• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI TERHADAP KAWASAN DAYA TARIK WISATA KHUSUS TANAH LOT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI TERHADAP KAWASAN DAYA TARIK WISATA KHUSUS TANAH LOT."

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 16

TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG

WILAYAH PROVINSI BALI TERHADAP KAWASAN

DAYA TARIK WISATA KHUSUS TANAH LOT

DESAK NYOMAN TRI PUTRA DEWI NIM. 1203005059

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

ii

DAYA TARIK WISATA KHUSUS TANAH LOT

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

DESAK NYOMAN TRI PUTRA DEWI NIM. 1203005059

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)
(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha

Esa karena atas rahmat-Nya skripsi yang berjudul “Implementasi Peraturan

Daerah Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Terhadap Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus Tanah Lot”

dapat diselesaikan dengan baik.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa hasil karya ini masih memiliki banyak

kekurangan. Sekalipun demikian, besar harapan saya agar skripsi ini dapat

memenuhi kriteria sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di

Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Dalam penyusunan skripsi ini saya bnyak mendapat bantuan, nasehat, dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, tidak lupa saya

sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada:

1 Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H., M.H., Dekan Fakultas

Hukum Universitas Udayana sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah

meluangkan waktunya dan dengan sabar memberikan bimbingan hingga

terselesaikannya skripsi ini.

2 Bapak I Ketut Sudiarta, S.H., M.H., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Udayana.

3 Bapak I Wayan Bela Siki Layang, S.H., M.H., Pembantu Dekan II

(6)

vi

Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana.

6 Ibu Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati,S.H., M.Kn., LLM, selaku dosen

pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini.

7 Bapak I Ketut Keneng, S.H., M.H., Pembimbing Akademik selama saya

mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

8 Seluruh Dosen Pengajar di Lingkungan Fakultas Hukum Universitas

Udayana yang telah banyak memberikan pengetahuan kepada saya selama

menempuh perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

9 Seluruh Staf Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah

membantu dan memberikan kemudahan segala urusan administrasi

selama saya menempuh perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas

Udayana.

10Seluruh Staf Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana yang

telah dengan baik melayani peminjaman dan pengembalian buku – buku

yang banyak menjadi literatur dalam skripsi saya ini.

11Untuk kedua orang tua saya tercinta, Drs. Dewa Ketut Putra Adnyana,

M.Ap., dan Ibu Desak Putu Yastini, S.Sos.,M.M., yang telah mendidik,

(7)

vii

saya Dewa Ketut Kartika Putra yang telah memberikan semangat dan

mendoakan hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

12Untuk yang tersayang dan sangat berarti, I Dewa Putu Krisna Pratama,

S.Kep., yang selalu menemani dan memberikan dukungan moril dikala

jenuh akan skripsi, serta kesabarannya yang tiada henti memberikan

motivasi dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

13Untuk sahabat penulis, Fatma Sari , Trisna Anggita Pratiwi, Dian Pertiwi,

Diah Antari, Mirayanti, Dimitri, Yupit, Wulan Virda Dewi, Leona

Laksmi, Paramartha, Dedik, Satria Wibawa, Jaya Nugraha, dan teman –

teman Fakultas Hukum angkatan 2012 lainnya yang tidak bisa saya

sebutkan, yang telah memberikan dukungan dan doa serta pengalaman

kehidupan kampus yang sangat menyenangkan.

Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang

tidak bisa saya sebut satu per satu, atas dukungan, partisipasinya, dan doa yang

selalu menyertai hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Skripsi ini tentunya masih banyak memiliki kekurangan. Kritik dan saran

yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk menjadikan skripsi ini lebih

(8)
(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM ... i

HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... iv

HALAMAN KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... viii

HALAMAN DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 9

1.4.1 Tujuan Umum ... 10

1.4.2 Tujuan Khusus ... 10

1.5 Manfaat Penulisan ... 11

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 11

(10)

x

1.6.2. Hipotesis ... 18

1.7 Metode Penelitian ... 20

1.7.1 Jenis Penelitian ... 20

1.7.2 Jenis Pendekatan ... 21

1.7.3 Data dan Sumber Data ... 21

1.7.4 Teknik Pengumpulan Data... 22

1.7.5 Pengolahan dan Analisa Data ... 24

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERATURAN DAERAH DAN DAYA TARIK WISATA 2.1 Tata Ruang ... 26

2.1.1 Pengertian Tata Ruang ... 26

2.1.2 Asas dan Tujuan Tata Ruang ... 29

2.2 Daya Tarik Wisata ... 33

2.2.1 Definisi Daya Tarik Wisata ... 34

2.2.2 Jenis Daya Tarik Wisata ... 44

(11)

xi

3.1.1 Sejarah Singkat dan Keadaan Geografis... 48

3.1.2 Penyebaran Akomodasi Pariwisata Di

Tanah Lot ... 57

3.2 Keberadaan Akomodasi Pariwisata Tanah Lot

Setelah Adanya Peraturan Daerah Nomor 16

Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi Bali ... 61

BAB IV KENDALA YANG DIHADAPI DALAM IMPLEMENTASI RADIUS KESUCIAN PURA TANAH LOT BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 16 TAHUN 2009

4.1 Permasalahan Dalam Implementasi Radius Kesucian

Pura Tanah Lot ... 68

4.1.1 Permasalahan Yang Dihadapi Dalam

Implementasi Radius Kesucian Pura Tanah

Lot ... 68

4.1.2 Solusi Permasalahan Dalam Implementasi

Radius Kesucian Pura Tanah Lot ... 72

4.2 Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Implementasi

Radius Kesucian Pura Tanah Lot ... 74

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 81

(12)
(13)

xiii Abstrak

Pertumbuhan dan perkembangan pembangunan yang terjadi di kawasan Daya Tarik Khusus Tanah Lot dimanfaatkan bagi masyarakat dan pengusaha pariwisata untuk pembangunan akomodasi pariwisata. Untuk itu diperlukan Implementasi dari Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (Perda RTRW Provinsi Bali) agar pembangunan akomodasi pariwisata dapat dikontrol dan tidak bertentangan dengan radius kesucian Pura Tanah Lot. Terdapat permasalahan yaitu bagaimana Implementasi Perda RTRW Provinsi Bali Di Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus Tanah Lot dan apakah kendala dalam Implementasi Perda RTRW Provinsi Bali tersebut.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum

empiris, dengan menggunakan pendekatan terhadap perundang – undangan,

pendekatan fakta, dan pendekatan analisis konsep hukum. Dimana pendekatan ini berdasrkan pada permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat dengan mengkaji peraturan daerah yang berlaku dalam kaitannya dengan Tata Ruang Wilayah.

Adapun hasil yang diperoleh dalam penelitian di lapangan bahwa Implementasi dari Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali belum berjalan secara efektif, karena masih ada izin usaha akomodasi pariwisata yang melanggar ketentuan Pasal 50 ayat (2) yang menyatakan bahwa: limitasi pengembangan kawasan Tanah Lot adalah 2.453 Ha dengan radius kawasan tempat suci 2000 (dua ribu) meter, sedangkan sempadan pantai pada Pasal 50 Ayat (4) huruf a) ditetapkan dengan kriteria daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat. Untuk kendala dalam Implementasi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali adalah kurangnya sosialisasi dan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah terkait adanya aturan yang berupa Peraturan Daerah yang mengatur tentang radius kesucian pura.

(14)

xiv

Local Regulation number 16 year 2009 concerning Province Spatial Planning, in ortder that tourist accommodation development can be controlled and not contradict with the temple holiness range. How is the implementation of Local Regulation number 16 year 2009 in the special area of Tanah Lot and what is the main obstacle of that implementation.

This research is an empirical legal research that using statutory approach, fact approach and analysis of legal concept approach. This approach based on the problems that happened in society by reviewing the applicable Local Regulation that related to Spatial.

The result obtained from this research is, the implementation of Local Regulation number 16 year 2009 concerning Province Spatial Planning has not been applied effectively, because of the availability of business license that violate the provisions of Article 50 paragraph (2) which is the limitation of Tanah Lot region development is 2.453 Ha with the radius of holiness area 2000 m, based on Article 50 paragraph (4) point a, the main land criteria along seaside with minimum 100m away from the highest tide point. The obstacle of implementation of Local Regulation number 16 year 2009 concerning Province Spatial Planning is lack of socialization and communication between the society and the government in connection with temple holiness range.

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kebijakan sentralisasi pada masa lalu membuat ketergantungan

daerah-daerah kepada pusat semakin tinggi dan nyaris mematikan kreatifitas

masyarakat beserta seluruh perangkat Pemerintah di daerah.

Sementara itu dalam era desentralisasi, partisipasi masyarakat dan

azas keterbukaan cenderung untuk dijadikan pedoman dengan asumsi bahwa

pelaksanaan prinsip tersebut akan menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan

kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat merasa memiliki

terhadap kebijakan yang ditetapkan dan muncul komitmen untuk

melaksanakannya sehingga pembangunan yang berkelanjutan dapat

diwujudkan. Pada sisi lain dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah

Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah Dan Kewenangan

Propinsi Sebagai Daerah Otonom, telah memberikan dan menyerahkan

kewenangan dalam proses penyelenggaraan penataan ruang kepada daerah.

Kondisi tersebut antara lain adalah memberikan kemungkinan banyaknya

Kabupaten/Kota yang lebih memikirkan kepentingannya sendiri, tanpa

memikirkan sinergi dalam perencanaan tata ruang dan pelaksanaan

(16)

masing-masing Kabupaten/Kota diperlukan suatu dokumen produk penataan

ruang yang bisa dijadikan pedoman untuk menangani berbagai masalah

lokal, lintas wilayah, dan yang mampu memperkecil kesenjangan antar

wilayah yang disusun dengan mengutamakan peran masyarakat secara

intensif.

Pada akhirnya, penataan ruang diharapkan dapat mendorong

pengembangan wilayah dalam rangka meningkatkan kualitas hidup

masyarakat (city as engine of economic growth) yang berkeadilan social

(social justice) dalam lingkungan hidup yang lestari (environmentaly sound)

dan berkesinambungan (sustainability sound) melalui penataan ruang.

Perencanaan pembangunan dengan memanfaatkan ruang, telah diatur

dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,

dengan adanya peraturan perundang-undangan tersebut diharapkan setiap

pemerintah daerah di Indonesia wajib menyusun Rencana Tata Ruang

Wilayah sebagai pedoman pelaksanaan pembanguanan di wilayahnya agar

tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan pemanfaatan dan

pengendalian tata ruang.

Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

tentang Penataan Ruang, Provinsi Bali telah memiliki Peraturan Daerah

Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali.

Oleh karena Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2005 tersebut

yang masa berlakunya sampai dengan Tahun 2010 dan sudah tidak sesuai lagi

(17)

Undang-3

Undang Nomor 26 Tahun 2007, (Perda Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009,

huruf b), maka Perda tersebut diganti dengan dikeluarkannya Peraturan

Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Propinsi Bali Tahun 2009-2029, yang pada hakekatnya penetapan

peraturan daerah tersebut untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat

memanfaatkan ruang sesuai dengan peruntukannya, sehingga diharapkan

dapat terwujud ruang wilayah Provinsi Bali yang berkualitas, aman, nyaman,

produktif, berjati diri, berbudaya Bali dan berwawasan lingkungan

berdasarkan Tri Hita Karana serta pemanfaatan ruang yang tanggap terhadap

rawan bencana.

Penyusunan Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Bali, secara teknis mengacu

kepada ketentuan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang, yang selanjutnya diintegrasikan dengan nilai-nilai kearifan lokal yang

terkait dengan penataan ruang. Dalam penyusunan Peraturan Daerah Provinsi

Bali Nomor 16 Tahun 2009, ada beberapa landasan yang dipergunakan dalam

penyusunan produk Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009

yaitu :

1. Mendukung pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan

nasional, sehingga rencana pembagunan daerah disusun untuk

mensinkronkan dan memadukan pembangunan daerah dengan tujuan

pembangunan nasional termasuk implementasi programnya terkait

(18)

2. Mendudukan Bali sebagai satu kesatuan wilayah pengembangan ekosistem

pulau kecil dalam satu kesatuan perencanaan, dimana perencanaan wilayah

Kabupaten/kota mengacu kepada perencanaan provinsi, baik dalam hal

pemanfaatan sumber daya alam, pemerataan pembangunan wilayah sesuai

daya dukung dan daya tampung, daya saing yang telah dimiliki, penerapan

nilai kearifan lokal, maupun dalam memaksimalkan pemanfaatan peluang

pembangunan dan meminimalkan resiko. Dalam pola pikir ini Bali sebagai

satu kesatuan wilayah provinsi Bali dan sebuah pulau kecil dikelola

berdasar prinsip satu pulau, satu perencanaan dan satu pengelolaan (one

island, one plan, one management).

3. Mendudukan Bali sebagai sebuah wilayah yang memiliki nilai strategis

nasional dan internasional, yang keunikan alam dan budayanya harus

dipelihara secara berkelanjutan melalui keterpaduan pengembangan

wilayah yang terintegrasi baik fisik dan spiritual dalam bingkai Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

4. Mendukung Bali sebagai sebuah pulau kecil yang rentan terhadap

pengaruh dan dampak perubahan iklim dan rawan bencana.

Kabupaten Tabanan sebagai salah satu bagian dari wilayah Propinsi

Bali, yang terletak di bagian tengah Pulau Bali dan berada pada bagian

selatan pegunungan Pulau Bali. Secara administratif Kabupaten Tabanan

terbagi menjadi 10 Kecamatan yaitu Kecamatan Selemadeg Barat, Kecamatan

Selemadeg, Kecamatan Selemadeg Timur, Kecamatan Kerambitan,

(19)

5

Penebel, Kecamatan Pupuan, dan Kecamatan Kediri.(Peraturan Daerah

Kabupaten Tabanan Nomor 8 Tahun 2014, tentang Pembentukan Susunan

Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Tabanan, Pasal 7).

Wilayah Kecamatan Kediri merupakan kawasan yang cendrung

berkembang pesat dengan adanya fungsi kawasan perkotaan yang menyatu

dengan kawasan perkotaan Tabanan, dan memiliki kawasan Tanah Lot.

Kawasan Tanah Lot ditetapkan sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata

Khusus, sekaligus sebagai Kawasan Strategis Provinsi dari sudut kepentingan

pertumbuhan ekonomi.1

Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus Tanah Lot dalam ketentuan

tersebut ditetapkan berdasarkan pendekatan wilayah administrasi desa yang

didalamnya terdapat potensi daya tarik wisata, aksesibilitas yang tinggi,

ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas pariwisata serta aktivitas sosial

budaya masyarakat yang saling mendukung dalam perwujudan

kepariwisataan, namun pengembangannya sangat dibatasi untuk lebih

diarahkan kepada upaya pelestarian budaya dan lingkungan hidup (Perda

Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009, Pasal 66 Ayat (5)). Kawasan Daya Tarik

Wisata Khusus Tanah Lot terdiri dari 6 desa yaitu Desa Beraban, Desa

Belalang, Desa Bengkel, Desa Pangkung Tibah dan Desa Pandak Gede di

Kecamatan Kediri dan Desa Sudimara di Kecamatan Tabanan dengan luas

keseluruhan 2.453 Ha.2

1 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Pasal 66 ayat (4) dan Pasal 82 ayat (1)

2 Lampiran Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata

(20)

Dalam Perda 16 Tahun 2009 Pasal 50 Ayat (2) ditetapkan limitasi

pengembangan kawasan Tanah Lot adalah 2.453 Ha dengan radius kawasan

tempat suci 2000 (dua ribu) meter, sedangkan sempadan pantai pada Pasal 50

Ayat (4) huruf a) ditetapkan dengan kriteria daratan sepanjang tepian laut

dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut

tertinggi ke arah darat, dan hal ini menjadi tantangan dalam mendukung

pengembangan kawasan Tanah Lot tersebut. Selain itu sebelum

diberlakukannya Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali pada kawasan Tanah Lot telah berkembang

pesat pembangunan-pembangunan penunjang kepariwisataan yang harus

segera disesuaikan dengan rencana tata ruang melalui kegiatan penyesuaian

pemanfaatan ruang berdasarkan Peraturan Daerah ini, ketentuan peralihan

(Pasal 150 ayat (1)).

Berdasarkan penjelasan diatas, ditetapkannya Kawasan Daya Tarik

Wisata Khusus Tanah Lot membutuhkan pemahaman untuk menganalisa

bagaimana implementasi Peraturan Daerah Nomor 16 tahun 2009 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali di Kawasan Daya Tarik Wisata

Khusus Tanah lot.

Bertitik tolak dari penjelasan tersebut diatas, maka yang menjadi

kendala - kendala / masalah yang ada pada Kawasan Daya Tarik Wisata

(21)

7

1. Adanya ketidak jelasan dari Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009

Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali terkait dengan

radius kesucian pura.

2. Masyarakat belum sepenuhnya tahu tentang adanya Perda No.16

Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali.

Terkait dengan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dan mengangkatnya ke dalam skripsi dengan judul :

“Implementasi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 Tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Terhadap Kawasan Daya

Tarik Wisata Khusus Tanah Lot”.

1.2. Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan diatas,

maka dapatlah diajukan beberapa permasalahan yang akan merupakan pokok

bahasan didalam penulisan ini. Permasalahan tersebut apabila dirumuskan

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah implementasi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Di Kawasan Daya

Tarik Wisata Khusus Tanah Lot terkait dengan radius kesucian pura?

2. Apakah Kendala – kendala dalam Implementasi Peraturan Daerah Nomor

16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali

terhadap Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus Tanah Lot terkait dengan

(22)

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Mengenai Ruang Lingkup Penelitian sering diistilahkan dengan focus

of interest. Menurut W.J.S. Poerwadarminta menyebutkan “Focus artinya

pusat (kegiatan atau perhatian), dan interest artinya menimbulkan minat atau

yang menarik perhatian”.3

Jadi dengan demikian “focus of interest mengandung pengertian

segala sesuatu yang menjadi pusat perhatian yang membangkitkan minat

seseorang untuk berfikir, berbicara dan berbuat sesuatu”.

Mengingat masalah pemanfaatan dan pengendalian penataan ruang

pada Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus Tanah Lot cakupannya sangat luas

maka dalam penelitian ini dibatasi hanya terhadap radius kesucian pura.

Dengan demikian pemanfaatan dan pengendalian ruang khususnya di

Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus Tanah Lot ini sangat penting dilakukan

oleh semua pihak, terlebih lebih bagi orang atau badan usaha/investor yang

ingin menanamkan modalnya pada kawasan ini. Untuk mencegah adanya

pelanggaran pemanfaatan ruang perlu adanya koordinasi dengan instansi

terkait yang menanggani pemanfaatan dan pengendalian tata ruang.

Berdasarkan pengertian tersebut diatas, maka ruang lingkup

pembahasan dalam penelitian ini adalah:

“Implementasi Perda Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi Bali Terhadap Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus

Tanah Lot terkait dengan radius kesucian pura dan Kendala – kendala

3 W.J.S. Poerwadaminta, Kamus umum bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1976,

(23)

9

dalam Implementasi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 Tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali terhadap Kawasan Daya Tarik

Wisata Khusus Tanah Lot terkait dengan Radius Kesucian Pura”

1.4. Tujuan Penulisan

Dalam suatu kegiatan penelitian mempunyai tujuan dan kegunaan

sejalan dengan kepentingan penelitian itu sendiri. Tujuan sebuah penelitian

biasanya merupakan rumusan kalimat yang menunjukkan adanya suatu hal

yang ingin diperoleh setelah penelitian selesai dilakukan.

Pada umumnya penelitian bertujuan untuk menemukan,

mengembangkan atau menguji kebenaran suatu pengetahuan. Hal itu

dinyatakan oleh Winarno Surachmad, yang memberikan tentang pengertian

tentang tujuan umum suatu penelitian yaitu :

Seringkali pendidikan dibedakan menurut kegunaannya yang langsung bagi kehidupan sehari-hari atas dasar ini penyelidikan dibagi atas dasar yang dipergunakan, yang pertama sering pula disebut penyelidikan dasar atau prinsip-prinsip atau generalisasi yang dibutuhkan untuk merumuskan teori-teori dasar pemikiran ilmiah, yang terakhir ini mendapat bentuk khusus yang disebut action research yang tujuannya mencari satu dasar pengetahuan

praktis untuk bertindak memperbaiki suatu situasi secara terbatas.4

Sedangkan menurut pendapat Sutrisno Hadi adalah sebagai

berikut: “Menemukan berarti berusaha mendapatkan sesuatu untuk mengisi

kekosongan atau kekurangan. Mengembangkan berarti memperluas dan

menggali lebih dalam apa yang sudah ada, sedangkan menguji kebenaran jika

yang sudah ada masih diragukan kebenarannya.”5

4 Winarno Surachmad, Dasar dan Teknik Research, Pengantar Methodelogi Ilmiah, Tarsito

Bandung, 1976, h. 32.

(24)

Untuk jelasnya tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4.1. Tujuan Umum

1. Untuk melaksanaka Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada

bidang usaha penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa.

2. Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah

secara tertulis dan sebagai sarana bagi mahasiswa untuk

mengembangkan pikiran, mengemukakan pendapat secara tertulis,

kritis, sistematis dan objektif.

3. Untuk perkembangan Ilmu Pengetahuan Hukum dan memberikan

sumbangan bahan kajian bagi pihak – pihak yang

terhubung/berhubungan dengan pokok bahasan ini.

4. Untuk mengembangkan diri-pribadi mahasiswa dalam kehidupan

masyarakat.

5. Sebagai syarat wajib menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum

Universitas Udayana dan pembulat studi mahasiswa di bidang Ilmu

Hukum untuk memenuhi persyaratan SKS dari jumlah beban studi

dalam memperoleh gelar sarjana hukum.

1.4.2. Tujuan Khusus

1 Untuk mengetahui dampak yang timbul dari implementasi

Peraturan Daerah Nomor 16 tahun 2009 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Provinsi Bali Terhadap Kawasan Daya Tarik

(25)

11

2 Untuk mengetahui Kendala-kendala dalam implementasi Peraturan

Daerah Nomor 16 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi Bali terhadap Kawasan Daya Tarik Wisata

Khusus Tanah Lot.

3 Untuk mendapatkan solusi terhadap kendala-kendala yang dihadapi

dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 16 tahun 2009

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Bali Terhadap

Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus Tanah Lot.

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penulisan ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan ilmiah bagi pengembangan ilmu hukum di bidang hukum

pemerintahan, khususnya pemahaman teoritis mengenai rencana tata ruang

wilayah yang menyebabkan terjadinya pembangunan yang tidak sesuai,

yang dapat mengurangi radius kesucian pura Tanah Lot.

1.5.2. Manfaat Praktis

Dengan semakin banyaknya bangunan penunjang wisata seperti

hotel, villa, pondok wisata dan lain – lainnya yang berada di Kawasan

Daya Tarik Wisata Di Tanah Lot. Sehingga dengan penulisan penelitian ini

diharapkan mampu memberikan informasi bagi masyarakat dan para

investor tentang adanya tata ruang wilayah, dimana dalam hal ini radius

kesucian Pura di Tanah Lot. Sedangkan manfaat bagi diri pribadi, dengan

(26)

masalah serta memecahkannya sesuai dengan teori yang ada untuk

dibandingkan dengan kenyataan di lapangan.

1.6. Landasan Teoritis dan Hipotesis 1.6.1. Landasan Teoritis

Konsepsi dasar merupakan pedoman teoritis dari definisi – definisi

singkat yang mendasari pemikiran-pemikiran untuk mencapai jalan keluar dari

pada persoalan yang diteliti. Setiap masalah memerlukan suatu cara

pemecahan, dan untuk memecahkan suatu permasalahan memerlukan suatu

pola pikir yang berupa konsep-konsep yang dapat dipakai dalam berpijak.

Pengertian/definisi dari konsep telah banyak disampaikan oleh para

ahli. Diantaranya J. Supranoto memberikan definisi konsep dasar adalah:

“Suatu abstraksi (abstracti) dan kejadian (event) yang menjadi obyek

penyelidikan dari suatu pandangan untuk mencapai suatu tujuan tertentu,

tujuan untuk menyederhanakan pemikiran dengan jalan menggabungkan

sejumlah peristiwa-peristiwa dibawah suatu judul yang umum”. 6

Definisi konsep juga disampaikan oleh Masri Singarimbun dan Sofyan

Effendi yang menyatakan bahwa : “Konsepsi adalah unsur penelitian yang

terpenting dan merupakan definisi yang dipakai oleh para peneliti untuk

menggambarkan secara abstrak suatu fenomena sosial dan fenomena alami”.7

Selanjutnya Koentjaraningrat menyatakan yang dimaksud dengan konsepsi

6 J. Supranoto, Metodelogi Research dan Aplikasinya dalam Research Pemasaran, Lembaga

Fakultas Hukum, Jakarta, 1976, h.29.

7 Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survey, LP3 ES, Jakarta,

(27)

13

dasar adalah : “Suatu definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala”.8

Kemudian menurut W.J.S. Poerwadarminta yang dimaksud dengan konsepsi

dasar adalah “Suatu azas yang dapat dijadikan pedoman untuk melakukan satu

kejadian”.9

Berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas maka dapat dijelaskan

bahwa yang dimaksud dengan konsepsi dasar adalah definisi singkat dari

sekelompok fakta atau gejala dari kejadian atau event yang menjadi obyek

penelitian, sebagai azas yang dapat dipakai pedoman dalam memacahkan

suatu masalah yang benar/tepat setelah dianalisa. Mengacu pada pengertian

tersebut, dan dikaitkan dengan penelitian yang akan dilakukan yang berjudul

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Provinsi Bali Terhadap Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus

Tanah Lot, maka pada tulisan ini juga akan diuraikan konsepsi yang menjadi

landasan berpijak dari pelaksanaan penelitian. Konsepsi yang diangkat

menyangkut penelitian ini adalah Komunikasi dan Koordinasi.

1. Komunikasi

Berbicara tentang komunikasi, orang akan membayangkan sebagai

berbicara atau ngomong, atau komunikasi dengan bahasa tubuh yang bisa

diikuti dengan bicara, tapi bisa juga tidak diikuti dengan bicara. Lalu

kapan manusia berkomunikasi?. Jawabannya berlangsung setiap saat,

kapan saja, dimana saja, dilakukan oleh siapa saja dengan siapa saja,

bahkan dirinya sendiri. Sejak kapan manusia berkomunikasi?. Manusia

8 Koentjdraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, Penerbit Gramedia, Jakarta, 1986, h.21.

9 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 1987,

(28)

berkomuikasi sejak lahir, sejak itu pula ia berkomunikasi dengan

lingkungannya, pertama kali manusia berkomunikasi pada saat

mengeluarkan suara yang disebut `menangis. Menangis disini yang

mengkomunikasikan adanya tanda kehidupan pada dirinya. Makin

bertambah umurnya makin banyak ia bergaul dengan lingkungannya dan

makin banyak ia berkomunikasi dengan lingkungannya.

Menurut William Albig dalam Soewardi Prodjosapoetro

menyebutkan bahwa :

Komunikasi adalah proses kemasyarakatan yang fundamental agar cara dimana maksud - maksud yang disampaikan dengan tak dapat

tiada mempengaruhi semua proses – proses kemasyarakatan

lainnya. Atau dengan dikemukakan oleh M.M. Wiley dan S.A. Rise

ialah bahwa Didalam istilah daripada pelajaran-pelajaran

kemasyarakatan, proses pengoprasian lambang-lambang yang

berarti diantara individu-individu disebut komunikasi.10

Sedangkan Wilbur Schramm dalam Onong Uchjana Effendy yang

menyajikan batasan mengenai komunikasi sebagai :

Peng-ikut-sertaan suatu orientasi kedalam isyarat-isyarat yng

bersifat informasi (the sharing of on orientation toward a set of

informational signs). Informasi dalam pengertian tersebut diatas harus diartikan secara luas. Jelasnya : tidak terbatas pada berita atau fakta atau apa yang terdapat dalam buku atau yang diajarkan dalam kelas. Informasi adalah setiap isi komunikasi yang nmengurangi ketidak-pastian atau kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu situasi. Ini termasuk emosi. Dapat pula meliputi fakta atau opini, bimbingan atau persuasi. Ia tidak harus berbentuk kata-kata;

pengertian yang tersembunyipun atau bahasa bisu (the silent

languag) adalah informasi yang penting.11

Memperhatikan pengertian komunikasi tersebut diatas, maka

komunikasi dengan manusia tidak dapat dipisahkan. Komunikasi dan

10 Soewardi Prodjosapoetro, Komunikasi arti dan peranannya dalam kepemimpinan, CV,

sumber mas, Jakarta, 1978,h.32.

(29)

15

hubungan manusia adalah satu kesatuan. Demikian juga komunikasi

sangat diperlukan dalam suatu lembaga/organisasi untuk mencegah

timbulnya masalah dan konflik, sebab masalah dan konflik dapat dicegah

apabila segala sesuatunya dikomunikasikan dengan baik.

2. Koordinasi

Dalam rangka pelaksanaan pengawasan dan pengendalian

pembangunan memerlukan informasi dan perlu dikomunikasikan untuk

dapat menyerap informasi yang berkembang kemudian dikomunikasikan

kepada masyarakat pada umumnya, disinilah letaknya aparatur Negara

yang sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat diharapkan mampu untuk

menjembatani antara keinginan masyarakat dengan kebutuhan pemerintah.

Hal ini dapat dimaknai dari pengertian koordinasi itu sendiri yaitu

sinkronisasi yang teratur dari usaha-usaha untuk menciptakan kepantasan

kuantitas, waktu, dan pengarahan pelaksanaan dan menghasilkan

keselarasan dan kesatuan tindakan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

a. Pengertian Koordinasi.

Panglaykim dan Hasil, menjelaskan dengan illustrasi sebagai

berikut :

(30)

menjadi efektif dan keduanya dapat mencapai tujuannya. Saat

pekik itu adalah koordinasi dalam bentuk sederhana.12

G.R.Terry mengemukakan bahwa “Koordinasi adalah

“Sinkronisasi yang teratur dari usaha-usaha untuk menciptakan

kepantasan kuantitas, waktu dan pengarahan pelaksanaan yang

menghasilkan keselarasan dan kesatuan tindakan untuk tujuan yang

telah ditetapkan”.13

Demikian pula Panglaykin dan Hazil mendefinisikan sebagai

berikut: “Koordinasi adalah sebagai pengaturan yang tertib dari

kumpulan/gabungan usaha, untuk menciptakan kesatuan tindakan

dalam mencapai tujuan bersama. Koordinasi merupakan azas pertama

dari organisasi. Malah azas satu-satunya, karena azas lainnya semua

berada di bawahnya (sub-ordinated)”.

Dalam hal ini Soewarno Handayaningrat menyebutkan bahwa:

“Koordinasi adalah usaha penyesuaian bagian-bagian yang

berbeda-beda agar kegiatan dari pada bagian-bagian itu selesai pada waktunya.

Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama, kesatuan daripada usaha

meminta sesuatu pengertian kepada semua individu, agar ikut serta

melaksanakan tujuan sebagai kelompok dimana mereka bekerja”.

Dari penjelasan tersebut diatas, penulis dapat jabarkan bahwa

koordinsi itu merupakan suatu upaya seorang pemimpin atau

merupakan tanggung jawab pimpinan organisasi untuk menyamakan

12 Panglaykim dan Hazil Tamzil, Manajement suatu Pengantar, PT Pembangunan, Ghalia

Indonesia, Jakarta, 1977,h.172.

(31)

17

persepsi, pemikiran, gerak langkah baik dengan para staf/bawahannya

dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan, maupun dengan

orang/badan/pejabat yang berkaitan dengan permasalahan yang

dihadapinya. Koordinasi ini dilakukan secara berkesinambungan dan

dikembangkan agar tujuan dapat dicapai dengan baik, berdaya guna

dan berhasil guna.

b. Jenis-jenis Koordinasi.

Menurut Sutarto menyebutkan jenis-jenis koordinasi dapat

dibedakan atas :

a. Koordinasi Vertikal yaitu tindakan atau kegiatan-kegiatan

unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada di wilayah wewenang dan tanggung jawabnya.

b. Koordinasi Horizontal yaitu tindakan-tindakan penyatuan

pengarahan yang dijalankan terhadap kegiata-kegiatan dalam tingkat organisasi yang setingkat.

Koordinasi horizontal ini terbagi lagi atas dua bagian yaitu :

1) Interdisiplinary yakni suatu koordinasi dalam rangka

mengarahkan, menyatukan tindakan-tindakan,

mewujudkan, menciptakan disiplin antara unit-unit yang satu dengan unit-unit yang lainnya, secara intern pada unit-unit tugasnya.

2) Inter-Relatif, yaitu koordinjasi antar badan (instansi)

unit-unit fungsinya berbeda tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling ketergantungan atau mempunyai kaitan baik secara intern maupun eksternal yang levelnya setarap.14

Berdasarkan atas pengertian tersebut diatas dapat dikatakan

bahwa agar pelaksanaan pekerjaan berjalan sesuai dengan arah

kebijaksanaan maka harus mengerti segala perintah, intruksi yang

diberikan.

14 Sutarto, Dasar dasar Organisasi, Gajah Mada University Press, Yogyakarta,

(32)

c. Cara-cara mengadakan koordinasi.

Menurut Melayu S.P. Hasibuan cara mengadakan koordinasi dapat

ditempuh dengan jalan :

1. Memberikan keterangan langsung secara bersahabat,

keterangan mengenai pekerjaan saja cukup, karena tindakan-tindakan yang tepat harus diambil untuk menciptakan, menghasilkan koordinasi yang diharapkan.

2. Mengusahakan agar pengetahuan dan penerimaan tujuan

yang akan dicapai oleh anggota dengan tujuannya sendiri. Tujuan itu nadalah tujuan bersama.

3. Mendorong anggota untuk bertukar pikiran, mengemukakan

ide, dan lain-lain.

4. Mendorong anggota untuk berpartisipasi dalam tingkat

perumusan pencapaian sasaran.15

Jadi dengan demikian, dapat dikatakan bahwa setiap organisasi

didalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan yang

diinginkan sudah tentu melalui kerjasama yang baik antara unit-unit

yang terkait. Dengan adanya koordinasi yang baik dapat dihindari

terjadinya tumpang tindih suatu pekerjaan dan pertentangan antara

bagian-bagian atau unit-unit kerja yang ada, serta keselarasan dalam

tindakan agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dengan demikian, komunikasi dan koordinasi merupakan satu

kesatuan. Informasi yang luas yang disampaikan dalam komunikasi

dapat memberikan pemahaman, pandangan, persepsi yang sama,

kepastian atau kejelasan apa yang diinginkan, menghilangkan

keraguan-raguan didalam pelaksanaan suatu kegiatan.

1.6.2. Hipotesis

15 Melayu SP Hasibuan, Manajemen Dasar Pengertian dan Masalah, Aji Masagung, Jakarta,

(33)

19

Hipotesis adalah suatu dugaan yang sifatnya sementara sehingga perlu

diuji lebih lanjut dalam serangkaian analisis. Didalam hal ini untuk dapat

memberikan jawaban yang bersifat dugaan, maka diperlukan suatu tuntunan

yang dapat dijadikan pedoman atau pegangan didalam melakukan suatu

penyelidikan tuntunan tersebut sangat berhubungan dengan permasalahan

serta mengandung besar kemungkinannya adalah benar.

Demikian pula dalam penulisan ini pembuktiannya penulis akan susun

berdasarkan data dan kejadian-kejadian yang nyata berlaku.

Menurut Sutrisno Hadi hipotesis adalah: “Dugaan yang mungkin benar dan

mungkin salah atau palsu dan diterima jika fakta membenarkan. Penerimaan

dan penolakan terhadap hipotesa sangat tergantung pada hasil-hasil

penyelidikan terhadap fakta yang dikumpulkan”.

Sedangkan menurut pendapat Komarudin hipotesis adalah: “Dugaan

yang mungkin benar dan mungkin juga salah dan diterima jika fakta-fakta

membenarkan. Penolakan dan penerimaan hipotesis sangat tergantung pada

hasil-hasil penyelidikan terhadap fakta-fakta yang dikumpulkan. Hipotesa

dipandang sebagai kalkulasi yang sifatnya sementara”.16

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas jelaslah bahwa hipotesis

merupakan jawaban sementara dan belum dapat dijadikan pegangan karena

masih memerlukan pembuktian lebih lanjut.

Dalam penelitian ini hipotesis yang dirumuskan adalah :

(34)

“Jika komunikasi dan koordinasi dapat dilakukan dengan baik, maka

Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi Bali Terhadap Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus Tanah

Lot dapat berjalan dengan baik sesuai yang diharapkan ”.

1.7. Metode Penelitian

Metode berasal dari kata dasar metode dan logi. Metodelogi artinya

cara melakukan sesuatu dengan teratur (sistematis), sedangkan logi artinya

ilmu yang berdasarkan logika berfikir. Metodelogi penelitian artinya ilmu

tentang cara melakukan penelitian dengan teratur (sistematis). Metodelogi

penelitian hukum artinya ilmu tentang cara melakukan penelitian hukum

dengan teratur (sistematis).17

Jadi dengan menggunakan suatu metode, maka obyek yang menjadi

sasaran penelitian akan menjadi jelas dan bisa mendapatkan data yang

valid, sehingga dengan demikian diharapkan kesimpulannya lebih baik.

Metode tersebut meliputi :

1.7.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini termasuk

penelitian hukum empiris yang beranjak dari adanya kesenjangan antara

das solen dan das sein yaitu kesenjangan antara peraturan dengan realita

serta kesenjangan antara peraturan dengan fakta hukum. Penelitian ini

lebih memfokuskan pada Implementasi Peraturan Daerah Nomor 16

Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali terhadap

17 Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,

(35)

21

Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus Tanah Lot terkait dengan Radius

Kesucian Pura.

1.7.2. Jenis Pendekatan

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan peraturan perundang – undangan. Yang mana dalam

pembahasan ini permasalahan yang dikemukakan didasarkan pada

Peraturan Daerah yang berlaku.

1.7.3. Data dan Sumber Data

Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang

akan dibahas, diperlukan suatu metode penelitian yang bertujuan untuk

mendapatkan keterangan sesuatu yang berhubungan dengan rangkaian

kejadian, gejala-gejala serta data-data yang ada.

Menurut J. Supranoto menyatakan cara memperoleh data ada 2

(dua) yaitu: “(1). Data Primer, adalah data yang dikumpulkan dan

diperoleh secara langsung melalui penelitian dilapangan. Dan (2). Data

Sekunder, adalah data yang diperoleh dari suguhan data dalam bentuk jadi,

sudah dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang lain”.

Data sekunder ini merupakan data yang sudah terkodifikasi

atau tersusun dalam narasi verbal. Data ini dihimpun dari

sumber-sumber tertulis. Penghimpunan data sekunder dilakukan dengan penelitian

melakukan telaah kepustakaan, termasuk telaah terhadap hasil-hasil

(36)

1.7.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: observasi,

wawancara, quisener dan kepustakaan /dokumentasi.

a. Teknik Observasi

Langkah pertama di dalam usaha pengumpulan data,

penulis melakukan observasi. Observasi ini dilakukan dengan harapan

dapat dipakai sebagai dasar penerimaan dan pengumpulan data

berikutnya.

Masri Singarimbun mengatakan “Metode Observasi adalah

sebagai tehnik pengumpulan data dengan cara pengamatan dan

pencatatan secara sistematis dari fenomena atau gejala-gejala yang

diselidiki”.

Sedangkan menurut Winarno Surachmad teknik

pengumpulan data dengan metode observasi dapat digolongkan

menjadi 2 (dua), yaitu :

1. Tehnik observasi langsung yaitu suatu tehnik pengumpulan data dimana si penyelidik melakukan pengamatan secara langsung tanpa bantuan alat serta gejala-gejala obyek yang diselidiki.

dilakukakan dengan pengumpulan data dengan cara mengadakan

(37)

23

penelitian atau gejala obyek penelitian atau segala sesuatu yang

berhubungan dengan penelitian.

b. Teknik Wawancara / Interview.

Wawancara adalah suatu pembicaraan yang diarahkan pada

suatu masalah tertentu atau lebih berhadapan secara fisik dengan

mengajukan daftar pertanyaan yang diajukan secara sistematis.

Metode wawancara digunakan untuk memperoleh informasi tentang

hal – hal yang tidak dapat diperoleh lewat pengamatan.18

Dalam hal ini, penulis mempersiapkan pertanyaan –

pertanyaan untuk berwawancara dengan mengadakan tanya jawab

kepada masyarakat Desa Adat Beraban atau wawancara langsung

dengan maksud mendapatkan data yang lebih lengkap guna

melengkapi data yang diperoleh melalui observasi.

c. Metode Kepustakaan dan Dokumentasi 1. Metode Kepustakaan

Metode kepustakaan menurut Joko Subagyo adalah:

Metode untuk memperkaya pembendaharaan pengetahuan, konsep dan juga teori yang bersangkut paut dengan pokok permasalahan yang akan diteliti, juga akan bisa memperjelas hal-hal yang telah ditemukan jawabannya melalui

penelitian-penelitian lain yang telah dilakukan sebelumnya,

menghimpun, memeriksa, mencatat dokumen - dokumen yang

menjadi sumber data penelitian.19

(38)

Sedangkan yang dimaksud dengan metode dokumentasi

adalah sebagai suatu sumber data yang berupa catatan statistik

dan laporan - laporan tertulis. Menurut Winarno Surachmad

memberi pengertian sebagai berikut : “Sebagai laporan tertulis

dari peristiwa yang isinya terdiri dari suatu penjelasan dan

pemikiran terhadap peristiwa itu dan ditulis dengan sengaja untuk

menyimpan atau meneruskan keterangan mengenai peristiwa

tersebut”.

1.7.5. Pengolahan dan Analisa Data

Seperti yang telah diuraikan terlebih dahulu suatu penelitian yang

dilakukan mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Dalam hal ini tujuan

penelitian tersebut merupakan penyelesaian permasalahan dan menguji

suatu kebenaran dari suatu hipotesa, dan apabila data-data sudah

terkumpul kemudian dianalisa dan diklasifikasikan menurut teori-teori

yang ada sehingga dapat mengambil suatu kesimpulan, sebab tidak semua

data dapat dimasukkan.

Analisa data menurut Sugiona adalah :

Proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisaikan data ke dalam kategori, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun

orang lain.20

20 Sugiona, Methode Penelitian Administrasi, Cetakan Keempat, Alpa Beta, Bandung,

(39)

25

Sedangkan menurut Koentjaraningrat mengemukakan ada dua

macam dalam analisa data yang dapat digunakan antara lain :

a. Analisis data kuantitatif adalah: apabila data yang dikumpulkan

jumlahnya besar dan mudah diklasifikasikan kedalam

katagori-katagori dan berstruktur, maka dalam hal ini analisa kuantitatif

yang digunakan.

b. Analisis data kualitatif adalah: apabila data yang dikumpulkan

hanya sedikit dan bersifat monografis atau berwujud

kasus-kasus, sehingga dapat disusun kedalam struktur klasifikasi.

Dari kedua pendapat tersebut diatas bahwa menganalisa data dalam

penelitian adalah hal yang sangat penting dilakukan agar dapat memilah

data-data yang didapatkan dengan cara mengorganisasikan data ke dalam

kategori-kategori dan satuan uraian sesuai dengan keperluan, yang

kemudian dapat ditentukan analisis yang digunakan, baik kualitatif

(40)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TATA RUANG DAN DAYA TARIK WISATA

2.1. Tata Ruang

2.1.1. Pengertian Tata Ruang

Dalam Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Pasal 1 angka 1 menegaskan : “ Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat,

ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan

Wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan

memelihara kelangsungan hidupnya. Pengertian ruang atau space berasal dari

bahasa latin spatium yang berarti ruangan atau luas (extent) dan bahasa yunani

yaitu tempat (topos) atau lokasi (choros) dimana ruang memiliki expresi kualitas

tiga dimensional, Jayadinata mendefinisikan ruang berdasarkan aspek geografi

regional. Adapun pendapat Jayadinata adalah :

Menurut aspek geografi umum, ruang (space) adalah permukaan bumi

yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuh – tumbuhan, hewan

dan manusia. Berdasarkan geografi regional, ruang yang merupakan suatu

wilayah yang mempunyai batas geografi, yaitu batas menurut keadaan

(41)

27

fisik, sosial atau pemerintahan yang terjadi dari sebagian permukaan bumi

dan lapisan tanah dibawahnya serta udara diatasnya.1

Mabogonjue dalam Jayadinata yang membagi ruang dalam 3 macam yaitu:

a. Ruang Mutlak, merupakan wadah bagi unsur – unsur yang ada di

ruang itu, misalnya ruang permukaan bumi adalah wadah berbagai

benua, laut, gunung, kota dan sebagainya.

b. Ruang Relatif, jika tempat A dan B berdekatan tetapi tidak ada

jalan yang menghubungkan sedangkan tempat A dan C berjauhan

tetapi terdapat jalan dan alat pengangkutan, maka dikatakan bahwa

jarak AC menjadi mudah dijangkau dan ruangnya relatif lebih

kecil.

c. Ruang Relasi, yang melibatkan unsur – unsurnya yang mempunyai

relasi satu sama lain dan saling berinteraksi, jadi ruang relasi

mengandung unsur – unsur dan atau bagian – bagian yang saling

berinteraksi, sehingga jika unsur – unsur berubah sebagai aibat

interaksi ruang dikatakan bahwa ruang itu berubah.2

Tata ruang adalah wujud struktural ruang dan pola ruang disusun secara

nasional, regional, dan local. Secara nasional disebut Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional, yang dijabarkan kedalam Rencana Tata Ruang Wilayah

Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke

dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK).

Adapun yang dimaksud dengan wujud struktural pemanfaatan ruang

adalah susunan unsur – unsur pembentuk zona lingkungan alam, lingkungan

1 Rahardjo Adisasmita, 2010, Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang, Graha Ilmu,

Yogyakarta, h. 254.

(42)

sosial, lingkungan buatan yang secara hirarkis berhubungan satu dengan yang

lainnya.3 Sedangkan yang dimaksud dengan pola pemanfaatan ruang meliputi pola

lokasi, sebaran permukiman, tempat kerja, industry, pertanian, serta pola

penggunaan tanah perkotaan dan pedesaan, di mana tata ruang tersebut adalah tata

ruang yang direncanakan, sedangkan tata ruang yang tidak direncanakan adalah

tata ruang yang terbentuk secara alami, seperti aliran sungai, gua, gunung dan lain

– lain.4

Menurut Sugandi dan Murtopo, tata ruang (dengan penekanan pada tata)

adalah pengaturan susunan ruang atau wilayah atau daerah sehingga terciptanya

persyaratan yang bermanfaat bagu segi ekonomi, sosial, budaya, dan politik yang

sangat menguntungkan bagi perkembangan di wilayah atau daerah tersebut.5

Sedangkan pengertian Tata ruang (dengan perkembangan ruang) adalah suatu

wadah dalam tiga dimensi yakni tinggi, lebar dan kedalamannya, yang

menyangkut bumi, air, sungai, danau, lautan dan segala kekayaan yang

terkandung didalamnya, udara, ruang, angkasa, diatasnya secara terpadu, sehingga

peruntukan dan penggunaan serta pengelolaannya mencapai manfaat sebesar

besarnya bagi kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan dan kesejahtraan

rakyat.6

3 Juniarso ridwan dan achmad sodik, 2013, Hukum Tata Ruang, Nuansa, Bandung, h.26. 4Ibid, h. 27.

(43)

29

2.1.2. Asas dan Tujuan Tata Ruang

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang khususnya Pasal 2, dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia,

penataan ruang diselenggarakan berdasrkan asas :

a. keterpaduan;

h. kepastian hukum dan keadilan; dan

i. akuntabilitas.

Dalam penjelasan atas Undang – Undang Republik Indonesia No. 26

Tahun 2007 pada pasal 2, dijelaskan bahwa :

a. Keterpaduan;

Keterpaduan adalah penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai epentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan, antara lain, adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyarakat.

b. Keserasian, Keselarasan, dan Keseimbangan;

Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan adalah penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan.

(44)

Keberlanjutan adalah penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang.

d. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;

Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan adalah penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang tergantung didalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas.

e. Keterbukaan;

Keterbukaan adalah penataan ruang diselenggarakan dengan

memberikan akses yang seluas – luasnya kepada masyarakat untuk

mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang.

f. Kebersamaan dan kemitraan;

Kebersamaan dan kemitraan adalah penataan ruang

diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku

kepentingan.

g. Pelindungan kepentingan umum;

Pelindungan kepentingan umum adalah penataan ruang

diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyaraat.

h. Kepastian hukum dan keadilan;

Kepastian hukum dan keadilan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan berlanddaskan hukum atau ketentuan

peraturan Perundang – undangan dan bahwa penataan ruang

dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum.

i. Akuntabilitas

Akuntabilitas adalah penyelenggaraan penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan baik prosesnya, pembiayaannya, maupun hasilnya.

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali juga menetapkan mengenai asas khususnya

(45)

31

Undang Nomor 26 Tahun 2007 terdapat dua penambahan asas. Adapun

penambahan asas tersebut adalah :

a. Tri Hita Karana

Tri Hita Karana adalah falsafah hidum masyarakat Bali yang memuat tiga unsur yang membangun keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, Manusia dengan Manisia dan Manusia dengan lingkungannya yang menjadi sumber kesejahtraan, kedamaian dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia.

b. Sad Kertih

Sad Kertih adalah enam sumber kesejahtraan yang harus dilestarikan untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin yang terdiri dari atma kartih, wana kartih, danu kartih, segara kartih, jana kartih, dan jagat kartih. Dalam lontar Mpu Kuturan disebutkan bahwa Bali sebagai Padma Bhuwana, yaitu pusat dunia, segalanya bermuara di Bali agar segala kehidupan mencapai kesejahtraan; mokhsariam jagadhita ya ca iti dharma, didalam menata ruang Bali yang terbatas ini diperlukan ketaatan manusia Bali akan kepentingannya menjaga kelestarian lingkungan hidup yang menjaga kelangsungan kehidupan dengan melaksanakan keenam komponen sad kertih.

Tujuan penataan ruang tertera dalam Pasal 3 Undang – Undang Nomor 26

Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yaitu :

Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang

wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan

Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan :

a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan

lingkungan buatan;

b. Terwujudnya keterpatuan dalam penggunaan sumber daya alam

dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan

c. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak

(46)

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009

Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali dalam Pasal 3, Penataan

Ruang Wilayah Provinsi bertujuan untuk mewujudkan :

a. Ruang wilayah Provinsi yang berkualitas, aman, nyaman,

produktif, berjati diri, berbudaya Bali, dan berwawasan lingkungan berlandaskan Tri Hita Karana;

b. Keterpaduaan, perencanaan tata ruang wilayah provinsi, dan

kabupaten atau kota;

c. Keterpaduan pemanfaatan tata ruang darat, laut, dan udara

termasuk ruang didalam bumi mengandung pengertian bahwa ruang darat, laut, dan udaratermasuk ruang didalam perut bumi dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;

d. Keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi

dan kabupaten atau kota dalam rangka perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negativ terhadap lingkungan dan budaya Bali akibat pemanfaatan ruang;

e. Pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi

peningkatan kesejahtraan masyarakat;

f. Kesejahtraan dan keserasian perkembangan antar wilayah

kabupaten atau kota;

g. Keseimbangan dan keserasian kegiatan antar sektor;

h. Kemanfaatan ruang yang tanggap terhadap mitigasi dan adaptasi

bencana. Rencana struktur ruang dan rencana pola ruang telah

memberikan arahan kawasan – kawasan yang memiliki potensi

rawan terhadap bencana baik bencana alam, bencana geologi

maupun efek perubahan iklim melalui upaya – upaya mitigasi

(pengurangan efek bencana atau perubahan iklim) dan adaptasi (tindakan penyesuaian system alam dan sosial untuk menghadapi dampak negativ dari bencana atau perubahan iklim).

Keterpaduan pemanfaatan ruang darat, laut, dan udara termasuk ruang di dalam

bumi mengandung pengertian bahwa ruang darat, laut, dan udara termasuk ruang

di dalam bumi dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam

(47)

33

yang dimaksud mencakup sumber daya alam yang terdapat di ruang darat, laut,

ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi. Upaya pemanfaatan sumber daya

alam dimaksud meliputi :

a. Pemanfaatan sumber daya alam yang optimal dengan tetap

memperhatikan kelestarian fungsi dan tatanan lingkungan hidup;

b. Pengarahan lokasi investasi dalam pengelolaan dan pengembangan

kawasan lindung, kawasan budidaya, dan kawasan strategis provinsi;

c. Pengelolaan tata guna tanah, air, ruang udara, dan sumber daya alam

lainnya; dan

d. Penetapan kreteria pokok penentuan kawasan budidaya serta kebijakan

pengelolaannya.

2.2. Daya Tarik Wisata

Daya tarik wisata adalah salah satu yang sangat berperan penting dalam

dunia kepariwisataan. Dimana daya tarik wisata dapat mengharumkan suatu

daerah serta menyukseskan program pemerintah dalam melestarikan adat dan

budaya bangsa sebagai asset yang dapat dijual kepada wisatawan.

Daya tarik wisata dapat berupa alam, budaya, tata hidup dan sebagainya

yang memiliki daya tarik dan nilai jual untuk dikunjungi ataupun dinikmati oleh

wisatawan. Dalam arti luas, apa saja yang mempunyai daya tarik wisata atau

(48)

2.2.1. Definisi Daya Tarik Wisata

Dalam Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

Pasal 1 angka 5 menegaskan : “Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang

memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan

alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan

kunjungan wisatawan”.

Kegiatan Wisata tidak akan menarik jika tidak ada hal yang dapat dilihat

atau disaksikan tanpa daya tarik wisata atau disebut tourist attractions.7 Daya

Tarik Wisata merupakan fokus utama penggerak pariwisata di sebuah destinasi.

Dalam arti, daya tarik wisata sebagai penggerak utama yang dapat menarik minat

wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat yang memang memiliki keunikan,

keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan

hasil buatan manusia. Agar daya tarik wisata bisa terus berkesinambungan perlu

adanya pengelolaan yang dilakukan pemerintah, dimana pemerintah wajib

memperhatikan destinasi yang ada. Adapun daya tarik wisata sebagai berikut :8

1 Daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan

alam, serta flora dan fauna. Daya tarik alam merupakan daya tarik alami

yang telah ada dengan sendirinya tanpa campur tangan manusia.

2 Daya tarik hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan

purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, dan tempat hiburan. Daya

7 Oka A. Yoeti, 2010, Dasar Dasar Pengertian Hospitaliti dan Pariwisata, PT. Alumni,

Bandung, h.19.

8 Oka A. Yoeti, 2005, Pariwisata Budaya Masalah dan Solusinya, PT. Pradnya Paramita,

(49)

35

tarik buatan manusiabisa juga merupakan perpaduan buatan manusia dan

keadaan alam, seperti wisata agro, wisata buru.

Daya tarik wisata merupakan sasaran perjalanan wisata seperti berikut :

1 Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam serta flora

dan fauna, seperti pemandangan alam, panorama indah, hutan rimba

dengan tumbuhan hutan tropis, serta binatang – binatang langka.

2 Karya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala,

peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro (pertanian), wisata tirta (air),

wisata petualangan, taman rekreasi dan tempat hiburan.

3 Sasaran wisata minat khusus, seperti berburu, mendaki gunung, gua,

industri dan kerajinan, tempat perbelanjaan, sungai air deras, tempat –

tempat ibadah dan tempat – tempat ziarah.

Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait

dalam menghasilkan barang/jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan pada

penyelenggaraan pariwisata.9 Usaha daya tarik wisata berarti usaha yang

dilakukan untuk mengelola daya tarik wisata alam, daya tarik wisata budaya, dan

daya tarik wisata buatan atau buatan manusia. Yang dilakukan dalam mengelola

daya tarik wisata berupa membangun dan mengelola daya tarik wisata beserta

prasarana dan sarana yang diperlukan atau kegiatan mengelola daya tarik wisata

yang telah ada.

Pengusahaan daya tarik wisata terdiri dari :

(50)

1 Pengusahaan daya tarik wisata alam

Pengusaha daya tarik wisata alam merupakan usaha pemanfaatan

sumber daya alam dan tata lingkungan untuk dijadikan sasaran wisata.

Kegiatan pengusahaan daya tarik wisata alam meliputi :

a. Pembangunan prasarana dan sarana pelengkap beserta fasilitas

pelayanan lain bagi wisatawan.

b. Pengelolaan daya tarik wisata alam, termasuk prasarana dan

sarana yang ada.

c. Penyediaan fasilitas bagi masyarakat di sekitarnya untuk

berperan serta dalam kegiatan pengusahaan objek dan daya

tarik wisata alam. Kelompok pengusahaan daya tarik wisata

alam antara lain, pengelolaan dan pemanfaatan taman nasional,

taman wisata, taman hutan raya, dan taman laut.

2 Pengusahaan daya tarik wisata budaya

Pengusahaan daya tarik wisata budaya merupakan usaha

pemanfaatan seni budaya bangsa untuk dijadikan sasaran wisata.

Kegiatan pengusahaan daya tarik wisata budaya meliputi :

a. Pembangunan daya tarik wisata, termasuk penyediaan

sarana prasarana dan fasilitas pelayanan lain bagi

(51)

37

b. Pengelolaan daya tarik wisata, termasuk sarana dan

prasarana yang ada.

c. Penyelenggaraan pertunjukan seni budaya yang dapat

memberi nilai tambah terhadap daya tarik wisata serta

memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitarnya.

3 Pengusahaan Objek dan daya tarik minat wisata khusus

Pengusaha daya tarik minat wisata khusus merupakan usaha

pemanfaatan sumber daya alam dan potensi seni budaya bangsa

untuk menimbulkan daya tarik dan minat khusus sebagai sasaran

wisata. Kegiatan pengusahaan objek dan daya tarik minat wisata

khusus meliputi :

a. Pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana serta

fasilitas pelayanan bagi wisatawan di lokasi daya tarik

wisata.

b. Penyediaan informasi mengenai daya tarik wisata secara

lengkap, akurat, dan mutakhir. Kelompok pengusahaan

daya tarik wisata minat khusus antara lain wisata buru,

(52)

goa, wisata kesehatan, dan tempat budaya, industri, dan

kerajinan.10

Pengusahaan daya tarik wisata yang berintikan kegiatan yang memerlukan

pengamanan terhadap keselamatan wisatawan, kelestarian dan mutu lingkungan,

atau ketertiban dan ketentraman masyarakat diselenggarakan sesuai dengan

ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pengusahaan

daya tarik wisata diperkenankan membangun dan mengelola objek beserta sarana

dan prasarana yang diperlukan atau kegiatan mengelola daya tarik wisata yang

telah ada untuk keberlangsungan pariwisata.

Daya tarik wisata yang tidak atau belum dikembangkan merupakan

sumber daya potensial dan belum dapat disebut daya tarik wisata, sampai adanya

suatu jenis pengembangan tertentu. Daya tarik wisata merupakan dasar bagi

kepariwisataan, tanpa adanya daya tarik di suatu daerah atau tempat tertentu

kepariwisataan sulit untuk dikembangakan.

Kegiatan untuk mengunjungi atau menikmati objek dan daya tarik wisata

bertujuan untuk memperoleh kepuasan yang mampu memulihkan kesegaran

jasmani dan rohani wisatawan yang melakukannya. Kepuasan tersebut sangat

dipengaruhi oleh kwalitas pengelolaan daya tarik wisata dan penyediaan sarana

dan prasarana pendukungnya.

10 Muljadi, A.J., 2012, Kepariwisataan dan Perjalanan, Cetakan ketiga, Jakarta : PT. Raja

Referensi

Dokumen terkait

Pada hasil analisis Rumah Susun Transit Ujung Berung terdapat ruang untuk umum yang merupakan bagian bersama sehingga memenuhi standar pelayanan minimal sarana

METODE PENELITIAN Teknik analisis data adalah sebagai usaha dalam menemukan dan menyusun secara sistematis kebutuhan data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi lapangan

Setelah operasi berjalan pada minggu ke dua waktu tinggal di dalam reaktor diubah menjadi dua hari, dan setelah satu minggu berjalan yakni pada minggu ke tiga konsentrasi ammonia

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081, Fax.. ABDURRAHMAN

Nilai-nilai kearifan lokal sasak berwawasan multikultural untuk membangun integrasi sosial dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran IPS di sekolah karena nilai-nilai

dari beberapa hasil penelitian, peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian.. dengan judul “PENGARUH ANGGARAN BERBASIS KINERJA TERHADAP AKUNTABILITAS PROGRAM

pembelajaran fisika kuantum dengan menggunakan media animasi Macromedia Flash – MX dan gambar pada mata kuliah Fisika Kuantum pada umumnya siswa menyatakan senang

Penanganan anemia defisiensi gizi adalah pemberian multi mikronutrien dan suplementasi besi merupakan salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan