• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kelola yang baik diperlukan penguatan sistem dan kelembagaan dengan berdasarkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kelola yang baik diperlukan penguatan sistem dan kelembagaan dengan berdasarkan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Prinsip tata kelola keuangan yang baik merupakan prinsip pokok yang harus diberlakukan di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Untuk menciptakan tata kelola yang baik diperlukan penguatan sistem dan kelembagaan dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atas dasar hal tersebut, sesuai dengan amanat Pasal 23C Undang-undang Dasar (UUD) 1945 tentang Keuangan Negara perlu dijabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) ke dalam asas asas umum dalam pengelolaan keuangan negara yang meliputi asas tahunan, universalitas, kesatuan, dan asas spesialitas. Selain asas tersebut dalam rangka penerapan kaidah-kaidah yang baik dalam pengelolaan keuangan negara juga ditetapkan asas akuntabilitas berorientasi pada hasil, profesionalitas, proporsionalitas, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, dan pemeriksaan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri (Nugraheni dan Subaweh, 2008)

Menuju terwujudnya tata kelola keuangan yang baik, Deputi Pengawasan Bidang Penyelenggaraan Keuangan Daerah BPK, memandang perlu untuk memfasilitasi Pemerintahan Provinsi dalam mempersiapkan aparatnya menghadapi perubahan, mendorong pelaksanaan tata kelola keuangan daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku, efisien, efektif, transparan, akuntabel, dan auditabel. Hal ini penting guna meningkatkan kualitas Laporan Keuangan pemerintah (Siburian dkk, 2014).

(2)

Pengelolaan keuangan daerah baik di kota maupun kabupaten yang baik perlu ditunjang oleh pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah yang baik agar penatausahaan keuangan di daerah memiliki akurasi dan akuntabilitas yang tinggi. Selain itu, pemahaman atas akuntansi keuangan daerah juga merupakan salah satu dimensi penting yang tidak kalah pentingnya dalam pengelolaan keuangan daerah. Alokasi anggaran publik dilakukan pengawasan dengan baik yang tercermin dalam anggaran pendapatan daerah (APBD) dapat diperuntukkan untuk kepentingan publik. (Ndraha, 2005).

Akuntansi akan mempunyai peran yang nyata dalam kehidupan sosial ekonomi kalau informasi yang dihasilkan oleh akuntansi dapat mengendalikan perilaku pengambil kebijakan ekonomi untuk bertindak menuju ke suatu pencapaian tujuan sosial dan ekonomi negara. Salah satu tujuannya adalah alokasi sumber daya ekonomi secara efisiensi sehingga sumber daya ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak dapat dinikmati masyarakat secara optimal. (Suwardjono, 2005).

Secara umum tujuan akuntansi dan pelaporan keuangan bagi pemerintah adalah: (1) menyajikan informasi keuangan yang berguna untuk pengambilan keputusan ekonomi, politik, dan sosial serta penampilan akuntabilitas dan stewardship; (2) menyajikan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kinerja manajer dan organisasi dalam kepemerintahan (Hay, 1997; dalam Andiani 2012).

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa diberikan kesempatan yang besar untuk mengurus tata pemerintahannya sendiri serta pelaksanaan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup

(3)

masyarakat desa. Selain itu pemerintah desa diharapkan untuk lebih mandiri dalam mengelola pemerintahan.(www.bpkp.go.id)

Istilah desa sering kali identik dengan masyarakatnya yang miskin, tradisionalis, dan kolot, namun sebenarnya desa mempuyai keluhuran dan kearifan lokal yang luar biasa. Desa adalah pelopor sistem demokrasi yang otonom dan berdaulat penuh. Sejak lama, desa telah memiliki sistem dan meka-nisme pemerintahan serta norma sosial masing-masing. Sampai saat ini pembangunan desa masih dianggap seperempat mata oleh pemerintah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten (Anwar dan Jatmiko, 2013). Penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan desa dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat, pemberdayaan masyarakat dan pengelolaan pembangunan desa memerlukan dukungan dana yang memadai agar tugas-tugas pemerintahan desa dapat dilaksanakan secara efektif. Tanpa memiliki dukungan dana yang memadai, pemerintah desa tidak akan mampu membiayai program program pembangunan desa sesuai esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa, karena pengelolaan program-program pembangunan desa tidak hanya mengandalkan partisipasi masyarakat, namun juga membutuhkan sumber daya lainnya yang tidak tersedia di desa yang harus dibiayai dari anggaran pemerintahan desa (Siburian dkk, 2014).

(4)

Guna mempercepat pembangunan di segala bidang, maka upaya peningkatan dan pemerataan kemampuan Pemerintah Desa di seluruh Indonesia mutlak diperlukan. Salah satu strateginya desentralisasi pembangunan sampai ke desa, di mana bermakna bahwa konsep “bhinneka” dalam lambang negara menjadi jelas serta asas desentralisasi mengisi konsep rumah tangga desa. (Ndraha, 2005).

Peraturan memberikan landasan bagi semakin otonomnya desa secara praktik, bukan hanya sekedar normatif. Dengan adanya pemberian kewenangan pengelolaan keuangan desa (berdasarkan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah) dan adanya alokasi dana desa (berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa), seharusnya desa semakin terbuka (transparan) dan responsibel terhadap proses pengelolaan keuangan. Dalam ketentuan umum Nomor 113 Tahun 2014 juga disampaikan bahwa pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi: perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan desa, sehingga dengan hak otonom tersebut diharapkan desa dapat mengelola keuangannya secara mandiri, baik mengelola pendapatan dan sumber-sumber pendapatan, juga mengelola pembelanjaan anggaran. (Anwar dan Jatmiko 2013).

Pada kenyataanya sangat banyak desa yang belum dapat memanfaatkan keistimewaanya tersebut, ketergantungan dana dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sangat kuat. Desa belum dapat mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan desa dengan berbasis pada kekayaan dan potensi desanya. Penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang

(5)

seharusnya diisi dengan kegiatan/program-program yang dibutuhkan oleh masyarakat belum dapat diwujudkan, misalnya: kegiatan pembangunan fisik tersebut tidak dilaksanakan sesuai dengan yang tercantum di dalam APBDes, contoh adanya kecurangan terlihat mulai dari adanya perbedaan volume, kualitas, harga dan sebagainya. (Anwar dan Jatmiko, 2013).

Temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menemukan 14 potensi persoalan dalam pengelolaan dana desa yang berjumlah Rp20,7 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015. Rencananya, dana itu akan tersalur pada 74.093 desa di seluruh Indonesia. Masalah yang dimulai sejak Januari 2015 itu terdiri dari aspek regulasi kelembagaan, aspek tata laksana, aspek pengawasan dan aspek sumber daya manusia. Aspek regulasi kelembagaan terdiri dari belum lengkapnya regulasi dan petunjuk teknis pelaksanaan keuangan desa, potensi tumpang tindih kewenangan Kemendes PDT dengan Ditjen Bina Pemerintah Desa Kemendagri, tidak transparannya formula pembagian dana desa dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 tahun 2015 dan hanya didasarkan atas dasar pemerataan. Selain itu, pengaturan pembagian penghasilan tetap bagi perangkat desa dari anggaran dana desa (ADD) yang diatur dalam PP Nomor 43 tahun 2014 dinilai kurang berkeadilan serta kewajiban penyusunan laporan pertanggungjawaban oleh desa yang tidak efisien akibat ketentuan regulasi dan tumpang tindih (Pramesti, 2015).

Peraturan memberikan landasan bagi semakin otonomnya desa secara praktek, bukan hanya sekedar normatif. Dengan adanya pemberian kewenangan pengelolaan keuangan desa dan adanya alokasi dana desa, seharusnya desa semakin

(6)

terbuka (transparan) dan responsibel terhadap proses pengelolaan keuangan. Dalam ketentuan umum Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 juga disampaikan bahwa pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi: perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan desa, sehingga dengan hak otonom tersebut diharapkan desa dapat mengelola keuangannya secara mandiri, baik mengelola pendapatan dan sumber-sumber pendapatan, juga mengelola pembelanjaan anggaran. (Anwar dan Jatmiko 2013).

Kekhawatiran beberapa pihak mengenai penggunaan keuangan desa cukup beralasan mengingat dari 72.944 desa yang ada di Indonesia, belum ada basis data yang dimiliki Pemerintah Pusat terkait kualitas sumber daya manusia perangkat desa, terlebih di beberapa wilayah di Indonesia pemilihan perangkat desa diduga masih menggunakan money politic dalam proses pemilihan langsungnya. Institute for Research and Empowerment (IRE) dalam forum Anti Korupsi Indonesia memaparkan bahwa potensi penyalahgunaan Dana Desa dipengaruhi oleh 4 hal yakni bagaimana peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 termasuk peraturan Dana Desa, tinggi/rendahnya tingkat diskresi pengelolaan keuangan desa, tinggi/rendahnya kualitas sumber daya manusia dan pembinaan/pengawasan penggunaan Dana Desa (Sukasmanto, 2011).

Saat ini dalam pengelolaan aset desa yang ada masih menggunakan sistem yang manual yaitu menggunakan buku catatan dan akan direkap kembali untuk membuat laporan. Untuk itu Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi membentuk Satgas Desa. Satgas Desa dibentuk untuk melakukan

(7)

percepatan dan ketepatan penyaluran, penggunaan, serta pengelolaan dana desa. Selain itu, Satgas juga bertugas untuk melakukan sosialisasi dan pengawasan (Jafar, 2016).

Selain itu sangat kurangnya Sistem Informasi Pengelolaan Aset Desa Berbasis Web pada Kantor Desa sebagai sarana untuk mengelola asset, yang berdampak pada kurangnya pemahaman teknologi informasi. Dengan demikian perlunya Sistem Informasi yang dirancang menggunakan aliran dokumen, Data Flow Diagram (DFD), Entity Relationship Diagram (ERD) serta menggunakan PHP sebagai server web dan sebagai basis data (Sudibyo, 2014).

Sebagian besar Peraturan Bupati/Walikota tentang pengadaan barang jasa di desa hampir seluruhnya meniru Peraturan Kabupaten Kota (Perka) LKPP Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang Jasa Pemerintah di Desa, Peraturan Kabupaten Kota (Perka) tersebut memang pedoman dalam pembuatan Peraturan Bupati/Walikota, padahal kondisi dan karakteristik setiap daerah tentu berbeda beda, baik sumber daya manusia, sumber daya alam maupun keadaan geografis daerah tempat Desa itu berada.

Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai pengelola keuangan pemerintah desa wajib meningkatkan kualitas. Karena, sesuai dengan Undang-Undang (UU) 6/2014 tentang Desa, bahwa pengelolaan keuangan desa hingga mencapai Rp1 miliar harus dikelola dengan profesional, agar tidak terjadi kesalahan dan penyimpangan yang dilakukan aparatur pemerintah desa. Karena itu, pengetahuan tentang pengelolaan keuangan desa wajib dimiliki aparatur pemerintah desa di daerah, sehingga penyelenggaraan pemerintahan desa terlaksana dengan baik dan tertib

(8)

administrasi. Dengan adanya aturan tersebut, maka pemerintah provinsi (Pemprov) terus berupaya memberikan pembinaan terhadap aparatur pemerintah desa. Caranya, dengan melakukan bimbingan teknik pengelolaan keuangan daerah bagi aparatur pemerintah desa. Dengan demikian, pengelolaan keuangan desa dapat dijalankan dengan baik dan tertib administrasi (Jafar, 2016)

Fenomena peemberdayaan desa seperti desa-desa di Jawa Timur rata-rata belum siap melaksanakan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, karena minimnya kapasitas dan kapabilitas aparaturnya, maka demi menyukseskan program pembangunan desa atau “desa membangun” menuju desa mandiri yang demokratis dan partisipatif sebagaimana amanat Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Untuk ini, diperlukan sebuah rangkaian pengembangan kapasitas aparatur dan stakeholders pemerintahan desa melalui tertib adminsitrasi dan laporan, kegiatan pelatihan dan pendampingan dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa yang mampu meningkatkan kapasitas pemerintah desa dalam menyusun dan melaksanakan program pembangunan desa yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat desa. (Wawan E. Kuswandoro, 2016).

Kekhawatiran dan ketidaksiapan desa dalam hal pengelolaan keuangan desa juga dirasakan oleh beberapa perangkat Desa di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon yang terkait dengan kemampuan dan jumlah aparatur desa yang masih kurang dalam pengelolaan keuangan desa (Sumber : Wawancara Kepala Desa di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon). Berdasarkan pada paparan di atas, masalah penelitian sebagai berikut :

(9)

a. Laporan Anggaran dan Belanja Desa (APBDes) yang di buat tiap-tiap desa masih bersifat konvensional (tradisional) dan sering terlambat dalam pengiriman ke Kecamatan dan bahkan ke Kabupaten.

b. Sekretaris desa dan bendaharawan masih minim teknologi informasi (internet).

c. Perangkat desa (dalam hal ini Sekretaris Desa) dan perangkat desa lainnya dalam membuat anggaran masih meniru dan belum memiliki kreativitas yang baik.

d. Masih lemahnya pengetahuan tentang keuangan desa dan administrasi serta dokumen yang tertib dan rapih.

e. Masih lemahnya pengembangan desa, terkait potensi desa, dan pemberdayaan

Latar belakang singkat di atas, penulis merasa perlu mengkaji dan menganalisis lebih jauh terkait berbagai mekanisme penguatan pengelolaan keuangan desa. Pembahasan mengenai penguatan mekanisme pengelolaan keuangan desa dengan judul : Analisis Pengelolaan Keuangan Desa (studi kasus pada 12 Desa Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon).

1.2 Identifikasi Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah pengelolaan keuangan desa yang belum memadai. Berdasarkan masalah penelitian tersebut, maka penulis dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu sebagai berikut :

(10)

1. Bagaimana perencanaan pengelolaan keuangan desa pada desa di kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon.

2. Bagaimana pelaksanaan pengelolaan keuangan desa pada desa di kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon.

3. Bagaimana penatausahaan pengelolaan keuangan desa pada desa di kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon.

4. Bagaimana pelaporan pengelolaan keuangan desa pada desa di kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon.

5. Bagaimana pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa pada desa di kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon.

6. Bagaimana pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan desa pada desa di kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris mengenai : 1. Perencanaan pengelolaan keuangan desa pada desa di kecamatan Mundu

Kabupaten Cirebon

2. Pelaksanaan pengelolaan keuangan desa pada desa di kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon.

3. Penatausahaan pengelolaan keuangan desa pada desa di kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon.

4. Pelaporan pengelolaan keuangan desa pada desa di kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon.

(11)

5. Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa pada desa di kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon.

6. Pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan desa pada desa di kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memiliki beberapa manfaat diantaranya sebagai berikut :

1. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang berkaitan dengan mata kuliah Akuntansi Sektor Publik dan ilmu ekonomi mengenai pengelolaan keuangan desa.

2. Bagi Masyarakat Luas

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang obyektif dan jelas kepada masyarakat dan pihak terkait mekanisme pengelolaan keuangan desa serta hambatan dan upaya mengatasinya dalam pengeloaan dana desa.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Dalam rangka untuk memperoleh data yang dibutuhkan oleh peniliti dalam penulisan skripsi ini, peniliti melakukan penelitian di 12 Desa, Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon. Waktu penelitian bulan Januari sampai dengan Mei 2016.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Perkembangan kota Semarang ke wilayah pinggiran (Kelurahan Tlogosari Kulon) yang sebagian besar penduduknya bekerja ke pusat kota menyebabkan tingkat pergerakan dan intesitas

Perencanaan Implementasi Nilai-Nilai Religius dalam Peningkatan Moralitas Mahasantri Di Ma’had Sunan Ampel Al-‘Aly Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Secara

Untuk itu pemerintah nagari diharuskan ubtuk menyusun anggaran pendapatan dan belanja nagari (APBNagari). Menurut Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 Bab I Ketentuan Umum Pasal

Hasil penelitian yang diperoleh dari Desa Inobonto II bahwa perencanaan keuangan desa telah sesuai dengan Permendagri No.113 Tahun 2014 yaitu Sekretaris Desa Menyusun rancangan

bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 33 dan Pasal 34 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Kepala Desa menetapkan

Hasil dan pembahasan penelitian ini menunjukkan bahwa tahapan pengelolaan keuangan desa Permendagri 113 Tahun 2014 dengan tahapan pengelolaan dana desa mulai dari

Zakiah (2009) melakukan penelitian “Analisis Willingness to Pay Pelanggan PDAM Terhadap Konservasi Sumber Air Baku PDAM (Studi Kasus di Kabupaten Bandung)”. Penelitian

Untuk mengkaji lebih dalam terkait pengelolaan keuangan desa yang dikaji dari siklus pengelolaan keuangan desa yang meliputi aspek perencanaan,