• Tidak ada hasil yang ditemukan

refrat parasetamol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "refrat parasetamol"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1

REFERAT

PARASETAMOL

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran Ukrida

Pembimbing : dr Humisar,SpAn

Disusun oleh :

Priscilla Samuel

11-2011-189

Rumah Sakit Imanuel

Bandar Lampung

(2)

2 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suatu bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rokhaniah pada manusia atau hewan, memperelok badan atau bagian badan menusia biasa kita kenal dengan nama obat. (Anief, 2004).

Salah satu jenis obat yang sering digunakan oleh masyarakat adalah obat penghilang rasa nyeri dan penurun panas atau dikenal dengan istilah analgetik – antipiretik. Salah satu contoh obat analgetik – antipiretik yang banyak dan umum digunakan adalah parasetamol.

Parasetamol dikenal dengan nama lain asetaminofen, merupakan senyawa metabolit aktif fenasetin, namun tidak memiliki sifat karsinogenik (menyebabkan kanker) seperti halnya fenasetin. Parasetamol memiliki sebuah cincin benzena, tersubstitusi oleh satu gugus hidroksil dan atom nitrogen dari gugus amida pada posisi para (1,4). Senyawa ini dapat disintesis dari senyawa asal fenol yang dinitrasikan menggunakan asam sulfat dan natrium nitrat. Parasetamol dapat pula terbentuk apabila senyawa 4-aminofenol direaksikan dengan senyawa asetat anhidrat

Berdasarkan literatur yang diperoleh, sintesa parasetamol hanya dapat diperoleh dari proses sintesis. Oleh karena itu perlu diketahui bagaimana reaksi dan prinsip reaksi dalam sintesa parasetamol, prosedur sintesa serta hal – hal apa saja yang perlu disiapkan dan diperhatikan selama proses sintesa berlangsung.

(3)

3 B. Sejarah Singkat

Sebelum penemuan asetaminofen, kulit sinkona digunakan sebagai agen antipiretik, selain digunakan untuk menghasilkan obat antimalaria. Karena pohon sinkona semakin berkurang, maka pada tahun 1880-an sumber alternatif mulai dicari. Terdapat dua agen antipiretik yang dibuat pada 1880-an yaitu asetanilida pada tahun 1886 dan fenasetin pada tahun 1887. Pada masa ini, parasetamol telah disintesis oleh Harmon Northrop Morse melalui pengurangan (reduksi) p-nitrofenol bersama timah dalam asam asetat glasial. Meskipun proses ini telah diketahui pada tahun 1873, namun parasetamol tidak digunakan dalam bidang pengobatan hingga dua dekade setelahnya. Pada tahun 1893, parasetamol ditemukan di dalam air kencing seseorang yang menggunakan fenasetin. Pada tahun 1899, parasetamol dijumpai sebagai metabolit asetanilida, namun penemuan ini tidak dipedulikan pada saat itu.

Pada tahun 1946, Lembaga Studi Analgesik dan Obat – obatan Sedatif memberi bantuan kepada Departemen Kesehatan New York untuk mengkaji masalah yang berkaitan dengan agen analgesik. Bernard Brodie dan Julius Axelrod ditugaskan untuk mengkaji mengapa agen yang bukan merupakan aspirin dikaitkan dengan adanya methemoglobinemia. Di dalam tulisan mereka pada tahun 1948, Brodie dan Axelrod mengaitkan penggunaan asetanilida dengan methemoglobinemia dan mendapati pengaruh analgetik asetanilida disebabkan oleh metabolit parasetamol aktif. Mereka membela penggunaan parasetamol karena memandang bahan kimia ini tidak menghasilkan racun asetanilida. 2

(4)

4 BAB II

ISI

2.1 Tinjauan Kimia 2

Nama Kimia : N-asetil-p-aminofenol atau p-asetamidofenol atau 4’hidroksiasetanilid Rumus Molekul : C8H9NO2

Berat Molekul : 151.17

pH : stabil pada pH > 6 namun tidak stabil pada pH asam atau kondisi alkalis. Sifat fisikokimia : warna putih, serbuk kristal, agak pahit.

Struktur : Ikatan jenuhnya mudah diputus menjadi asam asetat dan p-aminofenol. Parasetamol larut dalam air, alkohol, aseton, gliserol, propilen glikol, gliserol, eter, kloroform. Mempunyai titik lebur 169 °C (336 °F) dengan densitas 1,263 g/cm³ dan massa molar 151,17 g/mol.

Struktur dari parasetamol adalah sebagai berikut :

Parasetamol

Nama Generik dan Nama Dagang 3

Nama Generik : Parasetamol

Nama Dagang : Sanmol, Procet, Panadol, Progesic, Tempra. Nalgesik, Paracetol, Xepamol, dll.

(5)

5

2.2 Penyimpanan

Simpan obat dalam wadah itu datang, tertutup rapat, dan keluar dari jangkauan anak-anak. Menyimpannya pada suhu kamar (15-30oC) dan jauh dari kelebihan panas dan kelembaban (bukan di kamar mandi). Melindungi obat dari cahaya dan sediaan suspensi atau larutan tidak boleh dibekukan. Membuang obat yang sudah usang atau tidak lagi diperlukan.3

2.3 Farmakologi

Paracetamol adalah suatu analgesik antipiretik terpilih yang cepat diabsorbsi tanpa menimbulkan iritasi pada lambungdan bebas dari sifat-sifat toksis seperti methemoglobinemia dan anemia,sehingga Paracetamol relatif lebih aman dibanding dengan obat-obat analgesik-antipiretik yang lain. 3

Parasetamol adalah derivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik / analgesik. Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang disebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang lainnya. Disamping itu, paracetamol juga dapat digunakan untuk meringankan gejala nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. Ia aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi.

Sifat antipiretik yang dimiliki parasetamol disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral. Parasetamol memiliki sebuah cincin benzena, tersubstitusi oleh satu gugus hidroksil dan atom nitrogen dari gugus amida pada posisi para (1,4). Senyawa ini dapat disintesis dari senyawa asal fenol yang dinitrasikan menggunakan asam sulfat dan natrium nitrat. Parasetamol dapat pula terbentuk apabila senyawa 4-aminofenol direaksikan dengan senyawa asetat anhidrat.

(6)

6 Sifat analgesik dari parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Dalam golongan obat analgetik, parasetamol memiliki khasiat sama seperti aspirin atau obat-obat non steroid antiinflamatory drug (NSAID) lainnya. Seperti aspirin, parasetamol berefek menghambat prostaglandin (mediator nyeri) di otak tetapi sedikit aktivitasnya sebagai penghambat postaglandin perifer. Namun, tak seperti obat-obat NSAIDs.

Parasetamol termasuk ke dalam kategori NSAID sebagai obat anti demam, anti pegel linu dan anti-inflammatory. Inflamasi adalah kondisi pada darah pada saat luka pada bagian tubuh (luar atau dalam) terinfeksi, sebuah imun yang bekerja pada darah putih (leukosit). Contoh pada bagian luar tubuh jika kita terluka hingga timbul nanah itu tandanya leukosit sedang bekerja, gejala inflamasi lainnya adalah iritasi kulit.

Sifat antiinflamasi parasetamol sangat rendah sehingga tidak digunakan sebagai antirematik. Pada penggunaan per oral Parasetamol diserap dengan cepat melalui saluran cerna. Kadar maksimum dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menit sampai 60 menit setelah pemberian. Parasetamol diekskresikan melalui ginjal, kurang dari 5% tanpa mengalami perubahan dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi. Karena parasetamol memiliki aktivitas antiinflamasi (antiradang) rendah, sehingga tidak menyebabkan gangguan saluran cerna maupun efek kardiorenal yang tidak menguntungkan. Karenanya cukup aman digunakan untuk semua golongan usia pada dosis yang aman.

Parasetamol berikatan dengan sulfat dan glukuronida terjadi di hati. Metabolisme utamanya meliputi senyawa sulfat yang tidak aktif dan konjugat glukoronida yang dikeluarkan lewat ginjal. Sedangkan sebagian kecil, dimetabolismekan dengan bantuan enzim sitokrom P450. Hanya sedikit jumlah parasetamol yang bertanggung jawab

(7)

7 terhadap efek toksik (racun) yang diakibatkan oleh metabolit NAPQI (N-asetil-p- benzo-kuinon imina). Bila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis normal, metabolit toksik NAPQI ini segera didetoksifikasi menjadi konjugat yang tidak toksik dan segera dikeluarkan melalui ginjal. Perlu diketahui bahwa sebagian kecil dimetabolisme cytochrome P450 (CYP) atau N-acetyl-p-benzo-quinone-imine (NAPQI) bereaksi dengan sulfidril. Namun apabila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis tinggi, konsentrasi metabolit beracun ini menjadi jenuh sehingga menyebabkan kerusakan hati. Pada dosis normal bereaksi dengan sulfhidril pada glutation metabolit non-toxic diekskresi oleh ginjal.

