• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 DIABETES MELLITUS

Diabetes merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia akibat defek pada sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya. Hiperglikemia pada diabetes dihubungkan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan gagal organ, khususnya pada mata, ginjal, jantung dan pembuluh darah.11

2.1.1 Klasifikasi DM :

1. Tipe 1 : Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut. Autoimun

Idiopatik

2. Tipe 2 : Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resisten insulin.

3. Tipe lain : Defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

4. Diabetes melitus gestasional

2.1.2 Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik, yaitu :

1. Keluhan klasik berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

2. Keluhan lain berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

(2)

1. Jika keluhan klasik ditemukan,maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 200 mg/dL dengan adanya keluhan klasik 3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl.1

2.1.3 Penyulit Diabetes Melitus : Penyulit Akut

1. Ketoasidosis Diabetik (KAD)

2. Status Hiperglikemia Osmolar (SHH) 3. Hipoglikemia

Penyulit Menahun 1. Makroangiopati

♦ Pembuluh darah jantung ♦ Pembuluh darah tepi ♦ Pembuluh darah otak 2. Mikroangiopati

• Retinopati Diabetik • Nefropati Diabetik • Neuropati1

2.1.4 Patogenesis terjadinya komplikasi mikrovaskular

Empat jalur utama diperkirakan berperan menyebabkan kerusakan mikrovaskular yang dipicu oleh hiperglikemia dan khas untuk pengidap diabetes:

a. Peningkatan aliran jalur poliol

Jalur poliol telah diteliti secara ekstensif di sel saraf pengidap diabetes dan juga terdapat di sel endotel. Banyak sel memiliki aldosa reduktase, suatu enzim yang mengubah aldoheksosa, misalnya glukosa, menjadi alcohol-alkoholnya (jalur poliol). Hiperglikemia menyebabkan substrat untuk enzim ini bertambah. Kelebihan sorbitol yang diproduksi dari reaksi ini tidak dapat keluar dari sel dan dapat menyebabkan stress osmotic. Akumulasi sorbitol telah dibuktikan terjadi di sel saraf dan sel endotel serta di

(3)

lensa mata. Reduksi glukosa menjadi sorbitol menghabiskan NADPH dan oksidasi selanjutnya sorbitol menjadi fruktosa meningkatkan rasio NADH/NAD+ di sitosol, efek yang juga dihipotesiskan berperan dalam pathogenesis kerusakan mikrovaskular-dan saraf- pada diabetes.

b. Pembentukan AGE (advanced glycosylation end-products)

Jika terdapat dalam konsentrasi tinggi, glukosa dapat bereaksi secara non enzimatis dengan gugus-gugus amino protein untuk membentuk zat antara yang tak stabil, suatu basa Schiff, yang kemudian mengalami tata ulang internal untuk membentuk protein terglikasi stabil yang juga dikenal sebagai early glycosylation product (produk Amadori). Reaksi semacam ini menyebabkan terbentuknya glycated HbA, yang juga dikenal sebagai HbA1c. Produk-produk glikosilasi dini ini dapat mengalami rangkaian reaksi kimia dan tata ulang lebih lanjut yang menyebabkan terbentuknya berbagai AGE, dimana AGE dapat berikatan dengan komponen matriks membrane basal. Pembuluh darah besar dan kecil pada pengidap diabetes memperlihatkan akumulasi kontinu protein-protein AGE. Selain itu, pengikatan AGE pada reseptor spesifik di makrofag menyebabkan pelepasan berbagai sitokin yang selanjutnya dapat mempengaruhi proliferasi dan fungsi sel vascular.

c. Pengaktifan protein kinase c (PKC)

Hiperglikemia di dalam sel endotel yang terjadi karena transporter glukosa tidak berkurang di sel-sel ini sementara terjadi hiperglikemia, menyebabkan peningkatan diacylglycerol (DAG) yang selanjutnya mengaktifkan beberapa isoform protein kinase c (PKC) yang terdapat di sel-sel ini. Pengaktifan PKC yang tidak sesuai ini mempengaruhi aliran darah dan mengubah permeabilitas endotel, sebagian efeknya terhadap jalur nitrogen oksida.

d. Peningkatan jalur heksosamin.

Peningkatan pengalihan glukosa melalui jalur heksosamin, yang berperan menyebabkan resistensi insulin, juga diduga berperan dalam penyakit mikrovaskular karena jalur ini menghasilkan substrat yang jika berikatan secara kovalen dengan faktor transkripsi, merangsang ekspresi protein-protein, seperti transforming growth factor dan inhibitor activator plasminogen yang menambah kerusakan mikrovaskular.16

(4)

Gambar 2.1. Patogenesis retinopati diabetic 17

Kejadian pada vaskular merupakan hal yang serius dan sering pada Diabetes Mellitus tipe 2. Mediator kerusakan vaskular diabetes salah satunya adalah kontrol gula yang buruk, abnormalitas protein, hipertensi, dan stress oksidatif, inflamasi, dan advanced glycation end products (AGEs), yang merupakan modifikasi protein yang dibentuk oleh glikasi non enzimatik. Disfungsi vaskular patologis berhubungan dengan DM tipe 2 termasuk retinopati diabetik seperti semua kondisi DM adalah penyakit progresif yang disebabkan oleh paparan hiperglikemia kronik, dan dikenal dengan karakteristik penyakit vaskular, nefropati diabetik dan neuropati diabetik ( sistem saraf perifer). Ada juga yang menyebutkan hiperglikemia dapat menginduksi angiopati diabetik melalui regenerasi sistem oksidasi, atau melalui akumulasi AGEs, menuju ke Nitrous oxide system (NOS). Retinopati ditandai dengan peningkatan permeabilitas vaskular, penutupan vaskular dimediasi oleh formasi pembuluh darah baru (neovaskularisasi), pada retina dan permukaan posterior dari vitreus. Umumnya, neovaskularisasi terjadi sebagai akibat dari oklusi kapiler yang rapuh dan perdarahan yang sering dari pre retina dan vitreus pada kasus pelepasan vitreus.17

2.2 Retinopati Diabetik

Retinopati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular optikal dari diabetes dengan karakteristiknya adanya mikroaneurisma, perdarahan, eksudasi, perubahan

(5)

vena, neovaskularisasi, dan penipisan retina. Ini dapat mempengaruhi retina perifer, macula atau keduanya.18 Retinopati diabetik dan edema macular diabetik merupakan penyebab kebutaan pada populasi usia kerja di negara berkembang.19 Hampir 90% dari pasien diabetes menderita retinopati setelah 20 tahun. DM tipe 2 dapat menyebabkan perubahan hampir di setiap jaringan okular. Ini meliputi keratoconjunctivitis sicca, xantelasma, infeksi jamur orbita, perubahan refraksi sementara, katarak, glukoma, neuropati pada saraf optik, kelumpuhan okulomotor, namun 90% dari penurunan fungsi visual disebabkan oleh RD.20

Kekerapan perkembangan RD ini berhubungan dengan durasi penyakit. DM tipe 2 bisa dengan onset perlahan dan muncul tanpa disadari. Akibatnya, pasien mungkin sudah menderita RD saat didiagnosis DM. sedangkan pada DM tipe 1 terdiagnosa lebih awal dan biasanya RD tidak muncul sampai beberapa tahun setelah terdiagnosis. Resiko menderita RD meningkat setelah puberitas. 20 tahun setelah terdiagnosis DM dan hampir seluruh DM tipe 1 menunjukkan gejala retinopati.21

2.2.1 Klasifikasi retinopati diabetik:

Retinopati diabetik diklasifikasikan beberapa tipe ; mild non proliferative retinopathy, dimana retina membengkak seperti balon dan dikenali sebagai stadium awal dari retinopati diabetik dimana pembuluh darah yang menutrisi retina tertutup, severe non proliferative retinopathy, dimana penyebaran retinopati dan pembuluh darah tertutup di beberapa area di retina, dan proliferative retinopathy, dimana retina mengirimkan sinyal untuk memicu pertumbuhan pembuluh darah baru.22

(6)

Dikutip dari kepustakaan nomor 23 2.2.2 Gejala

Biasanya pasien tidak mengalami gejala sehingga sering terlambat untuk pengobatannya. Stadium lanjut RD bervariasi tergantung dari penyebabnya. Perdarahan sampai ke vitreus dapat menyebabkan kehilangan penglihatan tiba-tiba. Edema makula dan iskemia merupakan mekanisme lainnya penurunan penglihatan.21

2.2.3 Pertimbangan diagnosis

Banyak tehnik yang digunakan untuk mendeteksi retinopati diabetik termasuk oftalmoskop direk dan indirek, angiografi fluoresensi, strereoskopik digital, dan fotografi fundus color film–based, dan mydriatic atau nonmydriatic digital color atau monochromatic single-field photography. Derajat dari stereoscopic color fundus photographs pada tujuh lapangan standard seperti disebutkan pada kelompok Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) merupakan modalitas standard untuk deteksi retinopati diabetik. Walaupun modalitas ini akurat dan dengan hasil yang baik,ini memerlukan fotografer dan pembaca fotograf terlatih dan peralatan fotografi, proses pembuatan dan penyimpanan yang rumit. Oftalmoskop merupakan tehnik yang paling sering dipakai untuk mengamati retinopati diabetik. Pada beberapa kondisi khusus

(7)

oftalmoskopi direk non oftalmologis memiliki sensitivitas 50 % untuk deteksi retinopati proliferatif. 24 Diabetik retinopati dan berbagai stadiumnya didiagnosa dengan pemeriksaan stereoskopik fundus dengan pupil terdilatasi. Optalmoskopi dan evaluasi stereoskopi fundus merupakan baku emas. Angiografi fluoresen biasanya dipergunakan bila ada indikasi terapi laser.20

2.2.4 Diagnosis diferensial

Meliputi gangguan vaskular retina lainnya, terutama perubahan hipertonik fundus (dapat disingkirkan bila didapati penyakit yang melatar belakanginya).20

2.2.5 Terapi

Pembedahan fotokoagulasi laser merupakan tehnik standar untuk tatalaksana retinopati diabetik. Umumnya disarankan untuk pasien dengan resiko tinggi proliferative diabetic retinopathy atau neovaskularisasi di sudut ruang anterior. Vitrektomi juga merupakan bagian penting strategi tatalaksana pada retinopati diabetik lanjut. Vitrektomi telah menunjukkan peningkatan penglihatan terkait dengan kualitas hidup. Injeksi retrobulbar atau peribulbar dapat dilakukan dengan fotokoagulasi laser. Komplikasi serius akibat injeksi ini bisa ada akan tetapi jarang terjadi. 25 Manajemen untuk retinopati diabetik dapat dilihat pada table 2.23

Tabel 2.2. Pilihan Terapi Retinopati Diabetik

(8)

2.2.6 Pencegahan

Kegagalan dalam pemeriksaan skrining oftalmologis rutin pada pasien DM merupakan kelalaian yang mengakibatkan resiko kebutaan. Oleh karena itu, DM tipe 2 sebaiknya menjalani pemeriksaan optalmologis sejak diagnosis ditegakkan, dan DM tipe 1 sebaiknya menjalani pemeriksaan setelah 5 tahun diagnosis ditegakkan. Setelah itu, pasien diabetes sebaiknya menjalani pemeriksaan optalmologis sekali setahun, atau lebih sering bila RD sudah muncul.20

Tabel 2.3. Rekomendasi Jadwal Pemeriksaan dan Follow up retinopati diabetik

Dikutip dari kepustakaan nomor 23

Pencegahan utama dan proses penyaringan untuk retinopati diabetik bervariasi menurut umur dan onset penyakit. Beberapa bentuk penyaringan retina dengan fotografi fundus standar atau digital dengan atau tanpa dilatasi telah diselidiki sebagai sarana untuk mendeteksi retinopati. Validasi teknologi digital imaging yang cukup dapat menjadi alat penyaringan yang efektif dan sensitif untuk identifikasi pasien dengan retinopati diabetik untuk evaluasi dan manajemen lebih lanjut.24

2.3. Eritrosit

2.3.1 Sitologi Eritrosit

Ukuran eritrosit matur manusia berdiameter sekitar 7-8 μm untuk dan tampak sebagai bagian tanpa inti, sel asidofilik. Sebagian besar sitoplasmanya (90-95% berat kering) terdiri dari pigmen pembawa besi hemoglobin. Nilai normal hemoglobin tergantung pada umur dan jenis kelamin, dimana laki-laki memiliki nilai normal yang

(9)

lebih tinggi daripada wanita, dan orang dewasa memiliki nilai yang lebih tinggi daripada anak-anak ( kecuali bayi baru lahir, dengan nilai tertinggi dibandingkan semuanya). Hematokrit adalah nilai total volume eritrosit relatif dari volume total whole blood pada sampel.hasilnya merupakan proporsi, sering dibuat dalam persen. Nilai normal adalah 37-47% untuk wanita, dan 42-52% untuk laki-laki.

Sebuah sel darah merah normal berbentuk lempeng bikonkaf untuk mencapai daerah permukaan maksimum ke rasio volume sitoplasmik. Permukaan eritrosit sekitar 128 μm2. Jadi, rata-rata seseorang memiliki 3840 m2 area membran RBC untuk pertukaran pernapasan. Sel selnya tertutup dalam cairan khusus, membrane sel bilayered yang fleksibel dan cukup elastis untuk sel-sel dapat berpindah melalui kapiler-kapiler. Sel-sel ini sering dianggap bentuk cangkir di kapiler-kapiler. Membran protein perifer spektrin dan aktin membantu fungsi sitoskeletal

Eritrosit matur memiliki waktu hidup sekitar 120 hari di sirkulasi. Ketika menua, area permukaan relative berkurang ke volume sitoplasmik sehingga dalam bentuk sferis yang lebih kaku dan akhirnya terperangkap di pembuluh limpa.25

2.3.2 Fungsi Eritrosit

Fungsi terpenting sel darah merah adalah transpor O2 dan CO2 antara paru-paru dan jaringan Peran fisiologis utama dari hemoglobin adalah perpindahan oksigen dan CO2. Eritrosit juga terdiri dari enzim yang berperan pada jalur glikolisis dan hexosa monofosfat. Dalam kondisi normal, sel darah merah tidak pernah meninggalkan sistem sirkulasi. Darah dengan oksigen terdapat di setiap tipe pembuluh darah. Jumlah oksigen tertinggi di arteri dan kapiler paru-paru, menurun di kapiler jaringan.

2.3.3 RBC ( Red Blood Cell) count

RBC, disebut juga sel darah merah adalah RBC per unit volume dari whole blood. Yang dihitung dengan alat. Laki-laki = 4.7-6.1 x 106 sel/mm3; perempuan = 4.2-5.4 x 106 sel/mm3.25

(10)

2.3.4 Agregasi Eritrosit

Agregasi sel darah merah terjadi saat sel bikonkaf saling melekat dan membentuk rouleaux pada tekanan yang cukup rendah. Hubungan sel-sel tipe ini tergantung pada komposisi makromolekul dari media yang ada. Kedua bentuk molekul dan lisis dari makromolekul mempengaruhi derajat agregasi. Agregasi RBC juga tergantung pada tekanan geser lokal sehingga agregasi bersifat reversible dan dapat rusak dengan mudah menjadi bagian bagian kecil atau sel individual dibawah tekanan shear yang meningkat.

2.3.5 Efek agregasi eritrosit pada aliran darah mikrosirkulasi

Pada beberapa studi menunjukkan bahwa agregasi eritrosit intensif meningkatkan resistensi aliran mikrovaskular. Agregasi eritrosit pada arterial dan mikrosirkulasi kapiler akan mempengaruhi viskositas darah di pembuluh darah yang lebih besar dan meningkatkan kebutuhan energi disagregasi pada mikrosirkulasi. Agregasi eritrosit juga menurunkan densitas fungsional kapiler, menyebabkan penurunan aliran darah mikrosirkulasi. Disini khususnya didapatkan pada tekanan arteri yang menurun signifikan. peningkatan agregasi juga mengisi kapiler dengan eritrosit yang tidak beredar menyebabkan disfungsi kapiler.

2.3.6 Efek agregasi eritrosit pada resitensi aliran vena

Sisi vena pada sistem sirkulasi mengalirkan darah deoksigenasi kembali ke jantung dan paru untuk membuang sisa metabolisme dan karbondioksida. Aliran darah pada sirkulasi vena dikarakteristikkan dengan aliran yang rendah (perubahan velositas aliran darah paralel ke dinding vaskular) dibandingkan sisi arterial. Karena alasan ini adanya agregasi eritrosit berperan signifikan ke resistensi vaskular vena pada otot yang beristirahat dan memegang peranan penting ke sistem hemostasis vaskular. Sudah pernah ditunjukkan bahwa agregasi eritrosit mempengaruhi profil kecepatan pada aliran darah vena, khususnya dibawah aliran darah berkurang. Kehilangan energi menyebabkan agregasi eritrosit berperan pada resistensi aliran darah.

2.3.7 Efek agregasi eritrosit pada perfusi seluruh organ

Sebuah penelitian dilakukan pada jantung tikus dan kemudian diperfusi dengan konsentrasi dextran yang berbeda (sebuah senyawa yang sering digunakan oleh peneliti

(11)

untuk mensimulasi agregasi eritrosit). Hasilnya menunjukkan bahwa level agregasi yang rendah dapat mengurangi resistensi aliran darah pada organ, dimana agregasi yang sangat meningkat juga sangat meningkatkan perfusi darah ke organ.

2.3.8 Efek agregasi eritrosit pada hematokrit jaringan

Pada level jaringan, jaringan juga dipengaruhi saat tidak cukup tersedia darah. Jaringan diisi oleh jaringan kapiler dan aliran darah terhambat oleh agregasi eritrosit, kondisi jaringan juga akan terpengaruh. Pemeriksaan menunjukkan bahwa perubahan pada agregasi eritrosit di induksi oleh infus fibrinogen mempengaruhi jaringan hematokrit pada miokard jantung.26

2.4 Hubungan antara Retinopati Diabetik dengan RBC

DM tipe 2 adalah suatu penyakit dengan metabolisme karbohidrat yang tidak normal, muncul oleh karena defisiensi dan malfungsi reseptor insulin, dimana insulin menjadi hormon kunci pada hemostasis gula darah, peningkatan glukosa yang konsisten pada plasma darah mempengaruhi terutama eritrosit dan sel endotel vaskular, termasuk dinding kapiler. Hiperglikemia merupakan gambaran krusial pada diabetes. Glikasi abnormal yang dapat mempengaruhi hemoglobin dan membrane protein pada eritrosit, menunjukkan adanya hubungan dengan penurunan cairan membrane. Sebaliknya, nilai tinggi dari hemoglobin glikosilasi (HbA1c) dijumpai berhubungan dengan penurunan deformabilitas eritrosit.9

Gangguan deformabilitas eritrosit merupakan sebuah gangguan hemoreologik yang diinduksi oleh diabetes dan gagal ginjal. Pengaruhnya pada mikrosirkulasi telah diimplikasikan pada komplikasi vaskular diabetes. Akhir-akhir ini sejumlah studi telah menyajikan bukti bahwa gangguan deformabilitas sel darah merah berhubungan dengan akumulasi AGEs.

(12)

Gambar 2.2. Efek Diabetes Mellitus tipe 2 pada eritrosit 27

Glikasi nonenzimatik dari beberapa protein, khususnya membrane glikoprotein eritrosit dan hemoglobin didapatkan pada pasien dengan diabetes, dan modifikasi biokimiawi eritrosit adalah salah satu faktor yang penting untuk perubahan eritrosit pada diabetes.28

Deformabilitas eritrosit menjadi penting pada mikrosirkulasi. Guyton dan Hall melaporkan bahwa ukuran minimum pembuluh darah adalah 4-9µm, sementara studi lain melaporkan diameternya 4-6µm , 4-8µm, dan 5-7µm. Hal ini berarti bahwa ukuran sel darah merah adalah sekitar 8 µm, sehingga deformabilitas eritrosit memiliki pengaruh penting pada mikrosirkulasi. Adalah penting perfusi untuk eritrosit agar dapat melewati kapiler untuk mensuplai oksigen ke jaringan sekitarnya. Ditambah lagi telah ditunjukkan bahwa gangguan perfusi di tingkat jaringan merupakan komplikasi siabetes mellitus terutama akibat kurangnya deformabilitas eritrosit.9

Eritrosit pasien dengan DM tipe 2 dihubungkan dengan agregasi dan agregasi lebih mudah dari pada mereka yang sehat. Agregasi eritrosit merupakan faktor utama eritrosit yang berperan pada aliran darah. Agregasi eritrosit merupakan parameter hemoreologikal yang penting karena secara langsung mempengaruhi whole blood volume (WBV).26 Agregasi eritrosit merupakan fenomena reversible yang berperan untuk meningkatnya viskositas darah pada aliran datah yang rendah. Agregasi merupakan penyebab utama peningkatan viskositas darah pada aliran darah yang rendah, sementara pada aliran darah yang lebih tinggi viskositas darah ditentukan oleh

(13)

deformasi eritrosit. Deformasi dan orientasi dari eritrosit menyebabkan perubahan viskositas whole blood pada pasien dan subjek kontrol. Viskositas whole blood sangat dipengaruhi oleh agregasi eritrosit dimana peningkatan tekanan aliran darah, jumlah dan ukuran agregat menurun. Pada aliran darah yang rendah viskositas tergantung juga pada plasma fibrinogen. Pada pasien dengan diabetes peningkatan fibrinogen, faktor prediktif untuk perkembangan retinopati dan nefropati juga diobservasi.29

Penelitian oleh Wang dkk (2013) mendapatkan bahwa RBC yang rendah yang dihitung dengan kuartil merupakan predictor independen resiko terjadinya komplikasi mikrovaskular pada pasien dengan Diabetes tipe 2.3 Penelitian oleh Yasemin Budak dkk (2004) mendapatkan pasien diabetes tipe 2 dengan muatan listrik anionic eritrosit rendah berhubungan dengan retinopati diabetic.6 Penelitian oleh Jindal S dkk (2011) mendapatkan adanya hubungan antara indeks platelet (PDW dan MPV) dengan komplikasi mikrovaskular pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2. 14 Sedangkan penelitian oleh Irace C dkk (2010)mendapatkan hubungan antara penurunan viskositas darah dengan kejadian retinopati diabetik dimana penurunan hemoglobin menyebabkan kerusakan organ, viskositas darah yang rendah melalui pengurangan tegangan dapat menghambat fungsi anti aterogenik dari sel endotel.5

Pada DM tipe 2, terdapat cukup data yang menunjukkan bahwa peningkatan viskositas darah adalah faktor patogenik untuk mikroangiopati diabetes, perubahan mikrosirkulasi dan menyebabkan kekurangan nutrisi jaringan. Karena itu peningkatan viskositas darah bermanifestasi pada semua perubahan mikroskopis yang merugikan terjadi pada beragam struktur di sirkulasi darah pada diabetes. Peningkatan viskositas darah dapat menjadi penting sebagai etiologi RD. RD digambarkan sebagai dilatasi vena, mikroaneurisma, perdarahan, dan proliferasi pembuluh darah. Etiologi mikroangiopati diabetik bisa karena kerusakan pada mikrosirkulasi yang menyebabkan reduksi lama suplai oksigen dan nutrisi pada pembuluh darah kapiler. Lebih khusus lagi, perkembangan diabetic angiopati telah dihubungkan dengan hematokrit abnormal, viskositas plasma, dan agregasi eritrosit.dan perburukan deformabilitas eritrosit.9

Gambar

Gambar 2.1. Patogenesis retinopati diabetic  17
Tabel 2.2. Pilihan Terapi Retinopati Diabetik
Tabel 2.3. Rekomendasi Jadwal Pemeriksaan dan Follow up retinopati diabetik
Gambar 2.2. Efek Diabetes Mellitus tipe 2 pada eritrosit  27

Referensi

Dokumen terkait

suitable examined by qualitative method. After that, the researcher determined the poem whichis analyzed by looked for the poems content of metaphor. 2) Identification, the

bahwa dalam rangka pencapaian pembangunan di bidang kesehatan dan peningkatan mutu pelaksanaan program- program kesehatan diperlukan adanya Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan

[r]

Hal ini berarti bahwa 33,8% variabel manajemen laba dapat dijelaskan oleh variabel- variabel independen yaitu auditor big four , leverage , growth , nilai absolut dari total

Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi, yang dalam masalah-masalah administrasi yang menyangkut Hakim perlu diikutsertakan, berpendapat bahwa kesalahan dalam menjalankan tugas

Penciptaan karya Dimensi Spasial dalam Fotografi Ekspresi adalah proses kreatif dalam melihat dan menanggapi fenomena yang sangat dekat dalam keseharian, bahkan

Rekomendasi dari penelitian ini adalah pemimpin harus mampu menyeleksi kembali pelatihan yang diberikan kepada para pegawainnya karena menurut penelitian banyak pegawai yang

mengeluarkan sebuah situs apabila situs tersebut dicurigai melakukan kecurangan. Iklan yang ditampilkan oleh Google bersifat acak sehingga iklan yang ditampilkan bersifat