• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS FENOMENA UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP FLUIDA STATIS DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS FENOMENA UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP FLUIDA STATIS DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Asumsi dan Hipotesis Penelitian ... 7

F. Definisi Operasional ... 8

BAB II. MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS FENOMENA, PEMAHAMAN KONSEP, KETERAMPILAN PROSES SAINS, FLUIDA STATIS ... 11

A. Pembelajaran Kontekstual ... 11

B. Teori Konstruktivisme Piaget ... 16

C. Pembelajaran Berbasis Fenomena ... 18

D. Pemahaman Konsep ... 21

E. Keterampilan Proses Sains ... 24

F. Deskripsi Materi Subyek Fluida Statis ... 27

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 36

A. Metode dan Desain Penelitian ... 36

B. Subyek Penelitian ... 37

C. Instrumen Penelitian ... 39

D. Teknik Analisa Data ... 44

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Hasil Penelitian ... 48

1. Instrumen Penelitian ... 48

2. Peningkatan Pemahaman Konsep Fluida Statis ... 49

a. Deskripsi Peningkatan Pemahaman Konsep ... 49

b. Pengujian Statistik Peningkatan Pemahaman Konsep ... 50

3. Peningkatan Keterampilan Proses Sains Fluida Statis ... 53

(2)

ii

4. Deskripsi Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Berbasis

Fenomena Fluida Statis ... 57

5. Tanggapan Siswa terhadap Model Pembelajaran Berbasis Fenomena Fluida Statis ... 58

B. Pembahasan ... 59

1. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Fenomena terhadap Peningkatan Pemahaman Konsep Fluida Statis ... 59

2. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Fenomena terhadap Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa ... 62

3. Observasi terhadap Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Fenomena ... 63

4. Tanggapan Siswa terhadap Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Fenomena ... 64

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 68

(3)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Sintaks PBM ... 19

Tabel 2.2. Sintaks PBF ... 20

Tabel 2.3. Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains ... 25

Tabel 3.1. Kategori Validitas Butir Soal ... 41

Tabel 3.2. Kriteria Koefisien Korelasi ... 42

Tabel 3.3. Klasifikasi Daya Pembeda ... 43

Tabel 3.4. Klasifikasi Taraf Kemudahan Soal ... 44

Tabel 3.5. Klasifikasi N-gain ... 45

Tabel 3.6. Kriteria Penskoran Pernyataan Angket ... 47

Tabel 4.1. Keterlaksanaan RPP pada setiap pertemuan ... 57

(4)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Tekanan Hidrostatik ... 28 Gambar 2.2. Tekanan zat cair pada kedalaman yang sama... 30 Gambar 2.3. Pengangkat hidrolik ... 31 Gambar 2.4. Perbedaan gaya berat benda yang tercelup dan tidak tercelup.... 32 Gambar 2.5. Gaya-gaya yang bekerja pada benda tercelup... 33 Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 37 Gambar 3.2. Alur Penelitian ... 38 Gambar 4.1. Diagram perbandingan persentase skor rata-rata tes awal, tes

akhir, dan N-gain kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 50 Gambar 4.2. Diagram perbandingan rata-rata N-gain pemahaman konsep

untuk setiap indikator pemahaman antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 52 Gambar 4.3. Diagram perbandingan N-gain pemahaman konsep untuk

setiap label konsep antara kelas eksperimen dan kelas kontrol... 53 Gambar 4.4. Diagram perbandingan persentase skor rata-rata tes awal, tes

akhir, dan N-gain keterampilan proses sains kelas eksperimen

dan kelas kontrol ... 54 Gambar 4.5. Diagram perbandingan N-gain keterampilan proses sains untuk

(5)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A: Perangkat Pembelajaran Lampiran B: Instrumen Penelitian Lampiran C: Hasil Uji Coba Instrumen

Lampiran D: Data Tes Awal, Tes Akhir, N-Gain dan Angket Lampiran E: Pengolahan Data

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan sejumlah pelajar Indonesia dalam olimpiade matematika dan sains, nyatanya tidak mencerminkan mutu pendidikan, khususnya pendidikan sains di Indonesia yang notabene masih rendah. Hal ini terungkap dalam hasil studi The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2003 yang menyatakan bahwa kemampuan sains siswa (SMP) Indonesia hanya berada pada peringkat ke-37 dari 46 negara. Kenyataan ini dapat dianggap merepresentasikan pencapaian mutu pendidikan nasional secara umum, yang juga masih jauh dari standar mutu yang diharapkan.

