• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN KELUARGA TERHADAP STRESS AKIBAT PERNIKAHAN DINI Coping Stress Pada Remaja Yang Menikah Di Usia Dini.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN KELUARGA TERHADAP STRESS AKIBAT PERNIKAHAN DINI Coping Stress Pada Remaja Yang Menikah Di Usia Dini."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN KELUARGA TERHADAP STRESS AKIBAT PERNIKAHAN DINI

HALAMAN DEPAN

PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada jurusan

Psikologi Fakultas Psikologi

Oleh:

ALIFAH NURDJANAH F 100 120 072

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

1

COPING STRESS PADA REMAJA YANG MENIKAH DI USIA DINI

Alifah Nurdjanah

Setia Asyanti, S.Psi., M.Si, Psi

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Alifahn57@ymail.com

ABSTRAK

Pernikahan dini yang terjadi pada remaja menyebabkan remaja kehilangan salah satu tugas terpenting dalam fase remajanya, yakni mempersiapkan perkawinan dan rumah tangga. Remaja yang menikah di usia dini memiliki peran baru dalam kehidupannya sebagai seorang dewasa. Pernikahan yang dijalani seseorang memiliki permasalahan yang dapat menimbulkan adanya stress. Stress tersebut dapat diselesaikan dengan cara coping, yakni usaha atau cara individu yang dilakukan untuk menghadapi situasi menekan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui masalah yang dialami remaja yang menikah di usia dini, mengetahui bentuk stress yang dialami, mengetahui secara mendalam bagaimana remaja mengatasi stress serta mengetahui dampak dari cara tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jumlah empat informan utama dan tiga informan pendukung. Informan utama adalah remaja yang menikah di usia dini dengan usia saat menikah kurang dari enam belas tahun, sedangkan informan pendukung adalah keluarga atau orang terdekat dari informan utama. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode wawancara dan observasi sebagai alat pengumpul data.Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data tematik. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa permasalahan yang terjadi pada remaja yang menikah di usia dini terbagi menjadi dua yakni masalah internal dan eksternal. Masalah internal yang dialami oleh informan antara lain emosi negatif seperti merasa sedih, menyesal, dan merasa bersalah, sedangkan masalah eksternal yang dialami antara lain masalah ekonomi dan perceraian. Akibat dari permasalahan tersebut, informan mengalami stress fisik, psikologis, intelektual dan interpersonal.Jenis coping yang digunakan untuk memecahkan masalah berjenis coping pada masalah seperti perilaku aktif, perencanaan, mencari dukungan instrumental serta jenis coping yang berfokus pada emosi seperti mencari dukungan emosional, penerimaan diri, penyangkalan dan religiusitas.Dari kedua jenis coping tersebut, tiga dari empat informan lebih banyak menggunakan jenis coping yang berfokus pada emosi. Dampak dari coping yang informan lakukan adalah merasa lega setelah mendapat dukungan emosional namun semua informan juga merasa bahwa permasalahan yang mereka hadapi saat ini belum sepenuhnya terselesaikan

(6)

2

COPING STRESS ON ADOLESCENTS MARRIED IN EARLY AGE

Alifah Nurdjanah household. Adolescents who married in early age have a new role in their life as an adult. The life of marriage person always encounter problem that may cause stress. Stress can be solved by means of coping, the way of individuals deal with stressful situations.The purpose of this study was to determine the problems experienced by adolescents married in early age, to find out the form of the stress experienced by them, to find out the stress coping used and determine the impact of coping itself. This study applied a qualitative method with four key informants and three supporting informants. Key informants are adolescents married in early age and they married at the age of less than sixteen years old, besides, the supporting informants are the family or relatives of the key informants. In this study, researchers used interviews and observation methods as a means of data collecting technique and the analyst of this research uses temathic analyst. The result of this study determined that the problem occurs in adolescents married in early age is divided into two: internal and external problems. The internal problems experienced by informants are such a negative emotions like feeling sad, regret, and guilty, in addition, the external problems experienced are economic problems and divorce. Due to those problems, the informant experienced some physical, psychological, intellectual and interpersonal stress. The type of coping used to solve the problems is the kinds of coping on issues such as active behavior, planning, seeking instrumental support and emotions focused coping such as seeking emotional support, acceptance, denial and religiosity. Based on those coping, three of the four informants generally used emotion focused coping to solve their problems. The impact of coping that the informant used was feeling relieved after receiving the emotional support but all informants also fell that their current problems are not done yet.

