PERBEDAAN JOB INSECURITY ANTARA KARYAWAN TETAP DAN KARYAWAN OUTSOURCING PT. VALE INDONESIA DI SOROAKO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Yovanita Septiani Alamako 129114142
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN MOTTO
“Hidup bukan pilihan tapi perjuangan –
Papa”
“You may not always end up where you thought you were going, but you
will always end up where you are meant to be. – Jessica Taylor”
I a adalah dasar dari
segala sesuatu yang kita
harapkan dan bukti dari
sesuatu yang tidak kita
lihat
–
Ibra i 11:1
Ja ga lah he dak ya
kamu kuatir akan apa pun
juga, tetapi nyatakanlah
dalam segala hal
keinginanmu kepada Allah
dalam doa dan
permohonan dengan
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Teruntuk,
Tuhan Yesus Kristus yang aku percaya selalu menyertai, menuntun dan
menolong dalam setiap usahaku untuk menyelesaikan skripsi ini.
Papa dan Mama, kedua orangtuaku tercinta yang terus memberikan
dukungan dan mendoakan keberhasilanku.
Saudara-saudaraku tersayang kakak Ray, Febby dan Winda yang selalu
memberikan semangat dan kekuatan agar aku berani dan berjuang menyelesaikan
skripsiku.
Keluarga dan sahabat-sahabatku terkasih yang selalu ada untuk menemaniku
berjuang bersama-sama.
vii
PERBEDAAN JOB INSECURITY ANTARA KARYAWAN TETAP DAN KARYAWAN OUTSOURCING PT. VALE INDONESIA DI SOROAKO
Yovanita Septiani Alamako
ABSTRAK
viii
THE DIFFERENCE OF JOB INSECURITY BETWEEN PERMANENT AND
OUTSOURCING EMPLOYEES AT PT. VALE INDONESIA AT SOROAKO
Yovanita Septiani Alamako
ABSTRACT
This research aimed to examine the difference of job insecurity between permanent and outsourcing employees at PT. Vale Indonesia at Soroako. Subjects in this research were 144 employees consisting of 72 permanent employees and 72 outsourcing employees. The hypothesis in this research there is a difference of job insecurity between permanent and outsourcing employees, which outsourcing employees have higher job insecurity than permanent employees. The instrument in this research was job insecurity scale consist of 24 items with reliability Alpha Cronbach (α) = 0,890. Researcher used Independent Sample t-test and Mann-Whitney U as statistical method to analyze data. The result showed that significant (p) value was 0,003 (p < 0,05). The hypotesis was accepted that there is a difference of job insecurity between permanent and outsourcing employees, which outsourcing employees (M = 11,39) have higher job insecurity than permanent employees (M = 9,93).
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa
menyertai dan memberkati penulis selama mengerjakan tugas akhir hingga dapat
menyelesaikannya dengan baik.
Penulisan skripsi tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Melalui kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan bagiku
untuk dapat belajar dan berkembang menjadi lebih baik.
2. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma yang banyak mengajarkanku tentang
kedisiplinan.
3. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si., selaku Ketua Program Studi
Universitas Sanata Dharma.
4. Suster Th. Dewi I. G., FJC., S.Psi., Psi. dan Bapak Drs. Hadrianus
Wahyudi M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa
memberikan dukungan dan motivasi untuk belajar dengan baik di
Psikologi.
5. Bapak TM. Raditya Hernawa, M.Psi., selaku Dosen Pembimbing
Skripsi yang sabar dalam membimbing dan menolong saya selama
mengerjakan skripsi hingga akhirnya dapat terselesaikan. Terima kasih
xi
6. Bapak Minta Istono, M.Si. dan Ibu P. Henrietta PDADS., M.A., selaku
dosen penguji skripsi atas saran dan bimbingannya sehingga dapat
menjadi lebih baik.
7. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata yang telah
mengajarkan banyak hal dan pengalaman berharga selama saya menjadi
mahasiswa di Psikologi.
8. Seluruh staff yang bekerja di Fakultas Psikologi yang telah membantu
saya selama menjadi mahasiswa Psikologi.
9. PT. Vale Indonesia, Tbk di Soroako yang telah memberikan izin untuk
melakukan penelitian disana.
10. Karyawan tetap dan karyawan outsourcing di PT. Vale Indonesia, Tbk
yang telah bersedia untuk menjadi responden dan membantu kelancaran
penelitian.
11. Papa dan Mama yang selalu memberikan dukungan dan kekuatan untuk
terus berjuang menyelesaikan skripsi, yang tidak pernah berhenti untuk
menyemangati dan bisa memahami keadaanku. Terima kasih Papa
Mama.
12. Saudara-saudaraku, Kakak Ray, Febby dan Winda yang selalu
menanyakan kabar dan mendoakanku agar cepat lulus.
13. Sahabatku Maureen Gracia Priskila dan Lika Abraham Lomo, terima
kasih untuk dukungan dan bantuan kalian selama saya mengerjakan
xii
sekarang jalan kita berbeda-beda, semoga kita bisa berkumpul lagi
bertiga di satu kota.
14. Teman Cabe’ (Seprina, Nona, Dira, Putri, Bincik, Gung Is, Mitha, Igan, Anggie, dan Olivia), terima kasih sudah menjadi teman seperjuanganku
dari semester awal hingga saat ini. Terima kasih sudah memberi warna
di masa kuliahku.
15. Teman Cucok Rempong (Sawilda, Monica, Nona, Dira, Bincik, Nata,
dan Desi) yang selalu sekelas dari awal semester sampai akhirnya kita
berpisah karena skripsi. Terima kasih untuk kebersamaan kita baik di
kelas maupun di luar kelas dan dukungan kalian berikan.
16. Teman Nusantara (Maureen, Nia Kurnia, Ochi, Eni, Yesi, Esthy, Clara,
Rikjan, Mas Kris, dan Leo). Terima kasih karena memberikanku
kesempatan untuk menjadi bagian dari kalian. Terima kasih untuk
waktu yang telah kita habiskan bersama (kumpul di rumah Clara,
jalan-jalan, dan olahraga).
17. Delvi, Tia, dan Nila. Teman-teman yang dipertemukan melalui sebuah
kegiatan hingga akhirnya kita selalu bersama. Terima kasih karena telah
menjadi salah satu bagian dari duniaku.
18. Teman-teman satu bimbingan. Terima kasih untuk kebersamaan kita
selama bimbingan. Bagi yang sudah lulus semoga cepat dapat kerja atau
lanjut S2 dan yang belum lulus semoga segera menyusul memperoleh
xiii
19. Teman-teman Psikologi 2012. Terima kasih untuk kekeluargaan yang
boleh kurasakan. Semoga kita semua berhasil mengejar cita-cita kita.
20. Teman-teman SMAN 17 Makassar yang berada di Jogja, makasih guys
sudah berikan saya semangat dan terus menanyakan kapan saya
pendadaran. Semoga kalian sukses selalu baik kerja maupun kuliah S2.
21. Teman-teman Soroako yang sering ngajakin kumpul di waktu yang
kurang tepat tapi sekalinya ngumpul sampai lupa waktu. Semoga kalian
sukses dalam pekerjaan kalian.
22. Seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
xiv DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
1. Manfaat Teoritis ... 8
2. Manfaat Praktis ... 8
xv
A. Job Insecurity ... 9
1. Pengertian Job Insecurity ... 9
2. Dimensi Job Insecurity ... 10
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Job Insecurity ... 12
B. Karyawan Tetap dan Karyawan Outsourcing ... 17
1. Karyawan Tetap ... 17
2. Karyawan Outsourcing ... 18
C. Perusahaan PT. Vale Indonesia, Tbk ... 19
D. Job Insecurity antara Karyawan Tetap dan Karyawan Outsourcing ... 20
E. Kerangka Pemikiran ... 24
F. Hipotesis ... 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 26
A. Jenis Penelitian ... 26
B. Variabel Penelitian ... 26
C. Definisi Operasional... 26
1. Status Karyawan... 26
a. Karyawan Tetap ... 26
b. Karyawan Outsourcing ... 27
2. Job Insecurity ... 27
D. Subjek Penelitian ... 27
E. Metode Pengumpulan Data ... 28
F. Validitas dan Reliabilitas ... 29
xvi
2. Seleksi Item ... 30
3. Reliabilitas ... 31
G. Metode Analisis Data ... 33
1. Uji Asumsi ... 33
a. Uji Normalitas ... 33
b. Uji Homogenitas ... 33
2. Uji Hipotesis ... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35
A. Pelaksanaan Penelitian ... 35
B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 36
C. Deskripsi Data Penelitian ... 37
D. Analisis Data Penelitian ... 39
1. Uji Asumsi ... 39
a. Uji Normalitas ... 39
b. Uji Homogenitas ... 40
2. Uji Hipotesis ... 41
E. Analisis Tambahan ... 42
1. Analisis Berdasarkan Deskripsi Subjek ... 42
2. Uji Beda Mean Skala Job Insecurity Keseluruhan ... 42
F. Pembahasan ... 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 49
A. Kesimpulan ... 49
xvii
1. Bagi Subjek Penelitian ... 49
2. Bagi Perusahaan ... 50
3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Distribusi Item Uji Coba Skala Job Insecurity ... 29
Tabel 2 Item Skala Job Insecurity Setelah Uji Coba ... 31
Tabel 3 Reliabilitas Sebelum dan Setelah Seleksi Item ... 32
Tabel 4 Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin... 36
Tabel 5 Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia ... 36
Tabel 6 Deskripsi Subjek Berdasarkan Pendidikan ... 37
Tabel 7 Data Teoritik dan Empirik ... 37
Tabel 8 Kategorisasi Skala Job Insecurity ... 38
Tabel 9 Hasil Uji Normalitas Dimensi Job Insecurity ... 40
Tabel 10 Hasil Uji Homogenitas Dimensi Job Insecurity... 41
Tabel 11 Hasil Uji Hipotesis Dimensi Job Insecurity ... 41
Tabel 12 Perbedaan Mean Usia ... 42
xix
DAFTAR GRAFIK
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Skala Job Insecurity ... 55
Lampiran 2 Hasil Uji Reliabilitas Skala Job Insecurity ... 64
Lampiran 3 Hasil Uji Deskriptif dan Uji T ... 70
Lampiran 4 Hasil Uji Normalitas ... 72
Lampiran 5 Hasil Uji Homogenitas ... 74
Lampiran 6 Hasil Uji Hipotesis ... 76
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Krisis harga nikel dan logam yang sedang terjadi di dunia membuat
perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan mengalami kerugian.
Salah satu perusahaan tambang yang turut mengalami kondisi ini adalah
PT. Vale Indonesia, Tbk yang berlokasi di Soroako, Luwu Timur,
Sulawesi Selatan. Dilansir dari laman market.bisnis.com pada tanggal 02
Februari 2016, harga nikel berada di level terendah dalam waktu dua
Minggu. Pada bulan Februari 2016 harga nikel turun sebesar 1,91% atau
163,75 poin hingga menjadi US$8.428,25 per ton. Dilansir dari
bisnis.liputan6.com, rendahnya harga nikel dan besi dunia saat ini
membuat PT. Vale Indonesia perlu melakukan evaluasi terhadap rencana
pembelanjaan modal serta memanfaatkan sumber daya manusia dan alam
dengan sebaik-baiknya.
Menghadapi kondisi tersebut, perusahaan perlu melakukan strategi
untuk dapat mengatasi krisis yang terjadi. Berdasarkan hasil wawancara
dengan salah satu karyawan yang bekerja di PT. Vale Indonesia, kebijakan
yang telah dilakukan oleh perusahaan antara lain adalah tidak memberikan
bonus tahunan kepada karyawan, tidak memberikan promosi kenaikan
pangkat dan kenaikan gaji tahunan, dan menawarkan pensiun dini kepada
karyawan perusahaan. Selain itu, beredar isu bahwa perusahaan akan
(layoff) dengan pembayaran gaji sebesar 50% dari gaji bulanan mereka.
Isu mengenai pemutusan kerja (PHK) apabila kondisi perusahaan terus
memburuk juga beredar di perusahaan.
Peneliti melakukan wawancara kepada beberapa karyawan untuk
mengetahui pendapat mereka mengenai krisis yang terjadi di perusahaan.
Salah satu karyawan tetap PT. Vale Indonesia mengaku bahwa dirinya
merasa khawatir akan dirumahkan atau diberikan tawaran pensiun dini
apabila perusahaan melakukan pengurangan karyawan. Menurut
pengalamannya, jika harga nikel terus menurun dan kondisi perusahaan
semakin memburuk perusahaan akan merumahkan karyawan kemudian
menawarkan pensiun dini. Hal serupa juga dirasakan oleh salah satu
karyawan outsourcing yang diwawancarai peneliti. Berdasarkan informasi
yang didapatkannya dari karyawan yang telah lama bekerja di perusahaan,
harga nikel yang semakin rendah membuat perusahaan melakukan
pengurangan karyawan outsourcing dengan melakukan PHK sepihak
karena tidak lagi dibutuhkan oleh perusahaan. Informasi ini membuat
dirinya merasa khawatir akan kehilangan pekerjaan apabila terjadi
pengurangan karyawan outsourcing (wawancara pribadi tanggal 15 April
dan 13 September 2016).
Perubahan yang terjadi sebagai upaya mengatasi krisis di perusahaan
dapat mempengaruhi aktivitas organisasi, kesejahteraan maupun
komitmen karyawan. Situasi ini dapat membuat karyawan merasa
yaitu kekhawatiran akan kehilangan pekerjaan dan ketidakpastian
mengenai masa depan pekerjaan (Coetzee & De Villiers, 2010). Job
insecurity tidak hanya mengacu pada ketidakpastian mengenai kelanjutan
pekerjaan yang dirasakan oleh karyawan tapi juga mengenai kelanjutan
aspek-aspek dalam pekerjaan tersebut, seperti kesempatan mendapat
promosi jabatan atau kemungkinan diberhentikan untuk sementara waktu
oleh perusahaan (Mauno & Kinnunen, 2002). Sverke, Hellgren, dan
Naswal (2006) mengemukakan bahwa perubahan yang dilakukan
perusahaan seperti pengurangan karyawan (downsizing), pemberhentian
sementara (layoff), dan tawaran pensiun dini menyebabkan job insecurity
menjadi isu yang penting di lingkungan kerja karena menciptakan situasi
yang tidak aman bagi karyawan.
Greenhalgh dan Rosenblatt (2010) mendefinisikan job insecurity
sebagai perasaan tidak berdaya dalam mempertahankan keinginan untuk
terus bekerja pada situasi kerja yang terancam. Sejalan dengan definisi
yang diberikan, Greenhalgh dan Rosenblatt melibatkan kehilangan fitur
pekerjaan yang dianggap penting dan perasaan tidak berdaya sebagai
bagian dari job insecurity. Menurut De Witte, De Cuyper, Elst, Vanbelle,
dan Niesen (2012) job insecurity merupakan persepsi subjektif sehingga
tiap individu dapat merasakan job insecurity yang berbeda walaupun
berada dalam situasi yang sama. Semakin besar kemungkinan individu
kehilangan pekerjaan, maka ia akan semakin merasakan job insecurity
(Klandermans, Hessenlink & Van Vuuren, 2010).
