• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KENAIKAN HARGA BAWANG PUTIH (Studi Analisis Framing Berita Tentang Kenaikan Harga Bawang Putih Pada Jawa Pos dan Kompas Edisi 11 – 15 Maret 2013).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KENAIKAN HARGA BAWANG PUTIH (Studi Analisis Framing Berita Tentang Kenaikan Harga Bawang Putih Pada Jawa Pos dan Kompas Edisi 11 – 15 Maret 2013)."

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KENAIKAN HARGA

BAWANG PUTIH

(Studi Analisis Framing Berita Tentang Kenaikan Harga Bawang Putih Pada

J awa Pos dan Kompas Edisi 11 – 15 Maret 2013)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syaratan Memperoleh Gelar

Sar jana Ilmu Komunikasi Pada FISIP - UPN “Veteran” J awa Timur

Oleh :

Lucky Ar mando

NPM. 0843010137

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

J AWA TIMUR

(2)

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KENAIKAN HARGA

BAWANG PUTIH

(Studi analisis Framing Berita Tentang Kenaikan Harga Bawang Putih Pada

J awa Pos dan Kompas Edisi 11 – 15 Maret 2013)

Oleh :

LUCKY ARMANDO 0843010137

Telah Disetujui Untuk Mengikuti Ujian Skripsi,

PEMBIMBING

Dra. Herlina Suksmawati, M.Si NIP. 19641225 199309 2001

Mengetahui,

DEKAN

(3)

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KENAIKAN HARGA BAWANG PUTIH

(Studi analisis Framing Berita Tentang Kenaikan Harga Bawang Putih Pada J awa Pos dan Kompas Edisi 11 – 15 Maret 2013)

Oleh :

LUCKY ARMANDO 0843010137

Telah Dipertahankan Dihadapan dan Diterima Oleh Tim Penguji Skr ipsi J ur usan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univer sitas

Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada Tanggal 18 J uli 2013

Pembimbing Utama Tim Penguji

1. Ketua

Dra. Herlina Suksmawati, M.Si J uwito, S. Sos, M. Si

NIP. 19641225 199309 2001 NPT. 3 6704 95 00361

2. Sekretaris

Dr s. Kusnarto, M.Si

NIP. 1 9580 801 198402 1001

3. Anggota

Dra. Herlina Suksmawati, M.Si NIP. 19641225 199309 2001

Mengetahui,

DEKAN

(4)

KATA PENGANTAR

Segala ucapan puji syukur kehadiran ALLAH SWT penulis panjatkan atas

segala rahmat, hidayah dan karunia-NYA. Sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan sebaik – baiknya.

Skripsi ini disusun dengan maksud untuk memenuhi salah satu syarat

untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Jawa Timur.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan

dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dengan penuh kesungguhan

hati, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar – besarnya kepada Dra. Herlina Suksmawati, M.Si selaku Dosen

Pembimbing Utama yang telah banyak memberikan pengarahan dan dorongan

yang sangat bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang

sebesar – besarnya kepada :

1. Dra.Ec.Hj. Suparawati,M.Si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik ( FISIP ) UPN “VETERAN” Jatim.

2. Juwito, S.Sos, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP

UPN “VETERAN” JATIM.

3. Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu

(5)

4. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi maupun Staff Karyawan

FISIP hingga UPN “VETERAN” Jatim pada umumnya.

5. Terima kasih kepada Ayah dan Ibu atas dukungan dan motivasi.

6. Ryo Handy Putra. Terima kasih Ryo telah membantu saya dalam memberi

masukan untuk Skripsi ini.

7. Lulus Yuliani. Terimakasih Lulus karena sudah membantu saya dalam

memberi masukan untuk Skripsi ini.

8. Arfinna Nirmala Putri. Terimakasih telah membuat saya semangat dalam

menyelesaikan Skripsi ini.

9. Herry Agen koran, Terima kasih selalu menyisakan koran untuk saya beli.

10.Terima kasih untuk, teman – teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu. Terima kasih atas dukungannya.

Akhirnya kata penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan

manfaat bagi pembaca serta penulis mengharapkan segala kritik dan saran demi

kesempurnaan skripsi ini.

Surabaya, 13 Mei 2013

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 11

BAB II KAJ IAN PUSTAKA ... 12

2.1 Penelitian Terdahulu ... 12

2.2 Landasan Teori ... 14

2.2.1 Surat Kabar Sebagai Media Kontrol Sosial ... 14

2.2.2 Surat Kabar dan Konstruksi Realitas ... 15

2.2.3 Ideologi Media ... 20

2.2.4 Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realitas ... 21

(7)

2.2.6 Framing dan Proses Produksi Berita ... 26

2.2.7 Analisis Framing Termasuk Paradigma Konstruktifitas ... 27

2.2.8 Analisis Framing ... 28

2.2.9 Proses Framing Entman ... 31

2.2.10 Perangkat Framing Entman ... 32

2.2.11 Efek Framing ... 35

2.2.12 Dampak Kenaikan Harga Bawang ... 37

2.3 Kerangka Berpikir ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

3.1 Definisi Operasional ... 41

3.2 Subyek dan Obyek Penelitian ... 42

3.3 Unit Analisis ... 42

3.4 Subyek Berita ... 43

3.5 Objek Berita ... 44

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.7 Teknik Analisis Data ... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 48

4.1.1. Profil Jawa Pos ... 48

4.1.1.1. Kebijakan Redaksional Jawa Pos ... 51

(8)

4.1.2.1. Sejarah Perkembangan Surat Kabar Kompas ... 51

4.1.2.2 Kebijakan Redaksional Kompas ... 55

4.2 Hasil dan Penelitian ... 56

4.2.1. Analisis Framing Surat Kabar Harian Jawa Pos ... 58

4.2.1.1. Framing Berita Jawa Pos Tanggal 13 Maret 2013 . 58 4.2.1.2. Framing Berita Jawa Pos Tanggal 14 Maret 2013 . 62 4.2.1.3. Frame Surat Kabar Jawa Pos ... 66

4.2.2. Analisis Framing Surat Kabar Harian Kompas ... 68

4.2.2.1. Framing Berita Kompas Tanggal 13 Maret 2013 . 68 4.2.2.2. Framing Berita Kompas Tanggal 14 Maret 2013 . 76 4.2.2.3. Frame Surat Kabar Harian Kompas ... 82

4.2.3. Perbandingan Frame Surat Kabar Harian Jawa Pos Dan Kompas ... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

5.1 Kesimpulan ... 86

5.2 Saran ... 87

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

11. Harian Jawa Pos tanggal 13 Maret 2013 ... 89

12. Harian Jawa Pos tanggal 14 Maret 2013 ... 90

13. Harian Kompas tanggal 13 Maret 2013 ... 92

(10)

ABSTRAK

LUCKY ARMANDO, PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KENAIKAN HARGA BAWANG PUTIH (Studi Analisis Fram ing Ber ita Tentang Kenaikan Har ga Bawang Putih Pada J awa Pos dan Kompas Edisi 11 – 15 Mar et 2013)

Penelitian ini dilatar belakangi oleh pemberitaan kenaikan harga bawang putih yang menjadi pro dan kontra di Negara kita. Pada penelitian ini dijelaskan media membingkai berita tentang kebijakan pemerintah saat kenaikan harga bawang putih, melalui penonjolan maupun penekanan isu.

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan analisis framing. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah konsep model Entman yang menggunakan empat cara tentang menganalisis framing. Adapun empat cara yang digunakan dalam analisis framing model Robert N. Entman, yaitu : Define Problem, Diagnose Causes, Make Moral Judgement, Treatment Recommendation. Penelitian ini adalah berita – berita tentang rencana kenaikan harga bawang putih di surat kabar Jawa Pos dan Kompas tanggal 11 Maret – 15 Maret 2013.

Hasil analisis peneliti dapat diketahui bahwa di Surat Kabar Jawa Pos memandang kenaikkan harga bawang putih ini sebagai permasalahan import, karena upaya pemerintah membatasi import produk holtikultura. Sehingga kegiatan bongkar muat produk impor di pelabuhan tersendat. Penilaian moral atas kenaikan harga bawang yakni pemerintah telah melakukan upaya berupa mengeluarkan SPI untuk importer yang terdaftar. Pemerintah memberikan solusi dengan menambah jumlah import bawang untuk upaya tekan harga bawang putih. Sedangkan Kompas memiliki pandangan bahwa kenaikan harga bawang putih ini, dianggap pemerintah kurang sigap dalam mengantisipasi. Importir cenderung mengutamakan barang secepatnya tiba di Indonesia. Pemerintah menjadi penyebab masalah karena dua peraturan pemerintah, (RIPH), dan (SPI) yang harus diurus importir. Penilaian moral bahwa Kedua peraturan tersebut adalah perlindungan kepada petani, pemerintah akan menambah import untuk mengatasi problem kenaikan harga sejumlah produk pangan. Meski demikian, pemerintah tidak akan lupa untuk meningkatkan produksi pertanian. Pemerintah seharusnya mempercepat proses penerbitan rekomendasi importnya.

