PENDAYAGUNAAN TENAGA ADMINISTRATIF DI
LINGKUNGAN KANTOR DINAS PENDIDIKAN
(Studi tentang Pendayagunaan Tenaga Administratif dalam Rangka
Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kantor Dinas Pendidikan
Kabupaten Bandung)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Administrasi Pendidikan
OLEH: LIA AMALIA
009539
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
DISETUJUI OLEH
SEKRETARIS PROGRAM STUDI ADMINISTRASI
PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Disetujui dan Disyahkan
Oleh :
Pembirnbing i,
^C^t^c^u^^.
Prof. Dr. H. ABDUL AZIS VVAHAB. M.A.
Pembirnbing II,
ABSTRAK
PENDAYAGUNAAN TENAGA ADMINISTRATIF DI LINGKUNGAN
KANTOR DINAS PENDIDIKAN
(Studi tentang Pendayagunaan Tenaga Administrarif dalam rangka
Pelaksanaan otonomi daerah di kantor Dinas Pendidikan Kabupaten
Bandung)
Penelitian ini dimulai dari perlu adanya upaya pendayagunaan tenaga
administratif sebagai akibat dari diberlakukannya Otonomi Daerah melalui UU
No. 22 Tahun 1999 dan PP No. 25 Tahun 2000 yang kemudian ditindak lanjuti
dengan keluamya Perda No. 7Tahun 2001 yang kemudian diirealisasikan dengan
diterbitkannya Keputusan Bupati No. 45 Tahun 2001. Penggabungan kedua
instansi ini membawa dampak timbulnya permasalahan baru pada restrukturisasi
kelembagaan dan kepegawaian, seperti ; adanya kelebihan pegawai, proses
penempatan yang tidak sesuai dengan kriteria yang berlaku, pembagian tugas
yang tidak merata, dan pengembangan karir pegawai yang tidak terencana dengan
baik.
Berangkat dari kerangka berfikir di atas, permasalahan dalam penelitian ini
berkenaan dengan proses pembinaan kinerja melalui pendayagunaan tenaga
administratif dalam rangka memenuhi tuntutan implementasi desentralisasi
pendidikan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif di Kantor Dinas Pendidikan
Kabupaten Bandung. Metoda penelitian yang digunakan adalah metoda penulisan
deskriptif dengan pendekatan analisis kualitatif.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara , observasi dan
studi dokumentasi, dengan subjek penelitian adalah pegawai Dinas Pendidikan
Kabupaten Bandung.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah bahwa
pendayagunaan tenaga administratif di lingkungan kantor Dinas Pendidikan
Kabupaten Bandung belum dilaksanakan secara optimal. Hal ini disebabkan
proses penempatan pegawai tidak didasarkan atas kriteria yang berlaku unsur
kedekatan dengan pimpinan masih mendominasi dalam proses penempatan
pegawai sehingga banyak pekerjaan yang tidak ditangani ahlinya; tidak ada
jaminan terhadap pegawai berprestasi dan berkemampuan, struktur organisasi dan
tatakerja yang belum stabil, Sumber Daya Manusia yang masih lemah dan adanya
unsure intervensi yang cukup kuat dari luar organisasi dinas pendidikan,
kurangnya sosialisasi secara khusus dari para
pejabat kepada stafnya, masih
terbatasnya sarana penunjang pekerjaan.
Namun demikian upaya-upaya untuk menanggulangi berbagai kendala yang
dihadapi sudah dilaksanakan yaitu dengan meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan pegawai dengan cara melakukan pembinaan, mengikuti
pelatihan-pelatihan dan kursus-kursus yang sesuai dengan pekerjaan yang digelutinya, serta
memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi.
DAFTAR ISI
'ERNYATAAN j
\BSTRAK
iv
CATAPENGANTAR
\\\\\[[[
v
JCAPAN TERIMAKASIH
'"
vj{
3AFTARISI
•
'"
x
3AFTAR GAMBAR
xjj
3AFTARTABEL xiii
JAFTAR LAMPIRAN
'"'
xjv
3ABI PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Fokus Masalah 5
C. Rumusan Masalah & Problematik Penelitian 10
D. Tujuan Penelitian 12
E. Manfaat Penelitian 13
F. Definisi Operasional 14
G. Anggapan Dasar Penelitian 18
H. Kerangka Pikir Penelitian 20
JAB II KAJIAN PUSTAKA 25
A. Pendayagunaan Pegawai dalam Perspektif Manajemen Sumber
Daya Manusia 25
1. Konsep Tentang Manajemen Sumber Daya Manusia 25
2. Pendayagunaan Sumber Daya Manusia 28
a. Penempatan Personil 32
b.Pemanfaatan Personil 46
c. Pengembangan Personil 60
B. Pengembangan Karir Pegawai dalam Perspektif Pendayagunaan
Pegawai 70
C. Pengembangan Karir dan Kinerja Pegawai dalam Perspektif
Analisis Kebijakan 82
D. Kesimpulan Hasil Studi Kepustakaan dan Studi Terdahulu yang
Relevan 88
SAB III METODOLOGI PENELITIAN 98
A. Metode Penelitian 98
B. Tehnik Pengumpulam Data • 100
C.Lokasi dan Sumber Data Penelitian 104
D. Strategi Pengumpulan Data 105
E. Tehnik Pengolahan Data 108
SAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 112
A. Pembahasan Hasil Penelitian 112
Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Setelah Kebijakan
Desentralisasi. Pendidikan diberlakukan 112
2. Proses Pendayagunaan Tenaga Administratif di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Sebagai Dampak dari
Pelaksanaan Kebijakan Desentralisasi Pendidikan 119
a.Proses Penempatan Pegawai di Kantor Dinas
Pendidikan Kabupaten Bandung
1' 9
b.Pemanfaatan pegawai di Kantor Dinas Pendidikan
Kabupaten Bandung
128
c.Pengembangan pegawai di Kantor Dinas Pendidikan
Kabupaten Bandung
*^6
d.Hambatan dalam Mendayagunakan Tenaga Administratif di
Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung
^4°
3. Model Pendayagunaan Pegawai dalam Rangka Peningkatan Kinerja Tenaga Administratif di Kantor Dinas Kabupaten
Bandung
163
B. Rangkuman Hasil Penelitian
'' °
BAB
V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
201
A. Kesimpulan ^
B.Implikasi
•••••
204
C. Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
208
LAMPIRAN BIODATA
No.
1.
2.
4.
5.
6..
DAFTAR GAMBAR
NAMA GAMBAR
Kerangka Pikir Penelitian
Penentuan Tindakan Pimpinan Sesuai Dengan Tingkat
Kematangan Bawahan (1)
Penentuan Tindakan Pimpinan Sesuai Dengan Tingkat
Kematangan Bawahan (2)
Deskripsi Tindakan Kepemimpinan
Proses dan Aspek Pengembangan Karier
Siklus Pengembangan KarierPegawai
x n
HALAMAN
22
54
56
57
73
DAFTAR TABEL
No.
NAMA TABEL
Hal.
1.
Jenjang Jabatan Struktural pada Dinas Pendidikan Kabupaten
Bandung.
j j^
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kisi-kisi Penelitian
2. Pedoman Telaah Dokumen
3. Format Pedoman Wawancara
4.
Gambaran. Pegawai Berdasarkan Golongan Kepangkatan pada Dinas
Pendidikan Kabupaten Bandung.
5.
Gambaran Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan pada Dinas
Pendidikan Kabupaten Bandung.
6.
Gambaran
Pegawai
Berdasarkan Jenis
Pendidikan
pada
Dinas
Pendidikan Kabupaten Bandung.
7. Gambaran Pegawai Yang Sedang Melanjutkan pada Dinas Pendidikan
Kabupaten Bandung.
8.
Gambaran Pegawai Berdasarkan Pendidikan Tambahan
pada Dinas
Pendidikan Kabupaten Bandung.9. Daftar Pegawai Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung
10. Bagan Struktur Organisasi Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung
11. Keputusan Bupati tentang Rincian Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja
Dinas Daerah Kabupaten Bandung
12. Permohonan Untuk Mengadakan Penelitian
13. Ijin Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah
Otonom, menimbulkan implikasi terhadap perluasan tugas dan kewenangan
dalam penyelenggaraan bidang-bidang pemerintahan di daerah, termasuk
bidang-bidang pemerintahan yang tadinya ditangani oleh instansi vertikal
dilimpahkan menjadi tanggung jawab masing-masing daerah. Konsekuensi
dari keadaan ini adalah adanya penataan kembali kelembagaan di tingkat
daerah yang disesuaikan dengan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah.
Kebijakan otonomi daerah mengandung misi untuk mengembangkan potensi
lokal dengan mengangkat partisipasi masyarakat/public menuju kemandirian
daerah. Dalam konstelasi inilah penataan kelembagaan perangkat daerah hams
dilakukan.
Begitu pula dalam bidang pendidikan,
otonomi daerah berimplikasi
langsung bagi manajemen penyelenggaraan pendidikan. Manajemen
pendidikan yang selama ini dilaksanakan secara terpusat hampir sepenuhnya
diserahkan ke daerah melalui sistem desentralisasi penyelenggaraan
Undang-undang tersebut, maka akan memberikan peluang yang lebih besar
bagi daerah untuk mengelola pendidikan secara mandiri.
Penerapan otonomi daerah di bidang pendidikan oleh sejumlah
kalangan dianggap sebagai suatu tuntutan yang wajar bahkan sudah
seharusnya dilakukan. Burhanuddin (1999:2-3) mengemukakan sejumlah
alasan pentingnya penerapan otonomi daerah di bidang pendidikan:
(1) tantangan globalisasi dunia menimbulkan persaingan kehidupan
antar bangsa yang berdampak pada tuntutan peningkatan kualitas
sumber daya manusia melalui penyelenggaraan sistem pendidikan yang
bermutu, agar benar-benar mampu menyiapkan sumber daya manusia
yang siap menghadapi tantangan zaman; (2) pendidikan memiliki
peranan strategis dalam usaha memajukan kehidupan sumber daya
manusia di masa mendatang; (3) penyelenggaraan pendidikan harus
mengacu kepada kepentingan masyarakat yang kompleks dan terns
berubah di masa-masa yang akan datang; (4) usaha-usaha pendidikan
harus menyerap aspirasi individu Sumber Daya Manusia (SDM) yang
muncul dewasa ini; (5) berkembangnya tuntutan demokrasi di segala
bidang, termasuk di bidang pendidikan memberi peluang otonomi
penataan sistem pendidikan nasional; (6) potensi sumber daya manusia,
alam, material, struktural, sosial, dan budaya merupakan modal
pelaksanaan otonomi pendidikan sesuai dengan tuntutan zaman; (7)
otonomi pendidikan dapat menjawab tuntutan kebutuhan pendidikan
masa depan sesuai dengan situasi dan kondisi, kebutuhan, dan
nilai-nilai yang berkembang di daerah.
Berdasarkan pandangan di atas maka
misi yang diemban dalam
penerapan'kebijakan otonomi daerah di bidang pendidikan adalah : (1)
menyelenggarakan sistem pendidikan yang mampu mengantisipasi
kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK); (2) membangun
sistem pendidikan yang mampu merespon kepentingan anggota
masyarakat dalam rangka mengembangkan SDM di masa-masa
mendatang; (3) menata manajemen pendidikan yang dapat menyerap
aspirasi segenap anggota masyarakat dalam menyongsong era global;
(4) meningkatkan pendayagunaan potensi daerah sesuai dengan situasi,
kondisi dan kemampuan yang dimilikinya dalam penyelenggaraan
pendidikan; (5) meningkatkan demokrasi penyelenggaraan pendidikan
secara berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di
Kebijakan otonomi daerah bidang pendidikan di Kabupaten Bandung
ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten
Bandung Nomor 7Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi Perangkat
Daerah Kabupaten Bandung yang memuat pengaturan berbagai bidang
pembangunan termasuk bidang pendidikan. Dalam Perda tersebut dinyatakan
bahwa pengelolaan bidang pendidikan yang tadinya ditangani oleh dua
instansi, yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang menangani Sekolah
Dasar (SD) dan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) sebagai bagian dari
Pemerintah Daerah dan Kantor Inspeksi Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan yang menangani SD, SLTP, dan SLTA sebagai bagian dari
instansi vertikal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang ada di daerah,
demerger" menjadi satu perangkat yang menangani pendidikan, yaitu Dinas
Pendidikan Kabupaten Bandung.
Penggabungan kedua instansi tersebut membawa dampak timbulnya
permasalahan baru pada restrukturisasi kelembagaan dan kepegawaian.
Sebagai akibat dari penggabungan ini terjadi kelebihan pegawai, di mana
jumlah pegawai yang berasal dari kedua instansi ini sebanyak 200 orang (
Pegawai Dinas P&Ksebanyak 87 orang, Pegawai Departemen sebanyak 82
orang, pegawai pindahan dari Kantor Kecamatan sebanyak 10 orang, sekolah
sebanyak 3orang dan Bappeda Iorang, ditambah pegawai honorer sebanyak
17 orang), sedangkan pegawa! yang dapat diserap oleh struktur organisasi
sekitar 125 orang. Permasalahan lain yang dihadapi Dinas Pendidikan
Kabupaten Bandung antara lain adalah sebagai berikut.
Pertama, berkenaan dengan penyeleksian pegawai yang tidak sesuai
dengan kriteria yang berlaku, dimana faktor kedekatan sangat dominan dalam
proses penempatan pegawai dan pemanfaatan yang tidak optimal bagi pegawai
yang berkualitas dan mampu melaksanakan tugas-tugas kependidikan pada
Dinas Pendidikan yang baru. Menurut Burhanuddin (1999: 7) dampak dari era
globalisasi termasuk perubahan organisasi, menuntut adanya tenaga yang jauh
lebih professional, tenaga yang bukan saja mampu mengadopsi IPTEK dari
luar, melainkan mampu mengadaptasikan dan mengembangkannya.
Kedua, berkenaan dengan upaya menyalurkan pegawai yang tidak
terserap, yaitu sebanyak 75 orang. Masalah ini memerlukan strategi
manajemen dari Kepala Dinas Pendidikan untuk dapat mendayagunakan
potensi pegawai dalam pelaksanaan tugas-tugas kependidikan lainnya.
Ketiga, banyaknya pegawai yang tidak sesuai dengan latar belakang
pendidikan dan bidang garapan yang ditekuninya yang mengakibatkan
pelaksanaan pendidikan tidak dilakukan secara professional.
Keempat, pengembangan pegawai yang tidak terencana dengan baik,
yang mana disatu pihak ada pegawai yang terus menerus mengikuti
pendidikan dan latihan dan di pihak lain ada pegawai yang belum pemah
mengikutinya sama sekali, jadi tidak adanya pemerataan dalam proses
Kondisi-kondisi di atas menggambarkan perlunya upaya yang serius
dari Kepala Dinas Pendidikan dalam mendayagunakan pegawai sebagai aset
utama organisasi agar pelaksanaan otonomi daerah di bidang pendidikan dapat
berjalan secara efektif.
B. Fokus Penelitian
Landasan yuridis formal tentang kepegawaian, khususnya bagi
Pegawai Negeri Sipil (PNS), pada mulanya didasarkan pada ketentuan yang
tertuang dalam UU.No.8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
sebagaimana telah diubah dengan UU.No.43 Tahun 1999, dan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 14, 15 dan 16 Tahun 1994, yang diubah dengan PP.No.96
Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan
Pemberhentian PNS; PP.No.97 Tahun 2000 tentang Formasi PNS; PP.No.98
Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS. Sedangkan yang berkaitan langsung
dengan pengembangan karier PNS, merujuk pada
PP.No.99 Tahun 2000
tentang Kenaikan Pangkat PNS, dan PP.No.100 Tahun 2000 tentang
Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural, dan PP.No.101 Tahun 2000
tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS.
Khusus yang berkenaan dengan pengembangan PNS, pada dasamya
berkaitan dengan aspek mutasi promosi PNS ke jenjang karier yang lebih
tinggi. Artinya, dapat dikatakan bahwa pengembangan karier PNS tersebut
merujuk sebagaimana dasar pertimbangan yang tertuang dalam PP.No.100
Tahun 2000, yaitu, bahwa dalam rangka perencanaan, pengembangan, dan
struktural dipandang perlu mengatur kembali ketentuan tentang pengangkatan
PNS dalam jabatan struktural.
Peraturan perundang-undangan tersebut pada dasamya berlaku bagi
seluruh PNS, baik bagi tenaga administratif maupun tenaga -fungsional.
Tenaga administratif ialah PNS yang diberi tugas dan wewenang
melaksanakan pekerjaan di lingkungan kantor-kantor pemerintah yang secara
eksplisit tertuang dalam jenjang dan struktur jabatannya dalanvstniktur hirarki
organisasi. Sedangkan tenaga fungsional, tidak tertuang secara eksplisit
namun memiliki tugas dan wewenang teknis sesuai dengan jenis dan
karakteristik pekerjaan yang bersifat khusus dan spesifik.
Dengan demikian, upaya pencapaian misi organisasi akan banyak
dipengaruhi oleh kemampuan-kemampuan (skills) dan motivasi (motivation)
yang dimiliki oleh para PNS tersebut dalam melaksanakan peranan dan
fungsinya, baik sebagai tenaga administratif maupun tenaga fungsional.
Apabila para pegawai memiliki kemampuan profesional dan motivasi yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan tugasnya, maka hal ini memungkinkan
tercapainya tujuan-tujuan yang diharapkan secara efektif.
Motivasi merupakan salah satu bagian terpenting dalam meningkatkan
kinerja PNS. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan
dorongan dari dalam diri individu (instrinsik) dan dapat dipengaruhi oleh
lingkungan sekitamya (ekstrinsik). Kedua faktor ini menjadi sumber
kekuatan yang dapat membuat seseorang berprestasi dengan baik. Tanpa
faktor terpenting untuk mencapai kepuasan dalam upaya mengubah nasib
individu maupun instansi, dimana ia menggantungkan diri. Kepuasan kerja
pegawai akan tercipta oleh sejumlah faktor yang saling berkaitan, seperti
kepemimpinan para pejabat, iklim kerja dan hubungan kerja yang manusiawi.
Artinya, apabila kepuasan kerja tercapai akan meningkatkan motivasi pegawai
untuk kerja.
Dengan demikian, kemampuan dan motivasi para pegawai tidak dapat
tumbuh dengan sendirinya, tetapi perlu ditumbuhkembangkan melalui
berbagai kegiatan pendayagunaan. Melalui kegiatan tersebut, memungkinkan
para pegawai tumbuh dan mampu mengadakan penyesuaian dalam
melaksanakan tugasnya.
Dalam UU.No.8 Tahun 1974 jo UU.No.43 Tahun 1999, disebutkan
bahwa pembinaan PNS diarahkan untuk menjamin lancamya penyelenggaraan
tugas pemerintah dan pengembangan secara berdaya guna dan berhasil guna.
Oleh sebab itu PNS sebagai unsur Aparatur Negara dituntut untuk
meningkatkan kualitas kemampuan dan produktivitasnya agar lebih memiliki
sikap dan perilaku yang mempunyai ciri berintikan disiplin tinggi, nalar dan
wawasan tinggi, prestasi tinggi, kehandalan dan profesionalisme yang mantap,
tingkat dan daya juang yang tinggi serta bersih dan berwibawa.
Dalam perpindahan jabatan dan atau perpindahan wilayah kerja harus
berpegang kepada prinsip yang jelas sesuai dengan ketentuan bahwa
pembinaan PNS berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja. Namun
c
promosi dan persyaratan teknis lainnya sebagaimana yang tertuang la^pi^f /
PP.No.15 tahun 1994 pasal 7 ayat (2) yang secara jelas menetapkan
perpindahan jabatan harus berpegang kepada 3 (tiga) prinsip yaitu: (1)
Pembinaan Karier, (2) Peningkatan Kemampuan Pegawai, (3) Kebutuhan
organisasi.
Permasalahan-permasalahan
yang
lerjadi
di
lingkungan
Dinas
Pendidikan Kabupaten Bandung sebagaimana dijelaskan dalam latar belakang
masalah, menunjukkan indikasi bahwa dalam pola pengembangan karier PNS
belum dilaksanakan sesuai dengan ketiga prinsip tersebut dengan baik, karena
masih dihadapkan kepada sejumlah fakta antara lain: (1) Persyaratan jabatan
belum dapat dipedomani sepenuhnya; (2) DP3 belum dilaksanakan
berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1979; (3) Belum
ada scoring pejabat; (4) Belum ditetapkan anggaran (APBD) bagi mereka
yang mutasi/perpindahan jabatan/wilayah kerja.
Kajian tentang faktor-faktor yang mempengamhi pelaksanaan
mutasi/perpindahan jabatan yang telah dilakukan, diantaranya: (1) Aceng
Muhtaram & Johar Permana (1997) tentang "Analisis Kebijakan Mutasi dan
Promosi Jabatan Kepala Sekolah Dasar dan Pengaruhnya terhadap Kinerja
Kepala Sekolah Dasar di Lingkungan Dinas P & K Propinsi Jawa Barat"; (2)
Bahtiar Irianto (1998) tentang "Kontribusi Pola Karier Multy-Track terhadap
Kinerja Pejabat Struktural di Lingkungan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Kantor Wilayah Propinsi Jawa Barat"; (3) Endang Ro'in (1999)
Jawa Barat dilihat dari aspek Rumusan, Implementasi dan Evaluasi
Kebijakan".
Ketiga topik penelitian tersebut, pada hakekatnya menggunakan
sampel-sampel tenaga administratif, bukan pada sampel tenaga fungsional.
Juga belum berkaitan dengan unsur bagaimana mendayagunakan pegawai
administrartif yang ada sebagai dampak dari suatu implementasi kebijakan
terhadap kinerja pegawai yang terkena kebijakan. Penulis berkeyakinan
bahwa, bukan bermaksud mendikotomikan jabatan administratif dengan
jabatan fungsional, justru karena jabatan administratif inilah yang "konon"
sebelum adanya kebijakan otonomi daerah sering dipandang sebagai jabatan
yang lebih menyenangkan karena banyak menghasilkan uang tambahan selain
gaji dibandingkan dengan jabatan fungsional. Apakah setelah kebijakan
desentralisasi pendidikan, gambaran seperti itu masih dirasakan oleh para
pegawai administratif? Ataukah sebaliknya, karena tidak mampu mengisi
struktur yang ramping padahal tenaga malah lebih banyak karena dua lembaga
digabungkan?
Fenomena yang tampak dalam implementasi kebijakan kepegawaian di
lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, khususnya yang
berkenaan dengan tenaga/pegawai administratif kurang memberikan
kesempatan yang adil. Sekalipun persyaratan jabatan telah dipenuhi, tetapi
seringkali yang menduduki jabatan tersebut kurang memenuhi persyaratan,
sehingga memunculkan berbagai tudingan kolusi dan nepotisme. Akibatnya,
tersebut, yang lebih parah tentunya pada kinerja dan produktivitas wafe^P^.-^P* ^
melaksanakan tugas.
Vk. '*^9*PUS^^^^
Fenomena-fenomena tersebut menunjukkan bahwa pola
pendayagunaan pegawai di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten
Bandung belum didukung oleh perangkat sistem yang solid sebagai bentuk
perubahan dalam manajemen seleksi dan promosi jabatan. HaL ini"
menunjukkan pula bahwa kebijakan pengembangan dan pendayagunaan
pegawai belum teranalisis sebagai suatu kebijakan yang utuh dan terintegrasi
secara empirical, evaluative dan normative, yang dapat dijadikan pedoman
bagi implementasi kebijakan tersebut.
Sejalan dengan uraian-uraian di atas, maka dapat diasumsikan bahwa
aspek-aspek yang berhubungan dengan peningkatan kinerja pegawai dapat
dimunculkan melalui kebijakan dalam mendayagunakan pegawai tersebut.
Dengan demikian, penelitian yang berkenaan dengan pendayagunaan pegawai
administratif seperti dijelaskan di muka sangat penting untuk dilakukan.
C. Rumusan Masalah dan Problematik Penelitian
Berdasarkan fokus permasalahan sebagaimana dipaparkan di atas, maka
permasalahan penelitian berkenaan dengan Vroses pembinaan kinerja melalui
pendayagunaan tenaga administratif dalam rangka memenuhi tuntutan
implementasi desentralisasi pendidikan, baik secara kuantitatif maupun
secara kualitatif
Pokok permasalahan tersebut, difokuskan pada problematik penelitian sebagai
11
1. Bagaimana gambaran empirik tentang tenaga administratif di lingkungan
Kantor Dinas Pendidikan
Kabupaten
Bandung setelah
kebijakan
desentralisasi diberlakukan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif?
a.
Bagaimana kewenangan Dinas Pendidikan setelah diberlakukannya
desentralisasi pendidikan?
b.
Bagaimana gambaran kuantitatif tenaga administratif di lingkungan
Kantor Dinas Pendidikan setelah diberlakukannya kebijakan
desentralisasi pendidikan?
c. Bagaimana gambaran kualitatif tenaga administratif di lingkungan
Kantor Dinas Pendidikan setelah diberlakukannya kebijakan
desentralisasi pendidikan?
2. Bagaimana proses pendayagunaan tenaga administratif di Kantor Dinas
Pendidikan Kabupaten Bandung sebagai dampak dari pelaksanaan
kebijakan desentralisasi pendidikan?
a. Bagaimana proses penempatan tenaga administratif setelah
diberlakukannya kebijakan desentralisasi pendidikan?
b. Bagaimana proses pemanfaatan tenaga administratif sehubungan
dengan diberlakukannya desentralisasi pendidikan?
c. Bagaimana proses pengembangan tenaga administratif sehubungan
dengan diberlakukannya kebijakan desentralisasi pendidikan?
d. Hambatan dan upaya apa dalam upaya mendayagunakan,
memanfaatkan dan mengembangkan tenaga administratif setelah
12
3. Bagaimana model pendayagunaan pegawai dalam rangka peningkatan
kinerja tenaga administratif di lingkungan Kantor Dina Pendidikan
Kabupaten Bandung?
a.
Bagaimana tujuan dan sasaran yang dirumuskan dalam upaya
mendayagunakan tenaga administratif?
b.
Bagaim«!ia
kriteria
yang
dijadikan
acuan
dalam
upaya
mendayagunakan tenaga administratif?
c.
Bagaimana prosedur operasional dalam upaya mendayagunakan
tenaga administratif?
d.
Bagaimana
dukungan
informasi
yang
diperlukan
dalam
pendayagunaan tenaga administratif?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, maka maksud utama
penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan proses pembinaan kinerja melalui
pendayagunaan tenaga administratif dalam rangka memenuhi tuntutan
implementasi desentralisasi pendidikan.
Berdasarkan maksud tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dan
penelitian ini ialah:
1. Dapat menunjukkan gambaran empirik tentang tenaga administratif baik
secara kuantitatif maupun kualitatif di lingkungan Kantor Dinas
Pendidikan
Kabupaten
Bandung
setelah
kebijakan
desentralisasi
13
2. Dapat menunjukkan gambaran empirik tentang proses pendayagunaan
tenaga administratif di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung
sebagai dampak dari pelaksanaan kebijakan desentralisasi pendidikan;
3. Dapat merumuskan suatu,model pendayagunaan pegawai dalam rangka
peningkatan kinerja tenaga administratif di lingkungan Kantor Dina
Pendidikan Kabupaten Bandung.
E. Manfaat penelitian
Kajian terhadap pentingnya penelitian ini dilihat dari segi teoritis dan
dari segi praktis/operasional. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa
penelitian sebagai alat ilmu bergerak antara teori dan praktek. la berusaha
menghasilkan atau mengkaji penerapan teori dalam suatu kehidupan praktis.
Berikut dikemukakan pentingnya penelitian tersebut.
Secara teoritis, penelitian ini berusaha mengkaji secara mendalam
kegiatan pendayagunaan tenaga administratif yang mencakup penempatan,
pemanfaatan, dan pengembangan personil pendidikan. Oleh karena itu,
penelitian secara teoritis dapat memperkaya khasanah ilmu administrasi
pendidikan, terutama dalam bidang manajemen personil khususnya
pendayagunaan tenaga kependidikan dalam suatu organisasi. Hasil penelitian
ini juga dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut oleh para mahasiswa
administrasi pendidikan guna mempertajam wawasan keilmuannya berkenaan
dengan pendayagunaan tenaga kependidikan.
Secara praktis, penelitian ini bermanfaat terhadap tiga aspek yakni
14
dapat memperluas wawasan peneliti tentang praktek manajemen personil
pendidikan khususnya pendayagunaan tenaga administratif di lingkungan
Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung. Selain itu, penelitian ini dapat
dijadikan masukan bagi Kepala Dinas untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi dalam pembinaan dan pengembangan tenaga administratif melalui
kebijakan yang ditetapkannya.
Kedua, aspek nstitusi, berkenaan dengan kegunaan penelitian bagi
lembaga pendidikan khususnya Kantor Dinas Pendidikan, yang mana dapat
memberikan kontribusi dalam menemukan masalah-masalah yang berkenaan
dengan pengelolaan tenaga kependidikan dan memberikan alternatif jika ada
perubahan atau penyesuaian dalam sistem pengelolaan pada umumnya, dan
pendayagunaan tenaga administratifpada khususnya.
Ketiga, berkenaan dengan aspek kemasyarakatan, yaitu bahwa dengan
ditemukannya
cara terbaik bagi
penyelenggaraan
pengelolaan
tenaga
kependidikan khususnya tenaga administratif, maka akan mampu memberikan
keluaran yang berguna dan
akan lebih meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat pada umumnya.
F. Definisi Operasional
Beberapa istilah yang perlu dijelaskan dalam penelitian ini antara lain
istilah pendayagunaan, pengembangan, kinerja, dan tenaga administratif.
Pertama, istilah pendayagunaan. Pendayagunaan didefmisikan sebagai
15
Nawawi
(1984:75)
mengartikan
"pendayagunaan
sebagai
kegiatan
administrasi dalam arti yang luas, yakni agar volume dan beban kerja dapat
diwujudkan secara berdaya dan berhasil guna dalam pencapaian tujuan
organisasi". Sehubungan dengan itu, berarti pendayagunaan merupakan bagian
dari fungsi administrasi, dalam penelitian ini adalah administrasi pendidikan.
Pemanfaatan number daya pendidikan itu sendiri secara optimal
melibatkan berbagai proses atau fungsi manajemen yang merupakan inti dan
administrasi pendidikan. Proses atau fungsi tersebut oleh Engkoswara (1987)
dibagi atas tiga, yakni perencanaan, pelaksanaan dan pembinaan atau
pengawasan. Proses tersebut menurutnya sebagai wilayah kerja administrasi
pendidikan. Adapun masalah penelitian ini berada pada penerapan fungsi
manajemen yaitu fungsi perencanaan, pelaksanaan rencana dan penilaian atau
pembinaan.
Dalam bidang administrasi pendidikan penelitian ini termasuk pada
masalah administrasi personil, yang fungsi-fungsinya menurut Castetter
(1996:5) adalah: "planning, bargaining, recruitment, selection, induction,
appraisal, development, compensation, justice, continuity, and information".
Kedua, berkenaan dengan istilah pengembangan. Secara teoritis, istilah
ini merujuk pada fungsi dan salah satu unsur manajemen atau pendayagunaan
personil. Diidentifikasi dari definisi berikut ini: "pendayagunaan personil
ialah penempatan dan pemanfaatan tenaga yang ada sesuai dengan
kemampuannya dan volume kerja setiap bidang atau unit kerja" (U. Husna
16
personil pimpinan harus memperhatikan perencanaan pengembangan tenaga,
pengaturan kerja dan penghematan tenaga. Dengan demikian, unsur-unsur
pendayagunaan personil yang esensial adalah: (1) Penempatan personil, yaitu
yang berkenaan dengan keserasian personil dalam unit-unit kerja organisasi
atau lembaga. (2) Pemanfaatan, yaitu yang berkenaan dengan volume kerja
atau beban tugas dalam setiap organisasi kerja. (3) Pengembangan personil,
yaitu yang berkenaan dengan potensi atau kemampuan kerja personil dalam
melaksanakan beban tugas yang diberikan dan dipercayakan padanya.
Ketiga, istilah kinerja. Istilah ini memjuk pada konsep unjuk
pelaksanaan tugas (performance). Konsep umum tentang kinerja diturunkan
dari teori yang mengatakan bahwa kinerja merupakan hasil perpaduan antara
kemampuan seseorang dengan motivasinya. McAfee dan Poffenberger
(1982:3) menggambarkan secara matematik, bahwa Job Performance =
Ability x Motivation. Berdasarkan rumus tersebut dapat dikatakan bahwa,
kinerja merupakan hasil perkalian antara kemampuan dan motivasi.
Kemampuan merupakan hasil perpaduan antara pendidikan, pelatihan dan
pengalaman. Sedangkan pengertian motivasi, diartikan sebagai suatu daya
pendorong (drivingforce) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu.
Keempat, istilah tenaga administratif. Istilah ini diturunkan tidak lepas
dari landasan yuridis formal tentang Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang pada
mulanya didasarkan pada ketentuan yang tertuang dalam UU.No.8 tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan
Tahun 1994, yang diubah dengan PP.No.96 Tahun 2000 tentang Wewenang
Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian PNS; PP.No.97 Tahun 2000
tentang Formasi PNS; PP.No.98 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS.
Sedangkan yang berkaitan langsung dengan pengembangan karier PNS,
merujuk pada PP.No.99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat PNS, dan
PP.No.100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS daW.i Jabatan Struktural,
dan PP.No.101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS.
Peraturan perundang-undangan tersebut pada dasamya berlaku bagi
seluruh PNS, baik bagi tenaga administratif maupun tenaga fungsional.
Tenaga Administratif ialah PNS yang diberi tugas dan wewenang
melaksanakan pekerjaan di lingkungan kantor-kantor pemerintah yang secara
eksplisit tertuang dalam jenjang dan struktur jabatannya dalam struktur hirarki
organisasi. Sedangkan tenaga fungsional, tidak tertuang secara eksplisit
namun memiliki tugas dan wewenang teknis sesuai dengan jenis dan
karakteristik pekerjaan yang bersifat khusus dan spesifik.
Berdasarkan keempat konsep tersebut, maka istilah pendayagunaan
tenaga administratif yang digunakan dalam penelitian ini, diartikan sebagai
salah satu upaya dalam konteks manajemen kepegawaian dalam rangka
peningkatan kinerja pegawai yang dimaksud. Upaya tersebut tidaklah
menyangkut keseluruhan fungsi dan unsur-unsur manajemen kepegawaian,
karena upaya ini lebih bersifat kepada langkah-langkah emergens! dan
strategis yang difokuskan pada variabel-variabel yang diduga signifikan
kepegawaian. Variabel-variable tersebut berkenaan dengan faktor: (1) tujuan
dan sasaran, (2) kriteria acuan, (3) prosedur operasional, dan (4) dukungan
system informasi manajemen kepegawaian.
G. Anggapan Dasar Penelitian
Penelitian ini bermula dari perlu adanya upaya pendayagunaan tenaga
administratif yang mencakup penempatan. pemanfaatan, dan pengembangan
sebagai akibat dari diberlakukannya Otonomi Daerah melalui Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Otonom. Di Kabupaten Bandung kebijakan
tersebut ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Kabupaten
Bandung Nomor 7 Tahun 2001 yang kemudian direalisasikan dengan
diterbitkannya Keputusan Bupati Bandung Nomor 45 Tahun 2001 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung. Di satu
pihak tuntutan organisasi baru hanya membutuhkan sebagian pegawai, dan di
pihak lain persediaan pegawai terlalu banyak. Keadaan ini akan menimbulkan
berbagai macam permasalahan yang bila dibiarkan akan mengakibatkan
menurunnya kinerja organisasi. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya yang
bersifat strategis, tanpa merugikan salah satu pihak, baik organisasi maupun
pegawai itu sendiri.
Kepala Dinas Pendidikan sebagai pimpinan pada lembaga tersebut
mempunyai peranan penting dalam melaksanakan upaya-upaya strategis,
19
pemanfaatan, dan pengembangan tenaga administratif berjalan dengan baik
dan kinerja organisasi dapat terlaksana secara efektif.
Untuk mengkaji permasalahan tersebut, secara teoritis diperlukan
rujukan yang berkenaan dengan konsep kebijakan pengembangan karier
pegawai dalam konteks teori pengembangan sumber daya manusia (SDM).
Sumber daya manusia merupakan sumber daya terpenting yang dimiliki oleh
suatu organisasi. Aset yang paling berharga yang keberadaannya perlu
penanganan yang serius dan konsisten. Pengembangan sumber daya manusia
mutlak dilakukan apabila organisasi terbesar adalah dengan mengembangkan
SDM agar dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien sehingga mencapai
produktivitas.
Ada pun konsep-konsep yang dapat dijadikan titik-tolak dalam
melakukan kajian terhadap masalah yang diteliti antara lain::
1. SDM yang baik ditujukan kepada peningkatan kontribusi yang dapat
ditentukan oleh para pekerja dalam organisasi ke arah terciptanya tujuan
organisasi. (Siagian, 1996:27);
2. "Personnel development is the system improvement processed quality and
quantity personnel to solve the personnel problem (Castetter, 1981:231);
3. Pengembangan karier sebagai "suatu pendekatan formal yang digunakan
oleh organisasi untuk menjamin tersedianya pegawai yang sesuai dengan
kualitas dan yang berpengalaman ketika dibutuhkan" (Mondy &Noe III,
20
4. Aktivitas-aktivitas manajemen karier untuk pengembangannya dapat
dilaksanakan dalam bentuk internal staffing yang termasuk didalamnya
adalah promotion and lateral transfers (Cascio, 1990:364-366);
5. Program pengembangan karier yang efektif adalah yang berhubungan
dengan penyesuaian karier yang diberikan sesuai kebutuhan organisasi
melalui program pendidikan, pelatihan, mutasi dan promosi yang
berkesinambungan (Flippo, 1993:291).
Berdasarkan pokok-pokok pikiran tersebut, penulis berpendapat
bahwa, perubahan daiam sistem pembinaan dan pendayagunaan pegawai
dalam konteks perubahan organisasi hanya mungkin dilaksanakan kalau
dituangkan dalam bentuk employment policy, sebagai salah satu guider atau
pedoman untuk aktivitas implementasi dalam human resources policy.
H. Kerangka Pikir Penelitian
Berdasarkan problematik penelitian tersebut dikembangkan kerangka
pikir penelitian seperti pada gambar berikut.
Pertama, kajian tentang studi kebijakan menggunakan pendekatan
yang bersifat komprehensif dan interdisipliner. Kebijakan pengembangan
karier pegawai ialah salah satu teknik dalam kebijakan pengembangan sumber
daya manusia, untuk meningkatkan produktivitas organisasi. Mengapa
pimpinan organisasi melakukan kebijakan itu, dan bagaimana dampaknya
terhadap pegawai dalam melaksanakan tugas-tugasnya?
Berdasarkan rujukan Dunn 0995:4-14), bahwa kajian tentang studi
^!>S*
•SK
bersifat komprehensif, yaitu analisis kebijakan yang dilakukan Verge?
perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan penilaian kebijakan. \__^?puS^
Langkah pertama, diarahkan pada analisis perumusan kebijakan yang
meliputi komponen-komponen yang secara eksplisit tennuat dalam rumusan
kebijakan. Langkah kedua, adalah tahap implementasi, yang diduga pada
tahap inilah persyaratan, kriieria, bahkan tujuan pola pendayagunaan pegawai
tidak dipedulikan lagi. Untuk membuktikan dugaan tersebut, maka pada
langkah ketiga diarahkan pada pengukuran efektivitas pelaksanaan
kebijakannya, yang berkenaan dengan keberhasilan yang diraih, yaitu
sejauhmana rambu-rambu yang telah ditetapkan telah dilaksanakan,
kegagalan-kegagalan dalam melaksanakan kebijakan, dan faktor-faktor yang
dominan mempengaruhinya, sehingga ditemukan suatu pola pendayagunaan
yang dapat meningkatkan kinerja pegawai.
Kedua, kajian terhadap kinerja pegawai. Kinerja yang baik dapat
dipengaruhi oleh kemampuan dan motivasi. Sebab kemampuan tanpa
motivasi atau motivasi tanpa kemampuan, keduanya tidak dapat menghasilkan
output yang tinggi. Untuk memperjelas ungkapan tersebut, McAfee dan
Poffenberger (1982:3) menggambarkan secara matematik, yaitu: Ability x
Motivation = Job Performance. Berdasarkan rumus tersebut dapat dikatakan
bahwa, kinerja merupakan hasil perkalian antara kemampuan dan motivasi.
Kemampuan mempakan hasil perpaduan antara pendidikan, pelatihan dan
pengalaman. Sedangkan pengertian motivasi, diartikan sebagai suatu daya
22
Berdasarkan pokok-pokok pikiran seperti yang telah diuraikan di
muka, maka dikembangkan pola pikir penelitian dalam bentuk kerangka,
seperti diilustrasikan pada Gambar 1.1.
- Gambar 1.1
[image:31.595.64.485.117.651.2]KERANGKA PIKIR PENELITIAN
Gambaran Kuantitatif dan Kualitatif Tenaga Pegawai Daerah Problema Tenaga Kependidikan di Organisasi Disdik Kebijakan Pendayagunaan dan Pengembangan Pegawai MASALAH POKOK
Perlunya Model Peningkatan Kinerja melalui Pendavaeunaan Pcaawai Gambaran Tuntutan Kinerja Pegawai dalam rangka implementasi Otda —• —• —• Tujuan dan
s a s a r a n
Kriteria
a c u a n
Model
Peningkatan ' Kinerja melalui
23
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka masalah penelitian
dimulai dari kajian terhadap gambaran kuantitatif dan kualitatifkepegawaian
dan tuntutan kinerja pegawai yang diharapkan sesuai kehendak kebijakan
desentralisasi pendidikan di daerah. Dari kedua gambaran tersebut hams
sampai ditemukannya problema-problema kepegawaian, khususnya di
lingkungan organisasi kependidikan (Dinas Pendidikan). Masalah ini
sebetulnya menyangkut kajian yang sangat komprehensif, baik terhadap
rumusan kebijakan, implementasi maupun evaluasi kebijakan. Akan tetapi
difokuskan pada implementasi kebijakan yang diharapkan dapat dijadikan
rujukan dalam evaluasi kebijakan, yang pada akhimya dapat pula menjadi
bahan rujukan dalam merumuskan kebijakan pengembangan kepegawaian
s e c a r a u m u m .
Implementasi kebijakan pengembangan pegawai akan dikaji melalui
variabel-variabel yang saling mempengaruhi yaitu variabel tujuan dan
sasaran, kriteria, prosedur operasional dan dukungan sistem informasi
kepegawaian. Keempat variabel ini diduga mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja pegawai, baik pada kondisi sebelum, selama
maupun sesudah dilaksanakannya kebijakan desentralisasi pendidikan.
Untuk merumuskan model peningkatan kinerja pegawai melalui
pendayagunaan pegawai yang ada, ditelusuri melalui kajian terhadap
indikator-indikator: Pertama, terhadap aspek tujuan dan sasaran rumusan
kebijakan, yang mencakup: (1) Perencanaan karier pegawai; (2)
dalam pembinaan karier; (4) Peningkatan mutu kepemimpinafy %a
Optimalisasi pelaksanaan tugas-tugas.
\*fc*?*jS^
Kedua, terhadap aspek kriteria normative, ditelusuri melalui
indikator-indikator: (1) rumusan yang jelas tentang jabatan-jabatan yang
menjadi jenjang karier bagi pegawai; (2) rumusan yang jelas tentang
persyaratan jabatan yang dijadikan acuan normatif dalam jenjang karier
jabatan; (3) instrumen yang dijadikan alat ukur dan seleksi dalam menduduki
jabatan.
Ketiga, terhadap aspek prosedur operasional ditelusuri dari
indikator-indikator: (1) kejelasan petunjuk pelaksanaan yang mengatur batas dan
wewenang tentang pola karier jabatan; (2) mekanisme sistem pelaksanaan
pengembangan jabatan; (3) sistem pemantauan dan evaluasi perencanaan,
pengembangan, pembinaan jabatan.
Keempat, terhadap aspek sistem informasi manajemen (SIM)
kepegawaian ditelusuri dari indikator-indikator: (1) kejelasan bagian/unit
yang bertugas mengumpulkan dan mengelola data tentang kepegawaian (2)
perangkat sistem pemrosesan data kepegawaian yang digunakan; (3)
keterpercayaan data kepegawaian untuk dijadikan informasi dalam
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian mempakan suatu cara atau langkah-langkah yang
digunakan untuk melakukan penelitian. Langkah-langkah yang ditempuh
antara lain mengumpulkan, menyusun dan menganalisis data serta
menginterpretasi arti data yang diteliti menjadi suatu kesimpulan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini berhubungan dengan
kerangka pikir penelitian sebagaimana dipaparkan pada bagian terdahulu.
Tujuannya tidak bermaksud untuk menguji suatu hipotesis, namun untuk
mendeskripsikan fakta tentang kondisi yang saat ini sedang dihadapi. Analisis
mengenai pendayagunaan tenaga administratif pada Dinas Pendidikan di
Kabupaten Bandung mempakan suatu realitas sosial yang bersifat kontekstual.
Karena itu, metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian
kualitatif.
Bogdan dan Taylor (1993:22) mendefinisikan metodologi kualitatif
sebagai "Proses perencanaan yang menghasilkan data deskriptif bempa kata-kata tertulis atau lisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang
(subjek) itu sendiri. Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang individu
tersebut secara holistik". Sejalan dengan pandangan tersebut Subino
Hadisubroto (1988:2) menegaskan bahwa "data yang dikumpulkan melalui
99
Penelitian kualitatif bersifat naturalistik yang bertujuan mengamati
fenomena yang ada secara "seadanya" bukan untuk melakukan pengukuran
secara terkontrol. Penelitian dilakukan dengan cara "menceburkan diri" secara
langsung di lapangan, berorientasi pada penemuan, eksplorasi, perluasan, dan
penggambaran secara holistik. Dengan demikian penelitian ini beorientasi
pada proses, bukan pada keluaran. Di sini peneliti dituntut dekat dengan data
sebagai insider tidak menjaga jarak atau berperan sebagai outsider. Peneliti
kualitatif hams mendasarkan diri pada asumsi bahwa realitas mempakan
dinamika. Tugas peneliti menjaring data secara luas, mendalam, kaya dan real,
sehingga dapat dianalisis sebagai suatu kesimpulan yang absah.
Bogdan dan Biklen (1982), Lincoln dan Guba (39-42), Moleong
(2001:4), 'S. Nasution (1988:9) mengemukakan karakteristik penelitian
kualitatif antara lain :
1. Sumber data adalah situasi yang wajar atau "natural setting".
2. Peneliti sebagai instmmen penelitian
3. Laporannya sangat deskriptif
4. Mementingkan proses maupun produk
5. Analisis data secara induktif
6. Mengutamakan data langsung atau first hand 7. Mementingkan makna
8. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data
9. Desain bersifat sementara, emergent, evolving, develoving 10. Mengadakan analisis sejak awal
11. Hasil penelitian dimndingkan dan disepakati bersama.
Berdasarkan karakteristik metoda kualitatif tersebut, tersirat betapa
berperannya kedudukan peneliti dalam implementasinya. Seorang peneliti
kualitatif dituntut memiliki beberapa kompetensi dan keterampilan tertentu.
100
ketajaman analisis serta interpretasi terhadap realitas. Kedua, peneliti dituntut
pula memiliki sensitivitas dan kreativitas yang tinggi, karena dalam penelitian
kualitatif, seorang peneliti perlu mengembangkan metoda atau teknik
penelitian pada saat melaksanakan penelitiannya di samping peneliti perlu
memformulasi suatu teori. Ketiga, peneliti dituntut memiliki sikap korektif
dan keterbukaan yang tinggi.
B. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data mempakan prosedur untuk memperoleh data
dengan menggunakan teknik-teknik tertentu yang sesuai atau relevan dengan
permasalahan yang hendak dipecahkan.
Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan secara naturalistik
kualitatif berdasarkan hasil penelitian yang berlangsung dalam situasi wajar
atau natural setting tanpa adanya manipulasi.
Keberhasilan suatu penelitian temtama penelitian kualitatif, tergantung
pada beberapa faktor. Paling tidak ditentukan oleh faktor kejelasan tujuan dan
permasalahan penelitian, ketepatan pemilihan pendekatan/metodologi,
ketelitian dan kelengkapan data/informasi serta kemampuan interpretative atau
pemahaman peneliti terhadap data/informasi itu sendiri. Ketepatan suatu
metoda penelitian ditentukan pula oleh ketepatan teknik pengumpulan
datanya.
Dalam penelitian ini ada beberapa teknik pengumpulan data yang
101
1. Wawancara
Wawancara mempakan proses komunikasi antara peneliti dengan
sumber data dalam rangka menggali data yang bersifat world view untuk
mengungkapkan makna yang terkandung dan masalah-masalah yang
diteliti. Pertimbangan wawancara diterapkan sebagai teknik pengumpulan
data, yakni pertama, orang mempersepsi objek, peristiwa, tindakan dan
mengungkap maknanya dari pandangannya. Kedua, sumber data yang
representatif dapat mengungkapkan gambaran, peristiwa, tindakan atau
objek yang telah lama dikenalinya. Karena itu wawancara terhadap orang
yang representatif untuk suatu persoalan adalah penting untuk
mengungkapkan dimensi-dimensi masalah yang diteliti.
Wawancara sebagai bentuk komunikasi vertikal dalam proses
interaksi antar peneliti dengan sumber data berfungsi sangat efektif dalam
proses pengumpulan data dalam penelitian kualitatif. Fungsi wawancara
dalam penelitian kualitatif di antaranya adalah menjaring data dan
sekaligus menangkap makna dari data tersebut. Wawancara menumt
Suharsimi Arikunto (1992:126) adalah "Sebuah dialog yang dilakukan
oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari
terwawancara (interviewee)".
Dalam pelaksanaan wawancara, yang dilakukan terhadap
responden dibantu oleh pedoman wawancara yang maksudnya untuk
membantu peneliti memfokuskan atau mengarahkan proses wawancara
102
Pendapat lain dari Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi (1997:83)
mengungkapkan:
Wawancara adalah "proses tanya jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengar secara langsung informasi-informasi atau
keterangan-keterangan, sehingga responden diberi kebebasan menjawabnya".
Nasution (1992:72) mengungkapkan dua macam wawancara yaitu
wawancara berstmktur dan tak berstmktur. Pada tahap permulaan
digunakan wawancara tak berstmktur. Tujuarmya untuk memperoleh
keterangan yang terinci dan mendalam mengenai pandangan, subjek
penelaahan dapat diatur oleh peneliti. Setelah mendapatkan beberapa
keterangan, maka peneliti mengadakan wawancara yang lebih berstmktur
dan disusun berdasarkan apa yang telah disampaikan.
Berdasarkan pengertian
di
atas dapat disimpulkan
bahwa
wawancara mempakan suatu dialog atau proses komunikasi yang
dilakukan oleh kedua belah pihak antara peneliti dan sumber data untuk
memperoleh informasi dan menggali data yang kebenarannya dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam penelitian ini digunakan dua macam
wawancara seperti tersebut di atas untuk memperoleh informasi yang
relevan dengan masalah penelitian.
2. Teknik Observasi
Teknik observasi mempakan teknik pengumpulan data terpenting
lainnya selain wawancara. Observasi dilakukan terhadap unit aktivitas
103
Dalam
penelitian
kualitatif,
observasi
merupakan
teknik
pengumpulan data yang memberi manfaat besar karena dapat menangkap
dan memahami realitas yang sebenamya.
Observasi mempakan aktivitas pengamatan yang sistematis
terhadap gejala-gejala baik yang bersifat fisikal maupun mental. Ditinjau
dari intensitas pelaksanaan observasi, maka observasi dapat dikategorikan
ke dalam observasi penuh, sedang dan pasif. Kategorisasi ini berdasarkan
pada tingkat interaksi peneliti (observer) dengan situasi yang diobservasi.
Observasi penuh, peneliti melibatkan diri sepenuhnya dalam situasi
objek penelitian. Observasi sedang ditandai dengan adanya intensitas
peran serta peneliti pada tingkat sedang dalam kehidupan dan situasi
responden dan observasi pasif, peneliti tidak melibatkan diri secara
langsung dan intensif dalam peristiwa/situasi yang menjadi subjek
penelitian. Dalam penelitian ini teknik observasi yang digunakan adalah
teknik observasi penuh.
3. Teknik Studi Dokumentasi
Untuk menjawab permasalahan secara teoritis, digunakan pula
studi dokumentasi sehingga memudahkan penganalisaan terhadap variabel
yang dijadikan fokus penelitian. Studi dokumentasi merupakan sumber
data yang sudah tersedia yang dapat dijadikan bahan untuk menunjang
data-data yang diperoleh melalui wawancara dan dapat memperkuat dalam
mengambil kesimpulan satu masalah yang akan dipecahkan dalam
104
Studi dokumentasi mempakan kajian terhadap peristiwa, objek dan
tindakan yang direkam dalam bentuk tulisan, slide, dan media lainnya
sehingga dapat mengungkapkan dan menambah pemahaman terhadap
gejala-gejala persoalan yang diteliti. Sifat penelitian diarahkan kepada
studi kasus. Seperti yang dimmuskan Vredenbregt (1983:38), yaitu :
Sifat khas dari "case study" adalah suatu pendekatan yang bertujuan
untuk mempertahankan keutuhan (wholeness) dari obyek, artinya data yang dikumpulkan dalam rangka "study kasus" dipelajari sebagai suatu keselumhan yang terintegrasi. Tujuannya adalah untuk
memperkembangkan pengetahuan yang mendalam mengenai obyek
yang bersangkutan, ...Selain itu studi dokumentasi yang dimaksudkan dalam penelitian
kualitatifpada umumnya adalah teknik yang dilakukan melalui penelaahan
dan analisis serta interpretasi terhadap dokumen, yang bempa sumber data
non manusiawi, misalnya catatan pribadi, laporan, ketetapan dan
peraturan, dokumen pemerintah, korespondensi, agenda, ataupun catatan
lain yang menyangkut bukti pelaksanaan suatu proses/kegiatan yang
pemah terjadi. Dokumen ini dapat dijadikan sebagai sumber data yang
dapat dimanfaatkan
untuk
menguji,
menafsirkan
bahkan
untuk
meramalkan data itu sendiri.
C. Lokasi dan Sumber Data Penelitian
Lokasi sasaran dalam penelitian ini adalah di
Kantor Dinas
Pendidikan Kabupaten Bandung.
105
atau siapa-siapa yang dapat memberikan informasi bagi kepentingan
penelitian. Dengan demikian sumber data tergantung pada isi teori atau konsep
yang digunakan dalam penelitian. Lebih jauh Moleong (1993 : 26)
menyarankan bahwa dalam penelitian kualitatif sumber data tidak dapat
ditetapkan jumlahnya sebelum penelitian dilakukan, namun ditetapkan yang
sekiranya dapat memberikan informasi akurat tentang hal yang diteliti.
Berdasarkan pandangan tersebut, sumber data dalam penelitian ini
adalah tenaga administratif di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung.
Tenaga administratif di.sini lebih dimaksudkan kepada selumh pegawai di
mulai dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, kepala Sub Dinas,
Kepala Seksi, kepala Bagian, Kepala Sub Bagian, dan Staf di Kantor Dinas
Pendidikan Kabupaten Bandung.
D. Strategi Pengumpulan data
Strategi pengumpulan data dilakukan melalui tahapan :
1. Orientasi, yakni tahap mengenali persoalan baik secara empirik maupun
konseptual. Tahap ini dilaksanakan dari bulan September 2002. Dalam
tahap ini peneliti melakukan penjajagan lapangan dan mencari informasi
awal untuk menentukan fokus penelitian.
2. Eksplorasi, yakni menggali data secara emprik dengan cara yang lebih
mendalam dan meluas sesuai dengan fokus penelitian. Tahap ini
dilaksanasakan setelah mendapat rekomendasi atau ijin dari instansi yang
berwenang. Pengumpulan data atau informasi dilakukan melalui
informasi yang diperoleh dari sumber data, baik yang dicatat melalui alat
rekaman maupun buku catatan, kemudian diklasifikasikan berdasarkan
aspek-aspek pokok yang menjadi fokus penelitian. Dengan demikian cara
ini dapat mempermudah peneliti untuk mempertajam mengenai fokus
penelitian.
3. Member check, yakni mengadakan pemeriksaan ulang terhadap data
terkumpul untuk mengetahui konsistensinya, maksudnya mengecek
kebenaran dari informasi yang dikumpulkan agar hasil penelitian dapat
lebih dipercaya. Pengecekan informasi ini dilakukan setiap kali peneliti
selesai wawancara, yaitu dengan mengkonfirmasikan hasil wawancara.
Dan untuk memantapkan lagi dilakukan pula studi dokumentasi serta
triangulasi responden maupun sumber lain yang kompeten.
4. Triangulasi, yakni pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu (Moleong, 2001:178). Sedangkan menumt
Denzin (1978) dalam Moleong, (2001:178) mengemukakan empat macam
cara melakukan triangulasi sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data,
yaitu dengan menggunakan sumber, metode, penyidik dan teori.
Teknik triangulasi yang dipergunakan dalam penelitian ini ialah dengan
menggunakan sumber dan penyidik. Teknik triangulasi dengan
menggunakan sumber berarti membandingkan dan mengecek baik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
107
membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; 2)
membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa
yang dikatakan secara pribadi; 3) membandingkan apa yang dikatakan
orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya
sepanjang waktu; 4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang
dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang
yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang
pemerintahan; 5) membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen
yang berkaitan.
Sedangkan teknik triangulasi dengan memanfaatkan penggunaan penyidik
ialah dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk
keperluan pengecekan kembali dengan derajat kepercayaan data.
Pemanfaatan penyidik atau pengamat lain ini membantu mengurangi
kemencengan dalam pengumpulan data. Cara ini adalah membandingkan
hasil pekerjaan seorang analis dengan analis lainnya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dalam penelitian ini, peneliti
memanfaatkan semua nara sumber yang dijadikan focus penelitian sebagai
sumber yang digunakan untuk melakukan pengecekan dari setiap data dan
informasi yang diperoleh di lapangan. Selanjutnya peneliti pun
memanfaatkan peneliti dan pengamat lain sebagai pembanding untuk
mengarahkan arah peneliti temtama yang berkaitan dengan upaya
108
hal ini peneliti menempatkan dosen pembimbing sebagai pihak pengamat
di luar peneliti itu sendiri.
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
1. Keabsahan Data
Terdapat empat kriteria yang digunakan untuk mengukur tingkat
keabsahan atau kebenaran hasil penelitian kualitatif, yaitu :
a. Kredibilitas (validitas internal)
Kredibilitas dalam penelitian kualitatif adalah tolok ukur kebenaran
data yang diperoleh dengan instrumen. Dengan kata lain kredibilitas
mempakan kriterium yang dipergunakan untuk mengukur sejauh mana
kebenaran hasil penelitian mengungkapkan realitas sesungguhnya.
Menumt Nasution (1988:114) dan Moleong (2001:175) ada beberapa
cara yang dapat dilakukan untuk mengusahakan agar kebenaran hasil
penelitian dapat dipercaya yaitu :
(1) Memperpanjang masa observasi
(2) Pengamatan yang terns menerus
(3) Triangulasi
(4) Membicarakannya dengan orang lain (peer debrefing)
(5) Menganalisis kasus negatif dengan menggunakan ba-han
referensi
(6) Mengadakan member check
b. Transferabilitas (validitas ekstemal).
Transferabilitas mempakan keabsahan hasil penelitian yaitu
yang berhubungan dengan sejauhmana hasil penelitian dapat
109
menyatakan bahwa generalisasi suatu penemuan atau penelitian dapat
berlaku atau diterapkan pada semua konteks dalam populasi yang sama
atas dasar penemuan yang diperoleh pada sample yang representatif.
c. Dependabilitas (Reliabilitas)
Dependabilitas atau kebergantungan mempakan subtitusi
istilah reliabilitas dalam penelitian non kualitatif (Moleong, 2001 :
174)).
Dalam
penelitian
kualitatif
Nasution
(1988:108),
mengungkapkan bahwa reliabilitas berkenaan dengan pertanyaan
apakah penelitian dapat direplikasi dan mendapat hasil yang sama bila
diteliti oleh peneliti lain.
Menumt Nasution (1988:110) ada beberapa usaha yang dapat
dilakukan untuk mencapai reliabilitas, antara lain :
1. Memberikan uraian deskriptif yang konkrit, sehingga tidak
memberikan
kemungkinan
terjadinya
tafsiran
yang
beraneka ragam.
2.. Memperkerjakan peneliti lebih dari seorang, sehingga data
dan tafsiran dapat ditaksirkan dan dibandingkan sampai
tercapai kesesuaian pendapat.
3. Menggunakan partisipan lokal sebagai asisten peneliti yang
dapat mengadakan pengamatan yang kontinu.
4. Meminta pendapat penilaian dan kritik dari teman peneliti
lainnya.
5. Pencatatan informasi dengan alat mekanis seperti rekaman
sehingga dapat ditangkap dengan lengkap dan cermat
segala sesuaru yang diucapkan.d. Konfirmabilitas (Objektivitas)
Konfirmabilitas atau kepastian sepadan mempakan konsep
objektivitas dalam penelitian non kualitatif. Dalam penelitian kualitatif
110
hams bemsaha untuk tidak terpengaruh pada dirinya yang disebabkan
oleh latar belakang hidupnya, pendidikan, agama, kesukuan, status
sosial dan budaya. Dalam upaya memperoleh konfirmabilitas peneliti
melakukan "check dan member check". Kegiatan ini mempakan upaya
mengontrol, dan mengkonfirmasi kepastian isi penelitian baik kepada
responden maupun subjek lain yang terkait.
2. Teknik Analisis Data
Analisis data tidak hanya dilakukan setelah selesainya proses
pengumpulan data, tetapi telah dimulai saat proses pengumpulan data.
Analisis
data kualitatif pada dasamya adalah
proses sistematik
penyusunan, interpretasi dan pemahaman makna data. Teknik analisis data
yang dilakukan sejalan dengan anjuran Nasution (1988:129), yaitu: (1)
Reduksi data, (2) Display Data, (3) Kesimpulan dan verifikasi data.
Proses reduksi data dilakukan segera setelah data diperoleh. Hasil
wawancara dan observasi segera disusun dalam bentuk yang terpola dan
dikelompokkan sesuai dengan pertanyaan penelitian sehingga membantu
peneliti dalam melakukan penelitian secara sistematik dan terfokus.
Kekurangan data dan informasi atau kesalahan pemahaman tentang suatu
pemyataan akan segera dilumskan dan meminta penjelasan ulang kepada
responden atau informan. Selanjutnya display data yaitu menyajikan
catatan lengkap sebagai hasil deskripsi data atau temuan penelitian bempa
.f^pWrior^:-..
penelitian. Hasil display data selanjutnya dibahas dengan b'
7teon, data, informasi dan hasil analisis dokumentasi. Dari hasirtoenehriafr [,<" ,
1
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya kesimpulan
yang disajikan di bawah ini ditarik dari pembahasan hasil penelitian yang memjuk
pada tujuan penelitian yang diharapkan.
1. Gambaran kepegawaian, khususnya tenaga administratif di lingkungan Dinas
Pendidikan Kabupaten Bandung, setelah diberlakukannya kebijakan
desentralisasi pendidikan terjadi over supply. Kebijakan pendayagunaan,
pemanfaatan dan pengembangan pegawai secara kuantitatif bam pada taraf
penempatan sementara sesuai jumlah pegawai yang tersedia. Upaya ini pun
belum optimal karena Stmktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) yang bam
kurang dapat menampung jumlah PNS yang tersedia. Pada aspek kualitatif
setelah dilaksanakannya kebijakan otonomi daerah, pegawai yang melanjut
kan pendidikan tambahan, lebih banyak berstatus "Ijin Belajar" dan berstatus
"Tugas Belajar".
2. Proses penempatan, pemanfaatan dan pengembangan tenaga administratif di
lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung dalam
rangka
pelaksanaan otonomi daerah belum dapat dilaksanakan secara optimal, antara
lain:
Pertama, penggabungan lembaga antara instansi vertikal (Depdikbud)
IfJT
personil sebagai akibat tidak seimbangnya beban kerja dengan jumlah personil
yang ada. Banyak pegawai yang memegang jabatan bam ataupun pindahan
dari lembaga yang dimerger mengalami kebingungan dalam melaksanakan
pekerjaannya. Hal ini disebabkan oleh kurang terpenuhinya persyaratan
jabatan dan prosedur penempatan jabatan yang tidak utuh dan kurang
professional, unsur kedekatan dengan pimpinan atau kolusi dan nepotisme
masih mendominasi dalam proses penempatan pegawai, sehingga banyak
pekerjaan yang tidak ditangani oleh ahlinya. Beberapa kendala yang dihadapi
dalam penempatan ini antara lain tidak ada jaminan terhadap pegawai yang
berprestasi dan berkemampuan akan ditempatkan sesuai dengan kemampuan
dan prestasinya, stmktur organisasi dan tata kerja yang belum stabil, kualitas
sumber daya manusia yang masih lemah, dan adanya intervensi yang cukup
kuat dari luar organisasi Dinas Pendidikan yang membuat pucuk pimpinan
kesulitan bahkan mungkin bertolak belakang dengan keputusan yang
sehamsnya dibuat, serta kurangnya sosialisasi secara khusus dari para pejabat
kepada stafnya.
Kedua, pemanfaatan tenaga administratif dalam pelaksanaan otonomi
daerah sudah berjalan dengan baik, walaupun belum optimal. Hal ini
disebabkan belum semua sub dinas dan bagian yang membuat perencanaan
dalam pemberian tugas kepada pegawai, tidak seimbangnya "beban kerja
dengan jumlah personil yang ada, pembinaan pegawai belum dilakukan secara
intensif dan sistematis, serta sarana dan prasarana pekerjaan belum ditunjang
203
jumlah pegawai, jumlah dan kondisi komputer , sehingga pekerjaan yang
dihasilkan kurang optimal dan membutuhkan waktu yang lama untuk
menyelesaikannya.
Ketiga, pengembangan kemampuan tenaga administratif dalam
I
pelaksanaan otonomi daerah belum dilaksanakan secara optimal, hal ini
i disebabkan belum terlaksananya program kerja pengembangan karier
j
pegawai, belum adanya penghargaan yang memadai bagi pegawai yang
|
berprestasi, tidak adanya sangsi yang tegas bagi pegawai yang tidak atau
i
I
kurang disiplin, belum adanya anggaran bagi pegawai untuk meningkatkan
kemampuannya seperti : melanjutkan studi, dan mengikuti pendidikan dan
i latihan yang sesuai dengan pekerjaannya. Sedangkan upaya yang dilakukan
I untuk mengatasinya adalah dengan jalan memberi kesempatan kepada
pegawai untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi
I
ataupun mengikuti pelatihan dan kursus sesuai dengan pekerjaan yang
i
digelutinya, dianjurkan untuk sering bertukar pikiran dengan teman kerja, dan
I
sering bertanya kepada pegawai yang telah berpengalaman dan mengusulkan
I
kepada atasan untuk membiayai pelatihan dan memberikan beasiswa kepada
I*; pegawai yang berprestasi.
I
3. Model
pendayagunaan
dalam
rangka
peningkatan
kinerja
pegawai
J; administratif di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung,
perlu diungkap dari
analisis potensi kepegawaian yang ada.
Kesalahan-I
kesalahan dalam seleksi, penempatan, pemanfaatan melalui mutasi dan
204
jelasnya tujuan dan sasaran, kriteria yang dijadikan acuan, prosedur
operasional dan dukungan system informasi kepegawaian, pe