• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DALAM PEMBELAJARAN PAI DI SMA NEGERI 13 SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DALAM PEMBELAJARAN PAI DI SMA NEGERI 13 SEMARANG"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES

DALAM PEMBELAJARAN PAI DI SMA NEGERI 13 SEMARANG A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan (al Tarbiyah), menurut pandangan Islam adalah merupakan bagian dari tugas kekhalifahan manusia. Allah adalah Rabb al 'alamin, juga Rabb al nas. Tuhan adalah yang mendidik makhluk alamiah dan juga yang mendidik manusia. Karena manusia adalah khalifah Allah, yang berarti bahwa manusia mendapat kuasa dan limpahan wewenang dari Allah untuk melaksanakan pendidikan terhadap alam dan manusia, maka manusialah yang bertanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan tersebut.1

Secara umum pendidikan dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan kebudayaan. Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat didalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Oleh karena itu sering dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia.2 Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya.

Ditinjau dari sudut pandangan sosiologis dan antropologi, fungsi utama pendidikan untuk menumbuhkan kreativitas peserta didik, dan menanamkan nilai yang baik. Karena itu tujuan akhir pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi kreatif peserta didik agar menjadi manusia yang baik, menurut pandangan manusia dan Tuhan Yang Maha Esa.3

Lulusan sekolah yang bermutu dan berakhlak mulia, hanya dapat dihasilkan oleh proses pendidikan sekolah yang bermutu yang mampu

1

Zuhairini, et.al., Filsafat Pendidikan Islam, ed. 1, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. 2, hlm. 147.

2

Tim Dosen FIP IKIP Malang, Kapita Selekta: Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, (Malang: IKIP Malang, 1981), hlm. 2.

3

HM. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 59.

(2)

mendidik, mengubah sikap dan perilaku peserta didiknya. Sekolah adalah sebuah masyarakat kecil (mini society) yang menjadi wahana pengembangan peserta didik, bukan sebuah birokrasi yang sarat dengan beban-beban administrasi. Aktivitas didalamnya adalah proses pelayanan jasa, bukan proses produksi barang. Peserta didik adalah pelanggan yang datang ke sekolah untuk mendapatkan pelayanan, bukan bahan mentah (raw input) yang akan dicetak menjadi barang setengah jadi/ barang jadi. Sekolah sebagai institusi pendidikan adalah lembaga pelayanan profesional yang sasarannya adalah orang (people processing institution) yang secara esensial berbeda karakteristiknya dengan lembaga yang memproduksi barang (good processing institution). Perbedaan tersebut, dapat dideteksi dari hakikat yang diproses (peserta didik), program dan fasilitas pemrosesan (kurikulum dan fasilitas pembelajaran), hubungan multiple processing antara peserta didik (siswa) dan pemroses (guru), bentuk layanan proses pempembelajaranan dan faktor-faktor aktivitas peserta didik di luar sekolah yang bersamaan dengan kegiatan pempembelajaranan.4

Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.5

Didalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB II pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.6

4

Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan, Menjawab Pendidikan Berbasis Masyarakat:

Kumpulan Makalah, (Semarang: 2003), hlm. 22.

5

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), cet. 14, hlm. 11.

6

Tim Redaksi Fokus Media, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (No. 20 Tahun

(3)

M. Quraish Shihab, dalam bukunya Membumikan al-Qur'an, menyatakan bahwa tujuan pendidikan al-Quran adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah. Atau dengan kata yang lebih singkat dan sering digunakan oleh al-Qur'an, untuk bertaqwa kepada-Nya.7

Dalam masyarakat, kita cenderung memandang orang-orang tertentu seperti seniman, ilmuan/ penemu, sebagai orang-orang misterius hanya karena mereka itu kreatif. Walaupun demikian, kita semua mempunyai kemampuan-kemampuan untuk menjadi pemikir-pemikir yang kreatif dan pemecah masalah. Yang diperlukan adalah pikiran yang penuh rasa ingin tahu, kesanggupan-kesanggupan untuk mengambil resiko, dan dorongan untuk membuat segalanya berhasil: tiga kualitas yang ada pada semua orang.8

