commit to user
54 BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi BP2GAKI
Pada sub bab ini akan diuraikan secara singkat untuk memberikan gambaran tentang kantor BP2GAKI. Informasi yang disajikan dalam sub bab ini dipilih berdasarkan keterkaitan informasi tersebut dengan penelitian.
Adapun uraian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dasar Hukum Organisasi
Peraturan yang dijadikan payung hukum bagi berdiri dan berkembangnya BP2GAKI adalah sebagai berikut :
a. Keputusan Menteri Kesehatan No. 575/MENKES/SK/IV/2000 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Litbang GAKI Magelang tanggal 10 April 2000
b. Permenkes No 1351/MENKES/Per/IX/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Litbang GAKI Magelang tanggal 14 September 2005
c. Permenkes No 2350/MENKES/Per/XI/2011tentang perubahan atas Permenkes No 1351/MENKES/Per/IX/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Litbang GAKI Magelang tanggal 22 November 2011
commit to user
Adapun Struktur Organisasi berdasarkan peraturan yang terakhir adalah sebagai berikut:
Gambar 4.1
Struktur Organisasi BP2GAKI
Sumber: Data Sub Bag Tata Usaha BP2GAKI 2016 Kepala BP2GAKI
Ka. Sub Bag Tata Usaha
Ka. Sie Progran
&Evaluasi Ka. Sie Sarana Penelitian
Ka. Sie Pelayanan Teknis
Instalasi Klp. Jab Fungsional
commit to user
Adapun kedudukan kantor BP2GAKI dalam struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 4.2
Kedudukan BP2GAKI dalam struktur organisasi Kemenkes
Sumber: Data Sub Bag Tata Usaha BP2GAKI 2016
Kementerian Kesehatan
Badan Litbangkes
Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat Pusat Penelitian dan
Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan
Pelayanan Kesehatan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Humaniora dan Manajemen Kesehatan Sekertariat Badan
Litbangkes
BP2GAKI
commit to user 3 Visi dan Misi Organisasi
a. Visi BP2GAKI
Sebagai Lokomotif Penelitian, Pengawal Kebijakan dan Legitimator program pembangunan kesehatan di bidang GAKI
b. Misi BP2GAKI
- Menghasilkan produk, prototipe, model, standar, formula dan teknologi baru di bidang GAKI
- Menghasilkan Informasi dari penelitian yang berkualitas dan aplikatif (kebijakan, opsi, program) di bidang GAKI
- Mengembangkan Sumber Daya (Manusia, Sarana dan Profesi) Litbang Kesehatan
- Menjalin Kerjasama Litbangkes Nasional dan Internasional c. Tugas dan Fungsi
Tugas Pokok :
Melaksanakan Penelitian dan Pengembangan, Pelayanan dalam rangka Penelitian, Jaringan Kerjasama serta deseminasi hasil penelitian di bidang Peneltian Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
Fungsi :
- Pendeteksian dan penentuan karakteristik epidemiologi pada masyarakat yang menderita gangguan akibat kekurangan iodium - Penentuan perubahan biokomia darah akibat kekurangan iodium - Penentuan keadaan gizi dan pemberian pelayanan intervensi gizi
commit to user
- Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
- Pelayanan GAKI tehadap masyarakat dalam rangka penelitian - Pengembangan Jejaring Kemitraan di bidang Penanggulangan GAKI - Pelatihan Penanggulangan GAKI
- Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga GAKI 4. Potensi Sumber Daya Manusia
Jumlah Pegawai di BP2GAKI sampai dengan laporan ini disusun adalah 65 orang Pegawai Negeri Sipil, 2 orang Pegawai Tidak Tetap, 5 orang pramubhakti dan 6 orang petugas keamanan. Berikut ini akan diuraikan komposisi Pegawai Negeri Sipil berdasarkan jenis jabatan dan latar belakang pendidikan. Selanjutnya akan diuraikan juga komposisi kepakaran pegawai dengan jabatan fungsional peneliti.
a. SDM berdasarkan Jenis Jabatan
Berdasarkan jenis jabatan pegawai BP2GAKI memiliki pegawai dengan jenis jabatan sebagai berikut: jabatan fungsional umum, jabatan fungsional peneliti dan jabatan fungsional litkayasa. Komposisi pegawai berdasarkan jenis jabatan disajikan dalam grafik dibawah ini :
commit to user Grafik 4.1
Komposisi Pegawai Berdasarkan Jenis Jabatan
0 5 10 15 20 25 30
Peneliti Litkayasa Strukt ural Manajemen
27
15
5
28
Sumber: Data Kepegawaian BP2GAKI 2016
b. SDM berdasarkan tingkat pendidikan
Derdasarkan tingkat pendidikannya, Pegawai negeri sipil di BP2GAKI bervariasi mulai dari lulusan SD hingga telah menyelesaikan studi hingga S3. Lebih jelasnya komposisi pegawai negeri sipil berdasarkan tingkat pendidikan disajikan dalam grafik dibawah ini :
Grafik 4.2
Komposisi Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Sumber: Data Kepegawaian BP2GAKI 2016
commit to user c. SDM Berdasarkan Kepakaran
Sebagai sebuah balai penelitian kesehatan, BP2GAKI memiliki pegawai dengan jenis jabatan fungsional peneliti. Berdasarkan kepakarannya, komposisi peneliti di BP2GAKI adalah sebagai berikut :
Grafik 4.3
Komposisi Pegawai Berdasarkan Kepakaran
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Pegawai
Kedokteran
Kesehatan Masyarakat Farmasi
Kesehatan Lingkungan Gizi dan Masyarakat
Sumber: Data kepegawaian BP2GAKI 2016
5. Sarana dan Prasarana
Sarana dan Prasarana yang dimiliki oleh BP2GAKI adalah sebagai berikut:
a. Gedung Utama
Gedung Utama merupakan gedung perkantoran dua lantai yang mencakup ruang: tata usaha (keuangan, kepegawaian, rumah tangga), program dan evaluasi, pelayanan teknis dan sarana penelitian.
b. Laboratorium
- Laboratorium Biokomia
- Laboratorium Biologi Molekuler
commit to user - Laboratorium Lingkungan - Laboratorium Teknologi Pangan - Laboratorium Hewan Coba c. Klinik Litbang GAKI
Mencakup fasilitas ruang tunggu pasien, ruang pendaftaran (rekam medis), sekaligus ruang wawancara, ruang dokter, ruang farmasi, ruang pemeriksaan, uang EKG, ruang pelayanan psikologi, ruang pelayanan fisiotherapi, dan ruang pelayanan gizi.
d. Gedung Peneliti
Mencakup ruang peneliti, ruang manajemen data, ruang diskusi dan ruang aula (kapasitas 70 orang)
e. Gedung Perpustakaan
Mencakup ruang perpustakaan, Laboratorium Bahasa, Ruang Jurnal, dan Ruang Multimedia
6. Kegiatan Utama Organisasi
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh BP2GAKI adalah sebagai berikut :
a. Penelitian dan Pengembangan
Bidang penelitian yang ada antara lain: bioteknologi, teknologi pangan, epidemiologi klinik, tumbung kembang, gizi masyarakat, sosial dan lingkungan. Penelitian yang dilaksanakan antara lain : penelitian yang bersumber dana dari DIPA satker, Riset Pembinaan Kesehatan (Risbinkes), Riset Pembinaan IPTEK dan Kedokteran (Risbin
commit to user
IPTEKDOK), peran serta penelitian nasional Badan Litbangkes (Riset Kesehatan Dasar, Riset Fasilitas Kesehatan, Studi Diet Total, Riset Tanaman Obat dan Jamu, iset Etnografi, penelitian dengan hibah Kementerian Riset dan Teknologi dan Penelitian kerjasama dengan UNICEF.
b. Pertemuan Ilmiah Berkala
Pertemuan Ilmiah Berkala (PIB) dilakukan untuk meningkatkan kapasitas SDM peneliti dan teknisi Litkayasa, dengan mengundang narasumber baik dari internal maupun dari luar Badan Litbangkes, pakar gizi maupun pakar kesehatan, dengan topik-topik tertentu sesuai dengan kebutuhan pengembangan keilmuan.
c. Forum Kajian
Forum kajian diselenggarakan secara internal dalam forum peneliti setiap hari jum‟at untuk meningkatkan pemahaman keilmuan antar bidang, meningkatkan kapasitas SDM peneliti, Bentuk kegiatan ini berupa share hasil-hasil penelitian, pembahasan atau review mendalam tentang suatu artikel, review update kejadian anomali pasien klinik GAKI, pembahasan isu/topik nasional / internasional yang berhubungan dengan penelitian.
Pemberi materi dilakukan bergiliran diantara peneliti sesuai dengan kepakaran peneliti.
d. Pelayanan Klinik Litbang GAKI
Klinik Litbang GAKI merupakan implementasi riset berbasis pelayanan.
Terdapat beberapa kegiatan pelayanan dalam rangka penelitian meliputi :
commit to user
- Penyampaian imformed consent kepada pasien (sebagai responden)
- Wawancara terkait identitas responden, riwayat keluarga dan kondisi kesehatan lingkungan
- Pemeriksaan dan konsultasi klinis - Pelayanan dan konsultasi psikologi - Pelayanan dan konsultasi fisiotherapi - Pelayanan dan konsultasi gizi
- Pelayanan farmasi/pengobatan
- Dokumentasi pasien yang dilengkapi dengan informed consent - Pemeriksaan laboratorium
- Manajemen data yang mengelola data klinik yang dimanfaatkan untuk kegiatan penelitian
e. Laboratorium
Peran Laboratorium Litbang GAKI mendukung tugas dan fungsi dalam penelitian di internal BP2GAKI ataupun di Badan Litbangkes secara umum, penentuan diagnosis pasien, peningkatan surveilans GAKI Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota, Penguatan Labkesda melalui pendampingan pelatihan. Analisis yang dilakukan antara lain : serum T3, FT4, FT3, TSH, Tiroglobulin, TSh Bloodspot dengan menggunakan metode ELISA, pemeriksaan kadar garam kuantitatif dengan metode titrasi, analisis kadar Iodium dalam darah.
commit to user f. Diklat/Kunjungan/Magang/PKL
- Diklat Tata laksana kretin bekerjasama dengan Direktorat Gizi Kementerian Kesehatan mengundang dinkes kota/kabupaten/propinsi di seluruh Indonesia, terutama daerah dengan kasus kretin. Kegiatan ini dilatarbelakangi karena masih banyaknya petugas kesehatan yang belum memahami tentang deteksi dini dan penanganan kasus kretin.
- BP2GAKI tiap tahunnya menerima kunjungan ilmiah dari berbagai macam instansi seperti Perguruan Tinggi, Dinas Kesehatan, Balitbangda, Bapedda serta instasi lintas sektoral terkait penanggulangan GAKI
- BP2GAKI juga menerima mahasiswa yang melaksanakan kegiatan magang
B. Implementasi Permenkes No. 83 Tahun 2013 tentang Tunjangan Kinerja Bagi Pegawai di Lingkungan Kementerian Kesehatan
1. Kegiatan-Kegiatan yang dilaksanakan oleh Implementor Kebijakan
Pada bab 2 telah dibahas mengenai hakekat dari implementasi kebijakan. Untuk itu peneliti akan mendiskripsikan hal-hal yang dilakukan oleh kantor BP2GAKI dalam mengimplementasikan Permenkes tersebut.
Dalam hal ini peneliti menggunakan konsep dari Gordon dalam Yeremias T Keban (2004 : 72) bahwa hal-hal yang dilakukan oleh administrator dalam implementasi kebijakan adalah sebagai berikut:
commit to user a. Mengorganisir
Kegiatan mengorganisir ini berupa langkah-langkah persiapan yang dilakukan oleh BP2GAKI dalam implementasi kebijakan tunjangan kinerja. Kegiatan-kegiatan persiapan tersebut meliputi:
1) Penentuan kelas jabatan masing-masing pegawai.
Penentuan kelas jabatan diawali dengan pembuatan analisis beban kerja oleh masing-masing pegawai. Analis Beban Kerja ini kemudian dijadikan dasar sebagai penentuan kebutuhan pegawai di kantor BP2GAKI. Masing-masing pegawai kemudian di plot kedalam setiap jabatan tertentu dari hasil analisis beban kerja tersebut. Jabatan-jabatan tersebut menentukan seorang pegawai menduduki suatu kelas jabatan (grade). Kelas jabatan inilah yang kemudian menentukan besaran tunjangan kinerja yang mereka terima. Kepala Balai yang menentukan seorang pegawai menduduki jabatan apa. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha sebagai berikut:
„Untuk masalah jabatan ini masuk grade berapa, itu sudah ada ketentuannya. Kami yang menentukan seorang pegawai itu menduduki jabatan apa. Misalnya untuk jabatan Pengelola Laporan Keuangan itu masuk grade berapa, itu sudah ada ketentuannya.
Tapi yang menentukan pegawai ini menduduki Jabatan Pengelola Laporan Keuangan ya kami.‟ (Wawancara tanggal 14 April 2016)
Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Pengelola Kepegawaian.
Terkait penentuan kelas jabatan, beliau menyatakan:
„Waktu penentuan grade, saya belum menduduki jabatan pengelola kepegawaian mbak. Tapi setahu saya setiap jenis jabatan grade nya sudah diatur di permenkes, kemudian setiap pegawai yang ada saat itu dimasukkan ke kelas jabatan sesuai dengan uraian pekerjaan masing-masing. Sementara pegawai baru yang masuk kemudian,
commit to user
memang sejak perekrutan sudah ditentukan kelas jabatannya dan masuk grade berapa.‟ (wawancara tanggal 15 April 2016)
Jawaban yang hampir sama diberikan oleh koordinator Kelompok jabatan fungsional teknisi litkayasa ketika ditanyakan hal terkait penentuan kelas jabatan:
„Untuk litkayasa (jabatan fungsional teknisi litkayasa, peneliti) penentuan kelas jabatannya disesuaikan dengan pengkat dan golongan ruang jabatan fungsionalnya mbak. Litkayasa pemula masuk grade 5, calon litkayasa juga masuk grade 5. Litkayasa pelaksana masuk grade 6, pelaksana lanjutan 7 dan penyelia grade 8.' (wawancara tanggal 15 April 2016)
Setiap jabatan memiliki spesifikasi khusus dan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, misalnya tentang pendidikan minimal yang harus dimiliki pegawai untuk menduduki kelas jabatan tertentu.
Terkait hal tersebut ada beberapa pegawai yang pada saat awal penentuan kelas jabatan belum memenuhi persyaratan tersebut. Namun karena memang kegiatan mereka sehari-hari adalah melaksanakan rincian pekerjaan dalam jabatan mereka maka mereka tetap dimasukkan kedalam kelas jabatan tersebut. Kepala Sub Bagian Tata Usaha mengungkapkannya sebagai berikut:
„Ada beberapa pegawai yang sebenarnya belum memenuhi persyaratan menduduki kelas jabatannya. Pendidikan terakhirnya belum memenuhi. Lha mereka memang sehari-hari mengerjakan rincian pekerjaan dijabatan tersebut, jadi tetap dimasukkan ke kelas jabatan itu. Tapi saat ini mereka sedang menempuh pendidikan lagi melalui jalur ijin belajar. Ada satu pegawai yang mundur dari ijin belajar, katanya dia sudah tidak sanggup lagi kalau disuruh kuliah.
Lha mau gimana lagi, memang keadaannya begitu.‟ (Wawancara tanggal 14 April 2016)
commit to user
Kemudian menurut Pengelola Kepegawaian terkait pegawai yang dimaksud Ka Sub Bag Tata Usaha tersebut diungkapkannya sebagai berikut:
„Pak Bachri awalnya sudah kuliah mbak, tapi akhirnya mengundurkan diri. Nggak sanggup katanya, baru satu minggu kuliah tensinya sudah naik. Tapi beliau siap dengan resiko mengembalikan tunjangan kinerja yang sudah diterima kok.‟
Berdasarakan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penentuan kelas jabatan bagi semua pegawai dilakukan oleh Kepala Balai berdasarkan jabatan masing-masing pegawai disesuaikan dengan ketentuan Permenkes No. 83 tahun 2013 tersebut. Bagi pegawai yang pada saat penentuan kelas jabatan belum memenuhi syarat menduduki kelas jabatan tersebut dilakukan pengembangan pegawai melalui kesempatan ijin belajar.
2) Penyediaan sarana dan prasarana
Dalam Permenkes No 83 tahun 2013 diatur beberapa ketentuan yang membutuhkan sarana pendukung agar dapat dilaksanakan. Ketentuan tersebut antara lain:
1) Penegakan disiplin pegawai melalui absensi sidik jari membutuhkan mesin absensi sidik jari dan komputer penyimpan data absensi
2) Penyusunan SKP dan Penilaian SKP membutuhkan jaringan internet dan perangkat komputer
3) Pelaporan hasil absensi sidik jari dan penerapan ketentuan pemotongan tunjangan kinerja membutuhkan jaringan internet dan perangkat komputer
commit to user
Pada awal penerapan kebijakan salah satu sarana yang belum tersedia di kantor BP2GAKI adalah absen sidik jari. Sedangkan absensi sidik jari merupakan salah satu persyaratan pemberian tunjangan kinerja di lingkungan Kementerian Kesehatan. Kantor BP2GAKI kemudian membuat perencanaan untuk menyediakan absen sidik jari. Absen sidik jari mulai diberlakukan sejak pertengahan tahun 2013. Hal tersebut seperti dinyatakan oleh salah satu anggota Tim Rekam Kehadiran Pegawai, Bapak Amril Uswanto sebagai berikut:
„Absen sidik jari mulai bulan juli 2013 mbak, data hasil rekaman ada tersimpan di komputer ini (sambil menunjuk PC yang berada di ruangan Kepegawaian, pen). Di bulan-bulan awal hasil rekaman masih belum rapi mbak, karena waktu itu belum ada tim yang menangani khusus absensi. Baru mulai rapi di bulan Desember.
Kalau mau lihat hasil rekapan per pegawai juga ada. (Wawancara tanggal 8 April 2016)‟
Sampai dengan laporan ini ditulis saat ini disediakan 2 unit absen sidik jari bagi Pegawai Negeri Sipil, salah satu unit dilengkapi dengan pendeteksi wajah guna menghindari kesulitan absen sidik jari.
Selain itu juga disediakan 1 unit mesin absensi bagi Pegawai Tidak Tetap, Pramubhakti dan Petugas Keamanan. Berikut keterangan dari Bapak Amril Uswanto (anggota tim absensi):
„Mesin absensi sekarang ada 3 unit, 2 untuk PNS dan 1 untuk yang non PNS. Waktu dulu masih 1 unit itu banyak yang kesulitan absen. Sekarang sudah tidak bisa bohong lagi. Mesin yang satunya kan sudah dilengkapi pendeteksi wajah.‟ (Wawancara tanggal 8 April 2016)
Data yang direkam oleh mesin absensi ini terhubung dengan komputer server yang diletakkan diruangan kepegawaian untuk
commit to user
didokumentasikan dan diolah sebagai dasar pembayaran tunjangan kinerja.
Hal ini seperti yang dinyatakan Bapak Amril Uswanto:
Absen sidik jari mulai bulan juli 2013 mbak, data hasil rekaman ada tersimpan di komputer ini (sambil menunjuk PC yang berada di ruangan Kepegawaian, pen). Di bulan-bulan awal hasil rekaman masih belum rapi mbak, karena waktu itu belum ada tim yang menangani khusus absensi. Baru mulai rapi di bulan Desember.
Kalau mau lihat hasil rekapan per pegawai juga ada. (Wawancara tanggal 8 April 2016)‟
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mendukung implementasi Permenkes No 83 tahun 2013 kantor BP2GAKI telah menyediakan sarana pendukung berupa penyediaan mesin absensi sidik jari. Penyediaan sarana ini menjadi sangat penting karena hasil rekaman dari mesin sidik jari sangat menentukan penerapan punishment berupa pemotongan tunjangan kinerja terkait kehadiran pegawai. Sementara itu kebutuhan sarana lain seperti komputer dan jaringan internet sudah tersedia sebelumnya.
3) Pembentukan tim pengelola absensi
Pembentukan tim ini dilatarbelakangi keterbatasan pengelola kepegawaian untuk menangani administrasi hasil absen sidik jari. Pada saat itu baru satu orang pegawai yang menduduki jabatan Pengelola Kepegawaian. Sehingga dibentuk tim khusus yang mengadministrasikan hasil absen sidik jari yang terdiri dari 3 orang staff Sub Bagian Tata Usaha dan 1 orang Pejabat Pengelola Kepegawaian. Hal tersebut dinyatakan oleh Ka Sub Bag Tata Usaha sebagai berikut:
commit to user
„Waktu itu kan Mbak Inun (pengelola kepegawaian, pen) sendirian.
Jadi untuk membantu beliau mengelola absen dibentuk tim khusus pengelola absen, saya ketuanya.‟ (Wawancara tanggal 14 April 2016)
Sebelumnya jawaban yang sama juga telah dinyatakan oleh Pengelola Kepegawaian. Beliau menyatakan bahwa tim absensi dibentuk untuk membantu pengelola kepegawaian dalam menyiapkan berkas persyaratan pencairan tunjangan kinerja.
„Untuk mengelola absensi dibentuk tim khusus mbak. Mereka bertugas mengelola absen, rekap data dan verifikasi data. Mereka juga bertanggungjawab menyiapkan berkas pengajuan tukin (tunjangan kinerja, pen). Kalau sendirian ngurus absen saya nggak sanggup mbak. Berkas pengajuan tukin kan sebelum tanggal 10 harus sudah dikirim ke Badan (Badan Litbangkes, penulis)„(wawancara tanggal 14 April 2016)
Pembentukan tim khusus ini ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala BP2GAKI Nomor : HK.02.07/III.5/1703/2013 tentang Penunjukan Tim Rekam Kehadiran Pegawai Kantor BP2GAKI. Hal tersebut sesuai dengan yang dikehendaki oleh pasal 20 ayat 2 dalam Permenkes No. 83 tahun 2013 yaitu bahwa pencatatan kehadiran, ketaatan kode etik dan disiplin pegawai serta pelaksanaan cuti pegawai dilakukan oleh pejabat/tim yang menangani rekam kehadiran. Jadi dapat disimpulkan penetapan tim pengelola rekan kehadiran oleh kantor BP2GAKI sesuai dengan peraturan.
b. Interpretasi
Agar dapat diterapkan oleh seluruh pegawai di lingkungan BP2GAKI maka diperlukan kesamaan pemahaman diantara pegawai dan pejabat di lingkungan BP2GAKI. Untuk itu diperlukan sosialisasi terkait teknis pelaksanaan Permenkes No. 83 tahun 2013 tentang tunjangan kinerja
commit to user
tersebut. Keterangan mengenai sosialisasi diuraikan oleh pengelola kepegawaian sebagai berikut :
„Kegiatan sosialisasi ini dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus 2013.
Pada pelaksanaan sosialisasi yang pertama ini dilaksanakan di Aula BP2GAKI dengan mengundang seluruh PNS di lingkungan BP2GAKI termasuk pegawai yang sedang cuti dan menempuh tugas belajar. Peserta yang hadir sebanyak 52 Pegawai, adapun peserta yang tidak bisa hadir tercatat sedang menjalani tugas kedinasan di luar kantor dan sedang menempuh Tugas Belajar di Jakarta.
Materi yang disampaikan pada sosialisasi ini menyangkut tentang kedisiplinan pegawai yang termuat dalam surat edaran yang dikeluarkan oleh menteri kesehatan yaitu SE No.
HK.01.02.4.1.A.906 Tentang Penetapan jam kerja, pemberian ijin tidak masuk kerja dan pemberian cuti bagi PNS di lingkungan Kemenkes.‟ (wawancara tanggal 14 April 2016).
Selanjutnya pengelola kepegawaian juga menerangkan tentang pelaksanaan sosialisasi yang kedua sebagai berikut:
„ Kemudian pada tanggal 3 Januari 2014 kembali diadakan sosialisi.
Sosialisasi kali ini dengan agenda sosialisasi tentang SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) dan penandatangan SPTJM (Surat Pernyataan Pertanggungjawaban Mutlak. SPTJM ini merupakan salah satu berkas yang akan digunakan untuk pencairan Tunjangan Kinerja untuk pertama kali. Kegiatan ini dipandu langsung oleh Ka. Bag HUKORPEG Badan Litbangkes dari Jakarta. Pada Sosialisasi kedua ini seluruh PNS diwajibkan datang. Seluruh kegiatan Dinas Luar dihentikan pada hari tersebut. Seluruh peserta yang menjalani Tugas Belajar juga diharuskan hadir. Pada kesempatan ini juga dilangsungkan Sumpah Jabatan bagi seluruh PNS di lingkungan BP2GAKI. ‟ (wawancara tanggal 14 April 2016)
Pernyataan yang hampir sama dikemukakan oleh Ka Sub Bag Tata Usaha sebagai berikut:
„Sosialisasi waktu itu dilaksanakan 2 kali ya, untuk kapannya nanti bisa dikonfirmasi ke mbak inun (pengelola kepegawaian, pen).
Sosialisai waktu itu mengundang seluruh pegawai termasuk yang tugas belajar. Selain itu mengenai teknis lain juga diadakan pendampingan per seksi, terutama saat nyusun SKP.‟ (wawancara tanggal 14 April 2016)
commit to user
Koordinator Kelompok Jabatan Fungsional Teknisi Litkayasa juga menerangkan perihal sosialisasi tersebut sebagai berikut:
„Ada mbak sosialisasi. Soalnya itu kan aturan baru ya. Waktu itu selain ada sosialisasi yang bareng-bareng juga ada yang dilaksanakan per seksi. Waktu nyusun SKP pertama kali kita kan masih bingung, jadi dibantu sama Pak Faozan (Ka. Sub Bag TU, pen) dan mbak Inun (Pengelola Kepegawaian, pen) (Wawancara tanggal 8 April 2016)
Kepala Seksi Pelayanan Teknis juga memberikan keterangan sebagai berikut:
„Waktu itu ada juga pertemuan sama Ka. Bag Kepegawaian Badan Litbangkes juga ya. Kita menerima sosialisasi tentang tukin (tunjangan kinerja, pen) langsung dari Jakarta. Untuk peneliti sendiri juga ada pertemuan sama Pak Faozan dan Mbak Inun untuk penyusunan SKP pertama kali. (Wawancara tanggal 8 April 2016) Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kantor BP2GAKI telah melakukan upaya untuk menyamakan persepsi tentang apa yang dikehendaki oleh Permenkes No. 83 tahun 2013 dan bagaimana mewujudkannya dalam kegiatan keseharian pegawai melalui pelaksanakan sosialisasi. Selain itu juga melakukan pendampingan-pendampingan khusus bagi setiap seksi dan sub bagian. Pendampingan ini dilakukan agar dapat memberikan informasi lebih banyak terkait hal-hal teknis dalam pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut.
Sehingga dapat dikatakan upaya interpretasi yang dilakukan oleh kantor BP2GAKI sudah dilaksanakan dengan baik.
commit to user c. Penerapan Kebijakan
Langkah-langkah yang dilaksanakan oleh Kantor BP2GAKI dalam menerapkan kebijakan tunjangan kinerja adalah sebagai berikut:
1) Absensi Sidik Jari
Salah satu proses yang harus dilaksanakan oleh institusi dalam mengimplementasikan Permenkes No. 83 Tahun 2013 adalah diberlakukannya absen sidik jari. Hal ini penting untuk dilakukan karena salah satu instrument utama penilaian kinerja PNS di Lingkungan Kementerian Kesehatan adalah tingkat kehadiran pegawai. Kewajiban penggunaan absen sidik jari di lingkungan Kementerian Kesehatan sudah diberlakukan di BP2GAKI sejak pertengahan tahun 2013. Hal ini sesuai dengan keterangan dari Bapak Amril Uswanto (anggota Tim Pengelola Absensi) sebagai berikut:
Absen sidik jari mulai bulan juli 2013 mbak, data hasil rekaman ada tersimpan di komputer ini (sambil menunjuk PC yang berada di ruangan Kepegawaian, pen). Di bulan-bulan awal hasil rekaman masih belum rapi mbak, karena waktu itu belum ada tim yang menangani khusus absensi. Baru mulai rapi di bulan Desember.
Kalau mau lihat hasil rekapan per pegawai juga ada. (Wawancara tanggal 8 April 2016)‟
Pengelola Kepegawaian menyatakan bahwa pada awal pelaksanaan absensi sering terjadi kendala. Hal tersebut dinyatakannya sebagai berikut:
Pada awal pelaksanannya sering terjadi kendala karena alat perekam absen sidik jari sering mengalami eror karena beberapa pegawai gagal melakukan absen sidik jari. Biasanya jika hal seperti ini terjadi ada pegawai yang langsung menghubungi Pengelola Kepegawaian dan menyatakan pada hari itu gagal
commit to user
melakukan absen sidik jari. Kemudian untuk menghindarkan kejadian tersebut berulang kantor disediakan lagi 2 mesin sidik jari sebagai cadangan dan dilengkapi dengan sensor wajah. Jadi bagi pegawai yang sering mengalami kesulitan dalam absen sidik jari bisa menggunakan sensor wajah. (wawancara tanggal 14 April 2016)
Pernyataan Pengelola Kepegawaian tersebut juga sesuai dengan keterangan Bapak Amril Uswanto sebagai berikut:
Mesin absensi sekarang ada 3 unit, 2 untuk PNS dan 1 untuk yang non PNS. Waktu dulu masih 1 unit itu banyak yang kesulitan absen. Sekarang sudah tidak bisa bohong lagi. Mesin yang satunya kan sudah dilengkapi pendeteksi wajah.‟ (Wawancara tanggal 8 April 2016)
Selanjutnya Bapak Amril Uswanto menjelaskan mengenai proses administrasi rekaman absensi sidik jari sebagai berikut:
„Data hasil rekam kehadiran kemudian direkap dan dicocokkan dengan dokumen-dokumen lainnya seperti dokumen cuti, dokumen surat ijin, surat tugas dan dokumen-dokumen lainnya yang berhubungan dengan kehadiran pegawai. Keberadaan dokumen berarti merupakan bukti sah yang menjadi alasan agar ketidakhadiran tidak sampai memotong besaran Tunjangan Kinerja.‟ (wawancara tanggal 8 April 2016)
Dalam melakukan proses administrasi masih sering ditemui kendala, yaitu keterlambatan penyampaian dokumen-dokumen terkait kehadiran dan ketidakhadiran pegawai. Hal tersebut dinyatakan oleh Pengelola Kepegawaian sebagai berikut:
Meski telah disampaikan dalam sosialisasi bahwa dokumen menyangkut ketidakhadiran ini harus disampaikan ke Pengelola Kepegawaian maksimal 2 hari setelah dokumen terbit, masih ditemukan banyak kasus ketidakpatuhan pegawai dalam penyampaian dokumen-dokumen tersebut. Hal tersebut menjadi dilema tersendiri bagi pengelola kepegawaian ketika harus merekap absen. Jika dilaksanakan sesuai ketentuan harusnya otomatis pegawai bersangkutan tidak menyampaikan bukti sah
commit to user
ketidakhadiran dan bisa memotong besaran tunjangan kinerja.
Namun sisi perasaan tidak enak masih sering terjadi. Tim Absensi akhirnya tetap harus melakukan konfirmasi ke masing- masing pegawai tentang ketidakhadiran mereka dan meminta dokumen yang sah agar tidak sampai memotong besaran Tukin pegawai bersangkutan. (wawancara tanggal 14 April 2016)
Kendala seperti diuraikan diatas menyebabkan kesulitan tersendiri bagi Tim Absen Sidik Jari. Ketentuan bahwa rekap absen harus dikirim sebelum tanggal 10 menyebabkan mereka sering lembur dikarenakan harus banyak konfirmasi ke masing-masing pegawai yang tidak tertib menyampaikan dokumen ketidakhadiran. Hal tersebut sesuai dengan keterangan dari Bapak Amril Uswanto sebagai berikut:
„ Kadang ada yang suka telat mengumpulkan blangko keterangan keterlambatan atau surat ijin sakit atau surat tugas. Terpaksan kita harus konfirmasi ke pegawai bersangkutan mbak. Harusnya kalau sesuai ketentuan tidak adanya dokumen yang sah ini menyebabkan terjadinya pemotongan besaran tunjangan kinerja.
Kalau samapi menjelang pengumpulan data ke Badan Litbangkes ya tetap kami lakukan pemotongan tukin sesuai ketentuan.
Terkadang terjadi protes dari pegawai tentang pemotongan tunjangan kinerja, padahal hal tersebut dikarenakan kesalahan yang mereka lakukan sendiri dengan tidak menyampaikan dokumen ketidakhadiran.‟ (wawancara tanggal 8 April 2016)
Hal tersebut dibenarkan oleh Pengelola Kepegawaian dengan keterangannya sebagai berikut:
„Iya mbak kadang ada yang suka kelupaan menyerahkan dokumen terkait absensi, kita harus nagih-nagih. Harusnya kan maksimal 3 hari setelah kejadian. Tapi ya prakteknya masih pada suka telat-telat. Kasihan kalau harus dipotong tukinnya, jadi tetap kami tunggu sampai maksimal tanggal 9. Soalnya tanggal 10 kan dokumen harus sudah dikirim ke Jakarta.‟ (wawancara tanggal 14 April 2016)
commit to user
Teknis pengolahan data absen sidik jari ini meliputi tahapan sebagai berikut (sesuai keterangan Bapak Amril Uswanto berdasarkan wawancara tanggal 8 April 2016):
1) Print Out Data Rekaman Absen dari server penyimpan bagi masing- masing pegawai selama 1 bulan
2) Dibuatkan agenda harian bagi masing-masing pegawai yang kemudian ditandatangani oleh atasan langsung masing-masing pegawai.
3) Rekap data masing-masing pegawai tersebut kemudian di upload ke http://simka.ropeg-kemenkes.or.id/absensi yang kemudian menghasilkan rekapan absen seluruh pegawai dan sekaligus besaran Tunjangan Kinerja yang akan diterima masing-masing pegawai. Print out hasil upload data tersebut kemudian dikirim ke Biro Kepegawaian Kementerian Kesehatan sebelum tanggal 10. Pengiriman ini sebagai kelengkapan berkas pengajuan pembayaran Tunjangan Kinerja.
Ketentuan ini dilaksanakan karena terget pembayaran Tunjangan Kinerja yang berlaku di Kementerian Kesehatan adalah setiap tanggal 20 bulan berikutnya.
Dalam prakteknya absensi sidik jari ini belum bisa menggambarkan secara akurat bahwa seorang pegawai benar-benar disiplin terkait kehadiran, keberadaan dan kepulangan di tempat kerja. Masih ditemukan pegawai yang melakukan absensi namun kemudian masih melakukan keperluan pribadi dan meninggalkan kantor. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha sebagai berikut:
commit to user
„Masih susah untuk memonitor seorang pegawai itu setelah absen datang kemudian melakukan pekerjaan kantor hingga mereka nanti pulang. Terkadang masih ada pegawai yang absen, setelah itu masih nganter anak sekolah, kepasar atau sarapan dulu. Harusnya ketika mereka sudah absen ya terikat dengan pekerjaan kantor, urusan pribadi harus selesai semua sebelum melakukan absen. Yang sulit lagi memantau selama sehari kerja itu apakah mereka benar-benar berada dikantor dan melakukan pekerjaan kantor. Apalagi banyak pegawai yang rumahnya dekat kantor, mereka bisa pulang kapan saja tanpa termonitor.‟ (wawancara tanggal 15 April 2016)
Pengelola Kepegawaian juga memberikan pernyataan terkait hal tersebut sebagai berikut:
„Ya kami hanya melihat hasil rekaman mesin absensi mbak, masalah mereka setelah absen kemana kami tidak bisa memastikan. Kalau kami pengelola kepegawiaan dan tim absensi yang penting ada data rekaman, ada dokumen-dokumen kalau mereka telat atau ijin atau sakit.‟ (wawancara tanggal 14 April 2016)
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari diadakannya rekam kehadiran yaitu untuk memantau kedisiplinan pegawai belum berpengaruh pada peningkatan kedisiplinan pegawai. Hal tersebut disebabkan oleh hasil rekaman absen sidik jari belum bisa menggambarkan tingkat kedisiplinan pegawai, masih sekedar formalitas saja.
2) Pembayaran Tunjangan Kinerja
Pembayaran Tunjangan Kinerja dilakukan oleh satker pusat. Pada tahun 2014 pembayaran dilaksanakan oleh Biro Umum Kementerian Kesehatan dan selanjutnya tahun 2015 dialihkan pada Unit Eselon I masing- masing satker dalam hal ini oleh Badan Litbang Kesehatan. Hal tersebut sesuai dengan keterangan Ka Sub Bag Tata Usaha sebagai berikut:
„Awalnya tukin dibayarkan oleh Biro Umum Kemenkes lalu kemudian oleh Badan Litbangkes. Jadi anggaran tukin adanya di
commit to user
DIPA Badan Litbangkes. Kami hanya melakukan administrasi persyaratan pencairan tukin saja.‟ (wawancara tanggal 15 April 2016) Hal tersebut juga dinyatakan oleh pengelola kepegawaian sebagai berikut:
Pembayaran dilakukan Badan Litbangkes. Dulu awalnya oleh Biro Umum Kemenkes lalu dialihkan ke Badan Litbangkes mbak. Pada awal bulan tim absensi melakukan rekap dan verifikasi data absen.
Hasil print out absen sidik jari dicocokkan dengan form pengajuan ijin, pengajuan cuti dan surat tugas dinas luar serta berkas-berkas lainnya yang berhubungan dengan besaran tunjangan kinerja. Hasil verifikasi tersebut kemudian dientry ke dalam aplikasi SIMKA (Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian). Output dari aplikasi tersebut menghasilkan : Form Ia yaitu Daftar Penerima Tunjangan Kinerja Bulan bersangkutan dan Form Ib yaitu Daftar Penerima Tunjangan Kinerja Kumulatif.
Kedua form tersebut kemudian dicetak dan dikirim ke unit eselon I (Badan Litbangkes) dengan dilengkapi Surat Pengantar dan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (wawancara tanggal 14 April 2016)
Selanjutnya Pengelola Kepegawaian menguraikan tentang teknis pembayaran tunjangan kinerja dan dapat digambarkan susuai uraian dibawah ini:
Tunjangan Kinerja ditransfer langsung melalui rekening masing- masing pegawai. Ketika dibayar oleh Biro Umum Rekening ditransfer via Bank BNI sehingga tidak terjadi pemotongan biaya administrasi transfer antar bank karena rekening gaji pegawai di BP2GAKI adalah rekening BNI. Ketika pembayaran dialihkan ke Badan Litbangkes, penerimaan Tunjangan Kinerja mengalami pemotongan biaya administrasi transfer antar bank sebesar Rp 10.000,-. Rekening yang digunakan oleh Badan Litbangkes adalah Rekening Bank Mandiri sehingga ketika transfer ke Bank BNI dikenai biaya administrasi transfer antar bank.
commit to user
Pembayaran tunjangan kinerja ini dilaksanakan dengan merapel dari bulan Juli 2013 s.d desember 2013 dibayarkan pada bulan Maret 2014 kemudian rapelan kedua turun pada bulan Agustus tahun 2014 untuk Tukin bulan Januari s.d Juli tahun 2014. Pembayaran Tukin selanjutnya dilaksanakan di kisaran tanggal 20 pada bulan berikutnya setiap bulannya. Pada prakteknya transfer uang masuk ke rekening Pegawai bisa lebih satu atau dua hari dari tanggal 20 tergantung ketepatan pada hari kerja dan terkadang terkendala jeda waktu kliring antar bank.
Rekap data pembayaran tunjangan kinerja di BP2GAKI dapat disajikan dalam tabel dibawah ini:
Tabel 4.1
Rekap Tunjangan Kinerja Tahun 2014
JUMLAH DIBAYARKAN (Rp) 1 JANUARI 115.837.900 2 FEBRUARI 116.789.900 3 MARET 123.711.480 4 APRIL 123.863.830 5 MEI 123.699.830 6 JUNI 124.699.430 7 JULI 124.699.430 8 AGUSTUS 124.699.430 9 SEPTEMBER 120.458.755 10 OKTOBER 115.049.073 11 NOPEMBER 116.591.760 12 DESEMBER 116.859.778 1.446.960.596
NO BULAN
TOTAL
Sumber : Data Kepegawaian BP2GAKI 2016
Pada tahun 2015 selain pembayaran tunjangan kinerja setiap bulan, juga dibayarkan tunjangan kinerja bulan ke 13 yang perhitungannya berdasarkan besaran tunjangan kinerja bulan Juni. Adapun rekap data pembayaran tunjangan kinerja tahun 2015 dapat disajikan pada tabel dibawah ini:
commit to user Tabel 4.2
Rekap Data Tunjangan Kinerja Tahun 2015
JUMLAH DIBAYARKAN (Rp) 1 JANUARI 117.704.884 2 FEBRUARI 120.243.643 3 MARET 120.911.370 4 APRIL 134.149.988 5 MEI 138.538.900 6 JUNI 139.050.225 7 TUKIN 13 139.050.225 8 JULI 138.594.470 9 AGUSTUS 138.595.825 10 SEPTEMBER 138.079.613 11 OKTOBER 144.793.359 12 NOPEMBER 181.102.370 13 DESEMBER 181.816.670 1.832.631.542
NO BULAN
TOTAL
Sumber : Data Kepegawaian BP2GAKI 2016
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan pembayaran tunjangan kinerja di lingkungan kantor BP2GAKI sudah sesuai ketentuan dalam pasal 19 ayat 1 (Pembayaran Tunjangan Kinerja dilakukan oleh satuan organisasi atau sekertariat masing-masing unit utama) yaitu oleh Sekertariat Badan Litbangkes. Sedangkan tentang ketentuan pembayaran tunjangan kinerja dilaksanakan setiap tanggal 20 setiap bulan (pasal 16 ayat 5) baru dilaksanakan dipertengahan tahun 2014 dan seterusnya.
3). Penyusunan SKP
Salah satu instrument yang menentukan besaran tunjangan kinerja adalah Penilaian Kinerja Pegawai yang didasarkan pada Sasaran Kinerja Pegawai yang disusun masing-masing pegawai sebelum tahun anggaran berjalan. SKP ini merupakan semacam kontrak kerja pegawai yang berisi rincian kegiatan dan target yang harus di capai masing-masing pegawai selama satu tahun.
commit to user
Terkait penyusunan SKP Ka. Sub Bag Tata Usaha memberikan keterangan sebagai berikut:
„Pada tahun 2013 SKP ini belum diwajibkan untuk disusun karena pemberlakuan kewajiban penyusunan SKP baru bisa berjalan mulai tahun 2014. Pada masa transisi ini cukup menyulitkan bagi pegawai untuk menyusun SKP. Pada awalnya mereka hanya perlu untuk datang ke kantor, menyelesaikan pekerjaan yang ada dan menerima gaji setiap bulan. Kondisi inilah yang kemudian menyebabkan banyak pegawai yang akhirnya sering tidak tahu apa yang harus dikerjakan karena ketidakjelasan apa yang menjadi tugas dan tanggungjawab masing- masing. Dengan diwajibkannya penyusunan SKP ini pegawai diharuskan menetukan target pekerjaan mereka selama satu tahun dan kapan waktu pencapaiannya.‟(wawancara tanggal 15 April 2016)
Kesulitan dalam penyusunan SKP ini terutama dialami oleh pegawai- pegawai teknis yang biasanya jarang bersentuhan dengan kegiatan administrasi terutama mereka yang jarang berinteraksi dengan komputer. Untuk membantu mereka Ka. Sub Bag Tata Usaha menugaskan teman-teman satu bagian untuk membimbing mereka.
„Teman-teman yang jarang pegang komputer seperti mas Rofi (office boy, pen), Pak Bachri, Pak Jito dan Pak Agus memang awalnya agak kesulitan ya menyusun SKP dan membuat laporan SKP. Biasanya dibantu teman-teman lainnya di TU.‟ (wawancara tanggal 15 April 2015) Hal serupa disampaikan oleh pengelola kepegawaian. Beliau mengatakan bahwa beliau sering membantu pegawai yang kesulitan menyusun SKP maupun membuat laporan SKP.
„Awalnya kami bantu mbak untuk menyusun SKP atau membuat laporan SKP. Biasanya mas Amril atau Pak Sugeng juga ikut bantu mereka.‟
(wawancara tanggal 14 April 2016)
Masing-masing pegawai diharuskan menyusun sasaran kerjanya sesuai blangko yang disediakan oleh Bagian Kepegawaian kemudian diserahkan kepada atasan langsung masing-masing. Setelah terkumpul atasan langsung ini kemudian
commit to user
melakukan upload data SKP ke aplikasi SKP Kemenkes. Yang dapat mengakses aplikasi tersebut hanya kepala balai dan pejabat struktural di BP2GAKI yang berwenang memberikan penilaian kinerja kepada bawahannya masing-masing.
Ketentuan ini terkait kewenangan untuk memberikan penilaian kinerja di akhir tahun anggaran nanti. Hal tersebut sesuai dengan keterangan dari Ka. Sub Bag Tata Usaha sebagai berikut:
„Menyusun SKP itu kewajiban setiap pegawai. Nanti atasan langsungnya yang mengupload ke aplikasi SKP Kemenkes. Nanti yang memberi penilaian juga atasan langsungnya. (wawancara tanggal 15 April 2016)‟
Sementara itu keterangan dari pengelola kepegawaian tentang hal yang sama adalah sebagai berikut:
„Tiap pegawai mengisi SKP di blangko yang disediakan kepegawaian, setelah itu mereka menyerahkan ke atasan langsung masing-masing. Ini terkait nanti yang memberi penilaian juga atasan langsung mereka.
Kemudian atasan langsung upload SKP ke aplikasi SKP. Hanya pejabat struktural dan Kepala Balai yang bisa akses aplikasi ini mbak.‟
(wawancara tanggal 14 April 2015)
Selanjutnya pengelola kepegawaian menjelaskan tentang pembagian kewenangan penilaian SKP di BP2GAKI adalah sebagai berikut :
1) Kepala Balai dinilai oleh Kepala Badan Litbangkes
2) Pejabat Struktural di lingkungan BP2GAKI dinilai oleh Kepala Balai 3) Pegawai di Sub Bagian Tata Usaha dinilai oleh Ka. Sub Bag. Tata Usaha 4) Kelompok Litkayasa dan Calon Litkayasa dinilai oleh Ka. Sie Sarana
Penelitian
5) Kelompok Peneliti Muda dan Calon Peneliti serta staf dibawah seksi pelayanan.
commit to user
Bagi pegawai yang menduduki jabatan fungsional teknis penyusunan SKP ini bagi mereka sangat bermanfaat. Hal tersebut terungkap dalam wawancara peneliti dengan koordinator jabatan fungsional litkayasa. Beliau mengungkapkan manfaat dari SKP ini bagi jabatan fungsional litkayasa sebagai berikut:
„Adanya SKP ini justru sangat membantu kami mbak. Karena kan SKP kami link dengan Penilaian Angka Kredit (PAK). Jadi rincian dalam SKP itu sudah sesuai dengan rincian pekerjaan yang dinilai sebagai angka kredit sesuai dengan ketentuan BPPT. Kalau dulu kami sering malas ketika mau menyusun DUPAK, sekarang justru gampang karena adanya SKP. Otomatis hasil penilaian SKP kami sudah jadi Penilaian Angka Kredit bagi kami.‟
Selain mengungkapkan keuntungan yang didapatkan oleh pegawai dengan jabatan fungsional litkayasa terkait SKP, beliau juga mengungkapkan bahwa adakalanya beberapa pegawai belum memahami pekerjaan yang mereka lakukan sehari-hari masuk di rincian SKP yang mana. Untuk mengatasi hal tersebut diadakan forum diskusi ilmiah rutin bagi kelompok jabatan fungsional litkayasa. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi bisa didiskusikan di forum tersebut.
Biasanya suka ada yang bingung mbak ketika mereka sedang mengerjakan pekerjaan di lab atau jadi tim di penelitian itu masuk rincian SKP yang mana. Misalnya mereka mengerjakan titrasi garam, nah kan di rincian SKP nggak disebut titrasi garam, jadi suka bingung bikin laporannya. Jadi kami kelompok litkayasa ngadain semacam forum ilmiah untuk diskusi. Jadi di forum tersebut kita bisa bersama-sama saling sharing masalah dan bagaimana memecahkannya. (wawancara tanggal 8 April 2016)
Sampai dengan laporan ini ditulis, penyusunan SKP sudah dilaksanakan sebanyak 2 kali yaitu SKP tahun 2014 dan 2015. Sedangkan untuk SKP tahun 2016 belum bisa disusun karena aplikasi SKP 2016 belum tersedia. Hal ini seperti diungkapkan oleh Ka. Sub Bag Tata Usaha berikut ini:
commit to user
“Untuk SKP tahun 2014 masih diberi tenggang waktu hingga bulan April karena memang masih merupakan masa transisi. Selain itu terjadi beberapa kali update data aplikasi SKP terkait Kelas Jabatan dan Rincian Pekerjaan. Dalam Aplikasi SKP sudah tersedia rincian baku masing- masing kelas jabatan. Jika ada pekerjaan yang belum termasuk dalam rincian tersebut dimasukkan dalam tugas tambahan. Penyusunan SKP tahun 2015 hanya diberi waktu hingga akhir Januari 2015 dan aplikasi tidak lagi bisa digunakan untuk upload rencana SKP di akhir bulan Januari. Keterlambatan upload dianggap bahwa pegawai bersangkutan tidak menyusun SKP dan digolongkan dalam pelanggaran kedisiplinan.
Dokumen SKP hasil dari upload data dalam aplikasi kemudian di print dan ditandatangan oleh pegawai bersangkutan, atasan langsung dan Kepala Balai. Dokumen ini dibuat dalam 3 rangkap. Satu disimpan oleh pegawai bersangkutan, satu disimpan atasan langsung dan satunya lagi disimpan oleh Pengelola Kepegawaian dan menjadi arsip Kepegawaian.”
(wawancara tanggal 15 April 2016)
Sedangkan untuk SKP tahun 2016 sampai tulisan ini disusun belum dilakukan oleh seluruh pegawai kementerian Kesehatan termasuk pegawai di BP2GAKI. Terkait hal tersebut pengelola kepegawaian memberikan keterangan sebagai berikut:
“Untuk SKP tahun 2016 belum disusun mbak. Aplikasi untuk SKP 2016 belum ada, jadi memang seluruh kementerian kesehatan belum menyusun SKP tahun 2016. Menurut orang Badan Litbang, katanya ada banyak perubahan terkait restrukturisassi di Kemenkes dan berpengaruh pada aplikasi SKP.” (wawancara tanggal 15 April 2016)
. Sementara menurut Ka. Sub Bag Tata Usaha, belum bisa dilaksanakannya penyusunan SKP untuk tahun 2016 ini selain karena hal tersebut juga dikarenakan adanya perubahan Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan yang berakibat banyak bergantinya nomenklatur. Hal tersebut seperti pengungkapannya sebagai berikut:
„Sampai hari ini aplikasi untuk penyusunan SKP tahun 2016 belum muncul. Ada perubahan struktur organisasi di Kementerian Kesehatan, jadi banyak nomenklatur jabatan yang berubah. Ternyata hal tersebut berbuntut panjang. Otomatis nama-nama jabatan dalam aplikasi SKP
commit to user
juga harus dirubah. Jadi sampai hari ini penyusunan SKP belum bisa dilaksanakan.‟(wawancara tanggal 15 April 2016)
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ka. Sie Sarana Penelitian, beliau mengungkapkan bahwa
„SKP 2016 belum bisa dilakukan. Penyebabnya adanya kebijakan entri data output kegiatan keseharian pegawai. Jadi nanti pegawai diwajibkan mengisi agenda harian secara online sebagai laporan SKP. Nah kebijakan seperti ini kan memerlukan jaringan komputer yang bagus.
Sekarang saja internet di kantor sering mati. Apalagi nanti pegawai seluruh kementerian kesehatan harus akses ke aplikasi SKP, jadi perlu didukung sarana dan prasarana yang mumpuni baik berupa jaringan internet berbandwidth besar maupun server yang mumpuni untuk menampung seluruh data entry diwaktu bersamaan. Jika penerapan kebijakan tersebut tidak dibarengi dengan penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung akan menyebabkan pegawai kesulitan melaporkan kegiatannya sehari-hari. (Hasil wawancara tanggal 14 April 2016).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan penyusunan SKP dilingkungan kantor BP2GAKI sudah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bahwa setiap pegawai berkewajiban menyusun SKP yang merupakan kontrak kerja selama satu tahun dan akan dijadikan dasar dalam penilaian prestasi kerja pegawai. Adapun tertundanya penyusunan SKP yang pada tahun 2016 disebabkan oleh belum siapnya sarana yang mendukung penyusunan SKP akibat perubahan dalam struktur organisasi Kementerian Kesehatan.
4) Laporan Pelaksanaan SKP
Setelah SKP disusun oleh masing-masing pegawai, maka pada tahun yang bersangkutan pegawai harus menyelesaikan target-target pekerjaan sesuai dengan yang mereka susun. SKP ini menjadi semacam panduan arah pekerjaan harian masing-masing pegawai.
commit to user
Untuk monitoring pelaksanaan masing-masing SKP oleh pegawai ada mekanisme pelaporan kepada atasan langsungnya berupa penyusunan agenda harian rincian pekerjaan masing-masing pegawai yang harus dikumpulkan setiap minggu. Laporan mingguan ini meliputi hal-hal berikut ini:
a) Waktu kedatangan pegawai termasuk alasan keterlambatan jika pegawai terlambat
b) Rincian pekerjaan yang mereka kerjakan pada hari tersebut, kapan dan berapa lama pekerjaan tersebut dilaksanakan
c) Jenis output dari pekerjaan yang dilaksanakan
d) Waktu kepulangan termasuk alasan jika pulang lebih awal
Agenda harian tersebut hanya berjalan di tahun 2014, untuk tahun 2015 hingga laporan ini disusun, kegiatan ini berhenti. Menurut pengungkapan dari Ka. Sie Sarana Penelitian hal tersebut terjadi begitu saja, seperti diungkapkannya berikut ini:
„Dulu awalnya saya tertib mbak membuat agenda harian, terus tiap minggu staf saya juga mengumpulkan agenda harian perminggu. Tapi lama-lama berhenti juga, karena di seksi yang lain juga nggak pada menyusun, ya akhirnya di seksi kami juga berhenti menyusun agenda harian.‟ (wawancara tanggal 8 April 2016)
Hal serupa diungkapkan oleh pengelola kepegawaian sebagai berikut :
„Sudah nggak pada bikin mbak. Awalnya memang pada bikin tapi lama-lama pada berhenti. Lha sama Pak Faozan nggak diminta, jadi pada nggak buat juga. Nambah-nambahin pekerjaan. Waktu yang dipake buat bikin agenda bisa digunakan untuk melakukan pekerjaan yang lainnya.‟ (wawancara tanggal 14 April 2016)
Namun hal berbeda diungkapkan oleh koordinator litkayasa, menurutnya pembuatan agenda harian justru membantu mereka ketika
commit to user
membuat laporan SKP dan itu jadi output juga dalam penilaian angka kredit.
Jadi meskipun oleh pejabat penilai SKP tidak diminta, beliau tetap membuat agenda harian.
„Kalau saya tetap bikin agenda harian mbak. Soalnya dari agenda harian sangat membantu ketika menyusun laporan SKP maupun untuk angka kredit. Agenda harian ini kan nanti jadi salah satu output penilaian. Jadi saya tetap membuatnya.‟ (wawancara tanggal 8 April 2016)
Selain agenda mingguan yang harus dibuat, pada akhir bulan pegawai juga diwajibkan untuk menyusun laporan bulanan. Laporan bulanan ini meliputi rekapan rincian pekerjaan selama satu bulan dan progres dari output perkerjaan yang sudah dicapai. Dalam prakteknya belum ditentukan kapan laporan bulanan ini harus diserahkan kepada atasan langsungnya. Bahkan ada yang menyusun semua laporan tersebut baru menjelang akhir tahun ketika sudah akan dilaksanakan penilaian SKP.
Seperti diungkapkan oleh Ka. Sie Pelayanan Teknis terkait pengumpulan laporan pelaksanaan kegiatan tersebut, beliau menyatakan sebagai berikut :
“Ya gini mbak. Setiap output pekerjaan peneliti pasti membuat laporan karena itu akan dinilai sebagai angka kredit. Jadi setiap pekerjaan, misalnya nih mereka membuat review artikel atau jurnal internasional, mereka harus mengumpulkan laporan hasil review dan melampirkan jurnalnya. Saya juga harus memastikan jurnal tersebut bereputasi, tidak sembarangan”
Ketika ditanya terkait kapan mereka mengumpulkan laporan tersebut, beliau menjawab sebagai berikut:
“Ya biasanya mereka mengumpulkan diakhir menjelang penilaian SKP mbak. Jadi biasanya saya menyediakan beberapa hari full hanya untuk melakukan penilaian, sampai lembur-lembur. Sebenarnya kalau
commit to user
mereka mau mencicil tiap kali selesai satu ouput kegiatan, bikin laporan dan dinilai tentunya lebih memudahkan saya.”
Selanjutnya ketika ditanya apakah tidak ada SOP yang mengatur masalah tersebut, beliau menjawab sebagai berikut:
“Nggak ada mbak, pokoknya sebelum batas akhir pengumpulan mereka sudah mengumpulkan. Dan kebanyakan memilih diakhir pelaporan ngumpulinnya.”
Hal serupa juga diungkapkan oleh Kepala Seksi Sarana Penelitian sebagai berikut:
„Pengumpulan laporan biasanya menjelang batas akhir penilaian.
Numpuk, jadi perlu waktu tersendiri untuk melakukan penilaian dan melakukan upload hasil penilaian ke aplikasi SKP.‟ (wawancara tanggal 8 April 2016)
Ka. Sub Bag Tata Usaha juga membenarkan hal tersebut
„Pengumpulan laporan SKP semuanya pada diakhir ya. Numpuk jadinya. Saya sebenarnya sudah mengingatkan untuk mencicil laporan SKP tiap bulan, tapi prakteknya tetap pada mengumpulkan diakhir semua.‟(wawancara tanggal 15 April 2016)
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pegawai dilingkungan kantor BP2GAKI telah menyerahkan laporan pelaksanaan kegiatan selama satu tahun. Meskipun dalam prakteknya pengumpulan laporan ini menumpuk diakhir tahun dan menjadi kendala tersendiri bagi pejabat penilai. Hal tersebut terjadi disebabkan tidak adanya SOP yang mengatur dengan jelas kapan laporan pelaksanaan SKP harus diserahkan kepada pejabat penilai.
e. Penilaian Sasaran Kinerja Pegawai (SKP)
Penilaian SKP sendiri baru dilaksanakan dua kali yaitu untuk SKP tahun 2014 dan tahun 2015. Hasil penilaian SKP ini dilakukan oleh atasan langsung masing-masing pegawai yang menduduki jabatan struktural. Hasil
commit to user
penilaian SKP ini belum digunakan untuk menetukan besaran tunjangan kinerja. Dalam hal ini penerapan reward bagi pegawai yang mendapatkan nilai sangat baik pada tahun berjalan sesuai dengan ketentuan pasal 15 ayat 1 bahwa: Jika pegawai mendapatkan nilai kinerja sangat baik pada tahun berjalan, diberikan penambahan Tunjangan Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha ketika ditanya apakah hasil penilaian SKP sudah digunakan sebagai ukuran besaran tunjangan kinerja, beliau menjawab:
„Hasil penilaian SKP belum digunakan untuk menentukan besaran tunjangan kinerja. Baru absensi saja yang digunakan. Jika absensi seorang pegawai penuh maka tunjangan kinerja juga dibayar penuh.‟ (wawancara tanggal 15 April 2016)
Sedangkan ketika ditanya terkait penerapan hasil penilaian kinerja digunakan untuk menentukan besaran tunjangan kinerja, beliau menjawab sebagai berikut:
„Harusnya kalau sesuai ketentuan hasil penilaian kinerja ini menentukan besaran tunjangan kinerja ya. Tapi belum dilakukan.
Baru absensi saja yang ikut menentukan besarannya.‟
Terkait obyektivitas penilaian kinerja beliau juga mengungkapkan bahwa masih mengutamakan sisi kemanusiaan dalam pemberian nilai, jadi sejauh ini seluruh pegawai bernilai baik dan memenuhi target SKP. Hal tersebut sesuai dengan pernyataannya sebagai berikut:
„Masih ada rasa kasihan ya mbak, jadi masih ada unsur humannya.
Semua pegawai masih dinilai memenuhi target SKP nya, meskipun kalau dinilai secara obyektif sebenarnya belum memenuhi.
Terkadang rincian pekerjaan bunyinya begini tapi laporannya lain, nggak nyambung, banyak yang kayak gitu. Misalnya kalau kita mau menilai sesuai yang dia lakukan ya mereka nggak bisa
commit to user
memenuhi SKP. Berat memang, tapi mau bagaimana lagi. Sisi kemanusiaannya masih dominan.‟
Dari uraian diatas dapat dismpulkan bahwa fungsi pemberian reward kepada pegawai yang mencapai prestasi sangat baik belum dilaksanakan oleh kantor BP2GAKI. Hal tersebut disebabkan kebijakan tersebut juga belum diberlakukan di lingkungan Kementerian Kesehatan.
Dari hasil wawancara juga terungkap bahwa dalam penilaian prestasi kerja pegawai nilai obyektivitasnya masih kurang karena pejabat penilai cenderung masih mengedepankan nilai kemanusiaan sehingga semua pegawai mendapatkan nilai capaian SKP minimal baik terlepas dari kinerjanya baik atau kurang baik.
f. Penerapan Reward and Punishment
Pelaksanaan Reward and Punishment terkait penerapan kebijakan tunjangan kinerja bagi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan kementerian kesehatan diatur dalam peraturan tersendiri. Peraturan ini masih berkaitan dengan Permenkes No. 83 tahun 2013. Pengaturan tentang Reward and Punishment ditetapkan dalam Permenkes No. 38 Tahun 2014 yang ditetapkan pada tanggal 11 Juni tahun 2014.
Menurut hasil wawancara dengan Pengelola Kepegawaian ketentuan- ketentuan terkait Reward and Punishment sebagaimana diatur dalam permenkes tersebut belum diberlakukan. Ketika ditanya terkait apakah sudah ada pegawai yang mendapat reward, beliau menjawab:
commit to user
„Sampai saat ini belum ada yang mendapat reward, karena di Pusat sendiri juga belum memberlakukan ketentuan ini.‟ (wawancara tanggal 14 April 2016)
Demikian juga terkait pemberian punishment untuk kasus pelanggaran disiplin, beliau menjawab:
„Untuk kasus pelanggaran disiplin sudah diterapkan PP 53 tahun 2010, namun untuk pemotongan tukin sesuai dengan Permenkes No 38 tahun 2014 belum mbak. Jawaban kantor pusat ketika ditanyakan masalah ini, karena penjatuhan sangsi disiplin terjadi sebelum Permenkes No. 38 ditetapkan jadi tidak termasuk yang harus dipotong tunjangan kinerjanya.‟ (wawancara tanggal 14 April 2016)
Pernyataan pengelola kepegawaian tersebut dibenarkan oleh Ka Sub Bag Tata Usaha
„Di tahun 2014 memang ada kasus pelanggarsn disiplin pegawai.
Mereka sudah diberi sangsi sesuai PP 53 tahun 2011 tentang Disiplin Pegawai. Tapi masalah pemotongan tunjangan kinerja belum diterapkan.‟ (wawancara tanggal 15 April 2016)
Kepala Seksi Pelayanan Teknis sebagai atasan langsung pegawai yang melakukan pelanggaran disiplin juga menyatakan sebagai berikut:
„Memang ada mbak pegawai yang dijatuhi hukuman karena pelanggaran disiplin. Jadi dia ditunda kenaikan pangkatnya selama 1 tahun. Tapi masalah pemotongan tunjangan kinerja memang belum diterapkan.‟ (wawancara tanggal 8 April 2016)
Dari uraian hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa kantor BP2GAKI belum sepenuhnya melaksanakan ketentuan reward and punishment sebagaimana diatur dalam Permenkes tersebut. Pegawai yang berprestasi dan mencapai nilai SKP sangat baik belum mendapatkan haknya mendapatkan reward berupa penambahan tunjangan kinerja dan pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin juga tidak dipotong tunjangan kinerjanya.
commit to user
Sesuai dengan konsep yang peneliti gunakan, maka dalam rangka menganalisis implementasi Permenkes No. 83 tahun 2013, sesuai pendapat Anderson terdapat beberapa aspek sebagai barikut:
1. Siapa yang mengimplementasikan kebijakan
Permenkes No. 83 tahun 2013 adalah peraturan pelaksanaan kebijakan tunjangan kinerja di lingkungan Kementerian Kesehatan.
Dalam peraturan ini yang bertindak sebagai implementor kebijakan adalah Kementerian Kesehatan yang dilaksanakan oleh unit-unit kerja dibawah kementerian Kesehatan. Kantor BP2GAKI adalah salah satu unit kerja penerima kebijakan. Ketentuan-ketentuan terkait kebijakan tunjangan kinerja masih dilaksanakan oleh Badan Litbang Kesehatan sebagai unit eselon I yang membawahi kantor BP2GAKI. Penerapan terkait pembayaran, pemotongan dan keputusan ketentuan reward and punishment dijalankan oleh Badan Litbang Kesehatan. Hal tersebut terungkap dalam hasil wawancara dengan Ka. Sub Bag Tata Usaha dan pengelola kepegawaian berikut ini:
Ka Sub Bag Tata Usaha menyatakan :
“Dalam penerapan tunjangan kinerja ini, BP2GAKI melakukan kegiatan administrasinya, seperti penerapan disiplin kerja, absensi sidik jari, perhitungan pemotongan tukin dan pengurusan persyaratan pembayaran. Sementara yang melakukan pembayaran masih oleh Badan Litbangkes.”
(wawancara tanggal 15 April 2016)
Sementara itu pengelola kepegawaian memberikan pernyataan sebagai berikut:
commit to user
„Pembayaran dilakukan Badan Litbangkes. Dulu awalnya oleh Biro Umum Kemenkes lalu dialihkan ke Badan Litbangkes mbak. Pada awal bulan tim absensi melakukan rekap dan verifikasi data absen. Hasil print out absen sidik jari dicocokkan dengan form pengajuan ijin, pengajuan cuti dan surat tugas dinas luar serta berkas-berkas lainnya yang berhubungan dengan besaran tunjangan kinerja. Hasil verifikasi tersebut kemudian dientry ke dalam aplikasi SIMKA (Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian).
Output dari aplikasi tersebut menghasilkan : Form Ia yaitu Daftar Penerima Tunjangan Kinerja Bulan bersangkutan dan Form Ib yaitu Daftar Penerima Tunjangan Kinerja Kumulatif.
Kedua form tersebut kemudian dicetak dan dikirim ke unit eselon I (Badan Litbangkes) dengan dilengkapi Surat Pengantar dan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak.‟
(wawancara tanggal 14 April 2016)
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan tunjangan kinerja di BP2GAKI sudah sesuai dengan Permenkes No 83 tahun 2013 tentang tunjangan kinerja bagi pegawai di lingkungan kementerian kesehatan. Kantor BP2GAKI adalah salah satu unit kerja dibawah Kementerian Kesehatan yang mengimplementasikan kebijakan tersebut. Kantor BP2GAKI telah melaksanakan kegiatan administrasi terkait penerapan ketentuan- ketentuan yang diatur dalam kebijakan tersebut.
2. Hakekat dari proses administrasi
Sebuah kebijakan akan dapat diimplementasikan dengan baik jika didukung adanya peraturan-peraturan turunan yang menjadi pedoman bagi implementor kebijakan. Peraturan-peraturan turunan ini biasanya dalam bentuk Standart Operational Procedure (SOP) yang
commit to user
digunakan implementor sebagai pedoman untuk menerapkan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam kebijakan.
BP2GAKI dalam pengadministrasian kegiatan-kegiatan terkait implementasi kebijakan tunjangan kinerja berpedoman pada surat-surat edaran yang dikeluarkan oleh Sekertaris Badan Litbangkes yang berlaku umum bagi seluruh satuan kerja dibawah Badan Litbangkes. Berkenaan dengan SOP terkait implementasi kebijakan menurut Ka. Sub Bag Tata Usaha belum ada. Hal tersebut terungkap dalam hasil wawancara sebagai berikut:
„Mengenai SOP tidak ada ya, teknis pelaksanaan kegiatan biasanya dipaparkan dalam sosialisasi-sosialisasi kepegawaian atau melalui surat edaran. Ada surat edaran tentang ketentuan jam kerja dan keterlambatan kehadiran.
(wawqancara tanggal 15 April 2016)
‟
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Pengelola Kepegawaian bahwa selama ini kegiatan adminitrasi yang mereka lakukan belum ada SOP nya. Kegiatan administrasi dilaksanakan sesuai petunjuk-petunjuk teknis yang disosialisasikan melalui pertemuan-pertemuan koordinasi kepegawaian yang diselenggarakan oleh Badan Litbangkes. Terkait hal tersebut Pengelola Kepegawaian memberikan keterangan sebagai berikut:
„Nggak ada SOP ya. Kami melaksanakan proses administrasi sesuai hasil sosialisasi dari Badan Litbangkes‟. (wawancara tanggal 14 April 2016)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan administrasi dalam implementasi kebijakan tunjangan kinerja di
commit to user
BP2GAKI belum berdasarkan SOP (Standart Operational Procedure) yang berlaku. Kegiatan administrasi dilaksanakan
tanpa ada standar yang dijadikan pedoman pelaksanaanya.
Kakekat administrasi yang harusnya berpedoman kepada SOP belum terpenuhi.
3. Kepatuhan pada hukum
Implementasi kebijakan harus berpedoman pada peraturan yang yang menjadi dasar hukum bagi kebijakan tersebut. Tingkat kepatuhan terhadap peraturan tersebut sangat menentukan keberhasilan dari implementasi kebijakan.
Kepatuhan Kantor BP2GAKI dalam melaksanakan implementasi kebijakan tunjangan kinerja dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Siapa saja yang mendapatkan tunjangan kinerja (Pasal 2 dan 3 Permenkes No 83 tahun 2013)
Dalam pelaksanaan pasal 2 dan 3 tersebut BP2GAKI memberikan tunjangan kinerja bagi seluruh PNS di lingkungan BP2GAKI. Data mengenai pegawai, jabatan, grade, besaran tunjangan kinerja yang diberikan terdapat dalam lampiran 7.
b. Perhitungan tunjangan kinerja (Pasal 4)
Sesuai dengan Pasal 4 Permenkes No 83 tahun 2013 bahwa besaran tunjangan kinerja ditentukan oleh dua unsur penilaian
commit to user
yaitu tingkat kehadiran dan prestasi kerja. Dalam pelaksanaannya besaran tunjangan kinerja yang diberikan baru berdasarkan tingkat kehadiran. Pencapaian prestasi kerja belum mempengaruhi besaran tunjangan kinerja yang dibayarkan, dalam hal ini penambahan 50% tunjangan kinerja belum diberikan kepada pegawai yang mencapai nilai prestasi kerja sangat baik. Hal tersebut terungkap dalam sub bab tentang penerapan reward and punishment.
c. Penyusunan Sasaran Kinerja Pegawai
Sasaran Kinerja Pegawai merupakan hal wajib yang harus disusun oleh pegawai setiap awal tahun. Ketentuan ini telah dilakukan oleh BP2GAKI untuk SKP tahun 2014 dan 2015.
Sedangkan untuk SKP tahun 2016 belum disusun karena belum siapnya aplikasi SKP di tingkat Kementerian Kesehatan. Hal tersebut terungkap dalam su bab tentang penyusunan SKP.
d. Penilaian Kinerja Pegawai
Dalam Permenkes No 83 tahun 2013 telah diatur ketentuan terkait penilaian kinerja pegawai yaitu meliputi unsur penilaian pencapaian sasaran kinerja dan penilaian perilaku.
Dalam prakteknya penilaian prestasi kerja pegawai di lingkungan BP2GAKI belum dilaksanakan sepenuhnya secara obyektif, masih ada unsur kemanusiaannya.