Kata kunci : Ber ita, fram ing

ABSTRACT

LUCKY ARMANDO, fr aming NEWS ABOUT PRICE INCREASE IN GARLIC (News Fr aming Analysis Study About Gar lic Pr ice Incr ease In J awa Pos and Kompas Edition 11 to 15 Mar ch 2013)

The research was motivated by reports rise in garlic prices to be pros and cons in our country. In this study, described the media frame the news of current government policy garlic price hikes, through projection and suppression issues.

The method used is a qualitative method of analysis framing. The analysis used in this study is the concept Entman models that use four ways of analyzing framing. The four methods used in the analysis of models framing Robert N. Entman, namely: Define Problem, Diagnose Causes, Make Moral Judgment, Treatment Recommendation. This study is the news - news of garlic price hikes in the newspaper Jawa Pos and Kompas dated 11 March to 15 March 2013.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Media massa adalah salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia

akan informasi. Media massa menyajikan kegiatan atau peristiwa yang terjadi

dalam kehidupan manusia. Hingga antara keduanya tidak dapat dipisahkan dan

saling membutuhkan satu sama lainnya. Berita – berita yang disajikan oleh media

massa merupakan hasil seleksi dari berbagai issue yang berkembang di

masyarakat. Tidak semua kejadian atau peristiwa yang terjadi didalam kehidupan

manusia ditampilkan oleh media massa. Media massa berhak untuk menentukan

fakta apa yang akan diambil bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta

hendak kemana berita tersebut dibawa. Ini tentu saja berkaitan dengan cara

pandang atau perspektif yang digunakan oleh masing- masing media (Sobur, 2002

: 162).

Media massa sebagai ruang dimana berbagai ideologi di presentasikan yang

berarti disatu sisi media dapat menjadi sarana penyebaran ideology penguasa, alat

legistimasi dan kontrol atas wilayah public. Namun disisi lain media juga dapat

menjadi alat representasi terhadap kekuasaan. Meskipun demikian, media

sesungguhnya berada ditengah realitas sosial yang sarat dengan berbagai

kepentingan, konflik dan fakta yang kompleks dan beragam, sehingga media

(12)

menjadi instrument perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan

ideologi tandingan (Eriyanto, 2003 : 47).

Sebagai suatu alat untuk menyampaikan berita, penilaian atau gambaran,

media massa mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat

membentuk opini public. Media massa ikut menentukan baik tidaknya masyarakat

dan apa yang ditampilkan akan diikuti oleh khalayak. Selain itu dalam media

massa ada pemilik modal, pemimpin redaksi, pemerintah dan masyarakat. Masing

– masing kelompok ini mempunyai ukuran, keinginan yang berbeda satu sama

lain. Perbedaan kepentingan ini yang membuka peluang memunculkan conflict of

interest (konflik kepentingan), sehingga perlu adanya aturan yang konkret untuk

membatasi apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak, sehingga diharapkan

dapat mewadahi atau menjadi tolak ukur dalam mengatur “pergaulan” antara

media massa, pemerintah dan masyarakat. Hal tersebut yang menjadikan media

massa dapat memberikan pengaruh – pengaruh positif dan negatif, dengan adanya

peran tersebut media massa merupakan sebuah kekuatan raksasa yang sangat

diperhitungkan.

Namun sebagian masyarakat berpendapat bahwa media massa tidak lebih

banyak memberikan kebenaran atau fakta apa yang adanya. Media cenderung

menciptakan peristiwa, menafsirkan dan mengarahkan terbentuknya kebenaran.

Tidak selalu untuk melayani kepentingan pihak – pihak tertentu secara terkontrol.

Maka yang nama realitas dan subjek politik menjadi luntur, keduanya tidak selalu

menjadi penting ketimbang yang dikatakan media tentang realitas dan subyek

(13)

Meskipun demikian tak dapat dipungkiri bahwa media massa mempunyai

peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat, terlepas dari bagaimana

wartawan mengemas dan menyajikan beritanya. Karena media massa juga

merupakan jembatan dalam membangun stabilitas nasional serta konrol sosial

antara pemerintah dan masyarakat, yang ada dalam penyampaiannya tidak hanya

dapat disampaikan secara langsung namun secara efisiensi dan efektifitas hal

tersebut juga dapat disampaikan melalui media massa.

Media massa dibedakan menjadi dua macam yaitu media massa elektronik

dan media massa cetak. Media massa elektronik adalah suatu media yang

menampilkan pesan – pesan baik secara audio maupun visual. Contohnya :

televise, radio, internet, dan sebagainya. Sedangkan media massa cetak adalah

suatu media statis dan mengutamakan pesan – pesan visual. Dan salah satu

bentuknya adalah surat kabar (Koran), (Eriyanto, 2002 : 3-5).

Surat kabar secara spesifik memiliki keunggulan, antara lain informasi –

informasi yang dicantumkan setiap hari sesuai dengan apa yang terjadi didalam

masyarakat, dan mampu menjangkau masyarakat luas. Berbeda dengan majalah

yang terbit setiap seminggu sekali, atau sebulan sekali. Maka surat kabar terbit

setiap hari. Surat kabar juga menyajikan berita dan informasi yang singkat, padat

dan jelas. Surat kabar hanya dapat dinikmati secara visual, yaitu menggunakan

satu indera, pengelihatan. Ini menjadikan surat kabar sebagai hot media dan tidak

multitafsir. Surat kabar pun merupakan media yang praktis.

Dalam menyajikan berita apa yang akan disampaikan kepada khalayak,

(14)

dapat membatasi wartawan dalam menulis berita. Kebijakan redaksional menjadi

sebuah pedoman serta ukuran dalam menentukan kejadian macam apa yang oleh

surat kabar itu patut diangkat dan dipilih untuk menjadi berita maupun bahan

komentar. Visi pokok yang dijabarkan menjadi kebijakan redaksional tersebut

menjadi kerangka acuan serta criteria dalam menyeleksi dan mengolah bahan

menjadi berita (Oetama, 2001 : 146).

Berita pada dasarnya dibentuk melalui proses aktif dari pembuatan berita.

Peristiwa yang kompleks dan tidak beraturan, disederhanakan dan dibuat

bermakna oleh pembuat berita. Tahap paling awal dari produksi sebuah berita

adalah bagaimana wartawan mempersepsikan peristiwa atau fakta yang akan

diliput.

Fakta yang akurat dan aktualisasi masyarakat, merupakan perwujudan dari

sebuah informasi atau berita yang selaras, seimbang, dan dapat dipercaya. Oleh

karena selalu berbeda – beda, baik dalam kemasan atau dalam tampilannuya. Hal

tersebut dikarenakan adanya segmentasi yang berbeda – beda serta visi misi yang

dibangun dan diciptakan oleh masing – masing media.

Oleh karena itu dalam mengkonstruksi suatu realitas, setiap surat kabar

memiliki kebijakan yang akan membuat berita terlihat objektif atau tidak dimata

pembaca. Seperti halnya Jawa Pos dan Kompas yang memiliki cara pandang atau

arah pemberitaan yang spesifik dan berbeda satu sama lain dalam menyeleksi

suatu isu dan menulis berita. Termasuk berita tentang kenaikan harga bawang

(15)

Isu ini dipilih karena kenaikan harga bawang menjadi pro dan kontra di

Negara kita, dan menjadi bahan pembicaraan dari level masyarakat biasa hingga

elite politik. Tidak sedikit dari masyarakat biasa maupun elite politik yang kini

ramai memperbincangkan hal tersebut. Seperti Ketua Komisi Pengawas

Persaingan Usaha (KPPU) M. Nawir messsi mengatakan :

“Dugaan telah terjadi persekongkolan harga ( kartel ) berdasarkan kenaikan harga yang terbilang tidak wajar”. (Jawa Pos, 15 Maret 2013).

Melonjaknya harga bawang yang berakibat pada kelangkaan dan tingginya

harga bawang terus menjadi isu politik di parlemen. Menko Perekonomian Hatta

Rajasa, langsung menugasi menteri pertanian dan menteri perdagangan untuk

segera bertindak dia tidak ingin inflasi terbang tinggi hanya gara – gara bawang.

Harus segera mungkin memastikan akar persoalan yang ada. Sebab dengan

mengetahui akar masalahnya, solusi untuk mengatasi persoalan itu tentu juga bisa

segera di ambil.

Melejitnya harga bawang kini menjadi topik hangat yang sering

diperbincangkan semua kalangan, bahkan menjadi pro dan kontra, dan aksi saling

tuding. Presiden Susilo Bambang Yudhyono mengatakan :

“Saya belum melihat langkah – langkah yang lebih serius, nyata dan kemudian masalah itu bisa diatasi jajaran terkait. Saya malah dengar seperti saling menyalahkan dari satu kementerian dan kementerian yang lain. Ini buruk”. (Kompas,15 Maret 2013).

Sementara itu kenaikan harga bawang juga meresahkan bagi para produsen

terasi, karena bawang merupakan bahan baku pembuatan terasi. Masyarakat biasa

juga resah dikarenakan harga bawang yang makin tinggi, yakni dari harga sekitar

(16)

akhirnya meningkat menjadi Rp. 60.000 per kilogram (Kg), bahkan di sebagian

daerah ada yang menembus hingga Rp. 100.000 per kilogram (Kg) melebihi harga

daging sapi per kg, udang per kg, atau ayam seekor.

Isu seperti inilah yang menjadi sorotan surat kabar, yang kemudian oleh

pers dijadikan bahan berita dan disebarluaskan kepada khalayak, untuk dapat

mengetahui informasi tentang peristiwa tersebut. Namun setiap surat kabar akan

melakukan seleksi isu yang berkembang dimasyarakat secara berbeda – beda.

Tidak semua kejadian yang ada dimasyarakat ditampilkan oleh surat kabar. Surat

kabar juga memilih untuk menentukan dibawa kemana berita tersebut. Hal ini

berkaitan dengan cara pandang atau perspektif yang digunakan oleh masing –

masing surat kabar (Sobur, 2002 : 162). Selain itu berita yang akan disampaikan

kepada khalayak juga harus, mengandung nilai – nilai berita. Jadi hanya berita

yang mempunyai nilai berita saja yang akan diangkat oleh surat kabar, tentunya

hal tersebut juga sesuai dengan kebijakan dari bagaimana cara pandang surat

kabar itu sendiri.

Perbedaan cara pandang surat kabar sangat dipengaruhi oleh visi dan misi

yang dimiliki suatu surat kabar, baik secara eksplisit dan implisit dalam teks yang

disampaikan kepada khalayak. Secara teknis kandungan implisit dapat ditelusuri

dari proses pemberitaan dalam merekonstruksi suatu fakta dalam konteks tertentu,

yaitu saat jurnalis melakukan framing (pembingkaian).

Pembingkaian berita antara surat kabar yang satu dengan surat kabar yang

lain berbeda – beda. Seperti halnya dengan Harian Jawa Pos dan Harian Kompas,

(17)

dalam membingkai berita tentang kenaikan harga bawang yang terjadi mulai

tanggal 11 Maret 2013.

Pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan Perdagangan menerbitkan

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 60 tahun 2012 tentang Rekomendasi Import

Produk Hortikultura dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 60 Tahun 2012

tentang Ketentuan Import Produk Hortikultura. Peraturan Menteri Pertanian dan

Perdagangan ini mengatur 20 jenis komoditas, terdiri dari sayuran 7 jenis

( termasuk bawang ), buah – buahan 10 jenis, dan florikultura 3 jenis. Surat

Kabar Jawa Pos memandang kenaikan harga bawang ini disebabkan karena

pemerintah membatasi import produk hortikultura. Sedangkan pada Kompas

memandang kenaikan harga bawang disebabkan karena pemerintah belum

membatasi import, sehingga banyak importer yang tidak professional.

Harian Jawa Pos dipilih karena Jawa Pos mengangkat pemberitaan seputar

kenaikkan harga bawang dan membingkai pemberitaan tersebut dalam lima hari

berturut – turut terhitung mulai 11 – 15 Maret 2013. Dalam pemberitaannya Jawa

Pos mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan upaya dalam menstabilkan

harga bawang. Jawa Pos menempatkan berita yang berkaitan dengan kenaikan

harga bawang sering pada halaman depan sebagai headline.

Sedangkan Harian Kompas dipilih karena Kompas, memberitakan tentang

kenaikan harga bawang putih serta bagaimana pemerintah dalam mencari solusi

atas kenaikan bawang yang semakin tinggi, pada 11,13 – 15 Maret 2013. Kompas

melihat dari segi pemerintah yang sepertinya lamban dalam memberikan solusi

(18)

berita kenaikan harga bawang pada halaman terkadang pada headline dan

terkadang pada rubik ekonomi saja.

Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau

cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis

berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang

diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan serta hendak dibawa

kemana berita tersebut. Framing seperti dikatakan Todd Gittlin (Eriyanto, 2002)

adalah sebuah strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan disederhanakan

sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Melalui frame,

jurnalis mengemas peristiwa yang kompleks itu menjadi peristiwa yang dapat

dipahami, dengan perspektif tertentu dan lebih menarik perhatian khalayak.

Laporan berita yang akhirnya ditulis oleh wartawan pada akhirnya menampilkan

apa yang dianggap penting, apa yang dianggap perlu ditonjolkan dan apa yang

dianggap perlu disampaikan oleh wartawan kepada khalayak pembaca.

Sebagai salah satu teks media, analisis framing mempunyai perbedaan yang

mendasar dibandingkan dengan analisis isi kualitatif. Prinsip analisis framing

menyatakan bahwa terjadi proses seleksi isu fakta tertentu yang diberitakan

media. Fakta tidak ditampilkan apa adanya, namun diberi bingkai (frame)

sehingga menghasilkan konstruksi makna yang spesifik. Dalam hal ini biasanya

media menyeleksi sumber berita, memanipulasi pernyataan, dan mengedepankan

perspektif terntentu sehingga suatu saat interpretasi menjadi lebih mencolok

(19)

Mengutip pendapat Huda dan Eriyanto bahwa “Analisis framing merupakan

salah satu model analisis yang alternative yang bsa mengungkap fakta. Analisis

framing membongkar bagaimana realitas dibingkai oleh media. Melalui analisis framing dapat diketahui mana kawan, mana lawan, mana patron mana klien, siapa

diuntungkan, siapa dirugikan, siapa dibentuk siapa membentuk, dan seterusnya. “

(Eriyanto, 2004 : VI).

Dalam penelitian ini penulis tertarik untuk meneliti bagaimana Harian Jawa

Pos dan Harian Kompas membingkai suatu fakta atau peristiwa, terutama dalam

menulis, menyajikan serta memberikan penekanan terhadap fakta kenaikan harga

bawang.

Dalam penelitian yang menggunakan framing ada metode yang bisa

digunakan yaitu framing Zhongdang Pan, framing Gerald M. Kosicki dan framing

Robert N. Entman. Pada perangkat framing Kosicki menyebutkan bahwa framing

sebagai cara mengetahui bagaimana suatu media mengemas berita dan

mengkonstruksi realitas melalui pemakaian kata, kalimat, lead, hubungan antar

kalimat,foto,grafik, dan perangkat lain untuk membantu dirinya mengungkapkan

pemaknaan mereka sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Berita dilihat terdiri

dari berbagai simbol yang disusun lewat perangkat simbolik yang dipakai yang

akan dikonstruksi dalam memori khalayak. Dengan kata lain tak ada pesan atau

stimuli yang bersifat objektif, sebaliknya berita dilihat sebagai seperangkat kode

yang membutuhkan interpretasi makna (Eriyanto, 2002 : 251). Peneliti memilih

menggunakan framing Robert N. Entman karena melihat framing dalam dua

(20)

realitas yang dilakukan dengan empat cara yaitu define problems (pendefinisian

masalah), diagnose causes (memperkirakan masalah atau sumber masalah), make

moral judgement (membuat keputusan moral), treatment recommendation

(menekankan penyelesaian). Hal ini sangat sesuai dengan kebutuhan peneliti

untuk mengetahui siapa atau apa penyebab masalah timbulnya isu tentang

pemberitaan kenaikan harga bawang.

Dengan menggunakan model Entman, dapat dilihat bagaimana Jawa Pos

dan Kompas membingkai berita tentang kenaikan harga bawang. Seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya, perbedaan pembingkaian berita dari kedua media

akan semakin terlihat jelas dengan cara analisa dari model Entman. Bagaimana isu

tersebut diangkat, apa saja penekanan atau penonjolan beritanya dan bagaimana

membongkar kasus atau isu dalam suatu pemberitaan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

“ Bagaimana Jawa Pos dan Kompas membingkai berita naiknya harga

(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah di uraikan

diatas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah

“ Untuk mengetahui pembingkaian berita naiknya harga bawang putih

pada surat kabar Jawa Pos dan Kompas tanggal 11 – 15 Maret 2013”.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan pada

perkembangan ilmu komunikasi, khususnya mengenai analisis teks

media dengan analisis framing, dengan menggunakan metode model

Robert N. Entman

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan menjadi

kerangka acuan bagi pihak institusi media surat kabar, khususnya harian

Jawa Pos dan Kompas dalam membingkai atau mengkonstruksi suatu

(22)

BAB II

KAJ IAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Pada dasarnya, analisis framing merupakan versi pengembangan dari

pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Dari

penelitian terdahulu yang relevan, maka yang dapat digunakan sebagai acuan

pembanding ialah penelitian analisis Framing tentang suatu pemberitaan di media

cetak, sebelumnya dikemukakan dalam penelitian di bawah ini :

1. Penelitian dilakukan oleh Nur Indah Yogadiasti. Mahasiswa Program

Studi Ilmu Komunikasi FPSB UII. Penelitian ini berjudul Analisis

Framing Berita Meninggalnya Mantan Presiden Soeharto di Majalah

Tempo dan Gatra. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah bagaimana

majalah Tempo dan Gatra membingkai berita mengenai meninggalnya

mantan Presiden Soeharto. Penelitian ini menggunakan pendekatan dan

analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Kesimpulan dari

penelitian ini adalah majalah Gatra dan Tempo sangat berbeda dalam

menuliskan berita mengenai Soeharto. Mulai dari berita meninggal, kasus

hokum, kepercayaan sampai makam keluarga. Majalah Gatra cenderung

mencari aman dalam memberitakan Soeharto, sedangkan Tempo lebih

(23)

Penelitian tersebut semakin memperkuat peneliti dalam meneliti berita

tentang kenaikan harga bawang putih di Jawa Pos dan Kompas. Memberikan

informasi dan dapat dijadikan acuan dalam menyeleksi suatu wacana.

2. Penelitian dilakukan oleh Arief Fajar dari Universitas Muhammadiyah

Surakarta jurusan Ilmu Komunikasi. Penelitian ini berjudul konstruksi

surat kabar harian kompas mengenai lingkungan hidup ( Analisis Framing

Dalam Penyajian Berita Banjir Citarum ). Tujuan dilakukan penelitian ini

adalah untuk mengetahui konstruksi surat kabar Kompas dalam

pemberitaan lingkungan hidup melalui pembingkaian ( framing )

penyajian Berita Banjir Citarum. Penelitian ini menggunakan pendekatan

dan analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Kesimpulan

dari penelitian ini adalah Kontruksi Kompas mengenai isu lingkungan

hidup dalam teks pemberitaan Banjir Citarum adalah kebijakan pemerintah

dalam pengelolaan lingkungan terkait pengelolaan DAS ( Daerah Aliran

Sungai ) Citarum sudah tepat.

Penelitian tersebut dapat memberikan gambaran mengenai analisis

Framing tentang suatu pemberitaan di media cetak. Sehingga dapat dijadikan

bahan perbandingan dalam penelitian ini.

Dari dua penelitian terdahulu di atas, memunculkan penelitian baru yang

diambil peneliti, yaitu analisis Framing Berita Tentang Kenaikan Harga Bawang

(24)

kedua penelitian terdahulu selain objek penelitiannya, juga metode analisis yang

digunakan nantiya.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Sur at Kabar Sebagai Media Kontr ol Sosial

Surat kabar merupakan kumpulan dari berita, cerita, artikel, iklan, dan

sebagainya yang dicetak ke dalam lembaran kertas ukuran plano yang diterbitkan

secara teratur, bisa terbit setiap hari atau seminggu sekali (Djuroto, 2002:11).

Pada ilmu komunikasi khususnya studi komunikasi massa, surat kabar

merupakan salah satu kajiannya. Dalam buku “Ensiklopedi Pers Indonesia”

disebutkan bahwa pengertian surat kabar sebagai sebutan bagi penerbit pers yang

masuk dalam media cetak yaitu berupa lembaran – lembaran berisi berita,

karangan – karangan dan iklan yang diterbitkan secara berkala : bisa harian,

mingguan, bulanan, serta diedarkan secara umum (Junaedhi, 1991:257).

Pada perkembangannya, surat kabar menjelma sebagai salah satu bentuk

dari pers yang memiliki kekuatan dan kewenangan untuk menjadi sebuah kontrol

sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini disebabkan adanya

falsafah pers yang selalu identik dengan kehidupan sosial, politik, dan budaya.

Idealisme yang melekat pada pers dijabarkan dalam pelaksanaan

fungsinya, selalu menyiarkan informasi yang objektif dan edukatif, menghibur.

Melakukan kontrol sosial yang konstruktif dengan menyalurkan segala aspirasi

masyarakat, serta mempengaruhi masyarakat dengan melakukan dan peran serta

(25)

2.2.2. Sur at Kabar dan Konstruksi Realitas

Dalam pandangan kontruksionis media dilihat bukanlah sekedar saluran

yang bebas. Media juga mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias,

dan pemihaknya. Media bukan hanya memiliki peristiwa dan menentukan sumber

berita, melainkan juga berperan dalam mendefinisikan actor dan peristiwa lewat

bahasa. Lewat pemberitaan pula media dapat membingkai dengan bingkaian

tertentu dan pada akhirnya menentukan bagaimana khalayak harus melihat dan

memahami peristiwa dalam kacamata tertentu (Eriyanto, 2004:24).

Peristiwa – peristiwa yang dijadikan berita oleh media massa tertentu

melalui proses penyeleksi terlebih dahulu. Hanya peristiwa yang memenuhi

criteria kelayakan informasi yang akan diangkut oleh media massa kemudian

ditampilkan kepada khalayak (Eriyanto, 2004:24).

Isi media pada hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan

menggunakan bahasa sebagai perangkatnya. Sedangkan bahasa bukan hanya

sebagai alat realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa yang

diciptakan oleh bahasa tentang realitas. Akibatnya media massa memiliki peluang

yang sangat besar untuk mempengaruhi gambar yang dihasilkan dari realitas yang

dikonstruksikan (Sobur, 2001:88).

Penggunaan bahasa tertentu jelas berimplikasi terhadap kemunculan

makna tertentu. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realita turut menentukan

bentuk konstruktif realtias yang sekaligus menentukan makna yang muncul

darinya. Bahkan menurut (Sobur, 2001:90) bahasa bukan cuma mampu

(26)

Dalam kontruksi realitas, bahasa dapat dikatakan sebagai unsure utama.

Bahasa merupakan instrument pokok untuk mencerminkan realitas, sehingga

dapat dikatakan bahwa bahasa adalah alat konseptual dan alat narasi media

(Sobur, 2001:91).

Teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan

Luckman telah direvisi dengan melihat variable atau fenomena media massa

menjadi sangat substansi dalam proses eksternalisasi, subyektivasi, dan

internalisasi inilah yang kemudian dikenal sebagai “konstruksi sosial media

massa”. Substansi dari konstruksi sosial media massa ini adalah pada sirkulasi

informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan

sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga

membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung

sinis.

Proses konstruksi sosial media massa melalui tahapan sebagai berikut :

1. Tahap menyiapkan materi konstruksi

Menyiapkan materi konstruksi sosial media massa merupakan tugas

redaksi media massa, tugas itu didistribusikan pada desk editor yang ada

disetiap media massa. Masing – masing media massa memiliki desk yang

berbeda – beda sesuai dengan keutuhan dan visi suatu media. Isu – isu

penting setiap hari menjadi focus medua massa, terutama yang berhubungan

dengan tiga hal yaitu kedudukan, harta, dan perempuan. Ada tiga hal

penting dalam penyiapan materi konstruksi sosial yaitu :

(27)

diketahui, saat ini hamper tidak ada lagi media massa yang tidak

dimiliki oleh kapitalis. Dalam arti kekuatan – kekuatan kapital untuk

menjadikan media massa sebagai mesin penciptaan uang dan

pelipatgandaan modal.

b. Keberpihakan semu kepada masyarakat. Bentuk dari keberpihakkan ini

adalah dalam bentuk empati, simpati dan berbagai partisipasi kepada

masyarakat, namun ujun – ujungnya adalah juga untuk menjual berita

demi keuntungan kapitalis.

c. Keberpihakkan kepada kepentingan umum. Bentuk keberpihakkan

kepada kepentingan umum dalam arti sesungguhnya sebenarnya adalah

visi setiap media massa, namun akhir – akhir ini visi tersebut tak pernah

menunjukkan jati dirinya, namun slogan – slogan tentang visi ini tetap

terdengar. Jadi, dalam menyiapkan materi konstruksi, media massa

memposisikan diri pada tiga hal tersebut diatas, namun pada umumnya

keberpihakkan pada kepentingan kapitalis menjadi sangat dominan

mengingat media massa adalah mesin produksi kapitalis yang mau

ataupun tidak harus menghasilkan keuntungan.

2. Tahap sebaran konstruksi

Sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi media

massa. Konsep konkret strategi sebaran media massa masing – masing

media berbeda, namun prinsip utamanya adalah real time. Media cetak

memiliki konsep real time terdiri dari beberapa konsep hari, minggu, atau

(28)

mingguan dan bulanan. Walaupun media cetak memiliki konsep real time

yang sifatnya tertunda, namun konsep aktualitas menjadi pertimbangan

utama sehingga pembaca merasa tepat waktu memperoleh berita tersebut.

Pada umumnya sebaran konstruksi sosial media massa

menggunakan model satu arah, dimana media menyodorkan informasi

sementara konsumen media tidak memiliki pilihan lain kecuali

mengkonsumsi informasi itu. Prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial

media massa adalah semua informasi harus sampai pada pembaca

secepatnya dan setepatnya berdasarkan pada agenda media. Apa yang

dipandang penting oleh media menjadi penting pula bagi pembaca.

3. Tahap pembentukan konstruksi realitas.

a. Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, dimana pemberitaan telah

sampai pada pembaca yaitu terjadi pembentukan konstruksi di

masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung secara genetik.

Pertama, konstruksi realitas pembenaran; kedua, kesediaan dikontruksi

oleh media massa; ketiga, sebagai pilihan konsumtif. Tahap pertama

adalah kontruksi pembenaran sebagai suatu bentuk kontruksi media

massa yang terbangun di masyarat yang cenderung membenarkan apa

saja yang ada (tersaji) di media massa sebagai sebuah realitas

kebenaran. Dengan kata lain, informasi media massa sebagai otoritas

sikap untuk membenarkan sebuah kejadian. Tahap kedua adalah

kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu sikap generik dari tahap

(29)

adalah karena pilihannya.

b. Pembentukan konstruksi citra

Pembentukan konstruksi citra banguna yang diinginkan oleh tahap

konstruksi. Dimana bangunan konstruksi citra yang dibangun oleh

media massa ini terbentuk dalam dua model : 1) model good news dan

2) model bad news adalah sebuah konstruksi yang cenderung

mengkonstruksi suatu pemberitaan sebagai pemberitaan yang baik.

Pada model ini objek pemberitaan dikonstruksi sebagai sesuatu yang

memiliki citra baik sehingga terkesan lebih baik dari sesungguhnya

kebaikkan yang ada pada objek itu sendiri. Sementara, pada model bad

news adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksikan

kejelekan atau cenderung memberi citra buruk pada objek pemberitaan

sehingga terkesan lebih jelek, lebih buruk, lebih jahat dari

sesungguhnya sifat jelek, buruk, dan jahat yang ada pada objek

pemberitaan itu sendiri.

4. Tahap konfirmasi

Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca

memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat

dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi media, tahapan ini perlu

sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia hadir

dalam proses konstruksi sosial. Ada beberapa alasan yang sering

digunakan dalam konfirmasi ini yaitu a) kehidupan modern menghentikan

(30)

massa, b ) kedekatan dengan media massa adalah life style orang modern,

dimana orang modern sangat menyukai popularitas terutama sebagai

subjek media massa itu sendiri, dan c) media massa walaupun memiliki

kemampuan mengkonstruksi realtias media berdasarkan subyektivitas

media, namun kehadiran media massa dalam kehidupan seseorang

merupakan sumber pengetahuan tanpa batas yang sewaktu – waktu dapat

diakses.

2.2.3. Ideologi Media

Pada proses produksi sebuah berita, sebuah berita selalu melibatkan

pandangan dan ideologi wartawan, juga kepentingan media itu sendiri. Ideologi

ini menentukan aspek fakta yang dipilih dan membuang apa saja yang dibuang.

Artinya jika seseorang wartawan menulis berita dari salah satu sisi, menampilkan

sumber dari satu pihak, dan memasukkan opininya pada suatu berita. Dapat

dikatakan media bukanlah merupakan sarana netral dalam menampilkan kekuatan

kelompok masyarakat secara apa adanya tetapi kelompok dan ideologi yang

dominan dalam media itulah yang akan ditampilkan dalam berita – beritanya

(Eriyanto, 2005:90).

Pada kenyataannya berita di media massa tidak pernah netral dan obyektif.

Jika kita lihat bahasa jurnalistik yang digunakan mediapun selalu dapat ditemukan

adanya pemilihan fakta tertentu dan membuang aspek fakta yang lain yang

mencerminkan pemilihan media pada salah satu kelompok atau ideologi tertentu.

(31)

mengkonstruksi realitas dengan mengetahui bahasa apa yag digunakan dalam

berita. Pada saat itu kita menemukan ideologi yang dianut oleh wartawan dan

media yang bersangkutan.

2.2.4. Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realitas

Pada dasarnya berita merupakan laporan peristiwa. Peristiwa disini adalah

realitas atau fakta yang diliput oleh wartawan dan pada gilirannya akan dilaporkan

secara terbuka melalui media massa (Birowo, 2004:168).

Peristiwa – peristiwa yang dapat dijadikan berita oleh media massa akan

melalui proses penyeleksian terlebih dahulu, hanya peristiwa yang memenuhi

kriteria kelayakan informasi yang akan diangkat oleh media massa kemudian

ditampilkan kepada khalayak (Eriyanto, 2004:26).

Setelah proses penyeleksian tersebut, maka peristiwa itu akan dibingkai

sedemikan rupa oleh wartawan. Pembingkaian yang dilakukan oleh wartawan

tentunya melalui proses konstruksi. Proses konstruksi suatu realitas ini dapat

berupa penonjolan dan penekanan pada aspek tertentu atau dapat juga berita

tersebut ada bagian yang dihilangkan, luput, atau bahkan disembunyikan dalam

pemberitaan (Eriyanto, 2002:VI).

Berita merupakan hasil konstruksi sosial dimana selalu melibatkan

pandangan, ideology, dan nilai – nilai dari wartawan ataupun dari institusi media,

tempat dimana wartawan tersebut bekerja. Bagaimana realitas tersebut dijadikan

berita sangat tergantung pada bagaimana fakta itu dipahami dan dimaknai

(32)

Peristiwa atau realitas yang sama dapat dibingkai secara berbeda (Sobur,

2001:VI), hal ini terkait dengan visi, misi, dan ideologi yang dipakai oleh masing

– masing media. Sehingga kadangkala hasil pembingkaian tersebut dapat

diketahui bahwa media lebih berpihak kepada siapa (jika yang diberitakan adalah

seorang tokoh, golongan, atau kelompok tertentu). Keberpihakkan pemberitaan

media terhadap salah satu kelompok atau golongan dalam masyarakat, dalam

banyak hal tergantung pada etika, moral, dan nilai – nilai tertentu.

Aspek – aspek etika, moral, dan nilai – nilai tertentu tidak mungkin

dihilangkan dalam pemberitaan media. Hal ini merupakan bagian dari intergral

dan tidak terpisahkan dalam membentuk dan mengkonstruksi suatu realitas.

Media menjadi tempat pertarungan ideology antara kelompok – kelompok yang

ada di masyarakat.

2.2.5. Wartawan Sebagai Agen Konstruksi Realitas

Wartawan adalah profesi yang dituntut untuk mengungkap kebenaran dan

menginformasikan kepada public seluas mungkin tentang temuan dari fakta –

fakta yang berhasil digalinya, apa adanya, tanpa rekayasa, dan tanpa tujuan

seubyektifitas tertentu, semata – mata demi pembangunan kehidupan dan

peradaban kemanusiaan yang lebih baik (Djatmika, 2004:25).

Sebagai seorang agen, wartawan telah menjalin transaksi dan hubungan

dengan objek yang diliputnya, sehingga berita merupakan produk dari transaksi

antara wartawan dengan fakta yang diliputnya (Eriyanto, 2007:31). Suatu obyek

(33)

realitas empiris dengan fakta yang dibangun oleh seorang jurnalis, sangat

tergantung pada kemampuan mengorganisasikan elemen – elemen realitas

menjadi sederetan makna. Dengan demikian, fakta dalam jurnalis menjadi sangat

dinamis, tergantung pada persepsi yang dimiliki dan perspektif (sudut pandang)

yang dihadirkan, dan satu lagi tergantung pada pencarian atau penemuan fakta

(Panuju, 2005:27).

Setelah proses penyeleksi tersebut, maka peristiwa itu akan dibingkai

sedemikian rupa oleh wartawan. Pembingkaian yang dilakukan oleh wartawan

tentunya melalui proses konstruksi. Proses konstruksi atas suatu realitas ini dapat

juga berupa penonjolan dan penekanan pada aspek tertentu atau dapat juga berita

tersebut ada bagian yang dihilangkan, luput, atau bahkan disembunyikan dalam

pemberitaan (Eriyanto, 2002:VI). Kata penonjolan didefinisikan sebagai alat

untuk membuat informasi agar lebih diperhatikan, bermakna, dan berkesan.

Wartawan sebagai individu memiliki cara berfikir (frame of thingking)

yang khas atau spesifik dan sangat dipengaruhi oleh acuan yang dipakai dan

pengalaman yang dimiliki. Selain itu, juga sangat ditentukan oleh kebiasaan

menggunakan sudut pandang. Setiap individu juga memiliki konteks dalam

“membingkai” sesuatu sehingga menghasilkan makna yang unik.

Konteks yang dimaksud, misalnya senang – tidak senang, menganggap

bagian tertentu lebih penting daripada bagian lain, dapat juga konteks sesuai

bidang (sosial, politik, ekonomi, keamanan, agama, dll), juga konteks masa lalu

(34)

Jadi meskipun wartawan punya ukuran tentang “nilai sebuah berita” (News

values) tetapi wartawan juga punya keterbatasan visi, kepentingan, ideologis dan

sudut pandang yang berbeda, dan bahkan latar belakang budaya dan etnis.

Peristiwa itu baru disebut mempunyai nilai berita, dan layak diberitakan kalau

peristiwa tersebut berhubungan dengan orang yang terkenal, mempunyai nilai

dramatis, terdapat unsure humor, human interest, dapat memancing kesedihan,

keharuan, dan sebagainya. Secara sederhana, semakin besar peristiwa, maka

semakin besar pula dampak yang ditimbulkannya, lebih memungkinkan dihitung

sebagai berita (Eriyanto, 2007:104).

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia akan informasi, maka

semakin meningkat pula tingkat harga berita. Hipotesis inilah yang telah

melahirkan paradigm 5W+1H (what, who, when, where, why, how), bahwa berita

tidak sekedar apa, siapa, kapan melainkan juga mengapa dan bagaimana.

“Mengapa” adalah deskripsi tentang jalannya peristiwa. Jadi, semakin mendalam

penjelasan atas why dan how, maka semakin tinggi nilai suatu berita, dan tentu

saja semakin mahal harga berita tersebut (Pareno, 2005:3).

Oleh karena itu, untuk mengetahui mengapa suatu berita cenderung seperti

itu, atau mengapa peristiwa tertentu dimaknai dan dipahami dalam pengertian

tertentu, dibutuhkan analisis kognisi sosial untuk menemukan struktur mental

wartawan ketika memahami suatu peristiwa. Menurut Van Djik, analisis kognisi

sosial yang memusatkan perhatian pada struktur mental, proses produksi berita.

Analisis kognisi sosial menekankan bagaimana peristiwa dipahami, didefinisikan,

(35)

Menurut Berger dan Luckman, realitas sosial adalah pengetahuan yang

bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat seperti konsep,

kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil dari konstruksi sosial. Realitas

sosial dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, obyektifitas, dan internalisasi.

Menurut Berger dan Luckman, konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang

hampa, namun sarat dengan kepentingan – kepentingan.

Realitas sosial yang dimaksud oleh Berger dan Luckman ini terdiri dari

realitas obyektif, realitas simbolik, dan realitas subyektif. Realitas obyektif adalah

realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia obyektif yang berada di luar diri

individu dan realitias ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolik

merupakan ekspresi simbolik dari realitias obyektif dalam berbagai bentuk.

Sedangkan realitas subyektif adalah realitas yang berbentuk sebagai proses

penyerapan kembali realitas obyektif dan simbolik ke dalam individu, melalui

proses internasionalisasi (Bungin, 2001:13).

Wartawan merupakan model atau skema pemahaman atas suatu peristiwa.

Pertama, model ini menentukan bagaimana peristiwa tersebut dilihat. Model ini

dalam taraf menggambarkan posisi wartawan. Wartawan yang berbeda dalam

posisi mahasiswa mempunyai pemahaman dan pandangan yang berbeda dengan

wartawan yang memiliki pengalaman. Kedua, model ini secara spesifik

menunjukkan opini secara personal dan emosi yang dibawa tentang mahasiswa,

polisi, atau objek lain. Hasil dari penafsiran dan persepsi ini, kemudian dipakai

oleh wartawan lain yang ditentukan diantaranya untuk perbedaan model yang

(36)

memproduksi media (Eriyanto, 2002:268).

2.2.6. Framing dan Proses Produksi Berita

Framing berhubungan dengan proses produksi berita, yang meliputi

kerangka kerja dan rutinitas organisasi media. Suatu peristiwa yang dibingkai

dalam kerangka tertentu bukan bingkai yang lain, bukan hanya disebabkan oleh

struktur skema wartawan, tetapi juga rutinitas kerja dan institusi media, yang

secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi pemaknaan terhadap suatu

peristiwa. Institusi media dapat mengontrol pola kerja tertentu yang

mengharuskan wartawan melihat peristiwa ke dalam kemasan tertentu, atau bisa

juga wartawan menjadi bagian dari anggota komunitasnya. Jadi, wartawan hidup

dan bekerja dalam suatu institusi yang mempunyai pola kerja, kebiasaan, aturan,

norma, etika, dan rutinitas tersendiri. Dimana semua elemen proses produksi

berita tersebut mempengaruhi cara pandang wartawan dalam memaknai suatu

peristiwa (Eriyanto, 2007:99 – 100).

Wartawan adalah profesi yang dituntut untuk mengungkap kebenaran dan

menginformasikan ke publik seluas mungkin temuan – temuan dari fakta – fakta

yang berhasil digalinya, apa adanya, tanpa rekayasa, dan tanpa tujuan subyektif

tertentu. Selain semata – mata demi pembangunan kehidupan dan peradapan

manusia yang lebih baik. Sekalipun dampak dari profesinya itu akan memakan

“Korban” seperti pejabat yang korupsi, dokter melanggar etika profesi, dan

sebagainya, peranan itu harusnya dilakukannya. Karena pers bukanlah petugas

(37)

– sisi positif dan keberhasilan dari apartemennya, serta menyimpan dalam – dalam

keburukan dan keberobokan lembaganya (Djatmika, 2004:25).

Framing adalah bagian yang tak terpisahkan dari bagaimana awak media

mengkonstruksi realitas. Framing berhubungan erat dengan proses editing

(penyuntingan) yang melibatkan semua pekerja dibagian keredaksian. Reporter

dilapangan menentukan siapa yang akan di wawancarainya, serta pernyataan apa

yang akan diajukan. Redaktur yang bertugas di desk yang bersangkutan, dengan

maupun tanpa berkonsultasi dengan redaktur pelaksana tau redaktur umum,

menentukan judul apa yang akan diberikan. Petugas dengan atau tanpa tatap muka

berkonsultasi dengan para redaktur menentukan apakah teks berita itu perlu diberi

aksentuasi foto, karikatur, atau bahkan ilustrasi mana yang akan dipilih (Eriyanto,

2004:165).

2.2.7. Analisis Framing Termasuk Paradigma Konstruktifitas

Analisis framing termasuk ke dalam paradigma kosntruktif. Paradigma ini

mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang

dihasilkan. Paradigma ini juga memandang bahwa realitas kehidupan sosial

bukanlah realitas yang narutal, melainkan hasil dari konstruksi. Sehingga

konsentrasi analisisnya adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas

tersebut di konstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam studi

komunikasi, paradigma ini sering disebut paradigma produksi dan penukaran

(38)

Konsep framing dari para konstruksionis dalam literatur sosiologi,

memperkuat asumsi mengenai proses kognitif individual, penstrukturan kognitif

dan teori proses pengendalian informasi dalam psikologi. Framing dalam konsep

psikologis dilihat sebagai penempatan informasi dalam konteks yang unik,

sehingga elemen – elemen tertentu suatu isu memperoleh alokasi sumber kognitif

individu lebih besar. Konsekuensinya, elemen – elemen yang terseleksi menjadi

penting dalam mempengaruhi penilaian individu atau penarikan kesimpulan.

Yang menjadi titik perhatian pada paradigma konstruktif adalah bagaimana

masing – masing pihak dalam lalu lintas komunikasi, salimg memproduksi dan

mempertukarkan makna. Pesan dibentuk secara bersama – sama antara pengirim

dan penerima atau pihak yang berkomunikasi dan dihubungkan dengan konteks

sosial dimana mereka berada. Intinya adalah bagaimana pesan itu dibuat atau

diciptakan oleh komunikator dan bagaimana pesan itu secara efektif, ditafsirkan

oleh individu sebagai penerima pesan (Eriyanto, 2007:40).

2.2.8. Analisis Framing

Gagasan ide mengenai framing, pertama kali dilontarkan Beterson tahun

1995 (Sudibyo dalam Sobur, 2001:161). Frame pada awalnya dimaknai sebagai

struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan

politik, kebijakan, wacana, dan yang menyediakan kategori – kategori standart

untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh

Goffman (1994) yang menandai frame sebagai kepingan – kepingan perilaku

(39)

itu sendiri tercipta dalam konsepsi wartawan. Sehingga berbagai hal ini terjadi

seperti faktor dan orang, didistribusikan menjadi peristiwa yang kemudian

disajikan untuk khalayak (Sobur, 2001:162).

G.J Aditjobro mendefinisikan framing sebagai metode penyajian realitas

dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total melainkan

dibelokkan secara halus, dengan memberikan istilah yang punya konotasi tertentu,

dengan bantuan foto, karikatur dan alat ilustrasi lainnya (Sudibyo dalam Sobur,

2001:165).

Pada analisis framing yang kita lihat adalah bagaimana cara media

memaknai, memahami, dan mimbingkai sebuah kasus atau peristiwa yang ada

dalam berita. Maka jelas adanya framing secara sederhana dapat digambarkan

sebagai suatu analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor,

kelompok, atau apa sajalah) dibingkai oleh media dan pembingkaian tersebut

tentu saja melalalui proses konstruksi yang dilakukan oleh media (Eriyanto,

2005:3).

Analisis framing dalam ranah studi komunikasi mewakili tradisi yang

mengedepankan pendekatan multidisipliner untuk menganalisa fenomena atau

aktifitas komunikasi yang ada. Perspektif komunikasi framing dipakai untuk

membedakan cara – cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Karena

konsep itu framing selalu berkaitan erat dengan proses seleksi isu dan bagaimana

menonjolkan aspek isu atau realitas tersebut dalam berita. Disini framing

dipandang sebagai penempatan informasi dalam konteks yang khas sehingga isu

(40)

jelas berdasarkan Gitilin dalam Eriyanto, dengan framing jurnalis memproses

berbagai informasi yang tersedia dengan jalan mengemas sedemikian rupa dalam

kategori tertentu dan disamping pada khalayak (Eriyanto, 2007:69).

Analisis framing dipakai untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai

oleh media. Dengan demikian realitas sosial dipahami, dimaknai dan dikonstruksi

dengan bentukan dan makna tertentu. Inilah sesungguhnya sebuah realitas.

Bagaimana media membangun, menyuguhkan, mempertahankan suatu peristiwa

kepada pembacanya (Eriyanto, 2007:VI).

Ada dua aspek dalam framing. Pertama, memilih fakta atau realitas. Proses

memilih fakta ini didasarkan pada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat

peristiwa tahap perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua

kemungkinan; apa yang dipilih (include) dan apa yang dibuang (excluded).

Bagian mana yang ditekankan dalam realitas, bagian mana dari realitas yang

diberitakan, dan bagian mana yang tidak diberitakan. Penekanan aspek tertentu itu

dilakukan dengan memilih angel tertentu, memilih fakta tertentu, dan melupakan

aspek lainnya. Akibatnya, pemahaman dan konstruksi atas suatu peristiwa bisa

jadi berbeda antara satu media dengan media yang lain, media yang menekankan

aspek tertentu, memilih fakta tertentu akan menghasilkan berita yang bisa jadi

berbeda kelau media menekankan aspek atau peristiwa yang lain.

Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta

yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata,

kalimat dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dan

(41)

pemakaian perangkat tertentu, penempatan yang mencolok (menempatkan di

headline depan, atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian label tertentu

ketika menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap

symbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan pemakaian kata yang mencolok,

gambar dan sebagainya.

Elemen menulis fakta ini berhubungan dengan penonjolan realitas,

pemakaian kata, kalimat atau foto itu merupakan implikasi dari memilih aspek

tertentu dari realitas. Akibatnya, aspek tertentu yang ditonjolkan menjadi

menonjol, lebih mendapatkan alokasi dan perhatian yang besar dibandingkan

aspek lain. Semua aspek itu dipakai untuk membuat dimensi tertentu dari

konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak. Realitas yang

disajikan secara menonjol dan mencolok, mempunyai kemungkinan lebih besar

untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami realitas.

2.2.9. Pr oses Framing Entman

Menurut Entman, framing dalam dua dimensi besar, seleksi isu dan

penekanan atau penonjolan aspek – aspek tertentu dari realitias atau isu.

Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih

menarik, berarti, atau lebih diingat oleh khalayak. Realitas yang disajikan secara

menonjol atau mencolok mempunyai kemungkinan lebih besar untuk diperhatikan

dalam mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas. Dalam

praktiknya, framing dijalankan oleh media dengan menseleksi isu tertentu dan

(42)

menggunakan berbagai strategi wacana penempatan yang mencolok

(menempatkan di headline atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis

tertentu ketika menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitaukan, asosiasi

terhadap symbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan lain – lain. Semua aspek

itu dipakai untuk membuat dimensi tertentu dari konstruksi berita menjadi

bermakna dan diingat oleh khalayak. Framing adalah pendekatan untuk

mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh

wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif

itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang akan diambil, bagian mana yang

ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa kemana berita tersebut.

(Eriyanto, 2002:187).

2.2.10. Perangkat Framing Entman

Analisis dalam penelitian ini menggunakan model Robert N. Entman yang

mengopersionalkan empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat

framing : define problem (definisi), diagnose causes (penjelasan), make a moral judgement (evaluasi), treatment recommendation (rekomendasi).

Frame berita timbul dalam dua level. Pertama konsepsi mental yang

digunakan untuk memproses informasi dan sebagai karakteristik dari teks berita.

Kedua, perangkat spesifik dari perangkat berita yang dipakai untuk

membangun pengertian setiap peristiwa. Frame berita dibentuk dari kata kunci

metafora, konsep, symbol, citra yang ada dalam narasi berita. Karenanya, frame

(43)

makna tertentu dari teks berita. Kosakata dan gambar itu ditekankan dalam teks

sehingga lebih menonjol dibandingkan bagian lain dalam teks. Itu dilakukan lewat

pengulangan, penempatan yang lebih menonjol, atau menghubungkan dengan

bagian lain dalam teks berita sehingga bagian itu lebih menonjol, lebih mudah

diingat, dilihat, dan lebih mempengaruhi khalayak. Dalam pendekatan ini

perangkat framing dibagi menjadi empat bagian struktur besar. Pertama : definisi,

kedua : penjelasan, ketiga : evaluasi, keempat : rekomendasi (Eriyanto,

2002:188-189).

SKEMA FRAMING ROBERT N. ENTMAN

Define Problems

(Pendefinisan Masalah)

Bagaimana suatu peristiwa atau isu

dilihat ?

Atau sebagai masalah apa ?

Diagnose Causes

(Memperkirakan masalah atau sumber

masalah)

Peristiwa itu dilihat dan disebabkan

oleh apa ?

Apa yang dianggap sebagai penyebab

dari suatu masalah ?

Siapa (aktor) yang dianggap sebagai

penyebab masalah ?

Make Moral Judgement

(Membuat keputusan moral)

Nilai moral apa yang disajikan untuk

menjelaskan masalah ?

Nilai moral apa yang dipakai untuk

melegistimasi atau mendelegitmasi

suatu tindakan ?

Treatment Recommendation

(Menekankan penyelesaian)

Penyelesaian apa yang ditawarkan

untuk mengatasi masalah atau isu ?

Jalan apa yang ditawarkan dan harus

ditempuh untuk mengatasi masalah ?

(44)

1. Define Problem (Pendefinisian masalah) adalah elemen yang merupakan master frame atau dibingkai yang paling utama. Ia menekankan

bagaimana peristiwa dipahami oleh wartawan ketika ada masalah atau

peristiwa, bagaimana atau isu tersebut dapat dipahami. Karena peristiwa

yang sama dapat dipahami secara berbeda.

2. Diagonose Causes (Memperkirakan masalah atau sumber masalah)

merupakan emelen framing untuk membingkai siapa yang dianggap

sebagai aktor dari suatu peristiwa. Penyebab disini berarti apa (what),

tetapi bisa juga berarti siapa (who), bagaimana peristiwa dipahami, tentu

saja menentukan apa dan siapa yang dianggap sebagai sumber masalah,

karena itu masalah yang dipahami juga berbeda.

3. Make Moral Judgement (Membuat keputusan moral) adalah elemen framing yang dipakai untuk membenarkan atau memberi argumentasi

pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Ketika masalah susah

didefinisikan, penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan

argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut. Gagasan

yang dikutip berhubungan dengan sesuatu yang familiar dan dikenal

oleh khalayak.

4. Treatment Recommendation (Menekankan penyelesaian) dipakai untuk

menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan, jalan yang dipilih untuk

menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu tentu saja tergantung pada

bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai

(45)

2.2.11. Efek Framing

Framing berhubungan dengan pendefinisian realitas. Bagaimana peristiwa

dipahami, sumber siapa yang diwawancarai. Semua elemen tersebut tidak

dimaknai semata sebagai masalah teknis jurnalistik, tetapi sebuah praktik.

Berbagai praktik tersebut bisa mengakibatkan pendefinisian tertentu atas realitas.

Peristiwa yang sama bisa menghasilkan berita dan pada akhirnya realitas

yang berbeda ketika peristiwa tersebut dibingkai dengan cara yang berbeda. Salah

satu efek framing yang paling mendasar adalah realitias sosial yang kompleks,

penuh dimensi dan tidak beraturan disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang

sederhana, beraturan, dan memenuhi logika tertentu. Framing menyediakan alat

bagaimana peristiwa dibentuk dan dikemas dalam kategori yang dikenal khalayak.

Karena itu, framing menolong khalayak untuk memproses informasi ke dalam

kategori yang dikenal, kata – kata kunci dan citra tertentu. Khalayak bukan

disediakan informasi yang rumit, melainkan informasi yang tinggal ambil,

kontekstual, berarti bagi dirinya dan dikenal dalam benak mereka.

Menonjolkan aspek tertentu mengaburkan aspek lain. Framing umumnya

ditandai dengan menonjolkan aspek tertentu dari realitas. Dalam penulisan disebut

sebagai fokus. Berita secara sadar atau tidak diarahkan pada aspek tertentu.

Akibatnya, ada aspek lainnya yang tidak mendapatkan perhatian yang memadahi.

Pemberitaan suatu peristiwa dari perspektif politik misalnya, mengabaikan aspek

lain : ekonomi, sosial, dan sebagainya. Menampilkan sisi tertentu melupakan sisi

yang lain. Pada aksi demonstrasi mahasiswa yang banyak berakhir dengan

(46)

mahasiswa yang nekat menembus barikade, dan akhirnya diwarnai dengan

puluhan mahasiswa yang luka – luka. Dengan menampilkan sisi yang seperti ini

dalam berita, ada sisi lain yang terlupakan yaitu apa tuntutan dari mahasiswa

tersebut. Seolah dengan menggambarkan berita seperti ini, demonstrasi tersebut

tidak ada gunanya. Mahasiswa hanya bermaksud mencari sensasi dan berusaha

membuat keributan saja ditengah masyarakat.

Menampilkan aktor tertentu menyembunyikan aktor lainnya. Berita

seringkali juga memfokuskan pemberitaan pada aktor tertentu. Tetapi efek yang

segera terlihat adalah memfokuskan pada satu pihak atau aktor tertentu

menyebabkan aktor lain yang mungkin relevan dan penting dalam pemberitaan

menjadi tersembunyi. Framing berkaitan dengan opini publik. Hal ini dikarenakan

ketika isu tertentu dikemas dengan bingkai tertentu bisa mengakibatkan

pemahaman khalayak yang berbeda atas suatu isu. Framing atas isu umumnya

banyak dipakai dalama literature gerakan sosial. Dalam suatu gerakan sosial, ada

strategi bagaimana supaya khalayak mempunyai pandangan yang sama atas suatu

isu. Isu seringkali ditandai dengan menciptakan masalah bersama. Hanya dengan

itu, khalayak bisa digerakkan dan dimobilisasi. Semua itu membutuhkan frame,

bagaimana isu dikemas, bagaimana peristiwa itu dipahami, dan bagaimana pula

kejadian didefinisikan dan dimaknai.

Individu mengetahui peristiwa sosial dari pemberitaan media. Karenanya,

perhatian khalayak bagaimana orang mengkonstruksi realitas sebagian besar

berasal dari apa yang diberitakan oleh media. Media adalah tempat dimana

(47)

di sekitar mereka. Karena itu, bagaimana media membingkai realitas tertentu

berpengaruh pada bagaimana individu menafsirkan peristiwa tersebut. Dengan

kata lain, frame yang disajikan oleh media ketika memaknai realitas

mempengaruhi bagaimana khalayak menafsirkan peristiwa. Hubugan transaksi

antara teks dan personal ini melahirkan pemahaman tertentu atas suatu realitas.

Peristiwa – peristiwa tertentu yang dramatis dan diabaikan, ternyata

mempunyai pengaruh pada bagaimana seseorang melihat peristiwa, W. Lance

Bennet dan Regina G. Lawrence (Eriyanto, 2002:150) menyebut sebagai ikon

berita (news icon). Pada yang khalayak tau tentang realitas sedikit banyak

tergantung pada bagaimana dia menggambarkannya. Dalam peri

Gambar

Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3 Deskripsi Ringkas Berita “Harga Bawang Meroket 300 Persen”
Tabel 4.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terminal angkutan barang sebagai tempat untuk memuat dan membongkar muatan barang, untuk mendukung simpul distribusi barang pada skala lokal dan regional. Kabupaten Grobogan

Berasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat kenyamanan penggunaan kontrasepsi non IUD responden terbanyak pada penelitian ini adalah menyatakan nyaman yaitu

Untuk menjawab permasalahan yang muncul tersebut mengenai bagaimana sebuah alat penampil informasi selain dapat menampilkan informasi dapat memiliki kesan artistik

Trundle, dkk (2015) menjelaskan bahwa anak-anak mengembangkan pemahaman mereka melalui pengalaman dan pembelajaran yang tepat dapat mendorong kemampuan untuk

produksi batik Kudus di Alfa Shoofa Batik Kudus ini cukup lambat, karena batik yang dihasilkan hanya diminati oleh konsumen eksklusif atau dari kalangan tertentu

Dari judul skripsi ini yang menjadi sorotan adalah aktivitas di MTs NU Miftahul Maarif Kaliwungu Kudus, yaitu mengenai pengembangan silabus pada mata

Namun sekalipun perbuatan penyalahguna narkotika bagi diri sendiri memenuhi unsur kualifikasi tindak tindak pidana yang diatur dalam pasal yang lain, sepanjang niat

BNNP Jateng untuk menjalani rehabilitasi, dengan jenis yang digunakan sama. yaitu shabu, usia para pengguna antara 18- 38 tahun dengan cara