• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Irfani dalam Istimbat Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendekatan Irfani dalam Istimbat Hukum"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Pendekatan Irfani dalam Istimbat Hukum

DRS. H. ISMAIL THAIB

Pengantar Redaksi:

Tulisan Prof. Drs. H. Asymuni Abdurrahman yang dimuat dalam rubrik Manhaj Tarjih pada SM No. 8 Th. ke 87; 16-30 April 2002 M (3 Shafar-17 Shafar 1423 H) memperoleh tangapan dari H. Ismail Thaib. Penulis sebelum memberi tanggapan terlebih dahulu mengemukakan tulisan Al-Jabiri dalam kitabnya yang bernama “Bunyatul Aqli Al-Arabi”, sehingga soal Irfani menjadi gamblang. Berikut ini uraiannya:

Apakah ‘Irfan Itu? (Suatu Pengantar) (1)

Al-'irfan, dalam bahasa Arab adalah mashdar (akar kata) dan 'arafa. Kata al-'irfan dan kata al-ma'rifah adalah semakna. Lisanul 'Arab menyebutkan: 'al-'irfan = al-'ilm (ilmu, pengetahuan).

(2)

al-'irfan, mencapai puncaknya dalam kebudayaan Arab Islam pada kalangan mutashowwif penganut faham isyroq, seperti as-Suhrowardi yang memisahkan secara jelas dan menarik antara "al-hikmah at-bahtsiyyah" yang ditegakkan di atas deduksi, penelitian dan pembuktian, dan "al-hikmah al-isyroqiyah" yang ditegakkan di atas "al-kasyf" dan "al-isyroq" . Dia menjadikan Aristoteles sebagai pemimpin yang pertama dan Plato pemimpin yang kedua (As-Suhrowardi, Al-Muthorohat, alinea ke 141. Dia mengatakan: “Pemimpin para penganut faham al-isyroq adalah Plato dan pemimpin penganut al-masyai adalah Aristoteles).

Kenyataannya, perbedaan antara al-burhan, atau metode pandangan akal dengan al-'irfan, atau metode ilham dan kasyf, telah dikenal beberapa abad sebelum Islam. Di antara yang menunjukkan hal itu ialah bahwa "Amlikho", dari negeri Kalkhis : 'Anjar, yang disebutkan oleh sebagian sumber, yang hidup antara abad kedua dan ketiga AD (Anno Domino = setelah kelahiran Isa), dia adalah salah seorang dari kalangan para filsuf Timur paling terkemuka yang membedakan dengan jelas antara metode (sistem) filsafat Aristoteles dengan metode (sistem) filsafat Hermes. Dia telah mengatakan dalam surat yang ditujukan kepada muridnya :"Jika kamu dihadapkan pada masalah filsafat, maka kita akan menetapkan/menghukuminya buat kamu sesuai dengan metode/sistem filsafat Hermes yang digunakan oleh Plato dan Pitagoras pada masa dulu untuk menetapkan falsafat mereka berdua” (Disebutkan dalam: Yusuf Hauroni, Binyah al-Dzihniyah al-Hadloriyah fi al-Masyriq al Mutawassithi al-Asyiawi al-Qodim, (Beirut, Dal al-Nahar, 1978), p. 26, dikutip dari: Jamblique, Des mysteces d’Egypte (Paris, Societe des editions des belles lettres, 1966), p. 41). Dan diketahui, bahwa Amlikho ini adalah Jamblichus, dia salah seorang dari kalangan para filsuf penganut faham Hermes yang menjalankan peranan besar dalam pembentukan falsafat Hermesiah (Lihat: P. Festugide, La revelation d’Hermes Trismogiste (Paris: Societe des editions des belles lettres, 1981), vols, I: 2), dan dia dikenal di kalangan para penerjemah dan para pengarang Arab.

