HUKUM DIPLOMATIK
A. Pengertian :
Pengertian Hukum Diplomatik ini masih belum banyak
diungkapkan,
Namun apa yang ditulis oleh
Eileen Denza
mengenai
Diplomatik Law pada hakikatnya hanya mnenyangkut
komentar terhadap Konvensi Wina mengenai hubungan
diplomatik.
Adapula yang memberikan batasan bahwa Hukum
Diplomatik merupakan cabang dari hukum kebiasaan
internasional yang terdiri dari seperangkat aturan-aturan
dan norma-norma hukum yang menetapkan kedudukan
dan fungsi para diplomat termasuk bentuk-bentuk
Perkataan diplomasi digunakan secara berbeda-beda:
a. Ada yang menyamakan kata itu dengan politik luarnegeri misalnya
jika dikatakan, “diplomasi RI di Afrika perlu ditingkatkan”
b. Diplomasi dapat pula diartikan sebagai perundingan seperti sering
dinyatakan bahwa, “masalah Timur Tengah hanya dapat
diselesaikan melalui diplomasi”.
Jadi perkataan diplomasi merupakan satu-satunya mekanisme yaitu
melalui perundingan.
c. Dapat pula diplomasi diartikan sebagai dinas luar negeri seperti
dalam ungkapan, “ia bekerja untuk diplomasi”
Dalam Random House Dictionary,
diplomasi diartikan sebagai :
“the conduct by government officials of
negotiations and other relations between
Menurut Sir Ernest Satow, diplomasi
diberkan batasan sebagai berikut:
Sedangkan Quency Wright dalam
bukunya The Study of International
Relations memberikan batasan dalam
dua cara:
1. The employment of tact, shrewdness, and skill
in any negotiation or transaction.
2. The art of negotiation in order to achieve the
Menurut Harold Nicholson :
1.
The management of internal relations by
means of negotiation
2.
The method by which these relations are
adjusted and managed by ambassadors and
envoys
3.
The business or art of the diplomatist
4.
Skill or address in the conduct of
Menurut Ian Brownlie :
“diplomacy comprise any means by which
B. Perkembangan Kodifikasi Hukum
Diplomatik
Pada abad 16 dan 17 dalam pergaulan masyarakat,
negara sudah dikenal semacam missi konsuler
dan diplomatik dalam arti yang sangat umum
seperti yang dikenal sekarang. Peraturan yang
telah disetujui pada waktu itu oleh kongres
hanyalah didasarkan atas hukum kebiasaan
internasional dan juga diambilkan dari
praktek-praktek yang diberlakukan dalam kalangan
negara.
Sampai dengan tahun 1815 peraturan yang mengatur
pergaulan diplomatik yang didasarka pada hukum
kebiasaan internasional dan didukung oleh praktek
dalam hubungan antar negara, seperti yang terlihat
dalam Kongres Wina 1815 menetapkan hal sebagai
berikut :
i. Duta-duta besar dan utusan ambassador and legates
ii. Mentre berkuasa penuh dan duta luar biasa (minister
plenipontentiary and Envoys Extraordinary)
Dalam Kongres Aix-la-Capelle 1818 penggolongan itu telah
ditambahkan dengan Minister resident sebagai golongan
ketiga, maka tersusunlah penggolongan baru sebagai
berikut :
i.
Ambassador an legates merupakan penggolongan pertama
dalam wakil diplomatik dan mereka adalah wakil dari negara
yang sepenuhnya berdaulat, mereka diangkat sebagai duta
besar dari negara masing-masing, sedangkan wakil yang
diangkat oleh pope disebut legates.
ii.
Minister Plenipotentiary and envoys Extraordinary merupakan
wakil diplomatik tingkat dua mereka menikmati kekebalan dan
keistimewaan diplomatik yang agak berkurang.
iii.
Minister resident (dalam konvensi wina 1961 tidak lagi
dimasukkan lihat pasal 14)
iv.
Charge d’ affaires: wakil dalam golongan ini tidaklah diangkat
Dari Liga Bangsa-Bangsa, Konfrensi Den Haag sampai
Konfrensi Havana telah diusahakan kodifikasi prinsip Hukum
Diplomatik yakni pada tahun 1927, LBB membentuk suatu
Komite Ahli yang bertugas untuk membahas kodifikasi
kemajuan hukum internasional termasuk hukum diplomatik.
Selanjutnya diadaka Konfrensi Den Haag 1930 untuk
membahas kodifikasi Hukum Internasional dan selanjutnya
Konfrensi keenam negara-negara Amerika yang diadakan di
Havana 1928 membahas masalah yang berkaitan dengan
diplomatik sebagai masalah penting, kemudian menyetujui
dua konvensi :
1. Convention on diplomatic officers
2. Convention on consular agents
Pada Masa PBB yang didirika tahun 1945 dua tahun kemudian
dibentuk ILC yang selama 30 tahun 1949 sampai 1979 komisi
ini telah menangani 27 topik dan sub topik hukum
internasional, 7 diantaranya menyangkut Hukum Diplomatik
yaitu:
1. Pergaulan dan kekebalan diplomatik 2. Pergaulan dan kekebalan konsuler 3. Misi-misi khusus
4. Hubungan antara negara dengan organisasi internasional (bagian pertama)
5. Masalah perlindungan dan tidak diganggu gugatnya para pejabat diplomatik dan orang-orang lainnya yang berhak memperoleh perlindungan khusus menurut Hukum Internasional
6. Status kurir diplomatik dan kantor diplomatik yang tidak diikutsertakan pada kurir diplomatik
C. Konvensi PBB mengenai Hubungan
Diplomatik/Konvensi Wina 1961 mengenai
Hubungan DIplomatik
Setelah PBB berdiri tahun 1945, kodifikasi Hukum
Diplomatik dimulai tahun 1949 secara intensif oleh ILC
khususnya menyangkut kekebalan dan pergaulan
Mengenai perolehan kewarganegaraan dan keharusan untuk
menyelesaikan sengketa yang masing-masing terdiri dari 8 dan 10 pasal . Konvensi dan protokol ini diberlakukan semenjak tgl 24 April 1964 dan sampai tgl 31 Desember 1987, 151 negara ttelah menjadi pihak konvensi, 42 diantaranya pihak dalam protokol pilihan mengenai kewarganegaraan dan 52 negara mejadi pihak dalam protokol pilihan mengenai keharusan menyelesaikan sengketa.
Pasal 1 sampai 19 Konvensi Wina 1961 menyangkut pembentukan misi diplomatik hak dan cara-cara untuk pengangkatan serta penyerahan surat-surat kepercayaan kepala perwakilan diplomatik (duta besar) Pasal 20 sampai 28 mengenai kekebalan dan keistimewaan misi
diplomatik termasuk pembebasan berbagai pajak.
Pasal 29 sampai 36 mengenai kekebalan dan keistimewaan yang diberikan kepada diplomat dan staf lainnya.
Pasal 37 sampai 47 menyangkut kekebalan dan keistimewaan bagi anggota keluarga diplomat dan staf pelayanan yang bekerja pada mereka.
Pasal 48 sampai 53 berisi berbagai ketentuan mengenai
Konvensi Wina 1963 mengenai
Hubungan Konsuler
Pertama kali usaha guna mengadakan kodifikasi peraturan tentang lembaga konsul dilakukan dalam konfrensi negara Amerika 1928 di Havana Cuba yang berhasil disetujui Conventions on consuler agents, sesudah itu usaha untuk mengadakan kodifikasi lebih lanjut tentang peraturan hubungan konsuler dibahas dalam komisi hukum
internasional (ILC) 1955 dengan menunjuk Mr. Zourek sebagai
rapporteur khusus, yang kemudian diajukan ke majelis umum PBB pada 1961. Dengan resolusi 1685 (XVI) Majelis Umum PBB menyetujui
rancangan ini untuk menyelenggarakan konfrensi diplomatik dan
menyetuji pada tahun 1963, wakil dari 95 negara berkumpul di Ibukota Austria Wina 4 maret – 22 April 1963 menyetujui rancangan terakhir Konvensi mengenai Hubungan Konsuler termasuk 2 protokol pilihan Akta finalnya ditandatangani tgl 24 April 1963 dan dinyatakan berlaku tgl 15
Ada 117 negara yang telah meratifikasi dan aksesi, 40 diantaranya telah
menjadi pihak dalam protokol pilihan tentang kewajiban penyelesaian
sengketa. Konvensi ini terdiri dari 79 pasal digolongkan dalam 5 Bab,
Bab I pasal 2 sampai 27 mengenai cara dalam mengadakan hubungan
konsuler termasuk tugas konsul
Bab II pasal 28 sampai 57 berhubungan dengan kekebalan dan
keistimewaan yang diberikan bukan saja pada perwakilan konsuler
tapi juga para pejabat konsuler carrier serta para nggota perwakilan
konsuler lainnya
Bab III pasal 58 sampai 67 khusus ketentuan mengenain lembaga
konsul kehormatan termasuk kantornya
Bab IV Pasal 69 sampai 73 berisi ketentuan umum antara lain mengenai
pelaksanaan tugas konsuler oleh perwakilan diplomatik, hubungan
konvensi ini dengan persetujuan internasional lainnya
Konvensi Mengenai Misi Khusus
Konvensi ini disebut Konvensi New York 1969 mengenai
misi khusus. Pada waktu Konvensi Wina mengenai
hubungan diplomatik diselesaikan, bukan hanya terdiri
dari masalah yang berkaitan dengan pertukaran misi
yang bersifat permanen tapi juga melibatkan pengiriman
utusan atau misi dengan tujuan terbatas dikenal sebagai
diplomasi ad hoc. ILC meminta pada rapporteur khusus
mempelajari masalah ini dan melaporkan pada tahun
1960, ILC menyetujui satu rancangan tiga pasal
Kemudian Majelis Umum PBB menyetujui pasal-pasal tambahan dan
Konvensi Wina menyetujui suatu resolusi agar majelis umum
memerintahkan untuk merumuskan sebuah instrumen baru
mengenai masalah misi khusus. Rapporteur Khusus ditunjuk oleh
ILC Mr. Bartos, kemudian setelag berhasil secara final melalui
komite 6 majelis PBB merumuskan 50 pasal dan pada sidang ke 24
tahun 1967 serta pada tgl 8 Desember 1969 menyetujui resolusi
2530 (XXIV) menyertakan teks konvensi misi khusus dan
menyatakan terbuka untuk penandatangan ratifikasi dan aksesi.
Konvensi New York mengenai pencegahan dan
Penghukuman Kejahatan terhadap orang-orang yang
menurut Hukum Internasional dilindungi termasuk para
diplomat
Dalam tahun 1971 organisasi negara Amerika menyetujui suatu konvensi tentang masalah tersebut dalam sidangnya ke 24 tahun 1971
berhubung meningkatnya kejahatan yang dilakuka terhadap misi diplomatik termasuk para diplomat dan perlunya untuk menghukum para pelanggar. Majelis Umum PBB meminta ILC menyiapkan
rancangan pasal-pasal mengenai pencegahan dan penghukuman
kejahatan yang dilakukan terhadap orang-orang yang dilindungi secara internasional. MU PBB di New York 14 Desember 1973 dengan resolusi 3166 (XXVII) konvensi ini diberlakukan pada 2 Februari 1977 dan sudah tercatat 70 negara menjadi pesertanya. Di dalam mukadimahnya
dikemukakan pentingnya aturan hukum internasional mengenai tidak boleh diganggu gugat dan perlunya proteksi secara khusus bagi orang-orang menurut Hukum Internasional harus dilindungi temasuk
Konvensi New York terdiri dari 20 pasal, pasal 1
memberikan batasan mengenai orang-orang yang
menurut Hukum Internasional perlu dilindungi termasuk
kepala negara dan pemerintahan, menteri atau wakil
diplomatik serta pejabat negara maupun dari organisasi
internasional lainnya yang memang berhak memperoleh
perlindunagn secara khusus. Konvensi ini juga merinci
apa yang dimaksud dengan tindakan kejahatan yang
disengaja seperti pembunuhan, penculikan serta
Konvensi mengenai keterwakilan negara
dalam Hubungannya dengan Organisasi
Internasional yang bersifat Universal
Konvensi ini dikenal sebagai konvensi wina 1975. Perumusan
Konvensi ini tidak sebagaimana konvensi wina 1961 karena
melibatkan 3 aspek subjek hukum yaitu bukan saja organisasi
internasional dan negara anggotanya tetapi juga tuan rumah tempat
markas besar organisasi berada. Situasi yang sangat komplek
selama 1969 sampai 1970 dilanjutkan pembahasan mengenai topik ini dan pada tahun 1971 telah dimajukan 3 masalah :
1. Dampak yang mungkin terjadi dalam eadaan yang luar biasa seperti tidak adanya pengakuan, tidak adanya/putusnya hubungan diplomatik dan konsuler atau adanya pertikaian senjata antara negara anggota organisasi internasional
2. Perlu dimasukkannya ketentuan mengenai penyelesaian sengketa 3. Delegasi peninjau dari negara-negara ke berbagai badan dan
konferensi.
Akhirnya pada tahun 1972 MU PBB memutuskan untuk
menyelenggarakan konfrensi internasional sesegera mungkin.
Konfrensi PBB ini dilakukan 1975 di Wina Austria tanggal 4 – 14 Maret 1975 yang dihadiri 81 negara, 2 negara peninjau, 7 badan khusus, 3 organisasi antar pemerintah dan 7 wakil dari organisasi pembebasan nasional yang diakui oleh organisasi persatuan Afrika atau Liga Arab. Konfrensi menyetujui terdiri dari 92 pasal dan terbuka untuk
D. Sumber Hukum Diplomatik
Sumber hukum diplomatik tidak terlepas dari pasal 38
statuta Mahkamah Internasional yaitu:
a.
Internatioal convention, whether general or particular,
establishing rules expressly recognized by the contesting
states
b.
Internastional costum, as evidence of general practice
accepted as law
c.
The general principle of law reconized by civilized nations
d.Subject to the provisions of article 59, judicial decisions
and the teachings of the most highly qualified publicists of
the various nations, as subsidiary means for the
Khususnya dalam rangka Hukum Diplomatik dapat dilihat sebagai sumber hukumnya antara lain sebagai berikut :
1. The final act of the congress of vienna (1815) on diplomatic ranks
2. Vienna Convention on diplomatic relation and optional protocol (1961) termasuk di dalamnya :
- Vienna Convention of Diplomatic Relations
- Optional Protocol concerning acquisition of nationality
- Optional Protocol concerning the compulsary settlement of disputes
3. Vienna Convention on Consular Relations and Optional Protocol (1963) yang di dalamnya memuat:
- Vienna Convention on consular relations
- Optional protocol concerning acquisition of nationality
- Optional protocol concerning the compulsary settlement of disputes 4. Convention on special mission and optional protocol (1969):
- Convention on special missions
- Optional protocol concerning the compulsary settlement of disputes
5. Convention on the preventation and punishment of crimes against internationality protected person, including diplomatic agents (1973)
Istilah-istilah Diplomatik
1.
Accreditation:
akreditasi wilayah negara penerima yang merupakan yuridiksi
diplomatik bagi perwakilan diplomatik suatu negara pengirim yang
ditetapkan menurut prinsip-prinsip hukum diplomatik yang telah
disetujui masyarakat internasional
2. Ad hoc Diplomacy:
Hubungan diplomatik yang mengambil bentuk-bentuk lain yang
berbeda dengan misi diplomatik yang permanen diplomasi ad hoc
meliputi duta besar keliling, konfrensi-konfrensi diplomatik dan
misi- misi khusus yang dikirim ke suatu negara untuk
maksud-maksud tertentu
3. Ad Interim:
4. Aid Memoire:
Salah satu model yang dipakai dalam surat-menyurat diplomatik
yang isinya merupakan butir-butir pembicaraan yang merupakan
catatan penting yan perlu diketahui
5. Ambassador:
Duta besar biasanya yang dimaksud adalah duta besar luar biasa
dan berkuasa penuh yang diangkat oleh kepala
negara/pemerintahan di suatu negara dan merupakan seorang
kepala perwakilan diplomatik
6. Ambassador Roving:
7. Ambassador at Large:
Seorang dutra besar dengan tugas khusus yang juga diangkat oleh kepala negara/pemerintahan, ia tidak mempunyai daerak akreditasi tertentu namun dapat berhubungan dengan semua negara atas dasar mandat yang telah diberikan dan kesepakatan negara-negara
penerima, ia bnerkeduduka di negaranya. 8. Ambassador Designate:
Seorang duta besar yang telah memperoleh aggrement tetapi belum menyerahkan surat-surat kepercayaan kepada kepala negara atau kepala pemerintahan negara pengirim
9. Ambassador extraordinary and plenipotentiary:
Duta besar luar biasa dan berkuasa penuh (lihat ambassador) 10. Asylum :
Suaka, dimana seorang pengungsi atau pelarian politik mencari perlindungan baik di wilayah suatu negara lain maupun di dalam
11. Attache:
Pangkat diplomatik terendah dalam struktur kepangkatan dinas diplomatik
12. Service/Techinical:
Atase tekni merupakan jabatan-jabatan dalam dinas diplomatik di perwakilan diplomatik yang khusus menangani masalah yang
dianggap teknis seperti, atase pertahanan, penerangan, perdagangan, imigrasi, pendidikan dan kebudayaan, pertanian dan lain-lain
13. Career Diplomatic:
Pejabat diplomatik yang berasal dari Departemen Luar Negeri yang melalui proses jenjang kepangkatan diplomatik yang ada
14. Chancare Chief of:
Kanselarai yaitu kantor kedutaan besar, seorang yang bertanggung jawab terhadap masalah adminstrasi dan keuangan perwakilan
diplomatik yang dalam sistem perwakilan dinas RI di luar negeri lazim disebut Kepala Urusan Tata Usaha dan pernah juga disebut
15. Charge d’ affareis a.i
Kuasa usaha sementara jika kepala di perwakilan diplomatik kosong atau tidak dapat menjalankan tugasnya, kuasa usaha a.i akan bertindak
sementara sebagai kepala perwakilan, nama kuasa usaha akan diberitahukan baik oleh kepala perwakila atau jika ia tidak dapat
melakukannya maka hal itu dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Negara Pengirim kepada Kementerian Luar Negeri Negara Penerima atau
kementerian lainnya yang disetujui. 16. Charge d’ affareis en pied(-en titre):
Kuasa usaha tetap. Seorang kepala perwakilan diplomatik yang secara tetap mengepalai perwakilan diplomatik bertingkat Kedutaan besar
berpangkat setingkat lebih rendah dari duta besar seperti
mentri/minister/mentri berkuasa penuh (Minister Plenipotentiary) 17. Charge des affaries:
18. Comity:
Surat Tauliah
19. Letter of (consular/lettre patente/lettre de provision/comition consulaire) Suatu dokumen resmi yang ditandatangani oleh kepala negara atau meneri luar negeri mengenai penunjukan seorang kepala perwakilan konsuler (Konsul jenderal,Konsul/konsul muda dan sebagainya) di suatu tempat di negara penerima
20. Consent:
Kesepakatan. 21. Principle of –
Azaz kesepakatan bersama 22. Consul:
23. Consulate General :
Susunan kepangkatan perwakilan konsuler bertingkat konsulat
jenderal dapat terdiri dari, - konsul jenderal, - konsul, - konsul muda
24. Consulate :
Susunan kepangkatan untuk perwakilan konsuler bertingkat
konsulat terdiri dari konsul, konsul muda
25. Consular agent:
Ada juga perwakilan konsuler lainnya yang betingkat lebih rendah
dari konsulat seperti konsulat agent yaitu semacam agen atau
seseorang yang mewakili konsul
26. Consular Mission/Consular Office
Perwakilan konsuler/Kantor Konsulat
27. Corps Diplomatique:
Di ibukota negara semua pejabat diplomatik dari
28. Councelor. Consellor:
Pangkat atau gelar diplomatik sesudah sekretaris I dan sebelum minister consellor, struktur kepangkatan atau gelar diplomatik dalam suatu sistem yang diterapkan dalam perwakilan diplomatik mempunyai susunan sebagai berikut :
- Duta besar luar biasa berkuasa penuh - Minister atau duta
- Ministre conselor - Sekretaris I
- Sekretaris II - Sekretaris III - Atase
29. Courtesy Call to pay a
Suatu kunjungan yang biasanya dilakukan oleh kepala perwakilan asing yang baru datang baik kepada pejabat negara penerima
30. Credentials (lettres du credence/lettre of credence)
Surat-surat kepercayaan. Suatu dokumen resmi yang ditandatangani oleh kepala negara atau pemerintahan yang isinya mengenai
penunjukan seorang warga negaranya yang dianggap terpilih dan terkemuka sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk suatu negara dimana kedua negara tersebut sepakat untuk menjalin hubungan diplomatik
31. Custody:
Dalam pengertian dan kaitannya dalam hukum diplomatik diartikan sebagai pengawasan dan pemilikan secara ad hoc oleh perwakilan negara ketiga atas gedung perwakilan asing di suatu negara penerima karena negara pengirim tidak lagi mempunyai kapasitas secara hukum berhubungan dengan negara penerima akibat terjadinya pemutusan hubungan diplomatik atau perang antara kedua negara
32. Cypher Code:
Cara persandian yang digunakan oleh negara pengirim dan
33. Dean (doyen) :
Seorang duta besar asing yang paling lama bertugas di suatu negara penerima atau paling dahulu menyerahkan surat kepercayaannya dibandingkan dengan duta besar lainnya dapat ditunuk sebagai ketua corps diplomatic lazim disebut dean/doyen
34. Delegate :
Para anggota delegasi (orangnya) 35. Delegation:
Delegasi yang dikirim oleh suatu negara untuk mewakili pada sesuatu badan atau konferensi
36. D’emarche:
Suatu pernyataan bersama dari beberapa perwakilan asing kepada kementerian luar negeri yang disampaikan baik secara tertulis
maupunlisan yang berisi protes, permintaan, usul, peringatan dan lain-lain 37. Diplomatic Courier:
38. En Clair:
Korespondensi diplomatik yang bukan menggunakan cara sandi (berita terbuka)
39. Envoy Diplomatic Duta, duta besar 40. Envoy special
Wakil khusus yang bertingkat duta besar 41. Ex gratia:
Suatu azaz yang digunakan oleh negara penerima dalam menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan kerusakan gedung perwakilan asing termasuk mobil danmilik lainnya yaitu dengan memberikan kompensasi baik berupa penggantian atau perbaikan terhadap kerusakan atau
kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian negara penerima dalam memberikan perlindungan dan pencegahan
42. Exequatur
43. Exterritorial (extrateritorial)
Sifat kebal dan tidak diganggu gugatnya lingkungan gedung perwakilan asing termasuk tempat kediaman duta besar dan diplomat lainnya dari yuridiksi hukum negara penerima
44. Extraordinary and Plenipontetiary: Lihat ambassador
45. Extradition
Permintaan kepada suatu negara untuk menyerahkan atau mengirimkan seseorang yang melakukan pelangaran hukum termasuk politik untuk diadili di negara dimana terjadi pelanggaran itu, hal ini biasanya dapat dilakukan apabila kedua negara mempunyai perjanjian mengenai hal itu. 46. Laisser Paisser:
Untuk memberikan status diplomatik bagi pejabat-pejabat dari negara lain dan organisasi internasional untuk bepergian secara bebas di
47. Permanent Mission
Perwakila tetap. Suatu bentuk perwakila diplomatik yang bersifat tetap yang mewakili negara dikirim oleh suatu negara anggota ke organisasi internasional
48. Permanent Representative
Wakil tetap, orang yang ditugaskan oleh negara pengirim dan bertindak sebagai kepala perwakilan tetap dan berstatus sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh.
49. Persona Grata
Dalam hal negara penerima memberikan persetujuan terhadap seseorang yang diusulkan untuk diangkat sebagai duta besar negara pengirim maka orang tersebut dinyatakan persona grata, persetujuan ini diberikan
sebelum pengangkatan itu diumumkan. 50 Persona Non Grata
51. Premises
Gedung perwakilan diplomatik 52. Primises of the mission
Gedung-gedung atau bagiannya termasuk bidang tanah dimana
gedung atau gedung-gedung didirikan di atasnya tanpa memperhatikan siapa pemiliknya yang digunakan untuk tujuan dan keperluan misi
perwakilan diplomatik termasuk rumah kediaman kepala perwakilan, pengertian gedung perwakilan ini meliputi segala isi, arsip serta
pemilikan lainnya baik barang bergerak maupun tidak bergerak 53. Protocol:
a. Aturan-aturan di dalam etika diplomatik dan praktek-prakek lainnya yang bersifat seremonial termasuk formalitas diplomatik
b. Suatu persetujuan pendahuluan yan ditandatangani oleh wakil dari dua negara atau lebih mengenai kesepakatan yang dicapai dari
pembicaraan
54. Rapporteur
Suatu penunjukan yang diberikan pada seseorang dengan tugas
membuat catatan dan mempersiapkan laporan mengenai jalannya
suatu persidangan
55. – general
Dala tingkatan yang lebih tingi dari rapporteur mempunyai lingkup
yang lebih luas
56. – special
Rapporteur yang diberi tugas untuk masalah khusus seperti dalam
komisi hukum internasional PPB
57. Recieving States
Negara Penerima, negara yang menurut kesepakatan bersama
telah menyetujui untuk menerima pembukaan suatu perwakilan
diplomatik/konsuler di negaranya
58. Reciprocal:
59. Recipprocity Principle of –
Azaz timbal balik
60. Representation
Keterwakilan
61. Representaion of state
Keterwakilan negara
62. Representative
Wakil
53. Resolution
Suatu hasil keputusan dari suatu masalah yan telah disetujui
melalui konsesnsus maupun pemungutan suara menurut aturan dan
tata cara yang telah ditetaplan organisasi internasional atau badan
yang bersangkutan. Resolusi ini terdiri dari 2 bagian : - terdiri dari
paragraf yang bersifat mukadimah atau konsideran, - terdiri dari
54. Sending State
Negara Pengirim, negara yang atas kesepakatan bersama telah
memutuskan untuk membuka perwakilan diplomatik atau konsuler
di negara lainnya
55. Ultimatum
Konvensi Wina 1961:
Vienna Convention on the Diplomatic Relations,
Optional Protocol Concerning Acquisition of
Nationality
Ditandatangani oleh wakil dari 75 negara pad tanggal 18 April 1961 dalam United Nations Confrence on Diplomatic Intercourse and
Immnunities
Mulai Berlaku pada tanggal 24 April 1964 dan telah diratifikasi oleh hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia
Konvensi Wina 1961
Vienna Convention on the Diplomations, Optional
Protocol Concerning Acquisition of Nationality &
Optional Protocol Concerning the Compulsory
Settlement of Disputes
Antara Lain mengatur tentang :
•
Pembukaan Perwakila Diplomatik
•
Pejabat Perwakilan Diplomatik
•
Tugas-tugas Perwakilan Diplomatik
•
Hak-hak istimewa dan Kekebalan Diplomatik
Pembukaan Hubungan Diplomatik
•
Dilakukan berdasarkan persetujuan antar negara,
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 Konvensi Wina
1961, yang berbunyi : “Pembukaan hubungan diplomatik
antara negara-negara dan pembukaan perwakilan tetap
diplomatik dilakukan atas dasar saling kesepakatan.”
•
Kesepakatan ini biasanya diumumkan dalam bentuk
Klasifikasi Pejabat Diplomatik
1.
Ambassador
2.
Minister
3.
Minister Counsellor
4.
Counsellor
5.
1’st Secretary
6.
2’nd Secretary
7.
3’rd Secretary
Tugas-Tugas Perwakilan Diplomatik
•
Representing: mewakili Negara Pengirim di Negara Penerima
•Protecting
: Melindungi kepentingan Negara Pengirim dan
Kepentingan warga negaranya di Negara Penerima dalam
batas-batas yang diperbolehkan oleh hukum internasional
•
Negotiating:
Melakukan perundingan dengan Pemerintah
Negara Penerima
•
Ascertaining
: Memperoleh kepastian dengan semua cara
yang sah tentang keadaan dan perkembangan di Negara
Penerima dan melaporkannya kepada Negara Pengirim
•
Promoting:
Meningkatkan hubungan persahabatan antara
Negara Pengirim dan Negara Penerima serta
Hak-Hak Istimewa Korps Diplomatik
•
Kekebalan Pribadi
: Pejabat diplomatik tidak boleh diganggu
gugat, tidak boleh ditangkap dan ditahan. Mereka harus
diperlakukan dengan penuh hormat dan Negara Penerima
harus mengambil langkah-langkah yang layak untuk
mencegah serangan atas diri, kebebasan dan martabatnya
(Pasal 29 Konvensi Wina 1961)
•
Kekebalan Yuridiksional
: Bial perbuatan kriminal dilakukan
oleh seorang diplomat, Negara Penerima dapat melaporkan
peristiwa tersebut kepada Pemerintah Negara Pengirim dan
dalam kasus-kasus tertentu dapat memintanya kembali
Hak-Hak Istimewa Korps Diplomatik
•
Pembebasan Pajak
: seperti pajak barang bergerak atau tidak
bergerak, pajak pusat, daerah dan kotapraja (Pasal 34
Konvensi Wina 1961)
•
Hak-hak Istimewa dan Kekebalan Anggota-anggota
Keluarga Pejabat Diplomatik
: anggota-anggota keluarga dari
seorang pejabat diplomatik yang merupakan bagian dari rumah
tangga, meperoleh hak-hak istimewa dan kekebalan-kekebalan.
Kekebalan juga diberikan kepada pejabat-pejabat diplomatik
dan anggota-anggota keluarga yang menemani mereka atau
yang bepergian secara terpisah atau waktu mereka melewati
negara ketiga untuk keperluan transit menuju negara penerima
atau kembali ke negara mereka sendiri (Pasal 37 Konvensi
Hak-Hak Istimewa Korps Diplomatik
•
Hak-hak Istimewa dan Kekebalan Anggota-anggota
Perwakilan lainnya dan Pembantu Rumah Tangga
:
anggota-anggota staf administrasi dan teknik dari
perwakila bersama anggota-anggota keluarga mereka
memperoleh hak-hak istimewa dan kekebalan-kekebalan
kecuali bila kebebasan dari Hukum Perdata dan Tata
Hak-Hak Istimewa dan Kekebalan
Perwakilan
•
Perlindungan terhadap gedung-gedung perwakilan negara
penerima berkewajiban mengambil segala tindakan yang
diperlukan agar kantor-kantor ataupun rumah kediaman para
diplomat bebas dari segala ganguan
•
Kebebasan Komunikasi: para pejabat diplomatik dalam
menjalankan tugasnya mempunyai kebebsan penuh dan dalam
kerahasiaan untuk berkomunikasi dengan pemerintahnya (Pasal 27
ayat(1) Konvensi Wina 1961)
•
Kebebasan bergerak : para pejabat diplomatik di suatu negara
Hak-Hak Istimewa dan Kekebalan
Perwakilan
•
Kekebalan Kediaman Pejabat Diplomatik : Kediaman Pejabat
Diplomatik tidak boleh diganggu gugat dan harus memperoleh
perlindungan seperti halnya dengan wisma perwakilan (Pasal
30 Konvensi Wina)
•
Kantong Diplomatik: Kantong Diplomatik tidak boleh dibuka
atau ditahan. Bungkusan-bungkusan yang dianggap kantong
diplomatik harus mempunyai tanda-tanda luar yang jelas
Hak-Hak Istimewa dan Kekebalan
Perwakilan
•
Kurir Diplomatik : Pembawa surat-surat resmi suatu
negara yang lain, harus dilindungi oleh negara penerima
demikian juga oleh petugas di negara-negara yang
Persona Non Grata
•
Negara Penerima setiap waktu dan tanpa penjelasan dapat
memberitahu Negara Pengirim bahwa Kepala Perwakilan
Diplomatik atau salah seorang anggota staf diplomatiknya adalah
persona non grata
dan karena itu harus dipanggil atau mengakhiri
tugasnya di Perwakilan
•
Apabila Negara Pengirim menolak atau tidak mampu dalam jangka
waktu yang pantas melaksanakan kewajibannya maka Negara
Penerima dapat menolak untuk mengakui pejabat tersebut sebagai
anggota
•
Ketentuan-ketentuan mengenai
persona non grata
diatur dalam
Hubungan Luar Negeri
•
Diatur dalam UU No 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar
Negeri
•
UU No. 37 Tahun 1999 antara lain memuat tentang :
- Ketentuan Umum
- Penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dan Pelaksanaan
Politik Luar Negeri
- Pembuatan dan Pengesahan Perjanjian Internasional
- Kekebalan, Hak Istimewa dan Pembebasan
- Perlindungan Kepada WNI
- Pemberian suaka dan masalah pengungsi
- Aparatur Hubungan Luar Negeri
KONVENSI
WINA
1961
PEMBUKAAN HUBUNGAN DIPLOMATIK
Pasal 2 Konvensi Wina 1961 mengenai Hubungan
Diplomatik menentukan
bahwa :
Fungsi Missi Diplomatik
(Pasal 3 Konvensi)
1.
Mewakili Negara Pengirim di dalam negara penerima
2.Melindungi di dalam negara penerima semua
kepentingan negara pengirim di dalam batas yang
diijinkan Hk. Internasional
3.
Berunding dengan pemerintah negara penerima
4.Mengetahui menurut cara yang sah, keadaan &
perkembangan dalam negara penerima.
5.
Memajukan hubungan bersahabat antar kedua negara
Fungsi Missi Diplomatik dan
Kepentingan Negara Ketiga
Komposisi Missi Diplomatik
1. Kepala Missi
Adalah Orang yang diberi tugas oleh negara pengirim yang bertindak dalam kapasitas sebagai kepala missi
2. Anggota Missi
Adalah Kepala missi da anggota-anggota staf missi
3. Anggota Staf Missi terdiri dari
a. Anggota-anggota staf diplomatik
b. Anggota-anggota staf administrasi dan teknik
c. Anggota-anggota staf pelayan
4. Agen Diplomatik
Adalah Kepala Missi atau anggota staf diplomatik
5. Pelayan Pribadi
Kewarganegaraan Anggota Missi (Pasal 8)
Ditentukan oleh Pasal 8 Konvensi, bahwa anggota-anggota
staf
diplomatik
harus berkebangsaan negara pengirim dan tidak boleh
orang-orang yang berkebangsan negara penerima kecuali dengan
persetujuan negara tersebut yang dapat ditarik kembali setiap saat.
Besarnya Missi (Pasal 11)
Diatur dengan perjanjian antara negara pengirim dan penerima.
Apabila tidak ada persetujuan maka negara penerima boleh
mengharuskan bahwa besarnya missi harus dalam batas yang
dianggap layak dan wajar dengan memperhatikan keadaan dan
syarat dalam negara penerima serta pada kebutuhan missi itu
Penunjukan Anggota Staf Missi (Pasal 7)
Pengiriman Kepala Missi atau Anggota Staf
Diplomatik pada Lebih dari Satu Negara dan Kepada
Suatu Organisasi Internasional (Pasal 5)
Negara pengirim boleh mengirimkan kepala missi atau menugaskan
seorang staf diplomatik kepada lebih dari satu negara setelah
memberikan pemberitahuan kepada negara penerima.
Kalau negara pengirim mengirimkan seorang kepala missi kepada
lebih dari satu negara dimana dalam setiap negara kepala missi
tidak mempunyai tempat kedudukan yang tetap maka Negara
Pengirim boleh membentuk suatu missi diplomatik yang dikepalai
oleh seorang “charge d affaires ad interim”
Pasal 6 menentukan bahwa jika tidak ada
keberatan dari Negara Penerima, dua atau
lebih negara-negara dapat mengirimkan orang
yang sama sebagai kepala missi kepada satu
negara lainnya.
Agrement, Persona Non Grata atau
Not Acceptable
Negara Pengirim harus memastikan bahwa agrement dari Negara Penerima telah diperoleh untuk orang yang akan diusulkan sebagai kepala missi untuk negara tersebut.
Dan apabila negara penerima menolak memberikan agrement itu, ia tidak berkewajiban memberikan alasan atas penolakannya.
Negara penerima dapat menyatakan kepada negara pengirim bahwa kepala missinya atau seorang anggota staf diplomatiknya adalah persona non grata
atau tidak dapat diterima (non acceptable). Dan negara pengirim harus memanggil orang tersebut atau mengakiri fungsinya dalam missi.
Pernyataan negara penerima itu dapat dinyatakan setiap saat tanpa harus memberikan penjelasan atas keputusannya.
Kalau negara pengirim menolak , maka negara penerima boleh menolak untuk mengakuinya sebagai anggota missi (Pasal 9)
Pendirian Kantor-kantor Bagian
dari Missi
Negara pengirim tidak boleh mendirikan
kantor-kantor yang merupakan bagian dari missi di
tempat-tempat selain dari tempat yang missi itu
sendiri sendiri telah didirikan tanpa adanya
Hubungan dan Pemberitahuan
Kepada Negara Penerima
Semua tugas resmi missi yang dibebankan
negara pengirim dala hubungannya dengan
negara penerima harus dilakukan dengan atau
melalui Kementerian Luar Negeri Negara
Orang-orang Tertentu Dari Missi
Negara Penerima harus diberitahu mengenai orang-orang tertentu
dari missi yaitu :
a.
Anggota-anggota missi
mengenai pengangkatannya, kedatangan dan keberangkatannya
yang terakhir atau berakhirnya fungsi-fungsi mereka dalam missi
a.
Orang-orang yang termasuk keluarga dari seorang anggota missi
tentang kedatangan dan keberangkatan terakhir mereka.
b.
Pelayan pribadi yang bekerja pada anggota missi tentang
kedatangan dan keberangkatan terakhir mereka dan
c.
Orang-orang yang berdiam di Negara Penerima sebagai anggota
missi atau pelayan pribadi yang berhak akan hak-hak istiewa dan
kekebalan hukum, mengenai penugasan dan pemberhentian
Pembagian Golongan Kepala Missi
Kepala missi dibagi dalam tiga golongan yaitu:
a.
Duta Besar atau
Nuncious
y
ang diutus kepada Kepala
Negara, dan kepala missi yang tingkatannya sama
b.
Envoys, ministers dan internuncious
yang dikirimkan
kepada Kepala Negara
c.
Charge d’ Affaires
yang dikirimkan kepada Menteri Luar
Negeri
Perbedaan golongan hanya menimbulkan perbedaan dalam
preseden dan etiket, tidak ada perbedaan lain pada mereka
karena alasan golongan (Pasal 14)
Kepala missi dianggap telah mulai
menjalankan fungsinya di dalam negara
penerima dapat ditentukan dengan dua
hal :
1.
Pada saat ia telah menyampaikan
credentials (surat-surat kepercayaan), atau
2.
Ketika ia telah memberitahukan
kedatangannya dan salinan sesuai aslinya
dari surat-surat kepercayaannya telah
Tanggung Jawab administrasi missi kalau
anggota staff diplomatik tak ada yan hadir di
negara penerima :
Kalau terjadi hal demikian maka tanggung
jawab dalam hal hubungan administrasi dari
pada missi dapat dilakukan oleh seorang
angota staff teknik dan administrasi yang
diangkat oleh negara pengirim dengan
Hak-hak Istimewa dan Kekebalan Hukum
Ditentukan untuk missi di dalam Konvensi
ini yaitu :
1.
Memperoleh gedung missi dan akomodasi
2.
Bendera dan emblem (lambang) Negara Pengirim
3.Pembebasan dari iuran (dues) dan pajak (taxes)
4.Kebebasan bergerak dan berpergian
5.
Kemudahan komunikasi dan kekebalan kurir diplomatik
6.Tas diplomatik
7.
Kekebalan gedung missi
8.
Kekebalan alat pengangkutan dari pada missi
9.Kekebalan arsip, dokumen dan korespondensi
11. Kekebalan Agen Diplomatik
a. Orang agen diplomatik tidak dapat diganggu gugat (inviolable) b. Seorang agen diplomatik tidak berkewajiban menjadi saksi untuk memberikan bukti
c. Seorang agen diplomatik kebal dari yurisdiksi sipil dan administratif negara penerima, kecuali dalam hal :
d. Tiada tindakan eksekusi boleh diambil terhadap agen
diplomatik kecuali di dalam hal-hal yang termasuk dalam
huruf i, ii, iii
e. Pemulaian sidang oleh agen diplomatik akan menghalangi
untuk mengajukan kekebalan terhadap yurisdiksi dalam hal
tuntutan balik yang secara langsung berhubungan dengan
gugatan pokok
f. Kekebalan agen diplomatik terhadap yurisdiksi negara
penerima tidak membebaskannya dari yurisdiksi negara
pengirim
g. Kekebalan terhadap yurisdiksi dari agen-agen diplomatik
dapat ditanggalkan oleh negara pengirim dan pelepasan
kekebalan harus dinyatakan dengan tegas
h. Penanggalan kekebalan terhadap yurisdiksi dalam hal
sidang-sidang sipil atau administratif tidak dapat dipakai untuk
menyatakan secara tidak langsung adanya penangalan
12. Pembebasan dari kewajiban keamanan sosial
a. Agen diplomatik bebas dari ketentuan keamanan sosial yang mungkin berlaku di dalam negara penerima
b. Pembebasan demikian juga berlaku untuk pelayan-pelayan pribadi yang di dalam pemekerjaan tersendiri dari agen diplomatik dengan syarat :
c. Agen diplomatik yang mempekerjakan orang yang
pembebasan tersebut di atas tidak berlaku baginya, harus mematuhi kewajiban ketentuan keamanan sosial negara penerima yang
dibebankan kepada pemakai tenaga kerja
13. Pembebasan dari pelayanan pribadi, pelayanan umum dan militer.
14. Hak-hak istimewa dan kekebalan hukum orang-orang lainnya selain agen diplomatik
15. Orang di dalam missi yang berkewarganegaraan dari atau berdiam menetap di negara penerima
a. Agen diplomatik. Hanya mendapat kekebalan terhadap yurisdiksi dan inviolabilitas atas perbuatan resmi yan dilakukan di dalam fungsi-fungsinya, kecuali sejauh mendapat penambahan dari negera penerima atas hak-hak istimewa dan kekebalan hukum b. Anggota lainnya dari staff missi dan pelayan-pelaya pribadi
Hak-hak Istimewa dan Kekebalan Hukum
A. Mulainya ada hak-hak istimewa dan kekebalan hukum yang
diperoleh setiap orang yang berhak adalah:
- Sejak saat ia memasuki wilayah negera penerima dalam
proses menempati posnya atau
- Kalau ia suda di dalam wilayah negara penerima, sejak
saat pengangkatannya itu diberitahukan kepada
kementerian luar negeri atau kementerian lainnya yang
disetujui
b. Kalau fungsi-fungsi dari orang yang mendapat
hak-hak istimewa dan kekebalan hukum itu berakhir :
- hak-hak istimewa dan kekebalan hukum tersebut
akan berakhir secara normal pada saat ia
meninggalkan negara itu, atau
- berakhir pada saat berakhirnya suatu periode
yang layak untuk demikian, namun tetap ada
sampai saat tersebut, meskipun kalau terjadi
konflik bersenjata
- Terhadap perbuatan-perbuatan yang dilakukan
orang tersebut di dalam pelaksanaan
c. Kalau seorang anggota missi meninggal.
Kekabalan dan hak-hak istimewa dari anggota-anggota keluarganya
yang merupakan hak mereka itu terus diperoleh sampai
berakhirnya suatu periode untuk meninggalkan negara tersebut
d. Dalam hal kematian seorang anggota missi yang bukan warga
negara atau tidak berdiam menetap di negara penerima, atau
seorang anggota keluarganya yang membentuk rumah tangganya:
- negara penerima harus memperkenankan penarikan
kembali barang-barang bergerak si almarhum, dengan
perkecualian untuk barang yang diperoleh di dalam negara
itu ekspornya dilarang pada saat kematiannya itu; dan
- bea-bea kekayaan, suksesi dan warisan tidak boleh
dipungut atas barang-barang bergerak yang adanya di
dalam negara penerima itu semata-mata karena hadirnya
16.
Kemudahan untuk meninggalkan negara penerima.
Untuk orang-orang dalam missi yang mendapatkan
hak-hak istimewa dan kekebalan hukum, selain warga
negara penerima, negara penerima berkewajiban:
- memberi kemudahan untuk memudahkan
orang tersebut meninggalkan negara penerima pada
saat yang secepat-cepatnya:
- khususnya, negara penerima menyediakan untuk
mereka itu sarana-sarana pengangkutan yang perlu
untuk mereka sendiri dan barang-barangnya.
Hak-hak Istimewa dan Kekebalan Hukum
Missi dan Negara Ketiga
a. Untuk Agen Diplomatik
Kalau seorang agen diploatik melalui atau berada di dalam wilayah negara ketiga yang telah memberinya visa paspor kalau visa
diperlukan untuk : - menuju ke posnya - kembali ke posnya - kembali ke negaranya
Negara ketiga harus memberinya inviolabilitas dan kekebalan yang diperlukan untuk menjamin transitnya atau perjalanan pulangnya.
b. Hal yang sama seperti a, untuk dalam hal seorang anggota keluarganya yang mendapat hak-hak istimewa dan kekebalan hukum itu :
- menyertai agen diplomatik tersebut
- bepergian secara terpisah untuk mengikutinya - untuk kembali ke negara mereka