Dalam bukunya Developing a 21 st Century Mind, tokoh pendidik Marsha Sinetar menjelaskan suatu kualitas 'adaptasi kreatif' yang diyakininya sebagai hal yang diinginkan dalam segala aspek sebagai manusia dari pertumbuhan pribadi dan pengayaan, hingga bisnis dan karier, hingga keayahbundaan (parenting) dan kehidupan keluarga. Adaptasi kreatif dapat menyerupai permainan dan sesungguhnya itu bersifat permainan, namun ini melibatkan cara berpikir yang logis dan sekuensial, juga intuitif serta sangat pribadi. Pendeknya, hal ini merupakan suatu proses pemikiran seluruh otak untuk penyelesaian masalah secara efektif.9

Mungkin rasanya seperti khayalan setiap guru, tetapi kenyataannya adalah dengan keterampilan pembelajaran yang tepat, semua siswa dapat memahami sebagian besar informasi dalam waktu yang lebih singkat. Ini akan memangkas waktu yang diperlukan untuk menjelaskan informasi. Dan

7

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 173.

8

Bobbi De Porter dan Mic Hernacki, Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman

dan Menyenangkan (Quantum Learning: Unleashing The Genius In You), terj. Alwiyah

Abdurrahman, (Bandung: Kaifa, 2000), cet. 7, hlm. 292.

9

(4)

membuat lebih bebas untuk maju dalam kurikulum/ menambahkan kegiatan pengayaan yang praktis.10

Ary H. Gunawan penulis buku Sosiologi Pendidikan, lebih cenderung untuk mengatakan bahwa pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia secara manusiawi, yang harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta perkembangan zaman.11

Labih lanjut proses pemanusiaan yang manusiawi dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta perkembangan zaman, dimaksudkan sebagai penjabaran dari kurikulum formal yang dinamis, seperti tujuan pendidikan nasional Indonesia yang terdapat dalam GBHN, yang tiap 5 (lima) tahun senantiasa direvisi sesuai dengan tuntutan era pembangunannya.12 Bila mengacu pada "pendidikan sepanjang hayat atau long life education" maka menjadi lebih jelas bahwa pendidikan dapat terjadi kapanpun dimanapun, oleh siapapun dan kepada siapapun.

Berdasarkan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ditetapkan dalam Bab I, pasal 1, ayat 1 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana pembelajaran dan proses pempembelajaranan agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan ayat 2 menyebutkan, bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.13

10

Bobbi De Porter, et.al., Quantum Teaching: Mempraktekkan Quantum Learning di

Ruangan Kelas (Quantum Teaching: Orchestrating Student Succes), terj. Ary Nilandari,

(Bandung: Kaifa, 2002), cet.9, hlm. 163.

11

Ary H Gunawan, Sosiologi Pendidikan: Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai

Problem Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm. 55-56.

12

Ibid., hlm. 56.

13

(5)

Hingga saat ini kita menyadari bahwa secara umum kondisi lembaga pendidikan Islam di Indonesia masih ditandai oleh berbagai kelemahan. Pertama, kelemahan sumber daya manusia (SDM), manajemen maupun dana. Kedua, kita menyadari bahwa hingga saat ini lembaga pendidikan tinggi Islam masih belum mampu mengupayakan secara optimal mewujudkan Islam sesuai dengan cita-cita idealnya. Ketiga, kita masih melihat lembaga pendidikan tinggi Islam belum mampu mewujudkan Islam secara transformatif. Keempat, pada saat ini kita hidup dalam era reformasi. Kelima, hingga saat ini posisi lembaga pendidikan tinggi Islam, bahkan juga pada lembaga pendidikan Islam yang ada dibawahnya masih kurang diminati oleh masyarakat.14

