• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman pada materi sistem imun.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman pada materi sistem imun."

Copied!
280
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA

KELAS XI MIA 2 SMA NEGERI 1 PRAMBANAN SLEMAN PADA MATERI SISTEM IMUN

Fenti Ariningsih Universitas Sanata Dharma

2015

Hasil observasi ditemukan berbagai masalah pada siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman seperti nilai rata-rata kelas hanya 58 dan belum mencapai KKM, selain itu sikap dan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran tergolong rendah yang dapat dilihat dari aktivitas siswa di kelas. Penelitian ini bertujuan meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas tersebut pada materi sistem imun dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

Subyek penelitian adalah siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman semester genap tahun pembelajaran 2014/2015. Jumlah siswa sebanyak 30 siswa. Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan kelas Kemmis dan Mc Taggart. Penelitian ini menggunakan dua macam instrumen yakni instrumen pembelajaran dan instrumen pengumpulan data.

Setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, hasil belajar dan motivasi siswa mengalami peningkatan. Persentase ketuntasan belajar aspek kognitif siklus I sebesar 26,67% dan pada siklus II meningkat menjadi sebesar 76,67%. Peningkatan juga terlihat pada nilai rata-rata dari 54,53 pada siklus I menjadi 77,43 pada siklus II. Sedangkan persentase hasil belajar afektif siklus I sebesar 83,33% siswa tergolong kategori tinggi, dan pada siklus II meningkat menjadi 100% siswa tergolong kategori tinggi. Hasil motivasi pada siklus I sebanyak 86,67% siswa tergolong dalam kategori tinggi dan sangat tinggi kemudian meningkat sebesar 100% siswa tergolong dalam kategori tinggi dan sangat tinggi pada siklus II.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman pada materi sistem imun.

(2)

ABSTRACT

THE APPLICATION OF JIGSAW COOPERATIVE LEARNING TYPE TO IMPROVE MOTIVATION AND STUDENTS’ LEARNING OUTCOMES

GRADE XI MIA 2 OF SMA NEGERI 1 PRAMBANAN SLEMAN IN IMMUNE SYSTEM MATERIAL

Fenti Ariningsih Sanata Dharma University

2015

Based on the observation’s result is found several problems in class XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan such as the average value of the class is 58 that have not yet reach the KKM standard, besides of that attitude and motivation to learn of the student is low it shown from the student activity in class. The purpose of this reserch is to improve motivation and the study result of SMA Negeri 1 Prambanan Sleman students grade XI MIA 2 in system immune material using application of jigsaw cooperative learning type.

The subject of this research is the students of SMA Negeri 1 Prambanan Sleman grade XI MIA 2 in the second semester of 2014/2015. The number of students learning were as many as 30 students. The research is using the research model of Kemmis and Mc Taggart. This study uses two kinds of instruments that learning instruments and data collection instruments.

The students’ results study and motivations increased after the model of jigsaw coopertive lerning type applied. The precentage of mastery cognitive aspects of the first cycle is 26,67% and the second cycle increased to 76,67%. The improvement also can be seen in the average from 54,53 in the first cycle becomes 77,43 in the second cycle. Meanwhile the precentage of affective learning outcomes first cycle 83,33% is classified as high category, and the second cycle increased to 100% of students are also classified as high category. The motivations’ result in the first cycle 86,67% students are classified as high category and very hig, then increased 100% of students are classified as high category and very high in the second cycle.

Based on the results of this study can be concluded that the application of jigsaw cooperative learning type can improve motivations and students’ result study grade XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman on the immune system material.

(3)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA

KELAS XI MIA 2 SMA NEGERI 1 PRAMBANAN SLEMAN PADA MATERI SISTEM IMUN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh :

FENTI ARININGSIH NIM : 111434014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA

KELAS XI MIA 2 SMA NEGERI 1 PRAMBANAN SLEMAN PADA MATERI SISTEM IMUN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh :

FENTI ARININGSIH NIM : 111434014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

PERSEMBAHAN

Ku Persembahkan Karya ini Untuk :

Allah SWT yang telah mendampingi dalam setiap langkah dan usahaku

Kedua Orang Tuaku Bapak Kemis Susanto dan Ibu Lilik Maeni yang selalu

memberikan rasa cinta, semangat, dan doa

Keluarga besar yang ada di Purbasakti yang terus mendukung dan mendoakan

Sahabat-sahabat Pendidikan Biologi 2011 yang memberikan semangat dan

pengalaman yang luar biasa

(8)

v MOTTO

“Terkadang kita harus menyelami bagian terdalam diri kita untuk memecahkan masalah kita”

“Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke gagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat(Winston

Chuchill)”

(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 21 Agustus 2015 Penulis

(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Fenti Ariningsih

Nomor Mahasiswa : 111434014

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI MIA 2 SMA NEGERI 1 PRAMBANAN SLEMAN PADA MATERI SISTEM IMUN.

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Dibuat di : Yogyakarta

Pada tanggal : 21 Agustus 2015 Yang menyatakan

(11)

viii ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA

KELAS XI MIA 2 SMA NEGERI 1 PRAMBANAN SLEMAN PADA MATERI SISTEM IMUN

Fenti Ariningsih Universitas Sanata Dharma

2015

Hasil observasi ditemukan berbagai masalah pada siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman seperti nilai rata-rata kelas hanya 58 dan belum mencapai KKM, selain itu sikap dan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran tergolong rendah yang dapat dilihat dari aktivitas siswa di kelas. Penelitian ini bertujuan meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas tersebut pada materi sistem imun dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

Subyek penelitian adalah siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman semester genap tahun pembelajaran 2014/2015. Jumlah siswa sebanyak 30 siswa. Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan kelas Kemmis dan Mc Taggart. Penelitian ini menggunakan dua macam instrumen yakni instrumen pembelajaran dan instrumen pengumpulan data.

Setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, hasil belajar dan motivasi siswa mengalami peningkatan. Persentase ketuntasan belajar aspek kognitif siklus I sebesar 26,67% dan pada siklus II meningkat menjadi sebesar 76,67%. Peningkatan juga terlihat pada nilai rata-rata dari 54,53 pada siklus I menjadi 77,43 pada siklus II. Sedangkan persentase hasil belajar afektif siklus I sebesar 83,33% siswa tergolong kategori tinggi, dan pada siklus II meningkat menjadi 100% siswa tergolong kategori tinggi. Hasil motivasi pada siklus I sebanyak 86,67% siswa tergolong dalam kategori tinggi dan sangat tinggi kemudian meningkat sebesar 100% siswa tergolong dalam kategori tinggi dan sangat tinggi pada siklus II.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman pada materi sistem imun.

(12)

ix ABSTRACT

THE APPLICATION OF JIGSAW COOPERATIVE LEARNING TYPE TO IMPROVE MOTIVATION AND STUDENTS’ LEARNING OUTCOMES GRADE XI MIA 2 OF SMA NEGERI 1 PRAMBANAN

SLEMAN IN IMMUNE SYSTEM MATERIAL Fenti Ariningsih

Sanata Dharma University 2015

Based on the observation’s result is found several problems in class XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan such as the average value of the class is 58 that have not yet reach the KKM standard, besides of that attitude and motivation to learn of the student is low it shown from the student activity in class. The purpose of this reserch is to improve motivation and the study result of SMA Negeri 1 Prambanan Sleman students grade XI MIA 2 in system immune material using application of jigsaw cooperative learning type.

The subject of this research is the students of SMA Negeri 1 Prambanan Sleman grade XI MIA 2 in the second semester of 2014/2015. The number of students learning were as many as 30 students. The research is using the research model of Kemmis and Mc Taggart. This study uses two kinds of instruments that learning instruments and data collection instruments.

The students’ results study and motivations increased after the model of jigsaw coopertive lerning type applied. The precentage of mastery cognitive aspects of the first cycle is 26,67% and the second cycle increased to 76,67%. The improvement also can be seen in the average from 54,53 in the first cycle becomes 77,43 in the second cycle. Meanwhile the precentage of affective learning outcomes first cycle 83,33% is classified as high category, and the second cycle increased to 100% of students are also classified as high category. The motivations’ result in the first cycle 86,67% students are classified as high category and very hig, then increased 100% of students are classified as high category and very high in the second cycle.

Based on the results of this study can be concluded that the application of jigsaw cooperative learning type can improve motivations and students’ result study grade XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman on the immune system material.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah memberi rahmat dan karunia yang luar biasa melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman Pada Materi Sistem Imun”.

Skripsi ini diselesaikan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada program studi Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa selama menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, dan peran serta pihak-pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan trimakasih kepada :

1. Allah SWT yang selalu memberikan perlindungan dan berkatNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi.

2. Bapak Rohandi, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

4. Bapak Drs. A. Tri Priantoro, M. For. Sc selaku Ketua Prodi Pendidikan Biologi.

5. Ibu Ika Yuli Listyarini, M.Pd selaku dosen pembimbing yang telah memberi bimbingan dan arahan dalam rangka penyelesaian skripsi ini. 6. Segenap dosen dan karyawan program studi pendidikan biologi yang

dengan tulus dan sabar membagikan ilmu dan membimbing penulis. 7. Bapak Rochmat Yuwono, S.Pd selaku guru bidang studi biologi SMA

(14)

xi

8. Siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman atas kerjasama dan partisipasi penuhnya dalam penelitian yang telah dilakukan.

9. Kedua orang tua tercinta, Bapak Kemis Susanto dan Ibu Lilik Maeni yang senantiasa mendoakan, mendukung, dan mengarahkan penulis serta sebagai sumber motivasi utama peneliti dalam menyelesaikan skripsi. 10.Sahabat-sahabat tercinta Nining Sugiarti, Maria Benigna, Lia Wuryan

Driyani, Salma Yunita Sari dan Fransiska Fenti Damayanti yang telah membantu, memberi dukungan, dan isnpirasi kepada penulis selama menempuh studi.

11.Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Biologi 2011 yang telah memberikan semangat, dukungan, dan pengalaman luar biasa kepada penulis.

12.Teman-teman kos Griya Amada Mba Sepen, Venta, Selpa, Risa, Yanti dan Ririn, yang sudah banyak membantu dan memberi semangat kepada peneliti sehingga terselesainya penulisan skripsi ini.

13.Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta, 21 Agustus 2015 Penulis

(15)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.... ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.. ... ii

HALAMAN PENGESAHAN.. ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO... ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian... 7

E. Manfaat Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Belajar ... 9

B. Pembelajaran ... 12

C. Motivasi Belajar ... 14

D. Hasil Belajar ... 21

E. Pembelajaran Kooperatif ... 32

F. Pembelajaran Kooperatif Jigsaw ... 41

(16)

xiii

H. Materi Pembelajaran Sistem Imun ... 44

I. Pembelajaran Materi Sistem Imun dengan Jigsaw ... 45

J. Penelitian yang Relevan ... 46

K. Kerangka Berfikir ... 47

L. Hipotesis ... 49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 50

A. Jenis Penelitian ... 50

B. Setting Penelitian... 50

C. Rancangan Tindakan ... 51

D. Instrumen Penelitian ... 58

E. Metode Analisis Data ... 63

F. Indikator Keberhasilan ... 67

G. Personalia ... 67

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 68

B. Deskripsi dan Hasil Penelitian ... 88

B. Pembahasan ... 88

C. Kendala dalam Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 101

A. Kesimpulan... 101

B. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 103

(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Cara Pengukuran Hasil Belajar ... 31

Tabel 3.1. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 59

Tabel 3.2. Kisi-Kisi Kuisioner Motivasi Belajar Awal ... 61

Tabel 3.3. Kisi-Kisi Kuisioner Motivasi Belajar Akhir ... 61

Tabel 3.4. Kisi-Kisi Hasil Belajar Aspek Afektif ... 62

Tabel 3.5. Kriteria Hasil Persentase Skor Observasi Aspek Afektif Siswa terhadap Pembelajaran ... 65

Tabel 3.6. Panduan Pemberian Skor Kuisioner ... 65

Tabel 3.7. Kriteria Motivasi Belajar ... 66

Tabel 3.8. Indikator Keberhasilan ... 67

Tabel 4.1. Hasil Analisis Nilai Pre Test Siwa Kelas XI MIA 2 ... 75

Tabel 4.2. Hasil Analisis Nilai Post Test Siklus I Kelas XI MIA 2 ... 76

Tabel 4.3. Hasil Belajar Aspek Afektif Siklus I Kelas XI MIA 2 ... 77

Tabel 4.4. Hasil Analisis Motivasi Belajar Awal Siswa Kelas XI MIA 2 ... 77

Tabel 4.5. Hasil Analisis Nilai Post Test Siklus II Kelas XI MIA 2 ... 84

Tabel 4.6. Hasil Belajar Aspek Afektif Siklus II Kelas XI MIA 2 ... 85

(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ... 48

Gambar 3.1. Desain PTK Model Kemmis dan Mc Taggart ... 51

Gambar 4.1. Para Siswa Sedang Mencari Sumber Informasi dan Referensi ... 71

Gambar 4.2. Siswa Sedang Melakukan Kegiatan Presentasi ... 73

Gambar 4.3. Suasana Pembelajaran Siklus I Siswa dalam Kelompok asal (kiri) dan Siswa dalam Kelompok Ahli (Kanan) ... 74

Gambar 4.4. Suasana Pembelajaran pada Siklus II ... 84

Gambar 4.5. Peningkatan Hasil Belajar Kognitif Siklus I dan Siklus II ... 91

Gambar 4.6. Peningkatan Rata-rata Kelas XI MIA 2 ... 92

(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Silabus Pembelajaran Sistem Imun ... 106

