• Tidak ada hasil yang ditemukan

Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta (QS Al-Hajj : 30)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta (QS Al-Hajj : 30)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Berikut ini sdalah fungsi al-Hadits sebagi sumber hukum yang kedua setelah al- Qur’an, diantaranya adalah :

1. Bayan Taqrir

Bayan taqrir adalah posisi al-Hadits sebagai penguat (taqrir) hukum yang telah ditetapkan di dalam al-Qur’an. Seperti larangan berdusta, Allah SWT. Berfirman :

روزلا لوق اوبنتجاو نثولا نم سجرلا اوبنتج اف

Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta (QS Al-Hajj : 30)

Kemudian Rosulullah SAW dalam sabdanya menguatkan ketetapan hukum yang termaktub dalam firman Allah tersebut. Beliau bersabda :

اي ىلب اولاق اثلث رئابكلا ربكأب مكئبنا لا : م ص يبنلا لاق : لاق هنع هللا يضر هيبا نع ةركب ىبا نب نمحرلا دبع نع (ىرخبلا هور) روزلا لوقو لا لاقف ائكتم ناكو سلج و نيدلاولا قوقع و هللا اب كارشلا لاق ,هللا لوسر

Dari Abdurrohman Bin Abi Bakroh dari ayahnya ra. Dia berkata : Nabi SAW Bersabda :

“maukah kalian aku beritahu tentang dosa-dosa yang paling besar?” (Rosulullah mengulanginya sampai tiga kali). Para sahabat menjawab : “mau wahai Rosulullah”.

Rosulullah SAW bersabda :”menyekutukan Allah dan durhaka kepada dua orang tuanya, saat itu Rosulullah sedang bersandar lalu beliau bersabda : “awas, jauhilah perkataan dusta” (HR. al-Bukhori)

2. Bayan Tafsir

Bayan tafsir adalah posisi al-Hadits sebagai penjelas terhadap ayat al-Qur’an yang masih bersifat global. Pada umumnya, fungsi inilah yang banyak dipakai dalam menjelaskan kandungan ayat al-Qur’an. Ada tiga macam dalam memberikan penjelasan terhadap al- Qur’an, yaitu sebagai berikut :

a. Tafsir al-Mujmal

Dalam posisinya, yaitu hadits memberi penjelasan secara terperinci pada ayat-ayat al- Qur’an yang masih bersifat global (tafsir al-Mujmal = memperinci yang global), baik menyengkut masalah ibadah maupun hukum. Jadi, disini al-Hadits berfungsi sebagai penjelas ulang ayat-ayat al-Qur’an yang masih bersifat umum. Misalnya perintah sholat dalam al-Qur’an yang tanpa disertai petunjuk bagaimana cara untuk mendirikan sholat, berapa rakaat dalam sehari, kapan harus dilaksanakan, rukun dan syaratnya dan lain sebagainya. Dalam hal ini, bisa dicontohkan dengan salah satu al-Hadits Nabi, misalnya saja yang disebutkan dalam sabdanya :

يلصأ ىنومتيأر امك اولص Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku sholat (HR. Al-Bukhori)

(2)

b. Takhshihsh al-‘Amm

Disini al-Hadits berfungsi sebagai mengkhusukan ayat-ayat al-Qur’an yang umum.

Misalanya saja ayat yang menerangkan tentang waris : مكدلوأ يف هللا مكيص وي

نييثنلا ظح لثم ركذلل ىلص

Allah mensyariatkan bagimu tentang (bagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan (QS. An-Nisa’ : 11)

Kandungan ayat di atas menjelaskan pembagian harta terhadap para ahli waris, baik anak lelaki, perempuan dan lain sebagainya. Ayat di atas masih bersifat umum, kemudian dikhusukan dengan hadits Nabi yang melarang mewarisi harta peningglan para Nabi, berlainan agama, dan pembunuh. Yaitu sebagaimana dalam sabda-Nya :

لتاقلا ثري ل Pembunuh tidak dapat mewarisi harta pusaka. (HR. At-Tirmidzi)

c. Taqyid al-Muthlaq

Yaitu fungsi hadits yang membatasi kemutlakan ayat-ayat al-Qur’an. Dalam artian bahwa keterangan yang ada dalam al-Qur’an yang bersifat mutlak, kemudian ditakhsish dengan keterangan al-Hadits yang khusus. Misalnya saja yang tercantum dalam firman Allah dalam surah al-Maidah (5):38

Artinya: “ laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Ayat di atas menjelaskan tentang hukum kishas, yaitu pemotongan tangan bagi pencuri tanpa adanya penjelasan yang lebih lanjut batas tangan yang harus dipotong. Kemudian pembatasan itu baru diketahui dan dijelaskan ketika ada seorang pencuri yang datang ke hadapan Nabi, kemudian diputuskan hukuman dengan memotong tangan yaitu dipotong bagian pergelangan tangan.

3. Bayan Naskhi

Yaitu fungsi al-Hadits untuk menghapus (nasakh) hukum yang diterangkan dalam al- Qur’an. Misalnya kewajiban wasiat yang diterangkan dalam surah al-Baqarah (2): 180

Artinya: diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.

4. Bayan Tasyri’

(3)

Yaitu fungsi hadits sebagai penetapan hukum yang baru yang belum ada dalam al- Qur’an. Contoh tentang larangan memadu istri dengan saudaranya. Firman Allah SWT dalam surah al-An Nisa’ ayat 23, dalam ayat tersebut hanya dijelaskan larangan terhadap suami untuk memadu istrinya dengan saudara perempuan si istri. Sedangkan dalam hadits Nabi juga dijelaskan yaitu larangan seorang seorang suami memadu istrinya dengan bibinya, baik dari pihak ibu maupun dari pihak ayah. Sebagaimana dalam sabda Rosulullah :

اهيخأ هتنبا لو اهتخأ ةنبا لو اهتلاخ لو اهتمع ىلع ةأرملا حكنت ل

Seorang wanita tidak boleh dikawini bersamaan (dimadu) dengan bibinya atau bersamaan dengan putrid saudara perempuan atau putri saudara laki-laki istri (keponakan istri). (HR.

Muslim)

Semua ulama sepakat dan mengakui adanya hubungan bayan sunnah terhadap al- Qur’an. Lebih jelasnya bahwa antara al-Qur’an dan as-Sunnah tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Hal itu dikarenakan keduanya sama-sama wahyu yang datang dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW yang bertujuan untuk disampaikan kepada ummatnya. Hanya psoses penyampaian dan periwayatannya yang berbeda.

(4)

Oleh karena itu, fungsi hadits Rosul sebagai penjelas (bayan) Al-Qur’an itu bermacam- macam . Berikut pembahasannya satu-persatu

1. Bayan at-Taqrir

Di sebut juga dengan bayan at-ta’kid dan bayan al-itsbat Yang dimaksud dengan bayan ini , ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah di terangkan di dalam Al-Qur’an.Fungsi hadits dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an.

Suatu contoh hadits yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi;

اوموصف ل لهلا متيأر اذإف

( ملسم هاور) اورطفأف هومتيأر اذإو

”Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, mka berpuasalah , juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah” . (HR.Muslim)

Hadits ini men taqrir ayat Al-Qur’an di bawah ini;

همصيلف رهششلا مكنم دهش نمف

Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa...(QS.

AL-Baqarah(2): 185)[16]

2. Bayan al-Tafsir

Adalah kehadiran hadits yang berfungsi untuk memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat- ayat Al-qur-an yang masih bersifat global (mujmal) , memberikan persyaratan /batasan ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat mutlak , dan mengkhususkan terhadap ayat-ayat Al-qur’an yang masih bersifat umum.

Ayat-ayat Al-qur’an tentang masalah ini masih bersifat mujmal, baik mengenai cara mengerjakan, syarat-syarat, sebb-sebabnya, atau halangan-halangannya. Oleh karena itu, Rasululloh SAW, melalui haditsnya menafsirkan dan menjelaskan masalah-masalah tersebut. berikut contoh haditsnya;

ي لشصأ ي نومتيأر امك اولشص

(ىراخبلا هاور)

‘Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku sholat” . ( HR. Bukhori)

Hadits menjelaskan bagaimana mendirikan sholat . Sebab dalam Al-qur’an tidak menjelaskan secara rinci. salah satu ayat yang memerintahkan sholat adalah:

نيعكارشلا عم وعكراو ةاكزشلا وتاو ةلصشلااوميقأو

Dan kerjakanlah sholat, tunaikan zakat, dan

ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’. ( QS.Al-Baqarah (2): 43)

Sedangkan contoh hadits yang membatasi ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat mutlak seperti :

فشهكلا لصفم نم هدي عطقف قراسب ملشسو هيلع لا ىلص لا لوسر ي توأ

(5)

Rasululloh SAW. di datangi seseorang dengan membawa pencuri , maka beliau memotong tangan pencuri dari pergelangan tangan”

Hadits tersebut men-taqyid/ membatasi QS. Al-Maidah (5) : 38 yang berbunyi:

ميكح زيزع لاو لا نم لاكن ابسك امب ءازج امهيديأ اوعطق اف ةقراسلاو قراسلاو

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagian) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan siksa dari Alloh...[17]

3. Bayan Tasyri’

Yang di maksud dengan bayan tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak di dapati dalam Al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya saja. Hadits-hadits Rasululloh yang termasuk dalam kelompok ini di antaranya hadits tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua orang wanita bersaudara , hukum merajam pezina wanita yang masih perawan, dan hukum tentang hak waris bagi seorang anak.[18]

(6)

FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR`AN

Posted on 26 September 2012 by saifuddin

E. Fungsi al-Hadits terhadap al-Qur`an

Fungsi al-Hadits terhadap al-Qur`an yang paling pokok adalah sebagai bayân, sebagaimana ditandaskan dalam ayat:

keterangan-keterangan (mu`jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan

kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,. (Qs.16:44)

Ayat ini menunjukkan bahwa Rasul SAW bertugas memberikan penjelasan

tentang kitab Allah. Penjelasan Rasul itulah yang dikategorikan kepada al-hadîts.

Umat manusia tidak akan bisa memahami al-Qur`ân tanpa melalui al-hadîts tersebut. Al-Qur`ân bersifat kullydan ‘am, maka yang juz’iy dan rinci adalah al- hadîts.

Imam Ahmad menandaskan bahwa seseorang tidak mungkin bisa memahami al- Qur`ân secara keseluruhan tanpa melalui al-hadîts. Imam Al-Syatibi

berpendapat bahwa kita tidak akan bisa mengistinbath atau mengambil kesimpulan dari hukum al-Qur`ân tanpa melalui al-hadîts. Dengan demikian jelaslah bahwa fungsi al-hadîts terhadap al-Qur`ân itu cukup penting, yaitu sebagai bayân atau penjelas.

Contoh-contoh di bawah ini memberikan gambaran tentang bagaimana al-hadîts menjelaskan isi al-Qur`ân:

1. Al-Qur`ân telah menghalalkan makanan yang baik-baik (Qs.5:1), dan

megharamkan yang kotor-kotor (Qs.7:156); tetapi di antara keduanya (di antara

(7)

yang baik-baik dan yang kotor-kotor) itu ada terdapat beberapa hal yang tidak jelas atau syuhbat, yang samar-samar (tidak nyata baik dan tidak nyata

buruknya). Ukuran baik dan buruk pun menurut pandangan manusia akan berbeda. Oleh sebab itu, Rasul SAW yang menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk itu, dengan istilah halal dan haramnya. Beliau mengharamkan segala hewan-hewan (binatang-binatang) buas, yang mempunyai taring, dan burung-burung yang mempunyai kuku yang mencakar dan yang menyambar, demikian juga beliau mengharamkan keledai jinak (bukan keledai hutan), karena semua itu termasuk binatang yang kotor-kotor dan yang keji-keji.[1].

2. Al-Qur`ân telah menghalalkan segala minuman yang tidak memabukan, dan mengharamkan segala mi-numan yang memabukkan. Di antara yang tidak memabukkan dan yang memabukkan ada beberapa macam minuman, yang sebenarnya tidak memabukkan, tetapi dikuatirkan kalau-kalau memabukkan juga, seperti tuak dari ubi, tuak kedelai, tuak labu, atau tuak yang ditaruh dalam bejana yang dicat dengan ter dari dalamnya (Al- Muzaffat), juga yang ditaruh di dalam batang kayu yang dilobangi (Al- Naqir), dan yang serupa dengan

minuman yang memabukkan dan membawa kebinasaan.[2] Kemudian

Rasulullah SAW kembali menghalalkan segala sesuatu yang tidak memabukan.

[3]

3. Al Qur’an telah membolehkan daging hewan-hewan yang ditangkap oleh hewan-hewan pemburu yang sudah diajar dengan patuh dan mengerti. Jelas, apabila hewan pemburu itu belum terlatih, maka haramlah memakan hewan dari hasil buruan (yang ditangkapnya), karena dikuatirtkan bahwa hewan yang ditangkapnya itu buat dirinya sendiri. Kemudian timbul pertanyaan yang

beredar antara dua masalah yaitu: apabila hewan pemburu itu sudah terlatih, tetapi buruan itu ditangkapnya untuk dirinya sendiri, tidak untuk tuan yang menyuruh-nya, denga tanda-tanda bahwa buruannya itu telah dimakannya sendiri sekalipun sedikit, maka bagaimanakah hukumnya?.

(8)

Sunnah Rasulullah SAW, menjelaskan bahwa jika buruan itu dimakan oleh anjing pemburu, maka kaum muslimin dilarang memakannya, karena dikuatirkan hewan yang ditangkapnya itu untuk dirinya sendiri. [4]

4. Al-Qur`ân melarang orang yang sedang ihram mem-buru buruan dengan muthlaq, artinya tidak me-makai syarat, apabila larangan itu diabaikannya, maka diwajibkan jaza (balasan) atas orang yang melanggarnya

(membunuhnya). Tetapi larangan memburu itu dikecualikan bagi orang yang halal, artinya bagi yang tidak mengerjakan ihram. Pengecualian itu dengan muthlaq juga. Kemudian timbul pertanyaan: Bagaimana hukumnya orang yang sedang ihram itu memburu dengan tidak disengaja?, Oleh Rasul SAW dijelaskan bahwa memburu buruan bagi orang yang sedang ihram itu, sama saja,

hukumnya antara yang sengaja dengan yang tidak disengaja, dalam kewajibannya menunaikan denda atau dam.

Fungsi al-Hadits terhadap al-Qur`ân sebagai bayân itu difahami oleh ulama dengan berbagai pemahaman, antara lain sebagai berikut:

Kelompok pertama berpendirian bahwa fungsi as-Sunnah terhadap al-Qur`ân itu adalah sebagai:

a. Bayân Taqrir

Bayân taqrir ialah al-Hadits yang berfungsi menetapkan, memantapkan, dan mengokohkan apa yang telah ditetapkan al-Qur`ân, sehingga maknanya tidak perlu dipertanyakan lagi. Ayat yang ditaqrir oleh al-Hadits tentu saja yang sudah jelas maknanya hanya memerlukan penegasan supaya jangan sampai kaum muslimin salah menyim-pulkan. Contoh: Firman Allah SWT:

ههممصهييلمفي ريهمششلا مهكهنممم ديهمشي نميفي

Barangsiapa yang menyaksikan bulan ramadlan maka hendaklah shaum. (Qs.2:185)

Ditegaskan oleh Rasulullah SAW:

(9)

همتمييؤمرهلم اومرهطمفمأيوي همتمييؤمرهلم اوممهوصه*

Shaumlah kalian karena melihat tanda awal bulan ramadlan dan berbukalah kalian karena melihat tanda awal bulan syawal. Hr. Muslim.[5]

Hadits di atas dikatakan bayân taqrîr terhadap ayat al-Qur`ân, karena

maknanya sama dengan al-Qur`ân, hanya lebih tegas ditinjau dari bahasanya maupun hukumnya.

b. Bayân Tafsîr

Bayân tafsir berarti menjelaskan yang maknanya samar, merinci ayat yang maknanya global atau mengkhususkan ayat yang maknanya umum. Sunnah yang berfungsi bayân tafsir tersebut terdiri dari (1) tafshîl- al-mujmal, (2) tabyîn al-musytarak, (3) takhshish al-’âm.

1. tafshîl- al-mujmal,

Hadits yang berfungsi tafshîl- al-mujmal, ialah yang merinci ayat al-Qur`ân yang maknanya masih global.

Contoh:

a) Tidak kurang enam puluh tujuh ayat al-Qur`ân yang langsung memerintah shalat, tapi tidak dirinci bagaimana operasionalnya, berapa raka’at yang harus dilakukan, serta apa yang harus dibaca pada setiap gerakan. Rasulullah SAW dengan sunnahnya memperagakan shalat secara rinci, hingga beliau bersabda:

ةعامجلا هاور .ىللصيأيه ىنمومهتهيمأيري اميكي اومللصي

Shalatlah kalian seperti kalian melihat aku sedang shalat. Hr. Jamaah[6]

b) Ayat-ayat tentang zakat, shaum, haji pun demikian memerlukan rincian pelaksanaannya.

(10)

Ayat haji umpamanya menandaskan:

ل مةيريممعهلاوي جشحيلا اومملتمأيوي

Sempurnakanlah ibadah haji dan ibadah umrahmu karena Allah. (Qs.2:196) Rinciannya ialah pelaksanaan Rasulullah dalam ibadah haji wada’ dan beliau bersabda:

ممكهكيسمانيمي ىنلعي اومذهخه

.

Ambilah dariku manasik hajimu. Hr. Ahmad, al-Nasa`I, dan al-Bayhaqi.[7]

2. Tabyîn al-Musytarak

Tabyîn al-Musytarak ialah menjelaskan ayat al-Qur`ân yang mengandung kata bermakna ganda.

Contoh: Firman Allah SWT:

ءءورهقه ةيثيليثي نشهمسمفهنمأيبم نيصمبشريتييي تهاقيلشطيمهلماوي

Wanita yang dicerai hendaklah menunggu masa iddah selama tiga quru.

(Qs.2:228)

Perkataan ءء ورهقهQuru adalah bentuk jama dari ءء رمقي Qar’in. Dalam bahasa Arab antara satu suku bangsa dengan yang lain ada perbedaan

pengertian Qar’in. Ada yang mengartikan suci ada pula yang mengarti-kan masa haidl. Mana yang paling tepat perlu ada penjelasan. Rasul SAW bersabda:

نماتيضييمحي اهيتهدشعموي نماتيقملمطتي ةمميليا قهليطي.

Thalaq hamba sahaya ada dua dan iddahnya dua kali haidl. Hr. Abu dawud, al- Turmudzi, dan al-Daruquthni.[8]

Dalam ketentuan hukum, hamba sahaya itu berlaku setengah dari orang merdeka. Jika hadits ini menetap-kan dua kali haidl, maka menurut sebagian pendapat, perkataan ننانتتضتييحت haidlatâni itu merupakan penjelas

Referensi

Dokumen terkait

Semua sediaan tidak menyebabkan iritasi dan sediaan yang disukai adalah sediaan pewarna pipi dengan konsentrasi pewarna ekstrak angkak 12,5%. Dengan demikian dapat disimpulkan

3.5.8 Proses bisnis FAQ (Frequently Asked Question) yang sedang SSSSS berjalan...89 3.5.9 Proses bisnis Management Forum Diskusi yang

Dari data tersebut ternyata bahwa semua sampel pakan yang diambil pada lokasi peternakan dari 4 daerah pengambilan terdapat kandungan kadar Cd masih dibawah ambang batas

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1 Nilai-nilai toleransi beragama yang dibina di SDN Suwaru diantaranya adalah menghargai perbedaan dan saling pengertian, 2 Strategi

simbol yang digunakan hanya oleh para perawat. H al ini berarti bahwa pihak rumah sakit belum mengeluarkan suatu keputusan yang mengesahkan tentang simbol - simbol keperawatan. N

De#nisi akuntansi manajemen 'an mempun'ai linkup luas di!erikan &le$ Manaement A))&untin Pra)ti)es -MAP2 6&mite 'an di!entuk &le$

Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui pembentukan akhlak santri melalui kegiatan majlis shalawat Burdah di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo