5 BAB II
LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Review Penelitian Terdahulu
No.
Nama (Tahun)
Judul Metode Hasil
1. Zainol, Nizam, &
Ab Rashid (2016)
Exploring the Concept of Debt from the Perspective of the Objectives of the Shariah
Kualitatif Hutang diperbolehkan dalam Islam apabila tujuan utamanya untuk saling tolong-menolong.
Islam melarang adanya riba yang dimana pemberi pinjaman mengambil keuntungan dari penerima pinjaman.
2. Muthi’ah et al.
(2021)
Fenomena Hutang Piutang Emas dalam Tinjauan Ekonomi Syariah
Kualitatif Praktik hutang piutang emas di desa Lubuk Sidup terdapat biaya tambahan.
Selain itu, terdapat pula denda apabila terjadi keterlambatan dalam pembayaran. Sehingga pihak yang berhutang merasa dirugikan dan semakin terbebani.
3. Dara (2017)
Hutang Piutang di Kalangan Buruh Perempuan di Desa Jetis, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto.
Kualitatif Hutang tidak dianggap sebagai sesuatu yang salah atau benar, tetapi hutang dianggap sebagai gaya hidup buruh di Desa Jetis. Karena adanya faktor ekonomi yang rendah adalah penyebab utama terjadi hutang yang secara terus menerus tanpa pernah putus.
Dalam penelitian ini juga dijelaskan bahwa hutang merupakan pilihan terbaik bagi masyarakat dengan status sosial dan
pendapatan yang rendah
namun memiliki
kebutuhan hidup yang tinggi.
4. Suhendar (2017)
Praktik Hutang Piutang di Desa Simasari Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Bogor dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah
Kualitatif Praktik hutang piutang yang terjadi di Desa Sirnasari terdapat tambahan sebesar 10%
saat pelunasan hutang
sehingga dapat
disimpulkan bahwa praktik hutang piutang yang terjadi merupakan
transaksi yang
bertentangan dengan prinsip muamalah karena terdapat riba walaupun unsur rukun dan syaratnya telah terpenuhi.
5. Muaddin (2020)
Tradisi Bhubuwan dalam Perspektif Manajemen Islam: Studi di Desa Sukolilo Timur Kecamatan Labang Bangkalan
Kualitatif Dalam tradisi Bhubuwan terdapat hutang yang berkelanjutan yang dalam pengembaliannya harus dikembalikan dengan jumlah yang sama.
Berdasarkan perspektif manajemen Islam dalam tradisi tersebut terdapat nilai-nilai keislaman yaitu keadilan, kemanusiaan, kejujuran, transparansi, dan amar makruf nahi mungkar.
6. Yusmi (2020)
Sistem Hutang Piutang Ayam di Desa Kapitan Kecamatan Suka Merindu Kabupaten Lahat
Kualitatif 1) Penerapan hutang piutang di desa ini menggunakan ayam sebagai pengembalian
hutang dengan
kesepakatan mengganti jumlah ayam melebihi
jumlah hutang
sebelumnya. Penerapan ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat sekitar dan sudah menjadi
suatu tradisi. Hutang piutang seperti ini dianggap oleh warga sekitar sebagai wujud dari sikap saling tolong- menolong.
2) Apabila ditinjau dari ekonomi Islam nya ketika masyarakat yang berhutang, pengembalian ayam melebihi jumlah hutang tersebut karena adanya keinginan dirinya sendiri dan tidak berdasarkan perjanjian sebelumnya, maka kelebihan tersebut diperbolehkan (halal) bagi yang memberikan hutang, namun apabila tambahan tersebut ada saat dilakukannya suatu akad maka penambahan tidak diperbolehkan karena tambahan tersebut tidak halal apabila yang memberikan hutang mengambil tambahan tersebut dan tambahan itu merupakan riba qardh yang oleh syariat Islam sangat dilarang.
7. Devika (2020)
To’-Oto’:
Perilaku pengembali an investasi kepala keluarga masyarakat Sampang Madura.
Kualitatif Tradisi bhubuwan merupakan pemberian uang atau barang kepada tuan rumah yang melaksanakan perayaan pernikahan. Pemberian
bhubuwan bukan
ditujukan untuk sedekah tetapi sebagai kewajiban yang nantinya wajib dikembalikan kepada pemberi apabila kelak mengadakan perayaan pernikahan. Ketika
mereka yang memerlukan uang, maka mereka tidak
menunggu untuk
melakukan perayaan serupa tetapi mereka melakukan sebuah acara yang disebut to’oto’.
8. Jaya (2021)
Analisis Hukum Islam Terhadap Hutang Piutang Simpanan Bahan Pokok di Lumbung Kemakmura n Desa Pajeng Kecamatan Gondang Kabupaten Bojonegoro
Kualitatif 1) Adanya tambahan biaya ketika pelunasan timbul saat seseorang melakukan pinjaman saat pertemuan rutin Lumbung
Kemakmuran dan
melakukan kesepakatan secara lisan dan tulis dengan pihak yang memberi pinjaman bahwa setiap pinjaman dikenakan biaya tambahan.
2) Menurut Hukum Islam penerapan hutang piutang di dusun tersebut sah
karena dalam
penerapannya didasarkan kerelaan kedua belah pihak dan karena adanya tujuan untuk menolong.
2.2 Landasan Teori 1.2.1 Konsep Hutang
Menurut Suwardjono (2014) terdapat tiga karakteristik utama yang dimiliki hutang yaitu pengorbanan manfaat ekonomik masa datang, menjadi keharusan sekarang, dan timbul akibat transaksi atau kejadian masa lalu. Suatu hal dapat dikatakan sebagai hutang apabila di dalam nya terdapat suatu kewajiban atau tanggung jawab kepada pihak lain untuk melunasinya dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik yang cukup pasti di masa datang. Bentuk dari pengorbanan manfaat ekonomik berupa transfer atau penggunaan aset perusahaan. Cukup pasti di masa datang memilki arti bahwa jumlah rupiah pengorbanan dapat ditentukan dengan layak. Transaksi atau kejadian masa lalu menimbulkan keharusan sekarang
pada tanggal pelaporan memiliki arti bahwa apabila saat ini perusahaan harus mengorbankan manfaat ekonomik maka hal tersebut harus dilaksanakan. Jumlah rupiah pengorbanan yang dibayarkan ketika tanggal pelaporan tidak akan sama dengan jumlah rupiah yang akan dibayar di masa datang. Perbedaan ini diakibatkan karena adanya bunga yang melekat pada hutang yang disebabkan oleh nilai waktu uang atau harga penundaan (the time value of money or the price of delay).
Menurut Baridwan (2008) hutang merupakan manfaat ekonomis yang dikorbankan pada masa yang akan datang dan disebabkan oleh satu kewajiban atau beberapa kewajiban pada masa kini dari suatu badan usaha yang nantinya akan terpenuhi ketika telah memberikan jasa atau mentransfer aktiva kepada dan usaha lainnya di masa yang akan datang sebagai akibat dari transaksi-transaksi yang telah terjadi. Hutang berupa uang maupun berupa barang yang diambil pada satu waktu kemudian akan dibayar pada masa yang akan datang beserta ketentuan dan syarat yang oleh kedua belah pihak telah disepakati dengan tujuan tertentu. Menurut Rudianto (2012) hutang merupakan suatu pengorbanan atau kewajiban untuk membayar baik berupa uang/jasa/barang kepada pihak lain di masa yang akan datang yang disebabkan adanya transaksi yang telah dilakukan di masa lalu atau telah dilakukan sebelumnya. Masing-masing manusia selalu mempergunakan hutang sebagai pemenuhan kebutuhan hidup yaitu barang atau jasa.
1.2.2 Konsep Hutang Perspektif Akuntansi Syariah
Secara bahasa qardh (hutang) berasal dari kata “qaradha as-syai’-yaqridhu”
yang memiliki arti “dia memutuskannya” sehingga qardh dapat diartikan sebagai
“memutuskan”. Qardh juga berasal dari kata “qaradha as-syai’ bi al-miqradh”
yang memiliki arti “sesuatu dengan gunting” sehingga qardh adalah suatu hal yang oleh seseorang diberikan kemudian dibayar oleh penerima (Mandani, 2012).
Terdapat pula secara istilah yang mengartikan qardh sebagai pemberian harta seseorang kepada orang lain yang akan memanfaatkan dan mengembalikan harta tersebut di kemudian hari (Ath-Thayyar, 2009). Hukum dasar terhadap qardh dijelaskan dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 245 Allah berfirman:
ط ُ صْبُۖ ُ َي َو ُضِبْ ق َي للّٰا َوۗ ُ ه ً
ة َ ْْي ِثَ ك اً
فا َع ْ ضَ
ا هٗٓٗ َ ل ٗ
هَ ف ِع ٰ
ض ُيَ ف اً
ن َس َح ا ً ض ْرَ
ق َ ه للّٰا ُضِرْ
ق ُي ْي ِذَّ
لا اَ ذ ْن َم
َن ْو ُع َج ْرُ ت ِهْيَ
ل ِاَو
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan” (Departemen Agama, 2013).
Hutang (qardh) adalah hak yang dimiliki oleh individu yang kemudian diberikan kepada orang lain untuk dimanfaatkan dan digantikan di kemudian hari dengan nilai atau nominal yang sama. Pemberian dalam hutang tersebut adalah sesuatu yang dapat dihitung atau ditimbang yaitu seperti uang dan barang (Ayyub, 2006). Hutang (qardh) adalah penyediaan dana atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antar pihak peminjam dan pihak pemberi pinjaman yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutang setelah jangka waktu tertentu, lalu pihak pemberi pinjaman dapat menerima imbalan namun tidak diperkenankan untuk dipersyaratkan di dalam perjanjian karena apabila terdapat dalam perjanjian maka imbalan tersebut termasuk riba (Yolanda, 2016).
Konsep Riba
Secara bahasa kata "ar-riba" bermakna zada wa nama' yang artinya bertambah dan tumbuh (Abadi, 1998). Secara istilah, riba adalah melebihkan keuntungan (harta) kepada salah satu pihak ketika melakukan transaksi jual beli atau pertukaran barang yang serupa tanpa memberikan imbalan pada kelebihan tersebut (Al-Jaziri, 1972).
Menurut (Muslim, 2005) riba merupakan pembayaran hutang yang harus dilunasi lebih besar daripada jumlah pinjamannya oleh orang yang berhutang sebagai imbalan apabila telah lewat dari waktu yang sudah dijanjikan. Pelarangan riba secara tegas dapat dijumpai dalam Al-Qur’an maupun Hadis. Sebagaimana disebutkan dalam surah Ali-Imran ayat 130:
َنْيِذَّلا اَهُّيَآٰ ي َن ْوُحِلْفُت ْمُكَّلَعَل َ هاللّٰ اوُقَّتا َّوۖ ًةَفَع ضُّم اًفاَعْضَا ا ٰٓو ب ِ رلا اوُلُكْأَت َلَ ا ْوُنَم ا
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat beruntung” (Departemen Agama, 2013).
1.2.3 Tradisi Bhubuwan
Tradisi Bhubuwan merupakan salah satu dari berbagai bentuk kearifan lokal daerah Madura, Bangkalan yaitu budaya sumbangan yang biasanya terjadi pada resepsi pernikahan. Ketika seseorang mengadakan resepsi pernikahan, Ia akan diberikan oleh orang lain sesuatu yang biasanya berupa uang atau barang yang apabila uang, dimasukkan ke dalam amplop yang tertera nama dan alamat pemberi.
Dari sumbangan tersebut oleh penerima dianggap sebagai hutang yang harus dikembalikan dengan total pemberian yang sama atau lebih dan hal ini sudah menjadi tradisi secara turun-temurun oleh masyarakat sekitar (Muaddin, 2020).
Pada umumnya pemberian Bhubuwan dicatat rapi dalam buku khusus yang biasa disebut buku Bhubuwan. Pada buku ini memuat catatan riwayat dari pemberian uang atau barang yang diterima lengkap dengan nama, alamat, dan jumlah atau nominal uang atau barang yang diberikan. Selain sebagai pedoman untuk mengedarkan undangan namun pencatatan ini juga berfungsi sebagai pertimbangan jumlah atau nominal uang atau barang yang akan dia berikan pada acara pernikahan orang yang bersangkutan (Devika, 2020).
Selain adanya motivasi finansial pada tradisi ini, juga terdapat motivasi sosial yaitu tolong-menolong antar manusia. Dengan masih dilestarikan tradisi ini, hubungan antar individu masyarakat akan selalu terkait, dan hal ini akan menjadi jaminan sosial dalam masyarakat (Munir, 2009).