DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian ... 1
B.Perumusan Masalah ... 6
C.Pembatasan Masalah ... 7
D.Tujuan Penelitian ... 8
E. Manfaat Penelitian ... 8
F. Asumsi Penelitian ... 9
G.Hipotesis ... 9
BAB II. PEMANFAATAN HUTAN DAN PEMBELAJARAN TERINTEGRASI A.Hutan Sebagai Sumber Pengajaran ... 10
B.Pendekatan Terintegrasi Tipe Connected ... 14
C.Model Siklus Belajar 5E ... 18
D.Keterampilan Proses Sains ... 21
E. Sikap Ilmiah ... 25
F. Materi pada Pembelajaran Terintegrasi ... 29
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A.Definisi Operasional ... 34
B.Metode dan Desain Penelitian ... 36
C.Populasi dan Sampel Penelitian ... 37
D.Variabel Penelitian ... 38
E. Instrumen Penelitian ... 38
F. Prosedur Penelitian ... 50
G.Teknik Analisis Data ... 53
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 57
2. Sikap Ilmiah Siswa ... 61
3. Perbandingan Hasil KPS dan Sikap Ilmiah Siswa antara Sebelum dan Sesudah Melalui Pemanfaatan Hutan dalam Pembelajaran Biologi Terintegrasi Tipe Connected ... 64
4. Deskripsi Aktivitas Siswa dan Guru ... 65
5. Deskripsi Hasil Wawancara ... 71
B.Pembahasan Hasil Penelitian ... 72
1. Keterampilan Proses Sains Siswa ... 72
2. Sikap Ilmiah Siswa ... 83
3. Perbandingan Hasil KPS dan Sikap Ilmiah Siswa antara Sebelum dan Sesudah Melalui Pemanfaatan Hutan dalam Pembelajaran Biologi Terintegrasi Tipe Connected 90 4. Aktivitas Siswa dan Guru ... 91
5. Wawancara ... 101
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 104
B.Saran ... 105
DAFTAR TABEL
2.1 Kegiatan Guru dan Siswa pada Setiap Fase Siklus Belajar
5E (Learning Cycle 5E) ... 19
2.2 Indikator Keterampilan Proses Sains ... 21
3.1 Desain One-Group Pretest-Posttest ... 37
3.2 Jenis Instrumen Penelitian ... 39
3.3 Pedoman Penskoran Tes Esai Keterampilan Proses Sains .... 40
3.4 Soal Keterampilan Proses Sains ... 41
3.5 Interpretasi Nilai r ... 42
3.6 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Soal KPS ... 42
3.7 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 43
3.8 Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda ... 44
3.9 Rekapitulasi Hasil Uji Daya Pembeda Soal KPS ... 44
3.10 Klasifikasi Tingkat Kesukaran ... 44
3.11 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Soal KPS ... 45
3.12 Kriteria Pemilihan Soal Pilihan Ganda ... 45
3.13 Pedoman Penskoran Pernyataan Skala Sikap Ilmiah ... 47
3.14 Pernyataan Skala Sikap Ilmiah ... 47
3.15 Klasifikasi N-Gain ... 54
3.16 Hasil Uji Normalitas Pretest-Posttest Keterampilan Proses Sains dan Sikap Ilmiah Siswa ... 55
4.1 Uji Hipotesis Keterampilan Proses Sains dan Sikap Ilmiah Siswa ... 64
4.2 Perbandingan Hasil KPS dan Sikap Ilmiah Siswa antara Sebelum dan Sesudah Melalui Pemanfaatan Hutan dalam Pembelajaran Biologi Terintegrasi Tipe connected ... 65
DAFTAR GAMBAR
2.1 Pengintegrasian Kurikulum ... 16 3.1 Bagan Alur Penelitian ... 53 4.1 Perbandingan Rata-rata Skor Pretest-Posttest Keterampilan
Proses Sains Siswa ... 58 4.2 Perbandingan Rata-rata Skor Pretest-Posttest Keterampilan
Proses Sains Siswa Per-Indikator ... 59 4.3 Gain Ternormalisasi Keterampilan Proses Sains
Per-Indikator ... 60 4.4 Perbandingan Rata-rata Skor Pretest-Posttest Sikap Ilmiah ... 61 4.5 Perbandingan Rata-rata Skor Pretest-Posttest Sikap Ilmiah
Per-Indikator ... 62 4.6 Gain Ternormalisasi Sikap Ilmiah Per-Indikator... 63 4.7 Rekapitulasi Kegiatan Siswa pada Pembelajaran Biologi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A: Instrumen Penelitian
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 112
2. Kisi-kisi Soal Keterampilan Proses Sains ... 137
3. Kisi-kisi Skala Sikap Ilmiah ... 160
4. Lembar Kerja Siswa ... 164
5. Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 169
6. Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 170
7. Pedoman Wawancara Guru ... 188
Lampiran B: Data Uji Instrumen Penelitian 1. Reliabilitas Soal Keterampilan Proses Sains ... 189
2. Validitas, Daya Pembeda, dan Tingkat Kesukaran Soal Keterampilan Proses Sains ... 189
3. Reliabilitas Skala Sikap Ilmiah ... 202
4. Validitas Skala Sikap Ilmiah ... 202
Lampiran C: Data Hasil Penelitian 1. Rata-rata Hasil Pretest-Posttest Keterampilan Proses Sains ... 206
2. Perhitungan N-Gain Ternormalisasi Keterampilan Proses Sains ... 210
3. Rata-rata Hasil Pretest-Posttest Skala Sikap Ilmiah ... 211
4. Perhitungan N-Gain Ternormalisasi Skala Sikap Ilmiah ... 215
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Lingkungan belajar yang memiliki potensi untuk menarik perhatian kelima
indera dan dikombinasikan dengan aktivitas fisik, akan membantu perkembangan
otak dan kemampuan siswa dalam memahami makna pembelajaran yang
diikutinya (Johnson, 2011). Menurut Mouly (dalam Trianto, 2009), perubahan
tingkah laku siswa sangat dipengaruhi oleh pengalaman yang didapatkan oleh
siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran. Metode ceramah yang biasa
dipilih oleh guru dalam proses pembelajaran, kurang melibatkan aktivitas fisik
dan membatasi kesempatan siswa untuk menemukan keterkaitan antara
pembelajaran dengan kondisi kesehariannya, sehingga siswa tidak dapat
memaknai pembelajaran dengan baik (Fauzan, 2012).
Menurut Subiantoro (2012), sedikitnya kesempatan bagi siswa untuk
mengembangkan keterampilan, kemampuan berpikir tingkat tinggi, kurang
berinteraksi dengan objek pembelajaran, serta guru yang berfokus pada
penyelesaian materi sesuai dengan target kurikulum, membuat proses
pembelajaran IPA menjadi terabaikan. Pencapaian hasil belajar siswa menjadi
terbatas pada aspek pengetahuan (kognitif), tetapi belum banyak mengalami
pengembangan aspek sensori-motorik, afektif, dan nilai-nilai (value).
Pada hakikatnya IPA terbentuk dari interrelasi antara sikap dan proses
sains, penyelidikan fenomena alam, dan produk keilmuan (Carin dan Sund, 1997).
Berdasarkan studi awal pada penelitian ini, ditemukan juga fenomena
proses sains, dengan alasan kurangnya sarana yang dapat mendukung
pembelajaran yang bertujuan mengembangkan keterampilan siswa.
Dalam pembelajaran biologi, hutan dapat dimanfaatkan untuk menunjang
proses belajar siswa dan menjadi alternatif untuk mengatasi masalah kurangnya
sarana pembelajaran di sekolah, terutama dalam pembahasan tentang
konsep-konsep yang berkaitan dengan lingkungan. Pemanfaatan hutan dalam
pembelajaran merupakan bagian dari usaha guru dalam menciptakan lingkungan
belajar bagi siswa. Menurut Saroni (dalam Asmani, 2011), segala sesuatu yang
berhubungan dengan tempat proses pembelajaran berlangsung, dapat
dikategorikan sebagai lingkungan belajar. Lingkungan yang dimaksud mencakup
lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Pengalaman siswa selama mengikuti pembelajaran yang dilakukan di
lingkungan dapat membantu siswa dalam mengembangkan
keterampilan-keterampilan dalam dirinya, khususnya keterampilan-keterampilan proses sains. Suatu
keterampilan hanya dapat dikembangkan melalui latihan yang melibatkan
aktivitas berpikir dan aktivitas fisik (Johnson, 2011). Siswa juga akan mengalami
perubahan sikap setelah mendapatkan pengalaman melalui suatu proses
pembelajaran dan sikap yang positif terhadap pembelajaran akan mempengaruhi
hasil pembelajarannya (Slameto, 2010).