Lampiran 2. Rencana Pelaksanan Pembelajaran ... 111

Lampiran 3. Lembar Diskusi Siswa ... 125

Lampiran 4. Kisi-kisi Kuisioner Motivasi Belajar Siswa ... 135

Lampiran 5. Kuisioner Motivasi Belajar Siswa Awal dan Akhir ... 136

Lampiran 6. Kisi-kisi Soal Pre Test ... 143

Lampiran 7. Soal Pre Test ... 145

Lampiran 8. Kisi-kisi Soal Post Test I ... 154

Lampiran 9. Soal Post Test I ... 155

Lampiran 10. Kisi-kisi Soal Post Test II ... 166

Lampiran 11. Soal Post Test II ... 167

Lampiran 12. Lembar Observasi ... 177

Lampiran 13. Surat Ijin Penelitian ... 179

Lampiran 14. Surat Keterangan Selesai Ujian ... 180

Lampiran 15. Pembagian Kelompok Siklus I dan Siklus II ... 181

Lampiran 16. Daftar Kehadiran Siswa Kelas XI MIA 2 ... 182

Lampiran 17. Analisis Hasil Kuisioner Motivasi Belajar ... 183

Lampiran 18. Sampel Hasil Kuisioner Motivasi Awal ... 185

Lampiran 19. Sampel Hasil Kuisioner Motivasi Akhir ... 194

Lampiran 20. Analisis Hasil Belajar Aspek Kognitif (Post Test) Siklus I ... 206

Lampiran 21. Sampel Hasil Post Test Siklus I ... 208

Lampiran 22. Analisis Hasil Belajar Aspek Afektif Siklus I ... 218

Lampiran 23. Sampel Hasil Observasi (Afektif Siklus I) ... 220

Lampiran 24. Sampel Hasil Lembar Diskusi Siswa 1 ... 228

Lampiran 25. Sampel Hasil Lembar Diskusi Siswa 2 ... 230

Lampiran 26. Sampel Hasil Lembar Diskusi Siswa 3 ... 233

Lampiran 27. Sampel Hasil Lembar Diskusi Siswa 4 ... 236

Lampiran 29. Analisis Hasil Belajar Aspek Kognitif (Post Test) Siklus II ... 237

Lampiran 29. Sample Hasil Post TeST Siklus II ... 239

(20)

xvii

Lampiran 31. Sampel Hasil Lembar Observasi (Afektif) Siklus II ... 251

Lampiran 32. Nilai Hasil Belajar Aspek Kognitif Siswa Kelas XI MIA 2 ... 255

Lampiran 33. Nilai Hasil Belajar Aspek Afektif ... 256

Lampiran 34.Dokumentasi Penelitian ... 257

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Keberhasilan pendidikan di Indonesia sangat tergantung pada beberapa faktor di antaranya guru sebagai fasilitator dan motivator bagi siswa, sarana dan prasarana (termasuk metode dan media pembelajaran) dan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar. Guru merupakan kunci dalam peningkatan mutu pendidikan dan mereka berada pada titik sentral dari setiap usaha reformasi pendidikan yang diarahkan pada perubahan kualitatif. Guru bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan dan menciptakan suasana yang mendorong siswa untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan di kelas. Untuk menunjang tugas tersebut diperlukan pemilihan metode yang tepat dan sesuai dengan materi atau konsep yang akan diajarkan (variasi gaya mengajar guru). Metode mengajar yang dipakai guru akan berpengaruh pula terhadap cara belajar siswa, yang mana setiap siswa mempunyai cara belajar yang berbeda-beda dengan siswa lainnya. Dengan menggunakan metode yang tepat diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa dalam proses pembelajaran.

(22)

terjadinya interaksi antar siswa untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal. Sejalan dengan perkembangan penelitian di bidang pendidikan maka ditemukan model-model pembelajaran baru yang dapat meningkatkan interaksi siswa dalam proses belajar mengajar, yang dikenal dengan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto,2010).

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara guru biologi kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman, salah satu permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran ialah penyampaian materi oleh guru yang kurang bervariasi. Guru cenderung menggunakan metode ceramah dan memberikan handout khususnya pada materi sistem imun, sehingga menyebabkan siswa kurang berminat untuk belajar biologi dan siswa kurang memahami materi yang diberikan. Hal tersebut berdampak pada hasil pembelajaran yang tidak memenuhi standar KKM yaitu 75.

(23)

memperoleh nilai di bawah KKM yang ditentukan. Dari data tersebut jelas bahwa hasil belajar siswa kelas XI MIA 2 pada materi sistem imun perlu ditingkatkan.

Dalam sebuah proses pembelajaran, seharusnya siswa dapat berperan aktif. Peran aktif siswa yang berhubungan dengan kemauan atau motivasi siswa dapat terlihat dari cara siswa mempersiapkan diri sebelum belajar. Siswa yang termotivasi dan ingin berprestasi akan mempersiapkan diri sebelum proses belajar dimulai. Siswa yang akan mempersiapkan peralatan belajar seperti buku, alat tulis, dan lain sebagainya. Hasil observasi yang dilakukan peneliti pada siswa kelas XI MIA 2 Negeri 1 Prambanan Sleman diperoleh sebanyak 50% siswa yang menyiapkan peralatan belajar. Siswa yang mendengarkan saat guru menerangkan adalah sebanyak 56%. Siswa yang mencatat hal-hal penting saat pelajaran berlangsung adalah sebanyak 20 %. Siswa yang bertanya mengenai materi yang disampaikan oleh guru adalah sebanyak 10%. Siswa yang mengerjakan tugas adalah sebanyak 75%.

(24)

metode yang dapat merangsang siswa agar aktif dan antusias dalam proses pembelajaran, sebagai contoh penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

Menurut Lie dalam Majid (2013) pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama saling ketergantungan pasif dan bertanggung jawab secara mandiri. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yaitu dapat melibatkan seluruh peserta didik dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain, sehingga siswa memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan pembelajaran (Zaini, dkk, 2008). Sedangkan kekurangannya adalah memerlukan waktu yang relatif lama, memerlukan persiapan yang matang dan memerlukan perhatian dan pengawasan ekstra ketat dari guru (Wardani, 2002).

(25)

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman?

2. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman?

C.Batasan Masalah

Agar pengkajian masalah dalam penelitian ini tidak terlalu luas maka diperlukan suatu batasan masalah. Berdasarkan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI MIA 2, dari 4 kelas XI MIA yang ada di SMA Negeri 1 Prambanan Sleman semester 2 tahun pembelajaran 2014/2015. Penelitian ini memilih kelas XI MIA 2 karena motivasi dan hasil belajar siswa paling rendah.

2. Obyek penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Materi Pokok

(26)

hidup manusia dengan kekebalan yang dimilikinya melalui program immunisasi sehingga dapat terjaga proses fisiologi di dalam tubuh serta Kompetensi Dasar 4.16 menyajikan data jenis-jenis imunisasi (aktif dan pasif) dan jenis-jenis penyakit yang dikendalikannya.

b. Model Pembelajaran

Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai enam orang secara heterogen dan siswa bekerjasama saling ketergantungan pasif dan bertanggung jawab secara mandiri Lie dalam Majid (2013).

c. Motivasi

(27)

d. Hasil Belajar

Hasil belajar yang digunakan oleh peneliti yaitu ranah kognitif dan ranah afektif. Ranah kognitif diukur dengan hasil post-test setiap akhir siklusnya sedangkan ranah afektif yang dapat diukur menggunakan lembar observasi meliputi aspek receiving (penerimaan), responding (jawaban), valuing (penilaian) dan organization (pengorganisasian).

D.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar siswa kelas XI MIA SMA Negeri 1 Prambanan Sleman Pada Materi Sistem Imun melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas XI MIA SMA Negeri 1 Prambanan Sleman Pada Materi Sistem Imun melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

E.Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti

(28)

2. Bagi siswa

a. Siswa dapat berperan aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. b. Siswa dapat memahami materi imun dengan efektif.

c. Siswa termotivasi untuk mempelajari Biologi. 3. Manfaat bagi guru

Guru dapat memperoleh suatu variasi strategi pembelajaran yang menyenangkan dan dapat memotivasi siswa.

4. Bagi sekolah

(29)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Belajar

1. Pengertian Belajar

Menurut Dahar (2006) belajar dihasilkan dari pengalaman dengan lingkungan yang di dalamnya terjadi hubungan-hubungan antara stimulus dan respon. Menurut Winkel (2009) belajar adalah suatu aktifitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Sedangkan belajar menurut Slameto (2010) adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh sustu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.

(30)

2. Prinsip Belajar

Menurut Suprijono (2009) ada tiga prinsip dalam belajar yaitu: pertama, prinsip belajar adalah perubahan perilaku yang memiliki ciri-ciri

sebagai berikut:

a. Sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang disadarai.

b. Kontinu atau berkesinambungan dengan prilaku lainnya. c. Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup.

d. Positif atau berakumulasi.

e. Aktif atau sebagi usaha yang direncanakan dan dilakukan. f. Permanen atau tetap.

g. Bertujuan dan terarah.

h. Mencangkup keseluruhan potensi kemanusiaan.

Kedua, belajar merupakan proses. Belajar terjadi karena didorong

kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistemik yang dinamis, konstruktif, dan organik. Belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai komponen belajar. Dan Ketiga, belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari interaksi antara siswa dengan lingkungannya.

(31)

pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Bruner menyarankan agar siswa-siswi hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.

Pengetahuan yang didapat dengan belajar dari teori Bruner menunjukkan beberapa kebaikan seperti pengetahuan itu bertahan lama atau lama diingat atau lebih mudah diingat bila dibandingakan dengan pengetahuan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain; hasil belajar dari penemuan siswa mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil belajar lainnya; dan secara menyeluruh dapat meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas.

3. Tujuan Belajar

Menurut Suprijono (2009) tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional, lazim dinamakan intructional affects, yang biasa berbentuk pengetahuan dan ketrampilan.

(32)

logis dari siswa “menghidupi” (live in) suatu sistem lingkungan belajar

tertentu.

B. Pembelajaran

Menurut Wingkel dalam Siregar (2011), pembelajaran adalah tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa. Menurut Gagne dan Brigga dalam Majid (2013), pembelajaran adalah rangkaian peristiwa (events) yang memengaruhi pembelajaran sehingga proses belajar dapat berlangsung dengan mudah. Pembelajaran tidak hanya terbatas pada event-event yang dilakukan oleh guru, tetapi mencangkup semua events yang

mempunyai pengaruh langsung pada proses belajar yang meliputi kejadian-kejadian yang diturunkan dari bahan-bahan cetak, gambar, program radio, televisi, film, slide, maupun kombinasi dari bahan-bahan tersebut.

Secara sederhana istilah pembelajaran (instruction) bermakna sebagai “upaya untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya (effort) dan berbagai strategi, metode, dan pendekatan ke arah pencapaian tujuan yang telah direncanakan”. Pembelajaran dapat pula

(33)

Dengan demikian, pada dasarnya pembelajaran merupakan kegiatan terencana yang mengkondisikan atau merangsang seseorang agar bisa belajar dengan baik sesuai dengan tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu, kegiatan pembelajaran akan bermuara pada dua kegiatan pokok. Pertama, bagaimana orang melakukan tindakan perubahan tingkah laku melalui kegiatan belajar. Kedua, bagaimana orang melakukan tindakan penyampaian ilmu pengetahuan melalui kegiatan belajar. Hal ini menunjukkan bahwa makna pembelajaran merupakan kondisi eksternal kegiatan belajar yang antara lain dilakukan oleh guru dalam mengkondisikan seseorang untuk belajar.

Dalam pembelajaran, terjadi proses komunikasi untuk menyampaikan pesan dari pendidik kepada peserta didik dengan tujuan agar pesan dapat diterima dengan baik dan berpengaruh terhadap pemahaman serta perubahan tingkah laku. Dengan demikian, keberhasilan kegiatan pembelajaran sangat tergantung kepada efektivitas proses komunikasi yang terjadi dalam pembelajaran tersebut (Majid, 2013).

(34)

siswa bahwa mengajar yang didesaian guru harus berorientasi pada aktivitas siswa.

C. Motivasi Belajar

1. Pengertian Motivasi Belajar

Menurut Gintings (2010) motivasi dalam belajar dapat diartikan sesuatu yang menggerakkan atau mendorong murid untuk belajar atau menguasi materi pembelajaran yang sedang diikutinya. Tanpa motivasi, murid tidak akan tertarik dan serius dalam mengikuti pelajaran. Sebaliknya, dengan motivasi yang tinggi, murid akan tertarik dan terlibat aktif bahkan berinisiatif dalam proses pembelajaran.

Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, sehingga murid merasa senang dan semangat dalam belajar. Murid yang memiliki motivasi kuat akan akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.

2. Fungsi Motivasi Belajar

Menurut Angkowo dan Kosasih (2007) motivasi akan menentukan intensitas usaha murid untuk melakukan sesuatu termasuk melakukan belajar.

(35)

a. Mendorong manusia untuk berbuat sehingga motivasi berfungsi sebagai penggerak atau motivasi sebagai pendorong dari setiap kegiatan belajar.

b. Menentukan arah perbuatan, kegiatan pembelajaran yakni ke arah tujuan belajar yang hendak dicapai.

c. Menyeleksi kegiatan pembelajaran, yakni menentukan kegiatan-kegiatan apa yang harus dikerjakan yang sesuai guna mencapai tujuan pembelajaran dengan menyelaksi kegiatan-kegiatan yang tidak menunjang bagi pencapaian tujuan tersebut.

3. Macam-Macam Motivasi

Menurut Uno (2007) motivasi dibedakan menjadi dua macam yaitu:

a. Motivasi Instrinsik

Motivasi instrinsik timbulnya tidak memerlukan rangsangan dari luar karena memang telah ada dalam diri individu sendiri, atau sesuai atau sejalan dengan kebutuhannya. Motivasi instrinsik dapat ditimbulkan dengan menumbuhkan dan mengembangkan minat terhadap bidang studi yang relevan. Sebagai contoh, memberitahukan sasaran yang hendak dicapai dalam bentuk tujuan instruksional pada saat pembelajaran akan dimulai yang menimbulkan motivasi keberhasilan mencapai sasaran.

(36)

2011). Motivasi intrinsik yang terdapat dalam diri siswa berguna dalam situasi belajar yang fungsional. Misalnya keinginan untuk mendapat ketrampilan tertentu, memperoleh informasi dan pengertian, mengembangkan sikap untuk berhasil, menyenangi kehidupan, menyadari sumbangannya terhadap usaha kelompok, keinginan diterima oleh orang lain, dan lain-lain (Hamalik, 2003).

