• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BOBOT UMBI BIBIT DAN KONSENTRASI ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) ROOTONE-F TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH BOBOT UMBI BIBIT DAN KONSENTRASI ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) ROOTONE-F TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH BOBOT UMBI BIBIT DAN KONSENTRASI ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) ROOTONE-F TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL

BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)

Ai Dika Sartika1)

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi aidika.as@gmail.com

DR. Suhardjadinata, Ir., M.P.2) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi

hardja59@yahoo.co.id

DR. Ida Hodiyah, Ir., M. P.3) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi

idahodiyah@yahoo.co.id

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bobot umbi bibit dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah (Allium ascalonicum L.).Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2013 di Kebun Percobaan Pusat Inkubator Agribisnis (PIA) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Tasikmalaya, dengan ketinggian tempat 358 m dpl, tipe curah hujan C (agak basah) menurut Schmidt – Ferguson. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial dua faktor dengan diulang tiga kali, tiap ulangan terdiri dari 12 kombinasi perlakuan. Faktor I bobot umbi (A) yang terdiri dari tiga taraf yaitu: a1=Kecil (≤2,5 gram per umbi), a2 = Sedang (>2,5- 5,0 gram per umbi), a3 = Besar (>5,0 gram per umbi). Faktor II adalah konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT)Rootone-F (B) yang terdiri dari empat taraf yaitu: b0 = Tanpa ZPT Rootone-F (kontrol), b1 = Konsentrasi 50 ppm, b2 = Konsentrasi 100 ppm, b3 = Konsentrasi 150 ppm. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa: Tidak terjadi pengaruh interaksi antara bobot umbi bibit dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah. Bobot umbi bibit berukuran sedang (>2,5-5,0 gram per umbi) dan besar (>5,0 gram per umbi) memberikan hasil yang tidak berbeda nyata.

Kata kunci: Alliun ascalonicum L.; Bobot umbi bibit; Konsentrasi Zat pengatur tumbuh Rootone-F

(2)

2 ABSTRACT

The purpose of this experiment was determine the effect of bulb weight and plant growth regulator Rootone-F consentration on the growth and the yield of shallots (Allium ascalonicum L.). This experiment have been done on May to August 2013 in the Experiment Garden Pusat Inkubator Agribisnis (PIA) Agriculture Faculty of Siliwangi University Tasikmalaya, at altitude 358 meters above sea level, at precipitation type C according to Schmidt – Ferguson (moderately wet). Experimental method used was randomized block design consisted of two factor by factorial pattern replicatio three times. Each repetition consist of 12 treatment. Factor I is bulb weight (A) consist of three level, that are: a1 = Small (≤2,5 gram per bulb), a2 = Medium (>2,5- 5,0 gram per bulb), a3 = Big (>5,0 gram per bulb). Faktor II is plant growth regulator Rootone-F consentration (B) consist four level, that are: b0 = Without plant growth regulator Rootone-F (control), b1 = Consentration 50 ppm, b2 = Consentration 100 ppm, b3 = Consentration 150 ppm. The results of the experiment showed there ware no interaction effect between bulb weight and plant growth regulator Rootone-F consentration on the growth and the yield of shallots. The bulb weight of the medium bulb (>2,5-5,0 gram per bulb) no significant with big size (>5,0 gram per bulb).

Keyword: Allium Ascalonicum L.; Bulb weight; Plant growth regulator Concentration Rootone-F

PENDAHULUAN

Di Indonesia, bawang merah menjadi salah satu komoditas cukup penting sebagai sumber penghasilan petani dan pendapatan negara serta merupakan sayuran unggulan nasional yang perlu dibudidayakan secara intensif karena memberikan kontribusi tingkat nasional cukup tinggi dengan potensi pengembangan areal 90.000 ha (Rahmat Rukmana, 1994; Baswarsiati dkk., 2009). Kebutuhan bawang merah dari tahun ke tahun akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Akan tetapi peningkatan kebutuhan bawang merah ini belum dapat diimbangi dengan peningkatan produksi dan produktivitasnya. Pada umunya rata-rata produktivitas bawang merah di Indonesia masih rendah. Hal ini diduga karena cara bercocok tanamnya kurang intensif seperti, mutu bibit yang digunakan masih rendah, pengendalian hama dan penyakit yang kurang memadai, belum banyak tersedia varietas atau kultivar unggul yang cocok dengan lingkungan setempat, serta belum menyebar luasnya paket teknologi budidaya hasil-hasil penelitian para peneliti ke tingkat petani (Rahmat Rukmana, 1994).

Dalam mendukung produktivitas bawang merah yang maksimal diperlukan umbi bibit bermutu tinggi (Azmi dkk., 2011). Menurut Sutono dkk., (2007), umbi bibit

(3)

3

yang baik untuk ditanam tidak mengandung penyakit, tidak cacat, dan tidak terlalu lama disimpan di gudang. Untuk efisiensi penggunaan umbi bibit sebaiknya dipilih umbi bibit yang berukuran kecil atau sedang, karena penggunaan umbi bibit berukuran besar akan meningkatkan biaya produksi untuk bibit (Singgih Wibowo, 2009). Sebagai patokan umum, umbi bawang merah memiliki bobot 2,5 sampai 7,5 gram per umbi, yang dibagi ke dalam dua kelas, yaitu umbi kelas I memiliki bobot 2,5 sampai 5,0 gram per umbi, dan umbi kelas II dengan bobot 5,0 sampai 7,5 gram per umbi (Rahmat Rukmana, 1994; Singgih Wibowo, 2009). Umbi bibit besar dapat menyediakan cadangan makanan yang cukup untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan di lapangan (Azmi dkk., 2011). Umbi bibit berukuran besar tumbuh lebih baik dan menghasilkan daun-daun lebih panjang, luas daun lebih besar sehingga dihasilkan jumlah umbi per tanaman dan total hasil yang tinggi. Namun penggunaan umbi bibit yang berukuran besar berkaitan erat dengan total bobot bibit yang diperlukan dan sekaligus mempengaruhi biaya produksi untuk bibit, sehingga menjadi lebih mahal (Sutono dkk., 2007).

Penanaman bawang merah dengan menggunakan umbi bibit termasuk perbanyakan vegetatif. Salah satu kelemahan dari perbanyakan secara vegetatif selain sistem perakarannya kurang kuat, juga tumbuhnya akar lambat karena lamanya adaptasi bibit pada lingkugan pertumbuhan tanaman. Untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil bawang merah yang maksimum pada bobot umbi yang minimal diperlukan zat pengatur tumbuh untuk merangsang pertumbuhan akar pada masa awal pertumbuhan sehingga dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman bawang merah yang baik.

Zat pengatur tumbuh (ZPT) yang dapat menunjang pertumbuhan akar adventif adalah auksin, senyawa golongan auksin yang sering digunakan adalah IAA (Indole Acetic Acid), IBA (Indole Butyric Acid), NAA (Naphthalene Acetic Acid), dan 2,4-D (2,4 Dichlorophacetic Acid) (Adam Saepudin, 1999). Salah satu zat pengatur tumbuh sintetik golongan auksin yang dijual di pasar secara komersil yaitu Rootone-F. Rootone- F adalah hormon pertumbuhan akar untuk merangsang pertumbuhan akar pada perbanyakan vegetatif yang berbentuk tepung bubuk berwarna putih dan memiliki kandungan bahan aktif sebagai berikut, 1-napthalene acetamida (0,067%), 2-methyl-1- naphthalene acetic acid (MNAA) (0,033%), 2-methyl-1-naphthalene acetamida

(4)

4

(0,013%), indole 3-buthiryc acid (IBA) (0,057%), tetra methyl thiuram disulfide (Thiram) (4,00%) (Rismunandar, 1990).

Menurut Dyan dan Sudiana (2009) penggunaan ZPT Rootone-F mampu menginisiasi akar pada tanaman berkayu pada konsentrasi 100-200 ppm dengan perendaman minimal satu jam dan maksimal 20 jam pada tanaman yang sulit terinisiasi akarnya. Pada umumnya zat pengatur tumbuh Rootone-F digunakan untuk perbanyakan tanaman secara vegetatif melalui stek. Penelitian penggunaan ZPT dengan cara perendaman pernah dilakukan pada stek tanaman jati (Tectona grandis L.) yang menunjukkan pada konsentrasi 200 ppm menghasilkan jumlah akar dan bobot kering akar paling tinggi (Elisabet, 2004). Penelitian lainnya dilakukan pada stek bunga krisan, dimana penggunaan ZPT Rootone-F pada konsentrasi 100 ppm memberikan hasil yang terbaik (Mulingka, 1994). Sedangkan aplikasi ZPT Rootone-F pada bawang merah belum banyak diketahui.

Umbi bibit bawang merah memiliki bobot yang berbeda-beda, umbi bibit dengan bobot besar mempunyai luas permukaan yang terendam oleh ZPT Rootone-F lebih luas, sehingga dapat lebih banyak merangsang pembelahan sel-sel untuk pertumbuhan akar jika dibandingkan dengan penggunaan umbi bibit yang mempunyai bobot sedang atau kecil yang mempunyai luas permukaan yang terendam oleh ZPT Rootone-F lebih sedikit. Menurut Elisabet (2004), pada umumnya setiap tanaman, termasuk bawang merah dapat mensintesis hormonnya sendiri yakni auksin endogen (Fithohormon) pada organ tertentu yang pada gilirannya berfungsi untuk merangsang terjadinya respons pada organ lain, namun seringkali pasokan hormon yang secara alami ini dibawah optimal, sehingga membutuhkan tambahan hormon pengatur tumbuh yang berasal dari luar atau hormon sintetik yakni Rootone-F untuk menghasilkan respons yang dikehendaki. Rootone-F dan auksin endogen (yang dihasilkan oleh organ tanaman), bertindak secara bersama-sama untuk menggalakkan suatu respons , yaitu pembentukan dan pemanjangan sel-sel akar. Pemberian Rootone-F merangsang proses morfologis yaitu pertumbuhan akar pada jaringan khalus, jaringan khalus yang terbentuk sebagai akibat respons tumbuhan terhadap pemberian Rootone-F berfungsi untuk memacu proses diferensiasi sel pada jaringan merismatik. Rootone-F yang diberikan akan bekerja secara bersama-sama dengan hormon alami yang akan diproduksi pada tanaman untuk mempercepat pembentukan khalus. Semakin cepatnya

(5)

5

khalus terbentuk, akan lebih cepatnya terbentuk akar kerena akar akan berdiferensiasi dari khalus (Elisabet, 2004). Dengan demikian untuk mendapatkan hasil bawang merah yang maksimum, perlu diketahui konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F yang optimum sesuai dengan bobot umbi bibit yang digunakan.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh bobot umbi bibit pada beberapa konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah (Allium ascalonicum L.).

Ada interaksi antara bobot umbi bibit dengan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah. Konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F yang optimum untuk menghasilkan pertumbuhan dan hasil bawang merah yang maksimum tergantung pada bobot umbi bibit yang digunakan.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2013 di Kebun Percobaan Pusat Inkubator Agribisnis (PIA) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Tasikmalaya, dengan ketinggian tempat 358 m dpl. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial dua faktor dengan diulang tiga kali, tiap ulangan terdiri dari 12 kombinasi perlakuan. Faktor I adalah bobot umbi (A) yang terdiri dari tiga taraf yaitu: a1 = Kecil (≤2,5 gram per umbi), a2 = Sedang (>2,5-5,0 gram per umbi), a3 = Besar (>5,0 gram per umbi). Faktor II adalah konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F (B) yang terdiri dari empat taraf yaitu: b0 = Tanpa ZPT Rootone-F (kontrol), b1 = Konsentrasi 50 ppm, b2 = Konsentrasi 100 ppm, b3 = Konsentrasi 150 ppm. Jika dari Uji F terdapat perbedaan nyata, maka dilakukan uji lanjut JBD (Jarak Berganda Duncan) pada taraf nyata 5 persen.

Umbi yang digunakan untuk bibit berasal dari kultivar Maja Cipanas yang diperoleh dari kecamatan Maja, kabupaten Majalengka. Umbi yang sudah tersedia dipilih berdasarkan ukuran umbi sesuai dengan perlakuan. Ukuran yang digunakan meliputi umbi bobot kecil (≤2,5 gram per umbi), bobot sedang (>2,5-5,0 gram per umbi), dan bobot besar (>5,0 gram per umbi).

Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F dibuat dengan konsentrasi berbeda yaitu 50 ppm, 100 ppm, dan 150 ppm. Pembuatan formulasi larutan zat pengatur tumbuh Rootone-F dilakukan dengan melarutkan bubuk Rootone-F tersebut dengan alkohol 70

(6)

6

persen lalu ditambah air sampai menjadi 1 liter sesuai dengan konsentrasi hormon yang diinginkan. Pembuatan konsentrasi hormon dilakukan dengan cara : Konsentrasi 50 ppm adalah campuran 50 mg Rootone-F dengan 1 liter air. Konsentrasi 100 ppm adalah campuran 100 mg Rootone-F dengan 1 liter air. Konsentrasi 150 ppm adalah campuran 150 mg Rootone-F dengan 1 liter air. Kemudian umbi untuk bibit direndam dalam ZPT sesuai perlakuan (kecuali perlakuan kontrol/tanpa perendaman ZPT tapi dengan air biasa) pada daerah perakaran umbi dengan volume sama yaitu 300 ml selama satu jam.

Penanaman dilakukan pada polibag dengan media tanam berupa tanag dengan campuan porasi padat (1:1) yang sudah disiapkan. Umbi bibit bawang merah yang telah dipotong bagian ujungnya dan sudah direndam pada ZPT Rootone-F sesuai perlakuan (kecuali perlakuan kontrol) ditanam dengan cara membenamkan 2/3 bagian umbi ke dalam tanah sedangkan 1/3 bagiannya muncul di atas tanah dengan posisi tegak.

Pemberian pupuk untuk semua perlakuan adalah sama. Pupuk yang digunakan meliputi pupuk organik dan pupuk anorganik, pupuk organik berupa porasi padat sebagai pupuk dasar yang dicampur dengan tanah pada saat pembuatan media tanam.

Rekomendasi pupuk anorganik yang digunakan adalah Urea 200 kg/ha, SP36 200 kg/ha, KCl 200 kg/ha dan ZA 500 kg/ha (Azmi dkk., 2011), sehingga jika di konversikan untuk keperluan pupuk per polibag adalah Urea 0,5 g/polibag, SP36 0,5 g/polibag, KCl 0,5 g/polibag dan ZA 1,25 g/polibag. Perhitungan kebutuhan pupuk tiap polibag dapat dilihat pada Lampiran 3. Separuh pupuk N (Urea dan ZA) diberikan bersama-sama pupuk yang lain pada waktu tanaman berumur dua minggu, kemudian separuh pupuk N sisanya diberikan setelah umur tanaman sekitar 4 minggu.

Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiraman, penyiangan, pembubunan/penggemburan, dan juga pengendalian hama penyakit. Pemanenan pada percobaan ini dilakukan satu kali setelah tanaman bawang merah berumur 90 hari yaitu dengan ciri-ciri sebagai berikut: Perubahan warna daun dan pangkal daun pada ujung umbi, 60 sampai 70 persen seluruh daun menguning dan mengering serta batang leher umbi mengempis dan terkulai, sebagian besar umbi telah keluar ke atas permukaan tanah, lapisan umbi penuh, berisi dan warnanya merah mengkilap.

Parameter pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengamatan komponen pertumbuhan meliputi, jumlah akar dan bobot akar kering dihitung pada saat tanaman berumur tiga minggu setelah tanam lalu dikeringkan pada oven dengan suhu

(7)

7

80˚C sampai bobot akar konstan (selama dua jam), jumlah daun yang dilakukan pada saat tanaman berumur 40 hari setelah tanam (HST). Komponen hasil meliputi, jumlah umbi dari setiap tanaman dilakukan pada saat panen, diameter umbi dengan mengukur bagian umbi yang membesar dengan menggunakan jangka sorong, bobot umbi basah per tanaman dilakukan pada saat panen, bobot umbi kering per tanaman diukur setelah bawang merah hasil panen dikeringanginkan selama tiga hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dari semua parameter yang diamati, baik komponen petumbuhan maupun komponen hasil, menunjukkan tidak terjadi interaksi antara bobot umbi bibit dengan konsentasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F.

Bobot umbi bibit berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah sedangkan konsentasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F tidak berpengaruh baik terhadap pertumbuhan maupun hasil bawang merah.

Komponen Pertumbuhan

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, bobot umbi bibit berpengaruh terhadap semua komponen pertumbuhan yang diamati (jumlah akar, bobot akar kering dan jumlah daun), sedangkan konsentasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F tidak berpengaruh terhadap semua komponen pertumbuhan yang diamati tertera pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3.

Tabel 1. Pengaruh bobot umbi bibit dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F terhadap jumlah akar

Bobot umbi bibit (A)

Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F (B)

Rata-rata b0

Kontrol

b1

50 ppm

b2

100 ppm

b3

150 ppm --- Buah --- a1

(≤2,5 g/umbi) 9.33 15.00 13.00 11.67 12.25 a

a2

(>2,5-5,0 g/umbi) 13.67 11.00 21.00 18.67 16.08 b a3

(>5,0 g/umbi) 20.00 27.33 21.33 21.33 22.50 c

Rata-rata 14.33 A

17.78 A

18.44 A

17.22 A

Ket: Angka rata-rata yang diikuti huruf kecil arah vertikal dan huruf besar arah horizontal tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (JBD) pada taraf 5 persen.

(8)

8

Tabel 2. Pengaruh bobot umbi bibit dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F terhadap bobot akar kering

Bobot umbi bibit (A)

Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F (B)

Rata-rata b0

Kontrol

b1

50 ppm

b2

100 ppm

b3

150 ppm --- mg --- a1

(≤2,5 g/umbi) 10.00 15.00 13.33 15.00 13.33 a

a2

(>2,5-5,0 g/umbi) 16.67 15.00 20.00 23.33 18.75 b a3

(>5,0 g/umbi) 30.00 40.00 25.00 33.33 32.08 c

Rata-rata 18.89 A

23.33 A

19.44 A

23.89 A

Ket: Angka rata-rata yang diikuti huruf kecil arah vertikal dan huruf besar arah horizontal tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (JBD) pada taraf 5 persen.

Tabel 3. Pengaruh bobot umbi bibit dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F terhadap jumlah daun

Bobot umbi bibit (A)

Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F (B)

Rata-rata b0

Kontrol

b1

50 ppm

b2

100 ppm

b3

150 ppm --- Helai --- a1

(≤2,5 g/umbi) 11.80 9.53 9.53 9.80 10.17 a

a2

(>2,5-5,0 g/umbi) 16.83 18.20 17.60 15.33 16.99 b a3

(>5,0 g/umbi) 21.67 20.40 20.60 20.47 20.78 c

Rata-rata 16.77 A

16.04 A

15.91 A

15.20 A

Ket: Angka rata-rata yang diikuti huruf kecil arah vertikal dan huruf besar arah horizontal tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (JBD) pada taraf 5 persen.

Berdasarkan Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3, bobot umbi bibit berpengaruh terhadap pertumbuhan bawang merah, bobot umbi bibit yang besar menghasilkan nilai tertinggi untuk parameter jumlah akar, bobot akar kering dan jumlah daun. Umbi bibit dengan bobot besar mempunyai daerah perakaran yang lebih luas jika dibandingkan dengan umbi bibit dengan bobot sedang atau kecil, sehingga jumlah akar yang tumbuh menjadi lebih banyak. Dengan tumbuhnya akar yang banyak, secara visual akan berkolerasi dengan bobot akar kering sehingga dapat menghasilkan bobot akar kering yang tinggi. Pertumbuhan akar ini akan mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman hal ini berkaitan dengan fungsi akar yaitu menyerap air dan garam-garam mineral yang larut di dalamnya untuk pertumbuhan tanaman (Gembong Tjitrosoepomo, 2007).

(9)

9

Selain akar, pertumbuhan bawang merah juga dipengaruhi oleh cadangan makanan berupa karbohidrat yang terkandung pada umbi bibit. Karbohidrat merupakan bahan kimia yang dominan mengisi umbi bawang merah dan merupakan bahan baku untung mendukung terjadi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Oleh karena itu umbi bibit berukuran besar dapat tumbuh lebih baik daripada umbi bibit yang berukuran sedang ataupun kecil dan menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak (Sumiati dkk., 2004).

Dari Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3, dapat dilihat bahwa konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F tidak berpengaruh terhadap parameter pertumbuhan (jumlah akar, bobot akar kering, dan jumlah daun). Pada dasarnya ZPT Rootone-F dapat merangsang pertumbuhan akar karena mengandung senyawa auksin dan efektivitas penggunaan ZPT ini tergantung pada konsentrasinya. Akan tetapi pada percobaan ini konsentrasi ZPT Rootone-F tidak berpengaruh baik pada jumlah akar, bobot akar kering, maupun jumlah daun. Hal ini mungkin disebabkan karena belum didapatkannya konsentrasi yang tepat yang mampu merangsang pertumbuhan akar karena pada konsentrasi yang terlalu rendah atau terlalu tinggi ZPT ini tidak akan mempengaruhi pertumbuhan akar atau bahkan pada konsentrasi yang terlalu tinggi dapat meracuni tanaman (Rismunandar, 1990). Selain itu, diduga karena auksin endogen yang terdapat pada tanaman sudah optimal untuk merangsang proses pembelahan dan pemanjangan sel-sel pada akar, sehingga penambahan konsentrasi ZPT Rootone-F akan menghambat pemanjangan akar. Penghambatan pertumbuhan akar sangat dipengaruhi oleh kontrol endogen dalam tanaman (Febriani Tri Pamungkas dkk., 2009). Sebaliknya apabila konsentrasi yang diberikan lebih tinggi dari pada konsentrasi optimal akan mengganggu metabolisme dan perkembangan tumbuhan.

Selain konsentrasi, yang mempengaruhi efektivitas penggunaan ZPT adalah lama perendaman. Lama perendaman berkaitan dengan proses masuknya hormon auksin ke dalam sel tanaman. Mekanisme masuknya auksin ke dalam sel tanaman melalui proses absorbsi yang terjadi di seluruh permukaan yang terendam oleh ZPT (Febriani Tri Pamungkas dkk., 2009). Menurut Lakitan (1996), proses absorbsi pada sel tanaman dipengaruhi oleh permeabilitas membran sel dan perbedaan potensial air antara di dalam dengan di luar sel. Absorbsi oleh sel tanaman akan meningkatkan tekanan turgor dalam sel, yang selanjutnya akan terjadi pembesaran sel. Auksin dapat masuk ke dalam sel

(10)

10

tanaman karena pada membran sel terdapat reseptor auksin yang berupa protein. Auksin masuk melalui membran sel secara osmosis, dimana air dapat berdifusi dari larutan dengan potensial yang tinggi ke potensial yang rendah, sampai tekanannya naik ke suatu titik (potensial airnya sama) (Salisbury dan Ross, 1995).

Komponen Hasil

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada komponen hasil, bobot umbi bibit berpengaruh terhadap jumlah umbi (Tabel 4), bobot umbi basah per tanaman (Tabel 6), dan bobot umbi kering per tanaman (Tabel 7), tetapi tidak berpengaruh terhadap diameter umbi (Tabel 5), sedangkan konsentasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F tidak berpengaruh terhadap semua komponen hasil yang tertera pada Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7.

Tabel 4. Pengaruh bobot umbi bibit dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F terhadap jumlah umbi

Bobot umbi bibit (A)

Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F (B)

Rata-rata b0

Kontrol

b1

50 ppm

b2

100 ppm

b3

150 ppm --- Buah --- a1

(≤2,5 g/umbi) 3.33 3.53 3.67 3.80 3.58 a

a2

(>2,5-5,0 g/umbi) 4.40 5.40 5.00 4.80 4.90 b

a3

(>5,0 g/umbi) 5.00 5.33 5.33 5.27 5.23 b

Rata-rata 4.24

A

4.76 A

4.67 A

4.62 A

Ket: Angka rata-rata yang diikuti huruf kecil arah vertikal dan huruf besar arah horizontal tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (JBD) pada taraf 5 persen.

Tabel 5. Pengaruh bobot umbi bibit dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone- F terhadap diameter umbi

Bobot umbi bibit (A)

Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F (B)

Rata-rata b0

Kontrol

b1

50 ppm

b2

100 ppm

b3

150 ppm --- cm --- a1

(≤2,5 g/umbi) 1.52 1.57 1.50 1.37 1.49 a

a2

(>2,5-5,0 g/umbi) 1.40 1.57 1.24 1.55 1.44 a

a3

(>5,0 g/umbi) 1.38 1.43 1.46 1.52 1.45 a

Rata-rata 1.43

A

1.52 A

1.40 A

1.48 A

Ket: Angka rata-rata yang diikuti huruf kecil arah vertikal dan huruf besar arah horizontal tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (JBD) pada taraf 5 persen.

(11)

11

Tabel 6. Pengaruh bobot umbi bibit dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F terhadap bobot umbi basah per tanaman

Bobot umbi bibit (A)

Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F (B)

Rata-rata b0

Kontrol

b1

50 ppm

b2

100 ppm

b3

150 ppm --- g --- a1

(≤2,5-5 g/umbi) 15.53 16.27 16.60 16.27 16.17 a

a2

(>2,5-5,0 g/umbi) 18.73 24.40 22.07 20.80 21.50 b a3

(>5,0 g/umbi) 22.40 23.27 24.20 23.93 23.45 b

Rata-rata 18.89 A

21.31 A

20.96 A

20.33 A

Ket: Angka rata-rata yang diikuti huruf kecil arah vertikal dan huruf besar arah horizontal tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (JBD) pada taraf 5 persen.

Tabel 7. Pengaruh bobot umbi bibit dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F terhadap bobot umbi kering per tanaman

Bobot umbi bibit (A)

Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F (B)

Rata-rata b0

Kontrol

b1

50 ppm

b2

100 ppm

b3

150 ppm --- g --- a1

(≤2,5-5 g/umbi) 12.27 13.07 13.33 13.07 12.93 a

a2

(>2,5-5,0 g/umbi) 15.20 18.27 16.73 16.40 16.65 b a3

(>5,0 g/umbi) 17.27 15.87 19.40 19.47 18.00 b

Rata-rata 14.91

A

15.73 A

16.49 A

16.31 A

Ket: Angka rata-rata yang diikuti huruf kecil arah vertikal dan huruf besar arah horizontal tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (JBD) pada taraf 5 persen.

Berdasarkan Tabel 4, Tabel 6, dan Tabel 7, bobot umbi bibit berpengaruh terhadap jumlah umbi per tanaman, bobot umbi basah dan bobot umbi kering per tanaman, akan tetapi tidak berpengaruh terhadap diameter umbi (Tabel 5). Bobot umbi besar menghasilkan jumlah umbi per tanaman, bobot umbi basah dan bobot umbi kering per tanaman lebih tinggi, tetapi lebih tingginya ini tidak berbeda dengan bobot umbi bibit ukuran sedang. Hal ini diduga umbi bibit dengan bobot besar dan bobot sedang dapat menyediakan cadangan makanan yang cukup untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman dilapangan terutama pada awal pertumbuhan tanaman. Menurut Sutono dkk., (2007), umbi bibit berukuran besar akan tumbuh lebih baik dan menghasilkan daun-daun lebih panjang, luas daun lebih besar sehingga proses

(12)

12

fotosintesis menjadi lebih optimum dan dapat menghasilkan jumlah umbi per tanaman lebih tinggi dengan total hasil yang tinggi. Sedangkan untuk parameter diameter umbi tidak terlihat ada perbedaan nyata antara penggunaan umbi bibit kecil, sedang, ataupun besar. Walaupun demikian, jumlah umbi yang dihasilkan dari penggunaan umbi bibit berukuran kecil lebih sedikit jika dibandingkan dengan penggunaan umbi bibit berukuran sedang dan besar sehingga total hasil yang didapatnya akan lebih kecil.

Dari Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7, diketahui bahwa konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F tidak berbeda nyata untuk semua komponen hasil (jumlah umbi per tanaman, bobot umbi basah dan bobot umbi kering per tanaman). Hal ini sejalan dengan Tabel 1 dan Tabel 2, dimana konsentrasi ZPT Rootone-F ini tidak berpengaruh terhadap jumlah akar dan bobot akar kering karena berkaitan dengan fungsi akar yaitu menyerap air dan zat-zat makanan (unsur hara) yang terlarut di dalam air tersebut dari dalam tanah dan mengangkutnya ke tempat-tempat yang membutuhkan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang selanjutnya akan mempengaruhi komponen hasil tanaman (Gembong Tjitrosoepomo, 2007). Akar merupakan organ vegetatif utama yang menyediakan air, mineral dan bahan-bahan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penyerapan unsur hara dan air oleh akar sangat menentukan pertumbuhan tanaman baik pada bagian tanaman yang berada di permukaan atas maupun di dalam tanah (Gembong Tjitrosoepomo, 2007) .

Selain itu juga sejalan dengan Tabel 3. dimana konsentrasi ZPT Rootone-F tidak berpengaruh terhadap jumlah hal ini berkaitan dengan fungsi daun sebagai tempat berlangsungnya proses fotosintesis dan respirasi (Gembong Tjitrosoepomo, 2007).

Proses fotosintesis akan menghasilkan asimilat dalam bentuk bahan organik berupa karbohidrat (C6H12O6) yang nantinya dari daun akan di translokasikan ke seluruh bagian tanaman yang memerlukannya atau disimpan dalam bentuk cadangan makanan melalui jaringan floem (Hasan Basari Jumin, 2005). Sedangkan proses respirasi akan menghasilkan energi dalam bentuk ATP yang digunakan oleh tanaman untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Hasan Basari Jumin, 2005).

(13)

13 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat diambil simpulan sebagai berikut:

1. Tidak terjadi interaksi antara bobot umbi bibit dengan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah.

2. Ukuran bobot umbi bibit berpengaruh terhadap semua komponen pertumbuhan (jumlah akar, bobot kering akar, dan jumlah daun) dan terhadap komponen hasil yaitu jumlah umbi per rumpun, bobot basah umbi per rumpun dan bobot kering umbi per rumpun, tetapi tidak berpengaruh terhadap diameter umbi. Sedangkan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F tidak berpengaruh terhadap semua parameter, baik komponen pertumbuhan, maupun komponen hasil.

3. Bobot umbi bibit berukuran sedang (>2,5-5 gram per umbi) menghasilkan bobot umbi kering pertanaman 16,65 gram per tanaman, tidak berbeda dengan umbi bibit berukuran besar (>5 gram per umbi) menghasilkan 18,00 gram per tanaman.

Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di lapangan, maka disarankan:

1. Untuk efisiensi biaya penggunaan umbi bibit, para petani disarankan dalam budidaya bawang merah menggunakan umbi bibit berukuran sedang (>2,5-5,0 gram per umbi) tanpa dilakukan perendaman oleh zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F.

2. Perlu dilakukan percobaan lebih lanjut dengan menggunakan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) Rootone-F yang lebih bervariasi sehingga didapat konsentrasi yang tepat untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil bawang merah yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Adam Saepudin. 1999. Penggunaan Auksin, Sitokinin dan Giberelin dalam Kultur Jaringan. Karya Tulis. Universitas Siliwangi. Tasikmalaya.

Azmi C., I. M. Hidayat, G. Wiguna. 2011. Pengaruh Varietas dan Ukuran Umbi Terhadap Produktuvitas Bawang Merah. J. Hort. 21(1): 206-213.

(14)

14

Baswarsiati, E. Korlina, Abu, dan T. Siniati. 2009. Inovasi Teknologi Bawang Merah Berbasis Good Agriculture Practices (GAP). Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur.

Dyan M. S., Putri dan I Nyoman Sudiana. 2009. Aplikasi Penggunaan ZPT Pada Perbanyakan Rododendron javanicum Denn. Jurnal Bioogi. XIII(1): 17-20.

Elisabet M. Huik. 2004. Pengaruh Rootone-F dan Diameter Ukuran Stek terhadap Pertumbuhan dari Stek Batang Jati (Tektona grandisL. F.). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Pattimura. Makasar.

Febriani Tri Pamungkas, Sri Darmanti dan Budi Raharjo. 2009. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Bacillus sp.2 Ducc-BR-K1.3 terhadap Pertumbuhan Stek Horisontal Batang Jarak Pagar. J. Sains dan Mat. Vol 17 No. 3 Juli 2009: 131- 140. Universitas Diponegoro. Semarang.

Gembong Tjitrosoepomo. 2007. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University.

Yogyakarta.

Hasan Basari Jumin. 2005. Dasar-Dasar Agronomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Mulingka A. A. 1994. Pemberian Rootone-F pada Stek Krisan. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Rahmat Rukmana. 1994. Bawang Merah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Rismunandar. 1990. Hormon Tanaman dan Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.

Singgih Wibowo. 2009. Budidaya Bawang. Penebar Swadaya. Depok.

Salisbury F.B and Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Penerbit ITB.

Bandung.

Sumiati E. N., Sumarni, A. Hidayat. 2004. Perbaikan Teknologi Produksi Umbi Benih Bawang Merah dengan Ukuran Umbi Benih, Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh dan Unsur Hara Mikroelemen. J. Hort. 14 (1): 1-8.

Sutono S., W. Hartatik, dan J. Purnomo. 2007. Penerapan Teknologi Pengelolaan Air dan Hara Terpadu untuk Bawang Merah di Donggala. Balai Penelitian Tanah.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Depatemen Pertanian. 41 Hlm.

Gambar

Tabel 6. Pengaruh bobot umbi bibit dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT)  Rootone-F terhadap bobot umbi basah per tanaman

Referensi

Dokumen terkait

Hasil validasi Ahli Materi yang dituangkan dalam angket menyatakan bahwa produk media pembelajaran Sejarah berbasis website yang dikembangkan sudah layak diujicobakan

Ada beberapa bentuk kesulitan belajar bahasa arab peserta didik dan strategi guru dalam mengatasi kesulitan belajar bahasa arab peserta didik pada unsur penguasaan

Evaluasikepewaratan pada hari ketiga masalah keperawatan mulai teratasi sebagian karena klien mulai menunjukkan keadaan yang membaik seperti batuk mulai berkurang, sesak

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun serai wangi (Cymbopogon nardus L.) terhadap pertumbuhan Fusarium oxysporum pada tanaman

Lemahnya pengaruh parameter putaran spindel dan kecepatan pemakanan terhadap tingkat kekasaran permukaan material MMC dengan matriks kuningan dan penguat fly ash

Berdasarkan simpulan di at as, t erdapat beberapa rekomendasi dari penulis berupa per - t ama, unt uk memberikan perlindungan t er- hadap masyarakat hukum adat besert

Melalui prosedur pengembangan perangkat pembelajaran diperoleh hasil pengembangan perangkat pembelajaran yaitu rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) , lembar kegiatan

Hasil uji t tidak berpasangan hari ke-1 dan ke-7 (Tabel 3) menunjukkan nilai p = 0,348 (p>0,05) yang berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara penggunaan pasta