• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertimbangan industri mebel dalam memilih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Pertimbangan industri mebel dalam memilih"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN

BADAN LITBANG KEHUTANAN

ARTA

W ARTA

W HASIL HUTAN 1907-7971 ISSN

Ranting (Laporan Penting) Majalah Ilmiah Populer dan Berita Hasil Hutan dan Keteknikan Hasil Hutan

Vol. 7 No. 1 2012

Sifat Pemesinan Kayu Gmelina ( Roxb.)

dan Mangium ( Willd.) Asal Bogor, Jawa Barat Gmelina arborea

Acacia mangium

Sifat Pemesinan Kayu Dolok Diameter Kecil Jenis Manglid ( Manglieta glauca Bl.)

Liputan : Pustekolah dalam Indogreen Forestry Expo ke 4 JCCJakarta Pengelompokan Beberapa Macam Produk Kayu dalam Perdagangan

Pertama di Dunia

Pengenal Kayu Otomatis : Solusi Mencegah

: Illegal Logging

Sianida si “Galak”

Pentingnya Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam Aktifitas di Bengkel/Laboratorium

Kartu PNS Elektronik “KPE” : Kartu Identitas PNS Multiguna Pembinaan Pegawai Pustekolah :

Bangkitkan Semangat dan Hilangkan Kejenuhan dalam Bekerja

(2)

DAFTAR ISI

(3)

Pengolahan Hasil Hutan W W ARTA ARTA

HASIL HUTANHASIL HUTANHASIL HUTAN Vol. 7 N0. 1.2012

P

ertimbangan industri mebel dalam memilih bahan baku umumnya pada kekuatan kayu, disamping kemudahan dan hasil finishing yang memuaskan. Sehingga banyak industri mebel yang mengandalkan suplai kayu dengan karakteristik tersebut, misalnya kayu jati, mahoni dan meranti.

Masalahnya adalah kayu tersebut memiliki masa tumbuh yang lama untuk siap digunakan sebagai bahan baku industri. Bahkan jati hasil kultur jaringan atau lebih dikenal dengan jati super/jati emas pun masih membutuhkan waktu 10-18 tahun untuk siap dipanen. Hal ini menyebabkan jumlah komoditi kayu jenis tersebut semakin berkurang serta mendorong harga yang semakin tinggi. Untuk itu perlu dikembangkan upaya pemanfaatan kayu-kayu dengan pertumbuhan cepat ( ) tetapi tetap memenuhi persyaratan kualitas sebagai bahan baku industri mebel.

Dua jenis kayu cepat tumbuh yang berpotensi sebagai alternatif bahan baku industri mebel adalah kayu gmelina ( Roxb.) dan mangium ( Willd.). Kedua jenis kayu ini sudah banyak dibudidayakan dalam hutan tanaman, khususnya untuk industri pulp dan papan partikel pada beberapa industri perkayuan di luar jawa.

Alrasyid (1991) menyebutkan bahwa tertariknya industri kehutanan untuk mengembangkan kayu gmelina antara lain disebabkan rentang pemanfaatan dan tempat tumbuh yang cukup luas serta cepat tumbuh. Pemanfaatannya semakin berkembang sejalan kemajuan teknologi kayu dan kebutuhan kayu penghara industri yang terus meningkat. Mengenai sifat pengerjaannya Thomas (1939) dalam Martawijaya dan Barly (1995) melaporkan bahwa kayu gmelina mudah digergaji dan hasilnya bersih, kecuali jika ada mata kayu pada bagian yang mengandung arah serat yang tidak teratur. Kayunya mudah diserut dengan hasil licin dan mengkilap. Demikian juga Cortez (1979) dalam Martawijaya dan Barly (1995) menyebutkan bahwa kayu gmelina mudah digergaji dan diserut serta tidak menumpulkan gergaji atau alat-alat lain dan dapat dipelitur dengan baik.

fast growing species

Gmelina arborea Acacia mangium

SIFAT PEMESINAN KAYU GMELINA ( Roxb.)

DAN MANGIUM ( Willd.)

ASAL BOGOR, JAWA BARAT

Gmelina arborea Acacia mangium

Oleh: Ary Widiyanto dan Nanang Siswanto1 2

Sementara itu Silitonga (1987) menyebutkan bahwa papan kayu mangium cukup memuaskan dengan permukaan yang bersih serta lurus tanpa bekas gigitan gigi gergaji. Meskipun demikian, karena masuk kategori kayu dengan BJ rendah sampai sedang, kayu ini tidak cukup kuat untuk kayu struktural kontruksi berat akan tetapi lebih baik untuk kayu kontruksi ringan dan mebel. Sehingga kayu mangium sangat potensial dikembangkan sebagai bahan baku industri mebel. Pemanfaatan lain yang telah berhasil dicoba adalah pembuatan kusen, komponen jendela dan daun pintu.

Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan sifat pemesinan kayu gmelina ( Roxb.) dan mangium ( Willd.) sehingga kedua jenis kayu cepat tumbuh ini bisa direkomendasikan sebagai bahan baku alternatif industri mebel.

Gmelina arborea Acacia mangium

1

2

1 2

Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Jl Raya Ciamis-Banjar KM 4, Ciamis

Alumni Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Bogor Email: ary_301080@yahoo.co.id, nanangku@yahoo.com

KayuAcacia mangiumWilld.

KayuGmelina arboreaRoxb.

(4)

W

W

HASIL HUTANHASIL HUTANHASIL HUTAN

ARTA ARTA

Vol. 7 N0. 1.2012

Pengolahan Hasil Hutan

Bahan dan Alat

Metode Penelitian 1. Pembuatan contoh uji

2. Pengujian

Penelitian ini menggunakan bahan baku berupa papan contoh kayu gmelina dan mangium berukuran 120 cm x 12.5 cm x 2 cm sebanyak 40 lembar papan dan diperoleh dari Bogor, Jawa Barat. Semua papan contoh tersebut dikeringkan terlebih dahulu dalam oven sampai mencapai kadar air 12%. Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah gergaji belah, gergaji potong, mesin serut, mesin profil, mesin , mesin bor dan mesin amplas. Alat bantu yang digunakan meliputi meteran, caliper, alat tulis, serta

dengan pembesaran sepuluh kali.

Menurut metode ASTM D 1666 tahun 1964 (

64), papan contoh untuk setiap jenis kayu dibuat berukuran 120 cm x 12.5 cm x 2 cm dan bebas cacat.

Dari papan contoh tersebut dibuat contoh uji untuk pengujian sifat pemesinan kayu. Sifat-sifat pemesinan yang diuji adalah: penyerutan ( ), pembentukan ( ), pemboran ( ), pengampelasan ( ) dan pembuatan alur ( ).

Setiap contoh uji yang telah dikerjakan dengan mesin diamati hasilnya secara visual yaitu cacat yang

circular saw,

router

loope

planing

moulding boring

sanding routing

ASTM D 1666

Jenis cacat Sifat pemesinan (%)

Penyerutan Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembuatan alur Gmelina Mangium Gmelina Mangium Gmelina Mangium Gmelina Mangium Gmelina Mangium

Serat berbulu 3 1 3 3 5 5 2 1 4 3

Serat patah 0 0 - - - - - - 0 0

Serat terangkat 0 0 0 0 - - - - - -

Tanda serpih 0 1 3 3 - - - - - -

Bekas garukan - - - - 0 0 - - - -

Penghancuran - - - - - - 0 1 - -

Kelicinan - - - - - - 0 0 - -

Penyobekan - - - - - - 1 1 - -

Kekasaran - - - - - - - - 0 0

Total cacat 3 2 6 6 5 5 3 3 4 3

Bebas cacat 97 98 94 94 95 95 97 97 96 97

Kelas mutu I I I I I I I I I I

Mutu pemesinan

Sangat baik

Sangat baik

Sangat baik

Sangat baik

Sangat baik

Sangat baik

Sangat baik

Sangat baik

Sangat baik

Sangat baik Tabel 1. Sifat pemesinan kayu gmelina dan mangium

timbul pada permukaan contoh uji sebagai akibat dilakukan pemesinan. dengan derajat pembesaran sepuluh kali digunakan sebagai alat bantu untuk memperjelas melihat bentuk cacat. Bagian permukaan yang memiliki cacat dijumlahkan luasnya, kemudian dihitung persentasenya terhadap seluruh luas permukaan contoh uji dan diklasifikasikan kualitasnya, dengan mengacu pada standar ASTM D 1666 64.

Variasi kerapatan kayu gmelina yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 0,38 - 0,47 g/cm dengan rata-rata 0,41 g/cm , tidak jauh dengan yang dikemukakan oleh Mandang dan Pandit (1997) yakni rata-rata kerapatan terendah untuk kayu gmelina sebesar 0,42 g/cm . Pada kayu mangium kerapatan berkisar antara 0,45 - 0,66 g/cm , dengan rata-rata sebesar 0,55 g/cm , mendekati hasil yang diperoleh Mandang dan Pandit (1997) yaitu berkisar antara 0,43 - 0,66 g/cm dengan rata-rata 0,61 g/cm .

Setelah dilakukan proses penyerutan, pem- bentukan, pemboran, pembuatan alur dan pengam- pelasan, bisa diketahui sifat pemesinan kayu gmelina dan mangium, sebagaimana yang dirangkum dalam Tabel 1. berikut ini;

Loope

Hasil Penelitian

3 3

3

3 3

3 3

Pada proses penyerutan, cacat serat berbulu ( ) lebih banyak dijumpai pada kayu gmelina dibanding mangium, serta ditemukan hampir pada semua contoh uji. Umumnya cacat ini ditemukan pada perbatasan antara kayu teras dan kayu gubal serta pada

fuzzy grain

pinggir kayu. Hal ini diduga disebabkan akibat perbedaan kadar air antara kayu teras dan kayu gubal sehingga terjadi pemotongan yang tidak sempurna pada daerah tersebut yang menimbulkan serat berbulu.

