• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEPEMIMPINAN VISIONER KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA SEKOLAH TERHADAP MANAJEMEN MUTU SEKOLAH SE-KECAMATAN KUTAWARINGIN KABUPATEN BANDUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KEPEMIMPINAN VISIONER KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA SEKOLAH TERHADAP MANAJEMEN MUTU SEKOLAH SE-KECAMATAN KUTAWARINGIN KABUPATEN BANDUNG."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEPEMIMPINAN VISIONER KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA SEKOLAH

TERHADAP MANAJEMEN MUTU SEKOLAH

DI SEKOLAH DASAR NEGERI SE- KECAMATAN KUTAWARINGIN KABUPATEN BANDUNG

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Master Pendidikan Program Studi Administrasi Pendidikan

Oleh: ANISA LESTARI

1102643

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN SEKOLAH PASCA SARJANA

(2)

PENGARUH KEPEMIMPINAN VISIONER KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA SEKOLAH

TERHADAP MANAJEMEN MUTU SEKOLAH

DI SEKOLAH DASAR NEGERI SE- KECAMATAN KUTAWARINGIN KABUPATEN BANDUNG

Oleh Anisa Lestari

S.Pd UPI Bandung, 2013

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Prodi Administrasi Pendidikan

© Anisa Lestari 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

September 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Disetujui dan disahkan oleh :

PEMBIMBING I

Dr. Endang Herawan, M.Pd

19600810 198603 1 001

PEMBIMBING II

Dr. Asep Suryana, M.Pd

19720321 199903 1 002

Diketahui Oleh

Ketua Program Studi Administrasi Pasca Sarjana UPI

Prof.H.Udin Syaefudin Sa’ud Ph.D

(4)

ABSTRAK

PENGARUH KEPEMIMPINAN VISIONER KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA SEKOLAH TERHADAP MANAJEMEN MUTU SEKOLAH

SE-KECAMATAN KUTAWARINGIN KABUPATEN BANDUNG

Manajemen mutu sekolah merupakan pengelolaan peningkatan mutu yang bertumpu kepada sekolah itu sendiri dengan upaya memberikan kepuasaan kepada pelanggan melalui perbaikan terus menerus atas jasa yang diberikan. Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen mutu sekolah yaitu kepemimpinan visioner kepala sekolah dan budaya sekolah. Masalah dalam penelitian ini yaitu seberapa besar pengaruh kepemimpinan visioner kepala sekolah dan budaya sekolah terhadap manajemen mutu sekolah di SDN Se-Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui kepemimpinan visioner kepala sekolah, budaya sekolah, manajemen mutu sekolah, kepemimpinan visioner kepala sekolah terhadap manajemen mutu sekolah, budaya sekolah terhadap manajemen mutu sekolah dan pengaruh kepemimpinan visioner kepala sekolah dan budaya sekolah terhadap manajemen mutu sekolah di SDN Se-Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung.

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan adalah data primer dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden, dengan jumlah sampel seluruhnya adalah 43 orang kepala sekolah dan 90 orang guru di SDN Se-Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung diambil secara proportionate stratified random sampling. Teknik pengumpulan data yaitu dengan penyebaran angket tertutup.

(5)

ABSTRAK

PENGARUH KEPEMIMPINAN VISIONER KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA SEKOLAH TERHADAP MANAJEMEN MUTU SEKOLAH

SE-KECAMATAN KUTAWARINGIN KABUPATEN BANDUNG

Quality management is a management school based quality improvement to the school itself with efforts to provide customer satisfaction through continuous improvement of the services rendered . Among the factors that affect school quality management is visionary leadership of principals and school culture . The problem in this study is how much influence the visionary leadership of principals and school culture towards quality management school in SDN Se - Sub Kutawaringin Bandung regency . The research objective is to determine the principal visionary leadership , school culture , school quality management , visionary leadership principals to the quality of school management , school culture towards quality management visionary leadership and influence school principals and school culture towards quality management school in SDN Se - Sub Kutawaringin Bandung .

The method used is descriptive method with a quantitative approach . The data used are primary data by distributing questionnaires to the respondents , the total sample was 43 principals and 90 teachers at SDN Se - Sub Kutawaringin Bandung taken proportionate stratified random sampling . Data collection techniques are covered by distributing questionnaires .

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Struktur Organisasi tesis ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA……… ... 14

A. Manajemen Mutu Sekolah ... 14

1. Pengertian Mutu Sekolah... ... 16

2. Prinsip-prinsip Mutu Sekolah ... 18

3. Karakteristik Mutu... ... 20

4. Manajemen Mutu Terpadu... ... 21

5. Prinsip Manajemen Peningkatan Mutu ... ... 24

6. Teknik Manajemen Peningkatan Mutu ... ... 25

7. Manajemen Mutu Sekolah ... ... 31

B. Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah ... 36

1. Pengertian Kepemimpinan. ... ... 36

2. Fungsi Kepemimpinan... .... ... 37

3. Peran Kepemimpinan... ... 40

4. Konsep Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah... 41

a. Konsep visi ... ... ... 41

b. Pengertian Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah ... ... 42

c. Unsur dan Langkah Kepemimpinan Visioner ... ... 45

d. Indikator Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah ... ... 47

C. Budaya Sekolah... ... 48

(7)

2. Organisasi Sekolah... ... ... 52

3. Fungsi Budaya Sekolah... ... ... 54

4. Unsur-unsur Budaya Sekolah ... ... 55

5. Pengembangan Budaya Sekolah ... ... 56

D. Kerangka Berpikir ... 58

E. Hipotesis Penelitian . ... 59

BAB III METODE PENELITIAN... ... 61

A.Lokasi,Populasi dan Sampel ... 61

B. Metode Penelitian ……… ... 65

C.Definisi Operasional ... 66

D.Instrumen Penelitian... ... 68

E. Teknik Pengumpulan Data... ... 80

F. Teknik Analisis Data... ... 81

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 88

A. Hasil Penelitian ... ... 88

B. Pembahasan Penelitian ………... 112

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... ... 128

A. Kesimpulan ... ... 128

B. Saran ……… ... 129

DAFTAR PUSTAKA

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Untuk dapat bersaing di era globalisasi saat ini dibutuhkan sumber daya

manusia (SDM) yang berkualitas. Dimana bahwa perkembangan dan kemajuan

suatu Negara tercermin dengan sumber daya manusianya yang berkualitas

melebihi dari sumber daya alam. Oleh sebab itu Indonesia sendiri harus

menyiapkan sumber daya manusia yang kreatif, inovatif, mandiri agar dapat

bersaing di era globalisasi ini. Salah satu untuk dapat menghadapi persaingan

tersebut ialah melalui pendidikan. Dimana pendidikan merupakan usaha secara

sadar untuk dapat meningkatkan potensi sumber daya manusia (SDM) melalui

proses pembelajaran.

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam pembentukan karakter

seseorang karena pendidikan akan membentuk karakter baik atau buruknya

pribadi seseorang. Maka dari itu pemerintah sangat konsen terhadap bidang

pendidikan karena dengan sistem pendidikan yang baik akan dapat menghasilkan

sumber daya yang berkualitas sehingga dapat bersaing di era globalisasi saat ini.

Pendidikan merupakan upaya pemerintah untuk dapat mencerdaskan kehidupan

bangsa, maka dari itu pendidikan merupakan kunci dalam pembangunan suatu

negara karena akan dapat mempengaruhi semua bidang kehidupan. Melalui

pendidikan maka diharapkan akan menghasilkan generasi-genarasi yang

berkualitas dan memiliki, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan

sesuai dengan tuntutan zaman.

Pendidikan yang bermutu merupakan sebuah kebutuhan untuk dapat

menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga mampu

menghasilkan lulusan yang berdaya saing tinggi. Mutu pendidikan dapat

ditingkatkan melalui mutu sekolah yang mana mutu pendidikan senantiasa

berbanding lurus dengan mutu sekolah artinya bila mutu sekolah meningkat maka

mutu pendidikan pun akan meningkat. Namun kenyataannya pendidikan di

(9)

adanya kesenjangan pendidikan antara sekolah di kota dengan sekolah di daerah

terpencil sehingga mutu pendidikan masih belum merata di setiap sekolah di

berbagai daerah.

Sekolah merupakan sarana terjadinya proses pembelajaran atau dapat

dikatakan pula sekolah sebagai agen perubahan bagi masyarakat. Maka dari itu

pengelolaan sekolah harus dilakukan dengan sebaik mungkin, terutama sekolah

dasar sebagai pondasi untuk dapat membentuk karakter peserta didik yang lebih

baik. Ibrahim Bafadal (2009 : 3) “Sekolah dasar merupakan satuan pendidikan

yang menyelenggarakan pendidikan enam tahun. Sekolah dasar merupakan bagian

dari pendidikan dasar”. Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1990 tentang pendidikan Dasar disebutkan bahwa pendidikan

dasar merupakan pendidikan sembilan tahun terdiri atas program pendidikan

enam tahun di sekolah dasar dan program pendidikan tiga tahun di sekolah

lanjutan tingkat pertama (SLTP). Dengan demikian sekolah dasar merupakan

salah satu bentuk satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar.