Keterkaitan yang jelas antara materi yang sedang dipelajari siswa dengan
kondisi kesehariannya, akan membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna dan
melekat dalam ingatan siswa (Johnson, 2011). Pembelajaran materi lingkungan
dengan memanfaatkan hutan sebagai sumber belajar, diharapkan dapat membantu
keterampilan siswa yang menyentuh, menghimpun dan menemukan sendiri
pengetahuan atau suatu konsep, lebih baik dibandingkan siswa yang hanya
menonton, mendengar, dan menyerap informasi, baik dari televisi, komputer,
maupun pembelajaran di kelas (Johnson, 2011).
Untuk membuat pembelajaran lebih bermakna, maka perlu ditentukan
suatu rencana pembelajaran dengan model yang tepat. Menurut Trianto (2009),
guru perlu memilih model pembelajaran atau pendekatan yang disesuaikan
dengan materi yang akan diajarkan dan juga tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai, salah satunya adalah dengan menerapkan pendekatan terpadu. Melalui
pendekatan terpadu ini, guru dapat membantu siswa untuk melihat adanya
keterkaitan yang di antara berbagai materi biologi dengan lingkungan di sekitar
siswa.
Beberapa sekolah di kecamatan Krayan, mempunyai kondisi lingkungan
yang baik dan dapat dipergunakan sebagai sumber pembelajaran. SMAN 1
Krayan adalah salah satu sekolah yang di bagian belakang dari bangunan
sekolahnya terdapat hutan yang masih cukup alami. Selain hutan, di sekitar
sekolah juga terdapat kebun dan sawah milik warga, sehingga guru dapat
memanfaatkan lingkungan tersebut untuk mengembangkan keterampilan proses
sains siswa, melakukan kegiatan pengamatan dan mengajarkan materi yang
berkaitan dengan lingkungan. Akan tetapi, guru belum melakukannya,
dikarenakan adanya kendala waktu dan kesulitan-kesulitan lain yang dialami guru
pada saat membawa siswa belajar di luar kelas, seperti adanya siswa yang tidak
Pada hutan yang terdapat di belakang SMAN 1 Krayan masih terdapat
pohon yang dikenal warga lokal dengan nama kayu Belaban (kualitasnya
setingkat Meranti), beberapa jenis paku-pakuan, rotan, pandan-pandanan dan
semak-semak. Serangga dan burung-burung kecil juga dapat ditemukan di sana.
Hutan ini dapat dimanfaatkan dalam mengajarkan materi keanekaragaman hayati,
ekosistem, dan pencemaran lingkungan, khususnya untuk membuat siswa lebih
memahami pentingnya menjaga kelestarian dan keseimbangan ekosistem ditengah
pesatnya pembangunan yang terjadi di daerah sekitarnya.
Penambangan batu dan pasir, ladang berpindah, pembakaran lahan hutan,
penebangan pohon dan perburuan binatang, merupakan sebagian kecil masalah
lingkungan yang terjadi di kecamatan Krayan. Ketidakpedulian masyarakat
terhadap lingkungan, membuat penurunan kualitas lingkungan semakin cepat
terjadi, sehingga penting bagi guru untuk memberi pemahaman kepada siswa
mengenai prilaku bijak dalam memperlakukan lingkungan, salah satunya melalui
pembelajaran biologi di sekolah.
Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan sebelumnya, untuk
memberikan pemahaman yang bermakna bagi siswa, perlu dilakukan
pembelajaran yang mengaitkan antara teori dengan kondisi keseharian siswa dan
memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan aktivitas fisik yang
membuat pemahaman tersebut melekat dengan baik di dalam ingatan siswa.
Pembelajaran terpadu dengan memanfaatkan hutan sebagai sumber belajar
diharapkan mampu menjadi salah satu upaya dari guru untuk memberikan
pengamatan di lingkungan juga diharapkan dapat meningkatkan keterampilan
proses sains dan sikap ilmiah siswa.
Keterampilan proses sains merupakan keterampilan yang harus dimiliki
oleh siswa sebagai modal dasarnya dalam mempelajari sains (Mahmuddin, 2010).
Bloser (dalam Mahmuddin, 2010), berpendapat bahwa sikap ilmiah dapat
dikembangkan melalui keterampilan proses sains. Menurut Trihastuti (dalam
Mahmuddin, 2010), keterampilan proses sains yang dielaborasikan dalam
pembelajaran sains dapat melibatkan berbagai keterampilan baik yang bersifat
intelektual, manual maupun sosial. Dengan terbentuknya produk pengetahuan
melalui proses kerja ilmiah ini, maka terbentuklah sikap-sikap ilmiah. Sikap
ilmiah ini penting untuk menjaga kemurnian pengetahuan dan kesinambungan
dalam perkembangannya.
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, maka dirasa perlu
untuk melakukan suatu penelitian mengenai pembelajaran yang memanfaatkan
lingkungan di sekitar siswa untuk membantu siswa memahami keterkaitan antara
materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-harinya. Pembelajaran tersebut
juga diharapkan dapat mengembangkan keterampilan proses sains dan sikap
ilmiah siswa setelah mendapatkan pengalaman berinteraksi dengan
lingkungannya. Oleh karena itu, dilakukan penelitian berjudul : “Pemanfaatan
Hutan Melalui Pembelajaran Biologi Terintegrasi Tipe connected Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Dan Sikap Ilmiah Siswa SMA.” B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka rumusan
proses sains dan sikap ilmiah siswa SMA kelas X melalui pemanfaatan hutan
dalam pembelajaran biologi terintegrasi tipe connected?”
Agar penelitian dapat dilakukan lebih terarah, maka rumusan masalah di
atas dijabarkan menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1) Bagaimanakah peningkatan keterampilan proses sains siswa SMA kelas X
melalui pemanfaatan hutan dalam pembelajaran biologi terintegrasi tipe
connected?
2) Bagaimanakah peningkatan sikap ilmiah siswa SMA kelas X melalui
pemanfaatan hutan dalam pembelajaran biologi terintegrasi tipe connected?
3) Bagaimanakah perbedaan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa
SMA kelas X antara sebelum dan sesudah melalui pemanfaatan hutan dalam
pembelajaran biologi terintegrasi tipe connected?
4) Bagaimanakah aktivitas siswa dan guru pada kegiatan pemanfaatan hutan
melalui pembelajaran biologi terintegrasi tipe connected?
5) Bagaimanakah tanggapan guru terhadap pemanfaatan hutan melalui
pembelajaran biologi terintegrasi tipe connected?
C. Pembatasan Masalah
Masalah penelitian dibatasi pada kajian berikut ini:
1) Pembelajaran biologi menggunakan pendekatan terintegrasi tipe connected
menghubungkan 3 (tiga) materi yang ada pada mata pelajaran biologi. Materi
dipadukan dari beberapa kompetensi dasar pada semester 2 (dua) yang
mempunyai keterkaitan antara satu sama lain. Materi tersebut yaitu; a).
keanekaragaman hayati, b). Ekosistem, dan c). Pencemaran dan pelestarian
lingkungan. Tipe connected merupakan salah satu model pengintegrasian
kurikulum yang mengaitkan materi-materi pada satu mata pelajaran dari
jenjang yang sama. Connected atau keterhubungan yang mengaitkan
materi-materi ini adalah mengenai aktivitas manusia dapat berpengaruh terhadap
keanekaragaman hayati, keseimbangan ekosistem, dan pencemaran
lingkungan. Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan model
pembelajaran siklus belajar 5E (engagement, exploration, explanation,
elaboration, dan evaluate).
2) Keterampilan proses sains siswa dalam penelitian ini adalah keterampilan
proses sains yang dikemukakan oleh Rustaman (2005). Kegiatan yang
dirancang pada pembelajaran biologi terintegrasi dengan memanfaatkan hutan,
dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan proses sains dengan
indikator kemampuan dalam melakukan pengamatan (observasi), menafsirkan
pengamatan (interpretasi), berkomunikasi, meramalkan, klasifikasi,
mengajukan pertanyaan dan menerapkan konsep atau prinsip.
3) Sikap ilmiah siswa dalam penelitian ini adalah sikap yang ditunjukkan siswa
pada proses pembelajaran dengan indikator-indikator berikut: memupuk rasa
ingin tahu, mau menerima perbedaan, mengutamakan bukti, menjadi
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah
dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah menerapkan pembelajaran
biologi terintegrasi tipe connected dengan memanfaatkan hutan untuk
meningkatkan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa SMA kelas X,
serta mengidentifikasi keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran dan
tanggapan guru terhadap pembelajaran.