(7)

jarang mendorong siswa menggunakan penalaran logis yang tinggi (Armiza, 2007).

Fisika merupakan bagian dari pengetahuan sains atau IPA yang didalamnya mengandung komponen proses (ways of finding out), yakni kajiannya melalui empirik, eksperimen, dan sejenisnya; produk (system of ideas), yakni hasil kajian yang berupa hukum, rumus, konsep, dan sejenisnya; dan sikap (attitude). Artinya, pembelajaran fisika tidak cukup dengan hanya terpenuhinya salah satu komponen saja.

Masalah utama dalam pembelajaran fisika berkaitan dengan penggunaan metode tradisional adalah kurangnya keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar terpusat pada guru, sehingga siswa menerima pelajaran secara pasif. Tidak mengherankan apabila konsep yang telah tertanam tidak akan bertahan lama dan akan mudah hilang lagi. Kelemahan lain dalam penggunaan metode tradisional adalah pengajarannya yang terlampau matematis. Siswa cenderung dituntut untuk menghapal rumus dan penggunaan rumus tersebut tanpa memahami konsep-konsep yang melatarbelakangi terbentuknya rumus tersebut, sehingga siswa pun sulit menyerap konsep-konsep fisisnya. Sebenarnya, siswa yang memahami konsep akan dapat dengan mudah menerapkan konsep dan rumus-rumus yang berkaitan dengan konsep tersebut, karena keterampilan siswa dalam menggunakan rumus dapat ditingkatkan dengan cara latihan, lain halnya dengan pemahaman konsep.

(8)

mancanegara. Untuk itu perlu dilakukan perubahan dalam pola pengajaran fisika. Pembelajaran yang relevan dalam kondisi seperti ini adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered), yaitu pembelajaran yang menekankan pada siswa bahwa dirinya sendiri yang akan membangun pengetahuan.

Gagne (dalam Dahar, 1989) menyebutkan bahwa dengan mengembangkan keterampilan (IPA), anak didik akan dibuat kreatif sehingga mereka akan mampu mempelajari IPA di tingkat yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat. Dengan menggunakan keterampilan-keterampilan proses, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai. Seluruh irama, gerak atau tindakan dalam proses belajar seperti ini akan menciptakan kondisi belajar yang melibatkan siswa lebih aktif.

Bila melihat semua kenyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran tradisional dianggap sudah tidak cocok digunakan dalam pembelajaran yang menekankan pemahaman konsep. Untuk menyikapi persoalan tersebut, agar siswa dapat memahami konsep-konsep fisika dengan baik, maka diperlukan proses pembelajaran yang tepat dan efektif. Artinya, pembelajaran tersebut harus tepat dengan karakteristik materi dan efektif dalam penyampaian sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.

(9)

pendekatan pembelajaran berbasis fenomena. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa selama ini siswa sering mengalami kesulitan dalam memahami suatu konsep dikarenakan siswa belum menemukan atau kurang memperhatikan fenomena yang terkait dengan keberadaan konsep tersebut. Siswa hanya terpaku untuk mengetahui suatu hukum atau prinsip namun tidak mengetahui bagaimana hukum atau prinsip tersebut muncul melalui fenomena pada suatu benda.

Berangkat dari pemikiran tersebut, maka dalam penelitian ini dicobakan suatu model pembelajaran berbasis fenomena untuk meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains. Model pembelajaran berbasis fenomena ini diadopsi dari model pembelajaran berbasis masalah (PBM; atau Problem Based Learning [PBL]) yang merupakan bagian dari pembelajaran kontekstual.

Fenomena fisika yang dijadikan dasar pengamatan berupa fenomena-fenomena fisis yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, atau fenomena yang muncul pada suatu demonstrasi sederhana dengan menggunakan media demonstrasi berupa alat-alat sederhana yang mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari.