Serat kayu gmelina yang lunak serta kerapatan yang

(5)

Pengolahan Hasil Hutan W W ARTA ARTA

HASIL HUTANHASIL HUTANHASIL HUTAN Vol. 7 N0. 1.2012

sedang bisa menyebabkan serat kayu tidak terpotong sempurna, sehingga masih terdapat sekelompok serat bulu halus yang masih berdiri.

Hasil yang diperoleh pada kayu mangium untuk proses penyerutan ini sesuai dengan yang dikemukakan Ginoga (1997) bahwa pada kayu mangium umur sepuluh tahun, permukaan bebas cacat pada proses penyerutan sebesar 96 - 98%, dengan rata- rata 96,67%. Pada penelitian ini hasil yang diperoleh adalah 98%. Secara keseluruhan kedua jenis kayu ini masuk dalam kelas mutu I dengan sifat pemesinan sangat baik.

Dari Tabel 1 di atas terlihat bahwa cacat pembentukan pada kayu gmelina dan mangium sama yaitu sebesar 6%, dengan jenis cacat yang ditemukan adalah serat berbulu ( ) dan tanda serpih ( ) yaitu masing-masing sebesar 3%. Hal ini diduga karena serat kayu yang berpadu tidak terpotong sempurna oleh mata pisau, melainkan terjadi kerusakan serat kayu sehingga terbentuk cacat serat berbulu pada bidang pemotongan. Sedangkan cacat serat terangkat ( ) tidak ditemukan dalam proses moulding ini. Meskipun demikian kedua jenis kayu ini masuk dalam kelas mutu I dengan sifat pemesinan sangat baik.

Penelitian menunjukkan rata-rata permukaan bebas cacat pada proses pengampelasan untuk kedua jenis kayu tersebut sama yaitu sebesar 95% dan masuk kategori sangat baik (kelas I). Jenis cacat yang teramati dalam proses pengampelasan ini hanyalah serat berbulu ( ). Menurut Davis (1965), cacat bulu halus lebih sering muncul pada proses pengamplesan daripada penyerutan, karena serat kayu pada saat diampelas tersobek sehingga timbul bulu-bulu halus.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan apa yang dikemukakan Ginoga (1997) bahwa pada kayu mangium umur sepuluh tahun memiliki sifat

fuzzy grain chip mark

raised grain

fuzzy grain

pemesinan sangat baik (kelas I), dengan permukaan bebas cacat pada proses penyerutan rata-rata sebesar 95%.

Timbulnya cacat serat berbulu ( ) pada kayu gmelina diduga karena kayu ini memiliki serat lunak, sehingga mudah berdiri kembali ketika terjadi gesekan antara ujung serat dengan ampelas. Untuk mengurangi cacat ini dan meningkatkan kualitas hasil pengampelasan bisa dilakukan dengan menurunkan kadar air kayu pada saat proses pemesinan (Koch, 1964).

Sifat pemesinan kayu gmelina dan mangium untuk pengujian dengan pemboran menunjukkan hasil yang sangat baik, dimana cacat yang ditemukan hanyalah serat berbulu ( ) dan penyobekan ( ), cacat penghancuran ( ) hanya pada kayu mangium, sedangkan cacat kelicinan ( ) tidak ditemukan pada kedua kayu tersebut. Cacat penyobekan timbul akibat proses pemboran yang kurang sempurna serta adanya vibrasi pada proses ini.

Sehingga ketika bor ditarik ke atas ada sebagian serat di pinggir lubang yang ikut tertarik dan menyebabkan penyobekan pada bagian ujung lubang bor. Pengaturan mesin bor, kecepatan putar dan ketajaman mata pisau perlu diperhatikan untuk menjamin kualitas hasil pengeboran.

Koch (1964) mengemukakan bahwa pada prinsifnya proses pembuatan alur merupakan kombinasi proses pemboran dan pembentukan. Mesin router bekerja dengan mata pisau berdiameter kecil yang didesain untuk pemotongan sisi dan bagian dalam papan. Pada umumnya proses pembentukan pada saat pembuatan lekukan lebih banyak terjadi dari pada proses pengeboran, sedangkan proses pengeboran hanya terjadi pada saat permulaan proses pembuatan alur pada bagian tengah papan. Jenis cacat yang dijumpai dalam proses ini hanya satu jenis yaitu serat

fuzzy grain

fuzzy grain

tear out crushing

smoothness

Tegakan Gmelina (Gmelina arboreaRoxb.) Tegakan Mangium (Acacia mangiumWilld.)

(6)

W

W

HASIL HUTANHASIL HUTANHASIL HUTAN

ARTA ARTA

Vol. 7 N0. 1.2012

Pengolahan Hasil Hutan

berbulu ( ) dimana kayu mangium memiliki permukaan bebas cacat sedikit lebih baik dibanding kayu gmelina yaitu 97% berbanding 96%.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah kayu gmelina ( Roxb ) dan mangium (

Willd.) memiliki sifat pemesinan yang sangat baik dan termasuk dalam kelas pemesinan I sehingga dapat direkomendasikan sebagai bahan baku dalam industri furnitur/mebel.

Abdurachman, A.J. dan S. Karnasudirdja, 1982. Sifat Pemesinan Kayu - Kayu Indonesia. Laporan No.

160. Balai Penelitian Hasil Hutan. Bogor.

Alrasid, Harun. 1991. Faktor Kualitas Lahan Pembatas Untuk Pertumbuhan Roxb. Buletin Penelitian Hutan. Pusat Penelitian dan Pengem- bangan Hutan. Bogor.

American Society for Testing and Material (ASTM).

1994. Standard Method of Conducting Machining Test of Wood and Wood Base Materials. Annual Book of ASTM Philadelphia. USA.

fuzzy grain

Gmelina arborea Acacia

mangium

Gmelina arborea .

Daftar Pustaka

Davis, E. M. 1965. Raised, Loosened, Torn, Chipped and Fuzzy Grain In Lumber. US Department of Agriculture. Research Note No 2044. Wincosin.

Ginoga, B. 1997. Beberapa Sifat Kayu Mangium ( Willd.) Pada Beberapa Tingkat Umur.

Buletin Penelitian Hasil Hutan Vol 15 No 2. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor. Hal 132-149.

Koch, P. 1964. Wood Machining Process. The Ronald Press Company. New York.

Mandang, Y. Dan I.K.N. Pandit. Pedoman Identifikasi Kayu di Lapangan. Yayasan Prosea Bogor dan Pusdiklat SDM Kehutanan. Bogor.

Martawijaya, A dan Barly. 1995. Sifat dan Kegunaan

Kayu Roxb. Duta Rimba /Nov-

Des/185-186/XX Hal 35-40.

Rachman, O., dan J. Malik, 2008. Penggergajian dan Pengerjaan Kayu, Pilar Industri Perkayuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.

Silitonga, T. 1987. Profil Gulma Yang Sedang Berubah Status. Diskusi Hutan Tanaman Industri. Jakarta.

Acacia mangium

Gmelina arborea

Acacia mangium:

P

erkembangan hutan rakyat semakin diper- hitungkan sebagai alternatif pemasok ke- butuhan kayu yang selama ini lebih banyak berasal dari hutan alam. Hutan rakyat yang ter- konsentrasi di Jawa, yaitu seluas 778.253,26 ha, atau 49,6% dari total luas hutan rakyat di Indonesia, memiliki kontribusi yang cukup baik dalam memasok kebutuhan kayu. Menurut Astraatmaja (2000) produksi log dari hutan rakyat mencapai 32,47% dari total produksi log di Jawa. Persentase tersebut didapatkan dari luasan hanya 13,23% dari total luas hutan negara dan hutan rakyat di Jawa.

Manglid ( Bl.) merupakan jenis yang banyak dikembangan di hutan rakyat Jawa.

Walaupun tidak terdapat data pasti mengenai potensi jenis ini, pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ketersediaan jenis ini cukup banyak di hutan rakyat, khususnya di Jawa Barat. Jenis ini menjadi salah satu

Manglieta glauca

SIFAT PEMESINAN KAYU DOLOK DIAMETER KECIL JENIS MANGLID ( Manglieta glauca Bl.)

Oleh: Mohamad Siarudin dan Ary Widiyanto

jenis andalan Jawa Barat dan masih terus dikem- bangkan dalam kegiatan-kegiatan penghijauan.

Menurut Djam'an (2008), manglid di Jawa Barat sudah banyak dibudidayakan dengan masa penebangan setiap 35 tahun dengan hasil 12,1 m³/ha.

Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Jl Raya Ciamis-Banjar KM 4, Ciamis

Gambar 1. Uji coba pembubutan manglid untuk kerajinan dari dolok diameter kecil

(7)

Pengolahan Hasil Hutan W W ARTA ARTA

HASIL HUTANHASIL HUTANHASIL HUTAN Vol. 7 N0. 1.2012

Manglid dikenal masyarakat sebagai bahan baku pembuatan perkakas meja, kursi, almari, konstruksi ringan dan lain-lain. Menurut Seng (1990), kayu manglid memilik berat jenis 0,32-0,58 dengan kelas kuat III-IV dan kelas awet II. Namun demikian kendala yang sering dijumpai dalam pemanfaatan jenis ini adalah rentan terhadap serangan jamur dan rayap, serta kayu yang mudah retak dan kurang stabil. Di samping itu pemanfaatan jenis ini belum banyak didukung informasi hasil-hasil penelitian mengenai karakteristik penggergajian maupun sifat pengerjaan kayunya.

Pengelolaan hutan rakyat jenis manglid tidak berbeda dengan karakteristik hutan rakyat di Jawa pada umumnya, yaitu dikelola secara tradisional tanpa input teknologi yang memadai. Selain itu, jenis manglid ini juga menjadi salah satu pilihan masyarakat karena termasuk jenis cepat tumbuh ( ).

Sementara menurut Abdurachman dan Hadjib (2006), jenis-jenis cepat tumbuh dari hutan rakyat umumnya menghasilkan mutu kayu relatif rendah karena selain berumur muda, juga mengandung banyak cacat seperti mata kayu, miring serat, cacat bentuk dan sebagainya.

Rendahnya mutu kayu rakyat jenis manglid juga diduga disebabkan penggunaan bibit yang tidak berkualitas serta teknik pemeliharaan yang tidak intensif. Sebagaimana menurut Sabarnudin (2005) kelemahan yang nampak pada sisi silvikultur antara lain berhubungan dengan mutu bibit atau benih, dan pemeliharaan selanjutnya. Bibit tanaman umumnya berasal dari semai alam seadanya, walaupun mungkin sudah dilakukan "peningkatan" genetik dengan memilih benih atau bibit dari induk yang terbaik.

Selanjutnya petani pemilik hutan rakyat nampaknya secara sadar sengaja hanya mengalokasikan sedikit waktunya untuk pemeliharaan hutannya, karena menganggap menanam pohon tidak harus intensif.

Salah satu tahapan pengelolaan hutan rakyat yang masih menjadi kendala saat ini antara lain tidak dikuasainya teknik pengolahan kayu yang baik, terutama di industri-industri kecil penggergajian dan pengolahan kayu yang menjadi penampung hasil kayu rakyat. Pelaku industri kecil sebagian besar belum menguasai dengan baik teknik-teknik peningkatan mutu kayu seperti teknik pengawetan kayu, pengeringan kayu, perekatan kayu dan lain-lain. Hal ini juga disebabkan masih terbatasnya hasil-hasil penelitian mengenai teknologi peningkatan mutu kayu jenis ini.

Mutu bahan baku kayu rakyat jenis manglid yang relatif rendah dan kurangnya dukungan teknik pengolahan yang baik menyebabkan diversifikasi pemanfaatan kurang beragam dan tidak efisien. Hal ini menyebabkan rendahnya rendemen pemanfaatan serta

fast growing tingginya limbah baik pada saat penebangan, penggergajian, maupun pengolahan kayu. Salah satu jenis limbah yang banyak terdapat dalam pemanfaatan jenis manglid untuk pertukangan adalah limbah dolog diameter kecil (di bawah 15 cm). Secara umum Dulsalam (2000) menyatakan bahwa limbah pem balakan hutan tanaman adalah sebesar 10% yang berupa dolog berdiameter lebih dari 10 cm dan limbah berdiameter kurang dari 10 cm. Limbah dolog diameter kecil ini umumnya dimanfaatkan untuk kayu bakar dengan nilai tambah yang relatif kecil.

Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan sifat pemesinan dolog manglid diameter kecil yang ber- asal dari hutan rakyat. Pengujian sifat pemesinan yang dilakukan mencakup pengolahan kayu secara umum seperti penyerutan, pembentukan, pembubutan, pengeboran, pembuatan lubang persegi dan peng- ampelasan untuk menentukan kualitas pengerjaan kayu menggunakan mesin-mesin komersial (ASTM, 1981).

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 dolok manglid dengan diameter < 15 cm yang berasal dari limbah tebangan hutan rakyat di Desa Sodonghilir, Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya.

Pengujian sifat pemesinan dilakukan di Laboratorium Pengerjaan Kayu Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Bogor.

Dolok manglid dibuat menjadi papan dengan ukuran 125 cm x 12 cm x 2 cm sejumlah 15 lembar dan dibiarkan hingga mencapai kadar air kering udara.

et al. -

Bahan dan Metode A. Bahan dan Peralatan

B. Metode Penelitian 1. Pembuatan contoh uji

Gambar 2. Produk kerajinan dari dolok diameter kecil/manglid (sumber Narlan. 2008)

(8)

Tabel 1. Sifat pemesinan kayu manglid diameter kecil

Jenis cacat Sifat pemesinan (%)

Penyerutan Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan

Serat berbulu 11 23,33 7,33 11 25

Serat patah 0 - - - 14

Serat terangkat 0 0 - - -

Tanda serpih 7 0 - - -

Bekas garukan - - 6,33 - -

Penghancuran - - - 27 -

Kelicinan - - - 0 -

Penyobekan - - - 0 -

Kekasaran - - - - 0

Total cacat 18 23,33 13,66 38 39

Bebas cacat 82 76,67 86,34 62 61

Kelas mutu I II I II II

Mutu pemesinan Sangat baik Baik Sangat baik Baik Baik

W

W

HASIL HUTANHASIL HUTANHASIL HUTAN

ARTA ARTA

Vol. 7 N0. 1.2012

Pengolahan Hasil Hutan

Papan-papan yang dijadikan sebagai contoh uji tersebut dipilih papan yang bebas cacat baik cacat alami, cacat fisik maupun biologis.

Penilaian sifat pemesinan didasarkan pada perbandingan luas bagian permukaan yang cacat per total luas seluruh permukaan, dinyatakan dalam persen. Pengamatan cacat menggunakan alat bantu 2. Pengujian

loupe dengan pembesaran 10 kali. Jenis cacat yang diamati secara visual pada masing-masing sifat meliputi; serat berbulu ( ), serat patah (

), serat terangkat ( ) tanda serpih ( ), bekas garukan ( ), penghancuran ( ), kelicinan ( ), penyobekan ( ) dan kekasaran ( ).

Hasil pengujian sifat pemesinan kayu manglid dari dolok diameter kecil disajikan dalam Tabel 1.

fuzzy grain torn

grain raised grain chip

mark scratching

crushing smoothness tear out

roughness

Tabel 1 memperlihatkan bahwa cacat serat berbulu pada kayu manglid berdasarkan persentase cacat yang terukur, kayu manglid dari dolok manglid diameter kecil memiliki sifat pemesinan baik sampai sangat baik atau kelas mutu I sampai II. Manglid memiliki sifat penyerutan dan pengampelasan yang sangat baik atau kelas mutu I. Hal ini menunjukkan bahwa dolok manglid diameter kecil ini cocok untuk

produk yang memerlukan tampilan permukaan yang baik seperti mebelair, kerajinan dan lain-lain. Semen- tara sifat pembentukan yang baik memungkinkan dolok manglid diameter kecil untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku produk kayu bentukan ( ) dengan lebar papan terbatas seperti profil dan papan sambung. Papan sambung dengan sistem

dan yang memerlukan sifat pembentuk- an baik dapat diaplikasikan pada papan manglid.

Sifat pemboran yang baik memungkinkan aplikasi pemboran papan manglid seperti penyam- bungan dengan pasak atau dowel. Demikian juga dengan sifat pembubutan yang baik memungkinkan pemanfaatan manglid untuk pembuatan kerajinan dengan aplikasi pembubutan.

Meskipun demikian dari Tabel 1 terlihat bahwa cacat terbanyak (39 buah) atau bebas cacat terkecil (61%) terdapat pada proses pembubutan, dengan ditemukan- nya banyak serat berbulu dan serat tegak. Hal ini dimungkinkan terjadi akibat proses penggergajian yang tidak sejajar arah serat. Davis (1962) dalam Asdar (2010) mengemukakan cara mencegah dan mengatasi permasalahan cacat kayu yang terjadi selama proses pemesinan. Serat terangkat dan berbulu dapat moulding

finger joint tongue & groove

Gambar 3. Papan manglid untuk kerajinan dari dolok diameter kecil

(9)

Pengolahan Hasil Hutan W W ARTA ARTA

HASIL HUTANHASIL HUTANHASIL HUTAN Vol. 7 N0. 1.2012

dikurangi dengan menggunakan pisau yang tajam, kadar air di bawah 12%, serta 30-40. Cacat serat patah dapat dicegah dengan menambah jumlah keratan per inci dan untuk meng- hilangkannya diperlukan pengampelasan yang lebih banyak dibanding untuk menghilangkan serat terangkat dan serat berbulu. Untuk menghindari tanda garukan selama proses pengampelasan, maka jenis ampelas yang digunakan harus disesuaikan dengan tekstur kayu, semakin halus teksturnya, semakin halus pula ampelas yang harus digunakan. Sedangkan menurut Szymani (1989) Asdar (2010), serat patah pada kayu yang seratnya bergelombang atau berpadu dapat diatasi dengan mengurangi sudut kerat pisau menjadi 15 atau bahkan 10 .

grinding bevel (knife cuts per inch)

dalam

O O

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pengujian ini adalah kayu manglid yang berasal dari dolok diameter kecil memiliki mutu pemesinan yang sangat baik (kelas mutu I) pada sifat penyerutan dan pengampelasan, serta memiliki mutu pemesinan baik (kelas mutu II) pada sifat pembentukan, pemboran dan pembubutan.

Berdasarkan sifat pemesinannya, kayu manglid yang berasal dari dolok diameter kecil memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai produk yang memerlukan tampilan halus dan konstruksi ringan seperti mebelair dan produk kerajinan.

Daftar Pustaka

Abdurachman, dan N, Hadjib, 2006, Pemanfaatan Kayu Hutan Rakyat untuk Komponen Bangunan.

Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

Bogor.

Abdurachman, A.J. dan S. Karnasudirdja, 1982. Sifat Pemesinan Kayu-Kayu Indonesia. Laporan No.

160. Balai Penelitian Hasil Hutan. Bogor.

American Society for Testing and Meterial (ASTM).

1981. Annual Book of ASTM Standards. Part 22:

Wood; Adhesives. Philadelphia. USA. pp. 494- 520 Anonim, 2007. Manglid ( Bl.), Lembar

Informasi Teknis Jenis-Jenis Pohon untuk Hutan Rakyat. Balai Penelitian Kehutanan Ciamis.

Ciamis.

Asdar, M. 2010. Sifat Pemesinan Kayu Surian ( (Adr.Juss.) M.J. Roemer) dan Kepayang ( Reinw.). Jurnal Hasil Hutan Vol 28 No 1 tahun 2010. Pusat Penelitian Hasil Hutan.

Bogor.

Djam'an, D.F., 2006. Mengenal Manglid (

Bl,), Manfaatnya dan Permasalahan. Majalah Kehutanan Indonesia Edisi VI. Jakarta.

Dulsalam, D. Tinambunan, I. Sumantri dan M. Sinaga, 2000. Peningkatan efisiensi pemanenan kayu bulat sebagai bahan baku industri. Makalah utama pada Seminar Hasil Penelitian Pusat Litbang Hasil Hutan, Bogor 7 Desember 2007.

Malik, J., dan O. Rachman, 2002. Sifat Pemesinan Lima Jenis Kayu Dolok Diameter Kecil dari Jambi. Buletin Penelitian Hasil Hutan Vol. 20 (5): 401-412. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor Rachman, O., dan J. Malik, 2008. Penggergajian dan

Pengerjaan Kayu, Pilar Industri Perkayuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.

Sabarnudin, S., 2005. Observasi terhadap Sistem Silvikultur Hutan Rakyat dan Arah Perbaikannya.

. Diakses pada tanggal 24 Januari 2008.

Seng, O.D., 1990. Spesific Grafity of Indonesian Woods and Its Significance for Practical Use, Diterjemah- kan oleh Suwarsono P,H, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Departemen Kehu- tanan Indonesia. Bogor. Indonesia.

Manglieta glauca

Toona sinensis

Pangium edule

Manglieta glauca

www.fkkm.org/artikel/index.php Gambar 4. Contoh uji sifat pemesinan manglid dari

dolok diameter kecil

(10)

W

W

HASIL HUTANHASIL HUTANHASIL HUTAN

ARTA ARTA

Vol. 7 N0. 1.2012

Pengolahan Hasil Hutan

Liputan

PUSTEKOLAH DALAM

INDOGREEN FORESTRY EXPO KE 4 JCC JAKARTA

P

usat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan pada acara The 4 Indogreen Forestry Expo 2012 yang di- selenggarakan pada tanggal 5 s.d 8 April 2012 bertempat di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, merupakan wahana untuk pemasyarakatan IPTEK yang diperoleh dari hasil kegiatan penelitian dibidang teknologi pengolahan hasil hutan. Informasi IPTEK ini berharap menjadi pendorong, pendamping pada kegiatan masyarakat dalam pemanfaatan dan pengolahan hasil hutan, untuk menuju kepada kesadaran dan kemampuan masyarakat Indonesia dalam penyelamatan dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Hal ini sesuai dengan pidato Menteri Kehutanan pada pembukaan pameran “Melalui kegiatan The 4 Indogreen Forestry Expo 2012 dimana pemerintah ingin menunjukkan kepada dunia tentang komitmen Indonesia dalam pengelolaan, pelestarian, manfaat hutan dan memperbaiki ekosistem kawasan hutan dengan keberpihakan kepada masyarakat dengan sistem kelola hutan secara berkeadilan dan komitmen pemerintah dalam menurunkan gas rumah kaca sebesar 26 % serta mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia secara berkelanjutan”.

Pada kesempatan pameran ini Pustekolah menampilkan materi antara lain contoh produk bambu

th

th

lamina (pintu panel, kusen jendela), pemanfaatan kayu hutan tanaman berdiameter kecil untuk furniture dan publikasi hasil penelitian.

Jenis produk yang ditampilkan yang banyak mendapat perhatian dan apresiasi yaitu contoh produk bambu lamina bahkan ada salah seorang dari pihak swasta berasal dari kabupaten Bogor dan ketua kelompok tani dari Palembang Sumatera Selatan yang ingin memperdalam teknik dan cara bagaimana pembuatan bambu lamina dan teknik pembuatan arang dan turunannya. (Nurhayadi dan Jajuli)

Gambar 1. Menteri Kehutanan sedang membuka Pameran Indogreen Forestry Expo ke 4 di JCC Jakarta

Gambar 2. Photo materi dan pengunjung pameran pada stand kementerian kehutanan

(11)

PENGELOMPOKAN BEBERAPA MACAM PRODUK KAYU DALAM PERDAGANGAN

K

ayu adalah bahan berserat yang keras dalam batang dan cabang pohon yang dibalut oleh kulit (kulit ada dibagian luar kayu). Kom- ponen kimia kayu yang utama adalah selulosa dan lignin sehingga ada pengelompokan kayu dan bahan berlignoselulosa lain (bahan yang mengandung lignin dan selulosa). Hal ini berarti kayu mempunyai ciri mengandung serat, selulosa dan lignin. Pengelompok- an ini berdasarkan pertimbangan teknologis. Dalam perdagangan ada pengelompokan barang berdasarkan HS (Harmonized System) yang terdiri atas beberapa bab. Kayu dan produk kayu termasuk Bab 44 (HS 44) dengan judul

. Dalam arang kayu (HS 44.02) termasuk arang dari tempurung dan bambu. Kedua bahan ini termasuk bahan yang mengandung lignin dan selulosa. Papan partikel (HS 44.10) dan papan serat (HS 44.11) di- sebutkan dari kayu atau bahan lain yang mengandung lignin (ligneous materials). Dalam kayu lapis (HS 44.12) termasuk yang terbuat dari bambu.

Produk kayu ada yang dibuat dengan memakai perekat atau yang menggunakan perekat sebagai bahan baku disamping kayu. Hal ini berarti dalam pembuatannya mengalami proses perekatan, demikian juga dalam HS. Beberapa istilah perekatan dalam HS

adalah , ,

.

(disambung) adalah perekatan pada arah panjang ( ) yang disebut juga sambungan ujung atau pada arah lebar ( ) yang disebut juga sambungan sisi. Kombinasinya adalah dibuat dulu sambungan ujung kemudian dibuat sambungan sisi.

Pada HS, istilah terdapat pada HS 44.07 yaitu produk kayu dengan tebal lebih dari 6 mm, pada HS 44.08 yaitu produk kayu dengan tebal tidak lebih dari 6 mm (maksimum 6 mm, yang berarti 6 mm atau kurang) dan pada HS 44.09 yaitu produk kayu yang permukaannya mengalami pengerjaan. Di lapangan HS 44.07 dikenal dengan istilah kayu gergajian, HS 44.08 dengan istilah venir dan HS 44.09 dengan istilah (kayu bentukan). Istilah pada HS 44.07 dan HS 44.08 hanya satu macam, yaitu

sedangkan pada HS 44.09 ada dua macam, yaitu dan . Secara teknologi dapat ditafsirkan juga sebagai . Bila kayu gergajian berupa bilah yang mengalami proses penyambungan dapat disebut dan dapat dibedakan Wood and wood articles of wood, wood charcoal

jointed laminated agglomerated with resin or other organic binding substances and agglomerated with cement, plaster or other minerals binders

Jointed end-jointed

edge-jointed

jointed

moulding jointed

end-jointed end-

jointed v-jointed v-jointed

edge-jointed jointed wood Oleh: Paribotro Sutigno

menjadi atau bilah sambung (berupa bilah yang panjang) serta atau papan sambung (berupa papan yang panjang dan lebar). Pada

hanya terdapat dan pada

terdapat saja atau dan .

Apa yang disebut adalah dengan

saja sedangkan yang disebut finger

adalah dengan (berupa

) dan .

Istilah terdapat pada HS 44.12 yang berjudul

. Yang dilapangan dikenal dengan istilah kayu lapis ( ) atau kelompok kayu lapis.

(dilapisi) adalah perekatan pada arah tebal. Proses ini

dilakukan pada pembuatan dan

. Jadi berbeda dengan HS 44.07, HS 44.08 dan HS 44.09 yang pada proses pembuatan produk tidak selalu dilakukan , pada HS 44.12 selalu dilakukan . Pada , pelapisan venir dilakukan dengan arah serat bersilangan tegak lurus,

pada dan proses

pelapisan dapat sejajar serat atau bersilangan tegak lurus. Venir lamina ( atau LVL), arah serat venir yang direkat adalah sejajar sehingga termasuk HS 44.12. Kayu lamina (

atau GLT) adalah kayu gergajian yang direkat pada arah tebal dengan arah serat sejajar. Komponennya dapat berupa kayu gergajian utuh atau kayu sambungan ( ) yaitu yang disambung pada arah panjang dan atau pada arah lebar. (panel gabungan) adalah hasil perekatan beberapa macam panel pada arah tebal seperti kayu lapis dengan papan serat. Kayu lamina dan panel gabungan (baik dari kayu maupun bambu) termasuk HS 44.12

Salah satu turunan HS 44.12 adalah HS

44.12.94.00 , . Secara

teknologi produk ini disebut karena pada lapisan luarnya dilapisi venir yang bersilangan tegak lurus. Lebar bilah penyusun intinya dapat berbeda, yaitu 7 mm - 25 mm ( ), kurang dari 7 mm ( ) dan lebih dari 25 mm ( ). Di lapangan HS 44.12.9.400 dikenal sebagai kelompok (papan blok) Semula produk ini dibuat di pabrik kayu lapis dalam rangka pemanfaatan limbah berupa sisa kupasan kemudian berkembang berupa limbah kayu gergajian, sisa pemotongan kayu lapis, sisa pemotongan papan blok dan sisa pemotongan venir lamina. Sisa kupasan digergaji dan bersama limbah

jointed stick

jointed board

jointed

stick end-jointed jointed board

edge jointed edge jointed end jointed bare core jointed board

edge jointed jointed

board jointed board end jointed finger jointed edge jointed

laminated

Plywood, veneered panels and similar laminated wood

plywood Laminated

plywood, veneered panels laminated wood

jointed laminated plywood

veneered panels laminated wood laminated veneer lumber

glued laminated timber

jointed wood

Sandwich panel

Blockboard laminboard and battenboard lumbercore plywood

blockboard

laminboard battenboard

blockboard

Pengolahan Hasil Hutan W W ARTA ARTA

HASIL HUTANHASIL HUTANHASIL HUTAN

Vol. 7 N0. 1.2012

(12)

kayu gergajian dibuat bilah untuk bahan inti sehingga disebut . Sisa pemotongan kayu lapis, papan blok dan venir lamina dapat disusun mendatar dan tegak. Lebar sisa pemotongan kayu lapis, papan blok dan venir lamina yang disusun mendatar menjadi bahan inti papan blok ada di antara 7 mm - 25 mm sehingga termasuk . Bila sisa pemotongan kayu lapis dan venir lamina disusun tegak maka termasuk karena lebar bilah inti kurang 7 mm. Di lapangan ada istilah multiblok yaitu papan blok yang intinya berupa sisa pemotongan kayu lapis.

Sejalan dengan hal tersebut, dapat dibuat

dan . Bila lapisan

venir di permukaan papan partikel atau papan serat hanya satu lapis atau tidak bersilangan tegak lurus maka tidak termasuk .

Istilah ada pada HS 44.10

mengenai papan partikel ( ). Pada proses pembuatannya partikel dicampur dengan perekat, dibuat hamparan dan dikempa panas. Partikel atau potongan kecil dapat dibuat dari kayu atau bahan

berlignin ( ) lain atau bahan

berlignoselulosa lain. Di Indonesia bahan lain ini yang sudah dibuat papan partikel adalah bagas (ampas tebu), bambu, campuran bagas dengan bambu, sabut kelapa dan kulit kenaf. Perekat yang dipakai adalah perekat organik seperti yang dipakai dalam pembuatan kayu lapis.

Istilah ada pada HS 44.11

mengenai papan serat ( ). Papan serat yang dibuat di Indonesia adalah yang berkerapatan sedang

( atau MDF) dari kayu. Pada

proses pembuatannya serat di injeksi dengan perekat, dibuat hamparan dan dikempa panas. Serat dapat dibuat dari kayu atau bahan berlignin (ligneous materials) lain atau bahan berligno selulosa lain.

Perekat yang dipakai adalah perekat organik seperti yang dipakai dalam pembuatan kayu lapis dan bertujuan untuk meningkatkan mutu papan serat.

lumber core

blockboard laminboard

particleboard core plywood fibreboard core plywood

plywood agglomerated with resin

particleboard

ligneous materials

bonded with resin fibreboard medium density fibreboard

Istilah

terdapat pada HS 68

. Turunan dari HS 68 antara lain HS 68.08

. Pada proses pembuatannya partikel atau serat dicampur dengan perekat mineral dan dikempa menjadi panel, papan atau bentuk lain. Partikel atau serat dibuat dari kayu atau bahan berlignin lain (bahan berligno selulosa lain).

Penamaan produknya tergantung pada macam perekat yang dipakai seperti papan semen dan papan gipsum.

Kedua macam produk ini sudah dibuat di Indonesia.

Papan semen dibuat dari kayu dan bambu, papan gipsum dibuat dari serat kayu. Karena berbentuk panel maka termasuk kelompok panel kayu, sub kelompok panel kayu berperekat mineral.

Sebagai penutup dikemukakan beberapa hal sebagai berikut:

1. Secara umum pengelompokkan produk kayu berdasarkan teknologi dan HS mempunyai per- samaan. Dalam pengertian kayu termasuk bahan berlignin (istilah HS) atau bahan berlignoselulosa (istilah teknologis).

2. Ada produk kayu yang dibuat menggunakan perekat organik dan ada yang menggunakan perekat mineral. Produk kayu yang memakai perekat organik termasuk HS 44, sedangkan yang memakai perekat mineral termasuk HS 68.

Keberadaan dua macam perekat itu diakui secara teknologis dan dalam HS.

3. Setiap kelompok produk mempunyai ciri yang berbeda dari kelompok produk yang lain. Hal ini penting untuk menentukan suatu produk termasuk kelompok mana. Macam produk dapat bertambah sesuai dengan perkembangan teknologi dan permintaan pasar. Dengan demikian turunan HS dari setiap kelompok produk dapat bertambah.

agglomerated with cement plasteror other

minerals binders Articles of stone,

plaster, cement, asbestos, mica or similar materials

Panels, boards, tiles, bloks and similar articles of vegetable fibre, of straw or of shavings, chips, particles, sawdust or other waste of wood, agglomerated with cement, plaster or other minerals binders

W

W

HASIL HUTANHASIL HUTANHASIL HUTAN

ARTA ARTA

Vol. 7 N0. 1.2012

Pengolahan Hasil Hutan

(13)

Pengenal Kayu Otomatis : Solusi Mencegah Illegal Logging

I

dentifikasi kayu adalah salah satu aplikasi dari ilmu anatomi kayu. Pengetahuan ini sangat penting tidak hanya untuk mengenal atau mengidentifi- kasi suatu jenis kayu yang akan digunakan dalam perdagangan, namun juga untuk mendukung perkembangan ilmu pengetahuan lainnya, seperti ilmu botani, palaentologi, ethnologi, forensik, arkeologi dan juga sejarah. Hasil identifikasi dari sepotong kecil kayu itu dapat memberikan informasi yang lebih bermakna daripada sekedar nama botani yang dimiliki pohon tersebut (Miller dan Baas, 1981; Wheeler dan Baas, 1998).

Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan jenis-jenis pohon yang tumbuh di hutan. Hasil inven- tarisasi menunjukkan bahwa ada sekitar 4.000 jenis pohon penghasil kayu yang diketahui (Mandang dan Pandit, 2002). Ratusan diantaranya adalah jenis komersial atau diperdagangkan. Jenis kayu tersebut mempunyai nama dan karakteristik yang berbeda.

Perbedaan karakteristik ini akan menentukan kualitas atau kegunaan yang tepat dari setiap jenis kayu, dimana kualitas tersebut akan berpengaruh pada harga dan penentuan pajak yang sesuai, sehingga sangat penting untuk mengetahui nama dari tiap jenis kayu secara tepat.

Secara fisik, kayu perdagangan tersebut memiliki kemiripan sehingga orang awam akan sulit mem- bedakan. Akibatnya, banyak terjadi salah identifikasi yang dapat menimbulkan kerugian finansial. Tidak ada toleransi kesalahan dalam mengidentifikasi kayu. Salah dalam mengidentifikasi, hanya ada dua kemungkinan yang terjadi, negara yang dirugikan, atau perusahaan yang dirugikan, yang ujungnya akan berdampak buruk bagi kelestarian jenis kayu itu. Kesulitan identifikasi kayu juga berkaitan dengan penertiban peredaran kayu, khususnya pengatasan dan

. Tanpa kemampuan mengenal kayu yang memadai, petugas di lapangan akan dengan mudah dikelabui. Di sisilain, kemampuan pengenalan kayu memerlukan dasar ilmu dan pelatihan yang panjang.

Salah satu metode untuk menentukan jenis suatu kayu adalah melalui identifikasi berdasarkan struktur anatominya. Perbedaan struktur anatomi dari tiap kayu inilah yang menjadikan identifikasi mengguna- kan data ciri makroskopis dan mikroskopis menjadi illegal logging illegal timber trading

PERTAMA DI DUNIA:

Oleh: Ratih Damayanti, Sri Rulliaty

lebih teliti dan lebih tepat untuk menentukan jenis kayu. Cara ini sering digunakan untuk mengidenti- fikasi kayu dalam setiap kegiatan resmi yang membutuhkan ketepatan identifikasi, sehingga harus mendatangkan pakar atau ahli dibidang tersebut.

Karena keterbatasan ilmu, teknologi dan kemampuan sumberdaya manusia yang ada, hingga saat ini proses identifikasi kayu hanya dapat dilakukan oleh petugas yang telah terlatih dan berpengalaman, yang mana kondisi personalitas sangat menentukan hasil dan lamanya waktu melakukan identifikasi.

Kesulitan-kesulitan di atas dapat diatasi apabila tersedia alat yang cukup handal yang secara obyektif dapat membantu identifikasi kayu secara cepat dan tepat di lapangan. Peneliti Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan sedang mengembangkan alat tersebut dengan memanfaatkan teknologi Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Citra struktur makroskopis yang mewakili ciri-ciri kayu berbagai jenis dari berbagai daerah dikumpulkan. Ciri kayu yang ditampilkan dalam sepuluh komponen citra tersebut ditata ke dalam sebuah arsitektur JST yang kemudian disimpan dalam memori atau telpon seluler yang dilengkapi mikroskop mini. atau telpon seluler yang telah diperangkati tersebut selanjutnya dapat mengenal kayu dengan mem- bandingkan terhadap citra struktur makroskopis kayu yang tersimpan di dalamnya.

Penelitian ini membutuhkan waktu sekitar dua tahun. Saat ini telah dibangun arsitektur JST untuk 15 jenis kayu komersil dan jenis kayu yang sering bermasalah dalam identifikasinya di lapangan yaitu

Jabon merah ( ), Jabon

( ), Kapur berbagai kualitas

( dan . ), Keruing

( dan BI.),

Bangkirai ( ), Belangeran ( ),

Pelawan ( ), Meranti merah ( dan ), Kenari (

Benth. dan ), serta Nyatoh (

dan ).

Sejauh ini, percobaan menggunakan 15 jenis kayu telah menunjukkan keakuratan yang tinggi.