E. Manfaat Penelitian
1) Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi siswa untuk meningkatkan
keterampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa.
2) Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi guru untuk membangkitkan
semangat dan kreativitas guru dalam melakukan inovasi untuk mengajarkan
materi-materi biologi, serta meningkatkan pemanfaatan lingkungan sekitar
dalam pembelajaran biologi, sehingga tujuan pembelajaran biologi dapat
tercapai.
3) Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan hutan atau
lingkungan dalam proses pembelajaran.
F. Asumsi
1. Penggunaan hutan, taman, dan pusat lingkungan belajar lainnya yang terdapat
lingkungannya, membangun keterampilan sains dan kepedulian siswa
terhadap lingkungan (Lord dan Travis, 2011).
2. Keterkaitan antara ilmu pengetahuan dengan keseharian siswa, kesempatan
untuk mengerjakan tugas-tugas yang menarik minat serta melibatkan aktivitas
fisik, akan membantu siswa untuk menemukan makna dari pembelajaran
yang diikutinya (Johnson, 2011).
3. Kegiatan praktikum dapat meningkatkan keterampilan proses sains,
kemampuan memecahkan masalah, minat dan sikap siswa terhadap sains
(Feyzioglu, 2009)
G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah
dikemukakan, maka hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah : “terdapat
perbedaan signifikan pada keterampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa antara
sebelum dan sesudah melalui pemanfaatan hutan dalam pembelajaran biologi
BAB II
PEMANFAATAN HUTAN DAN PEMBELAJARAN TERINTEGRASI
A. Hutan sebagai Sumber Pengajaran
Vygotsky (Muijs & Reynolds, 2008), menyatakan bahwa pengetahuan
didapatkan melalui interaksi dengan lingkungan dan orang-orang yang ada di
lingkungan tersebut. Interaksi dengan lingkungan memberikan pengalaman pada
seseorang, serta membantu meningkatkan pengetahuannya. Lingkungan yang
nyaman, aman, dan tenang, akan membantu berjalannya proses pembelajaran
yang baik (Cowley, 2011). Di sekolah, guru perlu membangun suatu lingkungan
belajar yang memberi kenyamanan pada siswa, agar siswa fokus terhadap proses
pembelajaran dan bersikap positif dalam belajar. Lingkungan belajar mempunyai
peran besar dalam menumbuhkan kesadaran belajar dan meningkatkan kualitas
belajar yang berlangsung.
Menurut Saroni (Asmani, 2011), segala sesuatu yang berhubungan dengan
tempat proses pembelajaran berlangsung, dapat dikategorikan sebagai lingkungan
belajar. Lingkungan yang dimaksud mencakup lingkungan fisik dan lingkungan
sosial. Lingkungan yang ada di sekitar siswa belajar, berupa sarana fisik, yang
terdapat di dalam sekolah maupun di sekitar sekolah, termasuk masyarakat,
dikategorikan sebagai lingkungan fisik. Sedangkan lingkungan sosial merupakan
segala sesuatu yang berhubungan dengan pola interaksi antarpersonil yang
terdapat di lingkungan sekolah secara umum (Asmani, 2011). Penggunaan
lingkungan sebagai sumber pengajaran dan menghubungkannya dengan materi
siswa mempelajari kondisi sebenarnya yang terdapat di luar kelas (Sudjana &
Rivai, 2010).
Kegiatan mempelajari lingkungan dalam proses belajar memberikan
keuntungan sebagai berikut (Sudjana & Rivai, 2010): a). Meningkatnya motivasi
belajar siswa karena dilakukannya kegiatan yang lebih menarik bagi siswa. b).
Situasi dan keadaan yang sebenarnya atau bersifat alami di lingkungan membuat
pembelajaran yang dialami siswa menjadi jauh lebih bermakna. c). Lebih banyak
bahan yang dapat dipelajari yang kondisinya jauh lebih faktual, sehingga
kebenarannya lebih akurat. d). Kegiatan belajar menjadi lebih komprehensif dan
siswa dapat terlibat lebih aktif dalam pembelajaran, sebab pembelajaran yang
memanfaatkan lingkungan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti
mengamati, bertanya atau wawancara, membuktikan atau mendemonstrasikan,
menguji fakta, dan lain-lain. e). Lebih banyak sumber belajar yang dapat
dimanfaatkan sebab siswa dapat mempelajari lingkungan yang beraneka ragam
seperti lingkungan sosial, lingkungan alam, lingkungan buatan dan lain-lain. f).
Pemanfaatan lingkungan memberi kesempatan pada siswa untuk memahami
kondisi lingkungan dan memupuk rasa cinta terhadap lingkungannya.
DIKTI (dalam Uno & Mohamad, 2011) mengemukakan bahwa anak-anak
usia muda sangat baik diajak untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi
penurunan kualitas lingkungan hidup. Penanaman pemahaman dan kesadaran
tentang pentingnya menjaga kelestarian kualitas lingkungan sangat baik apabila
mulai diterapkan melalui pendidikan pada anak. Optimalisasi pemanfaatan
lingkungan dalam pembelajaran perlu dilakukan. Berbagai bidang studi yang
untuk mempelajari materi-materi biologi, karena karakteristik materi biologi yang
sangat berkaitan dengan lingkungan dan kehidupan manusia.
Penggunaan lingkungan sebagai sumber atau media belajar juga memiliki
beberapa kelemahan, hal ini berkaitan pada teknis pengaturan waktu dan kegiatan
belajar (Sudjana & Rivai, 2010). Kelemahan tersebut antara lain : a). Kurangnya
persiapan untuk kegiatan belajar membuat siswa tidak memahami dengan benar
tentang hal apa yang seharusnya dikerjakan, sehingga terdapat kesan bahwa siswa
hanya bermain-main. b). Guru dan siswa menganggap bahwa kegiatan lapangan
membutuhkan waktu yang lebih banyak dibandingkan kegiatan pembelajaran di
kelas. c). Bahkan beberapa guru masih menganggap bahwa kegitan belajar hanya
terjadi di dalam kelas.
Sebelum melakukan pembelajaran di luar kelas, menurut Cowley (2011)
terdapat beberapa hal yang perlu disepakati oleh guru dan siswa, diantaranya
adalah : a). Guru menginformasikan tentang peraturan yang harus dipatuhi siswa
selama melakukan pembelajaran di luar kelas, beserta sanksi jika siswa
melakukan pelanggaran. b). Menyepakati bentuk-bentuk perintah dari guru yang
perlu diperhatikan oleh siswa, sehingga guru tidak perlu berteriak ketika akan
memberikan perintah. c). Perjanjian guru dengan siswa tentang penghentian
proses pembelajaran di lapangan jika ada siswa yang melakukan hal-hal
berbahaya atau menimbulkan keonaran saat pembelajaran sedang berlangsung.
d). Guru mengecek jumlah siswa saat memulai pembelajaran, selama
pembelajaran berlangsung, dan saat akan mengakhiri pembelajaran atau sebelum
Hasil penelitian yang dilakukan tentang pembelajaran di luar kelas di
Inggris dan beberapa tempat lain antara tahun 1993 dan 2003 (Dillon et al, 2006)
menunjukkan bahwa pembelajaran di luar kelas memberikan dampak yang baik
pada diri siswa. Agar berlangsung dengan efektif, pembelajaran yang dilakukan
di luar kelas perlu direncanakan dengan matang, dilaksanakan, dan
ditindaklanjuti kembali di sekolah atau di dalam kelas. Sejalan dengan hal ini,
Office for Standards in Education (2008) juga melaporkan temuan tentang
pembelajaran di luar kelas, salah satunya yaitu :
“When planned and implemented well, learning outside the classroom contributed significantly to raising standards and improving pupils personal, social and emotional development”
Berdasarkan temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa guru perlu
membuat persiapan yang baik dan benar sebelum melakukan pembelajaran
dengan memanfaatkan lingkungan di luar kelas. Guru juga bertugas memahamkan
siswa tentang kegiatan yang akan dilakukan. Jika siswa memahami apa yang akan
dilakukan dan memahami manfaat dari kegiatan tersebut, maka diharapkan akan
terdapat peningkatan pada diri siswa dalam pengembangan kepribadian, sosial
maupun emosionalnya. Pembelajaran semacam ini dilakukan untuk
menghubungkan materi-materi yang telah diatur dalam kurikulum dengan
pembentukkan kepribadian siswa dan pengenalan terhadap lingkungan sekitarnya.
Belajar merupakan sarana bagi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan
dalam dirinya (Muijs & Reynolds, 2008). Hal ini menjadi dasar bagi guru untuk
membangun suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa terlibat secara aktif,
serta mampu melakukan eksplorasi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
mengenai konsep tersebut. Guru membutuhkan cara mengajar yang berbeda
untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang berbeda.
Weaver (dalam Childcare Resource and Research Unit, 2008) berpendapat
bahwa lingkungan alami yang terdapat di sekitar siswa jika dimanfaatkan dengan
benar akan menjadi tempat bagi siswa untuk melakukan investigasi, eksplorasi
dan interaksi sosialnya. Hutan atau bagian lain dari lingkungan alami dapat
dijadikan ruang kelas bagi siswa, untuk melakukan penjelajahan di dunia
sekitarnya (CRRU, 2008). Oleh karena itu, untuk melangsungkan pembelajaran
khususnya yang berhubungan dengan lingkungan, guru perlu memanfaatkan
lingkungan sekitar siswa. Salah satu lingkungan yang dapat dimanfaatkan adalah
hutan yang terdapat di dekat lingkungan sekolah.
B. Pendekatan Terintegrasi Tipe connected (Keterhubungan)
Pendekatan terintegrasi (terpadu) adalah pendekatan dalam pembelajaran
yang dalam pembahasan materinya meliputi atau saling mengaitkan berbagai
bidang studi atau mata pelajaran secara terpadu dalam suatu fokus tertentu
(Kurniawan, 2011). Pendekatan terintegrasi dimaksudkan untuk
mengorganisasikan isi maupun cara pengemasan materi pembelajaran, sehingga
lebih efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan pembelajaran tersebut. Menurut
Tyler (dalam Kurniawan, 2011), pendekatan terintegrasi merupakan hubungan
horizontal pengalaman belajar/ materi pelajaran yang terdapat pada satu level.
Taba (dalam Kurniawan, 2011), menambahkan bahwa pada pendekatan
terintegrasi terdapat penyatuan materi-materi ke dalam sistem pengetahuan atau
Menurut Kurniawan (2011), dalam suatu pembelajaran dengan pendekatan
terintegrasi, pembahasan materi difokuskan pada topik tertentu, dan ditinjau dari
berbagai sudut pandang mata pelajaran atau bidang studi yang ada, yang
dianggap sesuai atau perlu untuk memperjelas topik yang akan dibahas. Dengan
dilakukannya pendekatan terintegrasi, kegiatan pembelajaran akan menjadi lebih
dinamis dan menarik. Selain itu, dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dan
dapat meningkatkan kreativitas mengajar guru serta dapat lebih menghemat
waktu, karena guru memadukan beberapa unsur materi dalam satu paket kegiatan
belajar.
Berikut ini klasifikasi dan tipe-tipe integrasi yang menggambarkan
keragaman pandangan tentang cara pengintegrasian kurikulum menurut Fogarty
(1991) : a). Integrasi dalam satu disiplin/ mata pelajaran, terdiri dari tiga tipe
yaitu ; Fragmented, Connected, dan Nested. b). Integrasi lintas disiplin, terdiri
dari lima tipe yaitu ; Sequenced, Shared, Webbed, Threaded, dan Integrated. c).
Integrasi inter dan antar (internal) siswa, yaitu integrasi yang terjadi secara
internal di dalam diri siswa. Suatu proses integrasi yang bukan hasil rekayasa
eksternal, akan tetapi karena proaktif siswa berdasarkan orientasi yang ingin
Gambar 2.1. Pengintegrasian Kurikulum Menurut Fogarty (1991) Pada penelitian ini, yang digunakan adalah tipe connected
(keterhubungan). Dalam suatu mata pelajaran terdapat isi mata pelajaran yang
mempunyai keterkaitan satu sama lain. Misalnya topik dengan topik, konsep
dengan konsep, dan ide-ide yang berhubungan (Fogarty, 1991). Begitu pula antar
mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya. Keterkaitan tersebut bisa
dimunculkan oleh guru, baik secara spontan atau direncanakan terlebih dahulu
sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan efektif.
Tipe connected dianggap cocok untuk dilakukan pada penelitian ini,
karena sebelumnya siswa belum mendapatkan pembelajaran terintegrasi,
sehingga tipe connected ini menjadi upaya awal untuk mengadakan integrasi
pada tingkat selanjutnya yang lebih kompleks dan rumit. Tipe connected
diterapkan pada penelitian ini karena pembelajaran ditujukan untuk membantu
memadukan materi-materi yang terdapat pada satu mata pelajaran akan menjadi
modal penting bagi guru untuk membuat hubungan antar mata pelajaran, yang
mungkin melibatkan guru-guru lain pemegang mata pelajaran berbeda
(Kurniawan, 2011).
Fatoni (2010) mengemukakan beberapa keuntungan dan kelemahan dari
tipe connected ini, diantaranya yaitu : tipe connected ini memberikan
keuntungan berupa munculnya hubungan antar ide-ide dalam satu mata pelajaran,
sehingga siswa akan memperoleh gambaran yang lebih jelas dan luas dari konsep
yang dijelaskan, serta siswa juga berkesempatan untuk melakukan pendalaman,
peninjauan, juga memperbaiki dan mengasimilasi gagasan-gagasannya secara
bertahap. Kelemahan dalam model ini yaitu belum menggabungkan
bidang-bidang pengembangan/mata pelajaran lain, sehingga belum dapat memberikan
gambaran yang menyeluruh tentang konsep atau materi yang sedang dipelajari.
Pendekatan terintegrasi dirancang dengan siswa sebagai pusat
pembelajaran dan mengaitkan antara materi pembelajaran dengan kondisi
lingkungan yang terdapat di sekitar siswa. Menurut Barab dan Linda (Jhonson,
2011), pembelajaran terintegrasi akan membantu siswa untuk menemukan makna
dari pembelajaran, memudahkan untuk mengingat pelajaran, dan meningkatkan
kecerdasan siswa. Untuk mengoptimalkan penggunaan pendekatan terintegrasi
tipe connected, pada penelitian ini penerapannya dilakukan di luar kelas yaitu
dengan memanfaatkan hutan yang terdapat di dekat lingkungan sekolah dan
menggunakan model siklus belajar pada pelaksanaan kegiatan pembelajarannya.
Tipe connected merupakan model pengintegrasian kurikulum atau memadukan
belajar merupakan salah satu model pembelajaran yang mengikuti
langkah-langkah tertentu dalam pelaksanaannya.
C. Model Siklus Belajar 5E
Slavin (dalam Trianto, 2007), menyatakan bahwa siswa harus berusaha
memecahkan permasalahan yang ditemuinya, menemukan sesuatu untuk dirinya,
juga mengusahakan terwujudnya gagasan-gagasan yang dimilikinya. Berdasarkan
pemikiran ini, peran guru dalam proses pembelajaran adalah sebagai fasilitator
yang membantu siswa untuk mencapai pemahamannya sendiri tentang sesuatu.
Siswa dilatih menggunakan seluruh inderanya untuk berinteraksi dengan objek
dan lingkungannya. Siswa belajar dengan cara melihat, menjamah, mencium,
serta merasakan objek yang sedang dipelajarinya atau dapat dikatakan juga
bahwa siswa belajar dari pengalaman dirinya sendiri hingga siswa mencapai
pemahamannya (Trianto, 2007). Salah satu model pembelajaran yang dapat
memfasilitasi siswa membangun pemahamannya adalah siklus belajar yang
dikemukakan oleh Lawson (dalam Dahar, 2011).
Model siklus belajar mempunyai tiga fase (Dahar, 2011), yaitu : a). Fase
eksplorasi, siswa belajar melalui tindakan-tindakan dan reaksi-reaksi mereka
sendiri dalam suatu situasi baru. Biasanya siswa menyelidiki suatu fenomena
baru yang akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang belum dapat
dipecahkan oleh siswa. b). Fase pengenalan istilah, biasanya dimulai dengan
pengenalan suatu istilah atau istilah baru yang digunakan untuk menamai pola
yang ditemukan selama eksplorasi. c). Fase aplikasi konsep, pada fase ini siswa
penelitian ini kegiatan pembelajaran dilakukan di dalam kelas dan di kawasan
hutan yang ada di dekat sekolah, serta model siklus belajar yang digunakan
adalah model siklus 5E dengan langkah kegiatan sebagai berikut :
Tabel 2.1. Kegiatan yang dilakukan guru dan siswa pada setiap fase dari 5E Learning Cycle (Siklus Belajar) (Biological Science Curriculum
Studies, 1995)
Fase 5E Kegiatan yang
Disarankan
Kegiatan Guru Kegiatan siswa
Engagement (Keterlibatan ) Demonstrasi Membaca Menulis bebas Menganalisis sebuah grafik Brainstorming Memunculkan masalah Mengajukan pertanyaan
Membangkitkan rasa ingin tahu
Memunculkan pengetahuan/konsep yang belum diketahui siswa Menimbulkan keraguan Mengevaluasi pengetahuan sebelumnya
Mengingat pengetahuan sebelumnya
Merasa tertarik
Meragukan pengalaman sebelumnya
Mengajukan pertanyaan Mengidentifikasi masalah untuk merumuskan solusi dan keputusan
Exploration (Eksplorasi)
Menampilkan sebuah kasus (investigasi) Membaca sumber yang autentik untuk mengumpulkan informasi Memecahkan masalah Membangun sebuah model
Mendorong siswa untuk bekerja sama tanpa instruksi langsung dari guru Mengamati dan mendengarkan
interaksi siswa Menanyakan
pertanyaan pengarah untuk mengarahkan investigasi siswa ketika dibutuhkan Menyediakan waktu untuk siswa dalam penyusunan masalah
Membuat hipotesis dan prediksi
Mengeksplorasi
lingkungan dan mengkaji literatur Merancang dan merencanakan kegiatan Mengumpulkan data Membangun model Memberikan pertimbangan Mengevaluasi kinerja
Fase 5E Kegiatan yang
Disarankan
Kegiatan Guru Kegiatan siswa
Explanation (Penjelasan)
Menganalisis dan menjelaskan Memperkuat ide-ide dengan bukti Membuat pertanyan terstruktur
Mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dan mendefinisikan
menurut bahasa mereka sendiri
Meminta bukti
Menjelaskan
kemungkinan jawaban atau solusi kepada siswa lain
Membaca dan diskusi Penjelasan guru Aktivitas kemampuan berpikir: membandingkan mengklasifikasi kan, menganalisis kesalahan
penguatan dan klarifikasi dari siswa Menyediakan definisi, penjelasan, label baru secara formal
Menggunakan
pengalaman siswa sebagai landasan (dasar) untuk menjelaskan konsep
terhadap penjelasan dari siswa lain
Mendengarkan dan mencoba penjelasan yang ditawarkan guru Merujuk pada aktivitas sebelumnya
Menggunakan catatan observasi dalam penjelasan Elaboration (Elaborasi) Pemecahan masalah Pengambilan keputusan
Inkuiri secara eksperimen Aktivitas kemampuan berpikir: membandingkan mengklasifikasi-kan, menerapkan
Menuntut siswa untuk menggunakan label formal, definisi dan penjelasan yang telah dikembangkan
sebelumnya.
Mendorong siswa untuk menerapkan atau mengembangkan konsep dan kemampuan pada situasi baru
Mengingatkan siswa pada penjelasan alternatif
Mengarahkan siswa pada data dan bukti yang telah ada diajukan pertanyaan, apa yang telah kalian ketahui? Mengapa kamu berpikir …?
Menerapkan label baru, definisi, penjelasan, dan kemampuan di situasi baru yang serupa Menggunakan informasi sebelumnya untuk mengajukan pertanyaan, merumuskan
pemecahan, membuat keputusan, dan merancang eksperimen Membuat kesimpulan
yang dapat
dipertanggungjawabkan berdasarkan bukti Mencatat observasi dan penjelasan
Bertukar pikiran sesama siswa Evaluate (Evaluasi) Mengembangkan rubrik penyekoran Tes Asesmen kinerja Menghasilkan sebuah produk Masukan jurnal Portofolio
Mengamati siswa dalam menerapkan konsep dan kemampuan baru Menilai pengetahuan dan/atau kemampuan siswa
Melihat bukti perubahan pemikiran siswa atau tingkah laku
Mengizinkan siswa untuk menilai belajar mereka sendiri
Menanyakan
pertanyaan berujung terbuka, seperti: mengapa kamu pikir …? Apa bukti yang kamu punya? Apa
Menjawab pertanyaan berujung terbuka dengan observasi, bukti dan eksplanasi sebelumnya yang diterima.
Mendemonstrasikan suatu pemahaman konsep atau keterampilan
Mengevaluasi kemajuan dan pengetahuannya sendiri
Mengajukan pertanyaan yang berkaitan yang akan mendorong penyelidikan
yang kamu ketahui tentang X? Bagaimana
kamu akan
menjelaskan X?
D. Keterampilan Proses Sains
Pembentukkan sikap ilmiah siswa dapat dikembangkan melalui
keterampilan proses sains. Hasil penelitian oleh Patrick (2010), menyatakan
bahwa pembelajaran yang dilakukan di lapangan, telah terbukti efektif dalam
mengembangkan keterampilan proses sains siswa. Keterampilan proses yang
dimaksud merupakan pembelajaran yang diorientasikan kepada proses IPA.
Keterampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau acuan pengembangan
keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari
kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya ada pada diri peserta
didik. Berdasarkan arti tersebut keterampilan proses dapat dimaksudkan untuk
mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Berikut ini
adalah indikator-indikator dalam keterampilan proses sains menurut Mechling
et.al (1994) :
Tabel 2.2. Indikator-indikator Keterampilan Proses Sains (Mechling et.al, 1994)
KPS Indikator
Mengamati (Observasi)
a. Mengamati benda atau peristiwa dengan menggunakan sebanyak mungkin indera
b. Mengidentifikasi sifat suatu objek, yaitu bentuk, warna, ukuran dan tekstur.
c. Menggunakan kaca pembesar, mikroskop, termometer, untuk mengamati benda-benda dan peristiwa
d. Mengumpulkan atau menggunakan fakta yang relevan Menafsirkan
(Interpretasi)
c. Menyimpulkan hasil pengamatan Mengelompok
kan
(Klasifikasi)
a. Mencatat setiap pengamatan secara terpisah b. Mencari perbedaan dan persamaan
c. Membangun dan menggunakan sistem klasifikasi Menyimpulkan a. Membuat penjelasan berdasarkan hasil pengamatan
b. Membedakan antara observasi dan kesimpulan Meramalkan
(Prediksi)
a. Menggunakan pola-pola hasil pengamatan
b. Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati
Mengukur a. Mengukur volume, massa, berat badan, suhu, luas, panjang dan waktu dengan menggunakan alat ukur yang sesuai
b. Mengukur benda atau peristiwa dengan menggunakan satuan standar umum
Mengajukan pertanyaan
a. Bertanya apa, mengapa, dan bagaimana b. Bertanya untuk meminta penjelasan
c. Mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis
Berhipotesis a. Mengetahui adanya lebih dari satu kemungkinan penjelasan dari satu kejadian
b. Menyadari bahwa perlu melakukan pengujian terhadap penjelasan yang ada, serta mengumpulkan lebih banyak bukti untuk memecahkan masalah
Merencanakan percobaan/pene litian
a. Menentukan alat/bahan/ sumber yang akan digunakan b. Menentukan variabel atau faktor penentu
c. Menentukan apa yang akan diukur, diamati, dan dicatat
d. Menentukan apa yang akan dilaksanakan atau membuat langkah-langkah kerja
Menggunakan alat/bahan
a. Memakai alat dan bahan
b. Mengetahui alasan penggunaan alat dan bahan c. Memahami cara penggunaan alat dan bahan Menerapkan
konsep
a. Menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru b. Menjelaskan hal yang baru terjadi menggunakan konsep yang
telah ada
Berkomunikasi a. Memberikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik, tabel atau diagram
b. Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis c. Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian secara lisan d. Membaca grafik, tabel, atau diagram
KPS Indikator
Berkomunikasi e. Mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa f. Mengubah bentuk penyajian data
Mengggunakan ruang/
hubungan
a. Menggambarkan posisi objek dalam hubungannya dengan objek lain
b. Menggambarkan gerak, arah, tata ruang, maupun bentuk suatu objek dibandingkan dengan objek lainnya
Definisi operasional
a. Memberi definisi pada suatu objek atau peristiwa bedasarkan karakteristik yang diamati
Pengembangan seluruh indikator keterampilan proses sains melalui sekali
memungkinkan, sehingga perlu dibuat rancangan pembelajaran yang disesuaikan
juga dengan usia siswa (Ango, 2002). Setiap fase pada kegiatan pembelajaran
dengan model siklus belajar 5E yang diterapkan pada penelitian ini, dapat
mengembangkan 7 indikator keterampilan proses sains. 7 indikator tersebut
termasuk keterampilan dasar sains (Ango, 2002) dan berikut ini deskripsi
mengenai indikator-indikator keterampilan proses sains tersebut:
a. Melakukan observasi
Keterampilan ini mengutamakan penggunaan sistem indera yang terdapat
pada diri setiap individu. Semua indera dipergunakan saat melakukan
pengamatan. Fakta yang ditemukan oleh siswa dari hasil pengamatannya
dipergunakan untuk memahami atau menemukan suatu konsep. Keterampilan ini
termasuk dalam keterampilan ilmiah dasar.
b. Menafsirkan pengamatan
Siswa mencatat hasil observasi yang telah didapatkan. Latihan
memindahkan hasil observasi menjadi catatan-catatan yang dapat ditafsirkan dan
menemukan pola dari data-data hasil pengamatan merupakan bagian dari
pelatihan untuk mengembangkan keterampilan interpretasi.
c. Mengelompokkan
Keterampilan ini merupakan keterampilan siswa dalam menemukan
perbedaan atau kesamaan dari suatu objek yang diobservasi. Siswa juga dilatih
untuk memiliki keterampilan dalam membandingkan satu objek dengan objek
lainnya, mengontrol ciri-ciri dari setiap objek, serta menemukan dasar
penggolongan atau pengelompokkannya.
Keterampilan proses meramalkan ini merupakan keterampilan siswa
dalam membaca kecenderungan atau pola yang sudah ada dari suatu objek
pengamatan, dan kemudian siswa dapat mengajukan perkiraan tentang sesuatu
yang belum terjadi berdasarkan fakta yang ada.
e. Mengajukan pertanyaan
Keterampilan ini dapat diperoleh siswa melalui pengajuan pertanyaan
tentang apa, bagaimana, mengapa, meminta penjelasan atau menanyakan tentang
latar belakang dari suatu hipotesis.
f. Menerapkan konsep atau prinsip
Keterampilan dalam menerapkan konsep dan prinsip ini menjelaskan
peristiwa baru dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki dan menerapkan
konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru.
g. Berkomunikasi
Keterampilan proses yang dikembangkan juga pada diri siswa adalah
keterampilan berkomunikasi. Komunikasi yang dimaksud merupakan
kemampuan siswa dalam membaca data-data hasil pengamatan, baik berupa
grafik, tabel, maupun diagram. Selain itu, siswa juga berlatih menjelaskan hasil
pengamatan atau percobaan, mengubah data empiris ke dalam bentuk grafik,
tabel, atau diagram, menyusun dan menyampaikan laporan hasil pengamatan
dengan sistematis dan jelas.
E. Sikap Ilmiah
Sikap merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar
reaksi dari individu terhadap situasi yang dihadapinya dan menentukan tujuan
yang ingin dicapai oleh individu tersebut dalam hidupnya. Sikap seseorang
terhadap sesuatu selalu disertai oleh perasaan positif atau negatif (Slameto,
2010). Jika suatu hal dianggap memiliki nilai dan manfaat bagi kehidupannya,
maka sikap positiflah yang akan muncul dan individu tersebut cenderung akan
menerima objek sikap tersebut. Sedangkan bila tidak dirasakan adanya suatu
manfaat, maka sikap negatif yang akan muncul dan terjadi penolakan pada diri
individu terhadap objek sikap.
Berdasarkan teori belajar Gagne (dalam Dahar, 2011), sikap merupakan
pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang
terhadap benda, kejadian-kejadian, atau makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu,
guru perlu memberikan informasi pada siswa mengenai manfaat dari
pembelajaran yang mereka lakukan bagi diri siswa, sehingga siswa dapat
memunculkan sikap positifnya dalam mengikuti pembelajaran. Secord dan
Backman (dalam Azwar, 2011) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu
dalam hal perasaaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan
(konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Berdasarkan
beberapa definisi tentang sikap, maka dapat disimpulkan bahwa interaksi dari
komponen afektif, kognitif, dan konatif pada diri suatu individu akan
menimbulkan kecenderungan pada individu tersebut untuk memahami suatu
objek, merasakannya, memberikan reaksi dan berperilaku terhadap objek
tersebut.
Guru dapat mempengaruhi sikap siswa melalui proses pembelajaran,
digunakan oleh guru untuk mengubah sikap siswa, antara lain (Slameto, 2010) :
a). Mengubah pemikiran (kognisi) individu yang bersangkutan, dengan
memberikan informasi-informasi yang dapat memperluas pemikirannya, sehingga
hal ini mempengaruhi komponen afektif dan konatifnya. b). Memberi kesempatan
pada individu untuk melakukan kontak langsung terhadap objek sikap, dan c)
Menuntut individu untuk menampilkan tingkah laku-tingkah laku baru yang
berbeda dengan sikap yang sudah ada. Setiap individu telah memiliki sikap awal
dan kemungkinan akan melakukan penolakan terhadap hal-hal baru yang dapat
mempengaruhi sikapnya. Namun, perubahan-perubahan terhadap sikap seseorang
terus terjadi, seiring dengan perubahan yang terjadi pada lingkungannya.
Dalam proses pembelajaran, sikap siswa menjadi salah satu komponen
penting bagi tercapainya tujuan pembelajaran. Gagne (dalam Slameto, 2010),
berpendapat bahwa sikap diperlukan dalam proses belajar dan tanpa sikap belajar
tidak akan berhasil dengan baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap
siswa yang positif terhadap pembelajaran biologi, memberi pengaruh positif pada
prestasi siswa dalam mata pelajaran ini (Nasr & Soltani, 2011).
Sikap positif yang perlu dikembangkan dalam diri siswa di bidang
keilmuan dikenal dengan sikap ilmiah, yaitu sikap yang harus ada pada diri
seorang ilmuwan atau akademisi ketika menghadapi persoalan-persoalan ilmiah
(Laksono, 2011). Untuk memunculkan sikap ini, guru perlu merancang suatu
pembelajaran yang tepat dan memberikan informasi-informasi yang positif, serta
menunjukkan manfaat pembelajaran tersebut bagi siswa. Depdiknas (2002)
menyatakan bahwa belajar sains dapat membantu peserta didik untuk memahami
menumbuhkan sikap ilmiah peserta didik. Penelitian dan penyelidikan dapat
dilakukan siswa saat melakukan pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan,
salah satunya adalah di hutan.
Carin dan Sund (1997) menyatakan bahwa serangkaian sikap dan nilai
yang dapat ditumbuhkan melalui kerja ilmiah adalah: (a) Memupuk rasa ingin
tahu (being curious) dalam memahami dunia sekitarnya; (b) Mengutamakan
bukti dalam arti kesimpulan yang diperoleh perlu ditunjang oleh bukti empiris
yang berkaitan dengan fakta; (c) menjadi skeptis, artinya tidak mudah percaya
dan selalu meragukan sesuatu sebelum dapat dibuktikan; (d) mau menerima
perbedaan: menghormati pandangan yang berbeda; (e) dapat bekerja sama; dan
(f) bersikap positif terhadap kegagalan. Sikap yang dikembangkan melalui
penelitian ini adalah sikap dengan indikator-indikator yang telah dikemukakan di
atas. Kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh siswa selain untuk
mengembangkan keterampilan proses sains, juga diharapkan dapat
mengembangkan sikap ilmiahnya.
Sikap manusia dalam merespon sesuatu tidak selalu sama. Hal ini terjadi
karena sikap yang terdapat pada manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu;
keinginan, pengetahuan, pengalaman, kebiasaan, interaksi sosial yang terjadi
dalam kelompok atau di luar kelompok dapat mempengaruhi atau membentuk
sikap baru (Garungan, 1988). Kesempatan siswa untuk mengenal lingkungannya,
menambah pengetahuan tentang kondisi lingkungan, serta bagaimana perilaku
yang tepat dalam memperlakukan lingkungan, diharapkan akan menumbuhkan
sikap positif dan peduli lingkungan pada diri siswa, karena hal ini akan
Sikap ilmiah yang dilatihkan melalui kerja-kerja ilmiah siswa diharapkan
dapat membantu siswa menjadi pembelajar sesungguhnya, yang benar-benar
memahami apa yang sedang dipelajari dan bagaimana memanfaatkan hasil belajar
tersebut dalam kehidupannya. Informasi mengenai sikap siswa terhadap objek
atau pembelajaran yang dilakukan, dapat diperoleh melalui suatu skala sikap yang
berisi sekumpulan pernyataan mengenai objek sikap (Azwar, 2011). Aktivitas
siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran juga dapat menjadi dasar bagi
guru untuk melihat perkembangan sikap siswa sebelum dan sesudah dilakukannya
suatu rangkaian pembelajaran. Guru dapat menyusun lembar observasi untuk
mencatatkan aktivitas siswa, khususnya mengenai kegiatan yang berkaitan dengan
pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah siswa.
F. Materi pada pembelajaran biologi terintegrasi a. Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati (biodiversitas) merupakan keseluruhan variasi
berupa bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat yang dapat ditemukan pada makhluk
hidup (Irwan, 2010). Terdapat tiga tingkatan keanekaragaman hayati (Irwan,
2010), yaitu : a). Keanekaragaman tingkat gen adalah keanekaragaman atau
variasi yang dapat ditemukan di antara organisme dalam satu spesies. b).
Keanekaragaman tingkat spesies (jenis) adalah keanekaragaman yang ditemukan
di antara organisme yang tergolong dalam jenis yang berbeda, baik yang termasuk
dalam satu famili maupun tidak. c). Keanekaragaman tingkat ekosistem adalah
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan unik.
Keanekaragaman hayati di Indonesia dibedakan berdasarkan karakteristik
wilayahnya, penyebarannya (biogeografi), dan ekosistem perairannya (Irwan,
2010). Keanekaragaman hayati ini bermanfaat dan mempunyai nilai tertentu, baik
dari segi ekonomi, biologis, ekologis, maupun sosial. Nilai-nilai inilah yang
dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan
keanekaragaman hayati oleh manusia secara berlebihan dapat mengakibatkan
kerusakan atau berkurangnya keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, perlu
dilakukan upaya untuk menjaga kelestariannya, seperti dengan adanya Taman
Nasional, Cagar Alam, Hutan Wisata, Taman Laut, Hutan Lindung, dan Kebun
Raya (Jasin, 2002).
b. Ekosistem
Ekosistem menurut Campbell et al. (2003) meliputi komponen abiotik
(faktor-faktor kimiawi dan fisik tidak hidup seperti suhu, cahaya, air dan nutrien)
dan komponen biotik (semua organisme lain yang merupakan bagian dari
lingkungan suatu individu). Keberadaan suatu organisme di lingkungan mampu
mengubah lingkungannya, namun organisme tersebut juga dipengaruhi oleh
lingkungannya.
Persebaran organisme di bumi dipengaruhi oleh perbedaan iklim secara
regional dan faktor-faktor abiotik lainnya dalam suatu ekosistem (Campbell et al,
2003). Faktor-faktor abiotik itu diantaranya adalah suhu, air, cahaya matahari,
angin, batu dan tanah, serta gangguan periodik. Ekosistem merupakan tatanan
mempengaruhi (Riberu, 2002). Komponen-komponen dalam ekosistem memiliki
peran tertentu dan bekerja secara teratur sebagai satu kesatuan. Menurut Riberu
(2002) berdasarkan fungsinya ekosistem terdiri atas dua komponen, yaitu
komponen autotrofik dan komponen heterotrofik. Sedangkan berdasarkan segi
penyusunnya ekosistem dibedakan menjadi empat komponen, yaitu komponen
abiotik, produsen, konsumen, dan pengurai.
c. Pencemaran Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang terdapat di sekitar organisme dan
terdiri atas semua benda (hidup, tak hidup, dan benda mati) (Cartono, 2005).
Peningkatan eksploitasi terhadap sumber daya alam akan meningkatkan tekanan
terhadap lingkungan. Bentuk tekanan tersebut dapat berupa meningkatnya
kerusakan yang mengarah pada rusaknya keseimbangan ekosistem dan timbulnya
zat-zat sampah yang mengakibatkan terjadinya pencemaran pada lingkungan.
Suatu zat dikategorikan sebagai zat pencemar apabila kadar zat tersebut di
lingkungan melebihi batas normal, berada pada batas yang tidak semestinya, dan
berada pada waktu yang tidak tepat (Cartono, 2005). Pencemaran dibedakan
berdasarkan tempat terjadinya menjadi pencemaran air, tanah, udara, dan suara
(Hariri, 2010).
d. Pengaruh kegiatan manusia terhadap keanekaragaman hayati, keseimbangan ekosistem, dan pencemaran lingkungan
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan jasa ekosistem
seperti pangan dan air bersih menyebabkan penurunan kualitas ekosistem. Hal ini
memerlukan perhatian khusus serta perlu diupayakan perbaikan terhadap kualitas
ekosistem tersebut. Keanekaragaman hayati yang ada di bumi juga perlu dijaga
beranekaragam makhluk hidup dalam suatu ekosistem, semakin stabil ekosistem
tersebut. Hal-hal yang mengancam keanekaragaman biologi adalah kerusakan
habitat, eksploitasi berlebihan, dan kompetisi oleh spesies eksotik (Campbell et al,
2003).
Pencemaran lingkungan selain diakibatkan oleh gangguan periodik
(misalnya kebakaran, letusan gunung berapi, badai) juga diakibatkan oleh
perbuatan manusia. Jumlah kebutuhan manusia, seperti kebutuhan akan tempat
tinggal dan tempat untuk beraktivitas (misalnya pertanian, peternakan, industri
dan pertambangan), semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah
penduduk. Pembukaan lahan hutan menjadi salah satu solusi untuk mencukupi
kebutuhan-kebutuhan tersebut (Prasetyo, 2011). Pembukaan lahan hutan dengan
cara menebang berkontribusi terhadap deforestasi dan dengan ekstensi pemanasan
global, menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati.
Dampak pembukaan hutan dari segi lingkungan yang paling utama adalah
hilangnya sejumlah tertentu pohon, sehingga tidak terjaminnya keberadaan hutan
yang berakibat pada rusaknya lingkungan, berubahnya iklim mikro, menurunnya
produktivitas lahan, erosi dan banjir serta hilangnya keanekaragaman hayati.
Kerusakan habitat dan terfragmentasinya hutan dapat menyebabkan kepunahan
suatu spesies termasuk fauna langka. Kemampuan tegakan (pohon) pada saat
masih hidup dalam menyerap karbondioksida sehingga dapat menghasilkan
oksigen yang sangat bermanfaat bagi makhluk hidup lainnya menjadi hilang
akibat makin minimnya tegakan yang tersisa karena adanya penebangan liar
Pemulihan daerah-daerah yang rusak merupakan suatu upaya konservasi
yang sangat penting untuk dilakukan. Perusakan dan pencemaran lingkungan yang
dilakukan oleh manusia berlangsung lebih cepat dibandingkan pemulihan alamiah
melalui proses suksesi (Campbell et al, 2003). Dua hal yang dapat dilakukan
untuk memulihkan kondisi ekosistem yang telah rusak ke kondisi yang semirip
mungkin dengan keadaan semula (keadaan yang tidak rusak) adalah dengan
bioremidiasi dan augmentasi (Campbell et al, 2003). Bioremidiasi adalah
penggunaan organisme hidup untuk menghilangkan racun dari ekosistem yang
tercemar. Contohnya penggunaan bakteri Pseudomonas untuk membersihkan
tumpahan minyak di pantai. Augmentasi adalah upaya membantu percepatan
proses suksesi dengan lebih dulu menentukan faktor-faktor apa saja yang telah
hilang dari suatu daerah dan membatasi laju pemulihan daerah tersebut.
Siswa dapat mempelajari keanekaragaman hayati dan ekosistem yang ada di
sekitar sekolahnya, kemudian membandingkan kondisi alam yang masih alami
dengan yang telah dialihfungsikan oleh manusia. Dengan membandingkan kondisi
ini siswa dapat mempelajari secara langsung dampak dari pemanfaatan
lingkungan oleh manusia terhadap keanekaragaman hayati, keseimbangan
ekosistem, pencemaran lingkungan, serta mengajukan solusi sebagai upaya dalam
memperbaiki dan melestarikan lingkungan. Diharapkan siswa dapat memahami
pengaruh dari aktivitas manusia terhadap lingkungan, sehingga siswa menyadari
pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan berhati-hati dalam memanfaatkan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Definisi Operasional
Berikut ini adalah penjelasan operasional tentang istilah-istilah yang
terdapat pada perumusan masalah, guna menghindari terjadinya perbedaan
penafsiran terhadap istilah tersebut:
1. Pendekatan terintegrasi yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah
penggunaan tipe connected sebagai model pengintegrasian kurikulum (dalam
hal ini isi pelajaran), yang menghubungkan beberapa materi biologi yang
saling berkaitan dalam satu mata pelajaran, sebagai upaya dalam membantu
siswa menemukan keterkaitan antara materi-materi tersebut (Kurniawan
2011). Materi biologi yang telah dipadukan, disampaikan melalui model siklus
belajar 5E yang terdiri dari; a) engagement, pada fase ini guru memunculkan
rasa ingin tahu, motivasi dan minat siswa untuk mengikuti pembelajaran
dengan menampilkan beberapa fakta tentang keanekaragaman hayati dan
komponen ekosistem khususnya yang terdapat di Indonesia, b) exploration,
pada fase ini siswa melakukan kegiatan pengamatan tentang keanekaragaman
hayati, ekosistem, dan pencemaran yang terdapat di hutan, mencatat hasil
pengamatan, dan menggali informasi dari literatur sebagai data pendukung
bagi hasil pengamatan, c) explanation, pada fase ini siswa menganalisis dan
menjelaskan data hasil pengamatan yang telah dilakukan, melakukan diskusi,
serta mengajukan pertanyaan pada siswa lain, d) elaboration, pada fase ini
siswa mencoba menerapkan konsep yang telah dipelajari melalui kegiatan
ini guru memberikan tes pada siswa untuk mengukur ketercapaian tujuan
pembelajaran yang direncanakan oleh guru. Tes berupa pemberian soal-soal
keterampilan proses sains dan angket sikap ilmiah.
2. Keterampilan proses sains siswa adalah skor yang dijaring dengan
menggunakan instrumen tes tertulis berupa soal pilihan ganda beralasan dan
essay berdasarkan masing-masing indikator keterampilan proses sains
menurut Rustaman (2005). Pertanyaan tes untuk melihat keterampilan proses
sains siswa dibatasi pada indikator berikut ini ; a) kemampuan siswa dalam
melakukan pengamatan (observasi) yang dilatihkan melalui kegiatan
pengamatan yang dilakukan oleh siswa di hutan, kebun, dan lahan yang
terbakar, b) kemampuan siswa dalam menafsirkan data hasil pengamatan
(interpretasi) yang telah dikumpulkan selama melakukan pengamatan di
hutan, c) kemampuan siswa dalam meramalkan (prediksi) sesuatu yang belum
terjadi berdasarkan pola yang siswa temukan pada data hasil pengamatan, d)
kemampuan siswa dalam berkomunikasi khususnya dalam menjelaskan hasil
pengamatan yang telah dilakukan, e) kemampuan siswa dalam
mengelompokkan (klasifikasi) hasil pengamatan, f) kemampuan siswa dalam
mengajukan pertanyaan mengenai hal yang belum dipahami atau mengenai
hasil pengamatan kelompok lain, dan g) kemampuan siswa dalam menerapkan
konsep yang telah dimiliki dalam situasi yang berbeda dari yang telah
dipelajari. Tes keterampilan proses sains diberikan pada siswa sebelum dan
sesudah dilakukannya pembelajaran.
3. Sikap ilmiah merupakan skor dalam bentuk skala sikap yang ditunjukkan oleh
atau negatif. Sikap ilmiah siswa tersebut dijaring melalui quesioner yang
berisi sejumlah pernyataan yang bersesuaian dengan indikator sikap ilmiah
dengan opsi sangat setuju (SS), setuju (S), tidak dapat menentukan atau
entahlah (E), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Sikap ilmiah
siswa tersebut merujuk pada memupuk rasa ingin tahu, mengutamakan bukti,
menjadi skeptis, mau menerima perbedaan, bersikap positif terhadap
kegagalan, dan dapat bekerja sama (Carin dan Sund, 1997). Quesioner skala
sikap ilmiah diberikan pada siswa sebelum dan sesudah dilakukannya
pembelajaran.
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode weak
experimental dengan desain one group pretest-postest (Millan & Schumacher,
1997). Penelitian ini hanya menggunakan subjek tunggal yang kemudian
diberikan pretest, perlakuan, dan posttest. Perubahan hasil yang diperoleh dari
data pretest dan posttest dianggap sebagai perubahan yang disebabkan oleh
adanya perlakuan yang diberikan pada subjek. Dengan menggunakan metode ini,
dicoba untuk menganalisis pengaruh pembelajaran biologi terintegrasi dengan
memanfaatkan hutan untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan sikap
ilmiah siswa SMA kelas X.
Lembar observasi aktivitas siswa yang berisi kegiatan-kegiatan siswa
dengan indikator-indikator keterampilan proses sains dan sikap ilmiah, digunakan
sebagai data yang mendukung hasil tes awal dan tes akhir. Hasil tes tertulis dan
yang terdapat pada hasil tes siswa merupakan pengaruh dari pembelajaran yang
telah diterapkan. Berdasarkan hal tersebut, maka desain penelitian dapat
[image:41.595.115.506.206.509.2]digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3.1. Desain One-Group Pretest-Posttest Design (Satu Grup Pra Tes dan Pasca Tes) (Millan & Schumacher, 1997)
Grup Prates Perlakuan Pascates
A O1 X O2
Keterangan : O1 : tes awal
O2 : tes akhir
X : perlakuan
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X di SMAN 1 Krayan di
Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur, yang terdiri dari 4 (empat) rombongan
belajar. Pengambilan sampel dilakukan secara Purposive Sampling (sampel
bertujuan), yaitu dengan memilih kelas yang belum melakukan kegiatan
praktikum khususnya mengenai seluruh atau sebagian materi yang akan diajarkan
melalui penelitian ini. Setelah dikonsultasikan dengan guru mata pelajaran
biologi, didapatkan bahwa ada dua kelas yang dapat digunakan yaitu kelas X.1
dan X.2.
Jumlah siswa yang terdapat pada masing-masing kelas kurang dari 25
orang siswa, yaitu 22 siswa di kelas X.1 dan 24 siswa di kelas X.2. Untuk
menghindari berkurangnya sampel selama penelitian berlangsung, maka kedua
kelas ini dijadikan satu dan bersama-sama mengikuti pembelajaran biologi dengan
seluruh rangkaian proses pembelajaran berjumlah 37 orang siswa. SMAN 1
Krayan ini dipilih sebagai tempat penelitian karena lokasi sekolahnya yang dekat
dengan hutan, sehingga sangat memungkinkan untuk melakukan pembelajaran
biologi terintegrasi yang memanfaatkan area hutan tersebut.
D. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel
terikat. Pembelajaran biologi terintegrasi dengan memanfaatkan hutan menjadi
variabel bebas. Sementara keterampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa
menjadi variabel terikat.
E. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
instrumen yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Hanya instrumen yang
valid dan reliabel yang digunakan. Rancangan instrumen yang digunakan pada
[image:42.595.110.515.221.743.2]penelitian ini disajikan pada Tabel 3.2 :
Tabel 3.2. Jenis Instrumen Penelitian
No Jenis
Instrumen
Kegunaan Instrumen Waktu Sumber
Data 1. Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran
Pedoman dalam melaksanakan pembelajaran biologi terintegrasi
Selama proses pembelajaran berlangsung
Guru
2. Tes
Keterampilan Proses Sains
Untuk mengukur KPS siswa pada masing-masing
indikator KPSnya Awal dan akhir pembelajaran
Siswa 3. Angket Skala
Sikap
Untuk mengukur sikap ilmiah siswa
4. Lembar Observasi
Aktivitas Guru pembelajaran yang telah dirancang
Selama proses pembelajaran berlangsung
Guru dan siswa 5. Lembar
Observasi Aktivitas Siswa
Untuk mencatatkan aktivitas siswa selama melakukan kegiatan pengamatan di lapangan 6. Pedoman
wawancara
Untuk memperoleh informasi tentang tanggapan guru terhadap pembelajaran biologi terintegrasi
Setelah proses pembelajaran berlangsung
Guru Biologi SMA di Krayan 7. Lembar Kerja
Siswa
Panduan bagi siswa dalam melaksanakan pengamatan
Selama proses pembelajaran berlangsung
Siswa
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) disusun oleh peneliti dengan
menggunakan pendekatan terpadu (terintegrasi) tipe connected, untuk
menghubungkan beberapa materi dalam pembelajaran biologi yang mempunyai
keterkaitan satu sama lain. Model pembelajaran yang diterapkan untuk
menyampaikan materi yang telah diintegrasikan adalah model siklus belajar 5E.
Kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan pada penelitian ini dicantumkan
dalam RPP. Komponen-komponen yang terdapat dalam RPP ini adalah : identitas
sekolah, identitas mata pelajaran, pokok bahasan, waktu, standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi pelajaran, alat dan
sumber belajar, kegiatan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Rencana
pelaksanaan pembelajaran secara lengkap dapat di lihat pada Lampiran A1.
2. Tes Keterampilan Proses Sains
Tes keterampilan proses sains dibuat dalam bentuk pilihan ganda
beralasan dan essay. Tes ini digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains
siswa pada saat sebelum dan sesudah melalui proses pembelajaran yang dirancang
sains yang ingin diukur, yaitu keterampilan dalam melakukan pengamatan
(observasi), menafsirkan pengamatan (interpretasi), berkomunikasi, meramalkan,
klasifikasi, mengajukan pertanyaan dan menerapkan konsep atau prinsip.
Soal keterampilan proses sains ini terdiri dari soal pilihan ganda