Malcolm Wells, David Hestenes dan Gregg Swackhamer (1995) mengemukakan bahwa melalui metode pemodelan dalam pengajaran fisika dengan mengkonstruksi dan menggunakan model sains, siswa dapat menggambarkan, menjelaskan, memprediksi dan menguasai fenomena fisika. Fakta menunjukkan bahwa metode pemodelan menghasilkan peningkatan gain yang lebih tinggi dibandingkan metode pengajaran alternatif.

(10)

dijumpai dalam kehidupan sehari-hari siswa, namun tidak jarang siswa mengalami kesulitan dalam memahami fenomena-fenomena yang berkaitan dengan fluida statis.

Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pembelajaran berbasis fenomena dalam meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains dalam pembelajaran fisika, maka penulis melakukan penelitian di salah satu Sekolah Menengah Atas di Kota Bandung dengan kajian yang penulis teliti adalah “Model Pembelajaran Berbasis Fenomena untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fluida Statis dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMA”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, dan agar penelitian ini mencapai sasaran sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, maka perlu dirumuskan apa yang menjadi permasalahannya. Rumusan masalah secara umum adalah: “Apakah penggunaan model pembelajaran berbasis fenomena dapat lebih meningkatkan pemahaman konsep Fluida Statis dan keterampilan proses sains dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional?”

Untuk memfokuskan masalah tersebut, maka dijabarkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

(11)

2. Bagaimana perbandingan peningkatan setiap indikator pemahaman konsep antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis fenomena dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional?

3. Bagaimana perbandingan peningkatan setiap label konsep antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis fenomena dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional?

4. Bagaimana perbandingan peningkatan keterampilan proses sains antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis fenomena dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional?

5. Bagaimana perbandingan peningkatan setiap indikator keterampilan proses sains antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis fenomena dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional?

6. Bagaimana tanggapan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran berbasis fenomena dalam pembelajaran fluida statis?

C. Tujuan Penelitian

(12)

keterampilan proses sains siswa. Selain itu juga untuk mendapatkan gambaran tentang tanggapan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran berbasis fenomena.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empiris mengenai pengaruh model pembelajaran berbasis fenomena dalam meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa untuk selanjutnya dapat dijadikan dasar kajian bagi penelitian berikutnya atau pengembangan dari penelitian ini.

E. Asumsi dan Hipotesis Penelitian

1. Asumsi

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil kajian teoritis dan hasil-hasil penelitian dengan rumusan:

a. Model pembelajaran berbasis fenomena dapat memicu keaktifan siswa dalam meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains. b. Pengamatan fenomena merupakan alternatif baru dalam pembelajaran

fisika yang dapat memicu keterlibatan siswa secara aktif untuk mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya ke dalam situasi baru. c. Proses-proses dan prosedur yang dilakukan dalam kegiatan eksperimen

(13)

2. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Penggunaan model pembelajaran berbasis fenomena pada materi fluida statis secara signifikan dapat lebih meningkatkan pemahaman konsep siswa dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional.

(H1.1: 1 > 2)

2. Penggunaan model pembelajaran berbasis fenomena pada materi fluida statis secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains siswa dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional.

(H1.2: 1 > 2)

F. Definisi Operasional

Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan tepat, maka perlu dijelaskan beberapa istilah yang digunakan yang berkaitan dengan vaiabel yang diteliti. 1. Model Pembelajaran Berbasis Fenomena

(14)

eksperimen, serta menganalisis dan mengevaluasi suatu fenomena fisika. Keterlaksanaan model pembelajaran diamati dengan melakukan observasi keterlaksanaan model menggunakan lembar observasi.

2. Model Pembelajaran Konvensional

Model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang biasa digunakan guru fisika di salah satu SMA Negeri di Bandung yang menjadi tempat penelitian. Pembelajaran ini didominasi oleh metode ceramah dan tanya jawab, dimana guru cenderung lebih aktif sebagai sumber informasi bagi siswa, dan siswa cenderung pasif dalam menerima informasi. Guru berperan lebih banyak dalam hal menerangkan materi pelajaran, memberi contoh-contoh penyelesaian soal, serta menjawab semua permasalahan yang diajukan siswa.

3. Pemahaman Konsep

Pemahaman konsep merupakan kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan ke dalam bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengaplikasikannya (Bloom, 1979). Pemahaman konsep terdiri dari tiga kategori, yaitu menterjemahkan, menafsirkan, dan mengekstrapolasi. Pemahaman konsep siswa diukur dengan menggunakan instrumen pemahaman konsep berupa tes tertulis berbentuk pilihan ganda yang mencakup indikator-indikator pemahaman konsep.

4. Keterampilan Proses Sains

(15)
(16)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (kuasi eksperimen) dan deskriptif. Penelitian kuasi eksperimen dilakukan melalui penggunaan model pembelajaran berbasis fenomena pada kelompok eksperimen yang dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol dengan membandingkan gain (skor tes akhir – skor tes awal) kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Penelitian deskriptif dilakukan melalui penggunaan angket untuk melihat tanggapan siswa mengenai penggunaan model pembelajaran berbasis fenomena.

2. Desain Penelitian

Desain penelitian eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Randomized Control Group Pretest-Posttest Design. Subjek penelitian dibagi

menjadi dua kelompok, dimana satu kelompok sebagai kelompok eksperimen, dan kelompok lainnya sebagai kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelompok yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis fenomena, sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional.

(17)

Gambar 3.1. Desain Penelitian

Kelas Pretes Perlakuan Postes

Eksperimen O X1 O

Kontrol O X2 O

Keterangan:

X1 = pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis

fenomena.

X2 = pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

konvensional.

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMA yang ada di Kota Bandung Jawa Barat. Secara garis besar tahap-tahap penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.2.

B. Subyek Penelitian

(18)

Gambar 3.2. Alur Penelitian - Tes Keterampilan Proses Sains - Angket

(19)

C. Instrumen Penelitian

1. Jenis Instrumen

Instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian antara lain berupa tes pemahaman konsep, tes keterampilan proses sains, lembar observasi pembelajaran, dan angket/kuesioner tanggapan siswa.

a) Tes Pemahaman Konsep

Tes ini merupakan tes konseptual berbentuk tes obyektif dengan bentuk selected response (pilihan ganda). Jumlah pilihan (opsion) yang diberikan

sebanyak lima pilihan. Tes ini dibuat untuk menguji pemahaman siswa terhadap konsep-konsep materi fluida statis. Tes dilakukan dua kali; tes awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa terhadap konsep fluida statis, sedangkan tes akhir dilakukan untuk mengukur pemahaman konsep siswa sebagai hasil penggunaan model pembelajaran berbasis fenomena.

b) Tes Keterampilan Proses Sains

Tes ini merupakan tes keterampilan proses sains berbentuk pilihan ganda. Tes ini dibuat untuk menguji keterampilan proses sains siswa dalam menjelaskan fenomena fisika sesuai dengan indikator-indikator keterampilan proses sains yang ditentukan. Tes ini juga dilakukan dua kali dan dilaksanakan bersamaan bersamaan dengan tes pemahaman konsep.

c) Angket/Kuesioner

(20)

yang ada dalam lembar angket tanggapan siswa. Pernyataan tanggapan siswa dirancang menurut skala Likert dengan empat pernyataan jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).

d) Lembar Observasi

Observasi dilakukan terhadap siswa untuk melihat keterlaksanaan model pembelajaran berbasis fenomena. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah model pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan sesuai dengan kriteria atau batasan yang telah ditetapkan.

2. Analisis Instrumen

Analisis instrumen dilakukan terhadap instrumen butir soal yang digunakan. Untuk mengetahui kualitas soal tes yang digunakan dilakukan analisis butir soal yang meliputi validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kemudahan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Anates V. 4.1.0.

1) Validitas Butir Soal

Validitas butir soal didasarkan pada validitas internal, digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal terhadap skor total. Validitas butir soal dikatakan sah atau valid apabila butir soal dapat mengukur apa yang hendak diukur.

(21)

korelasi, sehingga untuk mendapatkan validitas suatu butir soal didasarkan pada persamaan korelasi product moment Pearson (Arikunto, 2002):

∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑ ∑ (3.1)

dengan:

rXY : koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y X : skor item

Y : skor total N : jumlah siswa.

Kriteria validitas butir soal dinyatakan dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1. Kategori Validitas Butir Soal

Batasan Kategori

0,80< rxy≤ 1,00 Sangat tinggi (sangat baik) 0,60< rxy≤ 0,80 tinggi (baik)

0,40< rxy≤ 0,60 cukup(sedang) 0,20< rxy≤ 0,40 rendah (kurang)

xy

r ≤ 0,20 sangat rendah (sangat kurang)

Hasil perhitungan validitas butir soal secara rinci terdapat pada Lampiran C.

2) Reliabilitas Tes

(22)

diteskan berkali-kali. Penghitungan reliabilitas tes didasarkan pada belahan bagian soal, yaitu teknik belah dua ganjil-genap.

Untuk menentukan koefisien reliabilitas digunakan formula Spearman-Brown (Arikunto, 2002), yaitu:

(3.2)

dengan:

r11 : koefisien reliabilitas instrumen

r ½½ = rxy : indeks korelasi antara dua belahan instrumen x : skor butir soal ganjil

y : skor butir soal genap

Kriteria koefisien korelasi yang digunakan adalah kriteria Gilford (Ruseffendi, 1998), tersaji pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Kriteria Koefisien Korelasi Koefisien korelasi Keterangan

r11 < 0,20 Sangat rendah 0,20 < r11 < 0,40 Rendah 0,40 < r11 < 0,60 Cukup 0,60 < r11 < 0,80 Tinggi 0,80 < r11 < 1,00 Sangat tinggi

(23)

3) Daya Pembeda Soal

Daya pembeda soal merupakan kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda dinamakan indeks diskriminasi, dan ditentukan dengan persamaan (Arikunto, 2006):

(3.3)

dengan:

D : daya pembeda

BA : banyaknya siswa kelompok atas yang menjawab benar. BB : banyaknya siswa kelompok bawah yang menjawab benar. JA : banyaknya siswa kelompok atas.

JB : banyaknya siswa kelompok bawah.

PA : proporsi kelompok atas yang menjawab benar. PB : proporsi kelompok bawah yang menjawab benar. Klasifikasi daya pembeda soal tersaji pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Klasifikasi Daya Pembeda

Daya pembeda Klasifikasi

0,70 < D < 1,00 Baik sekali 0,40 < D < 0,70 Baik 0,20 < D < 0,40 Cukup 0,00 < D < 0,20 Jelek

Negatif Tidak baik, harus dibuang

(24)

4) Taraf Kemudahan Soal

Taraf kemudahan merupakan bilangan yang menunjukkan mudah atau sukarnya suatu soal. Indeks kesukaran biasanya dihitung dengan persamaan (Arikunto, 2006):

(3.4)

dengan:

P : indeks kemudahan.

B : banyak siswa yang menjawab benar. JS : jumlah seluruh siswa.

Taraf kemudahan diklasifikasikan seperti tersaji pada Tabel 3.4. Tabel 3.4. Klasifikasi Taraf Kemudahan Soal Indeks kemudahan Klasifikasi

0,00 < P < 0,30 Soal sukar 0,30 < P < 0,70 Soal sedang 0,70 < P < 1,00 Soal mudah

Hasil perhitungan taraf kemudahan soal secara rinci terdapat pada Lampiran C.

D. Teknik Analisa Data

1. Jenis Data

(25)

2. Pengolahan Data

Untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep melalui pembelajaran dihitung berdasarkan skor gain yang ternormalisasi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahan dalam menginterpretasikan perolehan gain masing-masing siswa. Gain yang ternormalisasi dicari dengan menggunakan rumus g factor yang dikembangkan oleh Hake, R. R (Cheng, et al, 2004, dalam Wiyono, 2009), yaitu:

!

