3
I. PENDAHULUAN
Mikroalga merupakan mikroorganisme Thallophyta yang paling efisien dalam menangkap dan memanfaatkan energi matahari dan CO2untuk pertumbuhan melalui
proses fotosintesis. Hal ini menyebabkan mikroalga memiliki waktu pertumbuhan yang cepat dibandingkan dengan tanaman darat, yaitu mulai hitungan hari sampai beberapa minggu (Uju dan Wahyuni, 2007) dan dapat menghasilkan senyawa yang kaya energi seperti polisakarida dan lipid. Lipid mikroalga adalah penting untuk nutrisi dan sebagai pengganti bahan bakar transportasi berbasis minyak bumi seperti sumber bahan bakar (Lee Chang et al., 2012).
Sumber bahan bakar dari mikroalga yaitu bahan baku penghasil biofuel (bahan bakar nabati) yang cukup potensial. Menurut Gunawan (2010) ada beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan menujukkan bahwa mikroalga merupakan salah satu mikroorganisme yang memiliki potensi untuk menghasilkan bahan bakar nabati (biofuel).Seperti yang ditemukan oleh Becker (1994), contoh mikroalga yang berpotensi untuk menghasilkan bahan bakar nabati (biofuel) yaitu Chlorella vulgaris memiliki kandungan lemak 14–22%, Spirulina platensis memiliki kandungan lemak 4 – 9%.Borowitzka (1998) menambahkan mikroalga lainnyaseperti, Botryococcus
braunii, Dunaliella salina, Monalanthus salina mempunyaikandungan lemak
berkisar 40 - 85%. Hausemann et al., (2003) menyatakan diatom memiliki kandungan asam lemak yang tinggi sehingga bisa diekstrak dan diolah lebih lanjut menjadi biofeul. Biofuel merupakan bahan bakar nabati dapat diperbaharui (renewable resources).Biofuel terdiri dari bioethanol dan biogas yang dihasilkan oleh biomassa, baik tumbuhan, hewan, mikroba maupun limbah (Chisti, 2007).Biofuel dari mikroalga dapat dijadikan solusi permasalahan kekurangan bahan bakar pada saat ini dan masa yang mendatang seperti di Indonesia.
Penyebaran habitat mikroalga di air tawar (limnoplankton) dan air laut (haloplankton), sedangkan sebaran berdasarkan distribusi vertikal di perairan meliputi : plankton yang hidup di zona euphotik (ephiplankton), hidup di zona
disphotik (mesoplankton), hidup di zona aphotik (bathyplankton) dan yang hidup di
dasar perairan / bentik (hypoplankton) (Eryanto, 2003). Mikroalga bentik hidup di permukaan sedimen perairan yang mendapat sinar matahari. Mikroalga bentik menggunakan energi yang didapat untuk mengubah karbon menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Umumnya menetap pada sedimen yang berlumpur atau
4
berbatu.Dalam rangka untuk pertumbuhannya, mikroalga bentik membutuhkan nitrogen dan fosfat.Mikroalga bentik yang hidup pada perairan dapat menggambarkan perubahan kualitas suatu perairan karena keberadaannya yang menetap sehingga mampu merespon setiap perubahan kondisi perairan (Weitzel, 1979).
Sungai Pekacangan Kecamatan Kejobong Kabupaten Purbalingga merupakan suatu badan perairan yang selain untuk mandi, cuci, perikanan, tambang pasir juga oleh penduduk sekitar dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan limbah cair tapioka. Limbah tapioka terdiri dari limbah padat (onggok) dan limbah cair, limbah cair tapioka merupakan hasil dari proses produksi tepung tapioka, baik dari pencucian bahan baku sampai pada proses pemisahan pati dari airnya atau proses pengendapan. Limbah cair tepung tapioka mempunyai kandungan karbohidrat sebanyak 8,14% dan glukosanya 1,72%. Dengan masuknya limbah cair tapioka yang terdapat kandungan karbohidrat ke badan perairan Sungai Pekacangan, maka akan mempengaruhi kondisi fisik-kimia perairan dan selanjutnya dapat mempengaruhi kelimpahan mikroalga yang hidup di dalamnya.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan permasalahan yaitu (1) Bagaimana kelimpahan mikroalga bentik di Sungai Pekacangan terkena limbah cair industri tapioka, (2) Berapa jenis mikroalga yang berpotensi sebagai bahan bakar nabati (biofuel).Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui kelimpahan mikroalga di Sungai Pekacangan terkena limbah cair industri tapioka, (2) Menentukan jenis mikroalga yang berpotensi sebagai bahan bakar nabati (biofuel).Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar tentang potensi dari limbah cair industri tapioka yang dianggap mencemari lingkungan karena baunya yang tidak sedap tetapi dapat memiliki kelimpahan mikroalga yang berpotensi sebagai biofuel.