2.4 Farmakodinamik

Hingga saat ini mekanisme kerja dari parasetamol belum sepenuhnya diketahui. Mekanisme utama yang diusulkan adalah penghambatan siklooksigenase (COX). Meskipun memiliki sifat analgesik dan antipiretik sebanding dengan aspirin atau NSAID lainnya, perangkat anti-inflamasi aktivitas biasanya dibatasi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah tingginya tingkat kadar peroksida dalam lesi inflamasi. Namun, dalam beberapa keadaan, aktivitas anti-inflamasi sebanding dengan NSAID lainnya. Sebuah artikel dalam komunikasi alam dari sebuah kelompok riset di Lund, Swedia pada bulan November 2011 telah ditemukan petunjuk untuk mekanisme analgesik acetaminophen (parasetamol), yaitu bahwa metabolit dari asetaminofen misalnya NAPQI, bekerja pada TRPA1-reseptor di sumsum tulang belakang untuk menekan transduksi sinyal dari lapisan luar dari cornu dorsalis, untuk mengurangi rasa sakit. Parasetamol diperkirakan selektif untuk COX-2 sehingga tidak signifikan menghambat produksi pro-pembekuan thromboxanes. 2

(8)

8 Parasetamol mengurangi bentuk teroksidasi enzim COX, mencegah dari pembentukan senyawa kimia pro-inflamasi. Hal ini menyebabkan berkurangnya jumlah prostaglandin E2 di SSP, sehingga menurunkan set point hipotalamus di pusat termoregulasi. Mekanisme penghambatan enzim COX dalam berbagai keadaan masih menjadi bahan diskusi. Karena perbedaan dalam aktivitas parasetamol, aspirin, dan NSAID lainnya, sehingga memunculkan asumsi bahwa varian COX lebih lanjut mungkin ada. Kemudian sebuah varian splice COX-1 baru ditemukan dan disebut COX-3 yang dianggap menjelaskan beberapa kesenjangan pengetahuan tapi temuan baru tidak mendukung hipotesis bahwa ia memainkan peran apapun yang signifikan dalam fungsi parasetamol. 2

Satu teori menyatakan bahwa parasetamol bekerja dengan menghambat isoform COX-3 dari keluarga enzim COX. Ketika diekspresikan pada anjing, enzim ini memiliki kemiripan yang kuat dengan enzim COX lainnya, menghasilkan bahan kimia pro-inflamasi, dan secara selektif dihambat oleh parasetamol. Namun, beberapa penelitian telah menyarankan bahwa, pada manusia dan tikus, enzim COX-3 adalah tanpa inflamasi. Kemungkinan lain adalah bahwa parasetamol blok siklooksigenase (seperti dalam aspirin), tapi pada daerah inflamasi di mana konsentrasi peroksida tinggi, dan keadaan oksidasi yang tinggi parasetamol mencegah kerjanya. Ini berarti bahwa parasetamol tidak memiliki efek langsung pada tempat peradangan, tetapi bertindak dalam SSP di mana lingkungan tidak oksidatif, untuk mengurangi suhu, dll. Mekanisme yang tepat dimana parasetamol diyakini mempengaruhi COX-3 adalah sengketa. 2

2.5 Farmakokinetik

Metabolisme di hati, sekitar 3 % diekskresi dalam bentuk tidak berubah melalui urin dan 80-90 % dikonjugasi dengan asam glukoronik atau asam sulfurik kemudian diekskresi melalui urin dalam satu hari pertama; sebagian dihidroksilasi menjadi N asetil

(9)

9 benzokuinon yang sangat reaktif dan berpotensi menjadi metabolit berbahaya (NAPQI). Pada dosis normal bereaksi dengan gugus sulfhidril dari glutation menjadi substansi nontoksik. Pada dosis besar akan berikatan dengan sulfhidril dari protein hati.