"#$% "&'

()* "&' (3.5)

dengan: SPost = skor tes akhir; SPre = skor tes awal;

SMaks = skor maksimum; dan

dengan kategori perolehan N-gain diklasifikasikan pada Tabel 3.5. Tabel 3.5. Klasifikasi N-gain

Kategori perolehan N-gain Keterangan N-gain > 0,70 Tinggi 0,30 < N-gain < 0,70 Sedang

N-gain < 0,30 Rendah

(26)

Uji normalitas distribusi data, uji homogenitas, dan uji perbedaan dua rerata dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS 14.0 for Windows Evaluation Version.

a. Uji Normalitas Distribusi Data

Uji normalitas distribusi data tes awal dan tes akhir baik untuk kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dilakukan dengan menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji homogenitas Levene Test: Test of Homogenity of Variance yang didasarkan pada rumus statistik

(Sudjana, 1996):

+

,-./0-123 (3.6)

dimana kriteria pengujian dengan derajat kebebasan (dk) masing-masing untuk dk1 = (n1-1) dan dk2 = (n2-1) pada taraf kepercayaan dengan α = 0,05.

c. Uji Perbedaan Dua Rerata

Uji perbedaan dua rerata ini menguji tingkat signifikansi perbedaan rerata pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa dan dilakukan dengan menggunakan uji statistik parametrik (uji-t). Berdasarkan hipotesis penelitian yang berjenis direksional (hipotesis langsung), maka uji-t yang digunakan adalah uji satu pihak (one-tailed test). Bila hasil penelitian memberikan:

(27)

4

5 5

67 8 9 : ; 8 9 :8 ;8 9 <=8 8 >

(3.7)

b. Data yang diperoleh berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka digunakan rumus (Sudjana, 1996):

4

5 5

6?8*:*@ A:BBC

(3.8)

c. Apabila data tidak berdistribusi normal maka digunakan uji non parametrik yaitu uji Mann-Whitney (Sudjana, 2005).

Kriteria pengujian untuk uji satu pihak yaitu:

• Jika ttabel > thitung maka H0 ditolak dan H1 diterima. • Jika ttabel < thitung maka H0 diterima dan H1 ditolak.

d. Analisis Angket

Data yang diperoleh melalui angket dalam bentuk skala kualitatif dikonversi menjadi skala kuantitatif. Untuk pernyataan yang bersifat positif kategori SS (sangat setuju) diberi skor tertinggi, makin menuju ke STS (sangat tidak setuju) skor yang diberikan berangsur-angsur menurun. Kriteria penskoran untuk pernyataan angket disajikan dalam Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Kriteria Penskoran Pernyataan Angket Tanggapan siswa Skor (positif)

Sangat setuju (SS) 4

Setuju (S) 3

Tidak setuju (TS) 2

(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang penggunaan model pembelajaran berbasis fenomena untuk meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa SMA pada topik fluida statis dapat disimpulkan bahwa:

1. Peningkatan pemahaman konsep fluida statis siswa yang menggunakan model pembelajaran berbasis fenomena secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Rata-rata N-gain pemahaman konsep kelas eksperimen dengan kriteria tinggi dan kelas kontrol dengan kriteria sedang menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran berbasis fenomena lebih baik dalam meningkatkan pemahaman konsep dibandingkan pembelajaran konvensional. 2. Peningkatan pemahaman konsep fluida statis untuk setiap indikator

pemahaman konsep antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis fenomena lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. 3. Peningkatan pemahaman konsep fluida statis untuk setiap label konsep antara

(29)

4. Peningkatan keterampilan proses sains siswa yang menggunakan model pembelajaran berbasis fenomena secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Rata-rata N-gain keterampilan proses sains siswa kelas eksperimen dengan kriteria tinggi dan kelas kontrol dengan kriteria sedang menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran berbasis fenomena lebih baik dalam meningkatkan keterampilan proses sains dibandingkan pembelajaran konvensional.

5. Peningkatan keterampilam proses sains siswa untuk setiap indikator keterampilan proses sains antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis fenomena lebih tinggi dibandingkan siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional.

6. Siswa memberikan tanggapan yang baik terhadap penggunaan model pembelajaran berbasis fenomena pada topik fluida statis.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai penggunaan model pembelajaran berbasis fenomena untuk meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa SMA pada topik fluida statis, peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut:

(30)
(31)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

__________. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Armiza. (2007). Model Siklus Belajar Abduktif Empiris untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Materi Pemantulan Cahaya. Tesis SPS UPI: Tidak Diterbitkan.

Bloom, B.S. (1979). Taxonomy of Educational Objectives, The Classification of Educational Goals, Hand Book 1: Cognitive Domain. USA: Longman Inc.