Keywords: Coping, Early Marriage, Adolescents, Stress

1. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara hukum dimana setiap hal di dalamnya di atur

oleh hukum tak terkecuali pernikahan. UUP No.1 tahun 1974 menyebutkan

bahwa usia minimal untuk menikah bagi perempuan adalah 16 tahun dan

(7)

3

yang terjadi di bawah usia tersebut masih terjadi dan hal tersebut membuat

Indonesia menjadi negara ke-37 dengan jumlah perkawinan dini terbanyak di

dunia (Wardyaningrum dkk, 2012). Data yang diperoleh dari Kementerian

Agama kabupaten Sukoharjo menunujukan bahwa pada tahun 2015 terdapat

37 pasangan yang menikah di usia dini. Usia pasangan suami istri tersebut

berkisar antara 14 tahun hingga 19 tahun. Pada rentang usia tersebut, idealnya

remaja masih dalam proses mempersiapkan diri untuk menikah dan bukan

untuk melakukan pernikahan. Papalia, dkk (2013) menyampaikan bahwa fase

perkembangan remaja berada pada rentang usia 10-20 tahun. Pada rentang

usia tersebut, remaja memiliki tugas perkembangan, salah satunya yaitu

mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan hidup berumah tangga.

Bagi wanita, hal ini harus dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan

bagaimana mengurus rumah tangga dan mendidik anak. Tugas perkembangan

tersebut dilewatkan oleh remaja yang menikah dini.

Walgito (1984) mengatakan bahwa perkawinan pada umur yang masih

muda akan mengundang banyak masalah yang tidak diharapkan karena segi

psikologisnya belum matang. Husaini (2013) mengatakan bahwa tahun

pertama merupakan tahun tersulit dalam usia perkawinan sebab pada saat itu

kehidupan rumah tangga memasuki fase pendalaman sehingga kekurangan

dan perbedaan antar suami istri mulai tampak. Wilis (2011) menyebutkan

bahwa faktor terbesar dalam keretakan rumah tangga ada dua yakni faktor

internal seperti kesulitan keuangan, tafisarn dan perlakuan terhadap perilaku

marah-marah serta sikap egoistis dan kurang demokratis dan faktor eksternal

seperti campur tangan pihak ketiga serta pergaulan negatif. Yulistara (2014)

mengatakan bahwa hal-hal yang menimbulkan pertengkaran dapat memicu

timbulnya stress yang membahayakan kesehatan fisik dan mental.

Stress yang dialami seseorang dapat ditanggulangi dengan cara coping.

Coping menurut Wibowo, dkk (2011) adalah cara individu menghadapi

situasi yang menekan. Sholichatun (2011) proses coping bukanlah sebuah

kejadian yang bersifat tunggal karena coping melibatkan transaksi dengan

(8)

4

usaha-usaha untuk mengatasi stress secara berhasil tetapi usaha apapun yang

digunakan oleh individu untuk menghadapi stress.Lazarus dalam Niam

(2009) mendefinisikan proses coping sebagaicara individu menghadapi situasi

yang menekan. Carver dalam Putra (2013) mengemukakan tipe perilaku

coping ada dua, yakni coping yang berfokus pada masalah dan coping yang

berfokus pada emosi. Menurut Lazarus dan Folkman dalam Lestari (2014)

fungsi coping yang berfokus pada masalah adalah untuk mengurangi stressor

dengan cara mempelajari cara-cara atau keterampilan yang baru sedangkan

fungsi dari coping yang berfokus pada emosi digunakan untuk mengatur

respon emosional terhadap stress.

Adanya masalah dan stress pada remaja yang menikah di usia dini

menarik perhatian peneliti untuk mengetahui bagaiamana coping stress pada

remaja yang menikah di usia dini.Adapun tujuan dari penelitian ini adalah (1)

untuk mengetahui permasalahan yang dialami remaja yang menikah di usia

dini (2) mengetahui bentuk stress yang dialami remaja yang menikah di usia

dini (3) bentuk coping yang dilakukan serta (4) dampak dari coping tersebut.

2. METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.Brannen dalam

Alsa (2004) menyatakan bahwa pendekatan kualitatif berasumsi bahwa

manusia adalah makhluk yang aktif yang mempunyai kebebasan kemauan

yang perilakunya hanya dapat dipahami dalam konteks budaya dan

perilakunya tidak didasarkan pada hukum sebab akibat. Penelitian ini

melibatkan remaja putri yang menikah di usia dini pada tahun 2015 dan

bertempat tinggal di kabupaten Sukoharjo. Informan dipilih dengan

carapurposive sampling, yaitu didasarkan atas kriteria yang sudah ditentukan

sebelumnya. Adapun kriteria informan utama adalah remaja putri yang

menikah di usia kurang dari enam belas tahun, menikah pada tahun 2015 dan

bertempat tinggal di kabupaten Sukoharjo. Selain informan utama, dalam

penelitian ini juga menggunakan informan pendukung yakni informan yang

dekat dengan informan utama, baik sebagai pasangan atau

(9)

5

dalam jumlah sampel yang harus diambil untuk penelitian kualitatif sehingga

dalam penelitian ini, peneliti melibatkan empat informan utama dan tiga

informan pendukung. Pengumpulan data dilakukan dengan carawawancara

dan observasi. Pedoman wawancara dibuat sesuai dengan tujuan penelitian

serta berdasarkan aspek coping stress dari Carver sedangkan observasi

dilakukan sebagai pelengkap data.Untuk menguji keabsahan data, dalam

penelitian ini menggunakan metode trianggulasi dan melakukan prosedur cek

ulang.Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis

tematik.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1.Permasalahan yang Kompleks dan Beragam

Perbedaan latar belakang ini menyebabkan pula perbedaan masalah

yang dialami. Ketiga informan (LE, DR, NY) yang menikah karena

hamil terlebih dahulu dinilai lebih memiliki masalah yang kompleks dan

beragam. Hal tersebut dapat dilihat dari permasalahan internal pada diri

mereka di dominasi perasaan negatif seperti merasa bersalah, sedih,

kecewa dan iri dengan teman-temannya yang masih sekolah.

“Ya sedih lah, ya kecewa.Ya aku kaya nyesal gitu hlo mbak.Ya

Terus kenapa aku kaya gini. Kan ya temen-temen masih sekolah

kan jadi iri gitu hlo” (W.1/634-638)

Hal tersebut tidak dialami oleh remaja yang menikah karena hasrat

pribadinya. Informan tersebut (HD) tidak merasakan kesedihan setelah

menikah namun ia merasakan takut jika tidak dapat sebebas saat masih

single dan ia merasakan sedih ketika mendapat perkataan kasar dari

suaminya.

“He, em ra isoh dolan koyo disik , disik kan yen dolan sampe jam

piro-piro kan rak enek sing nyengeni kui kan , saiki kan wes duwe

bojo opo yo arep dolan terus kui” (W.1/388-393)

Permasalahan eksternal yang ke empat informan alami juga

berbeda. Hubungan dengan suami dan mertua yang kurang harmonis,

(10)

6

anak hingga masalah ekonomi yang kurang mencukupi dialami oleh

ketiga informan yang menikah karena hamil terlebih dahulu (LE, DR,

NY) sedangkan permasalahan eksternal yang dialami oleh remaja yang

menikah karena keinginannya sendiri sebatas pertengkaran kecil dengan

suami. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wilis (2011) yang membagi

dua faktor besar dalam keretakan keluarga yakni faktor internal seperti

tafsiran perilaku marah-marah, sikap egois dan kurang demokratis

sedangkan faktir eksternalnya antara lain campur tangan pihak ketiga

dalam masalah keluarga serta pergaulan negatif dari anggota keluarga.