Hadirnya job insecurity di lingkungan kerja memberikan dampak
yang buruk pada karyawan maupun perusahaan. Job insecurity yang tinggi
dapat mempengaruhi karyawan dan menyebabkan rendahnya tingkat
kesejahteraan psikologis serta kesehatan karyawan. Selain itu, job
insecurity membuat kepuasan kerja pada karyawan menurun. Sementara
terhadap perusahaan, job insecurity dapat menyebabkan komitmen
organisasi dan tingkat kepercayaan karyawan terhadap manajemen
menurun. Situasi ini dapat meningkatkan keinginan karyawan untuk
meninggalkan perusahaan (De Witte et al., 2012).
Keim, Landis, Pierce, dan Ernest (2014) membagi faktor-faktor yang
mempengaruhi job insecurity menjadi dua, yaitu faktor subjektif dan
objektif. Faktor subjektif meliputi locus of control (LOC), ambiguitas
peran dan koflik peran, dan komunikasi organisasi. Sementara faktor
objektif meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, dan status karyawan.
Sebagai salah satu produsen nikel terbesar di Indonesia, PT. Vale
Indonesia di Soroako menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi di Luwu
Timur dan sebagian besar perusahaan outsourcing di Luwu Timur
mengandalkan perusahaan ini sebagai tempat untuk berusaha. Selain itu,
kondisi krisis pun dialami oleh semua perusahaan sehingga sulit untuk
mendapatkan pekerjaan baru di tempat lain. PT. Vale Indonesia
5.000 pekerja berstatus karyawan outsourcing. Status karyawan sebagai
salah satu faktor job insecurity menjadi penting untuk diteliti khususnya
dalam situasi krisis yang saat ini sedang dialami oleh PT. Vale Indonesia
dan beredarnya isu mengenai karyawan akan “dirumahkan” atau di-PHK. Klandermans et al. (2010) menyatakan bahwa status karyawan yang
berbeda dapat merasakan job insecurity yang berbeda. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa kelompok pekerja yang secara objektif memiliki
posisi yang kurang aman yaitu para pekerja dengan status temporer
merasakan job insecurity yang tinggi daripada kelompok pekerja yang
memiliki posisi lebih aman di perusahaan. Karyawan tetap umumnya
mendapat perlindungan dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) sehingga
mereka tidak dapat diberhentikan tanpa izin dari pemerintah. Dalam
Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, karyawan tetap
terikat dalam Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), yaitu
perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk
mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. Berbeda dengan
karyawan outsourcing atau alih daya yang merupakan suatu pendekatan
manajemen dengan memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk
bertanggung jawab terhadap proses atau jasa yang sebelumnya menjadi
aktivitas perusahaan (Wahyuni, Idrus, Zain & Rahayu, 2011). Menurut
Arubayi (2012) jasa karyawan outsourcing banyak digunakan oleh
perusahaan karena memberikan hasil yang baik dengan biaya murah,
kemampuan terbaik. Penggunaan outsourcing semakin berkembang
seiring meningkatnya kebutuhan perusahaan untuk menjalin hubungan
kerja yang fleksibel sehingga memudahkan perusahaan untuk merekrut
dan melakukan PHK. Oleh karena itu, pada umumnya perjanjian kerja
outsourcing menggunakan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), yaitu
suatu perjanjian kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha untuk
mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu yang diatur dalam Kep.
100/Men/VI/2004 (Budiartha, 2016).
Terkait status karyawan sebagai salah satu faktor job insecurity,
Rigotti, De Cuyper, De Witte, Korek, dan Mohr (2009) menunjukkan
bahwa karyawan dengan status temporer lebih merasakan job insecurity
daripada karyawan tetap. Hal ini disebabkan karyawan temporer kurang
merasakan prospek kerja yang menjanjikan dimasa depan dibandingkan
karyawan tetap. Selain itu, karakteristik status yang dimiliki oleh
karyawan temporer cenderung tidak terikat dengan perusahaan tempatnya
bekerja (Keim et al., 2014). Oleh karena itu, karyawan temporer lebih
merasakan job insecurity daripada karyawan tetap. Namun, hasil yang
berbeda ditemukan oleh De Witte dan teman-temannya (De Cuyper & De
Witte, 2005, 2006, 2007; De Witte & Naswall, 2003) yang
mengungkapkan bahwa karyawan tetap cenderung lebih merasakan job
insecurity daripada karyawan temporer. Penelitian yang dilakukan oleh De
Witte dan De Cuyper (2005) memperlihatkan bahwa job insecurity lebih
menunjukkan bahwa job insecurity berhubungan negatif dengan
kesejahteraan hidup karyawan, khususnya pada kepuasan kerja dan
komitmen organisasi pada karyawan tetap. Sementara pada karyawan
temporer tidak terlihat dampak dari job insecurity. Menurut Klandermans
et al. (2010) perasaan job insecurity dirasakan oleh karyawan tetap ketika
kondisi perusahaan sedang mengalami krisis seperti kemerosotan,
pengurangan karyawan (downsizing), pindah ke tempat lain, penutupan
departemen, atau bahkan melakukan penutupan perusahaan. Selain itu,
Hartley dan Jacobson (dalam Klandemans, 2010) mengemukakan bahwa
karyawan temporer yang memiliki kontrak kerja fleksibel menyadari
bahwa job insecurity merupakan salah satu karakteristik dari status
pekerjaan mereka, sehingga mereka tidak begitu berharap dapat terus
bekerja di perusahaan yang sama. Berdasarkan penelitian-penelitian
tersebut terlihat bahwa job insecurity dapat terjadi dan dirasakan oleh
kedua status karyawan, yaitu karyawan berstatus tetap dan berstatus
temporer.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan, peneliti ingin
mengetahui apakah terdapat perbedaan job insecurity antara karyawan
tetap dan karyawan outsourcing PT. Vale Indonesia yang saat ini sedang
berada dalam kondisi krisis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah
antara karyawan tetap dan karyawan outsourcing PT. Vale Indonesia di
Soroako?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan job
insecurity antara karyawan tetap dan karyawan outsourcing PT. Vale
Indonesia di Soroako.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pengetahuan bagi Ilmu Psikologi Industri
dan Organisasi mengenai perbedaan job insecurity antara karyawan
tetap dan karyawan outsourcing.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Subjek Penelitian
Menjadi bahan evaluasi dan refleksi sehingga dapat membantu
karyawan dalam upaya lebih memahami sejauh mana tingkat job
insecurity yang dialaminya berkaitan dengan krisis.
b. Bagi Perusahaan
Membantu memberikan masukan bagi perusahaan mengenai
tingkat job insecurity karyawan pada saat ini dan mampu menjadi
bahan evaluasi dalam usaha meningkatkan kondisi perusahaan
9
Job Insecurity pertama kali diperkenalkan oleh Greenhalgh dan
Rosenblatt pada tahun 1984. Greenhalgh dan Rosenblatt meneliti job
insecurity setelah melihat fenomena penurunan ekonomi di Amerika
yang meningkatkan kemungkinan karyawan untuk kehilangan
pekerjaannya (Greenhalgh & Rosenblatt, 1984). Bagi beberapa
karyawan, perubahan yang terjadi di dunia pekerjaan disebabkan
dampak dari perubahan ekonomi menyebabkan munculnya perasaan
tidak aman terkait lingkungan dan masa depan pekerjaannya (Sverke
& Hellgreen, 2002).
Greenhalgh dan Rosenblatt (2010) mendefinisikan job insecurity
sebagai perasaan tidak berdaya dalam mempertahankan keinginan
untuk terus bekerja di situasi kerja yang terancam. Job insecurity
menandakan adanya suatu ancaman yang akan membuat individu
kehilangan pekerjaan atau kelanjutan pekerjaannya. Greenhalgh dan
Rosenblatt dalam definisinya melibatkan kehilangan fitur pekerjaan
yang dianggap penting dan perasaan tidak berdaya sebagai bagian dari
Menurut Cheng dan Chan (2008) job insecurity adalah
keprihatinan mengenai kelanjutan pekerjaan di masa depan. Hal serupa
disampaikan oleh De Witte et al. (2012) yang menggambarkan job
insecurity sebagai ketidakpastian mengenai pekerjaan di masa depan,
apakah individu dapat terus bekerja atau akan kehilangan
pekerjaannya. Sverke et al. (2006) mengemukakan bahwa job
insecurity didasarkan pada persepsi individu dan interpretasi mereka
terhadap lingkungan kerjanya sehingga setiap individu dapat
merasakan job insecurity yang berbeda-beda walaupun berada dalam
situasi kerja yang sama. Mengacu pada pemahaman tersebut, job
insecurity merupakan persepsi subjektif karena berdasarkan
pengalaman dan interpretasi individu terhadap situasi di
lingkungannya.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, peneliti
menyimpulkan bahwa job insecurity merupakan persepsi subjektif
individu yang merasa tidak berdaya dalam menghadapi situasi yang
mengancam kelanjutan pekerjaan atau aspek penting dari
pekerjaannya.
2. Dimensi Job Insecurity
Terdapat dua konsep mengenai pengertian job insecurity, yaitu
konsep global dan konsep multi-dimensional. Konsep global
menggambarkan job insecurity sebagai keseluruhan kekhawatiran
Sementara konsep multi-dimensional menekankan bahwa job
insecurity disebabkan oleh ancaman kehilangan pekerjaan, keinginan
untuk dapat terus melanjutkan pekerjaan, resiko kehilangan fitur
pekerjaan yang dianggap penting dan ketidakberdayaan untuk
bertindak mengubah situasi (Keim et al., 2014).
Greenhalgh dan Rosenblatt (2010) memahami job insecurity
dalam konsep multi-dimensional yang mengidentifikasi ancaman
terhadap pekerjaan baik secara umum maupun terhadap fitur-fitur
pekerjaannya, serta ketidakberdayaan untuk melawan ancaman
tersebut. Mereka menilai bahwa konsep global kurang tepat untuk
digunakan karena subjek yang berbeda akan memilih respon yang
sama walaupun merujuk pada aspek yang berbeda (Greenhalgh &
Rosenblatt, 1984). Berdasarkan pemahaman tersebut, job insecurity
tidak hanya merasakan ancaman kehilangan pekerjaan saja namun
melibatkan gagasan mengenai kehilangan fitur pekerjaan yang penting,
seperti gaji, status, dan promosi jabatan (Dhacapalli & Parumasur,
2012).
Greenhalgh dan Rosenblatt (2010) menyebutkan dimensi job
insecurity, yaitu:
a. Desired continuity atau keinginan untuk terus bekerja.
Keinginan karyawan untuk dapat terus bekerja dan menginginkan
b. Threat atau ancaman.
Karyawan merasa bahwa situasi tertentu berpotensi untuk
menganggu kelanjutan pekerjaan mereka sehingga menimbulkan
ketidakamanan kerja walaupun ancaman tersebut belum tentu
terjadi atau hanya sekedar rumor.
c. Job features at risk atau ancaman terhadap fitur pekerjaan.
Karyawan merasa khawatir mengenai perubahan di perusahaan
yang mengakibatkan mereka kehilangan fitur pekerjaan yang
dianggap penting.
d. Powerlessness atau perasaan tidak berdaya.
Karyawan yang merasa pekerjaannya terancam namun tidak
mampu melakukan strategi untuk melawan ancaman tersebut.
Akibatnya karyawan merasa rentan terhadap situasi yang
mengancam.
Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti menggunakan konsep
multi-dimensional dan dimensi job insecurity yang dikemukakan oleh
Greenhalgh dan Rosenblatt sebagai acuan untuk memahami job
insecurity.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Job Insecurity
Keim et al. (2014) membagi faktor-faktor job insecurity menjadi
dua, yaitu faktor subjektif dan faktor objektif. Faktor subjektif
berkaitan dengan kontrol individu di tempat kerja. Adanya ancaman
mempengaruhi individu untuk merasakan job insecurity. Sementara
faktor objektif mengarah pada hal-hal yang bersifat demografik atau
karakteristik objektif individu. Penjelasan lebih lanjut adalah sebagai
berikut:
a. Faktor Subjektif
1) Locus of Control
Beberapa studi menemukan bahwa locus of control memiliki
hubungan yang signifikan dengan job insecurity. Karyawan
dengan locus of control internal yang tinggi kurang merasakan
job insecurity karena merasa dirinya mampu menghadapi
situasi yang sedang terjadi (Raja, Johns & Ntalianis; Ashford,
Lee & Bobko dalam Keim et al., 2014).
2) Ambiguitas dan Konflik Peran
Ambiguitas peran terjadi ketika karyawan tidak mengetahui
tanggung jawab dan tujuan dari pekerjaannya. Sementara
konflik peran disebabkan banyaknya tuntutan dari berbagai
sumber yang meningkatkan ketidakpastian. Ambiguitas dan
konflik peran dapat membuat karyawan merasakan job
insecurity. Situasi ini dapat meningkatkan kecemasan
karyawan karena tidak mengetahui dengan jelas cara untuk
3) Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi yang buruk dapat dikaitkan dengan
munculnya perasaan job insecurity. Kemudahan dalam
mendapatkan informasi serta kualitas komunikasi organisasi
yang baik dapat mengurangi job insecurity yang dirasakan oleh
karyawan (Kinunnen & Natti; Parker, Axtell & Turner dalam
Keim et al., 2014).
b. Faktor Objektif
1) Usia
Usia dapat mempengaruhi job insecurity yang dirasakan oleh
individu. Karyawan yang berusia 30 sampai 40an cenderung
merasakan job insecurity yang lebih tinggi daripada karyawan
dengan usia lebih muda. Hal ini disebabkan adanya tanggung
jawab keluarga untuk merawat dan membesarkan anak dan
kemungkinan kemungkinan sulitnya untuk mendapatkan
pekerjaan baru (Sverke et al., 2006). Selain itu, rendahnya
mobilitas pekerjaan dan kondisi perekonomian membuat
karyawan yang lebih tua cenderung bergantung pada
pekerjaannya (Cheng & Chan, 2008). Sebaliknya, Fullerton dan
Wallace (2007) menemukan bahwa karyawan berusia muda
dan tua merasa pekerjaannya berada di posisi yang aman
dibandingkan karyawan yang berusia setengah tua (
2) Jenis Kelamin
Beberapa studi menunjukkan bahwa karyawan laki-laki
cenderung merasakan job insecurity daripada karyawan
perempuan. Hal ini disebabkan karena laki-laki lebih peka
terhadap kondisi perekonomian dan adanya kekhawatiran
terhadap konsekuensi negatif sebagai akibat dari kehilangan
pekerjaan (Cheng & Chan, 2008). Namun, penelitian yang
dilakukan oleh Mauno dan Kinnunen (2002) menemukan hasil
sebaliknya. Dalam penelitiannya, perempuan lebih merasakan
ketidakpastian mengenai kelanjutan pekerjaannya daripada
laki-laki.
3) Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan juga dapat mempengaruhi job insecurity.
Karyawan dengan tingkat pendidikan yang tinggi merasa
pekerjaan mereka lebih aman daripada yang berpendidikan
rendah. Sverke et al. (2006) menyatakan bahwa tingkat
pendidikan dan keterampilan yang rendah memiliki sedikit
peluang untuk menemukan alternatif pekerjaan di tempat lain
sehingga membuat individu menjadi lebih bergantung pada
pekerjaannya.
4) Status Karyawan
Status karyawan yang berbeda dapat mempersepsikan job
karyawan yang memiliki batas waktu cenderung lebih
merasakan job insecurity daripada karyawan tetap. Rigotti et al.
(2009) menemukan bahwa karyawan dengan status temporer
lebih merasakan job insecurity daripada karyawan tetap. Hal ini
disebabkan karyawan temporer kurang merasakan prospek
kerja yang menjanjikan dimasa depan dibandingkan karyawan
tetap. Selain itu, mungkin disebabkan karyawan berstatus
temporer tidak begitu terikat dan dilindungi oleh perusahaan
yang bersangkutan (Keim et al., 2014). Sementara karyawan
dengan status tetap menganggap dirinya sebagai bagian dari
perusahaan sehingga apabila akan dilakukan pengurangan
karyawan, maka karyawan yang tidak terikat dengan
perusahaan akan terlebih dulu diberhentikan (Sverke et al.,
2006). Disisi lain, penelitian yang dilakukan oleh De Witte dan
rekannya (De Cuyper & De Witte, 2005, 2006, 2007; De Witte
& Naswall, 2003) yang menemukan bahwa karyawan tetap
cenderung lebih merasakan job insecurity daripada karyawan
temporer. Hasil menunjukkan bahwa karyawan tetap
merasakan job insecurity pada aspek kepuasan kerja dan
komitmen organisasi. Sementara pada karyawan temporer tidak
B. Karyawan Tetap dan Karyawan Outsourcing
Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003
(pasal 56), perjanjian kerja dibagi menjadi perjanjian kerja waktu tidak
tertentu (PKWTT) dan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). PKWTT
adalah perjanjian yang tidak memiliki batas waktu bekerja yang
merupakan perjanjian kerja antara perusahaan dan karyawan tetap.
Sementara PKWT adalah perjanjian yang memiliki jangka waktu atau
berakhir apabila suatu pekerjaan tertentu telah selesai yang umumnya
terjalin antara perusahaan dengan karyawan berstatus temporer, salah
satunya adalah outsourcing atau alih daya.
1. Karyawan Tetap
Karyawan tetap umumnya mendapat perlindungan sehingga
mereka tidak dapat di-PHK tanpa izin sebelumnya (Bhandari &
Heshmati, 2006). Karyawan tetap sebagaimana tertulis dalam
Undang-Undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 memiliki Perjanjian
Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), yaitu perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja
yang bersifat tetap. Selain itu, karyawan tetap memiliki ketentuan
sebagai berikut:
a) Adanya masa percobaan kerja paling lama 3 bulan.
c) Apabila terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha
diwajibkan membayar uang pesangon, uang penghargaan
kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
2. Outsourcing atau Alih Daya
Outsourcing atau alih daya merupakan pendekatan manajemen
yang memberikan wewenang pada sebuah agen luar (pihak ketiga)
untuk bertanggung jawab terhadap proses atau jasa yang sebelumnya
dilakukan oleh perusahaan (Wahyuni, Idrus, Zain & Rahayu, 2011).
Brown dan Wilson (dalam Davis-Blake & Broschak, 2009)
mendefinisikan outsourcing sebagai tindakan memperoleh barang atau
jasa dari individu atau organisasi diluar perusahaan. Penggunaan
outsourcing berkembang mengikuti kebutuhan perusahaan untuk
menjalin hubungan kerja yang fleksibel, yaitu mudah untuk melakukan
perekrutan dan mudah melakukan PHK pada karyawan. Pada
umumnya, perjanjian kerja outsourcing menggunakan perjanjian kerja
waktu tertentu (PKWT), yaitu suatu perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja
dalam waktu tertentu yang diatur dalam Kep. 100/Men/VI/2004
(Budiartha, 2016).
Aturan penggunaan jasa outsourcing ditetapkan dalam
Undang-Undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 (pasal 64, 65, dan 66)
Indonesia No. Kep.100/Men/IV/2004 tahun 2004. Ketentuan kerja
karyawan outsourcing, antara lain:
a) Perjanjian kerja didasarkan pada jangka waktu tertentu; atau
selesainya suatu pekerjaan tertentu, yaitu:
- Pekerjaan yang sekali selesai atau bersifat sementara.
- Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam jangka
waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 tahun.
- Pekerjaan yang bersifat musiman.
- Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan
baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan.
b) Perjanjian kerja tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang
bersifat tetap.
c) Perjanjian kerja berlangsung paling lama 2 tahun dan hanya
dapat diperpanjang 1 kali untuk waktu paling lama 1 tahun.
d) Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum
jangka waktu yang ditetapkan atau adanya pelanggaran yang
dilakukan salah satu pihak, maka pihak yang mengakhiri
hubungan kerja diwajibkan unuk membayar ganti rugi kepada
pihak lainnya sebesar upah pekerja sampai batas waktu
berakhirnya kontrak.
C. Perusahaan PT. Vale Indonesia, Tbk
Melalui web PT. Vale Indonesia, Tbk perusahaan pertambangan ini
multitambang yang berpusat di Brasil. Vale merupakan pemimpin global
dalam produksi bijih besi dan salah satu produsen nikel terbesar di dunia.
Salah satu cabang PT. Vale Indonesia berlokasi di Soroako, Luwu
Timur, Sulawesi Selatan yang merupakan salah satu operasi tambang dan
pengolahan nikel laterit terpadu terbesar di dunia. Sebelumnya, perusahaan
ini bernama PT. International Nickel Indonesia Tbk (PT. INCO) yang
didirikan pada bulan Juli 1968. Perusahaan ini mendapatkan izin dari
Pemerintah Indonesia untuk melakukan eksplorasi, penambangan,
pengolahan dan produksi nikel. Saat ini PT. Vale Indonesia menjadi
produsen nikel terbesar di Indonesia dan menyumbang 5% pasokan nikel
dunia yang mempekerjakan sekitar 3.300 karyawan dan lebih dari 3000
personil kontraktor.
Sebagai satu-satunya perusahaan terbesar di Luwu Timur, PT. Vale
Indonesia menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat
setempat. Rata-rata karyawan yang bekerja di PT. Vale Indonesia
merupakan penduduk lokal yang tinggal di Luwu Timur. Kondisi krisis
yang juga dialami oleh perusahaan-perusahaan kecil membuat hampir
semua perusahaan outsourcing di Luwu Timur mengandalkan PT. Vale
Indonesia sebagai tempat bekerja (wawancara pribadi 15 April 2016).
D. Perbedaan Job Insecurity Antara Karyawan Tetap dan Karyawan
Outsourcing
Turunnya harga nikel dan logam di dunia menyebabkan PT. Vale
Sebagai salah satu produsen nikel terbesar di Indonesia, PT. Vale
Indonesia di Soroako menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi di Luwu
Timur dan sebagian besar perusahaan outsourcing di Luwu Timur
mengandalkan perusahaan ini sebagai tempat untuk berusaha. Krisis yang
terjadi membuat perusahaan tambang nikel ini harus melakukan beberapa
strategi agar perusahaan tetap dapat beroperasi dengan baik. Strategi yang
dilakukan perusahaan PT. Vale Indonesia antara lain tidak memberikan
bonus, kenaikan gaji, dan promosi jabatan kepada karyawan, bahkan
beredar isu akan dilakukannya PHK jika kondisi terus memburuk.
Beberapa karyawan yang bekerja di PT. Vale Indonesia merasa khawatir
akan kehilangan pekerjaannya karena berdasarkan pengalaman yang
pernah terjadi dulu ketika perusahaan mengalami krisis maka akan
dilakukan pengurangan karyawan dengan cara “dirumahkan” atau PHK.
Selain itu, kondisi krisis juga dialami oleh semua perusahaan sehingga
sulit bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan baru di tempat lain.
Situasi ini dapat menyebabkan karyawan di PT. Vale Indonesia merasakan
job insecurity.
Job insecurity dapat dilihat melalui dua konsep, yaitu konsep global
dan konsep multi-dimensional. Konsep global melihat job insecurity
sebagai kekhawatiran kehilangan pekerjaan secara total. Sementera konsep
multi-dimensional memandang job insecurity sebagai persepsi subjektif
individu yang merasa tidak berdaya dalam menghadapi situasi yang
Dampak yang ditimbulkan job insecurity dapat mempengaruhi karyawan
maupun perusahaan. Job insecurity dapat menyebabkan menurunnya
tingkat kepuasan kerja dan komitmen organisasi, rendahnya kesehatan
fisik dan mental, dan kecenderungan karyawan untuk meninggalkan
perusahaan (Klandermans et al., 2010; Greenhalgh & Rosenblatt, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi job insecurity terbagi menjadi faktor
subjektif, yaitu meliputi locus of control (LOC), ambiguitas peran dan
koflik peran dan faktor objektif, yaitu usia, jenis kelamin, pendidikan, dan
status karyawan (Keim et al., 2014).
Terkait status karyawan sebagai salah satu faktor job insecurity,
Klandermans et al. (2010) menyatakan bahwa status pekerjaan yang
berbeda dapat menghasilkan job insecurity yang berbeda. Beberapa studi
menemukan bahwa karyawan dengan status temporer merasakan job
insecurity yang lebih tinggi dibandingkan karyawan tetap. Hal ini
disebabkan karyawan tetap merasakan prospek kerja yang lebih
menjanjikan dimasa depan dibandingkan karyawan temporer. Selain itu,
karyawan dengan status temporer cenderung tidak begitu terikat dengan
perusahaan tempatnya bekerja (Riggoti et al., 2009; Keim et al., 2014).
Sebaliknya, De Witte dan De Cuyper (2005) memperlihatkan bahwa
karyawan tetap lebih merasakan job insecurity daripada karyawan
temporer. Hasil menunjukkan bahwa job insecurity berhubungan negatif
dengan kesejahteraan hidup karyawan, khususnya pada kepuasan kerja dan
temporer tidak terlihat dampak dari job insecurity. Klandermans et al.
(2010) berpendapat bahwa karyawan tetap merasakan job insecurity yang
tinggi ketika kondisi perusahaan sedang mengalami krisis seperti
kemerosotan, pengurangan karyawan (downsizing), pindah ke tempat lain,
penutupan departemen, atau bahkan melakukan penutupan perusahaan.
PT. Vale Indonesia yang berlokasi di Soroako, Sulawesi Selatan
mempekerjakan kurang lebih 2.500 karyawan tetap dan 5.000 karyawan
outsourcing. Di perusahaan ini terdapat tiga departemen yang
mempekerjakan karyawan tetap dan karyawan outsourcing untuk
melakukan tugas dan tanggung jawab yang sama di perusahaan. Walaupun
menjalankan tugas dan tanggung jawab yang sama, kedua status karyawan
tersebut memiliki posisi yang berbeda. Apabila dilihat berdasarkan
Undang-undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003, karyawan tetap
terikat dalam perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), sementara
karyawan outsourcing terikat dalam perjanjian kerja waktu tertentu
(PKWT). Pada umumnya karyawan tetap mendapat perlindungan dari
pemerintah juga oleh perusahaan di tempatnya bekerja. Sementara
karyawan outsourcing atau alih daya memiliki posisi yang lebih mudah
untuk diberhentikan. Salah satu contoh adalah ketika perusahaan akan
melakukan pengurangan karyawan. Perusahaan akan terlebih dahulu
melakukan PHK terhadap karyawan outsourcing sebelum melakukan
pemutusan kerja pada karyawan tetap (wawancara pribadi tanggal 14
E. Kerangka Pemikiran
- Memiliki jangka waktu kerja
tidak terbatas
- Mendapat perlindungan dari
pemerintah
- Merupakan anggota/ bagian
dari perusahaan
- Memiliki posisi yang lebih
aman di perusahaan
Strategi Perusahaan
- Tidak ada bonus
- Tidak ada promosi dan kenaikan pangkat
- Tidak ada kenaikan gaji
F. Hipotesis
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan, hipotesis penelitian ini
yaitu terdapat perbedaan job insecurity antara karyawan tetap dan
karyawan outsourcing, dimana karyawan outsourcing lebih merasakan job
26 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan
teknik komparatif, yaitu membandingkan keberadaan satu variabel atau
lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda, atau pada waktu yang
berbeda (Sugiyono, 2013). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
perbedaan job insecurity pada karyawan tetap dan karyawan outsourcing.
B. Variabel Penelitian
Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yaitu:
1. Variabel Bebas : Status Karyawan
a. Karyawan Tetap
b. Karyawan Outsourcing
2. Variabel Tergantung : Job Insecurity
C. Definisi Operasional 1. Status Karyawan
a. Karyawan Tetap
Karyawan tetap merupakan individu yang memiliki
hubungan kerja dengan perusahaan dan terikat dalam perjanjian
kerja waktu tidak tertentu di tempatnya bekerja. Pengisian identitas
b. Karyawan Outsourcing
Outsourcing atau alih daya merupakan karyawan dari pihak
ketiga yang bekerja di perusahaan dan terikat perjanjian kerja
waktu tertentu. Pengisian identitas diri akan memperlihatkan status
karyawan.
2. Job Insecurity
Job insecurity merupakan persepsi subjektif karyawan yang
merasa tidak berdaya dalam menghadapi situasi yang mengancam
kelanjutan pekerjaan dan aspek penting dari pekerjaannya. Variabel
job insecurity akan diukur menggunakan skala yang dibuat sendiri oleh
peneliti dengan menggunakan dimensi job insecurity, yaitu keinginan
untuk terus bekerja, ancaman, ancaman terhadap fitur pekerjaan, dan
perasaan tidak berdaya. Semakin tinggi nilai yang diperoleh
menunjukkan bahwa subjek cenderung merasakan job insecurity yang
tinggi. Sebaliknya, apabila memperoleh hasil yang rendah
menunjukkan bahwa subjek memiliki perasaan job insecurity yang
rendah.
D. Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT. Vale Indonesia
yang berlokasi di Sorowako, Sulawesi Selatan. Subjek adalah karyawan
tetap dan karyawan outsourcing yang menjalankan tugas dan tanggung
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
convenience sampling, yaitu pengambilan sampel dilakukan berdasarkan
kemudahan dan ketersediaan (Creswell, 2014). Selain itu, peneliti juga
menggunakan purposive sampling dikarenakan penentuan sampel
melibatkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013). Pertimbangan yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Karyawan yang telah bekerja lebih dari 1 tahun.
2. Karyawan tetap dan karyawan outsourcing di perusahaan PT. Vale
Indonesia yang memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama di
perusahaan.
E. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian
berupa kuesioner. Penggunaan kuesioner atau angket bertujuan untuk
memperoleh data, sehingga dapat menjelaskan suatu populasi yang terlalu
besar untuk diamati secara langsung (Morissan, 2012).
Skala pengukuran variable job insecurity disusun sendiri oleh
peneliti menggunakan dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh
Greenhalgh dan Rosenblatt (2010). Pengukuran skala job insecurity
disusun menggunakan format skala Likert. Skala ini menyajikan
pernyataan-pernyataan dengan 4 pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS)
dengan nilai 4, Sesuai (S) dengan nilai 3, Kurang Sesuai (KS) dengan nilai
2, dan Tidak Sesuai (TS) dengan nilai 1 untuk pernyataan favorable.
nilai 1, Sesuai (S) mendapat nilai 2, Kurang Sesuai (KS) mendapat nilai 3,
dan Tidak Sesuai (TS) mendapat nilai 4. Peneliti tidak menggunakan
pilihan netral dengan tujuan untuk menghindarkan subjek dari
kecenderungan untuk memilih jawaban yang bersifat netral (Supratiknya,
2014).
Distribusi item pada skala job insecurity dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 1. Distribusi item uji coba skala job insecurity
No. Dimensi Favorable Unfavorable Total % 1. Keinginan untuk terus
bekerja 4,11,25,26,35 6, 9,18,19,38 10 25% 2. Ancaman 7,12,27,36,39 5,10,20,21,22 10 25% 3. Ancaman terhadap fitur
pekerjaan 1,16,30,32,33 3,13,17,23,40 10 25% 4. Perasaan tidak berdaya 14,15,24,28,34 2,8,29,31,37 10 25%
Total 20 20 40 100%
F. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas
Validitas merupakan kualitas suatu alat tes yang menunjukkan
sejauh mana alat tersebut dapat mengukur atribut psikologis yang
ingin diukur (Supratiknya, 2014). Suatu pengukuran dikatakan valid
apabila hasil yang diberikan sesuai dengan tujuan pengukuran
tersebut. Penelitian ini menggunakan validitas isi (content validity)
dengan melibatkan seorang expert judgment dalam pengujian terhadap
kelayakan isi suatu alat tes (Azwar, 2015). Peneliti meminta bantuan
dosen pembimbing skripsi sebagai expert judgment dalam penelitian
2. Seleksi Item
Seleksi item dilakukan untuk memutuskan item-item mana yang
memenuhi syarat sehingga dapat digunakan dalam pengambilan data
final (Supratiknya, 2014). Kriteria pemilihan item yang baik dilihat
berdasarkan daya diskriminasi item, yaitu sejauh mana item mampu
membedakan individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang
diukur. Pengukuran daya diskriminasi item dilakukan dengan
menghitung korelasi distribusi skor item dengan distribusi skor skala
yang akan menghasilkan koefisien korelasi item-total (rix). Umumnya
batasan yang digunakan sebagai kriteria pemilihan item adalah rix ≥
0,30. Item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 dianggap
memiliki daya beda yang memuaskan (Azwar, 2014).
Pelaksanaan uji coba (try out) dilakukan pada tanggal 14 - 17
Januari 2017 dengan mengumpulkan karyawan yang sedang tidak
bertugas di ruang istirahat. Peneliti membagikan kepada karyawan
yang berkumpul dan meminta mereka untuk mengisi angket tersebut.
Angket yang disebar oleh peneliti adalah sebanyak 40 skala. Angket
yang dapat dianalisis sebanyak 35 skala, terdiri dari 18 responden
karyawan tetap dan 17 responden karyawan outsourcing. Saat
melakukan seleksi item, sedikitnya jumlah item yang lolos dengan
menggunakan batasan 0,30 membuat peneliti menurunkan batasan
menjadi 0,25 agar memperoleh jumlah item yang diinginkan. Menurut
jumlah yang diinginkan, dapat dilakukan pertimbangan untuk
menurunkan sedikit batas kriteria misalnya menjadi 0,25 sehingga
dapat mencapai jumlah item yang diinginkan.
Berdasarkan hasil uji coba item, dari 40 item skala job
insecurity akhirnya diperoleh 24 item yang memenuhi syarat. Berikut
hasil uji coba yang diperoleh:
Tabel 2. Item skala job insecurity setelah uji coba
No. Dimensi Favorable Unfavorable Total 1. Keinginan untuk terus
bekerja
3. Ancaman terhadap fitur pekerjaan
1,16,30, 32,33
3*,13*,17*,
23*,40* 5 4. Perasaan tidak berdaya 14,15,24,
28,34*
Reliabilitas adalah konsistensi hasil pengukuran apabila
pengukuran dilakukan beberapa kali terhadap suatu populasi atau
kelompok (Supratiknya, 2014). Suatu pengukuran yang mampu
menghasilkan menghasilkan data yang memiliki tingkat reliabilitas
tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel atau dapat dipercaya
(Azwar, 2015).
Penelitian ini merupakan salah satu pengukuran reliabilitas
menggunakan pendekatan penyajian skala satu kali atau yang disebut
insecurity diukur dengan menghitung nilai Alpha Cronbach (α)
menggunakan bantuan program IBM SPSS Statistic versi 22.
Sementara reliabilitas job insecurity secara keseluruhan diukur
menggunakan koefisien alpha terstratifikasi (alpha stratified).
Supratiknya (2014) menyebutkan koefisien minimum yang dianggap
memuaskan untuk suatu reliabilitas tes adalah 0,70.
Berdasarkan hasil uji coba, dimensi skala job insecurity
menghasilkan koefisien reliabilitas sebagai berikut:
Tabel 3. Reliabilitas Sebelum dan Setelah Seleksi Item
No. Dimensi Sebelum Setelah
1. Keinginan untuk terus
bekerja 0,362 0,713
2. Ancaman 0,740 0,750
3. Ancaman terhadap fitur
pekerjaan 0,433 0,708
4. Perasaan tidak berdaya 0,186 0,799
αstrat 0,798 0,890
Hasil koefisien alpha terstratifikasi yang diperoleh setelah
dilakukan seleksi item adalah 0,890. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa alat ukur job insecurity dapat dipercaya karena memiliki nilai
G. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengecek apakah data
penelitian yang diambil berasal dari populasi yang sebarannya
normal. Uji normalitas perlu dilakukan karena perhitungan statistik
parametrik mengasumsikan bahwa data yang akan dianalisis
berasal dari populasi yang sebarannya normal. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan analisis Kolmogorov-Smirnov dalam
program IBM SPSS Statistic versi 22. Data dikatakan memiliki
sebaran yang normal apabila hasil signifikansi (p) lebih besar dari
0,05 (p > 0,05) (Santoso, 2010).
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dalam rangka menguji kesamaan
varians setiap kelompok data (Supardi, 2013). Apabila syarat uji
homogenitas terpenuhi yaitu signifikasi (p) lebih besar dari 0,05 (p
> 0,05) dapat dikatakan bahwa varian antar kelompok memiliki
besar yang sama (Santoso, 2010).
2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik
Independent Sample t-test yaitu dengan menggunakan program IBM
SPSS Statistic versi 22. Pada dasarnya Independent Sample t-test
berhubungan (Santoso, 2010). Apabila data yang diperoleh tidak
terdistribusi normal, data yang didapatkan akan dianalisis
menggunakan statistik nonparametrik yaitu teknik Mann-Whitney U
35 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian mulai dilaksanakan pada tanggal 9 Januari 2017. Peneliti
terlebih dahulu meminta persetujuan dengan menyerahkan surat izin
penelitian kepada departemen External Relations PT. Vale Indonesia.
Setelah mendapatkan persetujuan peneliti mulai melaksanakan penelitian.
Peneliti melakukan pengambilan data pada tanggal 2 Februari 2017 sampai
dengan 18 Februari 2017. Peneliti menyebarkan skala pada karyawan tetap
dan karyawan outsourcing yang bekerja di PT. Vale Indonesia.
Penyebaran skala dilakukan dengan cara menitipkan skala kepada
karyawan yang bekerja di beberapa departemen yang berbeda untuk
membagikan skala tersebut. Peneliti menitipkan skala kepada karyawan
yang dipercaya dan telah terbiasa mengisi sebuah angket penelitian
sehingga dapat menjelaskan kepada karyawan lain cara mengerjakan dan
mengisi skala sesuai dengan petunjuk yang tertera.
Skala yang dapat dititipkan adalah sebanyak 160 skala. Kondisi
krisis yang dialami perusahaan membuat peneliti tidak mendapatkan akses
untuk masuk kedalam perusahaan sehingga peneliti hanya menitipkan
skala kepada karyawan disana. Skala yang kembali kepada peneliti
sebanyak 150 eksemplar, namun yang dapat digunakan untuk penelitian
adalah sebanyak 144 skala. Banyaknya skala yang gugur disebabkan
dan status karyawan. Selain itu, beberapa subjek tidak menjawab seluruh
pernyataan yang ada. Secara keseluruhan, total skala yang dapat digunakan
sebanyak 144 skala yang terdiri dari 72 orang karyawan tetap dan 72 orang
karyawan outsourcing.
B. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan tetap dan outsourcing
di PT. Vale Indonesia yang berlokasi di Soroako. Berdasarkan data
penelitian, didapatkan data demografik sebagai berikut:
Tabel 4. Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin No. Jenis
Kelamin Tetap Outsourcing Jumlah Persentase
1. Laki-laki 63 64 127 88,2 %
2. Perempuan 9 8 17 11,8 %
Total 72 72 144 100 %
Berdasarkan tabel 4, dapat diketahui bahwa subjek dengan jenis
kelamin laki-laki memiliki persentase lebih banyak yaitu sebesar 88,2%
dibandingkan perempuan dengan persentase sebesar 11,8%.
Tabel 5. Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia No. Rentang
Usia Tetap Outsourcing Jumlah Persentase
1. 21-30 3 26 29 20,1 %
2. 31-40 38 37 75 52,1 %
3. > 40 31 9 40 27,8 %
Total 72 72 144 100 %
Berdasarkan tabel 5, dapat diketahui bahwa subjek berusia 31 hingga
40 tahun merupakan subjek yang paling banyak dalam penelitian dengan
Tabel 6. Deskripsi Subjek Berdasarkan Pendidikan
No. Pendidikan Tetap Outsourcing Jumlah Presentase
1. SMA/SMK/STM 42 42 84 58,3 %
penelitian cukup beragam. Berdasarkan data pada tabel tersebut, subjek
dengan tingkat pendidikan SMA dan sederajatnya memiliki persentase
paling banyak yaitu 58,3%. Kemudian sebanyak 27,8% merupakan subjek
dengan tingkat pendidikan S1.
C. Deskripsi Data Penelitian
Berdasarkan data yang diperoleh, berikut hasil analisis mean teoritik
dan mean empirik penelitian:
Tabel 7. Data Teoritik dan Empirik
Job
Insecurity N
Data Teoritik Data Empirik
Sig.
maupun karyawan outsourcing lebih rendah dari nilai mean teoritiknya.
Mean empirik yang diperoleh karyawan tetap adalah sebesar 54,81
sementara mean teoritiknya sebesar 60. Berdasarkan uji One-Sample t-test
didapatkan nilai signifikansi (p) sebesar 0,000 (p < 0,05). Hal ini
teoritik dan mean empirik karyawan tetap. Berdasarkan hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa job insecurity yang dimiliki karyawan tetap
cenderung rendah. Sementara nilai mean empirik karyawan outsourcing
adalah sebesar 57,57 yang lebih rendah dari mean teoritiknya yaitu sebesar
60. Berdasarkan uji One-Sample t-test didapatkan hasil signifikansi (p)
sebesar 0,002 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan antara mean teoritik dan mean empirik karyawan
outsourcing. Sehingga dapat disimpulkan bahwa job insecurity pada
karyawan outsourcing cenderung rendah.
Untuk dapat mengetahui tingkat job insecurity yang diperoleh subjek
dalam penelitian ini, maka dilakukan pengkategorisasian. Kategorisasi
dilakukan untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok
yang posisinya berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut
yang diukur (Azwar, 2014). Berdasarkan kategorisasi dalam Azwar
(2014), kategorisasi skala job insecurity sebagai berikut:
Tabel 8. Kategorisasi Skala Job Insecurity
Grafik 1. Kategorisasi Job Insecurity
Berdasarkan norma kategorisasi skala job insecurity, data
menunjukkan bahwa sebagian besar subjek berada pada kategori sedang
dengan persentase sebesar 59,1%, dimana karyawan tetap berjumlah 40
subjek dan karyawan outsourcing sebanyak 45 subjek.
D. Hasil Analisis Data Penelitian 1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui kondisi sebaran
data yang ada apakah terdistribusi secara normal atau tidak. Teknik
analisis yang digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov pada IBM
SPSS Statistics versi 22. Data terdistribusi normal apabila memiliki
uji normalitas dimensi job insecurity karyawan tetap dan karyawan
outsourcing:
Tabel 9. Hasil Uji Normalitas Dimensi Job Insecurity
No. Dimensi Status Karyawan Tetap Outsourcing 1. Keinginan untuk terus
bekerja
,200 ,071
2. Ancaman ,091 ,200
3. Ancaman terhadap fitur
pekerjaan ,018 ,069
4. Perasaan tidak berdaya ,001 ,006
Berdasarkan hasil uji normalitas pada tabel 9 diketahui bahwa
dimensi keinginan untuk terus bekerja dan dimensi ancaman
memiliki sebaran data yang normal. Hal ini dibuktikan dengan nilai
signifikansi (p) yang diperoleh lebih besar dari 0,05 (p > 0,05).
Sementara pada dimensi ancaman terhadap fitur pekerjaan dan
dimensi perasaan tidak berdaya, nilai signifikansi (p) yang
diperoleh lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Hasil menunjukkan
bahwa sebaran data pada kedua dimensi tersebut tidak normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesamaan
varians setiap kelompok data. Pengukuran homogenitas
menggunakan Lavene’s test pada IBM SPSS Statistics versi 22. Uji
homogenitas terpenuhi apabila nilai signifikansi (p) yang diperoleh
Tabel 10. Hasil Uji Homogenitas Dimensi Job Insecurity
No. Dimensi Levene
Statistic df1 df2 Sig. 1. Keinginan untuk terus bekerja ,034 1 142 ,853
2. Ancaman ,310 1 142 ,579
3. Ancaman terhadap fitur
pekerjaan 3,176 1 142 ,077
4. Perasaan tidak berdaya ,018 1 142 ,893
Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa keempat dimensi job
insecurity memperoleh nilai signifikasi (p) lebih besar dari 0,05 (p
> 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa keempat dimensi job
insecurity memiliki variansi yang sama.
2. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan dua teknik, yaitu
Independet Sample t-test dan Mann-Whitney U dengan bantuan
program IBM SPSS Statistics versi 22. Teknik Independet Sample t-test
bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata
(mean) dari dua sampel tidak berhubungan yang memiliki sebaran data
normal. Sementara teknik Mann-Whitney U digunakan untuk data yang
sebarannya tidak normal.
Tabel 11. Uji Hipotesis Dimensi Job Insecurity
No. Dimensi Mean Sig. (1-tailed) Tetap Outsourcing
1. Keinginan terus bekerja 19,15 19,44 0,285
2. Ancaman 18,13 18,68 0,189
3. Ancaman terhadap fitur
pekerjaan 9,93 11,39 0,003
4. Perasaan tidak berdaya 7,60 8,06 0,060
Tabel 11 menunjukkan bahwa tiga dimensi job insecurity yaitu
memiliki nilai signifikansi (p) diatas 0,05 (p > 0,05). Hasil ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan job insecurity yang
signifikan untuk dimensi keinginan terus bekerja, ancaman, dan
perasaan tidak berdaya pada karyawan tetap dan karyawan
outsourcing. Sementara pada dimensi ancaman terhadap fitur
pekerjaan diperoleh nilai signifikansi (p) sebesar 0,003 (p < 0,05).
Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan job insecurity yang
signifikan pada dimensi ancaman terhadap fitur pekerjaan antara
karyawan tetap dan karyawan outsourcing. Mean pada dimensi
ancaman terhadap fitur pekerjaan memperlihatkan bahwa karyawan
outsourcing merasakan job insecurity yang lebih tinggi pada dimensi
ini daripada karyawan tetap dengan mean sebesar 11,39.
E. Analisis Tambahan
1. Analisis Berdasarkan Deskripsi Subjek
Tabel 12. Perbedaan Mean Usia
No. Rentang Usia Jumlah Mean One-Sample
Pada tabel 12 dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan job
insecurity antara karyawan yang berusia 21-30 tahun dengan karyawan
berusia diatas 40 tahun. Hal ini terlihat dari hasil uji Independent
Sample t-test yang memperoleh nilai signifikansi (p) sebesar 0,873.
Selain itu, melalui uji One-sample t-test diketahui bahwa nilai