• Tidak ada hasil yang ditemukan

DATA CAPTURED. Uliyatul Mu awwanah Departemen Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) INAIFAS Jember, Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DATA CAPTURED. Uliyatul Mu awwanah Departemen Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) INAIFAS Jember, Indonesia"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Pendekatan Yuridis-Empiris Bagi User Apmk

Jurnal Al-Tsaman| 1

PENDEKATAN YURIDIS-EMPIRIS BAGI

USER

APMK

TERDAMPAK

SURCHARGE

PADA TRANSAKSI

ELEKTRONIC

DATA CAPTURED

Uliyatul Mu’awwanah

Departemen Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI)

INAIFAS Jember, Indonesia

uliyatul11@gmail.com

Abstract

This paper intends to approach using studies juridical-empirical on the implementation of the provisions of the normative legal basis in action at every event certain law that occur within communities to explore on the factual issues that occurred related to the imposition of a surcharge(Surcharge)to consumers by Merchant as well as its correlation with the legal consequences arising from these events. As technology developed, cashless payment systems improved. Card-Based Payment Instrument (APMK) is a payment instrument in the form of a credit card (Credit Card),card Automated Teller Machine (ATM) and / or debit cards, APMKs are issued by banks as acquirers, while customers as card holders are legitimate APMK users.

Merchants as entrepreneurs or merchants collaborate with banks by providing payment system

services in the form of EDC (machinesElectronic Data Captured)as a tool for processing transactions. In accordance with Bank Indonesia Regulation Number 11/11 / PBI / 2009, the

surcharge is prohibited because it is detrimental to the customer as the card holder .

Keywords: Juridical-Empirical, APMK, Surcharge, Electronic Data Captured

Abstrak

Tulisan ini bermaksud melakukan pendekatan menggunakan kajian yuridis-empiris tentang pemberlakuan ketentuan hukum normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mengeksplorasi tentang isu faktual yang terjadi terkait pembebanan biaya tambahan (Surcharge) kepada konsumen oleh Merchant serta korelasinya dengan akibat hukum yang timbul atas peristiwa tersebut. Seiring berkembangnya teknologi, sistem pembayaran non-tunai meningkat. Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) adalah alat pembayaran yang berupa kartu kredit (Credit Card), kartu Automated Teller Machine (ATM) dan/atau kartu debet, APMK diterbitkan oleh perbankan selaku acquirer, sedangkan nasabah sebagai pemegang kartu adalah pengguna APMK yang sah. Merchant sebagai pengusaha atau pedagang melakukan kerjasama dengan bank dengan menyediakan pelayanan jasa sistem pembayaran berupa mesin EDC (Electronic Data Captured) sebagai alat untuk memproses transaksi. Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009, pembebanan surcharge adalah sesuatu yang dilarang karena merugikan nasabah sebagai card holder (pemegang kartu).

(2)

Uliyatul Mu’awwanah

Jurnal Al-Tsaman | 2 Pendahuluan

Di awali dengan keraguan penulis sejak menjadi nasabah pemegang kartu yang pada saat melakukan transaksi pembelanjaan dan di akhiri dengan proses pembayaran sering kali ditodong dengan adanya surcharge. Pada awalnya peristiwa tersebut nampak biasa dan lumrah tetapi seiring berjalannya waktu dengan mengumpulkan banyak informasi, tindakan dalam peristiwa tersebut sangat merugikan nasabah apabila di telisik lebih dalam. Di lain pihak, pemerintah Indonesia terus berusaha mewujudkan prinsip masyarakat yang adil, makmur, serta sejahtera dalam hal ini sangat erat hubungannya diwujudkan dengan pembangunan secara keseluruhan dalam berbagai aspek. Salah satunya dalam bidang perekonomian. Pembangunan tersebut dilaksanakan agar dapat di nikmati setiap warga negara indonesia secara merata. Salah satu penggerak dan pendorong dalam perwujudan pembangunan dalam bidang perekonomian adalah dari sektor perbankan.

Sejalan dengan berkembangnya industri baik barang maupun jasa, ketersediaan alat pemuas kebutuhan manusia juga turut meningkat, alternatif pilihan dalam proses pemenuhan kebutuhan juga beragam. Salah satunya dari dunia perbankan adalah aspek sistem pembayaran dengan kualitas terbaik. Oleh karenanya persaingan dalam dunia usahapun semakin ketat, para pelaku usaha berkompetisi untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan menawarkan berbagai produk jasa dari sistem pembayaran seiring pula dengan perkembangan teknologi1.

Secara umum sistem pembayaran merupakan salah satu prasyarat bagi pencapaian tujuan utama bagi Bank Indonesia, yaitu stabilitas moneter dan keuangan. Hal ini telah memberikan ulasan yang kuat bagi Bank Indonesia untuk terlibat dalam penyelenggaraan sistem pembayaran, setidaknya Bank Indonesia harus memiliki peran atau tanggung jawab sebagai pembuat peraturan untuk mengontrol risiko yang diakibatkan oleh transaksi harian seperti penyedia sistem pembayaran dan pelindung kepentingan umum (regulator). Salah satu cara yang dilakukan Bank Indonesia agar dapat memelihara kepercayaan masyarakat terhadap sistem pembayaran adalah dengan meningkatkan faktor keamanan dan stabilitas transaksi sistem pembayaran yang efisien dan aman. Hal itu merupakan sasaran dari pelaksanaan tugas

(3)

Pendekatan Yuridis-Empiris Bagi User Apmk

Jurnal Al-Tsaman | 3 mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.

Keberadaan sistem pembayaran dapat mempermudah para pelaku ekonomi untuk melakukan akses terhadap berbagai keperluan pembayaran. Namun apabila sistem pembayaran mengalami gangguan, maka yang terdampak adalah sistem keuangan secara global. Selain itu, keberadaan sistem pembayaraan yang efisien dan aman juga merupakan salah satu prasyarat, khususnya bagi kelancaran perdagangan pada umumnya. Keberadaan sistem pembayaran yang efisien dan aman dapat memelihara kepercayaan masyarakat. Salah satu cara yang dilakukan Bank Indonesia agar dapat memelihara kepercayaan masyarakat adalah dengan meningkatkan efesiensi melalui peningkatan faktor keamanan dan stabilitas transaksi keuangan.2

Salah satu peran pokok Bank Indonesia dalam sistem pembayaran adalah sebagai regulator, fasilitator, dan katalisator pengembangan sistem pembayaran di Indonesia. Secara umum, pengaturan terhadap sistem pembayaran di Indonesia yang diatur dalam berbagai ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia di antaranya adalah sebagai penyelenggara jasa sistem pembayaran wajib menyampaikan laporan, jenis laporan kegiatan, dan tata cara pembayaran, kemudian Jenis dan persyaratan keamanan instrumen pembayaran yang dapat digunakan di Indonesia termasuk instrumen pembayaran yang bersifat elektronis, seperti kartu

Automated Teller Machine (ATM), kartu debit, kartu kredit, kartu prabayar dan kartu elektronik.

Selanjutnya mengenai Sanksi terhadap pelanggaran ketentuan Bank Indonesia yang tidak ditaati, bahkan Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 14/2/PBI/2012 tentang penyelenggaraan alat pembayaran dengan menggunakan kartu serta PBI No. 16/8/PBI/2012 tentang uang elektronik. Guna menunjang peraturan ini, Bank Indonesia dengan sungguh-sungguh melakukan propaganda secara masif berupa program Gerakan Nasional Non-Tunai sejak Agustus 2014 silam3. Selain itu program ini juga upaya agar Indonesia mampu bersaing dengan Negara lain dengan proyeksi target pertumbuhan non-tunai sebesar 10%.

2 Sri Mulyati TS dan Ascarya, Kebijakan Sistem Pembayaran di Indonesia (Jakarta : PPSK, 2003), 27

3Mu’awwanah, Uliyatul. "Propaganda GNNT dalam Mewujudkan Economic Behavior Berbasis Less Cash

(4)

Uliyatul Mu’awwanah

Jurnal Al-Tsaman | 4

Namun demikan, yang terjadi di masyarakat dalam penggunaannya sering kali konsumen penguna kartu masih dikenakan biaya tambahan (surcharge) saat bertransaksi off us ataupun on us. Dalam hal ini acquirer yang merupakan Bank atau Lembaga Selain Bank yang berperan membantu mengelola penggunaan kartu dalam hal pembayaran kepada pedagang

(merchant) dan melancarkan sistem perekonomian untuk memfasilitasi pelayanan kepada

masyarakat dalam bertransaksi secara efektif dan efisien dengan menggunakan kartu baik kredit, debet dan/atau ATM, yang cenderung semakin meningkat dari waktu ke waktu ternyata tidak bersikap kooperatif.

Kedudukan pemegang kartu dibandingkan dengan pihak lain adalah pihak yang lemah terutama dari segi perlindungannya. Seringkali pemegang kartu mengalami kerugian dari tindakan pelaku bisnis yang digunakan sebagai objek dalam meraup keuntungan sebesar-besarnya. Di lain sisi, konsumen pemegang kartu dalam kaitannya dengan hak dan kewajiban terdapat beberapa hal yang harus di penuhi di antaranya biaya iuran tahunan, biaya change card, biaya tarik tunai, biaya keterlambatan pembayaran, dan lain sebagainya. Sedangkan bagi pihak

merchant terdapat biata MDR (Merchant Discount Rate). Proteksi Hukum

Proteksi hukum adalah sebuah turunan makna dari perlindungan yakni suatu proteksi yang diberikan kepada subyek hukum berupa jasa atau seperangkat yang bersifat preventif maupun represif, baik secara lisan atau tertulis. Proteksi hukum merupakan representasi dari konsep hukum itu sendiri di mana konsep hukum adalah memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan kedamaian. Dalam definisi lain, proteksi hukum adalah upaya untuk melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengunakan kekuasaan yang dimiliki4 berupa sebuah perlindungan terkait hak dan kewajiban dalam interkasinya antar sesama manusia dan lingkungannya sebagai subyek hukum serta dengannya pula manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kewenangan yang bersumber dari Pancasila dan konsep Negara hukum5.

4 Soetjipto Raharjo, Permasalahan Hukum di Indonesia (Bandung: Alumni, 1983), 121

(5)

Pendekatan Yuridis-Empiris Bagi User Apmk

Jurnal Al-Tsaman | 5 Sarana proteksi hukum preventif di antaranya adalah memberikan kesempatan bagi subyek hukum untuk menyampaikan keberatan atau pendapatnya pra putusan pejabat hukum menjadi bentuk definitif dengan tujuan mengindari sengketa. Proteksi hukum preventif ini menjadi penting untuk diimplementasikan pada Negara hukum yang menganut demokratis sehingga akan melahirkan sikap kehati-hatian dalam proses pengambilan keputusan terutama yang di dasarkan pada diskresi6. Namun di Indonesia belum ada peraturan khusus yang secara spesifik mengenai proteksi hukum preventif. Sedangkan sarana proteksi hukum represif yang dilakukan oleh pengadilan umum dan pengadilan administrasi di Indonesia bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.

Upaya perlindungan hukum terhadap konsumen diselenggarakan dan dilakukan sebagai usaha bersama berdasarkan asas manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan kepastian hukum7, sedangkan tujuan dari proteksi hukum di antaranya adalah pertama; meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, kedua; mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakain barang dan/atau jasa, ketiga; meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-hak nya sebagai konsumen, keempat; menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi, kelima; menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha8.

Suatu aturan dibutuhkan untuk melindungi kepentingan konsumen dan menjadi kepastian hukum konsumen tersebut yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen selanjutnya disebut Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

6 Menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Diskresi merupakan sebuah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas dan/atau adanya stagnansi pemerintahan

7 Kartika sari, dkk. Hukum dalam Ekonomi (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2007), 23 8 Lihat Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

(6)

Uliyatul Mu’awwanah

Jurnal Al-Tsaman | 6

Sebagaimana diuraikan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bahwa perlindungan hukum terhadap konsumen sekarang ini sangat penting mengingat pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi saat ini semakin mendukung tumbuhnya dunia yang menghasilkan beraneka ragam produk barang dan jasa. Upaya perlindungan konsumen diperlukan untuk mengimbangi terhadap risiko kemungkinan kerugian akibat penggunaan produk tersebut. Perlindungan konsumen menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu: “Segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.

Perlindungan hukum pada pemegang kartu dapat dikategorikan dalam 3 (tiga) tahapan,

pertama: sebelum transaksi, tahap perlindungan hukum yang diberikan kepada pemegang kartu

sebelum terjadinya perjanjian transaksi, di mana sebelum pemegang kartu memutuskan untuk memilih dan menggunakan produk yang dipilihnya. Pada tahap ini bank kaitannya sebagai pihak penerbit kartu akan melakukan penawaran dan pengenalan terhadap produk kartu kepada calon pemegang kartu untuk menarik minat calon pemegang kartu dengan melalui berbagai cara penawarannya misalnya, penawaran melalui booklet-booklet yang diberikan pihak Bank kepada masyarakat luas maupun informasi mengenai produk kartu lewat media massa ataupun media elektronik yang menawarkan berbagai macam fasilitas dari produk yang dimiliki bank tersebut dengan menyertakan kelebihan dan kemudahan yang akan diperoleh pemegang kartu jika menggunakan produk bank yang bersangkutan. Pada tahap penawaran dan pengenalan produk tersebut merupakan hak dari seorang konsumen yaitu dalam hal ini pemegang kartu untuk mendapatkan informasi produk kartu dan kewajiban bank ialah memberikan segala informasi produk kartu tersebut yang dibutuhkan konsumen pemegang kartu9. Pihak bank mempunyai kewajiban untuk memberikan informasi secara benar, jujur, dan secara transparansi. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran bahwa prinsip perlindungan konsumen antara lain adalah aspek, Keadilan dan keandalan; Transparansi;

(7)

Pendekatan Yuridis-Empiris Bagi User Apmk

Jurnal Al-Tsaman | 7 Perlindungan data dan/atau informasi konsumen; dan Penanganan dan penyelesaian pengaduan yang efektif.

Kewajiban bank dalam penawaran dan pengenalan produk kartu kepada calon pemegang kartu, diatur juga pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terdiri dari, Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan; Memberikan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan perjanjian.

Kewajiban bank dan pelaku usaha (merchant) untuk beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya salah 1 (satu) asa yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang itikad baik diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang Hukum Perdata. Undang-Undang Perlindungan Konsumen menjelaskan bahwa bank dan merchant diwajibkan untuk beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, sedangkan bagi calon pemegang kartu diwajibkan beritikad baik dalam melakukan pembelian barang dan/atau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan karena kemungkinan terjadinya kerugian bagi calon pemegang kartu dimulai sejak penawaran, pengenalan serta penerbitan produk kartu oleh bank sampai terjadinya perjanjian transaksi jual beli oleh merchant10.

Kedua, Tahap Transaksi; Pada tahap ini setelah calon pemegang kartu mendapatkan

informasi terhadap produk kartu kredit oleh bank lewat informasi media massa ataupun elektronik pemegang kartu akan mengajukan suatu permohonan terkait dengan penerbitan kartu tersebut. Tahap Transaksi terjadi karena adanya permohonan yang diajukan oleh calon

10Ahmadi Miru, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia (Surabaya :Disertasi Program

(8)

Uliyatul Mu’awwanah

Jurnal Al-Tsaman | 8

pemegang kartu dalam penerbitan kartu. Di mana calon pemegang kartu akan disodorkan formulir atau aplikasi yang telah dibuat oleh pihak bank. Pada prinsipnya formulir atau aplikasi pada seluruh bank adalah sama dan dengan tujuan yang sama. Aplikasi tersebut memuat data pribadi calon pemegang kartu, nomor rekening, dan jumlah setoran serta keterangan-keterangannya. Format formulir atau aplikasi tersebut dibuat secara baku oleh pihak bank.

Perjanjian ini dibuat dalam bentuk tertulis yang telah dibuat oleh pihak bank selaku pihak penerbit yang memuat beberapa dokumen, seperti informasi permohonan, syarat dan ketentuan, informasi tentang prosedur dan tata cara penggunaan kartu yang kesemuanya merupakan bagian tidak terpisahkan dari satu kesatuan dalam bentuk tertulis. Calon pemegang kartu hanya tinggal memilih, menyetujui atau menolak perjanjian tersebut. Pemegang kartu tidak mempunyai hak untuk mengajukan syaratsyarat yang diinginkannya. Perjanjian ini disebut perjanjian standart atau perjanjian baku yang sifatnya “take it or leave it”11. Penggunaan perjanjian baku menyatakan bahwa adanya pembatasan hak dan kewajiban dari salah satu pihak, calon pemegang kartu hanya mengikuti ketentuan bank, sebab pemegang kartu sama sekali tidak ikut serta di dalam menentukan isi perjanjian dalam format formulir atau aplikasi tersebut serta terdorong dalam kebutuhan penggunaan kartu yang terpaksa harus menerima isi format formulir atau aplikasi tersebut12.

Pada Pasal 8 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 sebagaimana telah di ubah dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu di jelaskan bahwa Acquirer wajib melakukan edukasi dan pembinaan terhadap pedagang yang bekerjasama dengan acquirer;

Acquirer wajib menghentikan kerjasama dengan pedagang yang melakukan tindakan yang dapat

merugikan; Acquirer wajib melakukan tukar-menukar informasi atau data dengan seluruh

acquirer lainnya tentang pedagang yang melakukan tindakan yang merugikan dan mengusulkan

pencantuman nama pedagang tersbut dalam daftar hitam pedagang (merchant blacklist); Ketentuan mengenai kalusul minimum yang harus dicantumkan dalam perjanjian kerjasama antara acquirer dan pedagang diatur dengan Surat Edaran Bank Indonesia. pada pasal tersebut

11 Gunawan Widjaja, Jual Beli (Bandung: Raja Grafindo Persada, 2003) , 53 12 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis (Bandung: Alumni, 1994), 50

(9)

Pendekatan Yuridis-Empiris Bagi User Apmk

Jurnal Al-Tsaman | 9 dijelaskan bahwa Bank Indonesia secara tidak langsung melarang adanya tindakan yang dapat merugikan pemegang kartu yang dilakukan oleh pedagang yaitu salah satunya memproses tambahan biaya transaksi (surcharge). Namun pada praktiknya seringkali terdapat merchant yang nakal, mereka sengaja membebankan biaya tambahan ketika pemegang kartu melakukan transaksi dengannya. Dari tindakan tersebut, menyebabkan pemegang kartu kredit mengalami kerugian sekian persen biaya tambahan saat bertransaksi yang bukan merupakan kewajibannya. Dari hal tersebut kewaspadaan dan kehatian-hatian pemegang kartu dalam setiap transaksinya sangat diperlukan.

Ketiga: Tahap setelah transaksi merupakan tahap dimana sudah adanya penyelesaian

masalah antara pihak bank, merchant, dan pemegang kartu apabila terjadi pengaduan oleh pemegang kartu merupakan salah satu bentuk peningkatan terhadap perlindungan pemegang kartu dalam rangka menjamin hak-hak pemegang kartu dalam berhubungan dengan bank dan

merchant. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 4 huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen bahwa konsumen atau yang dimaksud pemegang kartu mempunyai hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang/jasa yang digunakannya, jadi pemegang kartu kredit tidak perlu ragu untuk bertanya atau complain kepada pihak bank dalam hal berkaitan dengan transaksi dengan merchant karena pemegang kartu mempunyai hak atas fasilitas bank tersebut.

Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK)

Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) adalah alat pembayaran yang berupa kartu kredit, kartu Automated Teller Machine (ATM) dan/atau kartu debet. Kartu Kredit adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai, di mana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh

acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada

waktu yang disepakati baik dengan pelunasan secara sekaligus (charge card) ataupun dengan pembayaran secara angsuran.

Kartu ATM adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan penarikan tunai dan/atau pemindahan dana di mana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan

(10)

Uliyatul Mu’awwanah

Jurnal Al-Tsaman | 10

mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada Bank atau Lembaga Selain Bank yang berwenang untuk menghimpun dana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kartu Debet adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan di mana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada Bank atau Lembaga Selain Bank yang berwenang untuk menghimpun dana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pemegang Kartu adalah pengguna yang sah dari APMK. Penerbit adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang menerbitkan APMK. Acquirer adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan kerjasama dengan pedagang, yang dapat memproses data APMK yang diterbitkan oleh pihak lain. Prinsipal adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang bertanggungjawab atas pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi APMK yang kerjasama dengananggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.

Penyelenggara Kliring adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing Penerbit dan/atau Acquirer dalam rangka transaksi APMK. Penyelenggara Penyelesaian Akhir adalah Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan dan bertanggungjawab terhadap penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan masing-masing Penerbit dan/atau Acquirer dalam rangka transaksi APMK berdasarkan hasil perhitungan dari Penyelenggara Kliring. Jumlah APMK Beredar adalah jumlah APMK yang meliput kartu kredit, kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang beredar di masyarakat pada periode tertentu. Jumlah Kartu Kredit adalah jumlah kartu kredit yang beredar di masyarakat pada periode tertentu. Jumlah Kartu ATM adalah jumlah kartu ATM yang beredar di masyarakat pada periode tertentu. Jumlah Kartu ATM+Debet adalah jumlah kartu ATM yang berfungsi juga sebagai kartu Debet yang beredar di masyarakat pada periode tertentu. Volume Tunai Kartu ATM/Debet adalah jumlah transaksi penarikan tunai yang dilakukan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet pada periode tertentu.13

13 Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP) mengacu dari Perturan Bank Indonesia (PBI) bahwa Sumber data Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu diperoleh dari pelaporan Bank atau Lembaga Selain

(11)

Pendekatan Yuridis-Empiris Bagi User Apmk

Jurnal Al-Tsaman | 11 Nominal Tunai Kartu ATM/Debet adalah nilai/nominal dari transaksi penarikan tunai yang dilakukan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet pada periode tertentu. Volume Belanja Kartu ATM/Debet adalah jumlah transaksi pembelanjaan yang dilakukan dengan menggunakan kartu debet pada periode tertentu. Nominal Belanja Kartu ATM/Debet adalah nilai/nominal dari transaksi pembelanjaan yang dilakukan dengan menggunakan kartu debet pada periode tertentu. Volume Transfer Intrabank Kartu ATM/Debet adalah jumlah transfer dana antar rekening dalam 1 (satu) bank yang dilakukan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet pada periode tertentu.14

Nominal Transfer Intrabank Kartu ATM/Debet adalah nilai/nominal dari transfer dana antar rekening dalam 1 (satu) bank yang dilakukan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet pada periode tertentu. Volume Transfer Antarbank Kartu ATM/Debet adalah jumlah transfer dana antar rekening dalam bank yang berbeda (antarbank) yang dilakukan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet pada periode tertentu. Nominal Transfer Antarbank Kartu ATM/Debet adalah nilai/nominal dari transfer dana antar rekening dalam bank yang berbeda (antarbank) yang dilakukan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet pada periode tertentu. Volume Tunai Kartu Kredit adalah jumlah transaksi penarikan tunai yang dilakukan dengan menggunakan kartu kredit pada periode tertentu. Nominal Tunai Kartu Kredit adalah nilai/nominal dari transaksi penarikan tunai yang dilakukan dengan menggunakan kartu kredit pada periode tertentu. Volume Belanja Kartu Kredit adalah jumlah transaksi pembelanjaan yang dilakukan dengan menggunakan kartu debet pada periode tertentu. Nominal Belanja Kartu Kredit adalah nilai/nominal dari transaksi pembelanjaan yang dilakukan dengan menggunakan kartu debet pada periode tertentu.15

Biaya Tambahan (Surcharge)

Surcharge adalah biaya tambahan atas transaksi pembayaran yang dibebabkan oleh toko kepada

konsumen yang menggunakan kartu baik kartu debet, kartu kredit dan/atau ATM saat

Bank yang dilaporkan secara online melalui aplikasi Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU) dan Laporan Selain Bank Umum (LSBU).

14 Sumber data lebih lengkap melalui website Bank Indonesia

http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Sistem+Pembayaran/APMK

(12)

Uliyatul Mu’awwanah

Jurnal Al-Tsaman | 12

melakukan pembelian produk tertentu, biasanya sebesar 3%-3,5%. Proses surcharge terjadi pada saat proses gesek kartu langsung dibebankan pada nominal harga pada mesin EDC sehingga saat tagihan muncul, nominalnya menjadi lebih besar dari harga asli produk yang telah dibeli. Praktik surcharge ini sebenarnya melanggar aturan yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia PBI No. 11/11/PBI/2009. Dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa penerbit kartu wajib menghentikan kerjasama dengan toko yang telah merugikan pemegang maupun acquirer.

Merchant

Pedagang (merchant) adalah mitra bank dan lembaga pembiayaan, sebagai tempat belanja bagi pemegang kartu. Adapun manifestasi merchant di antaranya adalah hotel, pasar swalayan, super market, bioskop, tempat hiburan, toko buku dan atau tempat-tempat lain di mana bank dan lembaga pembiayaan melakukan perjanjian16. Bank sebagai acquirer melakukan kerjasama dengan pedagang sehingga pedagang mampu memproses transaksi dari APMK yang diterbitkan oleh pihak selain acquirer yang bersangkutan serta bertanggung jawab atas penyelesain pembayaran kepada pedagang. Dan pedagang (merchant) adalah penjual barang dan/atau jasa yang menerima pembayaran dari transaksi penggunaan kartu kredit dan/atau kartu debet17.

Proteksi Hukum bagi User APMK terdampak Surcharge

Proteksi hukum bagi konsumen pemegang kartu atas biaya tambahan yang dibebankan oleh merchant pada saat melakukan transaksi pembayaran timbul akibat perjanjian antar para pihak yakni acquirer dengan nasabah maupun antara merchant dengan bank yang telah dilanggar sehingga muncul permasalahan, perjanjian baku yang telah disepakati kembali menjadi acuan karena dasar hukum perlindungan konsumen/ nasabah adalah perjanjian itu sendiri. Sebagaimana telah berlaku pada umumnya perjanjian tersebut adalah berdasarkan KUHPerdata Pasal 1267 dan pasal 1338, serta pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang sektor jasa keuangan yang di dalamnya juga mengatur tentang informasi yang wajib diberikan oleh Bank mengenai biaya yang harus di

16 Kasmir, Dasar-dasar Perbankan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), 196

17 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang penyelenggaraan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu Pasal 1 angka 10,11

(13)

Pendekatan Yuridis-Empiris Bagi User Apmk

Jurnal Al-Tsaman | 13 tanggung oleh konsumen. Selanjutnya dalam peraturan Bank Indonesia nomor 14/2/PBI/2012 tentang penyelenggaraan alat pembayaran menggunakan kartu juga megatur sedemikian rupa agar bank selaku Acquirer wajib memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada nasabah sebagai bentuk proteksi hukum.

Perlindungan hukum terhadap pemegang kartu ketika terjadi pengenaan biaya tambahan oleh merchant sudah cukup tegas dan jelas namun, penegakan hukumnya yang masih kurang tegas. Sehingga masih marak terjadi pelanggaran tersebut. Pemegang kartu tidak mendapatkan perlindungan secara penuh karena berkenaan dengan hak- hak konsumen harus ada kepastian hukum bagi pemegang kartu.Konsumen yang tidak bersedia akan memilih pembayaran secara tunai, akan tetapi tidak sedikit yang bersedia dibebankan, karena alasan tidak membawa uang tunai dan atau tidak mempermasalahkan sama sekali karena nilainya relatif kecil dan ada juga yang beranggapan pengenaan biaya tambahan ini dianggap insentif sebagai jasa pelayanan. Terlepas dari hal tersebut dari kacamata hukum hal ini bertentantangan dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku bila mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013. Menurut analisa dari berbagai pihak, Praktik pengenaan biaya tambahan (surcharge) semakin marak karena Acquirer sulit mendeteksi pengenaan biaya tambahan oleh merchant karena ketidaktahuan acquirer terhadap merchant mana saja yang masih mengenakan biaya tambahan, Adanya kecenderungan kedua lembaga dalam hal ini Bank Indonesia dan OJK, kurang memfokuskan pengawasan terhadap praktik pengenaan biaya tambahan (surcharge), karena kasus ini dianggap sebagai hal yang tidak berdampak sistemik dan kecilnya unsur kerugian yang dialami oleh pemegang kartu, konsumen sebagai pemegang kartu tidak memasalahkan pengenaan biaya tersebut dikarenakan kurangnya pengetahuan terhadap sistem pembayaran dan alat pembayaran menggunakan kartu itu sendiri.

Akibat Hukum bagi Merchant

Hukum yang timbul bagi merchant yang telah membebankan biaya tambahan (surcharge) pada saat melakukan transaksi pembayaran adalah akibat dari perbuatan yang menyalahgunakan wewenang dalam bentuk perlawanan terhadap hukum itu sendiri. Adanya korelasi antara pemberian kuasa sebagaimana diatur dalam pasal 1792 KUH Perdata di mana bank sebagai

(14)

Uliyatul Mu’awwanah

Jurnal Al-Tsaman | 14

acquirer atau pihak pemberi kuasa dan merchant sebagai penerima kuasa untuk mendebet dana card holder (pemegang kartu) yang membeli barang atau jasa kepada merchant. Hubungan hukum

antara merchant dan card holder adalah hubungan hukum jual beli barang atau jasa yang mengharuskan card holder melakukan pembayaran kepada merchant dengan menggunakan kartu. Di dalam pasal 35 Peraturan Bank Indonesia nomor 188/40/PBI/2016 disebutkan bahwa penyelenggaraan sistem pembayaran yang menyalahgunakan data dan informasi nasabah maupun data dan informasi transaksi pembayaran akan dikenakan sanksi administrative berupa teguran dan denda. Selain itu bank sebagai acquirer yang bekerja sam dengan merchant dapat menghentikan kerjasama dengan merchant tersebut jika terbukti melakukan kejahatan kartu yang dapat merugikan card holder . merchant dapat dicabut izinnya dan perhentian sebagian atau seluruh kegiatannya sebagaimana telah diatur dalam pasal 8 Peraturan Bank Indonesia nomor 14/2/PBI/2012 tentang penyelenggaran kegiatan alat pembayaran menggunakan kartu.

Penyelesaian Sengketa

Terdapat dua bentuk upaya penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh oleh nasabah pemegang kartu atas pengenaan biaya surcharge yang dilakukan oleh merchant, yakni jalur pengadilan dan di luar pengadilan. Namun penyelesaian sengketa yang timbul dalam dunia perbankan adalah suatu masalah tersendiri serta upaya penyelesaian sengketa pada jalur pengadila menuai banyak kritikan sehingga para pihak lebih dominan untuk memilih penyelesaian sengketa melalui jalur di luar pengadilan melalui lembaga mediasi sebagai bentuk wadah pengaduan nasabah dan perlindungan hukum.

Upaya penyelesaian hukum terkait pengenaan biaya tambahan yang dibebankan pada pemegang kartu oleh merchant yang mengakibatkan kerugian yang dialami pemegang kartu meski dapat ditempuh dengan jalur non litigasi maupun litigasi serta pemegang kartu dapat melaporkan kerugiannya kepada bank penerbit atau ke Bank Indonesia. Kerugian yang dialami pemegang kartu juga tidak dapat kembali meski sudah dilaporkan. Bahkan meskipun dari Bank Indonesia sendiri dapat memberi sanksi dari teguran hingga adanya penghentian kerjasama bahkan penggunaan APMK. Merchant sering kali mengabaikan ketentuan- ketentuan yang dapat merugikan pemegang kartu. Pelaksanaan pengaduan pemegang kartu yang telah terbukti mengalami kerugian masih dianggap sulit karena pemegang kartu harus membuktikan bahwa

(15)

Pendekatan Yuridis-Empiris Bagi User Apmk

Jurnal Al-Tsaman | 15 kerugian yang dialaminya benar-benar kesalahan dari merchant, hal tersebut mengakibatkan kurangnya penegakan aturan yang ada.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian kajian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa sikap jujur masih sulit untuk diterapkan, meskipun secara tidak langsung dan/atau cepat maupun lambat kerugian pasti akan menimpa pihak yang berlaku tidak adil pada sesama. Hukum yang timbul akibat dari pelanggaran perjanjian dari para pihak meski tidak berakibat pada pidana mestinya dijadikan sebagai pengingat diri. Sebagaimana kita tahu bahwa polarisasi dari strategi pemasaran dapat digambarkan dengan “apabila satu dari konsumen mengalami kepuasan maka, 9 dari 10 akan tertarik untuk mencoba, namun jika 1 dari 10 konsumen mengalami ketidakpuasan maka 9 dari 10 bahkan tidak akan berani untuk mencoba”. Belajar dari pengalaman tersebut, KUH Perdata seyogyanya dijadikan sebagai rambu rambu bagi setiap pelaku bisnis dalam menjalan setiap usahanya. Misalnya, jika ada konsumen melakukan pembayaran dengan menggunakan kartu, maka merchant tidak perlu untuk datang ke bank melakukan setoran tunai, dalam hal ini hemat waktu termasuk dalam kategori biaya ekonomi. Selanjutnya, jika keuntungan yang diperoleh merchant terlalu sedikit maka yang harus dirubah adalah strategi bisnisnya, bukan malah membebankan kepada konsumen sebagai tuan dari penjual. Oleh karena hal tersebut kecerdasan dalam mengambil sisi positif perlu di asah lebih dalam sehingga konsep berkah atau keberlangsungan harta dalam ekonomi islam akan tetap lestari dan terjaga. Wallahu a’lam Bisshowab

Daftar Rujukan

Badrulzaman, Mariam Darus. 1994. Aneka Hukum Bisnis. Bandung: Alumni

Gunawan, Johanes. 1999. Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung : Universitas Katolik Parahyangan

Hadjon, Philipus M. 1987. Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu Kasmir. 2014. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Miru, Ahmadi. 2001. Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia. Surabaya : Disertasi

Mulyati, Sri TS dan Ascarya. 2003. Kebijakan Sistem Pembayaran di Indonesia. Jakarta : PPSK Mu’awwanah, Uliyatul. "Propaganda GNNT dalam Mewujudkan Economic Behavior Berbasis Less

(16)

Uliyatul Mu’awwanah

Jurnal Al-Tsaman | 16

Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang penyelenggaraan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu Pasal 1 angka 10,11

Raharjo, Soetjipto. 1983. Permasalahan Hukum di Indonesia. Bandung: Alumni

Sari, Kartika, dkk. 2007. Hukum dalam Ekonomi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia Program Pascasarjana Universitas Airlanga

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menyimpulkan bahwa dosis optimum dari ekstrak etanol tumbuhan suruhan ( Peperomia pellucida [L.] Kunth) yang efektif dalam menurunkan kadar glukosa

Seorang wanita berusia 25 tahun datang ke dokter dengan keluhan demam yang tidak kunjung membaik sejak 2 hari lalu.Demam disertai dengan nyeri otot dan nyeri

Hasil simulasi menunjukkan purata masa menunggu dan jumlah kenderaan yang menunggu di setiap lorong di persimpangan tersebut dapat dikurangkan dengan menukar urutan dan fasa pada

Tabel distribusi frekuensi berdasarkan shift (kerja gilir) menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi yang baik terkait shift kerjanya, yakni sebanyak 67 orang

Pada masyarakat Desa Barengkok yang memilih pembersihan lahan dengan cara bakar (burning) yaitu sebesar 90% sedangkan yang memilih dengan cara tanpa bakar (no

ternak yang paling banyak 2000 ekor burung puyuh menghasilkan telur sebanyak 80 kardus dalam satu kali panen, harga telur yang dibeli bakul Rp. Sedangkan ternak yang

PL harus mampu menyediakan sarana untuk menampilkan dan mengakses file-file yang dibuat oleh tool yang

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fenomena narcisstic dalam aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa dalam prospek demokrasi di Indonesia