Dalam aktivitas belajar, motivasi intrinsik sangat diperlukan, terutama belajar sendiri. Seseorang yang tidak memiliki motivasi intrinsik sulit sekali melakukan aktivitas belajar terus menerus. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik selalu ingin maju dalam belajar. Keinginan itu dilatarbelakangi oleh pemikiran yang positif, bahwa semua mata pelajaran yang dipelajari sekarang akan dibutuhkan dan sangat berguna kini dan dimasa mendatang (Djamarah,2011). b. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik timbul karena adanya rangsangan dari luar individu, misalnya dalam bidang pendidikan terdapat minat yang positif terhadap kegiatan pendidikan yang timbul karena melihat manfaatnya.

(37)

a. Anak didik

Pendidik memerlukan anak didiknya, sebagai manusia yang berpribadi, menghargai pendapatnya, pikirannya, perasaannya, maupun keyakinannya.

b. Metode

Pendidik menggunakan berbagai metode dalam melaksanakan kegiatan dalam kependidikan.

c. Bimbingan

Pendidik senantiasa memberikan bimbingan dan juga pengarahan kepada anak didiknya dan membantu apabila mengalami kesulitan, baik yang bersifat pribadi maupun akademis.

d. Pengetahuan yang luas

Pendidik harus mempunyai pengetahuan yang luas dan penguasaan bidang studi atau materi yang diajarkan kepada peserta didiknya. e. Profesionalisme guru dalam profesinya

Pendidik harus mempunyai rasa cinta dan sifat pengabdian kepada profesinya sebagai pendidik.

4. Upaya-Upaya Memotivasi Siswa dalam Belajar

(38)

Imron (2006), mengemukakan beberapa upaya yang dapat dilakukan guna meningkatkan motivasi belajar siswa. Beberapa upaya tersebut adalah:

a. Mengoptimalkan unsur-unsur dinamis pembelajaran.

b. Mengoptimalkan upaya guru saat mengajar dikelas juga menjadi faktor yang mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar. Jika guru tidak semangat dalam proses pembelajaran maka siswa cenderung tidak memiliki motivasi belajar, tetapi jika guru bersemangat dalam melaksanakan pembelajaran maka motivasi siswa dalam belajar akan lebih baik. Hal-hal yang perlu disajikan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran haruslah menarik sehingga dapat mempengaruhi tumbuhnya motivasi siswa dengan kemampuan yang dimiliki.

c. Mengembangkan aspirasi, partisipasi dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.

5. Bentuk-Bentuk Motivasi dalam Belajar

Motivasi ekstrinsik sangat diperlukan bila ada di antara anak didik yang kurang berminat mengikuti pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Peranan motivasi ekstrinsik cukup besar untuk membimbing anak didik dalam belajar. Untuk seorang guru biasanya memanfaatkan motivasi ekstrinsik untuk meningkatkan minat anak didik agar lebih bergairah dalam belajar meski terkadang tidak tepat (Djamarah, 2011).

(39)

dimanfaatkan dalam rangka mengarahkan belajar anak didik di kelas, sebagai berikut.

a. Memberi Angka

Umumnya setiap siswa ingin mengetahui hasil pekerjanya, yakni berupa angka yang diberikan oleh guru. Siswa yang mendapatkan angka baik, akan mendorong motivasi belajarnya menjadi lebih besar, sebaiknya siswa yang mendapatkan angka kurang, mungkin menimbulkan frustasi atau dapat juga menjadi pendorong agar belajar lebih baik (Hamalik, 2003)

b. Pujian

Pemberian pujian kepada siswa atas hal-hal yang telah dilakukan dengan berhasil, besar manfaatnya sebagai pendorong belajar karena pujian menimbulkan rasa puas dan senang (Hamalik, 2003)

c. Hadiah

(40)

d. Kerja Kelompok

Dalam kerja kelompok di mana melakukan kerja sama dalam belajar, setiap anggota kelompok turut serta, terkadang perasaan untuk mempertahankan nama baik kelompok menjadi pendorong yang kuat dalam perbuatan belajar (Hamalik, 2003).

6. Indikator Motivasi Belajar

Dalam kamus besar bahasa indonesia, indikator adalah alat pemantau (sesuatu) yang dapat memberikan petunjuk atau keterangan (Depdikbud, 1991). Ada beberapa indikator siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi, hal ini dapat dikenali melalui proses belajar di kelas maupun di rumah. Indikator motivasi menurut Slameto (2010) adalah: a. Rasa suka atau rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa

ada yang menyuruh.

b. Keseriusan dalam melakukan aktivitas di kelas

c. Adanya kesiapan siswa untuk mengikuti pelajaran di kelas

d. Penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri

e. Partisipasi siswa dalam suatu aktivitas

Indikator motivasi belajar siswa menurut Sudjana (2012) dapat di klasifikasikan sebagai berikut:

a. Perhatian siswa terhadap pelajaran

b. Semangat siswa untuk melakukan tugas-tugas belajarnya

(41)

d. Reaksi yang di tunjuk siswa terhadap stimulus yang di berikan guru e. Rasa senang dan puas dalam mengerjakan tugas yang di berikan f. Penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan

Fokus dalam penelitian ini menggunakan dua macam motivasi yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan b. Kesiapan siswa untuk mengikuti pelajaran di kelas

c. Rasa suka atau ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh

d. Keseriusan siswa dalam melakukan aktivitas pelajaran di kelas e. Partisipasi siswa dalam suatu aktivitas

D. Hasil Belajar

1. Pengertian Hasil Belajar

(42)

menerapkan (apply), menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan menciptakan (create).

a. Ranah Kognitif

1. Mengingat (Remember)

Mengingat merupakan usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari memori atau ingatan yang telah lampau, baik yang baru saja didapatkan maupun yang sudah lama didapatkan. Mengingat merupakan dimensi yang berperan penting daam proses pembelajaran yang bermakna (maningful learning) dan pemecahan masalah (problem solving). Kemampuan ini dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang jauh lebih kompleks. Mengingat meliputi mengenali (recognition) dan memanggil kembali (recalling).

2. Memahami/mengerti (Understand)

Memahami/mengerti berkaitan dengan membangun sebuah pengertian dari berbagai sumber seperti pesan, bacaan dan komunikasi. Memahami/mengerti berkaitan dengan aktivitas mengklasifikasikan (classification) dan membandingkan (comparing).

3. Menerapkan (Apply)

(43)

berkaitan dengan dimensi pengetahuan prosedural (procedural knowledge). Menerapkan meliputi kegiatan menjalankan prosedur

(executing) dan mengimplementsikan (implementing). 4. Menganalisis (Analyze)

Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap-tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat menimbulkan permasalahan. Mengalisis berkaitan dengan proses kognitif memberi atribut (attributeing) dan mengorganisasikan (organizing).

5. Mengevaluasi (Evaluate)

(44)

6. Menciptakan (Create)

Menciptakan sangat berkaitan erat dengan pengalaman belajar siswa pada pertemuan sebelumnya. Meskipun menciptakan mengarah pada proses berpikir kreatif, namun tidak secara total berpengaruh pada kemampuan siswa untuk menciptakan. Menciptakan di sini mengarahkan siswa untuk dapat melaksanakan dan menghasilkan karya yang dapat dibuat oleh semua siswa. Menciptakan meliputi menggeneralisasikan (generating) dan memproduksi (producing). Menggeneralisasikan merupakan kegiatan mempresentasikan permasalahan dan penemuan aternatif hipotesis yang diperlukan. Memproduksi mengarah pada perencanaan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan. b. Ranah afektif

1. Menyimak

Proses menyimak meliputi taraf sadar memperhatikan, kesediaan menerima, dan memperhatikan secara seektif/terkontrol.

2. Merespon

Hal ini meliputi manut (memperoleh sikap responsif, bersedia merespon atas pilihan sendiri dan merasa puas dalam merespon. 3. Menghargai

(45)

4. Mengorganisasi nilai

Meliputi mengkonseptualisasi nilai dan organisasi sistem niai. 5. Mewatak

Yaitu memberlakukan secara umum seprangkat niai, menjujung tinggi dan memperjuangkan niai.

Ranah afektif menurut Sudjana (2011), ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar. Kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks. 1. Receiving (penerimaan), yakni semacam kepekan dalam menerima

rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini termasuk kesadaraan, keinginan untuk menerima stimulus, control, dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.

2. Responding (jawaban), yakni reksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencangkup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan, dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.

(46)

4. Organization (pengorganisasian), yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk ke dalam orginisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai, dll.

5. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Kedalamannya termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.

Fokus hasil belajar ranah afektif pada penelitian ini adalah pada tingkatan kategori receiving (penerimaan), responding (jawaban), valuing (penilaian) dan organization (pengorganisasian).

c. Ranah psikomotor 1. Mengindra

Hal ini bisa berbentuk mendengarkan, melihat, meraba, mencecap dan membau.

2. Bertindak secara terpimpin

Meliputi gerakan menirukan, dan mencoba melakukan tindakan. 3. Bertindak secara kompleks

(47)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

Perubahan tingkah laku yang terjadi oleh individu sebagai akibat dari kegiatan belajar merupakan hasil yang telah dicapai dari proses belajar. Nasution dkk dalam Djamarah (2011) memandang belajar itu bukanlah suatu aktivitas yang berdiri sendiri. Mereka berkesimpulan ada unsur-unsur lain yang ikut terlibat langsung di dalamnya, yaitu:

a. Faktor Lingkungan 1. Lingkungan Alami

Lingkungan hidup adalah lingkungan tempat tinggal anak didik, hidup dan berusaha didalamnya. Pencemaran lingkungan hidup merupakan malapetaka bagi anak didik yang hidup di dalamnya. Kesejukan udara dan ketenangan suasana kelas diakui sebagai kondisi lingkungan kelas yang kondusif untuk terlaksananya kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan. 2. Lingkungan Sosial Budaya

(48)

b. Faktor Instrumental 1. Kurikulum

Kurikulum adalah a plan for learning yang merupakan unsur substansial daam pendidikan. Tanpa kurikulum kegiatan belajar mengajar tidak dapat berlangsung, sebab materi apa yang harus guru sampaikan dalam suatu pertemuan kelas, belum guru programkan sebelumnya.

2. Program

Setiap sekolah mempunyai program pendidikan. Program pendidikan disusun untuk dijalankan demi kemajuan pendidikan. Keberhasilan pendidikan di sekiolah tergantung dari baik tidaknya program pendidikan yang dirancang. Program pendidikan disusun berdasarkan potensi sekolah yang tersedia, baik tenaga, finansial dan sara prasarana.

3. Sarana dan Fasilitas

(49)

sarana dan fasilitas sangat mempengaruhi kegiatan belajar mengar di sekolah.

4. Guru

Guru merupakan unsur manusiawi dalam pendidikan. Kehadiran guru mutlak diperlukan di dalamnya. Kalau hanya ada anak didik, tetapi guru tidak ada, maka tidak akan terjadi kegiatan belajar mengajar di sekolah.

c. Kondisi Fisiologis 1. Kondisi Fisiologis

Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Orang yang dalam keadaan segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dengan orang yang dalam keadaan kelelahan. Anak-anak yang kurang gizi ternyata kemampuan belajarnya di bawah anak-anak yang tidak kekurangan gizi. Mereka lekas lela, mudah mengantuk dan sukar menerima pelajaran.

2. Kondisi Pancaindra

(50)

melakukan penelitian untuk menemukan bentuk dan cara penggunaan alat peraga yang dapat dilihat dan didengar.

d. Kondisi psikologis 1. Minat

Minat mempengaruhi proses dan hasil belajar anak didik. Tidak banyak yang dapat diharpkan untuk menghasilkan prestasi belajar yang baik dari seorang anak yang tidak berminat untuk mempelajari sesuatu.

2. Kecerdasan

Prabu dalam Djamarah (2011) mengatan bahwa anak-anak yang taraf intelegensinya di bawah rata-rata, yaitu dull normal, debil, embicil dan idiot sukar untuk sukses dalam sekolah. Mereka tidak akan mencapai pendidikan tinggi karena kemampuan potensinya terbatas. Sedangkan anak-anak yang taraf intelegensinya normal, di atas rata-rata seperti superior, gifted atau genius, jika saja lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan pendidikan turut menunjang, maka mereka akan dapat mencapai prestasi dan keberhasilan dalam hidupnnya.

3. Kemampuan Kognitif

(51)

karena penguasaan kemampuan pada tingkatan ini menjadi dasar bagi penguasaan ilmu pengetahuan.

Ada tiga kemampuan yang harus dikuasai sebagi jembatan untuk sampai pada penguasaan kemampuan kognitif, yaitu persepsi, mengingat dan berpikir. Presepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Mengingat adalah suatu aktivitas kognitif, dimana orang menyadari bahwa pengetahuannya berasal dari masa lampau. Sedangkan berpir adalah kelangsungan tanggapan-tanggapan yang disertai dengan sikap pasif dari subyek yang berpikir.

e. Cara pengukuran hasil belajar

[image:51.595.101.520.191.752.2]

Menurut Makmun (2007) ada beberapa indikator dan cara pengukuran hasil belajar dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini.

Tabel 2.1 Cara Pengukuran Hasil Belajar Jenis Hasil

Belajar

Indikator-Indikator Cara Pengukuran A. Kognitif

Hafalan/Ingatan Dapat menyebutkan/ menunjukkan lagi Pertanyaan/tugas/ Tes Pengertian/ Pemahaman Dapat menjelaskan/

mendefinisikan dengan kata-kata sendiri Pertanyaan/ persoalan/ tes/tugas Aplikasi/ Pengunaan

Dapat memberikan contoh/menggunakan

dengan tepat/memecahkan masalah

Tugas/persoalan/tes

Analisis Dapat menguraikan/ Mengklasifikasi

Tugas/persoalan/tes Evaluasi Dapat menginterpretasikan/

memberikan kritik/memberikan

(52)

Jenis Hasil Belajar

Indikator-Indikator Cara Pengukuran pertimbangan/penilaian

Menciptakan Dapat melaksanakan dan menghasilkan karya yang dibuat oleh siswa

Tugas/persoalan/tes

B. Afektif

Penerimaan Bersikap

menerima/menyetujui atau sebaliknya

Pertanyaan/tes/ skala sikap

Sambutan Bersedia

terlibat/partisipasi/memanfa atkan atau sebaliknya

Tugas/observasi/tes Penghargaan/ Apresiasi Memandang penting/bernilai/berfaedah/i ndah/harmonis/kagum atau Sebaliknya

Skala penilaian/tugas ekspresif/proyektor

Internalisasi/ Pendalaman

Mengakui/mempercayai/me yakinkan atau sebaliknya

Skala sikap/tugas ekspresif/proyekto Karakterisasi/

Penghayatan

Melembagakan/membiasaka n/menjelmakan dalam pribadi dan prilakunya sehari-hari Observasi/tugas ekspresif/proyektif C. Psikomotorik Ketrampilan bergerak/ Bertindak

Koordinasi mata, tangan dan kaki

Tugas/observasi/tes tindakan

Ketrampilan ekspresi verbal dan non verbal

Gerak, mimik, ucapan Tugas/observasi tes/tindakan

E. Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

(53)

Sedangkan cooperative learning menurut Margaret dan Hilda (2003) adalah suatu strategi belajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok yang terdiri dua orang atau lebih.

Selanjutnya menurut Sugiyanto (2010) pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dalam cooperative learning belajar dikatakan belum selesai jika salah satu salah

satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pembelajaran (Isjoni,2010). Belajar kooperatif memungkinkan siswa untuk bekerja sama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut.

2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

(54)

yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial. Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Ketrampilan siswa yang dimaksud adalah berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

3. Unsur-unsur Dasar dalam Pembelajaran Kooperatif

Menurut Roger dan David dalam Lie ( 2002) ada berbagai elemen atau unsur-unsur yang merupakan ketentuan pokok dalam pembelajaran kooperatif yaitu :

1. Saling ketergantungan positif

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.

2. Tanggung jawab perseorangan

(55)

tugasnya. Kemudia rekan-rekan dalam satu kelompok akan menuntutnya untuk melaksakan tugas agar tidak menghambat lainnya. 3. Tatap muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kelompok saja. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekirangan masing-masing.

4. Komunikasi antar anggota

Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Ketrampilan berkomunikasi dalam kelompok ini juga merupakan proses panjang. Pembelajar tidak bisa diharapkan langsung menjadi komunikator yang andal dalam waktu sekejap. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.

5. Evaluasi proses kelompok

(56)

tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran.

Sementara itu, menurut Roger dan David (dalam Suprijono, 2009) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah sebagai berikut :

a. Positif interdependence (saling ketergantungan positif)

Dalam unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggung jawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.

b. Personal responsibility (tangung jawab perseorangan)

(57)

c. Face to face promotive interactiaon (interaksi promotif)

Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri-ciri interaksi promotif adalah saling membantu secara efektif dan efisien, saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan, memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien, saling mengingatkan, saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi, saling percaya, dan saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.

d. Interpersonal skill (komunikasi antar anggota)

Untuk mengkordinasi kegiatan siswa dalam pencapaian tujuan siswa harus saling mengenal dan mempercayai, mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius, saling menerima dan saling mendukung , dan mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.

e. Group processing (pemrosesan kelompok)

(58)

tujuan kelompok. Ada dua tingkat pemrosesan yaitu kelompok kecil dan kelas secara keseluruhan.

Fokus dalam penelitian ini yakni yang pertama pada unsur saling ketergantungan positif dimana semua siswa mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok dan menjamin kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut. Kedua tanggung jawab perseorangan dimana setiap anggota kelompok bertanggung jawab pada tugasnya masing-masing. Ketiga interaksi promotif yang mengedepankan mengenai kerjasama yakni saling membantu dalam mengembangkan argumentasi. Keempat yakni komunikasi antar anggota, komunikasi di sini siswa mampu berkomunikasi secara akurat. Kondisi yang cocok dalam penelitian ini yakni komunikasi antar anggota, karena berkomunikasi dengan teman lebih memudahkan siswa untuk bisa mengasah kemampuan siswa untuk aktif dalam berpendapat. Dan yang kelima yaitu pemrosesan kelompok, pemrosesan ini untuk mengetahui

apakah setiap anggota kelompok turut berperan aktif atau tidak. 4. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Suprijono (2009) memaparkan sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari enam fase sebagai berikut:

a. Fase pertama

(59)

untuk dilakukan karena siswa harus memahami dengan jelas prosedur dan aturan dalam pembelajaran.

b. Fase kedua

Guru menyampaikan informasi, sebab informasi ini merupakan isi akademik.

c. Fase ketiga

Guru harus menjelaskan bahwa siswa harus saling bekerja sama di dalam kelompok. Penyelesaian tugas kelompok harus merupakan tujuan kelompok. Tiap anggota kelompok memiliki akuntabilitas individual untuk mendukung tercapainya tujuan kelompok. Pada fase ketiga ini terpenting jangan sampai ada free-rider atau anggota yang hanya menggantungkan tugas kelompok kepada individu lainnya. d. Fase keempat

Guru perlu mendampingi tim-tim belajar, mengingatkan tentang tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik dan waktu yang dialokasikan. Pada fase ini bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, pengarahan, atau meminta beberapa peserta didik mengulangi hal yang sudah ditunjukkannya.

e. Fase kelima

(60)

f. Fase keenam

Guru mempersiapkan struktur reward yang akan diberikan kepada siswa. Variasi struktur reward dapat dicapai tanpa tergantung pada apa yang dilakukan orang lain. Struktur reward kompetitif adalah jika siswa diakui usaha individualnya berdasarkan perbandingan dengan orang lain. Setruktur reward kooperatif diberikan kepada tim meskipun anggota tim-timnya saling bersaing.

5. Keunggulan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Sanjaya (2006), keunggulan dari pembelajaran kooperatif antara lain :

a. Melalui pembelajaran kooperatif, siswa tidak terlalu bergantung pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber dan belajar dari siswa lain.

b. Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

c. Dapat membantu anak untuk respek terhadap orang lain dan menyadari keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

d. Dapat membantu anak untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar. e. Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan

(61)

memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompok.

f. Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata.

6. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Sanjaya (2006), kelemahan dari pembelajaran kooperatif adalah:

a. Ciri utama pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa belajar kelompok yang efektif, maka dibandingkan pembelajaran langsung dari guru, dapat menyebabkan apa yang seharusnya dipelajari dapat dipahami tidak dicapai oleh siswa.

b. Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran kelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, sehingga tidak mungkin dapat dicapai dengan satu kali atau sekali-sekali penerapan pembelajaran ini.

F. Pembelajaran Kooperatif Jigsaw

Aranson, dkk melalui Jacobsen (2009) dalam bukunya yang berjudul “Methods for Teaching” berpendapat bahwa jigsaw merupakan salah

(62)

mengerjakan tugas yang membutuhkan tanggung jawab perorangan. Guru dapat memberikan tugas khusus kepada masing-masing siswa dalam kelompok.

Model pembelajaran Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pembelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. Menurut Elliot Aronson, dkk yang telah diadaptasi oleh Salvin, dkk (Sugiyanto,2010) tahap-tahap pelaksanaan metode Jigsaw adalah sebagai berikut :

1. Kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari 4 atau 5 siswa dengan karakteristik yang heterogen.

2. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks; dan setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut.

3. Para anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bagian tersebut. Kumpulan siswa semacam itu disebut “kelompok pakar” (expert group).

(63)

5. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam “home teams”, para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan bahan yang yang telah dipelajari.

Tahap-tahap pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menurut Trianto (2011) dalam bukunya yang berjudul Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif adalah sebagai berikut :

1. Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok beranggotakan 4-6 orang).

2. Siswa dibagi dalam kelompok asal. 3. Siswa dibagi dalam kelompok ahli.

4. Siswa ditugaskan untuk mengikuti diskusi di kelompok ahli. 5. Siswa dari kelompok ahli kembali ke kelompok asal.

6. Siswa dalam kelompok asal membagikan pengetahuan yang diperoleh dari kelompok ahli.

7. Presentasi hasil diskusi kelompok asal.

G. Kelebihan dan Kelemahan Metode Jigsaw

Menurut Wardani ( 2002) dan Lie (2002) model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memiliki kelebihan antara lain :

1. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekaerja sama dengan siswa lain

(64)

4. Rasa harga diri siswa yang lebih tinggi.

5. Meningkatkan kerjasama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan komunikasi.

6. Siswa lebih memiliki kesempatan berinteraksi sosial dengan temannya. 7. Siswa lebih aktif dan kreatif, serta memiliki tanggung jawab secara

individual.

Kelemahan metode Jigsaw adalah sebagai berikut :

1. Guru dan siswa kurang terbiasa dengan metode ini karena masih terbawa kebiasaan menggunakan metode konvensional, dimana pemberian materi terjadi secara satu arah.

2. Memerlukan waktu yang relatif lama. 3. Tidak efektif untuk siswa yang banyak.

4. Memerlukan perhatian dan pengawasan ekstra ketat dari guru. 5. Memerlukan persiapan yang matang.

H. Materi Pembelajaran Sistem Imun

(65)

pokok pembelajaran sistem pertahanan tubuh, berdasarkan kurikulum 2013. Secara umum materi yang akan dipelajari dalam bab sistem sistem pertahanan tubuh yaitu :

1. Fungsi sistem pertahanan tubuh

2. Mekanisme pertahanan tubuh, yang meliputi: a. Pertahanan nonspesifik (alamiah)

b. Pertahanan spesifik (adaptif)

3. Faktor yang mempengaruhi sistem pertahan tubuh 4. Gangguan sistem pertahan tubuh

(Irnaningtyas,2014)

I. Pembelajaran Materi Sistem Imun dengan Jigsaw

Setiap siswa membentuk kelompok yang terdiri dari 4-6 orang siswa didalamnya. Guru membagikan Lembar Diskusi Siswa dan kartu soal yang memuat tentang pertanyaan-pertanyaan mengenai materi sistem imun (dalam kelompok asal). Kemudian siswa yang mendapat kartu soal yang sama nantinya akan mendiskusikan kedalam kelompok ahli. Setelah berdiskusi di kelompok ahli, siswa kembali kedalam kelompok asal dan mencoba untuk mengkomunikasikan hasil diskusinya serta menulis jawaban pada LDS. Kemudian dilanjutkan dengan mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas secara acak.

(66)

materi yang diberikan oleh guru. Siswa lebih mudah dalam memecahkan permasalahan yang ada. Sehingga membantu siswa dalam mengingat materi pembelajaran sistem imun yang termasuk banyak dan cukup sulit selama ini untuk diingat maupun dipahami.

J. Penelitian yang Relevan

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kajian beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, yakni penelitian yang dilakukan oleh Janah (2010) yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw

untuk Meningatkan Motivasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran Biologi di Kelas XI IPA2 SMA Batik 2 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010”. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan rata-rata indikator motivasi belajar siswa dalam pembelajaran biologi pada siklus I adalah 70,42% dan pada siklus II adalah 82,92%. Dari siklus I ke siklus II motivasi siswa meningkat menjadi 12,5%.

Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Haryana (2012) yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Metode Jigsaw pada Materi

(67)

Jigsaw meningkatkan hasil belajar siswa dari 64,85% di siklus I menjadi 71,42% pada siklus II. Jumlah siswa yang tuntas KKM 51,42% akhir siklus I dan menjadi 77,14% akhir siklus II.

K. Kerangka Berfikir

Dalam proses pembelajaran, metode pembelajaran merupakan salah satu hal yang sangat menentukan keberhasilan dari sebuah proses pembelajaran. Motode pembelajaran yang tepat akan mempermudah siswa dalam memahami konsep yang diberikan oleh guru.

Hasil observasi menunjukkan bahwa motivasi dan hasil belajar dari siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman masih rendah. Rendahnya motivasi dan hasi belajar dikarenakan guru masih menggunakan metode ceramah dalam proses pembelajarannya. Guru memberi pelajaran dengan metode ceramah di depan kelas, siswa justru bermain sendiri dengan teman sebangkunya tanpa memperdulikan dan memperhatikan penjelasan dari guru.

(68)

Diharapkan model pembelajaran tersebut dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang materi sistem imun.

[image:68.595.104.545.193.637.2]

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, dapat dituangkan dalam bagan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

1. Pembelajaran yang membawa konsep inovatif 2. Pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa Kelebihan : 1. Siswa dapat

belajar bertanggung jawab dan bekerja sama dalam tim 2. Dapat meningkatkan pemahaman dan keaktifan siswa Observasi Awal

Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw Hasil Belajar Biologi Motivasi Siswa Aspek Afektif Hasil Observasi:

1. Siswa asik dengan kegiatannya sendiri/be

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ...........................................................................
Tabel 2.1 Cara Pengukuran Hasil Belajar
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Tabel 3.1. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode sintesis sitronelal dapatdilakukan dengan katalis homogen, namun katalis homogen tidak dapat digunakan kembali untuk melakukan reaksi siklisasi yang dilanjutkan dengan

Pada umumnya, analisis transmisi harga vertikal dilakukan terhadap harga- harga komoditas yang sama, namun demikian, analisis transmisi harga vertikal juga dapat dilakukan

Untuk penyelenggaraan kegiatan tersebut diatas, Pemerintah Kabupaten Tanah Laut memerlukan Event Organizer (EO) sebagai pelaksananyaa. Maka dengan ini kami

Kita diberi kesempatan mengeluarkan sebagian dari bahan makanan kita untuk saudara-saudara kita yng berhak menerimanya lewat zakat fitrah. Di samping makna solidaritas yang

Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 116,

Ada empat level dalam satu one pager , yaitu level 1 yang merupakan skenario business as usual ; level 2 merupakan skenario dengan rencana proyek maupun kebijakan

Berdasarkan pembahasan pada bab I sampai bab II maka dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari

Naiknya tekanan darah ini kandungan kalium pada daging sapi lebih tinggi daripada daging kambing, dan kandungan natrium lebih tinggi pada daging kambing daripada