Tempat yang paling strategis untuk dapat mengembangkan sumber daya

manusia yaitu sekolah. Sebagaimana sekolah sebagai lembaga pendidikan

memiliki tugas untuk dapat memberikan pendidikan dan pengajaran agar peserta

didik dapat menjadi manusia seutuhnya.

Upaya perbaikan mutu sekolah selama ini kurang berhasil. Hal ini disebabkan

strategi pembangunan pendidikan selama ini bersifat input oriented yang lebih

berdasar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi

seperti penyediaan berbagai buku, media pembelajaran, sarana pendidikan,

pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga

pendidikan akan dapat menghasilkan keluaran yang bermutu. Demikian pula,

pengelolaan pendidikan lebih bersifat macro oriented, diatur oleh jajaran

birokrasi di tingkat pusat, sedangkan ditingkat daerah belum begitu berperan.

Maka dari itu untuk dapat meningkatkan mutu diperlukan proses peningkatan

mutu yang tetap terkontrol. Oleh sebab itu harus ada standar yang bisa mengatur

dan disepakai secara nasoanl untuk dapat dijadikan indikator evaluasi dalam

(10)

yakni pengelolaan peningkatan mutu sekolah yang mampu memberdayakan

semua sumber daya yang dimiliki sehingga tujuan sekolah dapat tercapai.

Melalui manajemen mutu sekolah diharapkan sekolah mampu untuk dapat

mengelola sekolah secara mandiri. Karena dengan menerapkan manajemen mutu

sekolah bisa mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan

masyarakat untuk dapat meningkatkan mutu sekolah.

Pentingnya peningkatan mutu sekolah bukan hanya terkait dengan

peningkatan manajemen mutu sekolah melainkan hal ini sejalan dengan kebijakan

otonomi daaerah di bidang pendidikan. Di dalam kerangka implementasi

kebijakan desentralisasi pendidikan tersebut khususnya dalam manajemen mutu

sekolah tentunya ada beberapa indikator prasyarat dalam manajemen mutu

sekolah yaitu kepemimpinan visioner kepala sekolah dan budaya sekolah.

Kepemimpinan visioner kepala sekolah ini mempunyai peranan penting guna

menunjang manajemen mutu sekolah. diera otonomi saat ini karena kepala

sekolah memiliki wewenang dan juga tanggung jawab untuk dapat mengelola

sekolah secara mandiri. Di tangan kepala sekolahlah peningkatan mutu sekolah

bisa tercapai. Karena kepala sekolah sebagai seorang pemimpin memiliki peranan

untuk dapat mengkoordinir semua personil di sekolah dapat menjalankan

tugasnya secara lebih efisien. Kekuatan kepemimpinan menghasilkan berbagai

kebijakan dan operasionalisasi kerja yang dibimbing oleh visi yang akan dijadikan

dasar pencapaian tujuan. Visi yang dijalankan secara konsisten harus menuntut

perubahan budaya yang lebih berorientasi pada mutu baik proses maupun hasil

pendidikan. Dengan demikian hal penting yang memposisikan diri sebagai

komponen yang memberikan pengaruh yang kuat pada efektifitas pencapaian

pendidikan yang berkualitas di era desentralisai adalah Visionary Leadership.

Kepemimpinan visioner merupakan kemampuan pemimpin untuk dapat

menciptakan suatu visi yang mampu menjawab berbagai tantangan di masa depan.

Visi dapat menyalurkan apa yang ingin dicapai oleh pimpinan yaitu kepala

sekolah terkait tujuan dari sekolah bila ditransformasikan secara tepat kepada

seluruh warga sekolah untuk dapat berkomitmen untuk dapat mencapai visi

(11)

bahwa kepemimpinan visioner (visionary leadership) dapat diartikan sebagai

kemampuan pemimpin dalam mencipta, merumuskan, mengkomunikasikan,

mensosialisasikan, mentransformasikan, dan mengimplementasikan

pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial

diantara anggota organisasi dan stakeholders yang diyakini sebagai cita-cita

organisasi dimasa depan yang harus dicapai melalui komitmen semua personil.

Selain itu faktor pendukung lainnya adalah budaya sekolah. Dengan adanya

budaya sekolah yang kondusif memungkinkan dapat meningkatkan prestasi

peserta didik sehingga akan berimplikasi terhadap terbangunnya manajemen

mutu sekolah.

Dimana sekolah merupakan sebuah organisasi yang didalamnya akan ada

interaksi diantara individu maka dari itu harus ada antisipasi terhadap perubahan

yang cepat sehingga sekolah mampu berperan dengan optimal dalam menghadapi

berbagai perubahan yang terjadi. Menurut Kent D. Peterson guru besar pada

Jurusan Administrasi Pendidikan Universitas Wisconsin Madison yang

merangkap sebagai Direktur Institut Kepemimpinan Sekolah (2009) menyatakan

bahwa “budaya sekolah adalah seperangkat norma, tata nilai, keyakinan, ritual, dan tradisi dalam bentuk aturan aturan yang tidak tertulis yang mendasari cara

berpikir, cara merasakan, dan cara bertindak”. Maka dari itu budaya merupakan

kebiasaan dari individu dalam berinteraksi sosial. Sekoalah memiliki kesadaran

akan pentingnya budaya sekolah yang kondusif namun hal ini sering terabaikan

sehingga budaya sekolah sering mengalir begitu saja aturan-aturan yang tidak

tertulis itu mendasari interaksi, pemecahan masalah serta dalam pengambilan

keputusan.

Budaya sekolah yang sehat ternyata berkorelasi kuat dengan meningkatnya

motivasi dan prestasi para siswa dan berkorelasi kuat juga dengan produktivitas

kerja dan kepuasan para guru. Budaya sekolah juga mempengaruhi sikap guru

terhadap pekerjaan mereka sehingga akan berimplikasi kepada mutu. Dalam studi

yang dilakukan oleh Cheng (2003) diketahui bahwa budaya sekolah yang lebih

kuat telah meningkatkan motivasi kerja guru. Dalam sebuah lingkungan dengan

(12)

yang kharismatik dan keakraban, menyebabkan para guru merasakan kepuasan

kerja yang lebih tinggi dan peningkatan produktivitas.

Dalam rangka mengembangkan budaya sekolah yang berkenaan dengan tugas

dari kepala sekolah selaku pimpinan di sekolah. Dalam hal ini hendaknya kepala

sekolah mampu melihat lingkungan sekolahnya secara keseluruhan. Sehingga

mampu memahami masalah-masalah yang dihadapi oleh warga sekolahnya. Maka

dari itu melalui pemahaman mengenai budaya organisasi sekolah akan mampu

memberikaan pemahaman mengenai nilai, kenyakinan dan juga sikap diantara

warga sekolah sehingga bisa meningkatkan hubungan yang harmonis diantara

warga sekolah.

Terkait dengan hal tersebut mutu sekolah di Kecamatan Kutawaringin

Kabupaten Bandung masih rendah seperti dari data hasil ujian nasional yang

didapat dari Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung. Kecamatan Kutawaringin

menempati posisi terbaawah seperti daalam tabel berikut ini.

Tabel 1.1

Hasil Ujian Nasional Kabupaten Bandung

NO KECAMATAN HASIL UJIAN NASIONAL SD 1 Kecamatan Arjasari 21,48

2 Kecamatan Baleendah 23,18 3 Kecamatan Banjaran 21,07 4 Kecamatan Bojongsoang 22,93

5 Kecamatan Cangkuang 21,48 6 Kecamatan Cicalengka 23,58

7 Kecamatan Cikancung 23,73 8 Kecamatan Cilengkrang 21,91 9 Kecamatan Cileunyi 23,21

10 Kecamatan Cimaung 19,24 11 Kecamatan Cimeunyan 22,19 12 Kecamatan Ciparay 23,35

13 Kecamatan Ciwidey 22,00 14 Kecamatan Dayeuhkolot 23,56

15 Kecamatan Ibun 22,45

16 Kecamatan Katapang 23,21 17 Kecamatan Kertasari 20,17

(13)

NO KECAMATAN HASIL UJIAN NASIONAL SD 19 Kecamatan Majalaya 24,04

20 Kecamatan Margaasih 21,35 21 Kecamatan Margahayu 23,97

22 Kecamatan Nagreg 23,78 23 Kecamatan Pacet 20,84 24 Kecamatan Pameungpeuk 22,71

25 Kecamatan Pangalengan 19,60 26 Kecamatan Paseh 22,90

27 Kecamatan Pasirjambu 22,18 28 Kecamatan Ranca Bali 20,40 29 Kecamatan Rancaekek 23,98

30 Kecamatan Solokan Jeruk 23,50 31 Kecamatan Soreang 23,18

Mutu pendidikan di SDN Se-Kecamatan Kutawaringin masih rendah dipicu

oleh pengelolaan manajemen mutu sekolah yang masih belum optimal.

