beberapa negara di Asia dan Afrika

Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain motif mencari keuntungan, Krugman (2003) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional:

1. Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain.

2. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale).

(21)

Menurut Sukirno (2004) keuntungan dari melakukan perdagangan internasional adalah :

1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi dalam negeri. Beberapa barang tidak dapat diproduksi sendiri di dalam negeri karena faktor alam maupun pengetahuan dan teknologi.

2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi karena faktor-faktor produksi yang dimiliki setiap negara dapat digunakan dengan lebih efisien dan setiap negara dapat menikmati lebih banyak barang yang dapat diproduksi di dalam negeri. 3. Memperluas pasar-pasar industri dalam negeri. Dengan perluasan pasar,

kapasitas produksi dapat terus ditingkatkan dengan pasar yang luas sehingga efisiensi dari skala ekonomi dapat tercapai.

4. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara mempelajari teknik produksi dan manajemen yang lebih baik dari negara lain dan mengimpor alat-alat dengan teknologi yang lebih canggih dari negara lain untuk meningkatkan efisiensi.

Secara teoritis, suatu negara (misal negara A) akan mengekspor suatu komoditas (misal pakaian jadi) ke negara lain (misal negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadinya perdagangan internasional) relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestik negara B (Gambar 2.1). Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produk domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A telah terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi). Dengan demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Di lain pihak, di negara B kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli pakaian jadi dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara negara A dengan negara B, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama.

Gambar 2.1 memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan internasional harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran pasar

(22)

internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan

permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan PA maka negara B akan terjadi

excess demand (ED) sebesar B. Jika harga internasional sama dengan PB maka di negara

A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan ED yang akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P*. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditas (pakaian jadi) sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor komoditas (pakaian jadi) sebesar M, dimana di pasar internasional sebesar X sama dengan M yaitu Q*.

O O Q* O QB Negara A Perdagangan Negara B Sumber: Salvatore (1997)

Gambar 2.1. Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional Keterangan :

PA : Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional.

OQ* : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional.

A : Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional.

X : Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A.

PB : Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional.

PA X DA A SA ES P* ED B M PB DB

(23)

OQB : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B (pengimpor) tanpa

perdagangan internasional.

B : Kelebihan permintaan (excess demand) di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional.

M : Jumlah komoditas yang diimpor oleh negara B.

P* : Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan internasional. OQ* : Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana jumlah

yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M).

2.1.2 Teori Keunggulan Absolut

Teori keunggulan absolut berdasarkan pada variable riil dan bukan variable moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variable riil seperti nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai barang tersebut.

Teori keunggulan absolut Adam Smith yang sederhana dengan menggunakan teori nilai tenaga kerja, dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: Misalnya hanya ada 2 negara yaitu Amerika Serikat dan Indonesia. Kedua negara tersebut memiliki faktor produksi tenaga kerja yang homogen menghasilkan dua barang yaitu gandum dan pakaian. Untuk menghasilkan satu unit gandum dan pakaian, Amerika membutuhkan 8 unit tenaga kerja dan 4 unit tenaga kerja. Sedangkan Indonesia setiap unit gandum dan pakaian masing-masing membutuhkan tenaga kerja sebanyak 10 unit dan 2 unit.

Berdasarkan Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa Indonesia lebih efisien dalam memproduksi gandum, sedangkan Amerika Serikat lebih efisien dalam produksi pakaian. Satu hari orang kerja menghasilkan 16 karung gandum di Indonesia, sedangkan di Amerika Serikat hanya menghasilkan 8 karung gandum. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Indonesia memiliki keunggulan absolut pada produksi gandum dan Amerika Serikat memiliki keunggulan absolut pada produksi pakaian. Amerika Serikat dikatakan memiliki keunggulan absolut pada produksi kain karena satu hari orang kerja

(24)

di Amerika Serikat dapat menghasilkan 4 meter kain, sedangkan di Indonesia hanya dapat menghasilkan 2 meter kain. Jika keduanya melakukan perdagangan, maka Indonesia akan berspesialisasi dalam memproduksi gandum dan menukarkan sebagian gandumnya dengan kain dari Amerika Serikat. Sebaliknya, Amerika Serikat akan berspesialisasi dalam memproduksi kain, dan menukarkan sebagian kainnya dengan gandum.

Produk per satuan tenaga kerja/hari/Negara

Amerika Serikat

Indonesia DTDN*

Kain (meter/hari orang kerja) 4 2 2 m : 1 m

Gandum (karung/hari orang kerja)

8 16 1 karung : 2

karung Sumber : Oktaviani et al. (2009)

Keterangan : * adalah Dasar Tukar Dalam Negeri

Tabel 2.1. Data Hipotesis Teori Keunggulan Absolut Adam Smith

Keunggulan absolut masing-masing negara terjadi karena setiap negara dapat menghasilkan satu macam barang dengan biaya yang secara absolut lebih rendah dari negara lain. Menurut teori keunggulan absolut, Adam Smith mengemukakan bahwa setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolut), serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (absolute disadvantage). Selain itu, menurut teori Adam Smith suatu negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional dan meningkatkan kemakmurannya apabila :

1. Kondisi perdagangan free trade (tanpa campur tangan pemerintah).

2. Negara melakukan spesialisasi berdasarkan keunggulan absolut yang dimiliki. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam teori keunggulan absolut adalah :

1. Terdapat dua negara dan dua komoditas.

2. Faktor produksi yang digunakan adalah tenaga kerja.

3. Kualitas barang yang diproduksi oleh kedua negara adalah sama. 4. Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang.

(25)

2.1.3 Teori Keunggulan Komparatif

Teori keunggulan komparatif dari David Ricardo merupakan penyempurnaan dari teori keunggulan absolut Adam Smith. Teori keunggulan komparatif (The Law of Comparative Advantage) mula-mula dikemukakan oleh David Ricardo menyatakan bahwa sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingkan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih bisa berlangsung, selama rasio harga antar negara masih berbeda jika dibandingkan dengan tidak ada perdagangan.

Ricardo menganggap keabsahan teori nilai berdasarkan teori tenaga kerja (labour theory of value) yang menyatakan bahwa hanya satu faktor produksi yang penting yang menentukan nilai suatu komoditas yaitu tenaga kerja. Nilai suatu komoditas adalah proporsional (secara langsung) dengan jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkannya. Menurut teori keunggulan komparatif suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional apabila melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien.

Perdagangan internasional dapat meningkatkan output dunia karena memungkinkan setiap negara memproduksi sesuatu yang keunggulan komparatifnya ia kuasai. Dengan kata lain, perdagangan antara dua negara akan menguntungkan kedua belah pihak jika masing-masing negara memproduksi dan mengekspor produk yang keunggulan komparatifnya ia kuasai.

Menurut Simatupang (1991), konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial. Artinya, daya saing akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi. Dengan kata lain, komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dikatakan juga memiliki efisiensi secara ekonomi. Suatu negara yang memiliki keunggulan komparatif di sektor tertentu secara potensial harus mampu mempertahankan dan bersaing dengan negara lain.

(26)

2.1.4 Teori Keunggulan Kompetitif

Keunggulan kompetitif adalah suatu keunggulan yang dapat dikembangkan, keunggulan ini harus diciptakan untuk dapat memilikinya. Jadi, keunggulan kompetitif suatu komoditas atau sektor ekonomi terbentuk dengan kinerja yang dimilikinya sehingga dapat unggul dari komoditas atau sektor ekonomi lainnya. Konsep keunggulan kompetitif pertama kali dikembangkan oleh Porter (1990) dengan empat faktor utama yang menentukan daya saing yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan, industri pendukung dan terkait, serta kondisi strategis, struktur perusahaan dan persaingan. Selain keempat faktor tersebut, ada dua faktor yang memengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu peran pemerintah dan peran kesempatan. Secara bersama-sama faktor-faktor tersebut membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing yang disebut Porter’s Diamond Theory (Tarigan, 2005).

2.1.5 Model Gravitasi (Gravity Model)

Gravity model pertama kali digunakan dalam analisis perdagangan internasional oleh Tinberger (1962) yang menganalisis arus perdagangan di negara-negara Eropa. Menurut Feenstra et al (1998), gravity model dapat menjelaskan aliran perdagangan internasional dengan baik. Selanjutnya menurut Alonso (1987) dalam Yuniarti (2007), ditemukan hubungan yang kuat dengan menggunakan fungsi gravity dengan mengganti massa dengan populasi dan kekuatan gravitasi dengan beberapa ukuran interaksi antara dua lokasi.

Model gravitasi didasarkan pada hukum gravitasi Newton, yang menyatakan bahwa gaya gravitasi antara dua benda secara langsung dipengaruhi secara proporsional oleh massa dari kedua benda dan sebaliknya secara proporsional dipengaruhi oleh jarak kuadrat antara keduanya. Dalam konteks perdagangan, model ini menyatakan bahwa intensitas perdagangan antara negara-negara akan berhubungan secara positif dengan pendapatan nasional masing-masing negara, dan berhubungan terbalik dengan jarak diantara keduanya.

Gravity model menyajikan suatu analisis yang lebih empiris dari pola perdagangan dibandingkan model yang lebih teoritis. Model ini pada bentuk dasarnya

(27)

menjelaskan perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya seperti PDB dan nilai tukar. Alasan yang melatarbelakangi penggunaan gravity model adalah bahwa negara yang lebih besar dan kaya banyak melakukan perdagangan luar negeri dibandingkan dengan negara yang lebih kecil dan miskin di mana ada pengaruh dari jarak, namun bukan sebagai hambatan. Sesuai dengan perumusan Newton terhadap model gravitasi fisika yaitu “interaksi antara dua objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing-masing”.

Mi x Mj

Fij = G ---

Dij2

dimana :

Fij = Volume aliran perdagangan

Mi,j = Ukuran ekonomi untuk kedua negara

Dij = Jarak antara kedua negara

G = Konstanta

A. Jarak

Jarak adalah faktor geografi yang menjadi variabel utama dalam gravity model untuk aliran perdagangan. Dalam kaitannya dengan perdagangan, jarak memberikan pengaruh dalam masalah biaya angkut (transportasi) produk dari titik produksi ke titik konsumsi. Biaya angkut tersebut juga memberikan dampak secara langsung maupun tidak langsung bagi perdagangan internasional. Variabel jarak tersebut dapat dimodifikasi menjadi economics distance atau jarak ekonomi. Variabel ini menghitung jarak geografis antara dua negara, juga memasukkan GDP negara mitra dagang atau yang disebut weighted-average economics distance (Li et al., 2008). Adapun rumus yang digunakan dalam menghitung jarak ekonomi yaitu:

Jarak Ekonomi = Jarak Geografis Antarnegara X (∑ GDPj)

(28)

Salvatore (1997) menjelaskan pengaruh biaya transportasi terhadap perdagangan internasional seperti dalam Gambar 2.2. Sebelum dilakukan perdagangan internasional, negara 1 akan memproduksi komoditas Z sebanyak 50 unit dengan harga $5, sementara negara 2 akan memproduksi komoditas Z sebanyak 50 unit dengan harga $11. Setelah dilakukan perdagangan internasional (tanpa biaya transportasi), harga komoditas Z di negara 1 akan meningkat sehingga negara 1 berproduksi lebih banyak kemudian kelebihan produksinya diekspor ke negara 2. Bertambahnya kuantitas komoditas Z menyebabkan harga komoditas Z di negara 2 menurun hingga harga yang berlaku di kedua negara adalah sama yaitu sebesar $8 dengan kuantitas Z yang diperdagangkan sebanyak 50 unit.

Sumber : Salvatore (1997)

Gambar 2.2 Analisis Keseimbangan Parsial Atas Biaya Transportasi

Biaya trasnportasi akan menyebabkan harga komoditas di negara importir yaitu negara 2 meningkat sehingga harga komoidtas Z di negara 2 sebesar $9 sementara di negara 1 sebesar $7. Negara 1 akan meningkatkan produksi domestik atas komoditas Z hingga 70 unit, dimana untuk konsumsi domestik sebanyak 30 unit dan 40 unit sisanya diekspor ke negara 2. Sedangkan di negara 2 disaat harga $9 produksi komoditas Z sebanyak 30 unit, sehingga untuk memenuhi kebutuhan domestiknya negara 2 mengimpor 40 unit komoditas Z dari negara 1.

(29)

B. Produk Domestik Bruto

Produk Domestik Bruto (Gross Domestik Product/GDP) sebagai salah satu variabel utama dalam analisis aliran perdagangan gravity model menunjukkan besarnya kemampuan perekonomian suatu negara. Semakin besar GDP yang dihasilkan suatu negara, semakin besar pula kemampuan tersebut untuk melakukan perdagangan. Komponen GDP terdiri dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan net ekspor. Menurut Mankiw (2003) GDP menyatakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa. GDP terdiri dari GDP nominal dan GDP riil. GDP nominal mengukur nilai uang yang berlaku dari output perekonomian. GDP riil mengukur output yang dinilai pada harga konstan.

C. Nilai Tukar

Menurut Mankiw (2003) kurs atau exchange rate antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Para ekonom membedakan kurs menjadi dua, yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan kurs riil (riil exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Tingkat harga dimana kita memperdagangkan barang domestik dengan barang luar negeri tergantung pada harga barang dalam mata uang lokal pada tingkat kurs yang terjadi. Maka kurs riil dapat dituliskan seperti berikut :

Є = e (P/P*) dimana :

Є = Kurs riil e = Kurs nominal

(P/P*) = Rasio tingkat harga di dalam dan luar negeri

Kurs riil di antara dua negara dihitung dari kurs nominal dan tingkat harga di kedua negara. Jika kurs riil tinggi, barang-barang luar negeri relatif lebih murah dan barang-barang domestik relatif lebih mahal. Jika kurs riil rendah, barang-barang luar negeri relatif lebih mahal dan barang-barang domestik relatif lebih murah.

(30)

D. Populasi

Populasi di suatu negara berpengaruh terhadap permintaan ekspor negara tersebut. Pertumbuhan penduduk di negara tujuan ekspor berimplikasi pada peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa, sehingga kurva permintaan bergeser ke kanan dan menyebabkan excess demand pasar internasional dengan asumsi permintaan tetap, (cateris paribus), begitu pula di negara pengekspor.

2.2 Studi Penelitian Terdahulu

Penelitian oleh Yeboah et al (2007) dalam jurnal “Increased Cocoa Bean Exports Under Trade Liberalization : A Gravity Model Approach” menyimpulkan bahwa perbedaan relatif faktor pendorong berbeda pengaruhnya bagi perdagangan. Perbedaan pendapatan di antara negara importir dan eksportir positif dan signifikan sedangkan nilai tukar tidak menjadi masalah. Tetapi harga produsen kakao pada saat liberalisasi perdagangan meningkat, produksi meningkat dan volume ekspor meningkat.

Yuniarti (2007) meneliti tentang determinan perdagangan bilateral Indonesia dengan pendekatan Gravity Model yang menyimpulkan bahwa PDB dari negara eksportir (Yi) dan importir (Yj) mempunyai hubungan positif, variabel jarak berpengaruh

negatif terhadap perdagangan bilateral, variabel kesamaan ukuran perekonomian berpengaruh positif, variabel populasi mitra dagang mempunyai koefisien positif, dan keanggotaan dalam area perdagangan bebas tidak berpengaruh.

Karomah (2011) meneliti tentang daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor nenas Indonesia di pasar internasional, pengestimasian dengan metode Gravity Model menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor nenas Indonesia dengan negara tujuan adalah pendapatan per kapita, jarak Indonesia dengan negara tujuan, dan pendapatan per kapita Indonesia. Sedangkan hasil penelitian menggunakan metode Export Product Dynamic (EPD) menunujukkan bahwa selama periode 2002-2008 kinerja ekspor nenas Indonesia terletak pada posisi Retreat, disebabkan pertumbuhan pangsa ekspor nenas dari Indonesia ke dunia yang mengalami penurunan, begitu juga dengan pangsa pasar ekspor Indonesia.

(31)

Gumilar (2010) meneliti tentang daya saing sayuran utama Indonesia selama periode 2001-2008 di pasar Internasional melalui pengestimasian dengan menggunakan Export Product Dynamic (EPD). Diketahui bahwa beberapa komoditi sayuran Indonesia yang diuji seperti kol, jamur, dan kentang berada di posisi Retreat, komoditi bawang merah Indonesia berada di posisi Rising Star, komoditi cabai berada di posisi Falling Star, sedangkan komoditi tomat berada di posisi Lost Opportunity.

Yanti (2011) meneliti tentang analisis daya saing produk turunan susu Indonesia di pasar internasional selama periode 2000-2010. Berdasarkan hasil estimasi Export Product Dynamic (EPD), keenam produk turunan susu berada pada posisi daya saing Rising Star yang menandakan bahwa keenam produk tersebut tumbuh dengan cepat (fast-growing product) dan Indonesia memperoleh tambahan pangsa pasar dari keenam produk turunan susu tersebut.

Oktaviani (2011) meneliti tentang daya saing industri karet remah Indonesia selama periode 1993-2008. Berdasarkan hasil analisis keunggulan kompetitif dengan Porter’s Diamond Theory, industri karet remah Indonesia dapat dikatakan memiliki keunggulan kompetitif. Hal tersebut dikarenakan industri karet remah Indonesia memiliki komponen-komponen keunggulan kompetitif Porter’s Diamond Theory yang lebih banyak dibandingkan dengan komponen kelemahannya. Hasil analisis Porter’s Diamond Theory menunjukkan bahwa hanya ada tiga dari empat belas komponen yang masih kurang mendukung keunggulan kompetitif industri karet remah Indonesia yaitu komponen IPTEK, infrastruktur, dan industri terkait.

(32)

2.3 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi pertanian nasional, khususnya subsektor perkebunan, yang menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar dalam pembangunan, sehingga membuat pemerintah memberi perhatian terhadap komoditi pertanian guna terwujudnya peningkatan produktivitas. Kakao merupakan salah satu komoditas andalan sektor perkebunan yang peranannya penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara. Namun, kualitas komoditas kakao masih termasuk rendah di pasar internasional, padahal berpotensi menjadi komoditas ekspor andalan Indonesia

Dalam penelitian ini akan dianalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor komoditas kakao Indonesia menuju kawasan Uni Eropa, yang melibatkan 10 negara mitra dagang pengimpor di kawasan Uni Eropa dalam kurun waktu tahun 2002-2010. Negara yang dimaksud antara lain Belgia, Estonia, Prancis, Jerman, Italia, Lituania, Belanda, Polandia, Spanyol dan Inggris. Kesepuluh negara ini dipilih karena nilai ekspor ke negara tujuan pengimpor tersebut termasuk tinggi dan tergabung di dalam ICCO (International Cocoa Organization) seperti halnya Indonesia. Model pendekatan yang digunakan adalah Gravity Model, Export Product Dynamic (EPD), dan Porter’s Diamond.

Di dalam Gravity Model, variabel yang akan dianalisis adalah jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor, GDP riil negara Indonesia, GDP riil negara tujuan ekspor, serta nilai tukar riil mata uang negara tujuan ekspor terhadap US$. Pengolahan data dilakukan secara statistik dengan pendekatan panel data yang diolah dengan Eviews 6, sehingga akan didapatkan kesimpulan faktor-faktor yang memengaruhi ekspor komoditas kakao Indonesia ke negara mitra dagang pengimpor. Di dalam Export Product Dynamic (EPD) dapat diidentifikasi posisi daya saing komoditas kakao Indonesia dan juga dapat diketahui apakah komoditi tersebut merupakan produk dengan performa yang memiliki pertumbuhan yang cepat atau tidak. Sedangkan dengan Porter’s Diamond dapat dianalisis kondisi faktor-faktor yang memengaruhi daya saing komoditas kakao Indonesia.

(33)

Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Pertanian khususnya subsektor perkebunan menjadi penyumbang devisa yang besar dalam

pembangunan

Rendahnya kualitas kakao Indonesia di pasar internasional

Analisis Posisi Daya Saing Produk Ekspor Komoditas Kakao Indonesia Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Komoditas Kakao Indonesia Analisis Kondisi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing Komoditas Kakao Indonesia Export Product Dynamic (EPD) Gravity Model : Jarak Ekonomi GDP riil Indonesia GDP riil negara tujuan

Nilai tukar riil

Porter’s Diamond

Strategi dan Rekomendasi Kebijakan Guna Pengembangan Komoditas Kakao Indonesia

Kakao sebagai komoditas agroindustri yang berpotensi menjadi

komoditas ekspor andalan Indonesia

(34)

2.4. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini berupa dugaan tanda koefisien variabel-variabel yang memengaruhi aliran ekspor komoditas kakao Indonesia adalah: 1. Jarak ekonomi diharapkan memiliki pengaruh negatif terhadap aliran ekspor

komoditas kakao Indonesia.

2. GDP negara tujuan ekspor diharapkan memiliki pengaruh positif terhadap aliran ekspor komoditas kakao Indonesia.

3. GDP negara Indonesia diharapkan memiliki pengaruh positif terhadap aliran ekspor komoditas kakao Indonesia.

4. Nilai tukar Rupiah terhadap mata uang negara tujuan ekspor diharapkan memiliki pengaruh positif terhadap aliran ekspor komoditas kakao Indonesia.

5. Populasi negara tujuan ekspor diharapkan memiliki pengaruh positif terhadap aliran ekspor komoditas kakao Indonesia.

(35)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data cross section sepuluh negara tujuan ekspor di kawasan Uni Eropa selama kurun waktu tahun 2002-2010. Sepuluh negara yang dimaksud adalah Belgia, Estonia, Prancis, Jerman, Italia, Lituania, Belanda, Polandia, Spanyol dan Inggris yang tergabung di dalam ICCO (International Cocoa Organization). Komoditas yang menjadi objek penelitian adalah kakao dengan kode Harmonized System 18.

Adapun data-data yang diperlukan dalam pemodelan yaitu nilai ekspor komoditas kakao Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor, jarak ekonomi antara Indonesia dan negara tujuan ekspor, GDP negara Indonesia, GDP negara tujuan ekspor, nilai tukar riil mata uang negara tujuan ekspor terhadap US$, serta populasi negara tujuan ekspor.

Data tersebut diperoleh dari beberapa sumber, diantaranya COMTRADE (Commodity Trade Statistics Database) yang diakses melalui WITS (World Integrated Trade Solution) untuk data nilai perdagangan ekspor kakao, CEPII (Centre d`Etudes Prospectives et d`Informartions Internationales) untuk data jarak antara Indonesia dan negara tujuan ekspor, World Bank untuk data GDP negara tujuan ekspor dan negara Indonesia, IMF (International Monetary Fund) yang diakses melalui UNSD (United Nations Statistics Division) untuk data nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap US$, serta United Nations Population Division yang diakses melalui UNSD untuk data populasi negara tujuan.

3.2 Metode Analisis

Metode penelitian yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perdagangan komoditas kakao Indonesia ke kawasan Uni Eropa adalah analisis data panel dengan menggunakan Gravity Model. Untuk menganalisis posisi daya saing komoditas kakao Indonesia di pasar Uni Eropa digunakan analisis Export Product Dynamic (EPD), sehingga dapat diketahui apakah komoditi tersebut merupakan produk

(36)

dengan performa yang memiliki pertumbuhan yang cepat atau tidak. Sedangkan untuk menganalisis kondisi faktor-faktor yang memengaruhi daya saing komoditas kakao Indonesia digunakan analisis Porter’s Diamond.

3.2.1 Panel Data

Dalam sebuah penelitian, terkadang akan ditemukan suatu persoalan mengenai ketersediaan data yang mewakili variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Terkadang ditemukan data dalam bentuk series yang pendek dan data dalam bentuk cross section yang terbatas juga. Dalam teori ekonometrika, kedua kondisi tersebut dapat diatasi dengan menggunakan panel data (pooled data) agar dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih baik (efisien). Manfaat menggunakan penggunaan data panel adalah sebagai berikut :

(1) Mampu mengukur heterogenitas individu.

(2) Memberikan lebih banyak informasi, lebih bervariasi, mengurangi kolinearitas antar variabel. Meningkatkan degrees of freedom dan lebih efisien.

(3) Lebih baik untuk study of dynamic adjustment.

(4) Mampu mengidentifikasi dan menukur efek yang secara sederhana tidak dapat diperoleh dari data cross section murni maupun data time series murni.

(5) Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks.

Kelebihan fundamental panel data dibandingkan cross section maupun time series adalah bahwa data panel akan membuat peneliti lebih fleksibel dalam memodelkan perbedaan sifat tiap data pengamatan.

3.2.1.1 Jenis Pendekatan Panel Data

Dalam analisa data panel dikenal tiga macam pendekatan yaitu pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square), pendekatan efek tetap (fixed effect model), dan pendekatan efek acak (random effect model).

A. Model Pooled Least Square

Pendekatan pertama adalah pendekatan kuadrat terkecil. Pada metode ini penggunaan data panel dengan mengumpulkan semua data cross section dan time series

(37)

lalu melakukan pendugaan (pooling). Di setiap observasi (setiap periode) terdapat regresi sehingga datanya berdimensi tunggal. Dari data panel akan diketahui N adalah jumlah unit cross section dan T adalah jumlah periode waktu. Dengan melakukan pooling seluruh observasi sebanyak N.T, maka dapat dituliskan fungsi dari model kuadrat terkecil, misalnya yaitu :

Yit = α + Xit βj + εit (3.1)

untuk i,j = 1,2, ..., N dan t = 1, 2, ..., T Dimana : Yit = Variabel endogen Xit = Variabel eksogen α = Intersep β = Slope i = Individu ke-i t = periode tahun ke-t ε = error/simpangan

N = jumlah unit cross section T = jumlah periode waktu

Pendekatan yang paling sederhana untuk mengestimasi persamaan tersebut adalah mengabaikan dimensi cross section dan time series dari data panel dan mengestimasi data dengan metode kuadrat terkecil biasa (OLS) yang diterapkan dalam data yang berbentuk pool.

Pada metode ini, model mengasumsikan bahwa nilai intersep masing-masing variabel adalah sama, kemudian model ini juga mengasumsikan bahwa slope koefisien dari dua variabel adalah identik untuk semua unit cross section. Ini merupakan asumsi yang ketat, sehingga walaupun metode PLS (pooled least square) menawarkan kemudahan, namun model mungkin mendistorsi gambaran yang sebenarnya dari hubungan antara Y dan X antar unit cross section.

(38)

B. Model Efek Tetap (Fixed Effect Model)

Model efek tetap adalah model yang didapatkan dengan mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series. Peubah dummy dapat ditambahkan ke dalam model untuk memungkinkan perubahan-perubahan intersep ini, lalu model diduga dengan Ordinary Least Square (OLS), yaitu :

Yit = αiDi + βXit + εit (3.2) Dimana : Yit = variabel endogen Xit = variabel eksogen α = intersep D = variabel dummy β = slope i = individu ke-i t = periode tahun ke-t ε = error/simpangan

C. Model Efek Acak (Random Effect Model)

Penambahan variabel dummy dalam efek tetap akan dapat menimbulkan konsekuensi yaitu akan mengurangi banyaknya degree of freedom yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Maka untuk mengatasinya, dapat menggunakan model efek acak. Dalam model ini, parameter yang berbeda antar individu maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error. Bentuk model efek acak dapat dijelaskan dengan persamaan berikut:

Yit = α + β Xit + εit (3.3)

εit = uit + vit + wit (3.4)

Dimana :

uit ~ N(0, δu2) = Komponen cross section error

vit ~ N(0, δv2) = Komponen time series error

(39)

i = individu ke-i, t = periode waktu ke-t

Dapat pula mengasumsikan bahwa error secara individual juga tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya.

Penggunaan model efek acak dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi pada parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi efisien.

Dalam pengolahan data panel, terdapat pilihan untuk menggunakan kriteria pembobotan yang berbeda-beda, yakni :

1. No weighting : Semua observasi diberi bobot yang sama,

2. Cross Section Weight : Generalized Least Square (GLS) dengan menggunakan estimasi varians residual cross section, digunakan apabila ada asumsi bahwa terdapat cross section heteroskedasticity.

3. SUR : GLS yang menggunakan estimasi residual covariance matrix cross section. Metode ini mengoreksi, baik heteroskedastisitas maupun autokorelasi antar unit cross section.

3.2.1.2 Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel

Pemilihan model yang akan digunakan dalam satu penelitian perlu dipertimbangkan secara statistik. Hal ini ditujukan untuk memperoleh dugaan yang efisien. Ada dua pengujian untuk menentukan model yang akan digunakan dalam pengolahan data panel yaitu Chow Test dan Hausman Test.

A. Chow Test

Chow Test adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan adalah Pooled Least Square atau Fixed Effect. Sebagaimana diketahui, bahwa terkadang asumsi “setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama” cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan setiap unit cross section memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan hipotesa sebagai berikut :

(40)

H1 : Model Fixed Effect

Dasar penolakan terhadap H0 adalah dengan menggunakan F-statistik seperti yang

dirumuskan oleh Chow :

CHOW = (ESS1 – ESS2)/(N-1) (3.5)

(ESS2)/(NT-N-K)

Dimana :

ESS1 = Residual Sum Square hasil pendugaan model PLS

ESS2 = Residual Sum Square hasil pendugaan model Fixed Effect

N = Jumlah data cross section T = Jumlah data time series K = Jumlah variabel penjelas

Statistik Chow Test mengikuti distribusi F-statistik dengan derajat bebas jika nilai CHOW statistik (F-stat) hasil pengujian lebih besar dari F-tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah model

fixed effect dan begitu pula sebaliknya.

B. Hausman Test

Uji Hausman digunakan untuk membandingkan metode fixed effect dengan random effect. Model fixed effect mengandung suatu unsur trade off yaitu hilangnya unsur derajat bebas dengan memasukkan variabel dummy. Namun penggunaan model random effect juga harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Hipotesa Hausman Test adalah sebagai berikut :

H0 : Model Random Effect

H1 : Model Fixed Effect

Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan

membandingkannya dengan Chi-Squared. Statistik Hausman dirumuskan sebagai berikut :

m = (β - b) (Mo - Mi)-1 (β - b) ~X2(K) (3.6)

Dimana :

(41)

b = Vektor statistik variabel random effect

Mo = Matriks kovarians untuk dugaan random effect

Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari X2-tabel, maka cukup melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect dan begitu pula

sebaliknya.

C. LM Test

LM Test atau The Breusch - Pagan LM Test digunakan sebagai pertimbangan statistik dalam memilih model Random Effect Model atau Pooled Least Square. Pengujian hipotesisnya :

H0 : Pooled Least Square

H1 : Random Effect Model

Dasar penolakan H0 dengan menggunakan statistik LM yang mengikuti distribusi

Chi-square.

3.2.1.3 Pengujian Hipotesis A. Uji F-statistic

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel independen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan distribusi F dengan membandingkan antara nilai kritis F dengan nilai F-hitung yang terdapat pada hasil analisis.

Langkah-langkah analisis dalam pengujian hipotesis terhadap variasi nilai variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variasi nilai variabel independen adalah sebagai berikut :

1. Perumusan hipotesis. H0 : β1 = β2 = ... = βk = 0

H1 : minimal ada satu nilai β yang tidak sama dengan nol.

2. Penentuan tarif nyata (α).

3. Membandingkan F-statistic dengan F-tabel pada α atau bandingkan probabilitas F-statistic dengan α.

(42)

4. Penentuan penerimaan atau penolakan Ho.

Fstatistic > Ftabel pada α atau prob (F-statistic) < α : tolak H0.

Artinya, variabel-variabel independen secara serentak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya.

B. Uji t-statistic

Pengujian hipotesis dari koefisien pada masing-masing peubah bebas dilakukan dengan uji-t untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya atau tidak.

Langkah-langkah analisis dalam pengujian t-statistic adalah : 1. Perumusan hipotesis.

H0 : β1 = 0

H1 : β1 ≠ 0

2. Penetuan tarif nyata (α)

3. Membandingkan statistic dengan tabel pada α atau bandingkan probabilitas t-statistic dengan α.

4. Penentuan penolakan atau penerimaan H0.

Tstatistic > Ttabel pada α atau prob (t-statistic) < α : tolak H0.

Artinya, variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya.

C. Koefisien Determinasi

Kesesuaian model dihitung dengan nilai koefisien determinasi (R2) yang bertujuan untuk mengukur keragaman variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variabel independen. R2 menunjukkan besarnya pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen.

R-Squared = RSS/TSS (3.7)

Dimana :

RSS = Jumlah kuadrat regresi TSS = Jumlah kuadrat total

(43)

Selang R2 yang digunakan adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. R2 = 1 berarti 100 persen variasi dalam variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya. Sedangkan R2 = 0 berarti tidak satupun variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya.

3.2.1.4 Pengujian Asumsi Model

Dalam analisis regresi, terdapat tiga asumsi yang harus diuji, yaitu multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Selain itu, ada uji normalitas untuk mengetahui apakah error term menyebar normal atau tidak.

A. Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah hubungan linear yang kuat antara variabel-variabel independen di dalam persamaan regresi. Adanya multikolinearitas menyebabkan pendugaan koefisien regresi tidak nyata walaupun nilai R2-nya besar. Hal tersebut dapat dideteksi dari nilai R2 yang tinggi (0,7-1), tetapi hanya sedikit sekali atau bahkan tidak terdapat koefisien dugaan yang berpengaruh nyata. Multikolinearitas dapat diatasi dengan memberi perlakuan General Least Square/GLS (cross section weight), sehingga parameter dugaan pada taraf uji tertentu menjadi signifikan.

B. Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi penting dalam model ekonomi klasik adalah nilai varian dari variabel bebas yang konstan yang disebut dengan homoskedastisitas. Apabila asumsi ini tidak terpenuhi, maka nilai varian dari variabel bebas tidak lagi bersifat konstan yang disebut heteroskedastisitas. Pengujian masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji White Heteroskedasticity Test. Sebelum dilakukan pengujian, dibuat hipotesisi sebagai berikut :

H0 : Homoskedastisitas

H1 : Heteroskedastisitas

Pengujian dilakukan dengan melihat Probability Obs* R-Squared. Apabila nilai Probability Obs* R-squared lebih kecil dari taraf nyata berarti terdapat heteroskedastisitas pada model atau menolak hipotesis H0. Bila nilai Probability Obs*

Gambar

Tabel 1.3. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Kakao Tahun  2002-2010 Tahun  Nilai  (US$)  % Perubahan Nilai 2002 100.003.982 - 2003 92.562.034 7.44 2004 93.276.414 0.77 2005 115.813.149 24.16 2006 86.848.400 25.01 2007 112.900.064 29.99 2
Gambar 2.1. Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional  Keterangan :
Gambar 2.2 Analisis Keseimbangan Parsial Atas Biaya Transportasi
Gambar 2.3.  Kerangka Pemikiran  Pertanian khususnya  subsektor perkebunan  menjadi penyumbang  devisa yang besar dalam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Analisis Regresi Pengaruh Harga CPO Dunia, Harga Minyak Rapeseed Dunia, Harga Minyak Kedelai Dunia, PDB Uni Eropa, Konsumsi Uni Eropa dan Kebijakan Perdagangan CSPO

jika diasumsikan variabel GDP negara-negara Uni Eropa, GDP Indonesia, jarak ekonomi, nilai tukar riil, kualitas bandara Indonesia, stabilitas politik Indonesia dan

Perkembangan Harga Domestik Biji Kakao Indonesia Pasca Penerapan Kebijakan Bea Keluar terhadap Biji Kakao.... Gambar Pohon Industri

Analisis Daya Saing Komoditas Kakao Indonesia tanaman kakao, yang dicanangkan 450 ribu hektar, yang bukan saja terkonsentrasi di wilayah Sulawesi saja tetapi ke

Tahun 2008 sampai dengan 2013 daya saing kakao Indonesai masih cukup bagus, terbukti dengan rata Indonesia memiliki daya saing kakao yang cukup tinggi, ini terlihat dari

Produk kakao Indonesia yang memiliki daya saing yang tinggi di pasar Amerika Serikat, Uni Eropa dan China adalah kakao pasta tanpa lemak (kode HS 180320). Walaupun

Judul Skripsi : Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Kopi Indonesia ke 6 Negara di Eropa Tahun 2012-2018.. Menyatakan dengan sebenarnya bahwa

Terkait permasalahan yang dihadapi Indonesia mengenai biaya tariff yang tinggi yang dilakukan Uni Eropa terhadap produk kakao Indonesia yang mana adanya perbedaan biaya tariff masuk