Seiring dengan kemajuan yang terjadi dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, konsep pempembelajaranan pun mengalami perubahan, yaitu dari yang semula berpusat pada guru, menjadi lebih berpusat pada siswa (student centris). Dalam hubungan ini William H. Burton mengatakan bahwa mengajar adalah upaya dalam memberikan perangsang (stimulus), bimbingan dan pengarahan serta dorongan kepada siswa agar terjadi proses pembelajaran. Pandangan ini sejalan dengan pendapat George dan Briggs yang mengatakan bahwa pembelajaran is a set of events which affect learness in such way that learning is facilitated. Yaitu menciptakan berbagai peluang yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran yang dengan sendirinya tercipta berbagai kebutuhan pembelajaran. Dengan demikian, dalam mengajar yang penting bukan upaya guru menyampaikan bahan, melainkan bagaimana siswa dapat mempelajari bahan sesuai dengan tujuan. Dalam hal ini upaya penting yang harus dilakukan guru adalah menciptakan serangkaian peristiwa yang dapat mempengaruhi siswa pembelajaran. Dalam kaitan ini peran guru mengalami pergeseran dari yang semula sebagai satu-satunya pemberi informasi, menjadi sebagai orang yang bertindak sebagai director and facilitator of learning, yakni pengaruh dan pemberi fasilitas untuk terjadinya proses pembelajaran.15 Sejalan dengan ini harus diakui akan kebenaran pernyataan bahan pengajaran

14

Abudin Nata, Paradigma Pendidikan Islam: Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Grasindo, 2001), hlm. 178-180.

15

(6)

itu pada hakikatnya adalah suatu proses yang mengandung makna, bukan semata-mata proses yang mekanis.

Dengan membaca uraian tersebut, tiba saatnya untuk mengevaluasi kegiatan pempembelajaranan yang terjadi diberbagai lembaga pendidikan. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang informasi, perkembangan masyarakat, kecenderungan pemerintah, serta semakin meningkatnya daya kritis para siswa sasaran pendidikan, seharusnya dijadikan faktor dalam menentukan metode pempembelajaranan yang paling tepat. Metode pempembelajaranan yang memadukan antara pertimbangan guru dan murid tampaknya merupakan salah satu alternatif yang paling tepat. Dengan cara demikian, berbagai sumber informasi baik yang berasal dari buku, majalah, surat kabar, internet, museum, pameran, dan sebagainya harus dimanfaatkan bagi kegiatan pengajaran dimasa sekarang ini. karenanya semua itu harus dimasukkan ke dalam strategi pempembelajaranan, dengan melibatkan para siswa untuk aktif didalamnya.16

Dengan cara demikian tujuan pendidikan yang selain mencerdaskan masyarakat dengan memberikan bekal ilmu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman, juga membina kepribadian dan wataknya menjadi masyarakat yang kreatif, inovatif, mandiri, bertanggung jawab dan responsif yang pada gilirannya akan siap memasuki kehidupan yang semakin kompetitif.

Apabila dikaitkan dengan ayat suci al-Qur'an, maka tujuan pertama pendidikan Islam adalah menumbuhkan dan mengembangkan ketaqwaan kepada Allah SWT, sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 102 sebagai berikut :

ﹶﻥﻮـﻤِﻠﺴﻣ ﻢﺘﻧﹶﺍﻭ ﱠﻻِﺍ ﻦـﺗﻮـﻤﺗ ﹶﻻﻭ ﻪِﺗﺎﹶﻘﺗ ﻖﺣ َﷲﺍ ﺍﻮـﹸﻘﺗﺍ ﺍﻮـﻨﻣﺍ ﻦـﻳِﺬﱠﻟﺍ ﺎﻬُـﻳﹶﺎﻳ

)

ﻥﺍﺮﻤﻋ ﻝﺍ

:

102

(

16 Ibid., hlm. 211.

(7)

"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan kamu dalam keadaan muslim." (QS. Ali Imran : 102)17

Ki Hajar Dewantara, mengajarkan bahwa ketiga kelompok orang dewasa yang langsung bertanggung jawab terhadap keselamatan pemuda adalah orang tua, guru dan para pemimpin pemuda. Ketiganya ini disebut : Tri Pusat Pendidikan.18

Dalam hal ini ia mengajarkan betapa penting dan sulitnya tugas pendidik, yang pada suatu saat harus dapat bertindak sebagai sumber pengertian, pengetahuan dan kepercayaan pemuda, di saat yang lain ia harus dapat menumbuhkan semangat, kemauan, bahkan tekad didalam diri para pemuda dan dilain kesempatan ia harus dapat bertindak sebagai contoh.