Bojovic, V. (2003). Physical Phenomena in Preschool and Elementary Education Teaching and Learning Activities. [Online]. Tersedia: http://web.uniud.it/Cird/girepseminar2003/abstracts/pdf/bojovic1.pdf (21 Januari 2009)

Dahar, R.W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

_________. (1985). Kesiapan Guru Mengajar Sains di Sekolah Dasar Ditinjau Dari Segi Pengembangan Keterampilan Proses Sains. Disertasi PPS IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan.

Darliana. (2008). Metodologi Konsep Terstruktur. Bandung: PMPTK-P4TKIPA Depdiknas. (2004) Silabus Kurikulum 2004. Jakarta: Dirjen Dikdasmen

Direktorat Menengah

Dirjen Dikdasmen (2003). Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Depdiknas.

Kamajaya. (2007). Cerdas Belajar FISIKA Kelas XII. Bandung: Grafindo Media Pratama.

Lawson, A. E. (1994). Science Teaching and Depelopment of Thinking. California: Wadsworth Publishing Company.

Lee, Y. & Hsiang-ju Ho. (2008). Technology-Enhanced Homework Assignments to Facilitate Conceptual Understanding in Physics. Paper on ICCE

2008. [Online]. Tersedia:

http://www.apsce.net/ICCE2008/papers/ICCE2008-paper83.pdf (26 Januari 2008)

(32)

Oberem, G.E. & Paul G.J. (2004). Measuring the effectiveness of an inquiry-oriented summer physics course for in service teachers. J. Phys. Tchr.

Educ. [Online]. Tersedia:

http://www.phy.ilstu.edu/jpteo/issues/jpteo2(2)nov04.pdf (20 Februari 2008).

Ruseffendi. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Andira.

Rustaman, N & Andrian Rustaman. (1997). Pokok-pokok Pengajaran Biologi dan Kurikulum 1994. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Salmiyati. (2007). Implementasi Teknologi Multimedia Interaktif dalam Pembelajaran Konsep Sistem Saraf untuk Meningkatkan Pemahaman dan Retensi Siswa. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan.

Sidharta, A. (2005). Model Pembelajaran Asam Basa Berbasis Inkuiri Laboratorium sebagai Wahana Pendidikan Sains Siswa SMP. Tesis PPS UPI: Tidak diterbitkan.

Skurski, P. (2008). Is There the Best Method of Learning Physics. Concept of Physics Vol. 5 No 3. [Online]. Tersedia: http://www.conceptsofphysics.net/V_3/561.pdf (22 Januari 2009).

Sudjana. (1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. _______. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sutarto. (2008). Model Pengembangan Tema Konsep (MPTK) untuk Membekali Kemampuan Mengembangkan Model Pembelajaran Fisika (MPF) Mahasiswa Calom Guru Fisika (MCGF). Prosiding The Second International Seminar on Science Education SPS UPI.

Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Wells, Malcolm, D Hestenes, & G Swackhamer. (1995). A Modeling Method for high school physics instruction. Am. J. Phys. No. 63 Vol. 7 pp.

606-619. [Online] Tersedia:

Gambar

Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Alur Penelitian
Tabel 3.1. Kategori Validitas Butir Soal
Tabel 3.2. Kriteria Koefisien Korelasi
+5

Referensi

Dokumen terkait

[r]

import android.app.Activity; import android.content.Intent; import android.os.Bundle; import android.view.View; import android.widget.Button; import android.widget.ListView;

UPAYA TUTOR DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK MELALUI PROGRAM “TAMAN BERMAIN EDUKATIF ANAK”DI KAMPUNG KREATIF DAGO POJOK KOTA BAND UNG.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Pada tahun 2013 ini berjanji akan mewujudkan target kinerja tahunan sesuai lampiran perjanjian ini dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN VIDEO HADIYATUL HURUF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN HAPALAN MUFRADAT.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN SIKAP ILMIAH SISWA PADA MATERI TERMOKIMIA MELALUI PEMBELAJARAN GROUP DAN INDIVIDUAL PROBLEM SOLVING.. Universitas

[r]

Students Perception of Peer Response Activity in English Writing Instruction.. CELEA