BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Diabetes Mellitus 2.1.1 Definisi
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis serius yang disebabkan karena pangkreas tidak bisa menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak bisa secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan oleh pangkreas, insulin sendiri merupakan hormon yang berfungsi mengatur glukosa darah yang ada didalam tubuh (Infodatin, 2018). Menurut Perkeni (2015) DM adalah suatu jenis penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau bisa juga karena kelainan keduanya (Perkeni, 2015).
Diabetes mellitus terbagi menjadi empat yaitu DM tipe I, tipe II, gestasional dan tipe lain. DM tipe I (IDDM / Insulin Dependent Diabetes Mellitus) merupakan merupakan diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan hormon insulin, DM tipe 2 (NIDDM / Insulin Dependent Diabetes Mellitus) bisa disebabkan karena insulin yang tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik, DM gestasional keadaan dimana intoleransi glukosa terjadi dan ditemukan saat hamil sedangkan DM faktor lain merupakan diabetes yang terjadi karena keadaan penyakit atau sindrom seperti pangkreatitis, Ca pangkreas, penyakit hormonal (acromegali yang dapat merangsang sekresi sel-sel beta sehingga menjadi hiperaktif dan rusak (Padila, 2018).
2.1.2 Etiologi
Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) etiologi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI) / DM tipe I
Diabetes tipe 1 yang tergantung pada insulin yang ditandai dengan penghancuran sel-sel beta pankreas yang bisa disebabkan karena :
a) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) / DM tipe II
Disebabkan oleh kegagalan relative beta dan resisten insulin. Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DM tipe II ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DM tipe II terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan glikemia. (Nurarif & Hardi , 2015).
2.1.3 Klasifikasi
a. Diabetes mellitus tipe 1
DM tipe 1 merupakan diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan hormon insulin, dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilanganya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau langerhans pangkreas.
b. Diabetes mellitus tipe 2
DM tipe 2 terjadi dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkuranganya respon sensitifitas insulin.
c. Diabetes mellitus gestasional (DMG)
Intoleransi glukosa terjadi dan yang pertama kali ditemukan saat hamil. Keadaan ini terjadi karena pembentukan beberapa hormon pada ibu hamil yang menyebabkan resistensi insulin.
d. Diabetes tipe lain
DM tipe ini diakibatkan karena akibat dari penyakit lain yang mempengaruhi produksi insulin atau mempengaruhi kerja insulin.
Penyebab DM semacam ini adalah radang pangkreas (pangkreatitis), gangguan kelenjar adrenal atau hipofisis, penggunaan hormon kortikosteroid, pemakaian obat-obatan antihipertensi dan antikolesterol, malnutrisi dan infeksi (Padila, 2018).
2.1.4 Patofisiologi
Otot dan hati yang mengalami resistensi insulin menjadi penyebab utama DM tipe 2. Kegagalan sel beta pankreas untuk dapat bekerja secara optimal juga menjadi penyebab dari DM tipe 2 (Perkeni, 2015). DM tipe 2 adalah jenis DM yang paling umum diderita oleh penduduk di Indonesia. Kombinasi faktor risiko, resistensi insulin dan sel-sel tidak menggunakan insulin secara efektif menyebabkan DM tipe 2 (NIDDK, 2014).
Resistensi insulin pada otot dan hati serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2. Kegagalan sel beta pada DM tipe 2 diketahui terjadi lebih dini dan lebih berat daripada sebelumnya. Otot, hati, sel beta dan organ lain seperti jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin) ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe 2 (Perkeni, 2015).
DM tipe 2 pada tahap awal perkembangannya tidak disebabkan oleh gangguan sekresi insulin dan jumlah insulin dalam tubuh mencukupi kebutuhan (normal), tetapi disebabkan oleh sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal (Fitriani, 2012). Penderita DM tipe 2 juga mengalami produksi glukosa hepatik secara berlebihan tetapi tidak terjadi kerusakan pada sel-sel beta langerhans seperti pada DM tipe 1. Keadaan defisiensi insulin pada penderita DM tipe 2 umumnya hanya bersifat relatif.
Defisiensi insulin akan terjadi seiring dengan perkembangan DM tipe 2. Sel-sel beta langerhans akan menunjukkan gangguan sekresi insulin fase pertama yang berarti sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Perkembangan DM tipe 2 yang tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan kerusakan sel- sel beta langerhans pada tahap selanjutnya. Kerusakan sel-sel beta langerhans secara progresif dapat menyebabkan keadaan defisiensi insulin sehingga penderita membutuhkan insulin endogen. Resistensi insulin dan defisiensi insulin adalah 2 penyebab yang sering ditemukan pada penderita DM tipe 2 (Fitriani, 2012).
10 2.1.5 WOC
Defisiensi Insulin
Glukagon meningkat Penurunan pemakaian glukosa
oleh sel
Hiperglikemia
Glycosuria
Osmotik deurisis
Dehidrasi MK :
Kekurangan volume cairan Glukoneogenesis
Lemak Protein
Ketogenesi s
BUN ↑
Ketonemia Nitrogen urine ↑ PH ↓
Mual muntah
MK : Resiko defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Asidosis
Koma / kematian
Hemokonsentrasi
Trombosis
Arterosklerosis
Makrovaskuler Mikrovaskuler
Lambung Ginjal
Retina
Nefropati
Gagal ginjal Retinopati
diabetik
Gangguan Pengelihatan
MK : Resiko injuri Ekstremitas
Serebral Jantung
Gangren Serebral
Stroke Miokard
infark MK :
Nyeri akut
MK : Gangguan integritas kulit
Enterophaty
MK : Diare
2.1.6 Manifestasi Klinis 1. Keluhan Klasik
a. Banyak kencing (poliuria)
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari
b. Banyak minum (polidipsia)
Rasa haus amat sering dialami penderita karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini sering disalah tafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus biasanya penderita sering minum
c. Banyak makan (polifagia)
Rasa lapar yang semakin besar sering timbul pada penderita diabetes. Karena pasien mengalami keseimbangan kalori negatif, sehingga timbul rasa lapar yang sangat besar. Untuk menghilangkan rasa lapar itu penderita banyak makan.
d. Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam relatif singkat harus menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah yang hebat disebabkan glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot yang akitbatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
2. Keluhan lain
a. Kesemutan/ gangguan saraf tepi
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu malam hari sehingga mengganggu tidur
b. Gangguan pengelihatan
Pada fase awal diabetes sering dijumpai gangguan pengelihatan yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar tetap dapa melihat dengan baik
c. Gatal
Kelainan kulit berupa gatal biasanya terjadi di daerah kemaluan dan daerah lipatan kulit seperti ketiak dan dibawah payudara.
Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul karena hal yang sepele seperti luka lecet.
d. Gangguan ereksi
Gangguan ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara terus terang di kemukakan penderitanya. Hal ini dikarenakan budaya masyarakat merasa tabu membicarakan masalah seks.
e. Keputihan
Pada wanita keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan (Wijaya & Putri , 2015).
2.1.7 Komplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan mengakibatkan komplikasi akut dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
a. Komplikasi akut
1. Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang di bawah nilai normal (< 50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM yang dapat dialami 1-2 kali per minggu, Kadar gula darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan.
2. Hiperglikemia, hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah meningkat secara tiba-tiba, dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik, Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis.
b. Komplikasi Kronis
1. Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yang umum berkembang pada penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan darah pada sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke.
2. Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita DM tipe 1 seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi (Fatimah , 2015).
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan diabetes mellitus (Perkeni, 2015) :
Diagnosis DM dapat ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah atau gula darah. Pemeriksaan gula darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan secara enzimatik dengan menggunakan bahan plasma darah vena. Pemantauan dari hasil pengobatan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis DM tidak bisa ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Adapun kriteria diagnosis DM meliputi :
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam
2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2-jam setelah dilakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan adanya keluhan klasik
4. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang telah terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP). Hasil periksaan laboratorium yang tidak memenuhi kriteria DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi toleransi
glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
1. GDPT : hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam < 140 mg/dl
2. TGT : hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO antara 140- 199 mg/dl dan glukosa plasma puasa < 100 mg/dl
3. Diagnosis prediabetes bisa juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c antara 5,7-6,4%
Diagnosis DM dikelompokkan kedalam beberapa katagori diantaranya normal, prediabetes dan diabetes (Perkeni, 2015).
HbA1c (%) Glukosa darah
puasa (mg/dL)
Glukosa plasma 2 jam
setelah TTGO (mg/dl)
Normal < 5,7 < 100 < 140 Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199 Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 mg/dL ≥ 200 mg/dL
2.1.9 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada lima sesuai dengan Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien DM. Tujuan Penatalaksanaan Jangka pendek adalah menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah sedangkan tujuan jangka panjang untk mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
1. Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing- masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% dan protein 10-15%. Untuk menentukan status gizi, dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:
IMT = Berat Badan (Kg)
Tinggi Badan (M) x Tinggi Badan (M)
2. Exercise (latihan fisik/olahraga)
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical, Interval, Progresive, Endurance (CRIPE). Training sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah olahraga ringan jalan kaki biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.
3. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan.
Pendidikan kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok pasien DM. Sedangkan pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM dengan penyulit menahun.
4. Obat
Oral hipoglikemik, insulin Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik
Obat – Obat Diabetes Melitus a. Antidiabetik oral
Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar gula darah dan mencegah komplikasi. Lebih khusus lagi dengan menghilangkan gejala,optimalisasi parameter metabolik, dan mengontrol berat badan. Bagi pasien DM tipe 1 penggunaan insulin adalah terapi utama. Indikasi antidiabetik oral terutama ditujukan untuk penanganan pasien DM tipe 2 ringan sampai sedang yang gagal dikendalikan dengan pengaturan asupan energi dan karbohidrat serta olahraga. Obat golongan ini ditambahkan bila setelah 4-8 minggu upaya diet dan olah raga dilakukan, kadar gula darah tetap di atas 200 mg% dan HbA1c di atas 8%. Jadi obat ini bukan menggantikan upaya diet, melainkan membantunya.
Pemilihan obat antidiabetik oral yang tepat sangat menentukan
keberhasilan terapi diabetes. Pemilihan terapi menggunakan antidiabetik oral dapat dilakukan dengan satu jenis obat atau kombinasi. Pemilihan dan penentuan regimen antidiabetik oral yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit DM serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada. Dalam hal ini obat hipoglikemik oral adalah termasuk golongan sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan insulin sensitizing.
b. Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada manusia. Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai yang dihubungkan dengan jembatan disulfide, terdapat perbedaan asam amino kedua rantai tersebut. Untuk pasien yang tidak terkontrol dengan diet atau pemberian hipoglikemik oral, kombinasi insulin dan obat-obat lain bisa sangat efektif.
Insulin kadangkala dijadikan pilihan sementara, misalnya selama kehamilan. Namun pada pasien DM tipe 2 yang memburuk, penggantian insulin total menjadi kebutuhan. Insulin merupakan hormon yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun metabolisme protein dan lemak. Fungsi insulin antara lain menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel–sel sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta mencegah penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa (Fatimah , 2015).
2.10 Pencegahan
Pencegahan penyakit diabetes melitus dibagi menjadi empat bagian antara lain :
1. Pencegahan Premordial
Pencegahan premodial adalah upaya untuk memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya. Prakondisi ini harus diciptakan dengan multimitra. Pencegahan premodial pada penyakit DM misalnya adalah menciptakan prakondisi sehingga
masyarakat merasa bahwa konsumsi makan kebarat-baratan adalah suatu pola makan yang kurang baik, pola hidup santai atau kurang aktivitas, dan obesitas adalah kurang baik bagi kesehatan.
2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk kelompok risiko tinggi, yaitu mereka yang belum menderita DM, tetapi berpotensi untuk menderita DM diantaranya :
a. Kelompok usia tua (>45tahun)
b.Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman atau IMT>27 (kglm2))
c. Tekanan darah tinggi (>140/90mmHg) d. Riwayat keiuarga DM
e. Riwayat kehamilan dengan BB bayi lahir > 4000 gr.
f. Disiipidemia (HvL Trigliserida>250mg/dl).
g. Pernah TGT atau glukosa darah puasa tergangu (GDPT) Untuk pencegahan primer harus dikenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM dan upaya untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut. Oleh karena sangat penting dalam pencegahan ini. Sejak dini hendaknya telah ditanamkan pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat menjaga badan agar tidak terlalu gemuk dan risiko merokok bagi kesehatan.
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal penyakit. Dalam pengelolaan pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Pilar utama pengelolaan DM meliputi:
a. penyuluhan
b. perencanaan makanan
c. latihan jasmani
d. obat berkhasiat hipoglikemik.
4. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap. Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat diperlukan, terutama dirumah sakit rujukan, misalnya para ahli sesama disiplin ilmu seperti ahli penyakit jantung, mata, rehabilitasi medis, gizi dan lain-lain (Fatimah , 2015).
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus 2.2.1 Pengkajian
Pengkajian pada pasien DM meliputi : 1. Identitas
Tidak ada kekhususan untuk kejadian diabetes melitus, namun perempuan memiliki resiko lebih tinggi terkena DM karena perempuan memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar.
2. Keluhan utama
Keluhan pada pasien DM bervariasi biasanya pada kondisi hiperglikemia pasien DM akan mengeluhkan lemas, merasa haus, banyak kencing, dehidrasi, suhu tubuh meningkat, sakit kepala bahkan pengelihatan kabur sedangkan pada kondisi hipoglikemia keluhan yang mungkin dialami yaitu tremor, rasa lapar, susah berkonsentrasi gelisah, takikardi, sakit kepala dan penurunan daya ingat serta penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya pada pasien DM saat masuk ke RS dengan keluhan utama adanya gatal pada kulit disertai luka yang tidak sembuh-sembuh, kesemutan,berat badan menurun secara signifikan, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poliurea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kram otot, gangguan tidur/istirahat, haus, pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.
4. Riwayat penyakit dahulu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas,hipertensi, infeksi saluran kencing berulang, gangguan penerimaan insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat-obatan seperti glukokortikoid, furosemid, thiazid, beta bloker, kontrasepsi
5. Riwayat penyakit keluarga
Diabetes melitus bukan merupakan penyakit menular namun bisa diturunkan, sehingga silsilah keluarga memiliki pengaruh pada penyakit ini. Seseorang yang memiliki keluarga dengan riwayat DM memiliki kemungkinan sebesar 10 kali lipat menderita DM tipe 2 dibandingakan orang yang tidak mempunyai riwayat keluarga DM pada keluarganya.
6. Riwayat psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika pasien memiliki koping adaptif. Namun biasanya, ketika mengalami perubahan struktur dan bentuk tubuh. Diabetes melitus juga dapat menggangu psikososial pasien yaitu pasien dapat merasakan ansietas, dan ketidakberdayaaan karena mungkin memiliki ketergantungan terhadap orang lain. Selain itu, kondisi ini juga dipicu oleh masalah finansial karena biaya yang dibutuhkan selama proses pengobatan.
7. Pemeriksaan fisik pada pasien DM:
a. Pola aktivitas dan istirahat
Biasanya pasien dengan diabetes melitus sering merasakan lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, tonus otot menurun, taikardi atau takipnea pada keadaan istirahat atau saat melakukan aktivitas, gangguan instirahat dan tidur, letargi, disorientasi bahkan koma.
b. Sirkulasi
Pada pasien diabetes melitus terkadang juga merasakan tanda dan gejala seperti kesemutan pada eksremitas, kebas, penyembuhan yang lama pada luka, kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata terlihat cekung. Adanya riwayat penyakit hipertensi, infark miokard, disritmia.
c. Pola eliminasi
Pasien dengan DM mengalami perubahan pola berkemih (poliuria), sering berkemih pada malam hari (nokturia), kesulitan berkemih, rasa nyeri terbakar saat berkemih, ISK. Biasanya bising usus lemah tetapi menjadi hiperaktif ketika diare.
d. Makanan dan cairan
Biasanya pasien dengan DM kehilangan nafsu makan, merasakan mual muntah, tidak mengikuti diet yang dianjurkan, terjadi penurunan berat badan, haus. Menunjukan tanda-tanda seperti kulit kering dan bersisik, turgor jelek, distensi abdomen, pembesaran kelenjar tiroid dan ketika bernafas berbau aseton.
e. Neurosensori
Pasien DM biasanya juga merasa pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parasetia, gangguan pengelihatan. Biasanya ditandai dengan seringnya merasa mengantuk, disorientasi, letargi, stupor/koma, gangguan memor, reflek tendon menurun dan kejang.
f. Kardiovaskuler
Biasanya pada pasien DM terjadi penurunan atau peningkatan nadi (bradikardi/ takkardi) atau sama sekali tidak ada, perubahan tekanan darah postural, hipertensi dysrimia, distensi vena jugularis (DVJ), krekel.
g. Pernafasan
Biasanya pasien dengan DM merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum, pernafasan cepat dan dalam, frekuwensi pernafasan meningkat.
h. Pola seksual reproduksi
Pada pasien DM biasanya merasakan rabas vagina, impoten pada pria dan kesulitan orgasme pada wanita.
i. Gastrointestinal
Biasanya pasien dengan DM mengalami penurunan BB, muntah, bising usus melemah/ menurun
j. Muskuloskeletal
Pada pasien DM biasanya mengalami penurunan kekuatan otot, tonus otot dan reflek tendon menurun, kesemutan/ rasa berat pada tungkai, ulkus pada kaki.
h. Integumen
Biasanya pasien DM merasa kulit terasa panas, kering dan kemerahan, terjadi pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat berlebih), turgor kulit jelek, kulit rusak, lasi/ ulserasi/ ulkus.
Pemeriksaan Fisik 1) Kepala
Inpeksi : kesimetrisan muka. Tengkorak, kulit kepala (lesi, massa)
Palpasi : dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari kebawah dari tengah-tengah garis kepala ke samping.
Untuk mengetahui adanya bentuk kepala pembengkakan, massa, dan nyeri tekan, kekuatan akar rambut.
2) Mata
Inspeksi : kelopak mata, perhatikan kesimetrisannya. Amati daerah orbital ada tidaknya edema, kemerahan atau jaringan lunak dibawah bidang orbital, amati konjungtiva dan sklera (untuk mengetahui adanya anemis atau tidak) dengan menarik/membuka kelopak mata. Perhatikan warna, edema,
dengan berdiri disamping klien dengan menggunakan sinar cahaya tidak langsung. Inspeksi pupil, iris.
Palpasi : ada tidaknya pembengkakan pada orbital dan kelenjar lakrimal.
3) Hidung
Inspeksi : kesimetrisan bentuk, adanya deformitas atau lesi dan cairan yang keluar.
Palpasi : bentuk dan jaringan lunak hidung adanya nyeri, massa, penyimpangan bentuk.
4) Telinga
Inspeksi : amati kesimetrisan bentuk, dan letak telinga, warna, dan lesi
Palpasi : kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak, tulang teling ada nyeri atau tidak.
5) Mulut dan faring
Inspeksi : warna dan mukosa bibir, lesi dan kelainan kongenital, kebersihan mulut, faring.
6) Leher
Inspeksi : bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya pembengkakan, jaringan parut atau massa.
Palpasi : kelenjar limfa/kelenjar getah bening, kelenjar tiroid.
7) Thorak dan tulang belakang
Inspeksi : kelainan bentuk thorak, kelainan bentuk tulang belakang, pada wanita (inspeksi payudara: bentuk dan ukuran) Palpasi : ada tidaknya krepitus pada kusta, pada wanita
(palpasi payudara: massa) 8) Paru posterior, lateral, inferior
Inspeksi : kesimetrisan paru, ada tidaknya lesi.
Palpasi : dengan meminta pasien menyebutkan angka misal 7777. Bandingkan paru kanan dan kiri. Pengembangan paru dengan meletakkan kedua ibu jari tangan ke prosesus xifoideus dan minta pasien bernapas panjang.
Perkusi : dari puncak paru kebawah (suprakapularis/3-4 jari dari pundak sampai dengan torakal 10), catat suara perkusi:
sonor/hipersonor/redup.
Auskultasi : bunyi paru saat inspirasi dan aspirasi (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial, tracheal: suara abnormal
wheezing, ronchi, krekels).
9) Jantung dan pembuluh darah
Inspeksi : titik impuls maksimal, denyutan apikal
Palpasi : area orta pada intercostae ke-2 kiri, dan pindah jari- jari ke intercostae 3, dan 4 kiri daerah trikuspidalis, dan mitral pada intercostae 5 kiri. Kemudian pindah jari dari mitral 5-7 cm ke garis midklavikula kiri.
Perkusi : untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan- kiri).
Auskultasi : bunyi jantung I dan II untuk mengetahui adanya bunyi jantung tambahan
10) Abdomen
Inspeksi : ada tidaknya pembesaran, datar, cekung/cembung, kebersihan umbilikus.
Palpasi : epigastrium, lien, hepar, ginjal
Perkusi : 4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak)
Auskultasi : 4 kuadaran (peristaltik usus diukur dalam 1 meni, bising usus)
11) Genitalia
Inspeksi : inspeksi anus (kebersihan, lesi, massa, perdarahan ) dan lakukan tindakan rectal touch (khusus laki-laki untuk mengetahui pembesaran prostat), perdarahan, cairan, dan bau.
Palpasi : skrotum dan testis sudah turun atau belum.
12) Ekstremitas :
Inspeksi : kesimetrisan, lesi, massa.
Palpasi : tonus otot, kekuatan otot. Kaji sirkulasi : akral hangat/dingin, warna, Capillary Refiil Time (CRT). Kaji kemampuan pergerakan sendi. Kaji reflek fisiologis : bisep, trisep, patela, arcilles. Kaji reflek patologis : reflek plantar.