Hanya saja perbedaan antara metode Aristoteles dengan metode Hermes tidak khusus pada Amlikho sendiri saja, tetapi tampak pada masa itu seluruhnya. Bahkan mungkin dikatakan secara umum, bahwa al-'irfan, adalah struktur pengetahuan yang tersebar pada masa Helenisme dengan ketiga periodenya, yang membentang dari akhir abad IV Be seiring masa Yunani Murni sampai dengan pertengahan abad VII AD seiring dengan munculnya Islam dan tersebarnya penaklukan-penaklukan. Masa Helenisme adalah masa Yunani-Romawi campuran, menyusul masa Yunani Murni yang dikenal berakhir bersama meninggalnya lskandar Macedonia dan tercabik-cabiknya imperiumnya. Helenisme dinisbatkan kepada Helienes, yaitu orang-orang Grics atau orang-orang Yunani. Pada masa yang membentang dari abad IV BC (Bifore Christ = Sebelum Kelahiran Isa) sampai abad VII AD, tersebar aliran filsafat berikut: Stoaisme, Epiqurisme, dan aliran-aliran skeptis yang diikuti oleh segi-segi yang mengarah kepada ekleksi dan segi-segi yang mengarah kepada diniyyah irfaniyah, Stoaism Mutakhir, Neo Pitagorism, Epiqurism Mutakhir, dan falsafah Helenis Yahudi, menyusul kemudian Neo Platonisme dan aliran-aliran 'lrfani Timur. Hal itu menunjukkan bahwa pada masa ini disaksikan adanya penolakan luas terhadap rasionalitas Yunani, lalu tersebarlah "rasionalitas masa depan (Lihat: Muhammad Abid al-Jabiri,

(3)

Dalam bahasa asing (non Arab), al-'irfan disebut/dinamakan dengan gnose, dan kata itu dari bahasa Yunani, asalnya gnosis dan artinya: al-ma'rifah (pengetahuan). Juga digunakan dalam makna ilmu dan hikmah. Hanya saja sesuatu yang membedakan al-'irfan adalah bahwa dari segi ma'rifat (mengetahui) perkara-perkara keagamaan secara khusus, dan bahwasanya dari segi lain merupakan ma'rifat (pengetahuan) yang dianggap oleh pemiliknya lebih tinggi dan pengetahuan orang-orang mukmin yang sederhana, dan lebih tinggi dari ma'rifat (pengetahuan) para ulama/sarjana agama yang mereka itu bersandar pada pandangan akal (= para teolog dan para mutakallimun). Demikianlah kata tersebut digunakan pada abad II dan III AD untuk menunjukkan pada makna mengetahui perkara-perkara agama, yang merupakan pengetahuan yang lebih tinggi daripada ilmu pengetahuan yang ditetapkan oleh gereja. Dari sinilah munculnya gnosticisme - yang disini kita sebut dengan nama 'irfaniyah- yaitu sejumlah arus-arus keagamaan yang keberadaannya terhimpun dan dinyatakan: "bahwa ma'rifat hakiki terhadap Allah dan urusan-urusan keagamaan, adalah ma'rifat yang ditegakkan di atas pendalaman kehidupan ruhani dan bersandar pada hikmah dalam suluk/laku, yang memberikan

qudroh/kekuasaan/kemampuan untuk menggunakan kekuatan yang hal itu termasuk medan/lapangan irodah (kehendak). Dengan demikian, maka 'irfan itu tegak berdasarkan mempersenjatai irodah/kehendak, bukan berdasar pada kemampuan akal, bahkan bisa dikatakan bahwa ‘irfan itu tegak berdasar pada menjadikan irodah/kehendak sebagai ganti dari akal.

Hanya saja gnostiques (orang-orang gnostiq), tidak hanya membatasi pengakuan mereka bahwa pengetahuan mereka terhadap hakikat keagamaan lebih tinggi dari segala pengetahuan yang lain, tetapi mereka juga berambisi untuk menyamakan/menyesuaikan antara semua agama-agama dan menyingkap keistimewaannya yang dalam melalui pengetahuan batin yang sempurna terhadap perkara-perkara agama yang mereka dapatkan secara langsung melalui latihan dan pemberian teladan (Andre Lalande, Vocabulaire technique et critique de la philosophie, Revue par MM. Les membres et correpondants de lasociete Francaise de philosophie, g’ ed, societe de philpsophie (Paris: Presses Universitaires de France, 1980). Arus-arus gnosis ("irfaniyah) di Eropa sampai masa baru-baru ini, telah dianggap sebagai gerakan-gerakan keagamaan baru yang menyimpang dan mencuat dari dalam kepercayaan Masehi. Hanya saja kajian-kajian baru-menjelaskan dengan tidak menerima keraguan/dengan tidak meragukan, bahwa gnosis('irfan),

telah ada sebelum Masehi itu sendiri dan bahwasanya hal itu maju pesat sampai abad II dan I BC. Ini dari satu segi. Dari segi lain, para sejarawan agama-agama di Eropa sekarang ini, mereka tidak melakukan apa yang dilakukan oleh para sejarawan sebelumnya, memandang gnosticisme ('irfaniyah) sebagai gerakan yang bertalian dengan kepercayaan Masehi semata, bahkan pada masa ini, dari muslim sendiri memandang bahwa gnosticisme ('irfaniyah) adalah pnomena umum yang dikenal oleh tiga agama samawi: Yahudi, Masehi dan Islam, sebagaimana dikenal juga oleh agama-agama berhala, bahkan dari agama-agama itu ada agama-agama yang berdiri dengan berlandas pada gnosis (‘irfan), seperti agama Manawiyah (Manu?) dan Mandaiyah (Manda?) (Mandaniyah adalah agama gnosis yang masih ada di Irak, di Wasith. Kata mandaiyah dari kata

(4)

yang lain menampilkan dirinya tidak sebagai agama-agama baru, tetapi sebagai "dimensi batin bagi syari'at yang berdiri tegak" (Ibid, p. 57).

Jelaslah bahwa adanya saling interpense antara gnose dengan gnosticisme membuat perbedaan antara keduanya merupakan kepentingan metodologis. Hal itu sebagaimana yang dikukuhkan oleh muktamar yang diselenggarakan oleh para peneliti spesialis dalam lapangan ini pada bulan April/Nisan tahun 1966 di kota Missine, Itali. Pendapat dalam muktamar ini telah menetapkan pentingnya pembedaan antara gnose sebagai pengetahuan terhadap rahasia-rahasia ketuhanan, yang khusus dimiliki oleh orang-orang pilihan tertentu, dengan gnosticisme sebagai aliran keagamaan yang muncul pada abad II AD secara khusus (Christian Jamber, La Logique des orientaus, [Paris: Editions du Seuil, 1983], p. 171) dan yang disebutkan bahwasanya dia sebagai penguat terhadap macam pengetahuan di atas pengetahuan akal dan yang lebih tinggi darinya, dia merupakan pengetahuan batin yang bukan hanya berkenaan dengan perkara-perkara agama saja, tetapi juga berkenaan dengan segala yang bersifat rahasia dan tersembunyi, seperti sihir, astrologi dan kimia ...etc. Ini dari satu segi, dan dari segi lain terjadi perubahan, mulai dekade awal dari abad ini, dia merupakan metode interaksi para peneliti Eropa dengan pnomena gnosticisme. Setelah dia dipandang dari sudut pandang gereja secara khusus sepanjang abad-abad yang lalu, yang memandang bahwa dia adalah bid'ah yang berbahaya yang wajib diperangi, maka para peneliti masakini (kontemporer) berupaya menggali hakekat dari pnomena ini, dan faktor-faktor penyebab topicalnya dan hal itu dengan memfungsikan metode-metode modern, dan di baris terdepannya adalah metode pnomenologi yang menganalisis pnomena dan mendeskripsikannya serta berupaya memahaminya dari dalam; juga dengan memfungsikan metode kritik sejarah yang mengkaji pendapat-pendapat dan pandangan-pandangan/teori-teori gnosticisme dan tinjauan rasional komparatif.

Dalam kenyataannya adalah bahwa macam (gnosticisme) ini memiliki "pembagian kerja" yang membebaskannya, di mana dalam gnosticisme itu terdapat dua sisi yang berbeda, yaitu: gnose sebagai konteks/sikap terhadap alam, dan gnose sebagai teori/pandangan untuk menafsirkan alam dan manusia, permulaan dan akhir keduanya. Meskipun kedua sisi itu saling bertalian dan saling mendukung, sehingga tampak gnose sebagai konteks/sikap merupakan mahkota bagi gnose sebagai pandangan/teori, dan tampak gnose sebagai pandangan/teori merupakan landasan bagi gnose sebagai konteks/sikap, dan bahwa sejarah pnomena gnose sudah dikenal, paling tidak/minimal sejak masa kejayaan gnosticisme pada abad II AD, yang merupakan dua arus yang saling menyempurnakan/melengkapi, tetapi saling berbeda: salah satunya melindungi sisi sikap, baik sikap individu, kejiwaan, pemikiran dan perbuatan, yang tersimpul dalam penolakan terhadap alam dan berusaha keras untuk berhubungan dengan Tuhan dan masuk bersamanya dalam semacam kesatuan. Yang keduanya, mengandung sisi penafsiran, penakwilan dan upaya untuk memperkokoh pandangan/teori keagamaan yang bersifat falsafi guna menjelaskan perkembangan makhluk dari awal sampai akhir.

Yang kita perlukan dalam pengantar ini adalah mengemukakan secara garis besar (global) berkenaan dengan kedua sisi ini dengan bersumber pada referensi baru dan teks-teks lama yang asli, sambil menghindari penunjukan, baik secara dekat atau pun jauh, kapada gnose dan gnosticisme-gnosticisme yang ada dalam Islam. Jika pembaca meninjau, yakni melihat adanya kesesuaian antara segi ini atau itu dengan apa yang dikenal dan pendapat-pendapat para mutashowwif Islam, atau pandangan-pandangan Syi'ah Imamiyah dan Ismailiyah, serta para filsuf dan kalangan bathiniyah dan isyroqiyah (illuminasi), maka pengantar ini akan berarti telah mewujudkan perhatiannya dengan bentuk yang berlipatganda, yaitu: Pengantar pada gnose dalam Islam dan sekaligus menyingkap asal-usul kesejarahannya. Adapun jika pembaca tidak dapat melihat sesuatu dari hal itu, kami sungguh berharap semoga pembaca menjumpai dalam pengantar ini sesuatu yang memudahkan untuk terjun bersama kami ke dalam gelombang pemikiran gnosis ('irfani) dalam Islam dengan berbagai kecenderungan dan arus-arusnya.

(5)

Sumber:

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa (1) bentuk modul berbasis multirepresentasi yang dikembangkan untuk meningkatkan pemahaman konseptual

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2012) ditemukan beberapa penyebab kesalahan siswa kelas X SMA Negeri 1 Karanganyar dalam menyelesaikan soal

Berdasarkan hasil penelitian yang dijabarkan bahwa dapat dikatakan dalam upaya dan saran dalam strategi pengembangan minat dan budaya baca yaitu sebagai berikut:

Dan juga penanganan persediaan Alat Tulis Kantor (ATK)saat ini tanpa adanya perencanaan pemakaian Alat Tulis Kantor (ATK) dari tiap-tiap bagian /unit kerja lain

Hasil akhir TA S1 berupa prot ot ype/ simulasi/ analisa/ met ode yang mengacu pada keilmuan. f undament al, bisa saj a alat yang dihasilkan berupa prot ot ype dari skala yang

CBSWM – HH (CBSWM type 2 & 3) = Community-Based Solid Waste Management Serviced– The waste of this household is managed using community-based system. The waste is sorted

Akumulator atau aki yang banyak digunakan sebagai sumber listrik DC tersebut sebagai bahan pembangkit arus listriknya atau elektrolitnya adalah menggunakan asam belerang cair

Calon mahasiswa melakukan pedaftaran ke panitia PMB melalui jalur prestasi, jalur anak guru dan jalur reguler.  Untuk Jalur prestasi, pe daftaran dilakukan langsung di UPB dengan