Tingkat ketelitian untuk jenis-jenis kayu yang dikenalkan mencapai 100%. Sedangkan untuk uji coba

notebook Notebook

Anthocephalus macrophyllus Anthocephalus cadamba

Dryobalanop saromatica D oocarpa Dipterocarpus kunstleri Dipterocarpus gracilis

Shorea laevifolia Shorea balangeran

Tristania maingayi Shorea

acuminate Shorea ovalis Canarium aspertum Santiria laevigata Palaquium rostratum Palaquium hexandrum

Pengolahan Hasil Hutan W W ARTA ARTA

HASIL HUTANHASIL HUTANHASIL HUTAN

Vol. 7 N0. 1.2012

(14)

kayu dari lokasi tempat tumbuh yang sama namun belum pernah dikenalkan, tingkat ketelitian mencapai 98%. Untuk kayu yang berasal dari lokasi tempat tumbuh yang berbeda, tingkat pengenalan mencapai 93%. Kondisi ini terjadi untuk jenis kayu yang memi- liki tingkat kemiripan struktur makroskopis yang tinggi.

Alat dan sistem yang baru ada pertama kali di dunia ini sedang dalam proses pengembangan, termasuk mewujudkannya ke dalam bentuk sebuah telpon seluler sehingga lebih praktis. Waktu penyelesaiannya ditentukan berdasar kecepatan pembangunan arsitektur jaringan jenis-jenis kayu yang akan diidentifikasi. Diharapkan tahun 2012 sudah akan selesai dan dapat digunakan secara luas. Kedepan, alat ini dapat diproduksi dalam skala besar sehingga semua pihak yang terkait seperti Petugas Pengawas Teknis (Wasganis) serta Pengawas Teknis (Ganis) di UPT BP2HP seluruh Indonesia, Petugas Penguji Pengawas dan Pemeriksa Kayu Bulat (P3KB) di seluruh unit-unit kabupaten Dinas Kehutanan di seluruh Indonesia, petugas beacukai di pelabuhan, serta para pengusaha yang bergerak di industri perkayuan, dapat mengguna- kannya.

Diharapkan, alat ini dapat memudahkan semua orang untuk mengidentifikasi jenis kayu, serta secara signifikan dapat meningkatkan kinerja bagi pihak yang berurusan dengan perkayuan, misalnya dalam penetapan besaran pajak untuk petugas bea cukai, atau bagi pihak kepolisian dan Kementerian Kehutanan.

Secara mudah kayu yang beredar dapat dikenali dan dicocokkan dengan dokumen perjalanan kayu tersebut secara cepat. Para pengusaha yang akan menggunakan

kayu juga dapat menggunakan alat ini untuk mengetahui ketepatan jenis kayu yang akan diolah, sehingga efisiensi waktu dan efektifitas tenaga ahli dalam kepastian data kayu dapat ditingkatkan, dan kayu dapat digunakan secara efektif, efisien dan bijaksana.

Dan yang masih menjadi sebuah mimpi, Peneliti Anatomi Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan juga ingin mengembangkan suatu sensor identifikasi kayu berbasis DNA, untuk mengatasi kelemahan alat pertama yang baru mampu mengidentifikasi hingga tingkat genus.

Mandang, Y.I. dan I.K.N. Pandit, 2002. Seri Manual Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan.

PROSEA. Bogor.

Miller, R. B. and P. Baas, 1981. Standard List of Characters Suitable for Computerized Hardwood Identification. IAWA Bulletin n.s., VI, 2 (2-3), Leiden Netherland.

Wheeler, E.A. and Baas, P. 1998. Wood Identification - A Review. IAWA Journal, Vol.19 (3) : 241 - 264. Leiden Netherland.

Anonim, 2003 Bahan Acuan

Pada tahun kedua nanti, akan ditambahkan jenis- jenis kayu yang masuk dalam Keputusan Menteri Ke- hutanan Nomor: 163/Kpts-II/2003 (Anonim, 2003) tentang Pengelompokkan Jenis Kayu sebagai Dasar Pengenaan Iuran Kehutanan. Untuk saat ini, wujud alat identifikasi yang akan dihasilkan berupa sebuah laptop dan alat pem- besar obyek digitaldynolite, seperti pada gambar berikut:

W

W

HASIL HUTANHASIL HUTANHASIL HUTAN

ARTA ARTA

Vol. 7 N0. 1.2012

Pengolahan Hasil Hutan

Gambar 1. Penampang melintang salah satu jenis kayu pada program/aplikasi kunci identifikasi kayu

(15)

A

pa yang terlintas dalam pikiran anda saat anda membaca judul di atas?. “Berbahaya”

mungkin adalah respon pertama kita. Dalam ilmu kimia “perilaku” senyawaan sianida memang memiliki reputasi yang menakutkan.

Dalam praktek laboratorium hydrogen sianida (HCN) yang digunakan sebagai pelarut bersifat mengecoh, gas ini mudah menguap dan hidung manusia sepertinya baru dapat mendeteksi baunya hanya pada tingkat yang mungkin sudah cukup untuk menyebabkan kematian.

Tapi tentu saja sianida tidak hanya memiliki “sisi hitam”, senyawaan sianida sangat berguna untuk sintesis asam amino, pembuatan polimer metakrilat dan kita mungkin tidak menyangka, tapi senyawaan sianida adalah teman baik beberapa tumbuhan dan hewan di hutan.

Alam memiliki caranya sendiri untuk meman- faatkan dengan baik sifat “galak” dari sianida ini. Jenis

kelabang tertentu ( ) mempunyai

pabrik sianida-nya sendiri. Kelabang menyimpan suatu mandelonitril (salah satu senyawaan sianida) dalam kelenjar pertahanannya. Saat bertemu dengan predator, mandelonitril dihidrolisis oleh enzim sehingga terurai menjadi gas hydrogen sianida (HCN), semburan HCN dari kelabang ini dapat membunuh seekor tikus.

Senyawaan sianida dapat ditemukan pada jenis ubi tertentu ( ), bambu, tumbuhan hutan dalam genera Araceae. Di hutan kita juga dapat menemukan tumbuhan jenis ceri ataupun persik yang

Gambar 1. Hydrogen Sianida

Gambar . Sianida Di Alam

Apheloria corrigata

Manihot esculenta

2 Mandelonitrile

SIANIDA Si Galak

Oleh : Rossi Margareth Tampubolon

Pengolahan Hasil Hutan W W ARTA ARTA

HASIL HUTANHASIL HUTANHASIL HUTAN

Vol. 7 N0. 1.2012

tergolong genus Prunus yang juga memiliki senyawaan sianida. Sianida pada tumbuhan ini tersimpan sebagai derivate gula dalam biji dan terlindung di dalam rongga buah. Seperti halnya dalam tubuh kelabang, sianohidrin pada buah-buahan ini juga dapat di- hidrolisis secara enzimatik untuk menghasilkan HCN, maka biji ceri dan spesi Prunus lain tidak boleh dikonsumsi terlalu banyak.

Sianohidrin yang menarik untuk diamati pada tumbuhan mungkin adalah amygdalin dan laetril.

Laetril juga dikenal sebagai vitamin B17. Senyawa ini menjadi bahan perdebatan di dunia pengobatan karena adanya dugaan atas kemampuannya dalam penyem- buhan kanker. Opini terbelah antara kelompok yang setuju bahwa vitamin B17 dapat mengendalikan pertumbuhan sel-sel kanker dan kelompok yang menuding bahwa penggunaan vitamin B17 hanya akan membuat para penderita kanker berakhir dengan keracunan sianida.

Kelompok pendukung vitamin B17 mengguna- kan argument disosiasi ikatan kimia yang terjadi pada vitamin B17 (modifikasi dari senyawa sianida amygdalin). Perhatikanlah reaksi berikut :

Sianida Dalam Perdebatan

Gambar .3 Laetrile

(16)

Gambar 4. Reaksi pemutusan ikatan amygdalin yang menghasilkan HCN

Sifat “galak” sianida dalam amygdalin ada dalam keadaan tidak aktif, karena ia berikatan dengan dua glukosa dan benzaldehyde. Apabila bertemu dengan enzyme beta-glucosidase, amygdalin akan terdisosiasi menjadi benzaldehyde dan HCN (kita tentu masih ingat HCN sangat mematikan). Jadi enzyme beta-glukosidase adalah pelaku yang mengaktifkan si “galak” sianida. Di manakah terdapat enzyme beta-glukosidase?. Tubuh manusia memiliki enzyme ini. Betul sekali ! tubuh kita memiliki enzyme yang cocok untuk mengaktifkan si “galak” sianida.

Tapi jumlah beta-glukosidase dalam sel tubuh kita sangat kecil, sehingga amygdalin yang masuk dalam jumlah tertentu dalam tubuh hanya sebagian kecil saja yang terdisosiasi menjadi HCN. Sekarang bayangkan apabila beta-glukosidase diproduksi dalam jumlah hingga 100 kali lipat normalnya ! berapa banyak HCN yang akan menyerang balik sel-sel tubuh ? (sianida menyebabkan sel tubuh tidak mampu menggunakan oksigen sehingga dapat menyebabkan kematian sel).

Sel-sel seperti apa yang dapat menghasilkan beta- glukosidase dalam jumlah sebanyak itu? Jawabannya adalah sel-sel kanker malignan. Sel-sel kanker membelah dan memperbanyak diri dengan cepat dan dengan begitu memproduksi banyak beta-glukosidase.

Dengan kehadiran amygdalin, tindakan sel-sel kanker yang memproduksi beta-glukosidase sama saja dengan tindakan “bunuh diri”. Inilah argument yang digunakan oleh kelompok pembela amygdalin (ataupun Vitamin B17/laetril) sebagai obat kanker.

Kelompok penentang penggunaan amygdalin memiliki argumen yang berbeda. Mereka mengajukan

fakta bahwa selama ini penelitian terhadap amygdalin yang digunakan sebagai obat kanker masih belum jelas, justru cerita-cerita tentang keracunan sianida akibat penggunaan amygdalinlah yang lebih sering terdengar.

Ada juga yang berargumen bahwa kalaupun ada penelitian tentang perawatan sel kanker menggunakan amygdalin, perawatan yang dilakukan toh diberikan bersamaan dengan therapy lainnya untuk kanker, sehingga mungkin saja bukan amygdalin “pahlawan”

nya.

Saat ini beberapa Negara misalnya Amerika dan Australia melarang penggunaan amygdalin maupun Vitamin B17/laetril (modifikasi dari amygdalin) untuk pengobatan kanker. Beberapa Negara lain misalnya Mexico masih memperbolehkan senyawa ini sebagai obat dalam perawatan penderita kanker.

Apapun reputasi yang diberikan pada sianida, kita percaya setiap senyawa kimia hadir dalam system kehidupan untuk melayani suatu tujuan. Mungkin suatu hari ada penelitian yang menjadi

bagi sisi “ramah” sianida.

Fessenden, R.J, Fessenden, A. 1999. Organic Chemistry, 3 ed, Wadsworth Inc

Turner, I.M. 2004. The Ecology of Trees in the Tropical Rain Forest. Cambridge University Press

Baas, P, Kalkman, K, Geesink, R. Plant Diversity of Malesia, Proceedings of Flora Malesiana Symposium

http://www.bibliotecapleyades.net. Is Cancer Merely A Vitamin Deficiency Disease? By Joe Vials

http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/cam/laetrile/

patient/page2 National Cancer Institute website http://www.michigan.gov/ophp the Michigan

Department of Community Health website http://museum.gov.ns.ca/poison/default.asp The

Museum of Natural History, Nova Scotia website new discovery

Referensi

rd

W

W

HASIL HUTANHASIL HUTANHASIL HUTAN

ARTA ARTA

Vol. 7 N0. 1.2012

Pengolahan Hasil Hutan

(17)

K

eselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Indonesia mengacu pada UU No.1/1970 tentang keselamatan kerja dan UU No.23/1992 tentang kesehatan. Undang-undang pertama mencakup semua tempat kerja dan menekankan pentingnya upaya tindakan pencegahan primer. UU No. 23/1992 memberikan ketentuan mengenai kesehatan kerja dalam pasal 23 yang menyebutkan bahwa kesehatan kerja dilaksanakan agar semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi kesehatan yang baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat dan agar mereka dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka. K3 penting bagi pengusaha, pekerja dan pemerintah di seluruh dunia.

Setiap tahun di seluruh dunia 2 juta orang meninggal karena masalah-masalah akibat kerja, selain itu 354.000 orang mengalami kecelakaan fatal disamping itu 270 juta pekerja yang mengalami kecelakaan akibat kerja dan 160 juta terkena penyakit-penyakit akibat kerja.

Biaya yang harus dikeluarkan untuk bahaya-bahaya akibat kerja ini amat besar. International Labour Organization ) memperkirakan kerugian yang dialami sebagai akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja setiap tahun lebih dari US$ 1,25 Triliun yang setara dengan 4 % dari Produk Domestik Bruto (GDP), (Markkanen P, 2004)

Kecelakaan dan penyakit yang terjadi dalam bekerja dikarenakan banyak hal, salah satunya adalah kurangnya kesadaran kita dalam menerapkan penting- nya K3 dalam aktifitas kita sehari-hari di dalam bengkel /laboratorium. Seperti yang kita lihat di dalam bengkel/ banyak para pegawai yang tidak menerapkan K3 dalam melaksanakan pekerjaannya.

Apabila K3 diterapkan dalam melakukan setiap pekerjaan setiap harinya, kemungkinan besar dapat mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Suatu bengkel/laboratorium biasanya mempunyai Standar Operasional Prosedur ) yang akan menjadi acuan apabila para pegawai dalam hal ini peneliti/

teknisi akan menggunakan bengkel/laboratorium tersebut. Tetapi kenyataan dalam prakteknya banyak para peneliti/teknisi tidak mengindahkan aturan- aturan tersebut. Sebetulnya aturan-aturan tersebut dibuat untuk memandu agar meminimalisir terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat bekerja. Kebanyakan

(ILO

laboratorium

(SOP Penerapan K3 di dalam Bengkel dan Lab

Oleh : Sahro Abdul Syukur

kecelakaan dan penyakit dalam bekerja terjadi akibat kelalaian dari para pekerja itu sendiri, yang tidak mengindahkan aturan di bengkel/laboratorium. Sebagai contoh, di dalam suatu bengkel dalam hal ini yang berhubungan dengan mesin biasanya penyakit yang timbul akibat pekerjaan adalah bagian pernapasan dan pendengaran, kenapa?. Hal ini terjadi karena para pengguna bengkel/laboratorium tersebut jarang menggunakan masker atau penutup telinga dalam melakukan aktifitasnya. Pada bengkel/Laboratorium yang berhubungan dengan bahan kimia atau sejenisnya penyakit yang ditimbulkan biasanya pada bagian per- napasan. Hal ini terjadi karena para pengguna bengkel/

laboratorium tersebut tidak memakai respirator (alat pelindung pernapasan) atau masker, sewaktu meng- gunakan bahan kimia sebagai bahan uji cobanya. Bahan kimia tersebut berbahaya apabila secara langsung kita hirup, karena mengandung bahan-bahan tertentu yang berbahaya bagi tubuh kita. Selain itu pula dalam suatu laboratorium yang biasanya menggunakan bahan kimia dalam setiap ujicobanya perlu dibuat ventilasi yang cukup untuk mengeluarkan udara yang berbahaya dari ruangan laboratorium tersebut. Yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah bagaimana menerapkan K3 yang baik dalam melaksanakan aktifitas? mungkin jawaban di bawah ini sedikit bisa membantu bagi kita semua yang akan melaksanakan pekerjaanya di dalam bengkel/laboratorium, yaitu :

a. Niat yang baik dalam bekerja b. Berdoa sebelum bekerja

c. Ikuti aturan-aturan yang ada (SOP) apabila akan melakukan aktifitas dan setelah menyelesaikan aktifitas di bengkel/

d. Memakai alat pelindung diri ( masker debu, sarung tangan kaos/karet, kacamata pelindung, pelindung telinga, alas kaki) supaya terhindar dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

e. Berdoa setelah selesai beraktifitas laboratorium

Pentingnya Penerapan

dalam Aktifitas di Bengkel/Laboratorium Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Liputan Kegiatan

W

W

HASIL HUTANHASIL HUTANHASIL HUTAN

ARTA ARTA

Vol. 7 N0. 1.2012

(18)

W

W

HASIL HUTANHASIL HUTANHASIL HUTAN

ARTA ARTA

Vol. 7 N0. 1.2012

Liputan Kegiatan

Kesimpulan dan Saran a. Kesimpulan

Penerapan K3 di lingkungan bengkel/laboratorium perlu dilakukan untuk menjaga keselamatan dan kesehatan para pekerja.

b. Saran

Setiap kegiatan terutama di bengkel/laboratorium

selayaknya menerapkan K3 dengan mengikuti SOP (Standar Operasional Prosedur).

P, Markkanen. 2004. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia.

Daftar Pustaka

K

artu pegawai (KARPEG) merupakan bukti legal keberadaan pegawai di suatu instansi baik itu instansi pemerintah maupun swasta. KARPEG antara lain berisi informasi Nomor Induk Pegawai (NIP) yang terdiri dari 18 angka, dengan 8 angka pertama menunjukkan tahun, bulan dan tanggal lahir Pegawai Negeri Sipil (PNS), 6 angka berikutnya menunjukkan tahun dan bulan pengangkatan pertama CPNS/PNS, 1 angka berikutnya menunjukkan jenis kelamin PNS (angka 1=pria, angka 2=wanita), dan 3 angka terakhir menunjuk- kan nomor urut PNS.

Seiring perkembangan teknologi informasi, serta didukung dengan UU No. 43 tahun 1999 dan Peraturan Kepala BKN No. 7 tahun 1998, BKN bekerjasama dengan PT. SUCOFINDO melakukan terobosan baru dengan mengembangkan Kartu PNS Elektronik (KPE) untuk menggantikan KARPEG konvensional. KPE merupakan kartu identitas PNS yang menggunakan teknologi dan otentifikasi sidik jari. Keunggulan KPE, selain sebagai identitas PNS, KPE juga memiliki manfaat multiguna dalam berbagai layanan seperti perbankan, kesehatan, Taspen dan aktivitas lainnya. Pengembangan KPE merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mendukung profesionalisme PNS dan pelayanan, yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan PNS.

smartcard

Kementerian Kehutanan mulai mengimplemen- tasikan pembuatan KPE secara bertahap sesuai tatawaktu yang telah ditentukan. Untuk PNS Kementerian Kehutanan yang berkantor di Bogor, pembuatan KPE mulai dilaksanakan pada tanggal 8 Mei 2012, dipusatkan di Aula Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat), Jalan Gunung Batu Bogor. Tercatat sebanyak 118 PNS dari berbagai Instansi lingkup Kementerian Kehutanan Bogor dijadwalkan melakukan pengambilan foto dan sidik jari, 14 diantaranya PNS dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah). Namun karena bersamaan dengan agenda yang telah dijadwalkan sebelumnya dan bersamaan dengan kegiatan penelitian di lapangan, hanya 8 (delapan) PNS Pustekolah yang dapat hadir. Secara umum para PNS menyambut antusias terobosan yang

dilakukan BKN dengan KPE ini, apalagi dengan multi manfaat yang ditawarkan. Mudah-mudahan terobosan pembuatan KPE diikuti dengan penyiapan mekanisme dan prosedur yang jelas, koordinasi dan sinergi yang harmonis dengan instansi terkait, sehingga memper- mudah pelaksanaannya dan PNS dapat memetik manfaat maksimal dengan penggunaan KPE.

Contoh KPE, mirip dengan kartu ATM Oleh : R. Esa Pangersa G dan M. Iqbal

Kartu PNS Elektronik “KPE” :

Kartu Identitas PNS Multiguna

Karyawan Pustekolah yang mengikuti proses pembuatan KPE

(19)

L

angkah pertama yang dibutuhkan untuk

mencapai adalah

dengan mulai membangun hubungan interpersonal yang kuat serta menyamakan visi, misi dan tujuan tim. Langkah berikutnya adalah membangun antar anggota tim dengan cara menjalankan tugas yang diberikan secara tim dan membuat situasi dimana anggota tim akan saling melengkapi serta mengisi dengan pengalaman yang dimiliki masing-masing anggotanya melalui . Saling mem-butuhkan dan saling ketergantungan dalam kegiatan di luar zona nyaman mereka ini akan menghasilkan rasa dan yang jauh lebih kuat daripada yang mereka alami di lingkungan kerja mereka. Pengalaman bersama ini akan menghasilkan ikatan yang kuat antar anggota tim yang bisa bertahan selama bertahun-tahun.

High Performance Teamwork

trust

interdependency games

respect support

Dengan kegiatan ini diharapkan dapat tercapai tujuan dari Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Lingkup Badan Litbang Kehutanan (Peraturan Kabadan Litbang Kehutanan No. P. 1/VIII-SET/2011) yaitu menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas Badan Litbang Kehutanan serta menghindarkan segala benturan antara sesama Pegawai Negeri Sipil lingkup Badan Litbang Kehutanan, dalam) rangka mencapai dan mewujudkan visi dan misi Badan Litbang Kementerian Kehutanan (Pasal 2), serta dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi, setiap Pegawai Negeri Sipil lingkup Badan Litbang Kehutanan wajib mewujudkan visi dan misi Badan Litbang Kehutanan (Pasal 3)

Itulah yang diharapkan dari kegiatan Pembinaan Pegawai Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah) tahun 2012, yang diadakan pada tanggal 14-15 Maret 2012 di , Citarik Sukabumi.

Acara yang diadakan kali kedua ini diikuti oleh pegawai Pustekolah, baik struktural, peneliti, teknisi maupun non struktural. dalam bentuk

, dan ini lebih mengedepankan kepada kerjasama, dan kebersamaan ini diharapkan nantinya pegawai dapat mengenal kemampuan dirinya, melatih kemandirian, merangsang keberanian sehingga hal tersebut secara langsung akan memotivasi daya pikir peserta untuk lebih peka terhadap lingkungan sekitar serta menghargai individu lainnya sebagai sebuah tim. Melalui acara ini juga diharapkan para pegawai Pustekolah akan mampu mengembang- kan potensi diri, baik secara individu (

Caldera Rafting

Outbound fun

games paint ball rafting

personal

W

W

HASIL HUTANHASIL HUTANHASIL HUTAN

ARTA ARTA

Liputan Kegiatan

Vol. 7 N0. 1.2012

Pembinaan Pegawai Pustekolah : Pembinaan Pegawai Pustekolah : Pembinaan Pegawai Pustekolah :

Bangkitkan Semangat dan Hilangkan Kejenuhan dalam Bekerja

Bangkitkan Semangat dan Hilangkan Kejenuhan dalam Bekerja

Bangkitkan Semangat dan Hilangkan Kejenuhan

dalam Bekerja

(20)

W

W

HASIL HUTANHASIL HUTANHASIL HUTAN

ARTA ARTA

Liputan Kegiatan

Vol. 7 N0. 1.2012

development team

development

outbound

), maupun dalam kekompakkan tim ( ) dengan melakukan interaksi dalam bentuk komunikasi yang efektif, manajemen konflik, kompetisi, kepemimpinan, manajemen resiko, dan pengambilan keputusan serta inisiatif.

Pembinaan Pegawai yang dilaksanakan dengan metode di luar ruangan ini sebenarnya berfungsi agar pegawai tidak menyadari bahwa sebenarnya mereka sedang “ . Acara ini memang terkesan sebagai aktivitas santai-santai belaka.

Bagaimana tidak? Aktivitasnya hanya berkutat diseputar permainan yang seru dan menyenangkan serta dilakukann dalam suasana santai. Namun demikian, jangan diremehkan kegiatan yang satu ini.

Sebab, dibalik image santai dan senang-senang, ada segudang manfaat yang bisa dipetik. Dengan

dididik!

terciptanya semangat kerjasama dan perasaan senasib sepenanggungan, maka solidaritas akan muncul dengan sendirinya. Beragam tingkat kesulitan dalam permainan juga dapat membangun sikap pantang menyerah dan menumbuhkan rasa percaya diri (

) dalam diri pegawai, terutama saat mereka berhasil menyelesaikan permainan. Sehingga kemampuan bersosialisasi pun dapat terasah. Acara ini pun sebenarnya mengandung berbagai “nilai terselubung' yang dapat meningkatkan kualitas SDM.

Jadi justru secara tidak langsung Institusi yang akan memetik keuntungan.

Dengan konsep-konsep interaksi antara pegawai dengan alam, melalui kegiatan simulasi di alam terbuka, diyakini dapat memberikan suasana yang kondusif untuk membentuk sikap, cara berfikir, dan persepsi kreatif dan positif dari setiap peserta

guna membentuk rasa kebersamaan, keterbukaan, toleransi, dan kepekaan yang mendalam yang pada harapannya akan mampu memberikan semangat, inisatif, dan pola pemberdayaan baru dalam kehidupannya serta dapat meningkatkan rasa percaya diri yang kuat. Permainan yang diikuti Pegawai self- confidence

outbound

Pustekolah ada 8 permainan yang kesemuanya penuh makna. Dalam permainan , individu tidak hanya ditantang berfikir cerdas, namun juga harus memiliki kepekaan sosial. Dalam kegiatan ini, individu dituntut mengembangkan kemampuan ESQ (Emotional Spiritual Qoutient)-nya dibanding IQ (Intellegent Qoutient)-nya. Metode ini memungkinkan peserta bersentuhan fisik dengan latar alam terbuka sebagai medianya. Dari sini, diharapkan, lahirlah kemampuan dan watak serta visi kepemimpinannya yang mengandung nilai-nilai kejujuran, keterbukaan, kepekaan, toleransi, kecerdasan, serta rasa kebersamaan dalam membangun hubungan antar manusia yang serasi dan dinamis. Yang nantinya melahirkan pengalaman baru yang akan membentuk perkembangan kita dari tatanan yang biasa menuju tatanan yang luar biasa dahsyat. Para pakar dibidang kecerdasan emosi pun berpendapat bahwa sukses dalam karier di manapun dalam kehidupan lebih ditentukan oleh kecerdasan emosional dibandingkan dengan kecerdasan intelektual. Oleh karena itu upaya untuk mengembangkan kecerdasan emosional mendapatkan perhatian yang semakin besar termasuk di Pustekolah.

Acara ini dipilih selain untuk seluruh pegawai yang sudah mulai terlihat merasa jenuh, juga dimaksudkan untuk membangun kerjasama tim yang solid. Sehingga dengan adanya dan ini dapat lebih bisa bekerjasama dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

Ragam manfaat ini bermuara pada tercapainya pengembangan diri ( ) dan tim (

) yang dapat dirasakan oleh para pegawai Pustekolah. Karena sukses seseorang dalam hidupnya terutama dalam kariernya dan organisasi sangat ditentukan oleh kepercayaan diri ( ), kemampuan mengontrol emosi, dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain. Mudah-mudah setelah acara ini bisa menjadikan (titik pijak) bagi pegawai Pustekolah untuk menemukan konsep diri dan perilaku yang lebih baik pada hari-hari berikutnya.

( )

skills

refreshing

outbound rafting

personal development team development

self confidence

starting point

Yunita Ningsih

Gambar

Gambar 1. Uji coba pembubutan manglid untuk kerajinan dari dolok diameter kecil
Gambar 2. Produk kerajinan dari dolok diameter kecil/manglid (sumber Narlan. 2008)
Tabel 1. Sifat pemesinan kayu manglid diameter kecil
Gambar 2. Photo materi dan pengunjung pameran pada stand kementerian kehutanan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kekuatan gel bakso ikan payus memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan nilai kekuatan gel tertinggi terdapat pada konsentrasi penambahan bubur rumput laut

Faktor adhesi ( α ) yang paling cocok untuk perhitungan geser selimut untuk tiang bor pada tanah kohesif digunakan nilai (α ) dari.. Kulhawy dan

Faktor perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman enteric dan meningkatkan resiko terjadinya diare yaitu tidak memberikan ASI eksklusif secara penuh pada bulan

Antitumor activity were tested using MTT assay against two human breast cancer cell line, T47D and MCF-7, and compared with two anticancer drugs, hydroxyurea

Risiko Anda tertular Penyakit Menular Seksual akan tinggi jika Anda memiliki beberapa mitra seks pada waktu yang bersamaan.Jangan berhubungan seks dengan

Menurut peneliti, promosi jurnal elektronik melalui cara ini sangat efektif karena pengguna telah diberitahukan manfaat dan cara penelusuran informasi pada jurnal

Interpretasi yang mereka lakukan menentukan mereka akan memiliki konsep diri positif atau konsep diri negatif (Hurlock, 1992, h. 203) mengatakan bahwa umpan balik dari orang

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Lisa Aprianti (2011), mahasiswi Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto Yogyakarta, melalui penelitiannya yang berjudul: