• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POLA ASUH ORANG TUA DENGAN CINDERELLA COMPLEX PADA MAHASISWI UNIVERSITAS ISLAM RIAU SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POLA ASUH ORANG TUA DENGAN CINDERELLA COMPLEX PADA MAHASISWI UNIVERSITAS ISLAM RIAU SKRIPSI"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POLA ASUH ORANG TUA DENGAN CINDERELLA COMPLEX PADA MAHASISWI

UNIVERSITAS ISLAM RIAU SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Islam Riau Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Strata Satu Psikologi

Oleh:

ALLATHIFU IING PATRIAMIN 168110167

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM RIAU

PEKANBARU 2020

(2)
(3)

ii

HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Allathifu Iing Patriamin NPM : 168110167

Judul Skripsi : Hubungan Antara Persepsi Pola Asuh Orang Tua dengan Cinderella Complex pada Mahasiswi Universitas Islam Riau

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah murni hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu Perguruan Tinggi manapun. Sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat satupun karya atau pendapat yang pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis telah diacu dalam skripsi ini dan telah disebutkan seluruhnya secara sistematis pada daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan pernyataan ini, maka saya bersedia gelar kesarjanaannya dicabut.

Pekanbaru, 2020 Yang Menyatakan,

Allathifu Iing Patriamin NPM. 168110167

(4)

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN

… Atas izin Allah SWT … kupersembahkan karya ini untuk:

Kedua orangtuaku yang sangat hebat, yang selalu mendoakan dan mengusahakan apapun yang terbaik untuk anak-anaknya,

kini tiba saatnya saya “Allathifu Iing Patriamin”

Mempersembahkan hasil kerja keras saya untuk Apa dan Ibuk tercinta Dettasman & Yulhainis

Perjuangan ini tidak ada bandingannya dengan semua yang apa dan ibuk berikan, semoga ALLAH SWT selalu memberikan kesehatan dan kebahagiaan untuk kalian. Cinta dan kasih sayangku takkan pernah habis sepanjang masa, semoga

segala perjuanganku ini dapat membanggakan kalian dan keluarga.

(5)

iv MOTTO

“Jangan menuntut Allah SWT lantaran permintaanmu terlambat dikabulkan, tapi tuntutlah dirimu karena terlambat melaksanakan kewajiban kepada-Nya”

(Ibnu Atha’illah)

“Jangan bandingkan prosesmu dengan orang lain, karena tidak semua bunga mekar bersamaan. Hidup akan terasa sempurna saat kamu mampu

menyempurnakan rasa syukurmu”

“Setiap kali kamu merasa beruntung,

itu berarti satu lagi do’a ibumu dikabulkan oleh allah SWT”

(6)

v

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, wr. wb

Alhamdulillahi rabbil’amin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW yang mengantarkan manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Psikologi di Universitas Islam Riau.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Syafrinaldi, S.H., M.C.L selaku Rektor Universitas Islam Riau.

2. Bapak Yanwar Arief, M.Psi. Psikolog. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Riau..

3. Bapak Dr. Fikri, S.Psi,. M.A selaku Wakil Dekan I Fakultas Psikologi Universitas Islam Riau.

4. Ibu Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog, selaku Wakil Dekan II Fakultas Psikologi Universitas Islam Riau.

5. Ibu Yulia Herawati. S.Psi, MA, selaku Wakil Dekan III Fakultas Psikologi Universitas Islam Riau.

(7)

vi

6. Ibu Juliarni Siregar M.Psi., Psikolog, selaku Ketua Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Islam Riau.

7. Bapak Didik Widiantoro M.Psi., Psikolog selaku Sekretaris Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Islam Riau.

8. Ibu Irma Kusuma Salim, M.Psi., Psikolog, selaku pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan saran-saran guna menyempurnakan skripsi ini.

9. Ibu Dr. Raihanatu Bin Qolbi Ruzzaain, M.Kes Selaku Dosen Penasehat Akademik yang selalu memberikan motivasi kepada penulis selama proses perkuliahan berlangsung.

10. Bapak Hasbi Wahyudi, S.Psi., M.Si yang telah membantu penulis dalam proses pengerjaan skripsi.

11. Bapak/ibu dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Riau yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungannya yang sangat bermanfaat bagi penulis, serta telah memberikan ilmu dan berbagai pengalaman selama penulis belajar di Fakultas Psikologi Universitas Islam Riau.

12. Terimakasih kepada staf karyawan Fakultas Psikologi Universitas Islam Riau yang telah membantu administrasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Terima kasih kepada kedua orangtuaku apa Dettasman dan ibuk Yulhainis yang selalu mendampingi, memberikan motivasi, memberikan bantuan

(8)

vii

moral maupun material sehingga penulis selalu semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

14. Terimakasih kepada nenek (Djalidar), uniang (Delvi Oftika Yulia), abang (Mardika Atri Anton) , kakak (Siska Sasri Yulia), adikku (Arij Digry Patri Amin), keponakanku (Amara Keisya, Alledio Khawariz, dan Almahira Shaqueena) yang selalu memberikan dukungan kepada penulis.

15. Terimakasih untuk sahabat-sahabatku Akbar Sandi, Evi Idriyani, Febri Winda Sari, Nani Nadila, dan Rahmi Agustiarini yang senantiasa sabar mendengarkan keluh kesah dan senantiasa memotivasi.

16. Untuk teman-teman Fakultas Psikologi Universitas Islam Riau angkatan 2016 semuanya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, terima kasih untuk kebersamaan dan rasa kekeluargaan yang tidak terlupakan.

17. Kepada semua pihak yang telah bersedia membantu selama proses penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dukungan dan motivasinya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak orang.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Pekanbaru, 20 Agustus 2020

Allathifu Iing Patriamin

(9)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ... i

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ii

HALAMAN MOTTO ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAK ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 7

1.4.2 Manfaat Praktis ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cinderella Complex ... 9

2.1.1 Pengertian Cinderella Complex ... 9

2.1.2 Aspek-aspek Cinderella Complex ... 11

2.1.3 Faktor-Faktor Cinderella Complex ... 13

2.2 Persepsi Pola Asuh ... 15

2.2.1 Pengertian Persepsi Pola Asuh ... 15

2.2.2 Jenis-Jenis Pola Asuh ... 17

2.2.3 Ciri-Ciri Pola Asuh ... 18

(10)

ix

2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh ... 20

2.3 Hubungan Antara Persepsi Pola Asuh dengan Cinderella Complex ... 21

2.4 Kerangka Berfikir ... 23

2.5 Hipotesis ... 23

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Identifikasi Variabel ... 24

3.2 Definisi Operasional Variabel ... 24

3.2.1 Cinderella Complex ... 24

3.2.2 Pola Asuh Orang Tua ... 25

3.3 Subjek Penelitian ... 25

3.3.1 Populasi Penelitian ... 25

3.3.2 Sampel Penelitian ... 25

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 27

3.4.1 Skala Cinderella Complex ... 28

3.4.2 Skala Pola Asuh Orang Tua ... 29

3.5 Validitas dan Reliabilitas ... 31

3.5.1 Validitas ... 31

3.5.2 Reliabilitas ... 31

3.6 Metode Analisis Data ... 32

3.6.1 Uji Normalitas ... 32

3.6.2 Uji Linieritas ... 32

3.6.3 Uji Hipotesis ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Penelitian ... 33

4.1.1 Orientasi Kancah Penelitian ... 33

(11)

x

4.1.2 Persiapan Alat Ukur Penelitian ... 34

4.2 Pelaksanaan Penelitian ... 37

4.3 Hasil Analisis Deskriptif ... 38

4.4 Hasil Analisis Data ... 42

4.4.1 Uji Normalitas ... 42

4.4.2 Uji Linieritas ... 43

4.4.3 Uji Hipotesis ... 44

4.5 Pembahasan ... 46

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 50

5.2 Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Kerangka Berpikir ...23

Tabel 3.1 Blue Print Skala Cinderella Complex Sebelum Try Out ...28

Tabel 3.2 Blue Print Skala Pola Asuh Orang Tua Sebelum Try Out ...30

Tabel 4.1 Penyebaran Sampel ...33

Tabel 4.2 Blue Print Cinderella Complex setelah Try Out ...35

Tabel 4.3 Blue Print Pola Asuh setelah Try Out ...37

Tabel 4.4 Deskripsi Data Penelitian ...38

Tabel 4.5 Rumus Kategorisasi ...39

Tabel 4.6 Kategorisasi Subjek Skala Cinderella Complex ...40

Tabel 4.7 Kategorisasi Subjek Skala Pola Asuh Authoritarian ...40

Tabel 4.8 Kategorisasi Subjek Skala Pola Asuh Authoritartive ...41

(12)

xi

Tabel 4.9 Kategorisasi Subjek Skala Pola Asuh Permissife...42

Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas ...43

Tabel 4.11 Hasil Uji Linieritas ...43

Tabel 4.12 Hasil Uji Korelasi Spearman’s Rho ...45

Tabel 4.13 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan ...46

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I Skala Tryout

LAMPIRAN II Skoring Data Tryout LAMPIRAN III Output SPSS skala Tryout LAMPIRAN IV Skala Penelitian

LAMPIRAN V Skoring Data Penelitian LAMPIRAN VI Output SPSS Penelitian

(14)

xiii

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POLA ASUH ORANG TUA DENGAN CINDERELLA COMPLEX PADA MAHASISWI UNIVERSITAS ISLAM

RIAU

Allathifu Iing Patriamin 168110167

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM RIAU

ABSTRAK

Cinderella complex merupakan suatu ketakutan akan kemandirian yang dialami oleh perempuan yang membuatnya merasa tidak berdaya sehingga tidak dapat menggunakan kemampuan dan potensi yang dimilikinya secara maksimal dan muncul keinginan untuk selalu dirawat serta dilindungi oleh orang lain. Dalam keluarga orangtualah yang berperan dalam mendidik, membimbing, mendisiplinkan, serta melindungi anak dalam proses mencapai kedewasaaan.

Terdapat tiga jenis pola asuh orang tua yakni: authoritarian, authoritative, dan permissif. Ketiga pola asuh tersebut memiliki ciri khasnya sendiri dan memberikan efek yang berbeda terhadap tingkah laku anak, yang akan terus dipersepsikan anak hingga dewasa dan berfungsi dalam mempengaruhi rentang kehidupannya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara persepsi pola asuh orang tua dengan cinderella complex pada mahasiswi Universitas Islam Riau. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan skala penelitian berupa kuesioner untuk pola asuh sebanyak 28 aitem dan cinderella complex berjumlah 32 aitem yang di sebar kepada 386 mahasiswi Universitas Islam Riau.

Berdasarkan hasil analisis dengan teknik korelasi Spearman rho diketahui bahwa ada hubungan antara persepsi pola asuh orang tua dengan cinderella complex pada mahasiswi Universitas Islam Riau, dimana pola asuh authoritarian berkorelasi sebesar 46,2 dengan cinderella complex, pola asuh authoritative memiliki korelasi sebesar 26,1, dan pola asuh permisif memiliki korelasi sebesar 24,5 dengan cinderella complex, dan pola asuh authoritarian memberikan kontribusi yang lebih besar dalam pembentukan cinderella complex dibandingkan dua pola asuh lainnya yaitu sebesar 22,7%.

Kata Kunci: Authoritarian, Authoritative, Permissif, Cinderella complex.

(15)

xiii

THE ISLAMIC UNIVERSITY RIAU Allathifu Iing Patriamin

168110167

FACULTY OF PSYCHOLOGY OF ISLAM RIAU UNIVERSITY

ABSTRACT

Cinderella complex is a fear of independence experienced by women which makes her feel helpless so that she cannot use her abilities and potential to the fullest and there is a desire to always be cared for and protected by others. In the family, it is the parents who play a role in educating, guiding, disciplining, and protecting the child in the process reach maturity. There are three types of parenting, namely: authoritarian, authoritative, and permissive. The three parenting styles have their own characteristics and have different effects on children's behavior and have a direct impact on children's development in various aspects, one of which is independence. This study aims to examine the relationship between perceptions of parentingand the styles cinderella complex among female students of the Islamic University of Riau. Sampling technique used in this research is purposive sampling. The data collection technique used a research scale in the form of a questionnaire for parenting as many as 28 items and cinderella complex totaling 32 items distributed to 386 female students of the Islamic University of Riau. Based on the results of the analysis with thecorrelation technique, it is Spearman rho known that there is a relationship between perceptions of parentingwith stylescinderella complex in students of the Islamic University of Riau, whereparenting has a authoritarian correlation of 46.2 with the cinderella complex, parenting authoritative has a correlation of 26.1, andparenting permissive has a correlation of 24.5 with the cinderella complex, andparenting has a authoritarian greater contribution to the cinderella complex than the other two parenting styles, namely 22.7%.

Keywords: Authoritarian, Authoritative, Permissive, Cinderella complex.

(16)

xiv

نيب ةقلاعلا ءابلآا روصت

تاهملأاو عم

اط ىدل لايردنس عمجم لب

تا ةيملاسلإا ةعماجلا ةيوايرلا

نيمايرتاب جنيإ فيطللا 861881861

سفنلا ملع ةيلك ةيملاسلإا ةعماجلا ةيوايرلا

صخلملا

ب نرعشي ءاسنلا لعتج دقعلما و ؼولخا

عر اًمئاد متي نأ في ةبغر كانهو دح ىصقأ لىإ للاقتسلاا ةيا

،ةرسلأا في .مهتياحمو نيرخلآا ت

لأا بعل في مهتياحمو مهبيدأتو مههيجوتو لافطلأا ةيبرت في اًرود ةوب

وملأاو ةوبلأا نم عاونأ ةثلاث كانه .دشرلا نس غولب ةيلمع :اهمو ،ةم

،ةقوثوم ،ةيدادبتسلاا

و .ةلهاستلما الهو لافطلأا كولس ىلع ةفلتمخ تايرثأت الهو ةصالخا اهصئاصخ اله ةثلاثلا ةوبلأا طانمأ

رشابم يرثأت ةفلتمخ بناوج في لافطلأا ونم ىلع

دحأ ، .للاقتسلاا وه اه ي

ذه ؼده ا

لا ثحب لىإ

ةسارد دل لايردنس عممج عم تاهملأاو ءابلآا روصت ينب ةقلاعلا ةيملاسلإا ةعمالجا تابلاط ى

ةيوايرلا قت تناك . ذه في ةمدختسلما تانيعلا ذخأ ةين

ا لا ثحب فدالها تانيعلا ذخأ يه ة

تمدختسا .

لىإ لصي ةوبلأل نايبتسا لكش ىلع اًيثبح اًسايقم تانايبلا عجم ةينقت لايردنس عممجو اًرصنع 82

لياجمإب ىلع ةعزوم اًرصنع 28

223 نم ةبلاط لإا ةعمالجا

ةيوايرلا ةيملاس ليلحتلا جئاتن ىلع ًءانب .

ختساب ور ناميربس نم ،طابترا ةينقت ماد كانه نأ ؼورعلما

عم تاهملأاو ءابلآا روصت ينب ةقلاعلا

ةيوايرلا ةيملاسلإا ةعمالجا تابلاط ىدل لايردنس عممج ثيح ،

ةوبلأا طبترت ةيدادبتسلاا 63

، 8

بم عمجم ةوبلأا ،لايردنس طبترتو ةقوثولما

ػب 83

، 1 طابترا اله ةلهاستلما ةوبلأاو ، 86

، 5 عممج عم

ةوبلأاو ،لايردنس عممج في بركأ ةهماسم اله ةيدادبتسلاا

نيرخلآا ةوبلأا يطنم نم لايردنس يأ ،

88

، 7

٪ .

:ةيحاتفملا تاملكلا ةيدادبتسلاا

قوثوم ، ة لهاستم ، ة

.لايردنس عمجم ،

(17)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pada setiap tahapan kehidupannya seseorang tentu pernah merasakan ketakutan dan ketergantungan. Menurut Dowling (1995) sampai batas tertentu kebutuhan akan ketergantungan itu adalah normal, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Ketergantungan yang terlalu lama pada remaja khususnya perempuan merupakan rintangan dalam peralihan menuju masa dewasa. Dowling (1995) menjelaskan salah satu hambatan remaja perempuan untuk menjadi mandiri adalah cinderella complex, ia menguraikan cinderella complex sebagai suatu keinginan tak sadar pada perempuan untuk dirawat dan dilindungi oleh orang lain, hal ini semata karena ketakutannya pada kemandirian.

Dowling (1995) memaparkan bahwa cinderella complex ini biasanya menyerang gadis-gadis enam belas atau tujuh belas tahun, kerapkali menghalangi mereka melanjutkan pendidikan dan mempercepat memasuki pernikahan usia muda, namun tidak menutup kemungkinan bahwa cinderella complex juga menyerang wanita yang sudah menempuh pendidikan tinggi. Menurut Dowling (1995) keinginan untuk diselamatkan paling kuat menyerang pada saat seorang perempuan berada diperguruan tinggi, karena mereka akan dihadapkan dengan hal-hal baru dan status baru seperti menjadi seorang mahasiswa, melakukan aktivitas kemahasiswaan, berhubungan dengan teman sesama mahasiswa, dan tuntutan-tuntutan seperti membuat keputusan sendiri, memiliki pola pikir sendiri, serta untuk bisa bekerja dan belajar secara mandiri.

(18)

Hal tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Hapsari, Mabruri, dan Hendriyani (2014) tentang Cinderella Kompleks Pada Mahasiswi di Universitas Negeri Semarang diketahui bahwa 145 orang (90,62%) mahasiswi mengalami cinderella complex dalam kategori sedang. Penyebabnya adalah karena mereka memerlukan pihak lain untuk selalu membantu dan mengarahkan mereka disaat sedang berhadapan dengan banyak permasalahan yang akhirnya membuat mereka menjadi tergantung.

Mahasiswi dengan kemandirian yang kuat akan mampu bertanggung jawab, menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan, berani menghadapi masalah dan resiko, dan tidak mudah terpengaruh atau tergantung pada orang lain (Sitorus

& Warsito, 2013). Sebaliknya saat seorang mahasiswi dengan kemandirian yang lemah maka cenderung untuk mengalami cinderella complex karena mereka kurang mampu bertanggung jawab, tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan tidak berani dalam menghadapi masalah serta resiko sehingga mudah terpengaruh atau bergantung dengan orang lain. Sejalan dengan hal tersebut Dowling (1995) menyatakan bahwa mereka yang mengalami cinderella complex akan cenderung merendahkan diri pada orang lain, tidak mandiri dan secara tidak sadar menggunakan sebagian besar energinya untuk mendapatkan cinta, pertolongan dan perlindungan terhadap apa yang kelihatannya sulit.

Berdasarkan wawancara singkat dengan salah satu mahasiswi Universitas Islam Riau diketahui bahwa subjek tergantung pada orang lain dan mengharapkan pengarahan orang lain. Hal ini sesuai dengan jawaban yang diberikan ketika peneliti bertanya apa alasan subjek memilih jurusannya saat ini, subjek

(19)

memaparkan bahwa pada saat lulus dari SMA ia sebenarnya tidak tau ingin melanjutkan kuliah kemana, karena banyak dari teman-teman subjek yang mendaftar di UIR dan salah satu teman dekatnya mengambil jurusan hukum UIR subjek jadi ikut-ikutan dan mendaftar dijurusan tersebut, namun setelah melakukan tes ternyata subjek tidak diterima, kemudian orang tua subjek menyarankan untuk mendaftar kembali pada gelombang berikutnya dan mengambil jurusan yang sama dengan sepupu subjek dan akhirnya lulus, subjek menjelaskan bahwa ia merasa takut jika tidak ada orang yang dikenal saat pertama kuliah, takut tidak dapat beradaptasi dengan baik serta tidak mempunyai teman (W1/S1/27 Januari 2020).

Peneliti juga melakukan wawancara singkat lainnya dengan salah satu mahasiswi Universitas Islam Riau, saat peneliti bertanya tentang alasan subjek memilih jurusannya saat ini, subjek menjelaskan bahwa alasan nya bukan karena minat tapi karena saran dari keluarga, pada awal penentuan jurusan subjek merasa bingung dan tidak tau harus memilih jurusan apa, menurut nya ia sering takut dalam mengambil keputusan terlebih lagi tentang hal-hal penting seperti masa depan jadi setelah bertanya kepada keluarganya tanpa berfikir panjang subjek langsung memilih jurusan yang disarankan. Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa subjek mengharapkan pengarahan orang lain dan tidak mampu mangambil keputusan untuk dirinya sendiri (W2/S2/27 Januari 2020).

Peneliti juga telah melakukan studi pendahuluan pada 80 orang mahasiswi Universitas Islam Riau untuk melihat fenomena perilaku cinderella complex. Dari hasil survey ditemukan terdapat 80% atau sekitar 64 orang mahasiswi yang

(20)

memiliki perilaku cinderella complex yang tinggi. Dan terdapat 20 % atau sekitar 16 orang yang memiliki perilaku cinderella complex yang rendah. Dari data ini menunjukkan bahwa cinderella complex memang dialami oleh sebagian mahasiswi yang berada di Universitas Islam Riau.

Cinderella complex ini dipengaruhi oleh faktor internal dan ekternal, faktor internal dari cinderella complex yaitu harga diri dan pengalaman. Menurut Dowling (1995) kepercayaan diri serta harga diri yang rendah menghalangi perempuan untuk mandiri karena perempuan merasa tidak kompeten dengan dirinya sendiri. Perempuan yang tergantung memiliki harga diri yang rendah sehingga seringkali menekan inisiatif dan aspirasinya.Selanjutnya, faktor ekternal yang mempengaruhi cinderella complex meliputi peran penting lingkungan pada tumbuh kembangnya, seperti pola asuh orang tua, media massa dan budaya (Wulansari, 2010).

Sejalan dengan hal tersebut Dowling (1995) menjelaskan bahwa permasalahan mengenai cinderella complex bermula ketika masa kanak-kanak.

Saat masih anak-anak, perempuan tidak diajarkan untuk bersikap tegas dan independen, bahkan mereka lebih cenderung diajarkan untuk menjadi nonasertif dan tergantung, dan hal itu ada hubungannya dengan cara mereka dibesarkan.

Menurut Dowling (1995) ini semua berasal dari ketakutan dan kecemasan yang berlebihan akan keselamatan anak perempuan yang ditunjukan oleh orang tua, ini adalah titik dimana orang tua mulai menanamkan kepada anak perempuan mereka gagasan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan pengambilan keputusan dan penilaian tentang keselamatan, seharusnya mereka tidak mempercayai diri mereka

(21)

sendiri. Sehingga anak perempuan akan menghindari segala hal beresiko dan tidak belajar menghadapi rasa takut.

Dampak pola asuh yang didapatkan ketika masa kanak-kanak akan terus dipersepsikan anak hingga dewasa dan berfungsi dalam mempengaruhi rentang kehidupannya (Fitriani, Arjanggi, dan Rohmatun., 2010). Sejalan dengan hal tersebut Dowling (1995) menjelaskan bahwa kunci dari masalah cinderella complex ini terletak pada seberapa dini seorang anak perempuan didorong untuk mengambil inisiatif, untuk mengambil tanggung jawab bagi dirinya sendiri dan memecahkan masalah sendiri tanpa mengandalkan orang lain, namun yang menjadi pendorong cinderella complex ini adalah saat anak perempuan dicegah untuk mengalami titik penting dalam perkembangan emosional mereka, dan segala sesuatu dibuat mudah untuk mereka dalam berbagai hal seperti terlalu dilindungi, terlalu ditolong dan diajarkan bahwa satu-satunya hal yang dapat mereka lakukan agar pertolongan datang adalah dengan patuh dan berperilaku baik.

Dowling (1995) memaparkan bahwa saat seorang anak perempuan hanya mendapatkan sedikit dorongan menuju kemandirian, mendapat lebih banyak perlindungan dari orang tua, dan lebih sedikit tekan kognitif dan sosial untuk membangun identitas, maka mereka akan tumbuh menjadi sesorang yang tergantung dan tidak kompeten, mereka tidak mampu mengembangkan keterampilan dalam menghadapi lingkungan, dan terus bergantung pada orang lain untuk membantu setiap kesulitan dan memecahkan setiap permasalahannya.

(22)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2017) tentang Cinderella Complex Syndrom pada Perempuan Minangkabau dengan Pola Asuh Otoriter ditemukan bahwa pola asuh orangtua yang otoriter dapat menyebabkan seorang anak mengalami cinderella complex karena anak tidak terbiasa untuk mempunyai pemikiran sendiri dan tidak dapat mengungkapkan pemikiran tersebut sesuai pendapatnya, apapun yang dilakukan anak sudah diatur oleh orang tua dan anak menjadi tidak yakin dengan pemikirannya sendiri dan menjadi terbiasa untuk bertanya dan meminta orang lain untuk menentukan hidupnya. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Dowling (1995) bahwa sikap protektif orang tua dapat menghambat kemampuan anak perempuan nya untuk berkembang menjadi manusia yang mandiri dan tanpa disadari hal tersebut dapat mengakibatkan anak mengalami cinderella complex.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Oktinisa, Rinaldi, dan Hermaleni (2017) yang berjudul “Kecenderungan Cinderella Complex Pada Mahasiswa Perempuan Ditinjau Dari Persepsi Pola Asuh” ditemukan bahwa mayoritas pola asuh yang dipersepsikan mahasiswa perempuan Program Studi Psikologi Universitas Negeri Padang adalah pola asuh authoritative, dan pola asuh authoritative ini memiliki kecenderungan paling rendah dalam pembentukan cinderella complex.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh (Fitriani, Arjanggi, dan Rohmatun., 2010) tentang hubungan antara persepsi terhadap pola asuh permisif orang tua dengan cinderella complex menemukan bahwa sikap permisif orang tua akan berbanding terbalik dengan kecenderungan cinderella complex, karena makin tinggi persepsi pola asuh permisif yang terbentuk, makin rendah kecenderungan

(23)

cinderella complex yang terjadi pada anak. Sikap permisif yang timbul dari orang tua seperti kelonggaran dan peraturan yang tidak ketat serta adanya kebebasan dalam menentukan keputusan akan mengakibatkan anak berkembang menjadi pribadi yang mandiri.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya diketahui bahwa cinderella complex dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan internal. Pada penelitian ini peneliti tertarik pada faktor eksternal yang berasal dari pola asuh orang tua, maka peneliti melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Antara Persepsi Pola Asuh Orang Tua dengan Cinderella Complex pada Mahasiswi Universitas Islam Riau”.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka diajukan rumusan masalah sebagai berikut: “Apakah ada hubungan antara persepsi pola asuh orang tua dengan cinderella complex pada mahasiswi di Universitas Islam Riau? ” 1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat diketahui tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi pola asuh orang tua dengan cinderella complex pada mahasiswi di Universitas Islam Riau.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat penelitian secara teoritis adalah agar dapat memberikan sumbangan pengetahuan, ide dan saran bagi pembaca dan perkembangan

(24)

psikologi khususnya Psikologi Perkembangan, terkait dengan masalah cinderella complex pada mahasiswi.

1.4.2 Manfaat Praktis

Dalam bidang psikologi, penelitian ini diharapkan agar dapat menambah wawasan bagi mahasiswi psikologi untuk mengetahui dan memahami seperti apa itu cinderella complex pada mahasiswi.

(25)

9

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cinderella Complex

2.1.1 Pengertian Cinderella Complex

Cerita cinderella merupakan dongeng tradisional yang dijumpai di berbagai belahan dunia dengan berbagai macam variasi, merupakan dongeng tentang gadis cantik dan baik hati yang tinggal bersama ibu tiri dan saudara tirinya, selama tinggal bersama mereka cinderella mengalami berbagai macam penyiksaan dan kehidupanya berubah menjadi sempurna ketika seorang pangeran yang menemukan sepatu kacanya menikahinya hingga kehidupannya berakhir bahagia (Syarif, 2016). Cerita cinderella ini dijadikan sebagai istilah yang diperkenalkan oleh psikiater Colette Dowling dengan cinderella complex pada tahun 1981 dalam bukunya yang berjudul The Cinderella Complex : Woman Hidden Fear of Independence (Syarif, 2016).

Menurut Dowling (1995) cinderella complex merupakan suatu jaringan sikap, rasa takut, dan rasa tidak berdaya sehingga wanita tidak berani memanfaatkan kemampuan dan kreativitasnya, muncul keinginan yang mendalam untuk dirawat dan dilindungi oleh orang lain, serta keyakinan bahwa sesuatu dari luarlah yang akan menolongnya. Sejalan dengan hal tersebut Saha & Safri (2016) menyatakan bahwa cinderella complex merupakan sindrom yang kompleks yang menyebabkan wanita percaya bahwa mereka adalah gadis menyedihkan yang membutuhkan penyelamatan dari orang lain. Sementara itu Wang dan Liao (2007) menyatakan bahwa perempuan dengan cinderella complex akan rela

(26)

mengorbankan pertumbuhan mereka sendiri, dan lebih memilih untuk bergantung dari pada merdeka atau mandiri.

Santoso, Rustam, dan Setiowati (2008) menjelaskan bahwa cinderella complex diuraikan sebagai suatu keinginan tak sadar untuk dirawat oleh orang lain, hal ini semata pada suatu ketakutan kemandirian dan keadaan ini hampir selalu terjadi pada setiap wanita. Selain itu Su dan Xue (2010) juga memaparkan bahwa dari dulu kurangnya kekuasaan perempuan dan rendahnya status sosial mereka dalam masyarakat menyebabkan perasaan tidak berdaya dan rasa tidak berdaya ini juga menempatkan wanita pada risiko lebih besar untuk mengalami depresi yang berkontribusi pada terbentuknya cinderella complex dan menekan pikiran serta kreativitas mereka, sehingga mereka menunggu sesuatu atau seseorang untuk mengubah hidup nya.

Hurlock (2008) menyatakan bahwa meskipun telah resmi mencapai status dewasa pada usia delapan belas tahun, dan status ini memberikan kebebasan untuk mandiri, banyak orang muda yang masih agak tergantung atau bahkan sangat tergantung pada orang lain selama jangka waktu yang berbeda-beda. Dowling (1995) mengemukakan bahwa ciri-ciri cinderella complex pada perempuan yaitunya kurang percaya pada kemampuan diri sendiri, tidak mampu melakukan segala sesuatu sendiri, memiliki keyakinan bahwa hanya pertolongan orang lain yang bisa membantunya dan keyakinan bahwa dia tidak akan berhasil menghadapi tantangan hidup.

Jadi dapat disimpulkan bahwa cinderella complex merupakan suatu ketakutan akan kemandirian yang dialami oleh perempuan yang membuatnya

(27)

merasa tidak berdaya sehingga ia tidak dapat menggunakan kemampuan dan potensi yang dimilikinya dan muncul keinginan untuk selalu dirawat serta dilindungi oleh orang lain.

2.1.2 Aspek – Aspek Cinderella Complex

Berdasarkan penjelasan mengenai cinderella complex oleh dowling (1995), maka aspek-aspek perilaku cinderella complex adalah sebagai berikut ini :

1. Mengharapkan pengarahan orang lain

Ketergantungan pada perempuan membuat inisiatif dan orisinalitasnya tidak berfungsi seperti biasa. Hal itu yang menjadikan perempuan selalu ragu ketika dalam bertindak. Sesuatu akan dikerjakan apabila sudah mendapatkan pengesahan/persetujuan secara sosial. Mereka akan mengambil keputusan apabila sudah melalui tahap yaitu dengan cara meminta pendapat atau pengarahan dari orang lain seperti orangtua, keluarga, teman, pacar, dan orang terdekat lainnya.

2. Kontrol diri eksternal

Aspek ini terlihat apabila seorang perempuan ingin meraih suatu keberhasilan tetapi hal itu berhenti pada titik tertentu lalu membuat ia tidak ingin meraih keberhasilan yang lebih jauh lagi. Selain itu perempuan juga cenderung merasa tidak mempunyai kontrol untuk memecahkan masalah sendiri atau untuk mempengaruhi lingkungan.

3. Rendahnya harga diri

Aspek ini terlihat bahwa perempuan memiliki harga diri yang kurang, sehingga hal ini membuat mereka menekan inisiatif dan membuang aspirasi

(28)

yang ia miliki. Hal ini juga terkait dengan perasaan tidak aman yang sangat mendalam serta ketidakpastian mereka mengenai kemampuan yang mereka miliki serta nilai yang ada pada diri mereka. Sehingga dengan harga diri yang kurang ini berkaitan pula dengan kecemasan, perasaan lemah, dan tidak mampu.

4. Menghindari tantangan dan kompetisi

Pada aspek ini berkaitan dengan faktor emosional seperti takut salah, merasa tidak enak dengan teman, tidak bersemangat, kurangnya optimisme dalam hidup yang membuat perempuan menghalangi kompetisi mereka untuk menghadapi ketakutan, persaingan, dan terus maju menghadapi segala rintangan yang ada di dalam kehidupan mereka

5. Tergantung pada orang lain

Pada aspek ini wanita semenjak kecil selalu didorong untuk bersikap tergantung kepada orang lain sampai pada derajat yang tidak sehat (Dowling, 1995). “Kami menemukan bahwa kualitas-kualitas kepasifan, ketergantungan, dan terutama kurangnya harga diri merupakan variabel- variabel yang berulang kali terbukti membedakan pria dengan wanita”

(Dowling, 1995).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dari cinderella complex sebagai berikut, yang pertama adalah mengaharapkan pengarahan orang lain, dimana mereka akan mengambil keputusan jika telah meminta pengarahan dari orang-orang terdekat lainnya. Yang kedua adalah kontol diri eksternal, dimana mereka tidak mempunyai kontrol dalam memecahkan masalah sendiri yang

(29)

mempengaruhi lingkungan. Yang ketiga adalah rendahnya harga diri, berkaitan pula dengan kecemasan, perasaan lemah, dan tidak mampu. Yang keempat adalah menghindari tantangan dan kompetisi, mereka seperti takut salah kurangnya optimisme dalam hidup sehingga menghalangi kompetisi dan yang kelima adalah tergantung pada orang lain, mereka akan memiliki ketergantungan dan kurangnya pengalaman, membuat mereka mengandalkan orang lain.

2.1.3 Faktor-Faktor Cinderella Complex

Wulansari (2010) mengatakan bahwa cinderella complex dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun faktor internal. Faktor eksternal meliputi peran penting lingkungan pada tumbuh kembangnya cinderella complex dalam diri perempuan, seperti:

a. Budaya

Budaya patrilineal yang masih lekat di dalam masyarakat Indonesia menyebabkan ketergantungan pada seseorang. Banyak pengaruh budaya patriarkis tersebut menyebabkan munculnya cinderella complex, karena pada budaya ini, laki-laki dianggap lebih tinggi dan berkuasa dibandingkan perempuan. Sehingga, perempuan dituntut untuk selalu patuh terhadap laki- laki, hal ini menyebabkan perempuan tidak dapat menentukan pilihannya sendiri dan menjadi bergantung kepada laki-laki.

b. Pola asuh orang tua

Pola asuh orang tua menjadi salah satu faktor yang penting dalam membentuk kepribadian anak sejak dini. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua akan berdampak dan mempengaruhi rentang kehidupan anak.

(30)

Ketakutan akan kemandirian atau yang lebih di kenal dengan sebutan cinderella complex terkadang tak disadari karena salah satu penyebabnya adalah perempuan di didik, diasuh dan dibesarkan dengan menganggap mereka makhluk yang lemah sehingga hal itu menyebabkan mereka takut untuk menjadi mandiri (Dowling,1995)

c. Media Massa

Iklan-iklan, film-film yang disajikan sangat menonjolkan sisi kecantikan, seksualitas dan sensualitas wanita, karena sosialisasi dan pencitraan yang terus-menerus, akhirnya wanita mencitrakan dirinya sesuai dengan apa yang dibentuk oleh kepentingan produsen sehingga wanita akhirnya menjadi pribadi yang sangat tergantung terhadap fisiknya yang ingin tampil selalu cantik, menarik dan menjadi “pendamping” yang sempurna.

Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi cinderella complex ialah harga diri. sesuai dengan penjelasan Dowling, yaitu kepercayaan diri serta harga diri yang rendah menghalangi perempuan untuk mandiri karena perempuan merasa tidak kompeten dengan dirinya sendiri. Perempuan yang tergantung memiliki harga diri yang rendah sehingga seringkali menekan inisiatifnya dan membuang aspirasinya (Dowling, 1995).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi cinderella complex adalah budaya patrilineal yang menempatkan posisi laki-laki selalu lebih tinggi dari perempuan yang menyebabkan perempuan merasa bahwa dirinya akan selalu dilindungi, pola asuh orang tua dan harga diri

(31)

yang rendah yang akan menyebabkan seseorang menjadi tidak mampu memperlihatkan kemampuannya.

2.2 Persepsi Pola Asuh

2.2.1 Pengertian Persepsi Pola Asuh

Walgito (2004) memandang persepsi sebagai suatu aktifitas indera yang memberikan penilaian terhadap objek-objek fisik maupun sosial. Proses persepsi dimulai pada waktu stimulus mengenai indera. Stimulus ini kemudian diteruskan oleh syaraf, yaitu otak. Di dalam otak kemudian terjadi proses sehingga individu mengalami persepsi.

Menurut Branca (dalam Walgito 2004) persepsi itu merupakan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan respon yang integrated dalam diri individu. Karena itu dalam penginderaan orang akan mengaitkan dengan stimulus, sedangkan dalam persepsi orang akan mengaitkan dengan objek, dengan persepsi individu akan menyadari tentang keadaan di sekitarnya dan juga keadaan diri sendiri.

Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan kata asuh dapat berati menjaga, merawat dan mendidik, membimbing, membantu, melatih dan sebagainya. Kata asuh mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan, dan dukungan (KBBI, 2020).

(32)

Menurut Baumrind (dalam Santrock, 2002) pola asuh orang tua adalah proses interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pola pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma masyarakat. Sejalan dengan itu Desywidowati, Rohmad, dan Rochani (2013) mendefinisikan pola asuh orang tua sebagai suatu keseluruhan interaksi orang tua dengan anaknya dimana dengan pola asuh tersebut orang tua dapat memberi dampak pada tingkah laku, pengetahuan dan nilai-nilai yang menurut mereka paling tepat, agar anak menjadi mandiri, tumbuh dan kembang secara baik serta optimal.

Sementara itu Hurlock (2008) mendefinisikan pola asuh orang tua sebagai suatu metode disiplin yang diterapkan orang tua terhadap anaknya. Metode disiplin ini meliputi dua konsep yaitu konsep negatif dan konsep positif. Menurut konsep negatif, disiplin berarti pengendalian dengan kekuasaan. Ini merupakan suatu bentuk pengekangan melalui cara yang tidak disukai dan menyakitkan.

Sedangkan menurut konsep positif, disiplin berarti pendidikan dan bimbingan yang lebih menekankan pada disiplin dan pengendalian diri.

Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi pola asuh orang tua merupakan hasil interpretasi yang dirasakan anak dari sikap orang tua terhadap mereka, seperti aturan-aturan dan curahan kasih sayang dalam mendidik, membimbing, mendisiplinkan, serta melindungi anak dalam proses mencapai kedewasaaan.

(33)

2.2.2 Jenis - Jenis Pola Asuh Orang Tua

Menurut Baumrind (dalam Santrock, 2002) terdapat 3 jenis pengasuhan orang tua yaitu:

a. Pola asuh authoritarian

Bentuk pola asuh ini menekan pada pengawasan orang tua atau kontrol yang ditunjukkan pada anak untuk mendapatkan kepatuhan dan ketaatan, orang tua memegang kekuasaan tertinggi terhadap anak serta mengharuskan anak patuh pada perintah-perintahnya. Orang tua dengan pola asuh authoritarian cenderung memaksa anak untuk berbuat sesuatu sesuai dengan keinginan orang tua, pola hubungan yang tidak hangat dan bersifat kaku serta penuh aturan, arahan dan membuat batasan kendali yang tegas terhadap anak dan hanya melakukan sedikit komunikasi verbal, mereka memberi perintah dan tidak menjelaskan.

b. Pola asuh authoritative

Merupakan pola asuh yang memperioritaskan kepentingan anak akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran.

Orang tua memandang sama kewajiban hak orang tua dan anak, orang tua memberikan kesempatan kepada anak dalam berpendapat dengan mempertimbangkan antara keduanya akan tetapi hasil akhir tetap ditangan orang tua. Orang tua bersikap tegas tapi fleksibel, dan memberi kebebasan kepada anak untuk berekspresi & bereksplorasi dengan tetap dalam pengawasan orang tua.

c. Pola asuh permisif

(34)

Merupakan tipe pengasuhan dimana orang tua memberikan kebebasan sebanyak mungkin kepada anak untuk mengatur dirinya, anak tidak dituntut untuk bertanggung jawab dan tidak banyak dikontrol oleh orang tua. Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan kepada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup dari orang tua.

Dari uraian diatas dapat diketahui ada tiga jenis pola asuh orang tua yaitu pertama pengasuhan authoritarian yaitu pola asuh orang tua yang membuat batasan dan kendali yang tegas pada anak, kedua pola pengasuhan authiritative yaitu orang tua bersikap tegas tapi fleksibel, dan memberi kebebasan kepada anak untuk berekspresi & bereksplorasi dengan tetap dalam pengawasan orang tua, dan ketiga adalah pola asuh permisif yang memberikan pengawasan sangat longgar terhadap anak .

2.2.3 Ciri-Ciri Pola Asuh Orang Tua

Menurut Baumrind (dalam Santrock, 2002) ciri-ciri pola asuh orang tua yaitu:

1) Ciri-ciri orang tua authoritative yaitu:

a. Orang tua bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak.

b. Orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan.

c. Bersikap responsif terhadap kemampuan anak.

d. Mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan.

e. Memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan baik dan buruk.

(35)

f. Menghargai setiap keberhasilan yang diperoleh anak.

2) Pola asuh authoritarian mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Orang tua suka menghukum secara fisik.

b. Orang tua cenderung bersikap mengomando (mengharuskan atau memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi).

c. Bersikap kaku.

d. Orang tua cenderung emosional dan bersikap menolak.

3) Secara umum ciri-ciri pola asuh orang tua yang bersifat permisif yaitu:

a. Orang tua tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka.

b. Orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan atau keinginannya.

c. Orang tua lebih mementingkan kepentingan sendiri misalnya terlalu sibuk, tidak peduli bahkan tidak tahu anaknya dimana atau sedang dengan siapa, dan lain sebagainya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa ciri dari orang tua yang menerapkan pola asuh authoritative yaitu orang tua bersikap relistis terhadap kemampuan anak, orang tua memberi kebebasan pada anak dalam memilih serta menghargai setiap keberhasilan yang diperoleh anak, untuk ciri-ciri dari pola asuh authoritarian yaitu orang tua suka menghukum secara fisik, orang tua bersikap kaku, emosional dan cenderung menolak, sementara itu beberapa ciri dari pola asuh permisif yaitu orang tua memberikan kebebasan, orang tua terlalu sibuk dan hanya mementingkan kepentingannya.

(36)

2.2.4 Faktor-Faktor Pola Asuh Orang Tua

Dalam pola pengasuhan sendiri terdapat banyak faktor yang mempengaruhi serta melatar belakangi orang tua dalam menerapkan pola pengasuhan pada anak- anaknya. Menurut Manurung (2014) beberapa faktor yang mempengaruhi dalam pola pengasuhan orangtua adalah :

1. Latar belakang pola pengasuhan orang tua

Maksudnya para orang tua belajar dari metode pola pengasuhan yang pernah didapat dari orang tua mereka sendiri.

2. Tingkat pendidikan orang tua

Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan tinggi berbeda pola pengasuhannya dengan orangtua yang hanya memiliki tingkat pendidikan yang rendah.

3. Status ekonomi serta pekerjaan orang tua

Orang tua yang cenderung sibuk dalam urusan pekerjaannya terkadang menjadi kurang memperhatikan keadaan anak-anaknya. Keadaan ini mengakibatkan fungsi atau peran menjadi “orangtua” diserahkan kepada orang lain seperti asisten rumah tangga, yang pada akhirnya pola pengasuhan yang diterapkanpun sesuai dengan pengasuhan yang diterapkan oleh asisten rumah tangga tersebut.

Jadi dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola pengasuhan orang tua diantaranya latar belakang pola pengasuhan orang tua, tingkat pendidikan orang tua, status ekonomi serta pekerjaan orang tua.

(37)

2.3 Hubungan Antara Persepsi Pola Asuh Orang tua dengan Cinderella Complex

Proses yang dilalui untuk menjadi seorang mahasiswi tidaklah sebentar.

Sejak awal seseorang sudah tumbuh dan berkembang membentuk perilaku- perilaku yang akan membawa mereka menjadi pribadi yang lebih baik lagi, namun perilaku yang sudah terbentuk tidak bisa dilepas dari pihak yang terlibat langsung terhadap proses kehidupan seseorang, yaitu keluarga terutama orang tua.

Orang tua merupakan pihak yang memiliki andil besar terhadap tumbuh kembang anak. Pola asuh yang diterapkan orang tua dirumah akan membentuk anak menjadi pribadi-pribadi yang unik satu sama lain, karena orang tua memiliki cara yang berbeda-beda dalam menerapkan pola pengasuhan dikeluarganya.

Seperti yang dikemukakan oleh Desywidowati, Rohmad, dan Rochani (2013) pola asuh orang tua merupakan suatu keseluruhan interaksi orang tua dengan anaknya dimana dengan pola asuh tersebut orang tua dapat memberi dampak pada tingkah laku, pengetahuan dan nilai-nilai yang menurut mereka paling tepat, agar anak menjadi mandiri, tumbuh dan kembang secara baik serta optimal. Sehingga dapat dikatakan bahwa pola asuh merupakan cara terbaik yang dapat dilakukan orang tua dalam mendidik anak-anaknya sebagai bentuk tanggung jawab dari orang tua.

Pola asuh memperlihatkan bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing, mendisiplinkan, serta melindungi anak dalam proses mencapai kedewasaaan termasuk dalam hal kemandirian, baik itu kemandirian yang bersifat fisik maupun psikologis, seperti mampu mengambil keputusan sendiri, bertanggung jawab atas keputusan yang diambil serta sikap-sikap lainnya

(38)

yang mengacu pada keberanian seseorang untuk menentukan nasibnya sendiri.

Baumrind (dalam Santrock, 2002) mengemukakan bahwa terdapat tiga jenis pola asuh orang tua yakni authoritarian, authoritative, dan permisif. Dampak pola asuh yang didapatkan ketika masa kanak-kanak akan terus dipersepsikan anak hingga dewasa dan berfungsi dalam mempengaruhi rentang kehidupannya (Fitriani, Arjanggi, dan Rohmatun, 2010).

Pada saat seorang anak terutama anak perempuan tidak dididik untuk bersikap tegas dan independen maka secara berangsur-angsur terbentuklah cinderella complex pada anak. Cinderella Complex merupakan suatu jaringan sikap, rasa takut, dan rasa tidak berdaya sehingga perempuan tidak bisa dan tidak berani memanfaatkan kemampuan dan kreativitasnya, menginternalisasi perempuan untuk bergantung pada orang lain dimana mereka tidak siap kalau harus mengandalkan dirinya sendiri, banyak perempuan yang cenderung tidak yakin dengan kemampuan dirinya sehingga ia menjadi tergantung dengan orang lain, khususnya pada orang yang lebih kuat darinya untuk merawat dan melindungi.

Dowling (1995) memaparkan bahwa ini semua berasal dari ketakutan dan kecemasan yang berlebihan akan keselamatan anak perempuan yang ditunjukan oleh orang tua, dari kecil orang tua menanamkan kepada anak perempuan mereka gagasan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan pengambilan keputusan dan penilaian tentang keselamatan, seharusnya mereka tidak mempercayai diri mereka sendiri, dan mereka cenderung menjadi non-asertif serta tergantung dan menghambat anak untuk mampu mengembangkan kemampuan dirinya.

(39)

Sehingga anak perempuan akan menghindari segala hal beresiko dan tidak belajar menghadapi rasa takut dan terbentuk lah cinderella complex.

2.4 Kerangka Berfikir

Berdasarkan kerangka teoritis yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan kerangka berpikir penelitian ini yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.1 Kerangka Berpikir

2.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka berfikir diatas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hubungan pola asuh authoritarian dengan cinderella complex.

2. Hubungan pola asuh authoritative dengan cinderella complex.

3. Hubungan pola asuh permissif dengan cinderella complex.

Cinderella Complex Pola Asuh

Authoritarian Pola Asuh Authoritative

Pola Asuh Permissif

(40)

24 3.1 Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel adalah segala sesuatu ditetapkan oleh penulis untuk dipelajari ataupun diteliti sehingga diperoleh hasil dan informasi tentang hal tersebut lalu ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Mengacu pada jenis penelitian ini tentang hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku cinderella complex pada mahasiswa UIR, maka identifikasi menggunakan variabel sebagai berikut:

a. Variabel Bebas (X) : Pola Asuh Authoritarian (X1) Pola Asuh Authoritative (X2) Pola Asuh Permissife (X3) b. Variabel Terikat (Y) : Cinderella Complex

3.2 Definisi Operasional Variabel 3.2.1 Cinderella Complex

Cinderella complex merupakan suatu ketakutan akan kemandirian yang dialami oleh perempuan yang membuatnya merasa tidak berdaya sehingga ia tidak dapat menggunakan kemampuan dan potensi yang dimilikinya dan muncul keinginan untuk selalu dirawat serta dilindungi oleh orang lain. Perilaku cinderella complex diukur dengan menggunakan skala cinderella complex yang disusun oleh Hapsari (2014) berdasarkan pada aspek-aspek cinderella complex yang meliputi mengharapkan pengarahan orang lain, kontrol diri eksternal, rendahnya harga diri , menghindari tantangan dan kompetisi, serta tergantung pada orang lain.

(41)

3.2.2 Persepsi Pola Asuh Orang Tua

Persepsi pola asuh orang tua merupakan hasil interpretasi yang dirasakan anak dari sikap orang tua terhadap mereka, seperti aturan-aturan dan curahan kasih sayang dalam mendidik, membimbing, mendisiplinkan, serta melindungi anak dalam proses mencapai kedewasaaan. Persepsi pola asuh orang tua diukur dengan menggunakan skala pola asuh yang disusun oleh Novla (2009), berdasarkan pada jenis pola asuh yaitu pola asuh authoritarian, authoritative, dan pola asuh permissif.

3.3 Subjek Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dapat diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Populasi harus memiliki ciri- ciri atau karakteristik-karakteristik yang sesuai dengan tujuan penelitian dan bersifat berbeda dari kelompok subjek yang lainnya. Populasi juga bersifat tidak terbatas, artinya terdiri dari karakteristik-karakteristik individu yang akan dipelajari (Azwar, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswi aktif Universitas Islam Riau yang berjumlah 11.175 orang (Biro Administrasidan Kemahasiswaan, 2020).

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel merupakan bagian dari populasi (Bungin, 2017). Sampel diambil dari sebagian jumlah populasi yang sesuai dengan karakteristik. Sampel juga

(42)

dianggap sebagai sumber data yang paling penting dalam penelitian (Sugiyono, 2014).

a. Jumlah Sampel

Berdasarkan tabel penentuan jumlah sampel dalam Sugiyono (2014) dengan populasi 11.175 sampel yang didapat berjumlah 386 orang. Jumlah didapatkan darirumus Slovin dengan taraf kesalahan yang telah ditetapkan sebesar 5 % sehingga ketepatan sampel sebesar 95 %, dengan rumusberikut ini :

) )

Keterangan:

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi e = Batas toleransi eror b. Teknik Pengambilan Sampel

Peneliti menentukan subjek penelitian dengan menggunakan teknik purposive sampling, dimana teknik penentuan sampel dengan pertimbangan dan karakteristik tertentu yang telah ditentukan oleh peneliti (Azwar, 2013). Untuk mempermudah penelitian, peneliti menetapkan sifat-sifat dan katakteristik yang digunakan dalam penelitian ini. Sampel yang akan digunakan peneliti memiliki ketentuan mahasiswa perempuan yang masih aktif di Universitas Islam Riau.

Adapun cara pengambilan sampel yaitu peneliti merandom pengambilan wilayah sampel pada 9 fakultas yang ada di Universitas Islam Riau, kemudian

(43)

wilayah yang terpilih adalah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Fakultas Pertanian, Fakultas Ekonomi, dan Fakultas Ilmu Politik dan Sosial.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data (Riduwan, 2010), mengumpulkan data merupakan pekerjaan yang penting dalam meneliti.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen penelitian yaitu skala.

Menurut Sugiyono (2014) skala pengukuran dapat diartikan sebagai suatu kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval alat ukur dan akan menghasilkan data yang kuantitatif. Bentuk skala yang digunakan adalah skala likert untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang pada fenomena yang terjadi (Sugiyono, 2014). Skala Likert terdiri dari aitem pernyataan yang harus di jawab oleh partisipan dengan memilih salah satu dari beberapa pernyataan yang telah disediakan.

Skala penelitian ini terdiri atas dua macam pernyataan sikap yaitu, pernyataan favorable dan unfavorable. Menurut Azwar (2013) pernyataan favorable merupakan pernyataan yang sesuai dengan objek sikap yang akan diukur dan pernyataan yang tidak favorable atau unfavorable adalah pernyataan yang tidak sesuai dengan objek maupun sikap yang akan ukur. Penilaian atas setiap pernyataan memiliki nilai atau skor yang berbeda.

(44)

3.4.1 Skala Cinderella Complex

Skala yang digunakan oleh peneliti adalah skala adaptasi yang disusun oleh Hapsari (2014) berdasarkan pada aspek-aspek cinderella complex yang meliputi rendahnya harga diri, tergantung kepada orang lain, mengharapkan pengarahan dari orang lain, kontrol diri eksternal, menghindari tantangan dankompetisi, serta mengharapkan pengarahan dari orang lain.

Penelitian ini menggunakan skala cinderella complex dengan empat alternative jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Peneliti menggunakan empat alternatif jawaban dengan menghilangkan jawaban ragu-ragu, sehingga jawaban yang dipilih subjek adalah jawaban pasti. Sistem penilaiannya ialah dengan memberikan skor pada item favorable dari 4, 3, 2, 1 dan memberikan skor sebaliknya untuk item unfavorable.

Tabel 3.1

Blueprint skala cinderella complex Sebelum Try Out

Aspek Indikator Favorable Unfavorable Jumlah Rendahnya

Harga diri

Tidak berani mengungkapka n aspirasi

22 12, 18, 28 4

Perasaan lemah dan tidak mampu.

30 4, 23 3

Tergantung kepada orang lain

Membutuhkan perlindungan

5, 19, 31

8 4

Membutuhkan bantuan orang lain

26 14, 20 3

Mengharapka n pengarahan orang lain

Pentingnya pendapat dari orang lain

15, 33 17 3

(45)

Takut mengambil keputusan

24 1 2

Kontrol diri eksternal

Ragu-ragu dalam bertindak

2, 16 32 3

Takut bertindak asertif

9, 25 6, 29 4

Menghindari tantangan dan kompetisi

Tidak mempunyai semangat

3, 11 10, 21 4

Penghindaran terhadap suatu objek

7, 27 13 3

Total 17 16 33

3.4.2 Skala Pola Asuh Orang Tua

Skala yang digunakan oleh peneliti adalah skala modifikasi yang disusun oleh Novla (2009), berdasarkan pada jenis pola asuh yang dikemukakan oleh Baumrind (dalam Santrock, 2002) yaitu pola asuh authoritarian, authoritative, dan pola asuh permisif.

Penelitian ini menggunakan skala pola asuh orang tua dengan empat alternative jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Peneliti menggunakan empat alternatif jawaban dengan menghilangkan jawaban ragu-ragu, sehingga jawaban yang dipilih subjek adalah jawaban pasti. Sistem penilaiannya ialah dengan memberikan skor pada item favorable dari 4, 3, 2, 1 dan memberikan skor sebaliknya untuk item unfavorable.

(46)

Tabel 3.2

Blueprint Skala Pola Asuh Sebelum Try Out Sub Variabel Indikator Nomor Aitem

Jumlah Favorable unfavorable

Authoritarian Selalu mengontrol anak.

1,12,27 8 4

Menuntut ketaatan dan bersikap menghukum.

2,24 4 3

Membuat batasan dan kendali yang tegas.

13,14,29 5,6 5

Authoritative Mendorong kemandirian anak.

15,25,28,30 7 5

Bersikap

hangat. 17,18,26,34 23 5

Melakukan komunikasi dua arah.

16,20 22 3

Permissif Membiarkan anak

mengekspresi kan diri.

31,33,35 9,11 5

Membolehka n anak melakukan aktivitas secara bebas.

19 10 2

Tidakada kontrol dan tuntutan.

21,32 3 3

Total 24 11 35

(47)

3.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 3.5.1 Validitas

Menurut Azwar (2012) validitas berasal dari kata validity yang mempunyai ketepatan dan kecermatan hasil pengukuran. Dalam penelitian ini uji validitas yang digunakan adalah validitas isi (content validity). Pada validitas skala perilaku cinderella complex dan pola asuh validasi dilakukan dengan judgement yang dilakukan oleh suatu panel expert.

3.5.2 Reliabilitas

Asal mula kata reliabilitas adalah reliability (Azwar, 2012). Reliabilitas memiliki berbagai nama diantaranya konsistensi, keterandalan, keterpercayaan, kestabilan, keajegan, dan sebagainya. Namun pada intinya bahwa reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu proses pengukuran dapat dipercaya. Tujuan di lakukannya uji reliabilitas adalah untuk melihat sejauh mana alat ukur mempunyai konsistensi yang tetap meskipun dilakukan dengan subjek yang berbeda dengan syarat aspek-aspek yang diukur dalam diri subjek tidak berubah. Akan tetap ada toleransi terhadap hasil pengukuran walaupun ada perbedaan-perbedaan kecil yang terlihat. Bila perbedaan itu sangat besar, maka hasil pengukuran tidak reliabel atau tidak dapat dipercaya (Azwar, 2012). Hasil dari uji reliabilitas cronbach's alpha yang di peroleh menggunakan SPSS-22 menunjukan skala pola asuh memiliki nilai konsistensi sebesar 0,920 sementara skala cinderella complex sebesar 0,946.

(48)

3.6 Metode analisis data 3.6.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Dalam uji normalitas ini, metode yang digunakan adalah metode Kolmogrov-Smirnov. Kaidah yang dipakai adalah apabila p > 0,05 maka data berdistribusi normal dan apabila p < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal (Siregar, 2014).

3.6.2 Uji Linearitas

Uji linearitas di lakukan bertujuan untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Uji linearitas yang dilakukan terhadap variabel pola asuh orang tua dengan perilaku cinderella complex pada mahasiswa untuk melihat apakah linear atau tidak, sehingga digunakan uji linearitas. Dengan melihat nilai p dari nilai F (linearity). Jika p > 0,05 maka hubungan linear, dan jika p < 0,05 maka hubungan tidak linear.

3.6.3 Uji Hipotesis

Uji Hipotesis dilakukukan setelah melakukan uji normalitas data dan uji linearitas, hal ini ini merupakan uji asumsi atau uji prasyarat. Tujuan di lakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku cinderella complex pada mahasiswa. Teknik statistik yang digunakan adalah uji analisis korelasi Spearman Rho yang bertujuan untuk menguji hipotesis hubungan antara variabel independent (variabel bebas) dan variabel dependent (variabel terikat). Penyelesaian analisis dilakukan dengan

bantu program komputer SPSS 22.0 for Windows.

(49)

33

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan penelitian

4.1.1 Orientasi Kancah Penelitian

Tahapan awal yang dilakukan oleh peneliti adalah mempersiapkan segala keperluan penelitian. Peneliti mengambil subjek dengan karakteristik mahasiswa (perempuan), yang masih aktif di Universitas Islam Riau. Peneliti menggelompokkan berdasarkan tingkatan yang berada di Universitas Islam Riau, sehingga terpilih jumlah sampel sesuai tabel 4.1 dibawah ini :

Tabel 4.1 Penyebaran Sampel

Fakultas Usia Sampel Total

Keguruan dan ilmu pendidikan

19 – 20 50

122

21 – 23 72

Ekonomi

19 – 20 29

102

21 – 23 73

Pertanian

19 – 20 27

82

21 – 23 55

Ilmu Sosial dan Politik

19 – 20 30

80

21 – 23 50

Total 386

(50)

4.1.2 Persiapan Alat Ukur Penelitian

Tahapan yang dilakukan peneliti sebelum melakukan penelitian adalah mempersiapkan alat ukur digunakan dalam penelitian yang terdiri dari:

a. Skala Perilaku cinderella complex

Tahapan yang peneliti lakukan dalam mempersiapkan alat ukur cinderella complex yaitu uji coba skala (try out), analisis daya beda aitem dan reliabilitas skala :

1) Uji Coba (Try Out)

Uji coba penelitian ini dilakukan pada hari kamis, jum’at, sabtu dan minggu tanggal 18 Juni 2020 hingga 21 Juni 2020. Subjek uji coba adalah mahasiswa (perempuan) Universitas Islam Riau sebanyak 60 orang. Penyebaran skala uji coba dilakukan dengan cara menyebarkan google form kepada mahasiswa Universitas Islam Riau melalui sosial media yang ada.

2) Analisis daya beda aitem dan reliabilitas skala

Analisis daya beda aitem dilakukan untuk melihat seberapa mampu aitem membedakan antara subjek trait tinggi dengan subjek trait rendah. Menurut Azwar (2012) aitem yang baik adalah aitem yang mempunyai koefisien daya beda ≥ 0,30. Daya beda aitem dan reliabilitas alat ukur diketahui dengan menggunakan rumus alpha Cronbach’s dengan bantuan perangkat lunak SPSS 22,0 for windows

Hasil analisa skala cinderella complex, sebelum dilakukan analisis daya beda aitem, reliabilitas skala perilaku cinderella complex adalah 0,944. Setelah dilakukan analisis beda daya aitem terdapat 2 aitem yang gugur dari 33 aitem.

Referensi

Dokumen terkait

maupun pasien.. TOPIK SAMBUNG RASA DAN MENSTRUKTUR WAWANCARA Page 14 5) Mengur angi ketidakpastian. 6) Meningkatkan ker jasama dokter dan pasien. 7) Landasan ker jasama antar a

(2009).Teacher questioning to elicit students’ mathematical thinking in elementary school classrooms .Journal of Education.. Statistikaterapanuntukpenelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan tingkat kebahagiaan lanjut usia dengan menilai menggunakan kuesioner kebahagiaan oxford, dimana responden dalam

Dalam rangka membangun koordinasi dan sinergitas pelaksanaan Kegiatan Pemberian BOS SMK/SMA/MA Provinsi Tahun 2014 dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di seluruh

Laporan keuangan konsolidasi mencakup laporan keuangan Perusahaan dan entitas yang dikendalikan oleh Perusahaan (Catatan 1c). Pengendalian ada apabila Perusahaan mempunyai hak

(1) Menteri dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah menerima permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk survei atau eksplorasi

Kisi-kisi ini disajikan dengan maksud untuk memberikan informasi mengenai butir-butir yang didrop dan setelah dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas serta analisis

perhatiannya. Reaksi yang nampak adalah hampir semua manajer mencoba mendirikan unit atau bagian kepegawaian sebagai suatu jawaban untuk menangani persoalan-persoalan kepegawaian