Manajemen mutu sekolah merupakan alternatif dalam pengelolaan sekolah

dengan lebih menekankan kepada kemandirian juga kreativitas sekolah dalam

meningkatkan mutu sekolah.

Manajemen mutu sekolah masih belum dilakukan secara optimal oleh semua

sekolah dikarenakan oleh banyak faktor penghambat ataupun kendala-kendala

yang dihadapi oleh pihak sekolah. Dimana perumusan visi belum melibatkan

guru dan visi belum mampu diterjemahkan oleh kepala sekolah sehingga proses

implementasi visi jadi terhambat. Maka dari itu tidak jarang visi yang telah

dirumusakan hanya menjadi hiasan dinding semata. Dalam sebuah tulisan di

Kompas (2009) mengungkapkan Sering kali pernyataan visi misi organisasi

kurang tepat menggambarkan tujuan organisasi sehingga sering di jumpai adanya

kesulitan pada saat melakukan deploy visi misi menjadi set of action yang akan

digunakan untuk mengukur kinerja organisasi dengan menggunakan metode

(14)

Selain itu proses manajemen mutu sekolah belum mampu memenuhi standar

yang telaah ditetapkan. Standar ini ditetapkan agar sekolah mampu memenuhi

semua kebutuhan dari pelanggan baik internal maupun eksternal. Standar yang

harus dipenuhi oleh sekolah dasar ialah mengacu kepada Permendiknas no 19

tahun 2007 tentang pengelolaan pendidikan oleh satuan pendidikan dasar dan

menengah. Permendiknas No. 19 Tahun 2007 merupakan salah satu penjabaran

dari pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan. Ada enam poin penting yang harus diperhatikan dalam

pengelolaan pendidikan dasar dan menengah yaitu perencanaan program,

pelaksanaan rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan sekolah,

sistem informasi manajemen dan penilaian khusus.

Namun standar tersebut belum bisa dipenuhi oleh sekolah hal ini terlihat dari

komitmen untuk menjalankan manajemen mutu sekolah dari setiap warga sekolah

untuk dapat mencapai mutu sesuai dengan yang diharapkan seehingga akan

tercipta budaya untuk selalu memperbaiki kinerja secara terus menerus belum

terlihat hal ini dikarenakan kurangnya rasa memiliki sekolah dari warga sekolah

sehingga komitmen menjadi sebuah kata-kata yang tak mampu untuk dijalankan.

Dalam manajemen mutu dibutuhkan profesionalisme guru karena guru

merupakan ujung tombak di dalam proses pembelajaran dimana guru harus

mampu memberikan pembelajaran yang mendidik sehingga dapat menghasilkan

peserta didik yang berprestasi. Namun kenyataannya profesionalisme guru saat

ini masih rendah sehingga perlu selalu ditingkatkan secara terus menerus melalui

continuing professional development (CPD) sebagai sebuah kegiatan

pengembangan profesional yang tersedia untuk mendukung pengembangan

kompetensi guru.

Selain itu dibutuhkan kepemimpinan mutu dalam menjalankan manajemen

mutu dimana kepemimpinan mutu ini akan selalu memfokuskan kepada

pencapaian atau pemenuhan kebutuhan pelanggan tanpa kepemimpinan mutu sulit

untuk mewujudkan mutu sekolah. Namun yang menjadi kendala yaitu pimpinan

(15)

prestasi yang dicapai oleh stafnya sehingga hal ini berdampak terhadap staf yang

bekerja tanpa adanya motivasi.

Tanpa mengabaikan faktor-faktor lain yang mendukung tercapainya

manajemen mutu sekolah seperti sarana prasarana, dana operasional yang

memadai, dan iklim organisasi. Kepemimpinan visioner kepala sekolah dan

budaya sekolah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen mutu

sekolah di SDN Se-Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung.

Hal ini diperkuat dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jami M.

Syukri, Wahyudi (2013) Implementasi manajemen mutu terpadu di SD Negeri 03

Muara Pawan Kabupaten Ketapang menyatakan bahwa implementasi manajemen

mutu terpadu di SD Negeri 03 Muara Pawan Kabupaten Ketapang telah

memberikan kepuasaan kepada pelanggan pendidikan dengan berfokus pada

program pelayanan pendidikan.

Penelitian yang sama dilakukan oleh Ahmad Sofyanudin (2006) yang

berjudul Faktor-faaktor determinan manajemen mutu terpadu dan pengaruhnya

terhadap peningkatan kinerja sekolah dasar di Kabupaten Purwakarta.

Faktor-faktor determinan manajemen mutu memiliki keterkaitan yang signifikan terhadap

peningkatan kinerja sekolah dasar di kabupaten Purwakarta.

Dari uraian yang telah dipaparkan di atas maka melihat pentingnya

manajemen mutu untuk dapat mencapai mutu sekolah. Sehingga dengan pengaruh

dari kepemimpinan Visioner kepala sekolah dan juga dukungan budaya sekolah

akan bisa menunjang manajemen mutu dalam usaha mencapai mutu sekolah

sesuai dengan harapan dari pelanggan.

Bertitik tolak pada uraian diatas maka penulis tertarik untuk melaksanakan

penelitian mengenai: “Pengaruh Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah dan

Budaya Sekolah Terhadap Manajemen Mutu Sekolah di SDN Se-Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung”.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dan pengalaman historis yang

(16)

masalah yang berkaitan dengan manajemen mutu Sekolah di SDN Se-Kecamatan

Kutawaringin Kabupaten Bandung.

Semua usaha telah dilakukan oleh pemerintah untuk dapat menciptakan mutu

sekolah yaitu dengan penerapan manajemen mutu sekolah sebagai salah satu

kebijakan. Implementasi manajemen mutu sekolah sangat penting karena

keberhasilan manajemen mutu sekolah akan berbanding lurus dengan peningkatan

mutu sekolah. mutu merupaka hal yang sangat penting di dalam pendidikan

karena dengan pendidikan yang bermutu akan mampu menghasilkan lulusan yang

berdaya saing tinggi sehingga mampu bersaing di era globalisasi saat ini dan

mampu menghadapi berbagai tantangan yang ada.

Keberhasilan dalam upaya meningkatkan manajemen mutu sekolah

dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam hal ini, peneliti ingin mengetahui pengaruh kepemimpinan visioner kepala

sekolah dan budaya sekolah terhadap manajemen mutu sekolah pada SDN

Se-Kecamatan Kutawaringin di kabupaten Bandung. Karena berdasarkan hasil studi

awal di lapangan, kedua variabel tersebut memiliki pengaruh dan meningkatkan

manajemen mutu sekolah di SDN Se-Kecamatan Kutawaringin Kabupaten

Bandung.

Hal ini diperkuat oleh J.Supranto (2007: 12) elemen-elemen yang dapat

mendukung manajemen mutu ialah Kepemimpinan, pendidikan, struktur

(17)

Gambar 1.1

Elemen-elemen pendukung manajemen mutu

Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian ialah kepemimpinan dan

budaya sekolah. Kepemimpinan Visioner kepala sekolah merupakan

kepemimpinan yang memiliki kerja pokok untuk memfokuskan pada rancangan

masa depan yang penuh tantangan. Mampu menjadi agen perubahan dan penentu

arah organisasi sehingga mampu mencciptakan budaya sekolah yang baik dan

mampu menciptakan profesionalisme kerja bagi setiap personil sekolah untuk

dapat mendapatkan output yang berkualitas. Sehingga melalui kepemimpinan

yang visioner diharapkan mampu meningkatkan manajemen mutu sekolah.

Budaya sekolah yang efektif juga mampu meningkatkan manajemen mutu

sekolah karena dengan budaya sekolah yang efektif akan mampu membentuk

karakter peserta didik sehingga dapat meningkatkan prestasi peserta didik yang

tentunya akan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Namun budaya sekolah

sering terganjang oleh kepemimpinan kepala sekolah yang tidak mampu

membentuk budaya sekolah yang efektif di sekolah.

Pengukuran Pendidikan

Komunikasi Penghargaan

Kepemimpinan

Manajemen Mutu

(18)

Oleh karena itu, melalui kepemimpinan visioner kepala sekolah dan budaya

sekolah diharapkan mampu meningkatkan manajemen mutu sekolah di SDN

Se-Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung.

Penelitian ini dibatasi dalam lingkup masalah pengaruh Kepemimpinan

Visioner Kepala Sekolah (X1) dan budaya sekolah (X2) sebagai variabel bebas,

terhadap manajemen mutu sekolah(Y) sebagai variabel terikat. Adapun unit

analisis dalam penelitian ini adalah seluruh Kepala sekolah dan Guru yang terlibat

dalam manajemen sekolah di SDN Se-Kecamatan Kutawaringin Kabupaten

Bandung.

2. Rumusan Masalah

Bertitik tolak kepada latar belakang dan identifikasi masalah yang telah

diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini ialah

a. Bagaimana gambaran Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah di SDN

Se-Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung?

b. Bagaimana gambaran Budaya Sekolah di SDN Se-Kecamatan

Kutawaringin Kabupaten Bandung?

c. Bagaimana gambaran Manajemen Mutu Sekolah di SDN Se-Kecamatan

Kutawaringin?

d. Seberapa besar Korelasi antara kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah

dan Budaya Sekolah terhadap Manajemen Mutu Sekolah di SDN

Se-Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung?

e. Seberapa besar Pengaruh Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah

Terhadap Manajemen Mutu Sekolah di SDN Se-Kecamatan Kutawaringin

Kabupaten Bandung?

f. Seberapa besar Pengaruh Budaya Sekolah Terhadap Manajemen Mutu

Sekolah di SDN Se-Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung?

g. Seberapa besar Pengaruh Kepemimpinan Visioner Kepala sekolah dan

Budaya Sekolah Terhadap Manajemen Mutu Sekolah di SDN

(19)

C. Tujuan Penelitian

1. Secara umum tujuan dari penelitian ini ialah ingin memperoleh data dan

informasi mengenai pengaruh kepemimpinan visioner kepala sekolah dan

budaya sekolah terhadap manajemen mutu sekolah di SDN Se-Kecamatan

Kutawaringin Kabupaten Bandung.

2. Tujuan Khusus

a. Mendapat gambaran empirik tentang kepemimpinan visioner Kepala

sekolah di SDN Se-Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung.

b. Mendapat gambaran empirik tentang budaya sekolah di SDN

Se-Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung.

c. Mendapat gambaran empirik tentang Manajemen Mutu Sekolah di SDN

Se-Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung.

d. Menganalisis korelasi antara Kepemimpina visioner kepala sekolah dan

budaya sekolah terhadap manajemen mutu sekolah di SDN Se-Kecamatan

Kutawaringin Kabupaten Bandung.

e. Menganalisis pengaruh kepemimpinan visioner kepala sekolah terhadap

budaya sekolah di SDN Se-Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung.

f. Menganalisis pengaruh budaya sekolah terhadap manajemen mutu sekolah

di SDN Se-kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung.

g. Menganalisis pengaruh kepemimpinan visioner kepala sekolah dan budaya

sekolah terhadap manajemen mutu sekolah di SDN Se-Kecamatan

Kutawaringin Kabupaten Bandung.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini ada dua yang dapat

diambil yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian ilmu administrasi

pendidikan dan dapat dipergunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti dan

pengamat masalah pendidikan terhadap pengaruh kepemimpinan visioner kepala

sekolah dan budaya sekolah terhadap manajemen mutu sekolah.

(20)

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran tentang pengaruh kepemimpinan visioner kepala sekolah

dan budaya sekolah terhadap manajemen mutu sekolah.

b. Memberikan masukan kepada para pengambil kebijakan pendidikan.

Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menetapkan

kebijakan yang menyangkut perbaikan kepemimpinan visioner kepala

sekolah dan budaya sekolah terhadap manajemen mutu sekolah.

E. Struktur Organisasi Tesis

Untuk memudahkan pemahaman dan pemecahan masalah secara lebih

terstruktur dan sistematis, maka penulis menyusun suatu bentuk penulisan sebagai

berikut:

Bab I: Pendahuluan. Pada bab ini berisi tentang latar belakang penelitian,

identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan struktur organisasi tesis.

Bab II: Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran, Dan Hipotesis. Pada bagian ini

memaparkan landasan teori berupa uraian mengenai teori-teori yang mendukung

penelitian ini sebagai dasar pemikiran dan pemecahan masalah yang kemudian

dijadikan kerangka pikir penilitian untuk selanjutnya diperoleh hipotesis

penelitian.

Bab III: Metode Penelitian. Bab ini berisi tentang lokasi dan subjek

populasi/sampel penelitian, pendekatan dan metode penelitian, definisi

operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan analisis data.

Bab IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bagian ini berisi keseluruhan data

dari hasil observasi dan kuesioner. Memaparkan hasil pengolahan data

berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan serta memaparkan hasil analisis data

yang dilakukan. Hasil analisis ini kemudian dilakukan pembahasan berkaitan

dengan permasalahan penelitian.

Bab V: Kesimpulan dan Saran. Bab ini berisi penafsiran dan pemaknaan

peneliti terhadap hasil temuan penelitian, implikasi. Saran atau rekomendasi yang

dihasilkan ditujukan kepada para pengguna hasil penelitian dan kepada peneliti

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

1) Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini dilakukan pada SD Negeri Se-Kecamatan

Kutawaringin Kabupaten Bandung. Dalam penelitian ini, lokasi dipilih secara

keseluruhan berdasarkan informasi dari UPTD Kecamatan Kutawaringin

Kabupaten Bandung yaitu berjumlah 43 Sekolah.

2) Populasi

Menurut pendapat Sugiyono (2010:80) bahwa “Populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas : objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya”. Untuk itu, yang menjadi populasi dari penelitian ini

adalah kepala sekolah dan guru sekolah dasar Se-Kecamatan Kutawaringin

Kabupaten Bandung

Tabel 3.1

Jumlah Kepala Sekolah dan Guru SDN Se-Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung

NO NAMA SEKOLAH

JUMLAH KEPALA

SEKOLAH JUMLAH GURU

1 SDN BAROKAH 1 8

2 SDN BOBOJONG 1 6

3 SDN BUANAMEKAR 1 3

4 SDN CIBODAS I 1 5

5 SDN CIBODAS II 1 5

6 SDN CIHARUMAN 1 4

7 SDN CIKINDUL 1 5

8 SDN CILAME 1 5

9 SDN CITIRU I 1 11

10 SDN CITIRU IV 1 4

11 SDN GAJAH KARAMAT 1 4

12 SDN GALIH PAKUAN 1 5

13 SDN GUNUNG GEULIS 1 6

(22)

NO NAMA SEKOLAH

JUMLAH KEPALA

SEKOLAH JUMLAH GURU

15 SDN JATISARI 1 5

16 SDN JELEGONG I 1 6

17 SDN JELEGONG II 1 3

18 SDN JELEGONG III 1 5

19 SDN KARYABAKTI 1 5

20 SDN KOPO I 1 6

21 SDN KOPO II 1 7

22 SDN KOPO III 1 4

23 SDN KOPO IV 1 4

24 SDN CIPEUNDEUY 1 4

25 SDN CISEAH 1 4

26 SDN KOPO V 1 4

27 SDN KUTAWARINGIN 1 5

28 SDN MARKIDAM 1 3

29 SDN MEKARHURIP 1 3

30 SDN MEKARWANGI 1 5

31 SDN NEGLASARI 1 4

32 SDN PADAHURIP 1 2

33 SDN PADASUKA I 1 6

34 SDN PADASUKA II 1 6

35 SDN PADASUKA III 1 6

36 SDN PAMEUNTASAN I 1 5

37 SDN PAMEUNTASAN II 1 6

38 SDN PAMEUNTASAN III 1 7

39 SDN PAMEUNTASAN IV 1 6

40 SDN PUNCAK MULYA 1 5

41 SDN SIRNAGALIH 1 7

42 SDN SUKAMULYA 1 7

43 SDN TEGALWANGI 1 4

JUMLAH 43 221

3) Sampel

Arikunto yang dikutip oleh Akdon dan Hadi (2005:98) mengemukakan

bahwa : „Sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil populasi yang

diteliti). Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai

(23)

penelitian ini dalam jumlah yang cukup besar, maka dilakukan penarikan sampel.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu menggunakan probability

sampling, proportionate stratifed random sampling. Probability sampling adalah

teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap

unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugioyono

2010:82). Sementara teknik proportionate stratified random sampling dipilih

karena populasi dalam penelitian ini mempunyai anggota/unsur yang tidak

homogen dan berstrata secara proporsional. Adapun cara menentukan jumlah

sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Isaac

dan Michael (Sugiyono, 2010:86) dengan rumus:

Dengan jumlah populasi 264 guru dan kepala sekolah dan taraf kesalahan 10% (λ= 2,706), maka diperoleh jumlah total sampel penelitian melalui perhitungan sebagai berikut

Jadi jumlah sampel penelitian ini sebanyak 133 orang , jumlah ini menjadi

responden penelitian. Jumlah sampel tersebut jika diprosentasekan adalah 100/264

x 100% = 37,87%

Setelah dihitung secara keseluruhan didapat data sebagai berikut : Keterangan :

- λ dengan dk = 1, taraf kesalahan bisa 1%, 5%, 10%.

P = Q : 0,5

d : 0.05

N : populasi

(24)

Tabel 3.2

Jumlah Sampel Kepala Sekolah dan Guru SDN Se-Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung

No

Nama Sekolah Jumlah Populasi

Jumlah Sampel(45,24%)

Jumlah Sampel

1 SDN BAROKAH 9 4,53 5

2 SDN BOBOJONG 7 3,52 4

3 SDN BUANAMEKAR 4 2,01 2

4 SDN CIBODAS I 6 3,02 3

5 SDN CIBODAS II 6 3,02 3

6 SDN CIHARUMAN 5 2,51 3

7 SDN CIKINDUL 6 3,02 3

8 SDN CILAME 6 3,02 3

9 SDN CITIRU I 12 6,04 6

10 SDN CITIRU IV 5 2,51 3

11 SDN GAJAH KARAMAT 5 2,51 3 12 SDN GALIH PAKUAN 6 3,02 3 13 SDN GUNUNG GEULIS 7 3,52 4 14 SDN GUNUNG PANCIR 7 3,52 4

15 SDN JATISARI 6 3,02 3

16 SDN JELEGONG I 7 3,52 4 17 SDN JELEGONG II 4 2,01 2 18 SDN JELEGONG III 6 3,02 3 19 SDN KARYABAKTI 6 3,02 3

20 SDN KOPO I 7 3,52 4

21 SDN KOPO II 8 4,03 4

22 SDN KOPO III 5 2,51 3

23 SDN KOPO IV 5 2,51 3

24 SDN CIPEUNDEUY 5 2,51 3

25 SDN CISEAH 5 2,51 3

26 SDN KOPO V 5 2,51 3

27 SDN KUTAWARINGIN 6 3,02 3

28 SDN MARKIDAM 4 2,01 2

29 SDN MEKARHURIP 4 2,01 2 30 SDN MEKARWANGI 6 3,02 3

31 SDN NEGLASARI 5 2,51 3

32 SDN PADAHURIP 3 1,51 2

33 SDN PADASUKA I 7 3,52 4 34 SDN PADASUKA II 7 3,52 4 35 SDN PADASUKA III 7 3,52 4 36 SDN PAMEUNTASAN I 6 3,02 3 37 SDN PAMEUNTASAN II 7 3,52 4 38 SDN PAMEUNTASAN III 8 4,03 4 39 SDN PAMEUNTASAN IV 7 3,52 4 40 SDN PUNCAK MULYA 6 3,02 3 41 SDN SIRNAGALIH 8 4,03 4 42 SDN SUKAMULYA 8 4,03 4 43 SDN TEGALWANGI 5 2,51 3

(25)

Jadi, jumlah sampel keseluruhan dalam penelitian ini adalah sebanyak 90 guru

sekolah dasar yang berkualifikasi S-1 dan 43 kepala sekolah Se-Kecamatan

Kutawaringin Kabupaten Bandung.

B.Metode Penelitian

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu bagaimana

Pengaruh Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah dan Budaya Sekolah Terhadap

Manajemen Mutu Sekolah . Untuk itu, peneliti berusaha menggunakan metode

yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Sebagaimana mestinya bahwa

sebuah penelitian tidak akan mencapai kriteria penelitian sesungguhnya apabila

tidak menggunakan sebuah metode penelitian yang tepat. Dengan metode

penelitian yang tepat, diharapkan sebuah penelitian nantinya akan menjadi

penelitian yang ilmiah, logis, sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah.

Berikut merupakan metode yang digunakan peneliti dalam melaksanakan

penelitian ini:

1. Pendekatan Kuantitatif

Arikunto (2002:86) mengatakan bahwa pendekatan kuantitatif merupakan

pendekatan yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian dengan cara mengukur

indikator-indikator variabel sehingga dapat diperoleh gambaran umum dan

kesimpulan masalah penelitian.

Pendekatan kuantitatif merupakan metode pemecahan masalah yang

terencana dan cermat, dengan desain yang terstruktur ketat, pengumpulan data

secara sistematis terkontrol dan tertuju pada penyusunan teori yang disimpulkan

secara induktif dalam kerangka pembuktian hipotesis secara empiris. Pendekatan

kuantitatif merupakan upaya mengukur variabel-variabel yang ada dalam

penelitian (variabel X1, X2 dan variabel Y) untuk kemudian dicari hubungan antar

variabel-variabel tersebut.

2. Metode Deskriptif

Metode deskriptif merupakan metode yang ditujukan untuk memecahkan

(26)

Arikunto (2002:86) bahwa: “Metode deskriptif adalah metode penelitian yang

digunakan dalam mengkaji permasalahan-permasalahan yang terjadi saat ini atau

masa sekarang.” Metode deskriptif pun diartikan sebagai perolehan informasi atau

data yang relevan dengan masalah yang diteliti melalui penelaahan berbagai

konsep atau teori yang dikemukakan oleh para ahli.

Metode deskriptif dalam penelitian ini sesuai digunakan, karena masalah

yang diambil terpusat pada masalah aktual dan berada pada saat penelitian

dilaksanakan dengan melalui prosedur pengumpulan data, mengklasifikasi data

kemudian dianalisis dan ditarik kesimpulan.

3. Studi Kepustakaan (Studi Bibliografi)

Studi Bibliografi sering disebut juga studi kepustakaan, digunakan untuk

melengkapi metode deskriptif. Studi bibliografi merupakan proses penelusuran

sumber-sumber tertulis berupa buku-buku, laporan-laporan penelitian, jurnal, dan

sejenisnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Melalui studi bibliografi ini, penulis akan memperoleh tambahan informasi

dan pengetahuan dalam bentuk teori-teori yang dapat dijadikan landasan berfikir

dalam mengkaji, menganalisis, dan memecahkan permasalahan yang diteliti.

C.Definisi Operasional

Singarimbun dan Effendi (2003:46-47) menjelaskan bahwa definisi operasional

merupakan unsur penelitian yang memberitahukan cara mengukur satu variabel.

Artinya bahwa definisi operasional dimaksudkan untuk menjelaskan sebuah

makna dalam variabel yang sedang diteliti. Berikut ini definisi operasional dari

penelitian ini:

1. Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah (X1)

Kepemimpinan visioner adalah kemampuan pemimpin dalam mencipta,

merumuskan, mengkomunikasikan/mensosialisasikan/ mentransformasikan

dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari

dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial diantara anggota organisasi dan

stakeholders yang diyakini sebagai cita-cita organisasi dimasa depan yang

harus diraih atau diwujudkan melalui komitmen semua personil. Aan

(27)

dalam emapat pilar yaitu sebagai penentu arah, agen perubahan, juru bicara

dan pelatih (Burt Nanus dalam Komariah dan Triatna (2005 : 93)

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kepemimpinan visioner

adalah kepemimpinan yang mampu merumuskan masa depan yang penuh

tantangan dan menjadi cita-cita dari lembaga. Kepemimpinan visioner harus

memiliki peran sebagai penentu arah, agen perubahan, juru bicara, pelatih.

2. Budaya Sekolah (X2)

Nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang

menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah,

pola dasar yang ditemukan atau dikembangkan oleh sekelompok sekolah

seperti mengatasi masalah-masalah yang diadaptasi dari luar maupun

integrasi dari dalam yang sudah cukup baik diakui secara sah dan oleh karena

itu perlu dirasakan dalam hubungannya dengan masalah-masalah sekolah

dengan adanya pola nilai, pola kebiasaan, pola sikap dan tindakan Miller

dalam Sutrisno (2010 : 56-57).

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan budaya sekolah adalah

gambaran perilaku yang ditunjukan oleh personil lembaga dalam memberikan

pelayanan pendidikan melalui pola nilai, pola kebiasaan, pola sikap dan

tindakan.

3. Manajemen Mutu Sekolah (Y)

Manajemen Mutu adalah proses manajemen komprehensif yang berfokus

pada perbaikan yang terus menerus dari aktifitas organisasi untuk

menajamkan kualitas dan jasa yang ditawarkan. Malthis dan Jackson (2001

:56)

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan manajemen mutu sekolah

adalah tingkat keunggulan terhadap proses peningkatan kinerja secara terus

menerus dalam pelayanan kepada konsumen dengan melaksanakan proses

manajemen yang terdiri dari proses perencanaan, pengorganisasian,

(28)

D.Instrumen Penelitian

1. Skala Pengukuran

Dalam menyusun kuesioner ini peneliti menggunakan skala. Menurut

Sugiyono (2008:93) skala digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan

persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena tertentu. Jadi dengan

skala ini peneliti ingin mengetahui bagaimana kepemimpinan visioner kepala

sekolah dan budaya sekolah terhadap manajemen mutu sekolah di SDN

Se-Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung.

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data ketiga variabel penelitian

ini adalah skala likert dengan lima alternatif jawaban, yaitu: Selalu (SL), Sering

(SR), Kadang-kadang (KD), Jarang (JR), dan Tidak Pernah (TP). Pemberian

bobot masing-masing kontinum atau berturut-turut, untuk pernyataan positif

diberi bobot : 5 – 4 – 3 – 2 – 1, sedangkan bobot untuk pernyataan negatif diberi

bobot : 1 – 2 – 3 – 4 – 5.

2. Penyusunan Instrumen

Instrumen penelitian ini disusun berdasarkan indikator-indikator

masing-masing variabel. Untuk mendapatkan kesahihan konstruk dilakukan melalui

pendefinisian dan studi kepustakaan. Instrumen pada masing-masing indikator

disusun dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) membuat kisi-kisi

berdasarkan indikator variabel, (2) menyusun butir-butir pernyataan sesuai dengan

indikator variabel, (3) melakukan analisis rasional untuk melihat kesesuaian

dengan indikator serta ketepatan dalam menyusun angket dari aspek yang diukur.

Dalam penyusunan butir pernyataan mengacu kepada kisi-kisi instrumen

penelitian.

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrumen Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah (X1)

Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional Indikator Sub Indikator Item Kepemimpinan

Visioner Kepala Sekolah (X1)

Kepemimpinan visioner adalah kemampuan pemimpin dalam mencipta, merumuskan,

kepemimpinan visioner adalah kepemimpinan yang mampu merumuskan

Penentu Arah

a.Menentukan arah yang tujuanmelalui

penyususnan program b.Mengarahkan

perilaku-1

(29)

Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional Indikator Sub Indikator Item mengkomunikasikan/mens

osialisasikan/

mentransformasikan dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial diantara anggota organisasi dan stakeholders yang diyakini sebagai cita-cita organisasi dimasa depan yang harus diraih atau diwujudkan melalui komitmen semua personil. Aan Komariah dan Cepi Triatna ( 2005 : 82). Pemimpin yang visioner bekerja dalam emapat pilar yaitu sebagai penentu arah, agen perubahan, juru bicara dan pelatih (Burt Nanus dalam Komariah dan Triatna (2005 : 93)

masa depan yang penuh tantangan dan menjadi cita-cita dari lembaga.

Kepemimpinan visioner harus memiliki peran sebagai penentu arah, agen perubahan, juru bicara, pelatih.

perilaku bergerak maju kearah yang diinginkan c.Menganalisis bersama

kemungkinan-kemungkinan yang ditempuh melalui teknik-teknik di masa depan

d.Kemampuan

menganalisis posisi misalnya dengan menggunakan analisis SWOT

e.Memberikan kejelasan kepada pengikutnya cara-cara yang mesti dilakukan 3 4 5 Agen Perubahan

a.Bertanggung jawab untuk merangsang perubahan di lingkungan internal b.Menciptakan inovasi

baru yang dapat memicu kinerja

c.Pemimpin mampu berpikir ke depan d.Pemimpin mampu

menyesuaikan terhadap perubahan

e.Menjadi pelopor inovasi mengarahkan ke perubahan lebih baik dalam mengimplementasikan visi 6 7 8 9 10

Juru Bicara a.Memperkenalkan/menso sialisasikan visi sekolah b.Memiliki kemampuan menyakinkan orang dalam kelompok internal

c.Berhubung dengan organisasi lain mengakses kepada hierarki yang lebih tinggi

d.Menyampaikan gagasan-gagasan pokok pikiran baik secara lisan maupun tulisan

e.Berkomunikasi secara empatik membangun komitmen dan

11

12

13

14

(30)

Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional Indikator Sub Indikator Item penyampaian berbagai kepentingan yang berhubungan dengan implementasi visi f.Menyampaikan berbagai

kepentingan yang berhubungan dengan implementasi visi

16

Pelatih a. Memberi wawasan yang dapat dijadikan dasar bertindak b.Mampu

mengkomunikasikan dengan yakin bahwa program sekolah bermanfaat baagi pengembangan sekolah c.Memfokuskan pada

rekayasa kemajuan dan pembelajaran masa depan

d.Komitmen untuk menjadikan sekolah unggulan bersama guru e.Mengembangkan

kehangatan budaya dan iklim sekolah yang baik f.Tanggap terhadap

masalah individu guru dan memberi solusi dalam konteks untuk kelancaran

pembelajaran g.Melatih/membimbing

penuh kesadaran dan suri tauladan yang didasari keahlian dan akhlak mulia

[image:30.595.88.567.110.626.2]

h.Mampu berkomunikasi, mensosialisasikan daan bekerjasama untuk membangun serta mempertahankan visi yang dianutnya 17 18 19 20 21 22 23 24-25 Tabel 3.4

Kisi-kisi Instrumen Budaya Sekolah (X2)

Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional Indikator Sub Indikator Item Budaya

Sekolah (X2)

Nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah, pola dasar yang ditemukan atau dikembangkan oleh

budaya sekolah adalah gambaran perilaku yang ditunjukan oleh personil lembaga dalam memberikan pelayanan pendidikan melalui pola nilai,

Pola Nilai a. Nilai yang merujuk pada visi otonomi sekolah

b. Nilai yang merujuk pada implementasi spiritual

c. Nilai profesionalisme 1-2

3-4

(31)

Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional Indikator Sub Indikator Item sekelompok sekolah seperti

mengatasi masalah-masalah yang diadaptasi dari luar maupun integrasi dari dalam yang sudah cukup baik diakui secara sah dan oleh karena itu perlu dirasakan dalam hubungannya dengan masalah-masalah sekolah dengan adanya pola nilai, pola kebiasaan, pola sikap dan tindakan Miller dalam Sutrisno (2010 : 56-57).

pola kebiasaan, pola sikap dan tindakan.

Pola Kebiasaan

a.Peraturan-peraturan b.Slogan, motto,

simbol-simbol, seragam c.Upacara-upacara

7-10 11-14

15-16 Pola sikap

dan tindakan

a.Cara berkomunikasi b.Pembinaan pegawai

[image:31.595.92.567.108.736.2]

17-18 19

Tabel 3.4

Kisi-kisi Instrumen Manajemen Mutu Sekolah (Y)

Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional Indikator Sub Indikator Item Manajemen

Mutu Sekolah (Y)

Manajemen Mutu Terpadu (TQM) adalah proses manajemen komprehensif yang berfokus pada perbaikan yang terus menerus dari aktifitas organisasi untuk menajamkan kualitas dan jasa yang ditawarkan. Malthis dan Jackson (2001 :56).

manajemen mutu sekolah adalah tingkat keunggulan terhadap proses peningkatan kinerja secara terus menerus dalam pelayanan kepada konsumen dengan melaksanakan proses manajemen yang terdiri dari proses perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan sekolah.

Perencanaan Mutu

a.Merumuskan visi sekolah secara realitas b.Merumusskan misi

sekolah secara fleksibel c.Merumuskan tujuan sekolah dengan pencapaian indikator yang jelas

d.Merumuskan sasaran sekolah dengan rentang waktu yang jelas e.Melakukan analisis

SWOT sekolah f.Melibatkan semua

pegawai dalam merumuskan renstra sekolah

g.Merumuskan program pengembangan kurikulum sekolah dengan pencapaian indikator yang jelas h.Merumuskan program

pengembangan SDM dengan pencapaian indikator yang jelas i.Merumuskan

(32)

Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional Indikator Sub Indikator Item

Pengorganisasian Mutu

a.Mengembangkan struktur organisasi sekolah dengan jelas b.Membuat uraian tugas

pokok untuk masing-masing pekerjaan dengan jelas

c.Mengkomunikasikan uraian tugas pokok untuk masing-masing pekerjaan kepada seluruh pegawai sekolah

d.Melakukan analisis beban kerja untuk setiap pekerjaan di sekolah secara tertulis e.Melakukan penempatan

pegawai berdasarkan analisis beban kerja f.Mengidentifikasi

hubungan kerja yang jelas antar unit kerja di sekolah

g.Kewenangan antar satuan kerja sekolah teridentifikasi dengan jelas

h.Mengembangkan standar operasi prosedur pelaksanaan tugas pokok di setiap unit kerja

i.Memberlakukan aturan organisasi sekolah secara konsisten 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Pelaksanaan Mutu a.Memberikan orientasi tentang mekanisme kerja di semua unit kerja

b.Memberikan instruksi pelaksanaan tugas dengan terarah c.Memberikan saran

kepada pegawai dalam menyelesaikan beban kerjanya

d.Menyediakan waktu untuk mendiskusikan permasalahan pekerjaan e.Mengembangkan pola pikir tentang cara kerja yang baik

f.Memberikan pengakuan atas prestasi kerja pegwai

g.Menciptakan gairah kerja pada pegawai

(33)

Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional Indikator Sub Indikator Item h.Memberikan

kesempatan untuk berkembang bagi semua pegawai di sekolah

27

Pengawasan Mutu a.Menggunakan alat ukur dengan standar pengawasan yang jelas b.Indikator pengawasan sesuai dengan perencanaan sekolah di setiap satuan kerja c.Pengawasan dilakukan

secara berkala d.Melakukan analisis

hasil pengawasan tentang penyimpangan-penyimpangan program kerja

e.Pengawasan dilakukan dengan prinsip saling percaya

f.Melakukan tindakan perbaikan terhadap penyimpangan program kerja di sekolah g.Menyusun rancangan

perbaikan secara berlanjut untuk tahun

28

29

30

31

32

33

34

3. Uji Coba Instrumen

Instrumen penelitian yang telah disusun diuji cobakan terlebih dahulu untuk

mengetahui kesahihan dan kehandalannya. Jumlah responden uji coba sebanyak

10 orang guru dan 7 orang kepala sekolah di SDN di Kecamatan Soreang

Kabupaten Bandung , di luar populasi dan sampel yang ditentukan. Jumlah ini

dianggap sudah memenuhi syarat untuk diuji coba. Uji coba instrumen dilakukan

dengan langkah-langkah: (a) membagikan angket pada guru dan kepala sekolah ,

(b) memberikan keterangan tentang cara pengisian angket, (c) para guru dan

kepala sekolah melakukan pengisian angket, dan (d) setelah guru dan kepala

sekolah selesai mengisi angket, segera dikumpulkan kembali.

Pelaksanaan uji coba ini dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan

kekurangan yang mungkin terjadi pada item-item pernyataan angket, baik dalam

(34)

jawaban tersebut. Uji coba dilakukan untuk analisis terhadap instrumen sehingga

diketahui sumbangan butir-butir pernyataan terhadap indikator yang telah

ditetapkan pada masing-masing variabel. Selanjutnya untuk memperoleh butir

pernyataan pada valid dan reliabel dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas.

a. Uji Validitas Instrumen

Pengujian validitas instrumen dapat diketahui melalui perhitungan dengan

menggunakan rumus Pearson Product Moment terhadap nilai-nilai antara variabel

X dan variabel Y. Seperti yang diungkapkan Sugiyono, (2008:95):

√[ ]

Keterangan:

n = Jumlah responden

XY = Jumlah perkalian X dan Y

X = Jumlah skor tiap butir

Y = Jumlah skor total

X2 = Jumlah skor X dikuadratkan

Y2 = Jumlah skor Y dikuadratkan

Selanjutnya dihitung dengan uji t atau uji signifikansi. Uji ini adalah untuk

menentukan apakah variabel X tersebut signifikan terhadap variable Y. Uji

signifikasi ini dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Arikunto

(1996:380), yaitu:

Keterangan:

r = Koefisien Korelasi

n = Jumlah responden

t = Uji signifikansi

Distribusi (tabel t) untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n – 2),

dengan keputusan, jika thitung > ttabel berarti valid, sebaliknya jika thitung < ttabel

(35)

1) Variabel Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah (X1)

Untuk mengetahui tingkat validitas pada item pertanyaan variabel

kepemimpinan visioner kepala sekolah (X1), yaitu dengan membandingkan nilai

thitung dengan ttabel. Jika nilai thitung lebih besar daripada nilai ttabel, maka item

pertanyaan tersebut dinyatakan valid. Adapun perbandingannya adalah sebagai

[image:35.595.114.511.212.660.2]

berikut:

Tabel 3.5. Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah (X1)

No. Item t hitung

t tabel

α = 0,05 Keputusan

1 7,492 >1,753 Valid 2 4,172 >1,753 Valid 3 0,433 <1,753 Tidak Valid 4 7,224 >1,753 Valid 5 -0,137 <1,753 Tidak Valid 6 7,224 >1,753 Valid 7 4,215 >1,753 Valid 8 4,034 >1,753 Valid 9 3,370 >1,753 Valid 10 1,584 <1,753 Tidak Valid 11 8,525 >1,753 Valid 12 5,077 >1,753 Valid 13 3,218 >1,753 Valid 14 1,823 >1,753 Valid 15 4,052 >1,753 Valid 16 3,131 >1,753 Valid 17 3,869 >1,753 Valid 18 2,131 >1,753 Valid 19 1,158 <1,753 Tidak Valid 20 1,990 >1,753 Valid 21 1,857 >1,753 Valid 22 1,867 >1,753 Tidak Valid 23 2,037 >1,753 Valid 24 2,757 >1,753 Valid 25 2,757 >1,753 Valid

2) Variabel Budaya Sekolah (X2)

Untuk mengetahui tingkat validitas pada item pertanyaan variabel budaya

(36)

thitung lebih besar daripada nilai ttabel, maka item pertanyaan tersebut dinyatakan

[image:36.595.115.509.221.525.2]

valid. Adapun perbandingannya adalah sebagai berikut:

Tabel 3.6. Budaya Sekolah (X2)

No. Item t hitung

t tabel

α = 0,05 Keputusan

1 2,772 >1,753 Valid 2 2,772 >1,753 Valid 3 1,316 <1,753 Tidak Valid 4 2,263 >1,753 Valid 5 2,263 >1,753 Valid 6 2,347 >1,753 Valid 7 3,937 >1,753 Valid 8 1,949 >1,753 Valid 9 2,781 >1,753 Valid 10 1,883 >1,753 Valid 11 1,923 >1,753 Valid 12 2.347 >1,753 Valid 13 1,735 <1,753 Tidak Valid 14 3,086 >1,753 Valid 15 5,711 >1,753 Valid 16 5,751 >1,753 Valid 17 3,854 >1,753 Valid 18 2,525 >1,753 Valid 19 2,990 >1,753 Valid

3) Variabel Manajemen Mutu Sekolah (Y)

Untuk mengetahui tingkat validitas pada item pertanyaan variabel Manajemen

Mutu Sekolah (Y), yaitu dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel. Jika

nilai thitung lebih besar daripada nilai ttabel, maka item pertanyaan tersebut

dinyatakan valid. Adapun perbandingannya adalah sebagai berikut:

Tabel 3.7. Manajemen Mutu Sekolah (Y)

No. Item t hitung

t tabel

α = 0,05 Keputusan

[image:36.595.112.493.627.751.2]
(37)

No. Item t hitung

t tabel

α = 0,05 Keputusan

10 2,359 >1,753 Valid 11 0,127 <1,753 Tidak Valid 12 1,100 <1,753 Tidak Valid 13 2,065 >1,753 Valid 14 1,865 >1,753 Valid 15 0,220 <1,753 Tidak Valid 16 3,259 >1,753 Valid 17 4,045 >1,753 Valid 18 3,549 >1,753 Valid 19 3,269 >1,753 Valid 20 2,168 >1,753 Valid 21 3,012 >1,753 Valid 22 3,527 >1,753 Valid 23 3,527 >1,753 Valid 24 1,648 <1,753 Tidak Valid 25 3,005 >1,753 Valid 26 2,563 >1,753 Valid 27 -0,635 <1,753 Tidak Valid 28 2,252 >1,753 Valid 29 4,217 >1,753 Valid 30 4,217 >1,753 Valid 31 -0,144 <1,753 Tidak Valid 32 2,249 >1,753 Valid 33 2,015 >1,753 Valid 34 2,385 >1,753 Valid

Saran : Setelah dilakukan diskusi bersama dengan pembimbing dan penelaahan

teori maka item pernyaatan dari setiap variabel yang tidak valid dilakukan revisi

atau perbaikan tata kalimat pada item pernyataannya guna untuk kepentingan

penelitian.

b. Uji Realibilitas Instrumen

Menurut Suharsimi Arikunto (2002:170) bahwa: “Reliabilitas menunjuk pada

pengertian bahwa cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul

data karena instrument tersebut sudah cukup baik.” Maksud dapat “dipercaya”

disini bahwa data yang dihasilkan harus memiliki tingkat kepercayaan yang

tinggi.

Dalam penelitian ini, langkah-langah pengujian reliabilitas angket dilakukan

dengan bantuan SPSS 18.0. Adapun kaidah pengambilan keputusan adalah: jika r

hitung > r tabel maka instrumen reliabel, dan jika rhitung < rtabel maka instrumen tidak

(38)

1. Reliabilitas Variabel X1 (Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah)

[image:38.595.115.513.219.745.2]

Tabel 3.8

Uji Reliabilitas Variabel Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah (X1)

Pengujian reliabilitas pada variabel kepemimpinan visioner kepala sekolah (X1)

ini dengan melihat nilai korelasi gutman split-half coefficient yaitu sebesar 0,662.

Korelasi berada pada kategori sangat kuat. Bila dibandingkan dengan rtabel 0,514

maka rhitung lebih besar daripada rtabel.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa item pertanyaan pada variabel

kepemimpinan visioner kepala sekolah (X1) reliabel.

2. Reliabilitas Variabel X2 (Budaya Sekolah )

Tabel 3.9

Cronbach's Alpha Part 1 Value ,909 N of Items 13a Part 2 Value ,819

N of Items 12b Total N of Items 25 Correlation Between Forms ,570 Spearman-Brown Coefficient Equal Length ,726 Unequal Length ,726 Guttman Split-Half Coefficient ,662 a. The items are: p1, p2, p3, p4, p5, p6, p7, p8, p9, p10, p11, p12, p13.

b. The items are: p13, p14, p15, p16, p17, p18, p19, p20, p21, p22, p23, p24, p25.

Cronbach's Alpha Part 1 Value ,597 N of Items 10a Part 2 Value ,439

(39)

Uji

Reliabilitas Variabel Budaya Sekolah (X2)

Pengujian reliabilitas pada variabel budaya sekolah (X2) ini dengan

melihat nilai korelasi gutman split-half coefficient yaitu sebesar 0,888. Korelasi

berada pada kategori sangat kuat. Bila dibandingkan dengan rtabel 0,514 maka

rhitung lebih besar daripada rtabel.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa item pertanyaan pada variabel

budaya sekolah (X2) reliabel.

[image:39.595.115.510.235.706.2]

3. Reliabilitas Variabel Y (Manajemen Mutu Sekolah)

Tabel 3.10

Uji Reliabilitas Variabel Manajemen Mutu Sekolah (Y) b. The items are: p10, p11, p12, p13, p14, p15, p16, p17, p18, p19.

Cronbach's Alpha Part 1 Value ,719 N of Items 17a Part 2 Value ,634

(40)

Pengujian reliabilitas pada variabel manajemen mutu sekolah (Y) ini dengan

melihat nilai korelasi gutman split-half coefficient yaitu sebesar 0,771. Korelasi

berada pada kategori sangat kuat. Bila dibandingkan dengan rtabel 0,514 maka

rhitung lebih besar daripada rtabel.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa item pertanyaan pada variabel

manajemen mutu sekolah (Y) reliabel.

c. Uji Homogenitas

Menurut Sugiyono (2008: 276) uji homogenitas varian bertujuan untuk

menentukan apakah varian kedua kelompok homogen atau tidak.

Keterangan :

= varians (sd2) yang lebih besar

varians (sd2) yang lebih kecil

Homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing

kelompok mempunyai varian yang sama atau berbeda sehingga dapat ditentukan

rumus t-test mana yang akan dipilih untuk pengujian hipotesis. Pengujian

homogenitas varian menggunakan uji homogeneity dengan bantuan program

SPSS.18 for windows. Dasar pengambilan keputusan: Ho diterima apabila nilai

signifikan (sig.> 0,05), dan Ho ditolak atau H1 diterima apabila nilai signifikan

[image:40.595.113.512.211.712.2]

(sig.< 0,05).

Tabel 3.11

Uji Homogenitas

Levene Statistic df1 df2 Sig. nilai Based on Mean 3,265 1 131 ,073

Based on Median 3,229 1 131 ,075 Based on Median and with

adjusted df

3,229 1 130,882 ,075

(41)

Dari hasil table output di atas dapat diketahui signifikansi sebesar 0,073.

Karena nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa kedua

kelompok data mempunyai varian sama atau homogen.

E.Teknik Pengumpulan Data

Moh. Nazir (2003:328) mengatakan bahwa teknik pengumpulan data

merupakan alat-alat ukur yang diperlukan untuk melaksanakan suatu penelitian.

Data yang dikumpulkan dapat berupa angka-angka, keterangan tertulis, informasi

lisan dan beragam fakta yang berhubungan dengan fokus penelitian yang

diteliti. Maka dalam penelitian ini digunakan dua teknik utama pengumpulan data,

yaitu studi dokumentasi dan teknik angket.

1. Studi Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2008:98) Studi dokumentasi dalam pengumpulan data

penelitian ini dimaksudkan sebagai cara pengumpulan data dengan mempelajari

dan mencatat bagian-bagian yang dianggap penting. Studi Dokumentasi diajukan

untuk memperoleh data langsung dari instansi atau lembaga meliputi buku-buku,

laporan kegiatan yang releven.

2. Teknik Angket / Kuesioner

Kuesioner/angket secara umum sering disebut sebagai daftar pertanyaan.

Menurut Moh. Nazir (2003:203) kuesioner adalah daftar pertanyaan yang cukup

terperinci dan lengkap.

Angket disebarkan pada responden dalam hal ini sebanyak 133 responden.

Pemilihan dengan model angket ini, didasarkan atas alasan bahwa: (a) responden

memiliki waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan atau

pernyataan-pernyataan, (b) setiap responden menghadapi susunan dan cara pengisian yang

sama atas pertanyaan yang diajukan, (c) responden mempunyai kebebasan

memberikan jawaban, dan (d) dapat digunakan untuk mengumpulkan data atau

(42)

Indikator-indikator yang merupakan jabaran dari variabel kepemimpinan transformasional

kepala sekolah dan motivasi berprestasi guru terhadap kinerja mengajar guru

merupakan materi pokok yang diramu menjadi sejumlah pernyataan didalam

angket.

F. Teknik Analisis Data

Langkah-langkah pengolahan data yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Analisis Data Deskriptif

Analisis deskriptif dimaksudkan untuk melihat kecenderungan distribusi

frekuensi variabel dan menentukan tingkat ketercapaian responden pada

masing-masing variabel. Gambaran umum setiap variabel digambarkan oleh skor rata-rata

yang diperoleh dengan menggunakan teknik Weighted Means Scored (WMS),

dengan rumus:

Keterangan:

= skor rata-rata yang dicari

X = jumlah skor gabungan (hasil kali frekuensi dengan bobot nilai untuk setiap

alternatif jawaban)

N = jumlah responden

Hasil kali perhitungan dikonsultasikan dengan tabel 5 kriteria dan penafsiran

[image:42.595.110.514.238.670.2]

seperti dibawah ini:

Tabel 3.12. Kriteria dan Penafsiran

Rentang Nilai Pilihan Jawaban Kriteria 4,01 – 5,00 Selalu Sangat tinggi 3,01 – 4,00 Sering Tinggi 2,01 – 3,00 Kadang-kadang Cukup 1,01 – 2,00 Jarang Rendah 0,01 – 1,00 Tidak pernah Sangat rendah

(43)

Ada tiga syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan analisis regresi, baik

regresi linier sederhana maupun regresi ganda. Persyaratan tersebut adalah syarat

normalitas dan syarat kelinieran regresi Y atas X.

a. Uji Normalitas Distribusi Data

Uji normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui dan menentukan analisis

dan menentukan apakah pengolahan data menggunakan parametrik atau non

parametrik. Untuk pengolahan data parametrik, data yang dianalisis harus

berdistribusi normal, sedangkan pengolahan data non parametrik data yang

dianalisis berdistribusi tidak normal. Pengujian ini bertujuan untuk apakah ketiga

variabel penelitian tersebut memiliki penyebaran data yang normal atau tidak.

Dengan menggunakan rumus Chi Kuadrat:

Keterangan:

X2 = Chi Kuadrat yang dicari

O1 = Frekuensi hasil penelitian

E1 = Frekuensi

b. Uji Linieritas Data

Uji linieritas dapat dilihat dari signifikasi dari deviation of linierity untuk X1

terhadap Y serta X2 terhadap Y. Apabila nilai signifikasi < 0,05 dapat disimpulkan

bahwa hubungannya bersifat linier.

3. Menguji Hipotesis Penelitian

Teknikyang digunakan dalam melakukan pengujian hipotesis adalah:

a. Hipotesis 1 dan 2 diuji dengan menggunakan teknik korelasi dan regresi

sederhana.

b. Hipotesis 3 diuji dengan menggunakan teknik korelasi dan regresi ganda.

a. Analisis Korelasi

1) Analisis Korelasi Sederhana

Analisis korelasi dimaksudkan untuk mengetah

Gambar

Tabel 1.1 Hasil Ujian Nasional Kabupaten Bandung
Gambar 1.1 Elemen-elemen pendukung manajemen mutu
gambaran Budaya
Tabel 3.1 Jumlah Kepala Sekolah dan  Guru SDN Se-Kecamatan Kutawaringin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bagian terdahulu mengenai kemampuan komunikasi matematis siswa dan kemandirian belajar siswa melalui pembelajaran dengan

”Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu” Suharsimi Arikunto (2002:136) ” Metode penelitian adalah cara yang

pandangan dan pola asuh orangtua terhadap anak dari berbagai latar budaya yang ada.

Kinerja Zat Pemacu Pertumbuhan dari Cairan Rumput Laut Sargassum polycistum dalam Meningkatkan Pertumbuhan Kedelai (Glycine max L.. Jurnal Anatomi

Setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas

“ Bagaimanakah kualitas tes tertulis Two-tier Multiple Choice yang dikembangkan pada materi pokok Organisasi

Dalam akhir–akhir ini terdapat perkembangan yang sangat pesat sekali dalam teknik dan metode analisa, baik analisa ekonomi maupun analisa kegiatan usaha

Konsep dan Aplikasi dengan Microsoft Excel dan SPSS.