Penyimpangan perilaku remaja di negara-negara Barat, tampaknya telah menggejala juga dikalangan remaja, kawula muda dinegeri tercinta kita ini yang kondisinya semakin memprihatinkan. Apalagi jika kondisi ini dikaitkan dengan pernyataan Dadang Hawari (PR, 5 Juli 99) yaitu dewasa ini Indonesia tidak lagi menjadi tempat transit tetapi sudah menjadi pasar peredaran Narkotika, Alkohol dan Zat Aditif (NAZA) yang cukup memprihatinkan. Berdasarkan data tahun 1995, jumlah pasien penderita ketergantungan NAZA sudah mencapai 130.000 jiwa.19

Dalam menghadapi remaja ada beberapa hal yang harus selalu diingat, yaitu bahwa jiwa remaja adalah jiwa yang penuh gejolak (strum und drang) dan bahwa lingkungan sosial remaja juga ditandai dengan perubahan sosial yang cepat (khususnya di kota-kota besar dan daerah-daerah yang sudah terjangkau sarana dan prasarana komunikasi dan perhubungan) yang mengakibatkan kesimpangsiuran norma (keadaan anomie). Kondisi intern dan ekstern yang sama-sama bergejolak inilah yang menyebabkan masa remaja

17Tim Disbintalad, Al-Qur'an Terjemah Indonesia, (Jakarta: PT Sari Agung, 2000), cet.

14, hlm. 114.

18

Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, tth.), hlm. 214.

19

Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 211-213.

(8)

memang lebih rawan dari pada tahap-tahap lain dalam perkembangan jiwa manusia.20

Pendidikan agama di lembaga pendidikan bagaimanapun akan memberi pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan pada anak. Namun demikian besar kecilnya pengaruh yang dimaksud sangat tergantung berbagai faktor yang dapat memotivasi anak untuk memahami nilai-nilai agama. Sebab pendidikan agama pada hakikatnya merupakan pendidikan nilai. Oleh karena itu pendidikan agama lebih dititikberatkan pada bagaimana membentuk kebiasaan yang selaras dengan tuntunan agama.21

Tugas guru yang utama bukan lagi menyampaikan pengetahuan, melainkan memupuk pengertian, membimbing mereka untuk pembelajaran sendiri. Kemampauan untuk menemukan sendiri dan pembelajaran sendiri dianggap dapat dipelajari.

Ada yang mengemukakan bahwa menemukan sesuatu oleh murid memakan waktu yang lebih banyak. Apa yang dapat diajarkan dalam waktu 30 menit, mungkin memerlukan 4-5 jam dengan metode penemuan. Namun apa yang dipelajari dalam 4-5 jam itu, yakni merumuskan masalah, merencanakan cara memecahkannya, melakukan percobaan, membuat kesalahan, berpikir untuk mengatasinya, dan akhirnya penyelesaiannya tidak ternilai harganya bagi cara pembelajaran selanjutnya atas kemampuan sendiri.22

Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, ada tiga aspek yang dianggap sebagai akar permasalahan yang melahirkan sikap dan tingkah laku dari siswa yang bervariasi di sekolah. Tiga aspek tersebut ialah aspek intelektual, psikologis dan biologis.23 Dengan bervariasinya pribadi tiap siswa tersebut, merupakan tugas yang cukup berat bagi guru dalam mengelola kelas dengan baik. Sehingga sering terlontar keluhan-keluhan dari guru tentang

20

Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), cet. 8, hlm. 226.

21

Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet. 6, hlm. 216.

22

Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000), cet. 7, hlm. 21.

23

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Stategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm. 1.

(9)

masalah tersebut. Selanjutnya masalah pendekatan, mustahil bila seorang guru tidak melakukan pendekatan untuk mengenal kondisi dan situasi siswanya.24 Dengan pendekatan tersebut, guru dapat memilih dan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan materi yang ada. Sebab setiap materi satu dan lainnya tentu berbeda penggunaan pendekatannya.

Jika dahulu yang diutamakan soal mengajar, maka akhir-akhir ini yang ditonjolkan soal pembelajaran, setidaknya dalam teori. Selain itu diketahui bahwa pembelajaran akan lebih berhasil, bila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhan dan minat anak.25 Pembelajaran hanya akan terjadi dengan kegiatan anak itu sendiri. Ia bukan bejana yang harus diisi oleh guru dengan berbagai pengetahuan.

Berdasarkan penilaian terhadap kenyataan pembelajaran mengajar yang kurang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mengembangkan diri sesuai dengan taraf kemampuannya, maka diadakan uji coba dengan pendekatan baru. Pendekatan itu tidak lain dari pada anutan cara pembelajaran siswa aktif, namun bukanlah CBSA tanpa isi, tanpa pesan, tanpa rancangan dan tanpa arah. CBSA yang dipraktekkan adalah CBSA yang mengembangkan keterampilan memproseskan perolehan.26

Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproseskan perolehan, anak akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Dengan demikian, keterampilan-keterampilan itu menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta pertumbuhan dan pengembangan sikap dan nilai. Seluruh irama gerak/ tindakan dalam PBM

24

Djamaludin Darwis, Stategi Belajar Mengajar, dalam Chabib Thoha dan Abdul Mu'ti,

PBM PAI di Sekolah: Eksistensi dan Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 208.

25

Nasution, op.cit., hlm. 23.

26

Conny Semiawan, et.al., Pendekatan Ketrampilan Proses: Bagaimana Mengaktifkan

Siswa Dalam Belajar?, (Jakarta: PT Grasindo, 19

(10)

seperti akan menciptakan kondisi CBSA. Inilah sebenarnya yang dimaksudkan dengan pendekatan proses.27

Dari permasalahan dan gambaran yang ada penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut bagaimana pendekatan ini diterapkan di SMA Negeri 13 Semarang dalam sebuah skripsi dengan judul: “STUDI KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DALAM PEMBELAJARAN PAI DI SMA NEGERI 13 SEMARANG”.

B. PENEGASAN ISTILAH

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menafsirkan judul skripsi ini, maka perlu dikemukakan maksud dari kata-kata dalam beberapa peristilahan yang dipakai sehingga perlu dibatasi agar mudah dipahami.

1. Studi

Kata studi menjadi kata serapan dalam bahasa Indonesia yang artinya penelitian ilmiah, kajian/ telaahan.28 Di dalam Kamus Bahasa Indonesia, studi berarti “penyelidikan”.29

2. Kritis berarti penilaian, evaluasi, analisa terhadap suatu permasalahan dengan mempertimbangkan kelebihan atau kekurangannya.

3. Terhadap berarti kata depan untuk menandai arah, kepada lawan.30 4. Implementasi

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata implementasi berarti pelaksanaan atau penerapan.31 Implementasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penerapan pendekatan ketrampilan proses dalam pembelajaran PAI.

5. Pendekatan Keterampilan Proses

27

Ibid., hlm. 18.

28

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm. 156.

29

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 965.

30

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai, (Jakarta: LP3ES, 1992), hlm. 44.

31

Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), Jilid 3, hlm. 588.

(11)

a. Pendekatan adalah proses perbuatan, cara mendekati, penggunaan teori-teori dari suatu bidang ilmu untuk mendekati suatu masalah.32 b. Keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas.33

c. Proses adalah tahapan-tahapan dalam suatu peristiwa pembentukan, jalannya, bekerjanya, rangkaian kerja, runtutan perubahan (peristiwa), rangkaian tindakan, pembuatan/ pengolahan yang menghasilkan produk.34

Menurut Oemar Hamalik, pendekatan keterampilan proses adalah pendekatan pempembelajaranan yang bertujuan mengembangkan sejumlah kemampuan fisik dan mental sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi pada diri peserta didik. Kemampuan-kemampuan tersebut pada dasarnya telah dimiliki oleh peserta didik meskipun masih sederhana dan perlu dirangsang agar menunjukkan jati dirinya.35

Sedangkan menurut Syaiful Bahri Djamarah, keterampilan proses adalah suatu pendekatan dalam proses interaksi edukatif. Keterampilan proses bertujuan untuk meningkatkan kemampuan anak didik menyadari, memahami dan menguasai rangkaian bentuk kegiatan yang berhubungan dengan hasil pembelajaran yang telah dicapai anak didik. Rangkaian bentuk kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan mengamati, menggolongkan, menafsirkan, meramalkan, menerapkan, merencanakan penelitian dan mengkomunikasikannya.36

Dengan demikian, pendekatan keterampilan proses yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara/ metode dalam proses pembelajaran

32

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indoensia, ed. II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hlm. 218.

33

Ibid., hlm. 1043.

34

Pius A Partanto dan M Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola), hlm. 633.

35

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), cet. 3, hlm. 149.

36

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 88.

(12)

mengajar yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dengan cara mengembangkan kemampuan yang telah dimilikinya.

6. Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan peserta didik dalam belajar, bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, ketrampilan dan sikap.37

7. Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama Islam adalah merupakan bagian dari pendidikan Islam, dimana tujuan utamanya ialah membina dan mendasari kehidupan anak didik dengan nilai-nilai agama sekaligus mengajarkan ilmu agama Islam, sehingga ia mampu mengamalkan syariat Islam secara benar sesuai pengetahuan agama.38

Didalam GBPP PAI di sekolah umum, dijelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.39

Sedangkan pendidikan agama Islam yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan agama Islam sebagai salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan di sekolah.

8. SMA Negeri 13 Semarang

SMA Negeri 13 Semarang merupakan salah satu sekolah umum negeri yang berada di bawah naungan Kantor Pendidikan Nasional di Semarang.

Secara garis besar, skripsi ini akan mendeskripsikan tentang penerapan pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran PAI, menyoroti

37

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998), hlm. 157.

38

H. Muzayin Arifin, Pendidikan Islam Dalam Arus Dinamika Masyarakat: Suatu

Pendekatan Filosofis, Pedagogis, Psikososial dan Kultural, Golden Trayon Press, tth., hlm. 8-9.

39

Muhaimin, et.al., Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengaktifkan Pendidikan

(13)

kesesuaian antara teori dan praktek dilapangan serta kekurangan dan kelebihan dalam penerapannya. Peneliti hendak menelaah secara mendalam bagaimana pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran PAI di SMA Negeri 13 Semarang.

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, agar penelitian ini dapat terarah dan mencapai tujuan yang diharapkan, penulis membatasi masalah pada studi kritis implementasi pendekatan keterampilan proses pada mata pelajaran PAI di SMA Negeri 13 Semarang yang dikhususkan pada kelas XI. Sedangkan rumusan masalah yang hendak diteliti adalah: Bagaimana kelebihan dan kekurangan implementasi pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran PAI di SMA Negeri 13 Semarang ?

D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan pokok permasalahan yang diuraikan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mengetahui bagaimana kelebihan dan kekurangan pendekatan keterampilan proses diimplementasikan dalam pembelajaran PAI di SMA Negeri 13 Semarang.

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai bahan masukan bagi peneliti sendiri dan guru pendidikan agama Islam, khususnya guru SMA Negeri 13 Semarang dan umumnya semua guru PAI dalam meningkatkan mutu pempembelajaranannya. Sedangkan bagi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang untuk menambah kepustakaan yang dapat dijadikan sebagai bahan pengembangan karya ilmiah lebih lanjut.

E. TELAAH PUSTAKA

Sebagai tinjauan pustaka, penulis menggunakan sumber primer buku “Pendekatan Keterampilan Proses : Bagaimana Mengaktifkan Siswa Dalam Pembelajaran?” karangan Conny Semiawan, sebagai acuan untuk memperjelas konsep pendekatan keterampilan proses. Buku ini mengupas tentang pengertian serta latar belakang dan jenis-jenis keterampilan proses secara umum.

(14)

Selain sumber primer, penulis juga menggunakan buku-buku penunjang yang ada relevansinya dengan kajian judul skripsi ini, yaitu “Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar” karangan Nana Sudjana, “Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar” karangan Nasution, dan “Strategi Belajar Mengajar” karangan Syaidul Bahri Djamarah dan Aswan Zein. Buku-buku diatas menjelaskan dasar pemikiran, penerapan dan prinsip-prinsip serta bagaimana posisi dan peran guru dalam berbagai pendekatan keterampilan proses, CBSA maupun pendekatan yang lain.

Dari beberapa penelitian dan pustaka yang telah penulis baca, belum ada yang secara khusus mengkritisi pendekatan keterampilan proses yang diimplementasikan dalam pembelajaran PAI, sehingga penulis tertarik untuk mengangkat/ menjadikannya sebagai judul skripsi.

F. METODOLOGI PENELITIAN 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian skripsi ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yakni prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.40 2. Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data-data penulis menggunakan beberapa metode yaitu:

a. Metode Wawancara

Wawancara adalah kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan pada responden.41 Dalam penelitian ini wawancara ditujukan kepada kepala sekolah, guru, siswa dan karyawan SMA Negeri 13 Semarang.

40

Bogdan dan Taylor (1957:5) sebagaimana dikutip Lexy J. Moleong dalam Metodologi

Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), Cet. 4, hlm. 3.

41

P. Joko Subagyo, Metodologi Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), hlm. 39.

(15)

Metode ini digunakan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pendekatan keterampilan proses, strategi, model, metode dan sistem pembelajaran PAI di SMA Negeri 13 Semarang, serta kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, kurikulum PAI dan kegiatan keagamaan.

b. Metode Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.42 Dokumen-dokumen itu bisa berupa buku-buku tentang pendekatan keterampilan proses, laporan-laporan tentang implementasi pendekatan keterampilan proses, data-data dan MGMP.

Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang implementasi pendekatan keterampilan proses, hasil belajar, profil dan dokumentasi pembelajaran SMA Negeri 13 Semarang yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

3. Metode Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskripstif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan suatu situasi atau area populasi tertentu yang bersifat faktual secara sistematis dan akurat.43 Sedangkan kerangka berpikir yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah kerangka berpikir induktif, yakni cara berpikir untuk memberi alasan yang dimulai dengan pernyataan-pernyataan yang spesifik untuk menyusun suatu argumentasi yang bersifat umum.44

42Drs. Amirul Hadi & Drs. H. Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung:

Pustaka Setia, 2005), hlm. 110.

43

Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002), hlm. 41.

44

(16)

Untuk memeriksa keabsahan data, digunakan teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.45

Maka langkah akhir dari penelitian ini adalah mendeskripsikan pendekatan keterampilan proses di SMA Negeri 13 Semarang guna dianalisa, dikritisi bagaimana kelebihan dan kekuarangan pendekatan ketrampilan proses dilaksanakan dalam pembelajaran PAI.

Untuk menganalisis data yang sudah dikumpulkan, digunakan metode: a. Metode Deskriptif

Metode deskriptif adalah metode pembahasan yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa dan kejadian yang terjadi pada saat penelitian.46 Dalam penelitian ini metode deskriptif digunakan untuk memaparkan data-data yang meliputi transkip wawancara, catatan data lapangan, dokumentasi dan catatan lain termasuk data situasi.

b. Metode Induktif

Metode yang membahas beberapa bukti yang pada awalnya tampak terpisah-pisah akhirnya dikumpulkan menjadi satu, dengan kerangka berpikir tertentu kemudian data tersebut dihubung-hubungkan dan dengan cara inilah kesimpulan dirumuskan.47 Atau dapat dikatakan suatu metode pengambilan kesimpulan dari pola pikir yang berangkat dari fakta-fakta yang sifatnya khusus kemudian di generalisasikan kepada hal-hal yang bersifat umum.

45

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1989), hlm. 178.

46

Ibid., hlm. 64.

Referensi

Dokumen terkait

20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 1 telah disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

Dalam UU SISDIKNAS 2003 dijelaskan bahwa pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

20 tahun 2003 pasal 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional (dalam Munib 2004:33) menyatakan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Menurut UU Sistem Pendidikan No.20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 1, definisi pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

Pengertian pendidikan menurut UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat (1), adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Mengacu pada Undang-Undang tersebut dalam bab I pasal 1 poin 1, sudah jelas bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Telah dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk