• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi hukum kontrak dalam pembiayaan murabahah pada Bank Muamalat Indonesia (BMI) cabang Surakarta SAMARUL FALAH PDF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi hukum kontrak dalam pembiayaan murabahah pada Bank Muamalat Indonesia (BMI) cabang Surakarta SAMARUL FALAH PDF"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI HUKUM KONTRAK DALAM PEMBIAYAAN

MURABAHAH

PADA BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI)

CABANG SURAKARTA

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum

Minat Utama : Ekonomi Syariah

Oleh,

SAMARUL FALAH

NIM : S 340908019

PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

IMPLEMENTASI HUKUM KONTRAK DALAM PEMBIAYAAN

MURABAHAH PADA BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI)

CABANG SURAKARTA

Disusun oleh :

SAMARUL FALAH NIM : S 340908019

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tandatangan Tanggal

Pembimbing I : Prof. Dr. MUCHSIN, SH ……….. ………..

Pembimbing II: MUH ADNAN, SH. M.Hum ……….. ………..

NIP. 195407121984 03 1002

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Hukum

(3)

IMPLEMENTASI HUKUM KONTRAK DALAM PEMBIAYAAN

MURABAHAH PADA BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI)

CABANG SURAKARTA

Disusun oleh :

SAMARUL FALAH NIM : S 340908019

Telah Disetujui oleh Tim Penguji

Jabatan N a m a Tanda Tangan Tanggal

Ketua Prof. Dr.Adi Sulistiyono, SH. MH. ... ... Nip. 196302091988031003

Sekretaris Prof.Dr.Hartiwiningsih,SH.M.Hum. ... ... Nip. 196702031985032001

Anggota 1. Prof. Dr. Muchsin, SH. ... ...

2.Moh Adnan, SH.M.Hum ... ... Nip. 195407121984031002

Mengetahui

Ketua Program Studi Prof. Dr.H.Setiono, SH.,M.S. ...

Ilmu Hukum NIP. 130 345 735

Direktur Program Prof. Drs.Suranto,MSc.,Ph.D. ...

(4)

PERNYATAAN

N a m a : Samarul Falah

NIM : S 340908019

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul :

“Implementasi Hukum Kontrak Dalam Pembiayaan Murabahah Pada Bank

Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta”, adalah benar-benar karya saya

sendiri. Hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan

ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tersebut di atas tidak

benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik, yang berupa pencabutan

tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, 2010

Yang membuat pernyataan,

(5)

PERSEMBAHAN

Akhirnya, dengan kerja keras yang penulis lakukan untuk menyelesaikan

tesis ini, sebagai salah satu syarat kelulusan studi di Program Pasca Sarjana Ilmu

Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret, telah terselesaikan dengan baik dan

sesuai dengan apa yang penulis inginkan. Penulisan ini tidak akan mungkin dapat

terselesaikan tanpa bantuan dari pihak lain

Maka dengan kerendahan hati, penulis mempersembahkan tesis ini kepada

1. Kedua orang tua saya yang telah memberikan cinta kasih, dan dengan ikhlas

telah mempertaruhkan segalanya demi masa depan penulis.

2. Isteriku tercinta Dhurrotul Lum’ah dan ananda M. Elmanaviean, Izzun Nastiti,

Ezza Selisa Yua serta Adela Aunal Haqqa, yang telah merelakan berbagi

waktu untuk penyelesaian tesis ini, saya do’akan semoga kalian sukses

menggapai cita-cita dan menjadi orang yang berguna dan bermanfaat didunia

sampai akhherat, amin.

3. Guru-guru saya yang telah memberikan bimbingan dan mendidik saya dengan

penuh ikhlas dan sabar, semoga semua ilmu yang telah engkau berikan akan

(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah

melimpahkan Rahmat dan KaruniaNya, shalawat serta salam semoga tetap

kepangkuan beliau Nabi Muhammad SAW. Dengan melakukan berbagai upaya

akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul : “Implementasi

Hukum Kontrak Dalam Pembiayaan Murabahah Pada Bank Muamalat Indonesia

(BMI) Cabang Surakarta “.

Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagaian Persyaratan Mencapai

Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum. Penulis menyadari bahwa tesis ini

masih jauh dari sempurna sehingga kritik maupun saran yang bertujuan untuk

perbaikan tesis ini sangat diharapkan.

Dalam penyusunan tesis ini penulis telah banyak mendapat bantuan dan

dorongan dari berbagai pihak. Sehingga dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. H. Much. Syamsulhadi, dr. Sp.KJ(K) selaku Rektor

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk menuntut ilmu di Program Magister Ilmu Hukum

Universitas Sebelas Maret.

2. Bapak Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D., selaku Direktur Program Pasca

Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Program Magister Ilmu

Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Moh. Jamin, SH. M.Hum., selaku Dekan Fakultas Ilmu Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk menuntut ilmu di Program Magister Ilmu Hukum

(7)

4. Bapak Prof. Dr. H. Setiono, SH. MS., selaku Ketua Program Pasca Sarjana

Universitas Sebelas Maret sekaligus Pembimbing dan Tim Penguji yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Program

Magister Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta dan dengan

ketulusan dan kearifan telah berkenan mengoreksi, mengarahkan dan

membimbing hingga penulisan tesis ini selesai.

5. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH. M.Hum., sebagai Sekretaris Program Pasca

Sarjana Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk menuntut ilmu di Program Magister Ilmu Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta

6. Bapak Prof. Dr. Muchsin, SH. (Pembimbing I) dan Bapak Moh Adnan, SH.

M.Hum., (Pembimbing II) yang telah mencurtahkan waktu, tenaga dan pikiran

dengan penuh keikhlasan dan kesabaran untuk memberikan bimbingan,

pengarahan, saran-saran serta berbagai kemudahan yang sangat bermanfaat

dalam penyusunan tesis ini.

7. Segenap Dosen pengajar Progam Studi Pasca Sarjana Ilmu Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta, dengan bimbingan dan bantuannya

hingga Penulis mendapatkan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu

hukum.

8. Bapak Kepala PT. Bank Muamalat Indonesia Cabang Surakarta yang telah

memberikan ijin penelitian, data, serta memberikan saran dan masukan kepada

Penulis sehingga tesis ini dapat Penulis selesaikan.

9. Staf dan Karyawan Progam Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah membantu dan memberikan semangat serta memberikan

dorongan kepada penulis.

10.Penghargaan kepada : Istriku tercinta Dhurrotul Lum’ah dan ananda M.

Elmanaviean, Izzun Nastiti, Ezza Selisa Yua serta Adela Aunal Haqqa, dengan

(8)

11.Rekan-rekan dan keluarga yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang

telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis selama

menyelesaikan tesis ini.

Semoga amal kebaikan tersebut mendapat balasan yang setimpal dari

Allah SWT.

Amin Ya Rabbal ‘alamin.

Surakarta, 2010

Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

C. Prinsip-Prinsip Dalam Ekonomi Syariah ...

D. Konsepsi Hukum Kontrak Syariah ...

(10)

4. Jenis Pembiayaan ...

5. Pembiayaan Murabahah ...

a. Definisi, Rukun dan Syarat Jenis Murabahah ...

b. Aspek Syariah Murabahah ...

c. Aspek Teknis Murabahah ...

d. Ketentuan Fatwa Tentang Murabahah ...

e. Aspek Teknis Perbankan Syariah ...

F. Penelitian Yang Relevan ...

G. Kerangka Berfikir ...

1. Pelaksanaan Hukum Kontrak Dalam Pembiayaan

Murabahah Sesuai Dengan Prinsip Syariah ...

2. Bentuk-bentuk Wanprestasi Dalam Hukum Kontrak

Dalam Pembiayaan Murabahah ...

B. Pembahasan...

1. Implementasi Hukum Kontrak Dalam Pembiayaan

Murabahah Dalam Realitasnya di BMI Cabang

Surakarta ...

2. Upaya-upaya Kreditur Terhadap Debitur yang

(11)

ABSTRAK

Samarul Falah, 2010, “IMPLEMENTASI HUKUM KONTRAK DALAM

PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI) CABANG SURAKARTA“, Tesis: Program Studi Ilmu Hukum

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulisan ini dilatarbelakangi adanya perbedaan mendasar konsep pelaksanaan Bank Konvensional dan Bank Syariah pasca lahirnya undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang merupakan bank syariah pertama di Indonesia yang menggunakan prinsip bagi hasil, dalam operasionalnya berdasarkan aqidah dan moral Islam yang mengutamakan prinsip-prinsip syariah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta dalam pelaksanaan Hukum Kontrak dalam Pembiayaan Murabahah dan upaya –upaya yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia apabila terjadi penyimpangan dalam akad/kontrak yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan atau kreditur melakukan wanprestasi.

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris atau penelitian hukum sosiologis dengan menggunakan data primer. Data ini diperoleh secara langsung melalui wawancara, dokumen, maupun observasi. Sedangkan untuk melengkapi data tersebut, juga dilaksanakan penelitian dalam rangka memperoleh data sekunder.

Hasil penelitian mengungkapkan tentang pelaksanaan hukum kontrak dalam Pembiayaan Murabahah pada Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta, bila disinkronkan dengan prinsip-prinsip syariah sebagaimana dalam Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tantang Perbankan Syariah dan regulasi lainnya seperti ; Peraturan Bank Indonesia (PBI), Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) sebagai hukum material ekonomi syariah secara umum telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dan bila terjadi wanprestasi, pihak perbankan memilih menyelesaikan dengan perdamaian melalui pembinaan.

Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta, hendaknya benar-benar melaksanakan prinsip-prinsip syariah secara komprehensif dan dalam upaya menyelesaikan pihak yang wanprestasi, selalu mengedepankan perdamaian, selanjutnya untuk mensosialisasikan perbankan yang operasionalnya berdasarkan prinsip syariah, BMI melibatkan tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat secara simultan.

(12)

ABSTRACT

Samarul Falah, 2010, "IMPLEMENTATION OF THE LAW UNDER

CONTRACT MURABAHAH FINANCE WITH BANK MUAMALAT INDONESIA (BMI) BRANCH SURAKARTA", Thesis: Graduate Legal Studies Program University of Surakarta Eleven March.

Writing is emphasized by the existence of fundamental differences in concept and execution of Conventional Banks after the birth of Islamic Banking Act No. 21 of 2008 regarding Islamic Banking. Bank Muamalat Indonesia (BMI) which is the first Islamic bank in Indonesia using the principle of profit sharing in the operations based on Islamic moral and doctrinal camps which put the principles of shariah.

This study aims to determine how far the Bank Muamalat Indonesia (BMI) of Surakarta Branch in the implementation of the Financing Murabahah Contract Law and the efforts undertaken by Bank Muamalat Indonesia in the event of irregularities in the agreement / contract that is not compliant with sharia principles and / or creditors do breach of contract.

This study is an empirical juridical or sociological legal research using primary data. These data were acquired through interviews, documents, and observation. Meanwhile, to complement these data, it also conducted research in order to obtain secondary data.

The results reveal about the execution of contract law in Murabaha Financing with Bank Muamalat Indonesia (BMI) of Surakarta Branch, when synchronized with the principles of sharia, as in Act number 21 of 2008 challenged Islamic Banking and other regulations such as Bank Indonesia Regulation (P BI) , National Sharia Board Fatwa (DSN), Islamic Economic Law Compilation (KHES) as sharia law in general economic material in accordance with the principles of sharia. And in case of default, the banks chose to settle peace through training.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Sebelum lahirnya Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah yang mengandung di dalamnya aktivitas perbankan

syariah, penerapan syariah Islam dalam tata hukum positif di Indonesia

sebenarnya telah memperoleh tempat yang signifikan. Hal ini tercermin

pada 2 hal yaitu : (a) Konstitusi Indonesia telah memberikan jaminan

kemerdekaan bagi setiap penduduk untuk memeluk dan beribadah menurut

agamanya masing-masing sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 Pasal

29 ayat 2. Pengertian ibadah menurut pandangan Islam tidak hanya

mencakup hubungan antara manusia dengan Tuhannya (Ibadah Mahdhoh),

tetapi juga mencakup hubungan antara sesama manusia (muamalah)

termasuk aktifitas ekonomi. (b) KUH Perdata pasal 1338 menyatakan

bahwa setiap perjanjian yang dibuat sesuai dengan Undang-undang berlaku

sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan tidak dapat

ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena

alasan-alasan yang ditentukan oleh Undang-undang serta harus

dilaksanakan dengan itikad baik.

Penerapan hukum syariah dalam konteks hukum positif juga dapat

diwujudkan dalam kegiatan perbankan syariah. Sebagaimana umumnya

setiap transaksi antara bank syariah dengan nasabah terutama yang

terbentuk pemberian fasilitas pembiayaan, selalu dituangkan dalam suatu

Surat Perjanjian. Dengan kata lain jika bank syariah dan nasabah membuat

perjanjian yang bentuk formalnya didasarkan pada pasal 1320 KUH

Perdata yaitu : (1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri, (2)

Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, (3) Mengenai suatu hal

(14)

KUH Perdata, tiap isi, materi, atau substansinya didasarkan atas ketentuan

syariah maka perjanjian tersebut dapat dikatakan sah, baik dilihat dari sisi

hukum positif maupun dari sisi syariah.

Di dalam praktek, penyusunan suatu perjanjian antara bank syariah

dengan nasabah, dari sisi hukum positif, selain mengacu kepada KUH

Perdata juga harus merujuk kepada UU No 10 tahun 1998 tentang

perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Sedangkan dari sisi

Syariah selain mengacu pada UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah, juga berpedoman kepada fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional

(DSN) Majelis Ulama Indonesia.

Perbankan Islam atau yang lazim disebut Perbankan Syariah sebagai

Lembaga Intermediasi Keuangan (Financial Intermediaty Institution)

mulai tumbuh sejak deregulasi dibidang perbankan pada tahun 1988 yang

memberikan kemudahan bagi pendirian bank-bank baru, termasuk

diperbolehkannya pendirian bank dengan bunga nol persen (zero interest)

yang secara implisit berarti telah mengijinkan operasional perbankan yang

bebas bunga (Interest free banking).

Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

perbankan semakin memberikan angin segar dalam menumbuh

kembangkan operasional perbankan yang tidak didasarkan pada sistem

bunga, tetapi didasarkan melalui mekanisme bagi hasil, hal ini dikuatkan

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1992 tentang bagi hasil.

Selanjutnya dengan adanya amandemen Undang-undang Perbankan

dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 memperbolehkan

operasional Bank berdasarkan prinsip Syari’ah baik Bank umum maupun

Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Di dalam pasal 13 Undang-undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang perbankan, menyebutkan bahwa prinsip syariah adalah

(15)

untuk penyimpanan dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan

lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syari’ah diantaranya adalah :

a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah).

b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (Musyarakah).

c. Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (Murabahah).

d. Pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa

pilihan (Ijarah) atau adanya pemindahan kepemilikan atas barang yang

disewa dari pihak bank oleh pihak lain (Ijarah Wa Iqtiqna’).

Pengalaman selama masa krisis ekonomi ini memberikan pelajaran

berharga, dengan prinsip risk sharing (berbagai resiko) atau profit and loss

sharing (bagi hasil) merupakan suatu prinsip yang dapat berperan

meningkatkan ketahanan satuan-satuan ekonomi. Dalam keadaan ekonomi

yang memburuk, pengusaha akan memikul sendiri resiko dan kejatuhan

usaha, walau kejatuhan tersebut tidak disebabkan oleh kesalahan. Atau

ketidakmampuan pengusaha tersebut. Meskipun pada akhirnya mungkin

akan menjadi risk sharing melalui debt workout dan lain sebagainya,

namun prosesnya lebih memakan waktu, tenaga dan biaya.

Lain halnya dengan prinsip syariah, penyaluran dana dilakukan

berdasarkan prinsip syariah yaitu prinsip bagi hasil atau berbagai resiko

(profit and loss sharing) antara pemilik dana dan pengguna sudah

diperjanjikan secara jelas sejak awal. Prinsip syariah berlandaskan nilai

keadilan, kemanfaatan, keseimbangan dan keuniversalan. Nilai tersebut

diterapkan dalam pengaturan perbankan yang didasarkan pada Prinsip

Syariah yang disebut Perbankan Syariah.

Prinsip perbankan syariah merupakan bagian dari ajaran Islam yang

berkaitan dengan ekonomi. Salah satu prinsipnya dalam ekonomi Islam

adalah larangan riba dalam segala bentuknya dan menggunakan sistem

prinsip bagi hasil. Dengan sistem ini Bank Syari'ah dapat menciptakan

iklim investasi yang sehat dan adil karena semua pihak dapat saling berbagi

(16)

menciptakan posisi yang berimbang antara pihak bank dan nasabah. Dalam

jangka panjang, hal ini akan mendorong pemerataan ekonomi nasional

karena hasil keuntungannya tidak hanya dinikmati oleh pemilik modal,

tetapi juga oleh pengelola modal.1

Rumusan dalam sistem perbankan syariah yang sama sekali berbeda

dengan sistem perbankan konvensional. Hal ini karena perbankan yang

memiliki akar dari syariah yang menjadi sumber dan panduan bagi setiap

muslim dalam melaksanakan aktivitasnya. Islam memilih tujuan-tujuan

syariah (Maqasid al syariah) serta petunjuk operasional untuk mencapai

tujuan tersebut, tujuan itu sendiri selain mengacu pada kepentingan

manusia untuk mencapai kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik,

juga memiliki nilai yang sangat penting bagi persaudaraan dan keadilan

sosio ekonomi serta menuntut tingkat kepuasan yang seimbang antara

kepuasan duniawi dan ukhrowi.

Perbedaan pokok antara Perbankan Syariah dengan Perbankan

Konvensional adalah adanya larangan riba (bunga) bagi perbankan syariah.

Riba dilarang, sedangkan jual beli (al-bai’) dihalalkan. Dengan demikian

maka membayar dan menerima bunga pada uang yang dipinjam dan

meminjamkan dilarang2.

Sejak dekade tahun 1970-an, umat Islam diberbagai Negara telah

berusaha untuk mendirikan bank syariah, tujuan dan pendirian

bank-bank Islam ini pada umumnya adalah untuk mempromosikan dan

mengembangkan aplikasi dari prinsip-prinhsip Islam, syariah Islam dan

tradisinya ke dalam transaksi keuangan, perbankan dan bisnis-bisnis lain

yang terkait prinsip utama yang dianut oleh bank-bank Islam adalah :

a. Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi.

b. Menjalankan bisnis dan aktifitas perdagangan yang berbasis pada

memperoleh keuntungan yang sah menurut syariah.

1 Undang-undang perbankan syariah dan surat berharga syariah, FM. Fokus Media, 2008 hal.83 2

(17)

c. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi kegiatan zakat.

Namun dalam perbankan konvensional terdapat kegiatan-kegiatan yang

dilarang dalam syariat Islam, seperti menerima dan membayar bunga

(riba), membayar produksi dan perdagangan barang-barang yang

diharamkan, seperti minuman keras (khamr), kegiatan yang mendekati

dengan gambling (maisir) untuk tranksaksi-transaksi tertentu dalam

foreign exchange dealing serta higly and indeed speculative transaction

(gharar) dalam investmen banking.

Perbedaan mendasar dalam konsep pelaksanaan di bank konvensional

dan bank syariah yaitu antara lain perbedaan konsep antara bunga dan bagi

hasil, perbedaan antara investasi dan membungakan uang dan perbedaan

antara utang uang dengan utang barang.

Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang merupakan bank syariah

pertama di Indonesia yang menggunakan prinsip bagi hasil, dalam

operasionalnya juga berdasarkan aqidah dan moral Islam, sehingga akan

tercapai keselamatan dan kesejahteraan dunia dan akherat.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka Penulis ingin mengangkat

dalam sebuah penelitian yang berjudul : IMPLEMENTASI HUKUM

KONTRAK DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK

MUAMALAT INDONESIA (BMI) CABANG SURAKARTA.

B. Perumusan Masalah.

1. Apakah pelaksanaan hukum kontrak dalam Pembiayaan Murabahah di

Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta telah sesuai dengan

prinsip-prinsip sebagaimana dalam hukum ekonomi syari’ah secara

komprehensif ?

2. Bagaimanakah upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak kreditur bila

debitur wanprestasi ?

(18)

1. Tujuan obyektif :

a. Untuk mengetahui pelaksanaan hukum kontrak dalam pembiayaan

murabahah pada BMI Cabang Surakarta apakah telah sesuai dengan

prinsip-prinsip ekonomi syariah secara komprehensif .

b. Untuk mengetahui upaya apa yang dilakukan oleh pihak kreditur

apabila debitur melakukan pengingkaran terhadap kontrak

(wanprestasi).

2. Tujuan Subyektif :

Untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik guna mencapai

derajat Magister Hukum dalam bidang Ilmu Hukum, konsentrasi utama

: Hukum Ekonomi Syariah Di Program Studi Ilmu Hukum Program

Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian.

1. Manfaat Teoritis.

a. Memberikan referensi kepada pembuat undang-undang dan penentu

kebijakan untuk menyempurnakan hokum positif, khusunya

regulasi-regulasi yang berkaitan dengan Hukum Ekonomi Syariah

dan Lembaga Intermediasi Keuangan (Perbankan syariah).

b. Memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang konsep-konsep

dan sistem operasional yang berlaku dalam perbankan syariah.

c. Memberikan pengertian dan pemahaman sistem operasional dalam

BMI dan khususnya BMI Cabang Surakarta, sehingga masyarakat

dapat menentukan opsi yang dapat meyakinkan, yang berkaitan

dengan pelaksanaan hukum kontrak.

d. Agar sistem operasional dalam perbankan syariah dapat diterima

oleh masyarakat dengan membandingkan sistem operasional dalam

perbankan konvensional.

(19)

a. Memberikan kontribusi kepada pembuat undang-undang dan

penentu kebijakan dalam sistem operasional perbankan syariah yang

sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

b. Mengetahui sistem operasional dalam perbankan syariah yang

sesuai dengan sistem ekonomi syariah.

c. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan BMI Cabang Surakarta

terhadap Hukum Kontrak yang timbul adanya wanprestasi.

d. Mengetahui dampak dari masing-masing hukum kontrak yang

(20)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Implementasi Hukum

Dalam pembahasan ini penulis sengaja menggunakan istilah

“ implementasi”3. Kata Implementasi berasal dari bahasa Inggris

“ Implementation” yang artinya pelaksanaan, implementasi. Sedangkan

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “ Implementasi” artinya

“pelaksanaan penerapan”4

Pengertian implementasi adalah sebagai proses yang melibatkan

sejumlah sumber-sumber yang di dalamnya termasuk manusia, dana,

kemajuan, organisasi, baik oleh pemerintah maupun swasta5. Dalam

penelitian ini, implementasi dimaksudkan ialah proses pelaksanaan atau

penerapan suatu aturan baik itu berupa undang-undang atau produk hukum

lainnya yang telah ditetapkan oleh pemegang otoritas untuk itu dan berlaku

dalam suatu komunitas masyarakat, lembaga maupun instansi.

Menurut Mazmanian dan Sabatier sebagaimana dikutip oleh Solichin

Abdul Wahab6, bahwa implementasi adalah pelaksanaan keputusan

kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat

pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang

penting atau keputusan badan peradilan. Biasanya keputusan tersebut

mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi dengan menyebutkan

target secara jelas, tujuan dan sasaran yang hendak dicapai serta berbagai

cara untuk mengatur proses pelaksanaan atau proses implementasinya.

Birokrasi Pada Era Baru Desentralisasi dan Otonomi Daerah, 2007 Insan Cendekia, Surabaya, Hlm.193

6

(21)

Proses ini berjalan melalui tahapan tertentu., biasanya diawali dengan

tahapan pengesahan undang-undang, disusul kemudian peraturan yang

berbentuk pelaksanaan oleh lembaga atau instansi yang berwenang,

kesediaan dilaksanakannya keputusan-keputusan tersebut oleh

kelompok-kelompok sasaran, dampak nyata baik yang dikehendaki maupun yang

tidak dari output tersebut, dampak keputusan dan akhirnya

perbaikan-perbaikan penting atau upaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan-perbaikan-perbaikan

terhadap undang-undang atau peraturan yang bersangkutan7.

Dalam pelaksanaan suatu peraturan, keberhasilannya sangat

ditentukan oleh proses implementasi atas peraturan tersebut. Suatu

peraturan akan dapat berhasil dengan baik setidaknya ada 3 hal yang harus

diperhatikan, ytiu tujuan yang hendak dicapai, sasaran yang spesifik dan

cara untuk mencapai sasaran tersebut. Cara untuk mencapai sasaran

tersebut yang biasa disebut dengan implementasi dan diterjemahkan ke

dalam perencanaan, kegiatan dan anggaran. Di dalam aktifitas

implementasi seharusnya sudah dirumuskan secara jelas, siapa

pelaksananya, kelompok sasarannya, besar dana dan sumbernya,

manejemen program dan tolok ukur keberhasilan kinerja program.

Pada tahapan implementasi ini merupakan tahapan yang amat penting

dalam pelaksanaan dari keseluruhan suatu proses kebijakan. Peraturan atau

kebijakan public sebaik apapun tanpa implementasi akan sia-sia. Dalam

kaitan seperti ini implementasi adalah bagian mata rantai yang penting

dalam suatu kebijakan public menuju kepada hasil yang diharapkan.

Hukum adalah alat dan bukan tujuan, yang mempunyai tujuan itu

adalah manusia. Akan tetapi karena manusia sebagai anggota masyarakat,

tidak mungkin dapat dipisahkan dengan hukum, maka yang dimaksud

dengan tujuan hukum adalah manusia dengan hukum sebagai alat untuk

(22)

mencapai tujuan itu8. Tujuan yang telah dipilih dan ditetapkan sudah barang tentu hendak diwujudkan di dalam masyarakat. Melalui hukumlah

tujuan tersebut diterjemahkan dalam kenyataan sosial. Hukum diharapkan

mampu sebagai sarana untuk memwujudkan tujuan tersebut karena

pembangunan telah menghasilkan bermacam-macam tujuan yang ingin

dicapai dalam waktu yang bersamaan. Melalui penormaan tingkah laku,

hukum memasuki semua segi kehidupan manusia dan memberikan suatu

kerangka bagi hubungan-hubungan yang dilakukan oleh anggota

masyarakat satu terhadap yang lain..

Hukum merupakan The Normative Life of The State and Its Citizen9. Hukum menentukan serta mengatur bagaimana hubungan itu dilakukan dan

bagaimana akibatnya, dan untuk itu hukum lalu menentukan tingkah laku

mana yang dilarang dan mana yang diijinkan. Penormaan ini dilakukan

dengan membuat kerangka umum dari suatu perbuatan yang diwujudkan

dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan yang ada.

Hukum agar dapat berlaku secara efektif harus memiliki aspek

filosofis, yuridis dan sosiologis. Sedangkan tujuan hukum adalah

menciptakan sebuah perdamaian dan tugas hukum adalah menciptakan

ketertiban dan keadilan.

Menurut Fuller, bahwa ukuran mengenai adanya sistem hukum yang

baik didasarkan atas asas-asas yang disebut Principle of legality, yaitu : 1).

Suatu sistem hukum harus mengandung suatu peraturan-peraturan yang

tidak boleh mengandung sekedar keputusan-keputusan yang bersifat “ ad

hoc”; 2). Peraturan-peraturan yang telah dibuat harus diumumkan ; 3).

Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut, oleh karenanya apabila ada

yang demikian itu wajib ditolak, maka peraturan itu apabila dipakai sebagai

pedoman prilaku dengan membolehkan peraturan secara berlaku surut

berarti akan merusak integritas peraturan yang ditujukan untuk berlaku

8 Dudu Daswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum Sebuah Sketsa, ctk. Pertama, refika Aditama Bandung, 2000, hl.23

(23)

bagi waktu yang akan dating; 4). Peraturan harus disusun dalam rumusan

yang bias dimengerti ; 5). Suatu sistem hukum itu tidak boleh mengandung

peraturan yang bertentangan satu dengan yang lain; 6). Peraturan-peraturan

tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan;

7). Tidak boleh ada kebiasaan untuk merubah peraturan sehingga

menyebabkan seseorang akan kehilangan orientasi; 8). Harus ada

kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaannya

sehari-hari10.

Fungsi dan peran hukum dalam masyarakat sebagaimana sistematika

Teori Hukum Thomas Aquinas11 mendasari pemahaman mengenai

sosiologi hukum mendasarkan pada :

a. Hakikat hukum.

Secara umum hukum itu memiliki 2 (dua) jenis konsep : pertama,

konsep hukum dalam arti umum, dan kedua, hukum sebagai sistem

aturan. Hukum sebagai konsep umum, mempunyai tiga bagian, yaitu :

hakikat hukum, jenis hukum dan pengaruh atau efek hukum. Sedangkan

hakikat hukum ada 4 (empat) hal yang menjadi pokok kajian, yaitu :

hubungan hukum dengan akal budi, tujuan hukum, asal usul hukum dan

promulgasi (penyebarluasan atau sosialisasi) hukum. Hakekat hukum

dapat diterangkan melalui pola pikir silogistik dengan

mempertentangkan beberapa keberatan sebagai premis-premisnya dan

hasil analisis menjadi kesimpulan yang berisi menjawab pertanyaan.

b. Hubungan hukum dan akal budi, Thomas Aquinas mengatakan bahwa

hukum memiliki karakter memerintah dan melarang. Hukum adalah

aturan dan ukuran perbuatan yang memerintah manusia untuk berbuat

sesuatu atau melarang perbuatan itu. Lex (bahasa latin) bisa berarti

undang-undang, berasal dari kata “ ligare” yang artinya mengikat

manusia untuk berbuat sesuatu. Pengertian tersebut mengandung

10 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, cet. Pertama, Angkasa, Bandung. 1986. hlm. 2

11

(24)

hakikat hukum adalah sesuatu yang termuat dalam akal budi dan

gagasan tentang kehendak (misal : memerintah, mengarahkan) untuk

tujuan tertentu.

Sedangkan hakikat hukum, dijelaskan oleh Thomas Aquinas, sebagai

berikut12 :

(a) Hukum sebagai aturan dan ukuran berlaku melalui cara mengatur dan

mengukur. Jika yang mengatur dan mengukur itu akal budi, maka

hukum itu di dalam akal budi.

(b) Hukum berlaku melalui hal-hal yang diatur dan diukur. Pelaksanaan

pekerjaan dan hasilnya merupakan perbandingan konsep dari kegiatan

akal budi, yaitu memahami atau menalar. Kegiatan menalar dan

memahami dilakukan melalui tiga tahap, yaitu proses akal spekulatif,

pembentukan preposisi dan penyusunan silogisme sebagai pekerjaan

yang harus dikerjakan.

B. Teori Bekerjanya Hukum

Hukum sebagai idealisme memiliki hubungan yang erat dengan

konseptualisme keadilan secara abstrak. Apa yang dilakukan oleh hukum

adalah untuk mewujudkan ide dan konsep keadilan yang diterima oleh

masyarakatnya ke dalam bentuk yang konkrit, berupa pembagian atau

pengolahan sumber-sumber daya kepada masyarakatnya. Hal demikian itu

berkaitan erat dengan perkembangan masyarakat atau Negara yang

berorientasi kesejahteraan dan kemakmuran. Hakekat dari pengertian

hukum sebagai suatu sistem norma, maka sistem hukum itu merupakan

cerminan dari nilai-nilai dan standar elit masyarakat, masing-masing

mempunyai kepentingan sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingan

kelompok mereka.

Pada hakekatnya hukum sebagai suatu sistem, maka untuk dapat

memahaminya perlu penggunaan pendekatan sistem. Berbagai pengertian

(25)

hukum sebagai sistem hukum dikemukakan antara lain oleh M. Frideman

(dalam bukunya Ismi Warasih) bahwa hukum itu merupakan gabungan

antara komponen struktur, substansi dan kultur. Komponen struktur yaitu

kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum itu dengan berbagai

macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya sistem hukum

tersebut. Komponen substantif yaitu sebagai output dari sistem hukum,

berupa peraturan-peraturan, keputusan-keputusan yang digunakan baik

oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur. Komponen kultural yang

terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya

hukum (kultural hukum). Kultur hukum inilah yang berfungsi sebagai

jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah

laku seluruh warga masyarakat. 13.

Lawrence Meir Friedman mengemukakan tentang tiga unsure sistem

hukum (Three Elements of Legal sistem). Ketiga unsur sistem hukum yang

mempengaruhi bekerjanya hukum tersebut, yaitu : (1) Struktur Hukum

(Legal Structure), (2) Substansi Hukum (Legal Substantie) dan (3) Kultur

Hukum (Legal culture) 14.

Komponen struktur yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistem

hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung

bekerjanya sistem tersebut. Komponen ini dimungkinkan untuk melihat

bagaimana sistem hukum itu memberikan pelayanan terhadap penggarapan

bahan-bahan hukum secara teratur.

Komponen substansi adalah aturan, norma dan pola prilaku nyata

manusia yang berada dalam sistem itu. Substansi juga berarti produk yang

dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup

keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun.

Substansi juga mencakup living law (hukum yang hidup) dan bukan hanya

aturan yang ada dalam Kitab Undang-undang atau law in the books.

13 Esmi Warasih, 2005, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT. Suryandaru Utama, Semarang, Hlm.30

14

(26)

Komponen kultural yaitu terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang

mempengaruhi bekerjanya hukum yang berfungsi sebagai jembatan yang

menghubungkan antara pertauran hukum dengan tingkah laku hukum

seluruh warga masyarakat15.

Secara singkat menurut Lawrence M. Friedman cara lain untuk

menggambarkan ketiga unsur sistem hukum itu adalah sebagai berikut :

a. Struktur hukum diibaratkan sebagai mesin.

b. Substansi hukum adalah apa yang dikerjakan dan dihasilkan oleh mesin

itu.

c. Kultur hukum adalah apa saja atau siapa saja yang memutuskan

bagaimana mesin itu digunakan.

Paul dan Diaz mangajukan 5 (lima) syarat yang harus dipenuhi untuk

mengefektifkan sistem hukum, yaitu :

a. Mudah tidaknya makna aturan-aturan hukum itu untuk ditangkap dan

dipahami.

b. Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi

aturan-aturan hukum yang bersangkutan.

c. Efisien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum.

d. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah

dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, melainkan juga

harus cukup efektif dalama penyelesaian sengketa-sengketa.

e. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga

masyarakat bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu

memang sesungguhnya berdaya kemampuan yang efektif 16.

Sistem hukum merupakan cerminan dari nilai-nilai dan standar elit

masyarakat, masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri sesuai

dengan kepentingan kelompok mereka. Berbicara masalah hukum pada

dasarnya membicarakan fungsi hukum di dalam masyarakat. Karena

kebijakan dalam bidang hukum akan berimplikasi kepada masalah politik

15

(27)

yang sarat dengan diskriminasi terhadap kelompok lain. Untuk memahami

bagaimana fungsi hukum, sedikitnya ada 4 (empat) bidang pekerjaan yang

dilakukan oleh hukum, yaitu :

a. Merumuskan hubungan-hubungan diantara anggota masyarakat dengan

menunjukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang

boleh dilakukan.

b. Mengalokasikan dengan menegaskan siapa saja yang boleh melakukan

kekuasaan atau siapa berikut prosedurnya.

c. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat.

d. Mempertahankan kemampuan adaptasi masyarakat dengan cara

mengatur kembali hubungan-hubungan diantara anggota masyarakat

dengan menun jukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan

yang boleh dilakukan.

Dari empat pekerjaan hukum tersebut, menurut Satjipto Rahardjo secara

sosiologis dapat dilihat dari adanya 2 (dua) fungsi utama hukum. Yaitu :

a. Social Control (kontrol sosial)

Sosial kontrol merupakan fungsi hukum yang mempengaruhi warga

masyarakat agar bertingkah laku sejalan dengan apa yang telah

digariskan sebagai aturan hukum, termasuk nilai-nilai yang hidup di

dalam masyarakat. Termasuk dalam lingkup kontrol sosial ini adalah :

1) Perbuatan norma-norma hukum, baik yang memberikan peruntukan

maupun yang menentukan hubungan antara orang dengan orang.

2) Penyelesaian sengketa di dalam masyarakat.

3) Menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat, yaitu dalam hal

terjadi perubahan-perubahan sosial.

b. Social engineering (rekayasa sosial).

Penggunaan hukum secara sadar untuk mencapai suatu tertib hukum

atau keadaan masyarakat sebagaiman diinginkan oleh pembuat hukum.

Berbeda dengan fungsi kontrol sosial yang lebih praktis, yaitu untuk

(28)

lebih mengarah pada pembahasan sikap dan perilaku masyarakat

dimasa mendatang sesuai dengan keinginan pembuat undang-undang.

Perubahan-perubahan yang dikehendaki itu apabila berhasil pada

akhirnya akan melembaga sebagai pola-pola tingkah laku yang baru

dimasyarakat17.

Robert B Seidman, menyatakan tindakan apapun yang diambil baik

oleh pemegang peran, lembaga-lembaga pelaksana maupun pembuat

undang-undang selalu berada dalam lingkup kompleksitas

kekuatan-kekuatan soaial, budaya, ekonomi dan politik, dan hal-hal lain

sebagainya. Seluruh kekuatan-kekuatan sosial itu selalu ikut bekerja

dalam setiap upaya untuk memfungsikan peraturan-peraturan yang

berlaku menerapkan sanksi-sanksinya, dan dalam seluruh aktivitas

lembaga-lembaga pelaksanaannya18.

Dengan demikian peranan yang pada akhirnya dijalankan oleh lembaga

dalam pranata hukum itu merupakan hasil dari bekerjanya berbagai

factor, Robert B Seidman mencoba untuk menerapkan padangan

tersebut di dalam analisanya mengenai bekerjanya hukum dalam

masyarakat yang dilukiskan dalam bagan sebagai berikut :

Bekerjanya kekuatan-kekuatan Personal & sosial

Pembuatan Undang- undang Peraturan

Umpan balik Umpan balik

Norma

17 Satjipto Rahardjo, 1986, masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru bandung, hlm. 119-120.

(29)

Penegakan Hukum Pemegang Peranan

Peran yang dimainkan

Bekerjanya kekuatan-kekuatan Bekerjanya kekuatan-kekuatan

Personal & sosial Personal & sosial

Gambar 1

Teori Bekerjanya Hukum

Olehnya bagan itu diuraikan di dalam dalil-dalil sebagai berikut :

a. Setiap penuturan hukum memberitahukan tentang bagaimana seorang

pemegang peranan itu diharapkan bertindak.

b. Bagaimana seorang pemegang peranan itu bertindak sebagai suatu

respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi

peraturan-peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dan

lembaga-lembaga pelaksana serta keseluruhan komplek kekuatan

sosial, politik dan lainnya mengenai dirinya.

c. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai

respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi

peraturan-peraturan hukum yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksinya,

keseluruhan komplek ketentuan-ketentuan sosial, politik dan

lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari

para pemegang peranan.

d. Bagaimana para pembuat undang-undang itu bertindak merupakan

fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka,

sanksi-sanksinya, keseluruhan komplek ketentuan-ketentuan sosial politik,

ideologis dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan

balik datang dari para pemegang peranan.serta birokrasi. 19

(30)

Selanjutnya dikatakan bahwa pelaksanaan penegakan hukum atau

keefektifan hukum (yang tentunya juga pelaksanaan suatu kebijaksanaan

atau suatu komitmen) bersangkutan dengan 5 (lima) faktor pokok yaitu :

a. Faktor hukumnya sendiri

b. Faktor penegak hukum

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

d. Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum berlaku atau

diterapkan.

e. Faktor budaya, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat, karena merupakan esensi dari

penegakan hukum dan merupkana tolok ukur dari efektivitas penegakan

hukum.

Menurut Radbruch, hukum harus mempunyai 3 (tiga) nilai idealis atau nilai

dasar yang merupakan konsekuensi hukum yang baik, yaitu :

a. Keadilan.

b. Kemanfaatan/kegunaan .

c. Kepastian hukum. 20

Disamping itu ada 3 (tiga) dasar berlakunya hukum atau undang-undang

yaitu berlaku secara : filosofis, sosiologis, dan yuridis, sehingga nilai

idealis atau nilai dan dasar berlakunya hukum atau undang-undang dapat

berlaku sebagai berikut :

Keadilan Filosofis

HUKUM

Kegunaan Sosiologi

Kepastian hukum Yuridis

(31)

Gambar 2

Nilai Identitas dan Dasar Berlakunya

Agar hukum benar-benar dapat mempengaruhi perilaku warga

masyarakat, maka hukum tadi harus seluas mungkin sehingga melembaga

dalam masyarakat. Adanya alat-alat komunikasi tertentu, merupakan salah

satu syarat bagi penyebaran serta pelembaga hukum. Komunikasi hukum

tersebut dapat dilakukan secara formil yairu melalui suatu tata cara

informal yang terorganisasikan dengan resmi. Disamping itu, maka ada

salah satu batas di dalam penggunaan hukum sebagai sarana pengubah dan

pengatur perilaku. Ini semua termasuk apa yang dinamakan difussi, yaitu

penyebaran dari unsur-unsur kebudayaan tertentu di dalam masyarakat

yang bersangkutan. Proses difussing tersebut antara lain dapat dipengaruhi

oleh :

a. Pengakuan bahwa unsur kebudayaan yang bersangkutan (di dalam hal

ini hukum) mempunyai kegunaan.

b. Ada tidaknya pengaruh dari unsur-unsur kebudayaan lainnya yang

mungkin merupakan pengaruh negatif dan positif.

c. Sebagai suatu unsur yang baru, maka hukum tadi mungkin akan ditolak

oleh masyarakat, karena berlawanan dengan fungsi dan unsur lama.

d. Kedudukan dan peranan dari mereka yang menyebarluaskan hukum,

mempengaruhi efektifitas hukum di dalam merubah serta mengatur

perilaku warga masyarakat.

Menurut Lon Fuller, ada delapan nilai yang diwujudkan oleh hukum.

Kedelapan nilai tersebut yang dinamakannya dengan prinsip legalitas

adalah :

a. Harus ada peraturan-peraturan terlebih dahulu, hal ini berarti bahwa

tidak ada tempat bagi keputusan-keputusan secara ad-hoc, atau atau

(32)

b. Peraturan-peraturan itu harus diumumkan secara layak .

c. Peraturan-peraturan itu tidak boleh berlaku surut.

d. Perumusan-perumusan peraturan-peraturan itu harus jelas dan terinci, ia

harus dapat dimengerti oleh rakyat.

e. Hukum tidak boleh meminta dijalankannya hal-hal yang tidak mungkin.

f. Diantara sesama peraturan tidak boleh terdapat pertentangan satu sama

lain.

g. Peraturan-peraturan harus tetap, tidak boleh sering diubah-ubah.

h. Harus terdapat kesesuaian antara tindakan-tindakan para pejabat hukum

dan peraturan-peraturan yang telah dibuat. 21

Kegagalan untuk mewujudkan salah satu dari nilai-nilai tersebut bukan

hanya menyebabkan timbulnya sistem hukum yang jelek, tetapi lebih

daripada itu. Hukum yang demikian itu sama sekali tidak dapat disebut

hukum.

C. Prinsip-Prinsip Dalam Ekonomi Syariah.

Mencermati substansi pandangan M. M. Metwally yang dikutip oleh

Gemala Dewi, dalam mengulas nilai atau prinsip dasar ekonomi Islam,

maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Nilai Khilafah.

Merupakan fungsi kekhalifahan manusia di bumi sebagai pemegang

amanah untuk mengelola segala isi alam untuk kepentingan dan

keperluan hidupnya.

2. Nilai Kepemilikan Terbatas.

Pelaku ekonomi harus menyadari bahwa perolehan dan hasil usaha

yang dicapai bukanlah milik mutlak, melainkan sebagai amanah Tuhan

yang harus dipertanggungjawabkan penggunaannya nanti.

3. Nilai Kerja Sama (ta’awun).

(33)

Nilai kerja sama menempatkan manusia sebagai subjek untuk saling

membantu terhadap sesama dan tidak saling mengeksploitasi.

4. Nilai Solidaritas dan Distribusi Kekayaan.

Pelaku ekonomi harus memiliki rasa solidaritas sesama manusia

sehingga selalu bisa berbagi peluang dalam usaha pengembangan diri.

Hal itu menyebabkan terjadinya distribusi kekayaan yang merata dan

adil. Tidak dibenarkan melakukan akumulasi kekayaan dan

penimbunan barang untuk kepentingan sepihak.

5. Nilai Pemilikan Kolektif.

Kepemilikan terhadap sumber-sumber daya tertentu, berupa air,

padang rumput, dan api serta sarana umum lainnya tidak boleh dimiliki

secara sepihak, melainkan harus dikendalikan oleh negara.

6. Asas Pertanggungjawaban Ganda22.

Pelaku ekonomi tidak akan terbebas dari tanggung jawabnya, baik

untuk sebuah proses yang benar dan halal maupun terhadap suatu proses

yang salah dan haram, masing-masing akan diberikan ganjaran. Inilah

konsekuensi nilai pertanggungjawaban yang tidak mungkin dihindarkan

karena keyakinan akan adanya hari kiamat sebagai hari pembalasan.

Deskripsi mengenai nilai dasar atau prinsip ekonomi Islam juga

diberikan oleh Ali Yafie23. Menurutnya, secara prinsip terdapat empat pilar-pilar sebagai dasar dalam transaksi ekonomi, yaitu :

1. Tauhid.

Sistem etika Islam yang meliputi kehidupan manusia dibumi secara

keseluruhan selalu tercermin dalam konsep tauhid yang dalam

pengertian absolut hanya berhubungan dengan Tuhan. Meskipun

demikian, karena manusia bersifat ilahiah ini. Umat manusia tidak lain

adalah wadah kebenaran dan harus memantulkan cahaya

22 Gemala Dewi, Wirduaningsih dan Yeni Salma Barlinti, 2005, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, edisi I, ctk. pertama, Kencana, Jakarta

(34)

Nya dalam semua manifestasi duniawi. Allah SWT., menegaskan hal

ini dalam Firman-Nya sebagai berikut :

َﺳ

Artinya :Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu ? (QS. Fushilat : 53).

Tauhid pada tingkatan absolut meningkatkan makhluk untuk

melakukan penyerahan tanpa syarat kepada kehendak Allah SWT.,

sebagaimana ditegaskan dalam surat Yusuf ayat 40 yang artinya, “

Keputusan hanya terletak pada Allah, yang telah memerintahkan untuk

tidak menyembah selain Dia”. Dalam ayat lain ditegaskan pula yang

artinya, “ Katakanlah, sesungguhnya shalatku, pengurbananku,

hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan Semesta Alam”. (QS. Al

An’am : 162).

Secara substantif, nilai tauhid mengandung dua dimensi utama, yaitu

sebagai berikut : Pertama, tauhid rububiyah, artinya keyakinan bahwa

semua yang ada di alam ini adalah milik Allah dikuasai langsung

oleh-Nya. Kedua, tauhid uluhiyah, artinya keyakinan bahwa dengan aturan

Nya lah segala makhluk menjalankan kehidupannya. Kedua nilai yang

terkandung di dalam tauhid itu, oleh Rasulullah diterapkan dalam

setiap kegiatan ekonomi. Setiap harta (asset) dalam transaksi bisnis

hakikatnya adalah milik Allah dan pelaku ekonomi hanyalah

mendapatkan amanah mengelola. Oelh karena itu, setiap aset dan anasir

transaksi harus dikelola sesuai dengan ketentuan pemilik yang hakiki,

yakni Allah SWT. Dengan kepeloporan Nabi Muhammad SAW., dalam

meninggalkan praktek riba’ (unsury-interest), transaksi fiktif (gharar),

perjudian spekulasi (maysir) dan komoditi haram merupakan wujud dan

(35)

2. Keseimbangan (Adil).

Dalam pandangan Islam, sistem kehidupan berasal dari sebuah persepsi

Ilahiah mengenai keharmonisan alam. Dalam perspektif Islam,

keberagaman harus diseimbangkan agar menghasilkan tatanan sosial

yang baik, sebagaimana dinyatakan dalam Firman Allah :

ِاﱠﻧ

Artinya : Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (QS. Al Qamar : 49).

Nilai keseimbangan atau keharmonisan sosial tidaklah dalam makna

yang statis, melainkan lebih bersifat dinamis yang senantiasa

mengerahkan segala kekuatan untuk menentang segenap ketidakadilan.

Keseimbangan juga harus mewujudkan dalam kehidupan ekonomi yang

menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan. Profit and loss sharing

principle (bagi hasil) boleh dikatakan sebagai represtasi model yang

berimbang dan adil.

3. Kehendak bebas.

Salah satu kontribusi yang paling orisinil dalam filsafat sosial adalah

konsep mengenai kebebasan. Hanya Tuhanlah yang mutlak bebas,

tetapi dalam batas-batas skema penciptaan-Nya, manusia juga relatif

bebas dengan kemahatauan Tuhan atas segala kegiatan manusia selama

di bumi.

Prinsip kebebasan inipun mengalir dalam kegiatan ekonomi Islam.

Prinsip transaksi ekonomi adalah halal, seolah-olah mempersilahkan

para pelakunya melaksanakan kegiatan ekonomi sesuai yang

diinginkan, menumpahkan kreatifitas, modifikasi dan ekspansi seluas

dan sebesar-besarnya, bahkan transaksi bisnis dapat dilakukan dengan

siapapun secara lintang agama.

Berkaitan dengan hal ini , Nabi Muhammad SAW., telah memberikan

banyak diskripsi termasuk selama kerja sama bisnis yang dapat

(36)

itu. Model usaha tersebut antara lain, mudharabah, musyarakah,

murabahah, ijarah, wakalah, salam, istishna dan sebagainya.

4. Pertanggungjawaban (Al-Muhasabah)

Prinsip pertanggungjawabn ini telah diwariskan oleh Nabi Muhammad

SAW., terutama dalam kerangka dasar etika dan bisnisnya. Kebebasan

harus dibarengi dengan pertanggungjawaban manusia yang harus

manjalani konsekuensi logisnya, setelah menentukan daya pilih antar

yang baik dan buruk. Allah SWT. befirman :

terbangunnya transaksi yang fair dan bertanggungjawab. Nabi

mencontohkan sebuah integritas yang tinggi dalam memenuhi segenap

klausul kontraknya dengan pihak lain, misalnya dalam hal pelayanan

kepada pembeli, pengiriman barang secara tepat waktu, dan kualitas

barang yang dikirim. Disamping itu beliaupun kerap mengaitkan suatu

proses ekonomi dengan pengaruhnya terhadap masyarakat dan

lingkungan. Untuk itu Nabi melarang memperjualbelikan

produk-produk tertentu yang dapat merusak masyarakat dan lingkungan.

Dengan mendasarkan analisis pada sejumlah kategorisasi

prinsip-prinsip ekonomi Islam dari sejumlah pakar tersebut, Muslimin

selanjutnya menegaskan lima prinsip dasar ekonomi Islam, yaitu

sebagai berikut :

1. Prinsip tauhid.

Prinsip ini merupakan yang paling fundamental dalam ajaran Islam

sekaligus sebagai misi utama Rasulullah yang harus disampaikan

(tablig) kepada seluruh manusia di bumi. Prinsip tauhid dalam

ekonomi Islam begitu esensial karena mengandung ajaran kepada

(37)

hubungan kemanusiaan (muamalah) sama pentingnya dan harus

diseimbangkan.

2. Prinsip keseimbangan.

Setiap proses dalam kegiatan ekonomi Islam harus didasarkan pada

prinsip kesimbangan. Maksud dari kesimbangan disini bukan hanya

berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan duniawi dan ukhrawi,

tetapi juga berkaitan dengan keseimbangan antara kepentingan

individu dengan kepentingan kolektif (umum) serta kesimbangan

antara lahir dan batin. Implementasi keseimbangan dalam ekonomi

Islam mencakup juga keseimbangan dalam mendistribusikan

kekayaan yang dimiliki oleh negara melalui hasil pendapatan,

seperti zakat, sedekah, ghanimah (harta rampasan perang), fai (harta

rampasan perang tidak melalui peperangan), kharaj (pajak atas

daerah yang ditaklukan dalam perang), ushr (zakat tanaman) dan

seterusnya.

3. Prinsip Khilafah.

Keberadaan manusia sebagai khalifah (wakil) Tuhan dimuka bumi,

harus menjalankan aturan dan hukum-hukum yang telah ditetapkan

oleh pemberi mandat kekhalifahan. Eksistensi manusia sebagai

pemegang amanah dan pemimpin, secara eksplisit tercantum dalam

Al Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30, Al-An’am : 165, Shad : 28 dan

Al Hadid : 57.

4. Prinsip Keadilan.

Salah satu prinsip terpenting dalam proses ekonomi berbasis Islam

ialah keadilan. Berperilaku adil tidak hanya didasarkan pada

ayat-ayat Al Qur’an dan Sunnah Rasul, tetapi juga didasarkan pada

pertimbangan hukum alam yang diciptakan berdasarkan prinsip

keseimbangan dan keadilan.

Implementasi keadilan dalam proses pembangunan ekonomi sangat

(38)

Tuhan akan mendukung proses pemerintahan yang adil walaupun

kafir dan Tuhan tidak akan mendukung proses pemerintahan yang

zalim walaupun Islam. Prinsip keadilan ini harus terwujud dalam

segala dimensi kehidupan. Bila hal ini tidak terlaksana, maka

penindasan, kekerasan, dan eksploitasi akan terus berlangsung.

Keadilan merupakan ruh dari penerapan nilai-nilai kemanusiaan,

keharmonisan, dan kesejahteraan dalam kehidupan sosial.

D. Konsepsi Hukum Kontrak Syariah 1. Hukum Kontrak/akad.

Di dalam Al Qur'an yang berhubungan dengan hukum kontrak

antara perjanjian, yaitu : al-aqdu (akad) dan al-ahdu (janji). Menurut

Abdul Manan24 yang dimaksud hukum kontrak dalam Islam disebut dengan " Akad" yang berasal dari bahasa Arab " Al-Aqdu", yang berarti

perbuatan perjanjian, kontrak atau permufakatan (al-ittifaq) dan

transaksi.

Pengertian akad secara bahasa adalah ikatan, mengikat. Dikatakan

ikatan (ar-rabt) maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan

dua ujung tali yang mengikatkan salah satunya pada ujung yang lainnya

hingga keduanya bersambung dan menjadi seutas tali yang satu.25

Secara Etimologi akad berarti "ikatan" yaitu ikatan antara ujung

sesuatu (dua perkara), baik ikatan secara nyata maupun ikatan secara

abstrak dari satu sisi atau dua sisi26. Etimologi akad menurut M. Hasby Ash-shiddieqy adalah " mengikat ", yaitu mengumpulkan dua ujung

tali dan mengikat salah satunya dengan yang lain, sehingga

24 Abdul Manan, Hukum Kontrak Dalam Sistem Ekonomi Syariah, Makalah, MARI, 2008

25

Ghufron A. Masadi, Fiqh Muamalah Kontekstual, cet.I (Jakarta Raya Grafindo Persada, 2002) hal.75

26

(39)

bersambung, kemudian keduanya menjadi satu benda27. Akad diartikan juga sebagai " sambungan ", yaitu sambungan yang memegang kedua

tepi itu dan mengikatnya. Akad juga diartikan sebagai " janji " sebagai

mana dijelaskan dalam QS.Al-Maidah (5);1, : " Hai orang-orang yang

beriman, penuhilah janji-janjimu ".

Sedangkan Terminologi, akad (perjanjian) dapat ditinjau dari segi

secara umum dan khusus :

1. Pengertian umum :

Secara umum, pengertian akad dalam arti luas hampir sama dengan

pengertian akad dari segi bahasa, Menurut pendapat Ulama

Syafi'iyah, Malikiyah dan Hanabilah akad adalah segala sesuatu

yang dikerjakan seseorang berdasarkan keinginan sendiri, seperti

Wakaf, talak, pembebasan atau sesuatu pembentukannya

membutuhkan keinginan dua orang seperti jual beli, sewa menyewa,

perwakilan dan gadai.

2. Pengertian khusus :

Pengertian akad secara khusus adalah perikatan ( yang ditetapkan

dengan) ijab dan qobul berdasarkan ketentuan syara yang

berdampak pada objeknya.contoh, ijab adalah pernyataan seorang

pejual "saya telah menjual barang ini kepadamu" atau sejenisnya.

Dengan demikian, ijab qobul adalah suatu perbuatan atau

pernyataan untuk menunjukan suatu keridhaan dalam berakad

diantara dua orang atau lebih.

Berdasarkan pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa

yang dimaksud dengan akad (perjanjian) adalah suatu yang sengaja

dilakukan oleh kedua belah pihak berdasarkan persetujuan

masing-masing.

Menurut Afzalur Rahman seperti yang dikutip M. Syafii Antonio,

dalam prinsip ekonomi syariah, akad yang dilakukan berdasarkan

27

(40)

hukum Islam. Sering kali nasabah (pelaku bisnis ) berani melanggar

kontrak yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum

positif belaka, tetapi tidak demikian dengan kontrak tersebut memiliki

pertanggung jawaban hingga yaumil qiyamah ( hari qiyamat ) nanti.

Setiap akad dalam ekonomi syariah, baik dalam hal barang ( objek ),

pelaku transaksi (subjek), maupun ketentuan lainya, harus memenuhi

ketentuan syarat dan rukunya.

Sedangkan menurut pasal 20 ayat (1) Kompilasi Hukum Ekonomi

Syariah ( KHES ) adalah " kesepakatan dalam suatu perjanjian antara

dua pihak atau lebih untuk melakukan dan/atau tidak melakukan

perbuatan hukum tertentu ". dengan demikian, dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan akad adalah suatu yang disengaja

dilakukan oleh kedua belah pihak berdasarkan persetujuan

masing-masing.

Perikatan bisa berarti al-'aqdu (akad ), dan juga berarti al-'ahdu

(janji). Istilah al-'aqdu bisa disamakan dengan istilah verbintenis dalam

KUH perdata. Sedangkan istilah al-'ahdu dapat disamakan dengan

istilah perjanjian overeenkomst, yaitu suatu pernyataan dari seseorang

untuk mengerjakan sesuatu yang tidak berkaitan dengan orang lain28. Istilah ini terdapat dalam QS. Ali Imron ayat 76 yang artinya :

"sebenarnya siapa yang menepati janji yang dibuatnya dan bertaqwa,

maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa"

Menurut Jumhur Ulama, akad adalah pertalian antara ijab dan

qabul yang dibenarkan oleh syara' yang menimbulkan akibat hukum

terhadap objeknya29.

Menurut Abdoerraoef, bahwa terjadinya suatu perikatan (al-'aqdu)

adalah melalui tiga tahap, yakni : pertama, al-'aqdu, yaitu pernyataan

28 Fathurrahman Jamil, Hukum Perjanjian Syariah Dalam KompilasiHukum Perikatan oleh Mariam darus Badrulzaman et al., cet.1, Citra AdityaBhakti, Bandung, 2001, hlm.247 .

(41)

dari seseorang untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu

dan tidak ada sangkut pautnya dengan kemauan orang lain. janji ini

mengikat orang yang mengatakanya untuk melaksanakan janji tersebut.

Kedua, persetujuan, yaitu pernyataan setuju dari pihak kedua untuk

melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sebagai reaksi

terhadap janji yang dinyatakan oleh pihak pertama. Ketiga, apabila

perjanjian telah dilaksanakan kedua belah pihak, maka terjadilah apa

yang dimaksud dengan al-'aqdu30.

Makna dan pengertian perikatan (akad) dalam konsep ekonomi

syariah, sebagaimana diuraikan diatas, tidak jauh berbeda dengan

perikatan yang dikemukakan oleh Subekti yang didasarkan pada KUH

perdata. Perikatan menurut Subekti adalah suatu perhubungan hukum

antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu

berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain

berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Sedangkan perjanjian

menurut Subekti adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji

kepada seorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji

untuk melaksanakan suatu hal31.

Perbedaan proses perikatan antara hukum Islam dengan KUH

perdata adalah mengenai tahap perjanjiannya. Pada hukum perikatan

islam, janji pihak pertama terpisah dari janji pihak kedua, baru

kemudian lahir perikatan. sedangkan pada KUH perdata, perjanjian

antar pihak pertama dan pihak kedua adalah satu tahap yang kemudian

menimbulkan perikatan diantara mereka.

Sementara menurut Abd.Gani Abdullah, dalam perikatan Islam

titik tolak yang paling membedakan adalah pentingnya unsur ikrar (ijab

dan qabul) dalam tiap transaksi. Apabila dua janji antara para pihak

30 Abdoerraoef, Al-Qur'an dan Ilmu Hukum, NA Comparative Study, Bulan Bintang, Jakarta, 1970, hlm.122-123..

(42)

tersebut disepakati dan dilanjutkan dengan ikrar, maka terjadilah

'aqdu32.

a. Unsur-unsur akad.

Sebelum terjadi akad dalam perjanjian/perikatan harus

terwujud terlebih dahulu adanya beberapa unsur dari perikatan itu

sendiri yang terdiri dari :

1. Shigat al-aqad yaitu : suatu yang didasarkan dari dua belah pihak yang berakad yang menunjukkan atas apa yang ada dihati keduanya tentang terjadinya akad. Hal ini dapat diketahui dengan ucapan, isyarat dan tulisan (sighat yang biasa disebut ijab kabul).

2. Akad dengan perbuatan yaitu perbuatan yang menunjukkan

saling meridloi.

3. Akad dengan isyarat bagi yang tidak agi yang tidak bisa berbicara, bagi yang bisa berbicara tidak diperkenankan melakukan akad dengan isyarat, melainkan harus dengan lisan, tulisan atau perbuatan.

Lebih rinci Gemala Dewi, juga menguraikan ada tiga unsur yang

terkandung dalam akad, yaitu :

1. Pertalian ijab dan dan kabul.

Ijab adalah pernyataan kehendak oleh suatu pihak (maujib) untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Kabul adalah pernyataan menerima atau menyetujui kehendak mujib tersebut kepada pihak lain (qaabil). Ijab dan kabul ini harus ada dalam melaksanakan sesuatu perikatan.

2. Dibenarkan oleh syara’.

Akad yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan syariah atau hal-hal yang diatur dalam Al Qurán dan Hadits. Pelaksanaan akad, tujuan akad, maupun obyek akad, tidak boleh bertentangan dengan syariah. Jika bertentangan mengakibatkan akad tersebut tidak sah. .

3. Mempunyai akibat hukum terhadap obyeknya.

Akad merupakan salah satu tindakan hukum terhadap obyek hukum (tasharuf). Adanya akad menimbulkan akibat hukum terhadap obyek hukum yang diperjanjikan oleh para pihak dan juga memberikan konsekuensi hak dan kewajiban yang mengikat para pihak.

32

(43)

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam rangka mewujudkan akad, secara detail ada dua syarat yaitu :

1. Syarat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib sempurna

wujudnya dalam segala hal macam akad.

2. syarat khusu yaitu syarat-syarat yang diisyaratkan wujudnya dalam sebagian akad, tidak dalam sebagian yang lain. Syarat-syarat ini bisa disebut Syarat-syarat tambahan (idhofiyah) yang harus ada disamping syarat-syarat umum, seperti adanya saksi.

b. Rukun dan Syarat Akad.

Di dalam melaksanakan suatu perikatan, terdapat rukun dan

syarat yang harus dipenuhi. Rukun menurut bahasa adalah yang

harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan33. Sedangkan syarat adalah ketentuan (peraturan/petunjuk) yang harus diindahkan dan

dilakukan34. Dalam syariah, rukun dan syarat sama-sama

menentukan sah atau tidaknya suatu transaksi. Rukun menurut

terminologi adalah suatu unsur yang merupakan bagian tak

terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan

sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya

sesuatu itu35. Sedangkan syarat menurut terminologi adalah sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar'i dan ia berada di

luar hukum itu sendiri yang ketiadaanya menyebabkan hukum pun

tidak ada36.

Perbedaan antara rukun dan syarat adalah bahwa rukun

merupakan sifat yang padanya tergantung keberadaan hukum dan ia

termasuk dalam rukun itu sendiri. Sedangkan syarat merupakan sifat

yang kepadanya bergantung keberadaan hukum, tetapi ia berada

diluar hukum itu sendiri37.

33 Departemen Pendidikan Nasional, kamus Besar Bahasa Indonesia, balai pustaka, jakarta, 2002, hlm.966

34 Ibid hlm 1114

35 Abdul Aziz Dahlan, ed.Ensiklopedi Hukum Islam,, jilid.5, ikhtiar Baru Van Hoeve, jakarta, 1996, hlm.1510

36

Referensi

Dokumen terkait

Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5, jika satelit nano sedang mengalami kondisi sunlight , day diode pada rangkaian battery charging akan aktif dan medistribusikan

Dalam hal ini pemerintah berkewajiban melindungi para TKI dari permasalahan- permasalahan tersebut seperti yang telah tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja

4) Mampu memahami model ekstrapolasi deterministik dan model deret waktu stokastik; dan mampu menerapkannya untuk peramalan dalam bidang ekonomi, keuangan, bisnis,

(3) Komisi Penanggulangan HIV/AIDS dan IMS Kabupatan Bulungan dengan Dinas Pendidikan bertugas menyusun kurikulum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat

Adapun yang mendukung penelitian ini dapat dipengaruhi oleh penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh display produk terhadap minat beli konsumen sebelumnya telah

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis

praktik perataan laba pada perusahaan manufaktur. d) Menguji apakah dividen payout ratio berpengaruh positif terhadap. praktik perataan laba pada perusahaan manufaktur.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa variabel nilai pelanggan yang terletak pada indikator “ Rocket chicken adalah.. restaurant fast food terkenal