Berikut ditampilakn tabel mengenai permasalahan yang dialami remaja

yang menikah dini berdasar latar belakangnya

Tabel 1. Permasalahan yang dialami

No Alasan Menikah Permasalahan

Internal Eksternal

1 Keinginan sendiri Merasa senang setelah menikah, takut tidak bebas seperti saat single

Ekonomi

2 Hamil dahulu

sebelum menikah

Perasaan sedih, kecewa, takut

Pertengkaran kecil

dengan suami, cerai

3.2.Ragam Stress yang Dialami

Beragam bentuk permasalahan yang dialami oleh informan

menyebabkan beragam bentuk pula stress yang mereka alami. Stress

menurut Nevid, dkk (2003) menunjukan suatu tekanan atau tuntutan yang

dialami individu agar dapat beradaptasi. Kaitannya dalam hal ini adalah

adapatasi menyesuaikan diri dengan peran dan status barunya sebagai

seorang yang sudah menikah dengan tanggung jawab barunya. Hardjana

(1994) menyampaikan bahwa aspek stress dibagi menjadi empat yakni

stress fisik, emosional/ psikologis, intelektual dan interpersonal. Berikut

tabel checklist yang menunjukan perbedaan stress yang dialami oleh

(11)

7

Tabel 2. Tabel Ragam Stress yang Dialami

No Alasan menikah Jenis Stress

Fisik Emosional Intelektual Interpersonal

1 Keinginan Sendiri Ѵ Ѵ - Ѵ

2 Hamil sebelum

menikah

- Ѵ - -

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa remaja yang menikah di

usia dini karena keinginan sendiri lebih banyak mengalami stress

daripada remaja yang menikah karena hamil sebelum menikah. Hal itu

disebabkan berbagai faktor, salah satu diantaranya adalah kurangnya

kesiapan secara psikologis dan fisik untuk menikah sedangkan remaja

yang menikah karena hamil terlebih dahulu mengalami stress yang lebih

sedikit dibanding remaja yang menikah karena keinginan sendiri. Hal itu

disebabkan karena adanya dukungan dari keluarga dalam menjalani

rumah tangga seperti dibantu dalam merawat anak.

Melakukan pekerjaan rumah dan pekerjaan keseharian

menyebabkan dua informan (LE, HD) mengalami stress fisik berupa

badan yang mudah lelah dan mudah capek. Hal tersebut jelas membuat

informan mengalami jam tidur yang tidak teratur. Seorang informan

(HD) mengaku hanya tidur ± 4 jam selama 1x24 jam karena disibukkan

dengan pekerjaan yang ia tekuni. Selain itu, kecemasan karena ditinggal

oleh suami mengakibatkan seorang informan (NY) terganggu jam

tidurnya. Informan tersebut mudah terbangun saat jam tidur di malam

hari.

“Cuma mengganggu tidur (iter: o mengganggu tidur) kan

kepikiran nggak bisa tidur” (W.1/1380-1382)

Kecemasan saat akan melahirkan dialami juga oleh seorang

informan (LE). Akibat kecemasan tersebut, tekanan darah informan

menjadi tinggi dan diputuskan untuk melahirkan secara operasi caesar.

Akibat dari operasi caesar tersebut, informan (LE) merasakan sakit pada

(12)

8

“Bekas luka jahitannya kalau kecapekean apa kena tendangan

gitu sakit.Kena tendangan adik itu sakit. Masih sakit sampai

sekarang” (W.1/446-450)

Stress emosional/psikologis menurut Hardjana (1994) meliputi gelisah

atau cemas, sedih, depresi dan mudah menangis, mood berubah-ubah,

rasa harga diri turun terlalu peka dan mudah tersinggung, merasa tidak

aman, marah-marah, gampang menyerang dan bermusuhan, serta emosi

mengering atau burnout. Hal tersebut diatas dialami oleh semua informan

meskipun mereka menikah karena latar belakang yang berbeda. Remaja

yang menikah dini karena hamil terlebih dahulu (LE, DR, NY)

mengalami stress emosional/ psikologis yang lebih banyak dibanding

remaja yang menikah karena hasrat pribadi bahkan emosi tersebut dinilai

sebagai emosi yang negatif seperti gelisah atau cemas, sedih, mudah

menangis, dan memiliki sifat iri di dalam hatinya. Dua informan (LE,

DR) merasakan kesedihan hingga menangis saat dirinya hamil di luar

nikah dan harus menikah serta meninggalkan sekolah. Informan (LE)

merasa sedih karena merasa telah mengecewakan orangtuanya sehingga

timbulah rasa bersalah dan turunlah harga dirinya.

“Ya merasa bersalah hla dulunya aja sekolah terus ngebohongi orangtua. Itu kan bersalah banget” (W.1/844-847)

Kesedihan yang informan (DR) alami membuat informan (DR)

merasa iri apabila melihat teman-temannya bermain bersama dan

berangkat ke sekolah. Kegelisahan dan kecemasan yang dialami oleh

informan lain (NY) dikarenakan menyembunyikan kehamilannya dari

orangtua karena informan (NY) merasa sangat takut jika tidak dianggap

anak oleh orangtuanya jika orangtuanya tahu bahwa (NY)telah hamil

sebelum menikah selain itu informan (NY) juga merasa cemas jika

suaminya bermain hingga larut malam dan tak kunjung pulang ke rumah.

Rasa gelisah dan cemas tersebut tidak lain adalah karena adanya

kebutuhan mental rohaniah pada diri remaja yakni kebutuhan rasa

kekeluargaan, kebutuhan akan kasih sayang dan kebutuhan akan rasa

(13)

9

tersebut tidak utuh jika suaminya tidak segera pulang ke rumah,

sedangkan informan (HD) yang menikah karena hasrat pribadi

menyampaikan bahwa ia merasa senang sudah dapat menikah namun ia

juga pernah menangis karena merasa tersinggung dengan perkataan

suaminya. Menurut informan (HD), perkataan dari suaminya tersebut

membuatnya hati informan (HD) sakit hati dan menangis saat itu juga.

Stress fisik dan stress emosional yang dialami oleh para informan

menyebabkan mereka mengalami stress secara intelektual. Stress

intelektual yang muncul pada informan (LE dan NY) yakni banyak

melamun, pikiran kacau serta melakukan kesalahan dalam bekerja. (LE,

dan NY) memikirkan banyak hal seperti bagaimana hidupnya kelak,

menyesali kejadian yang dialami serta perubahan sikap dari suami

menyebabkan informan memiliki banyak pikiran dan pikiran tersebut

membuat informan menjadi kacau dan bercabang.

“Yo nggak dua bulan penuh lah ngelamun terus terusan gitu. Paling yo Cuma pas diem gini kadang kan di luar sini liat jalan

sini pikirane malah kemana mana” (W.1/1824-1829)

Piaget dalam Santrock (2004) mengatakan bahwa remaja berada pada

masa pemikiran operasional formal yang dimana di dalamya lebih

abstrak daripada pemikiran seorang anak. Remaja tidak lagi terbatas pada

pengalaman konkret aktual sebagai dasar pemikiran.Sebaliknya remaja

dapat membangkitkan situasi situasi khayalan, kemungkinan

kemungkinan hipotesis atau dalil dalil penalaran yang benar benar

abstrak.Hal tersebut sesuai dengan yang dialami oleh ketiga informan

(LE, NY), mereka lebih banyak memikirkan hal-hal yang belum tentu

terjadi seperti menurut (LE), memikirkan kehidupan anaknya kelak.

Ketiga subjek dalam penelitian ini (HD, LE, NY) lebih suka

menghindar dan mendiamkan orang lain yang bermasalah dengannya.

Sebaiknya bagaimanapun masalah tersebut tidak boleh dihindari namun

harus segera diselesaikan dengan cara kedua belah pihak merasa tidak

(14)

10

dan mempertahankan diri serta mendiamkan orang lain merupakan salah

dua dari aspek stress interpersonal menurut Hardjana (1994). Stress

interpersonal secara singkat dapat disebut sebagai stress yang

berhubungan dengan oranglain. Informan (HD, LE, NY) mendiamkan

orang yang memiliki masalah dengan informan. LE mendiamkan suami

dan mertuanya sedangkan HD dan NY mendiamkan suaminya saat

mereka memiliki masalah dengan suaminya.

“Ya nek marah diem (iter: ooh kalau..)gak omong gitu” (W.1/1256-1257)

“Kalau saya merasa bersalah paling diem. Diem aja merenung

gitu” (W.1/879-881)

Para informan bersikap lebih introvert terhadap lingkungannya. Hal

ini menurut Semiun (2006) remaja lebih mementingkan perhatian dari

diri mereka sendiri dan tercermin dalam perilaku egosentrik.

3.3 Coping Stress yang Dilakukan

Coping bukanlah sekedar pertanyaan untuk mengetahui apa yang

dilakukanpada saat stress tetapi lebih mengimplikasikan sebuah

penggunaanketrampilan kognitif, social dan behavioral secara fleksibel

untukmengatasi situasi-situasi yang mengambang, sulit diprediksikan

atauyang penuh tekanan (Bandura dalam Solichatun,2011).Carver dalam

Putra (2013) menyebutkan dua aspek coping stress, diantaranya antara

lain perilaku coping yang berfokus pada masalah dan coping stress yang

berfokus pada emosi. Perbedaan dari kedua coping tersebut terletak pada

fungsinya, Lazarus dan Folkman dalam Lestari (2014) mengatakan jika

coping yang berfokus pada masalah akan mempelajari cara-cara atau

keterampilan yang baru sedangkan coping yang berfokus pada emosi

akan menghilangkan fakta-fakta yang tidak menyenangkan melalui

strategi kognitif. Menurut Blanchard, dkk (dalam Santrock, 2003) remaja

akan lebih menggunakan strategi coping yang berfokus pada masalah

daripada strategi coping yang berfokus pada emosi, namun hal itu

(15)

11

bahwa remaja lebih menggunakan strategi yang berfokus pada emosi

daripada menggunkan strategi yang berfokus pada masalah.

Pada penelitian ini, informan lebih banyak menggunakan coping yang

berfokus pada emosi. Hal itu terlihat dari cara informan meminta bantuan

berupa dukungan secara emosional, penerimaan diri, penyangkalan serta

religiusitas. Ketiga informan (LE, HD, DR) bercerita kepada saudara dan

teman dekatnya untuk mengurangi beban yang mereka rasakan Hal

tersebut membuat LE menjadi lebih tenang dan membuatnya berfokus

untuk mengurus anak dan keluarganya saja.

“Kalau minta tolong mungkin curhat curhatan biasa gitu aja” (W.1/1395-1396)

Mengacu pada pendapat Gotlieb, 1983 dalam Desmita (2010),

dukungan orang terhadap pembentukan orientasi masa depan remaja

dapat dilakukan melalui pemberian informasi atau nasehat verbal dan non

verbal. Hal tersebut (nasehat verbal) didapatkan oleh keempat informan

dari teman dekat, orangtua dan saudaranya.Akibat dari dukungan

emosional tersebut, dua subjek (HD, NY) merasa mampu menerima

keadaan dirinya saat ini namun dua subjek lainnya (DR, LE) belum dapat

menerima keadaan dirinya. Desmita (2010) menjelaskan bahwa

orientasimasa depan remajaterkait lapangan kehidupan yang paling

mendapatkanperhatian adalah pendidikan. Hingga saat ini dapat dketahui

jika informan DR masih ingin melanjutkan pendidikan sekolahnya

dengan cara ikut kejar paket. Terkait dengan masalah dan stress yang

dialami oleh para informan, informan menyangkal permasalahan dengan

cara menghibur diri dengan menonton TV, bermain ke rumah saudara

dan bermain dengan anak.

“Ya paling cuma, itu tidur. Paling ya, nonton TV aja udah, sama Devan, main sama adek ntar kalo ibu di rumah ntar aku main

sama adekku, beli-beli apa gitu kan udah seneng” (W.1/873-878)

Terkait hal tersebut, para informan meyadari jika mereka tidak akan

(16)

12

informan DR saja yang sudah taat menjalankan perintah dari Tuhannya

dengan cara sholat tertib.

Selain coping yang berfokus pada emosi, informan melakukan coping

yang berfokus pada masalah. Bentuk coping tersebut antara lain perilaku

aktif, perencanaan serta mencari dukungan instrumental. Ketrelibatan

emosional yang ditunjukan informan dalam menyelesaikan masalah

terlihat ketika informan menangis saat memiliki masalah. Santrock

(2004) mengatakan bahwa banyak keputusan dunia nyata terjadi di dalam

atmosfir yang menegangkan yang meliputi faktor seperti hambatan waktu

dan keterlibatan emosional. Selain menangis, informan akan bersikap

diam dan memilih tidur jika memiliki masalah.

“Main teruus, tidur terus, gak terlalu deket sama keluarga” (W.1/643-644)

Selain melakukan tindakan, informan memiliki rencana untuk

menyelesaikan masalahnya, semisal LE memiliki rencana untuk bercerai

dari suaminya agar ia dapat hidup tenang sedangkan DR memiliki

rencana untuk mengikuti sekolah kejar paket. Terkait masalah ekonomi

yang dialami informan, diakui oleh informan bahwa mereka

membutuhkan oranglain untuk menopang keadaan ekonominya.

Informan meminta bantuan berupa pinjaman uang kepada saudara dan

rekan kerjanya untuk memenuhi kebutuhannya.

“Ya nanti kalo kehabisan uang ya saya suruh Febri itu. Bon dulu

di kerjaannya, pinjem uang di bos e” (W.1/1108-1111)

Hal itu menurut pendapat Gotlieb, 1983 dalam Desmita (2010), salah

satu bentuk dukungan orang terhadap pembentukan orientasi masa depan

remaja adalah dengan cara instrumental, mencakup bantuan langsung

secara materi, atau pemberian fasilitas dan pelayanan pada remaja.

3.3.Dampak Coping

Coping yang dilakukan oleh informan adalah coping yang berfokus

(17)

13

kepada oranglain namun hal itu juga membuat informan merasa sedih

kembali mengingat masa lalunya.

“Yo lega lah wis dirungokne wis entuk nasihat gitu” (W.1/1937-1938).

“Jadi mengingat.Jadi mengingat yang dulu.”(W.1940-1942)

Sedangkan dampak coping berfokus pada masalah yang dilakukan

informan adalah masalah mampu sejenak terlupakan namun

sesungguhnya informan mengakui jika masalahnya belum terselesaikan.

“He’e, kadang nonton tv ketawa sendiri, guyu gitulah” (W.1883-1884)

“He,em dolan rono kan hiburan ne akeh kui, konco-konco ku omah e yo kono paling ketemu konco gojek bareng kui terus

ilang” (W.1090-1094)

Berikut tabel yang menunjukan penggunaan coping dan

dampaknya dilihat dari latar belakang yang berbeda.

Tabel 3. Tabel Coping dan Dampak Coping

No Alasan menikah

Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa remaja yang

menikah dini baik karena hamil terlebih dahulu sebelum menikah maupun

menikah karena keinginan sendiri memiliki masalah internal ataupun

eksternal yang menyebabkan remaja mengalami berbagai macam stress, baik

stress fisik, emosional, intelektual dan interpersonal. Stress yang dialami oleh

remaja yang menikah karena keinginan sendiri lebih banyak daripada remaja

yang menikah karena hamil terlebih dahulu. Hal itu disebabkan karena remaja

(18)

14

kematangan psikologis untuk menikah sedangkan remaja yang menikah

karena hamil terlebih dahulu memiliki stress yang lebih sedikit karena

dukungan dari anggota dan suaminya dinilai sangat meringankannya. Stres

yang dialami remaja dapat di atasi dengan coping yang berfokus pada

masalah dan emosi.Informan dalam penelitian, baik yang menikah karena

keinginnan sendiri ataupun karena hamil dahulu sebelum menikah lebih

banyak menggunakan coping yang berfokus pada emosi daripada coping yang

berfokus pada masalah.Hal ini disebabkan karena dukungan dari keluarga

yang menguatkan remaja untuk menghadapi berbagai stress yang dialami.

Coping yang dilakukan oleh informan, diakui informan jika belum dapat

menyelesaikan stress dan permasalahannya.

Saran yang diberikan kepada remaja yakni jika ada keinginan untuk

menikah di usia dini harus dipersiapkan kebutuhannya dengan matang

terutama kebutuhan fisiologis dan psikologis, bagi orangtua dan masyarakat

sebaiknya tetap memberikan dukungan kepada remaja yang terlanjur menikah

di usia dini karena pada dasarnya mereka masih belum bersifat dewasa

sedangkan untuk lembaga pernikahan seperti KUA, dapat menyampaikan

hasil penelitian ini untuk digunakan penyuluhan kepada masayarakat tentang

pernikahan dini bentuk stress dan kesiapannya dalam menikah.

DAFTAR PUSTAKA

Alsa, Asmadi. (2004). Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif Serta Kombinasinya Dalam Penelitian Psikologi.Yogyakarta: Pustaka Belajar Offset

Cahyaningtyas, Helga (2016). Strategi Coping Stress pada Penderita Lupus. Skripsi. Tidak diterbitkan. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta

Desmita. (2010). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hardjana. (1994). Stres Tanpa Distres: Seni Mengolah Stres. Yogyakarta: Kanisius.

Husaini, Aiman (2013). Rumah Tangga Bahagia sejak tahun pertama.

Solo:Islamadina.

(19)

15

Niam, Erni Khorun. (2009) Koping Terhadap Stres Pada Mahasiswa Luar Jawa

Yang Mengalami Culture Shock Di Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi, Vol 11 No, 1

Nevid, dkk. (2003). Psikologi Abnormal Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Papalia, E.Diane, S.W.Olds, R.D. Feldman (2013). Human Development

Perkembangan Manusia. Jakarta: Salemba Humanika

Panuju, Panut (2005). Psikologi Remaja. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. Poerwandari, K. (2007). Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku

Manusia. Depok: Perfecta

Putra, Dian Noviana. (2013). Strategi Coping Terhadap Stres Pada Mahasiswa

Tunanetra Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta.Skripsi. Tidak

diterbitkan.Yogyakarta. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta

Sarwono, Sarlito (2011). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika Santrock,John. (2003). Life Span Development. Jakarta: Erlangga Santrock,John .(2004). Life Span Development. Jakarta: Erlangga Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental. Yogyakarta: Kanisius

Sholichatun, Yulia. (2011). Stres dan Staretegi Coping pada Anak Didikdi Lembaga Pemasyarakatan Anak. Psikoislamika, Jurnal Psikologi Islam Jpi. Vol 8 No.1

Walgito, Bimo. (1984). Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: Yayaysan Penerbitan Fakuktas Psikologi Universitas Gadjah Mada

Wardyaningrum, Damayanti&Lestari, Nurhajati (2012). Komunikasi Keluarga

dalam Pengambilan Keputusan Perkawinan di Usia Remaja.Jurnal Al-Azhar

Indonesia Seri Pranata Sosial, Vol. 1, No. 4

Wibowo, Pelupessy, Narhetail. (2011). Psikologi Komunitas. Depok: LPSP3 Universitas Indonesia

Willis, Sofyan. (2011) Konseling Keluarga.Bandung: Alfabeta.

Yulistara (2014).Ini yang Harus Dipertimbangkan sebelum menikah

Gambar

Tabel 1. Permasalahan yang dialami
Tabel 2. Tabel Ragam Stress yang Dialami

Referensi

Dokumen terkait

Semakin pesat dan berkembangnya media informasi, salah satunya media Internet yang banyak menyediakan berbagai macam informasi, maka penulis ingin mencoba membuat situs web Ikan

Alur pencarian solusi dengan algoritma genetika ini adalah dengan menampung semua solusi pada suatu populasi untuk didapatkan solusi yang terbaik pada generasi

Membahas mengenai sistem penjualan yang digambarkan dengan menggunakan Data Flow Diagram (DFD), Entity Relationship Diagram (ERD) dan Normalisasi yang kemudian diimplementasikan

Penggunaan Homepage itu sendiri sangatlah fleksibel karena jika terdapat penambahan atau pengurangan halaman web, maka Homepage dapat ditulis kembali, ditambah, dikurangi atau

Kartu Seminar PKL, PraSeminar (Biru) yang telah ditandatangani oleh Ketua Program Studi6. Tanda Terima Pengumpulan Laporan PKL dan

Mengulas bagaimana pemanfaatan driver dan mode grafis pada bahasa C di sebuah game, dan penerapannya ke dalam logika pemrograman. Game My Igo ini memiliki beberapa kelebihan

Pokja Pekerjaan Konstruksi Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Banggai Kepulauan pada SKPD Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Banggai Kepulauan Propinsi Sulawesi Tengah

PT. POS INDONESIA memberikan hadiah undian pada konsumennya dengan mengacak nomer resi setiap pengiriman yang dilakukan konsumen. Hadiah undian dilakukan pada saat My