Parasetamol diabsorbsi cepat dan semprna melalui saluran cerna. Konsentras tertinggi dalam plasma dicapai dalm waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma 25% parasetamol terikat protein plasma. 4 Parsetamol dimetabolisme utamanya di hati, 3 jalur yang diketahui yaitu, glucoronidation (40)%), sulfonition (20-40%), N-hidroxylation dan GSH conjugation (15%). Semua tiga jalur menghasilkan produk akhir yang sudah tidak aktif, tidak beracun, dan akhirnya diekskresikan oleh ginjal. Pada jalur ketiga, terdapat produk NAPQI yang bisa beracun. NAPQI terutama bertanggung jawab untuk efek racun parasetamol yang dapat menyebabkan toxic. 2

Produksi NAPQI terutama disebabkan dua isoenzim sitokrom P450: CYP2E1 dan CYP1A2. Meskipun CYP2D6 metabolisme parasetamol ke NAPQI pada tingkat lebih rendah daripada enzim P450 lainnya, kerjanya dapat menyebabkan toksisitas parasetamol dalam metabolisme yang besar dan cepat, dan ketika parasetamol diambil pada dosis sangat besar. Pada dosis biasa, NAPQI cepat didetoksifikasi oleh konjugasi.2

2.6 Indikasi 2

Parasetamol disetujui untuk mengurangi demam pada orang-orang dari segala usia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan bahwa parasetamol hanya dapat digunakan untuk mengobati demam pada anak-anak mereka jika suhu lebih besar dari 38,5. ° C (101,3 ° F). Pemberian tunggal parasetamol pada anak dengan demam telah dipertanyakan dan sebuah meta-analisis menunjukkan bahwa kurang efektif daripada ibuprofen. Parasetamol

(10)

10 memiliki peran yang mapan dalam pengobatan pediatrik sebagai analgesik dan antipiretik yang efektif.2

Parasetamol digunakan untuk menghilangkan nyeri yang terkait dengan banyak bagian tubuh. Ia memiliki sifat analgesik sebanding dengan aspirin, sedangkan anti-inflamasi efek lebih lemah. Hal ini lebih baik pada aspirin pada pasien yang berlebihan sekresi asam lambung atau perpanjangan waktu perdarahan dapat menjadi perhatian. 2

Parasetamol dapat meredakan nyeri pada arthritis ringan tetapi tidak berpengaruh pada peradangan yang mendasarinya, kemerahan, dan pembengkakan sendi. Hal ini sama efektifnya dengan ibuprofen non-steroid anti-inflamasi dalam mengurangi rasa sakit osteoarthritis lutut. Parasetamol memiliki relatif sedikit aktivitas anti-inflamasi, dibandingkan analgesik umum lainnya seperti aspirin dan ibuprofen NSAID. 2

Mengenai keberhasilan komparatif, studi menunjukkan hasil yang bertentangan bila dibandingkan dengan NSAID. Sebuah uji coba terkontrol secara acak dari nyeri kronis dari osteoarthritis pada orang dewasa menemukan manfaat serupa dari parasetamol dan ibuprofen. 2

Efektivitas parasetamol bila digunakan dalam bentuk kombinasi dengan opioid lemah (seperti kodein) telah dipertanyakan oleh studi data terakhir; jumlah kecil data yang tersedia telah membuat mencapai kesimpulan yang sulit. Kombinasi obat parasetamol dan morfin opioid kuat seperti telah ditunjukkan untuk mengurangi jumlah opioid yang digunakan dan meningkatkan efek analgesik. 2

2.7 Kontraindikasi 3

 penderita dengan hipersensitif/alergi terhadap parasetamol  penderita dengan gangguan fungsi hati dan ginjal

(11)

11

 penderita dengan defisiensi enzin Glukosa 6 fosfat dehidroginase

2.8 Efek Samping 4

Reaksi alergi terhadap derivate para-aminofenol jarang terjadi. Manifestasinya berupa eritema atau urtkaria dan gejala yang lebh berat berupa demam dan lesi pada mukosa. Anemia hiporomik dapat terjadi terutama pada pemakaian kronik. Anemia hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme autoimun, defisiensi enzim G6PD dan adanya metabolit yang abnormal. Methemoglobinemua dan sulfohemoglobinemia jarnag menimbulkan masalah pada dosis terapi, karena hanya kira-kira 1-3% Hb diubah menjadi met-Hb Methemoglobinemia baru merupakan masalah pada takar lajak.

Efek samping lain dari parasetamol antar lain mual, berkurang nafsu makan, dan pemberian dosis tinggi pada anak usia dibawah 1 tahun diteliti mampu meningkatkan resiko anak terkena asma dan eksem pada usia 6 atau 7 tahun. 5

2.9 Bentuk Sediaan Obat 6

Dalam hal bentuk sediaan, parasetamol terdapat dalam bentuk tablet, kapsul, sirup, suppositoria, dan larutan.. Rute pemberian parasetamol dapat melalui oral, intravena, dan rectal. Yang paling sering digunakan adalah tablet dan cairan suspensi. Sediaan untuk tablet dan kapsul 325 mg, 500mg, 650mg. Untuk sediaan elixir (sirup) 120, 160, 325mg/5 ml. Sedangkan untuk sediaan larutan 100mg/ml; 120 mg/2,5ml. Untuk anak-anak dapat diberikan supositoria yang sediaannya 120 mg, 125 mg, 325mg, 600mg, 650mg.

(12)

12

2.10 Cara Pemberian

Parasetamol dalam bentuk tablet melalui mulut.digunakan 4-6 kali sehari. Untuk membantu mengingat konsumsi parasetamol, digunakan sekitar waktu yang sama setiap hari. Ambil parasetamol persis seperti yang diarahkan.

Penting memberikan penjelasan kepada pasien bahwa parasetamol merupakan obat simptomatis yang penggunaannya hanya bila ada gejala nyeri atau demam saja. karena merupakan obat simptomatis maka lama pemberian yang dianjurkan adalah 3-5 hari. Penggunaan dalam jangka waktu yang lama perlu diperhatikan untuk memeriksakan fungsi hati karena efek samping hepatotoksisitasnya.4

2.11 Dosis 6

1. Dewasa: Oral 2-3 x 0,5-1 g/kali (maximal 4gr) 2. Anak : Oral 4-6 x 10-15 mg/KgBB

 rectal : 20mg/KgBB/kali

 tidak dianjurkan untuk anak dibawah 3 bulan

 anak usia 3-12 bulan : 2-3 x 120 mg

 anak usia 1-4 tahun : 2-3 x 240 mg

 anak usia 4-6 tahun : 4 x 240 mg

(13)

13

2.12 Interaksi Obat 3,4

1 Pemberian pada pasien dnegan alkoholik kronik dapat meningkatkan resiko hepatotoksisitas. 2 Pemberian bersama dengan obat antikejang dan isoniazid akan meningkatkan resiko

hepatotoksisitas

3 pemberian terhadap antikoaguan oral dapat meningkatkan efek dari warfarin. 4 Pemberian bersama dengan fenotiazin dapat menyebabkan hipotermia yang parah.

2.13 Over dosis / Keracunan 4

Pada dosis terapi, salah satu metabolit parasetamol bersifat hepatotoksik (NAPQI), didetoksifikasi oleh glutation membentuk asam merkapturat yang bersifat non toksik dan diekskresikan melalui urin, tetapi pada dosis berlebih produksi metabolit hepatotoksik meningkat melebihi kemampuan glutation untuk mendetoksifikasi, sehingga metabolit tersebut bereaksi dengan sel-sel hepar dan timbulah nekrosis sentrolobuler. Oleh karena itu pada penanggulangan keracunan parasetamol terapi ditujukan untuk menstimulasi sintesa glutation. Dengan proses yang sama parasetamol juga bersifat nefrotoksik.

Akibat dosis toksis yang paling serius adalah nekrosis hati. Nekrosis tubulus renalis serta koma hipoglikemik dapat juga terjadi. Hepatotoksisistas dapat terajdi pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250 mg/KgBB) parasetamol. gejala pada hari pertama keracunan akut parasetamol belim mencerminkan bahaya yang mengancam. Anoreksia,mual, dan muntah serta sakit perut terjadi dalam 24 jam pertama dan dapat berlangsung selama seminggu atau lebih. Gangguan hepar dpaat terjadi pada hari kedua, dengan gejala peningkatna aktivitas serum transaminase, laktat dehidroginase, kadar bilirubin serum serta pemanjangan masa protrombin. Aktivitas alkali fosfatase dan kadar albumin serum tetap

(14)

14 normal. Kerusakan hati dapat mengakibatkan ensefalopati, koma dan kematian. Kerusakan hati yang tidak berat pulih dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan.

Masa paruh parasetamol pada har pertama keracunan merupakan petunjuk beratnya keracunan. Masa paruh lebih dari 4 jam merupakan pertunjuk akan terjadinya nekrosis hatu dan masa paruh lebih dari 12 jam meramalkan akan terjadinya koma hepatik. Penentuan kadar parasetamol sesaat kurang peka untuk meramalkan terjadinya kerusakan hati. kerusakan hati ini tidak hanya disebabkan poleh parasetamol, teteapi juga oleh radikal bebas, metabolit yang sangat reaktif yang berikatan secara kovalen dengan makromolekul vital sel hati. karena itu hepatotoksisitas parasetamol meningkat pada pasien yang juga mendapat barbiturate, antikonvulsi lain ataau pada lakoholik kronik. Kerusakan yang timbul berupa sentrilobilaris. keracunan akut ini biasanyadiobati secara simtomatik dan suportif, tetapi pemberian senyawa sulfhidril tampaknya dapat bermanfaat, yaitu dengan memperbaiki cadangan gluttation hati. N-asetilsistein cukup efektif bila deberikan per oral24 jam setelah minum dosis toksik parasetamol.

1. Dosis Toksik

Penggunaan parasetamol pada dosis normal adalah Pengobatan tunggal rata-rata : 10 mg/KBB, dosis lazim harian : 40 - 60 mg/KBB/hari. Namun, parasetamol dosis 140 mg/kg pada anak-anak dan 6 gram pada orang dewasa berpotensi hepatotoksik. Dosis 4g pada anak-anak dan 15 g pada dewasa dapat menyebabkan hepatotoksitas berat sehingga terjadi nekrosis sentrolobuler hati. Dosis lebih dari 20 g bersifat fatal. Pada alkoholisme, penderita yang mengkonsumsi obat-obat yang menginduksi enzim hati, kerusakan hati lebih berat, hepatotoksik meningkat karena produksi metabolit meningkat.

(15)

15 Hal ini juga yang membuat efek toksiknya muncul, yaitu besarnya dosis parasetamol yang masuk ke dalam tubuh sehingga glutation tidak mampu mendetoksifikasi NAPQI, yang merupakan metabolit toksik, dalam jumlah besar.

2. Gambaran klinis

Gejala keracunan parasetamol dapat dibedakan atas 4 stadium : 1. Stadium I (0-24 jam)

Asimptomatis atau gangguan sistim pencernaan berupa mual, muntah, pucat, berkeringat. Pada anak-anak lebih sering terjadi muntah-muntah tanpa berkeringat. 2. Stadium II (24-48 jam)

Peningkatan SGOT-SGPT. Gejala sistim pencernaan menghilang dan muncul ikterus, nyeri perut kanan atas, meningkatnya bilirubin dan waktu protombin. Terjadi pula gangguan faal ginjal berupa oliguria, disuria, hematuria atau proteinuria.

3. Stadium III ( 72 - 96 jam )

Merupakan puncak gangguan faal hati, mual dan muntah muncul kembali, ikterus dan terjadi penurunan kesadaran, ensefalopati hepatikum

4. Stadium IV ( 7- 10 hari)

Terjadi proses penyembuhan, tetapi jika kerusakan hati luas dan progresif dapat terjadi sepsis, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan kematian.

6. Penanganan

I. Dekontaminasi Sebelum RS

Dapat diberikan karbon aktif atau sirup ipekak untuk menginduksi muntah pada anak-anak dengan waktu paparan 30 menit.

(16)

16

RS

Pemberian karbon aktif, jika terjadi penurunan kesadaran karbon aktif diberikan melalui pipa nasogastrik. Jika dipilih pemberian metionin sebagai antidotum untuk menstimulasi glutation, karbon aktif tidak boleh diberikan karena akan mengikat dan menghambat metionin.

II. Antidotum

a. Intravena N-acetylcysteine (Metode khas)

Treatment menggunakan intravena N-acetylcysteine digunakan pada pasien yang mengalami keracunan parasetamol setelah mengkonsusmsinya selama 15 jam dan untuk pasien yang mempunyai kadar paresetamol dalam plasma diatas dosis pengobatan. Cara terapi ini terdiri dari injeksi intravena dosis 150 mg/kg yang dibuat dalam dektrosa 5% 200 ml 15 menit pertama. Diikuti injeksi dosis 50 mg/kg dalam dektrosa 4% 500ml dalam jangka waktu 4 jam, lalu 100mg/kg dalam dektrosa 5% s dalam jangka waktu 16 jam. Sehingga dosis total yang diberikan selama selama 20 jam adalah 300mg/kg. Cara ini efektif untuk mencegah kerusakan liver, gagal ginjal, dan kematian jika terapi mulai dilakukan selama 8 jam pertama konsumsi parasetamol, namun efikasi terapi akan turun setelah 8 jam.

asetilsistein merupakan antidotum terpilih untuk keracunan parasetamol. N-asetil-sistein bekerja mensubstitusi glutation, meningkatkan sintesis glutation dan mening-katkan konjugasi sulfat pada parasetamol. N asetil sistein sangat efektif bila diberikan segera 8-10 jam yaitu sebelum terjadi akumulasi metabolit.

(17)

17 Dosis - Cara pemberian N-asetilsistein

 Bolus 150 mg /KBB dalam 200 ml dextrose 5 % : secara perlahan selama 15 menit, dilanjutkan 50 mg/KBB dalam 500 ml dextrose 5 % selama 4 jam, kemudian 100 mg/KBB dalam 1000 ml dextrose melalui IV perlahan selama 16 jam berikut.

 Oral atau pipa nasogatrik

Dosis awal 140 mg/ kgBB 4 jam kemudian, diberi dosis pemeliharaan 70 mg / kg BB setiap 4 jam sebanyak 17 dosis. Pemberian secara oral dapat menyebabkan mual dan muntah. Jika muntah dapat diberikan metoklopropamid ( 60-70 mg IV pada dewasa ).

Larutan N asetil sistein dapat dilarutkan dalam larutan 5 % jus atau air dan diberikan sebagai cairan yang dingin. Keberhasilan terapi bergantung pada terapi dini, sebelum metabolit terakumulasi.

Reaksi “anaphylactoid” bisa terjadi akibat terapi intravena N-acetylcysteine. Namun reaksi ini jarang terjadi. Reaksi ini berupa urtikaria, hipotensi, dan broncospam sementara. Efek yang timbul ini biasanya terjadi selama 15-60 menit setelah dilakukan terapi dimana konsentrasi N-acetylcysteine yang ada pada plasma sangat tinggi.

b. Pemercepat Eliminasi Injeksi Fenobarbital

Fenobarbital dapat meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin. Pemberian obat ini akan mengurangi timbulnya ikterus. Ikterus ditunjukkan

(18)

18 dengan menguningnya sklera, kulit, mata atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah yang besar dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari hepar, sistem biliary, atau sistem hematologi. Mekanisme kerja dari fenobarbital adalah menstimulir pelepasan GABA.

Dialisis

Sangat efektif mengeluarkan salisilat dengan cepat, koreksi keseimbangan cairan dan asam basa. Indikasi hemodialisis :

i. Penderita intoksikasi akut, dengan kadar serum >1200 mg/L (120 mg/dL) atau asidosis berat.

ii. Penderita intoksikasi kronik dengan kadar serum > 600 mg/L ( 60 mg/dL), ditambah asidosis, bingung, letargi terutama penderita muda dan debil.

iii. Penderita intoksikasi berat.

c. Penghambatan Absorbsi

Penghambatan absorbsi dapat dilakukan salah satunya dengan pemberian karbon aktif. Jika terjadi penurunan kesadaran karbon aktif diberikan melalui pipa nasogastrik. Namun, jika dipilih pemberian metionin sebagai antidotum untuk menstimulasi glutation, karbon aktif tidak boleh diberikan karena akan mengikat dan menghambat metionin.

(19)

19 Dengan catatan bahwa dosis salisilat yang sangat besar (30-60 g), memerlukan dosis aktif karbon sangat besar untuk mengabsorpsi salisilat dan mencegah desorpsi. Pada kasus demikian perlu aktif karbon 25-50 g tiap 3-5 jam. Pemberian aktif karbon harus diteruskan sampai kadar salisilat dalam serum benar-benar turun.

d. Suportif Oksigenasi

Dilakukan untuk mempertahankan jalannya napas (respirasi), bila perlu dilakukan pemeriksaan gas darah arteri dan X-ray untuk memantau adanya edema pulmonal.

Pemberian cairan elektrolit

Dilakukan supaya pasien tidak mengalami dehidrasi dan hipotensi yang disebabkan oleh muntah dan hiperventilasi.

e. Penghambatan Distribusi Injeksi natrium bikarbonat

Dilakukan untuk membasakan darah yang telah terjenuhi oleh NAPQI yang bersifat asam. Darah dibasakan hingga pH-nya mendekati 7,4.

Infus albumin

Albumin yang ada dalam darah kemudian akan mengikat NAPQI,

sehingga distribusinya akan terhambat dan kadar NAPQI tersebut di dalam darah akan berkurang.

(20)

20

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan

Adapun simpulan yang diperoleh dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Parasetamol merupakan obat analgetik antipiretik namun efek antiinflamasinya rendah. 2. Parasetamol efektif untuk menurunkan suhu tubuh karena efek penurun set point

termoregulator sentralnya.

3. Dosis dewasa untuk parasetamoladalah 500mg/KgBB dengan pemberian 3-4 kali sehari. 4. Pada dosis terapi parasetamol relative aman dibandingkan AINS yang lain.

5. Penggunaan parasetamol dosis besar dapat menimbulkan keracunan yang mampu berakibat kematian.

(21)

21

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1 Tjay dan Kirana. Obat-Obat Penting. Elex Media Komputindo. Jakarta, 1991. 2 Anonymous. Paracetamol. www.wikipedia.com diakses 10 Maret 2013

3 Anonymous. Parasetamol. www.dinkestasikmalaya.go.id diakses 10 Maret 2013

4 Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi (editor). Farmakologi dan Terapi edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI, 1995

5 Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, ed. IV, Dep. Kesehatan Republik Indonesia , Jakarta 6 Ritschel, W. A, 1976, Handbook of Basic Pharmacokinetics, 1st edition, hal 78, Drug

Inteligence Publication Inc. Hamillton, USA.

7 Siswandono, Bambang Soekardjo, 1998, Prinsip-Prinsip Rancangan Obat, hal 85, Airlangga University Press, Surabaya

8 Shergel, L., Yu, B.C. Andrew., 1999, Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, edisi 4, hal 30-32, Appleton & Lange, USA

9 Wenas, 1999, Kelainan Hati Akibat Obat, Buku Ajar Penyakit Dalam, jilid 1, edisi 3, 363-369, Gaya Baru, Jakarta

10 Tjay TH dan Rahardja K.Obat-obat Penting Edisi 6.Jakarta: PT ElexMedia Komputindo, 2007

11 Anonymous, Penggunaan Phenobarbital dalam therapy,

http://sumarheni.blogs.unhas.ac.id/2010/12/23/penggunaan-phenobarbital-dalam-terapi/ diakses 10 maret 2013

12 Anonymous.Paracetamol,http://www.pharmweb.net/pwmirror/pwy/paracetamol/pharmweb picm.html diakses 10 Maret 2013

(22)

22 13 Anonymous.Paracetamol, http://yermei.blogspot.com/2010/12/paracetamol.html diakses 10

Maret 2013

14 Anonymous.Paracetamol,http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1368435/pdf/brjcli npharm00055-0009.pdf diakses 10 Maret 2013

15 Anonymous.Paracetamol,http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1368435/pdf/brjcli npharm00055-0009.pdf diakses 10 Maret 2013

16 Anonymous.Paracetamol,http://www.annemergmed.com/article/S01960644%2805%29813 52-6/abstract diakses 10 Maret 2013

17 Anonymous.Paracetamol,http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1401868/pdf/brjcli npharm00205-0053.pdf diakses 10 Maret 2013

Referensi

Dokumen terkait

Data object pada pembahasan ini akan menyimpulkan segala uraian perencanaan aplikasi menjadi sebuah objek data untuk mengintergrasikan sebuah fitur yang ada di dalam sistem

hipertensi di Posyandu Lansia Dusun Jetak Mutihan Gantiwarno Klaten.. 2) Berdasarkan uji statistik nilai pretes dan posttest pada tekanan darah. diastolik, didapatkan p value

Peserta akan dinilai untuk menentukan apakah telah mencapai kompetensi sesuai dengan standar yang dijelaskan dalam Kriteria Unjuk Kerja.. Pada pelatihan berdasarkan

dipastikan memberikan informasi yang akurat sesuai dengan keadaan diri.. subjek yang sebenarnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengatasi kualitas. psikometrik 16 PF di Indonesia

Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh dari observasi dan penilaian terhadap dirinya, menyadari individu bahwa dirinya berbeda dengan orang

Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Tidak Terkendali Pada Penderita yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang

Dengan adanya permasalahan yang ada di LMZIS, maka perlu adanya suatu sistem informasi akuntansi keuangan yang mengahasilkan informasi keuangan yang diolah dari

"A FICTITIOUS PROSE NARRATIVE OF CONSIDERABLE LENTH, PORTRAYING CHARACTERS, ACTION AND SCENES REPRESENTATIVE OF REAL LIFE IN A PLOT OF MORE OR LESS INTRICACY-'T. L RALF FOX